bab 2 landasan teori - bina nusantara | …library.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Keuangan Indonesia
Sistem Keuangan Indonesia adalah tatanan dalam perkonomian suatu
negara yang memiliki peran dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang
keuangan oleh lembaga- lembaga keuangan dan lembaga- lembaga penunjang
lainnya misalnya pasar uang dan pasar modal. Sistem keuangan Indonesia pada
prinsipnya terdiri dari 2 yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan
bukan bank.
Lembaga keuangan yang masuk sistem perbankan adalah lembaga
keuangan yang berdasarkan peraturan perundangan dapat menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dan dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu- lintas pembayaran.
Karena lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari
masyarakat maka juga disebut sebagai depository financial institutions yang
terdiri atas Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Sedangkan lembaga
keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam
kegiatan usahanya tidak di perkenankan menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan.
7
Dalam perjalanan sejarah perkembangan sistem keuangan Indonesia,
sistem lembaga keuangan mengalami perubahan yang sangat fundamental
terutama setelah memasuki era deregulasi, Paket kebijakan 27 oktober 1988
yang kemudian berlanjut dengan diundangkannya beberapa undang-undang di
bidang keuangan dan perbankan sejak tahun 1992 yaitu :
a) Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
b) Undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang asuransi
c) Undang-undang nomor 11 tahun 1992 tentang dana pensiun
d) Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal
e) Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang no
7 tahun 1992 tentang perbankan.
f) Undang-undang nomor 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia.
8
Gambar 2.1.1 Sistem Keuangan Indonesia
2.1.1 Sistem Moneter
Sistem moneter adalah : adalah proses mengatur persediaan uang
sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi,
9
mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat
melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement",
kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha
terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah
lain. ( Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter )
Otoritas moneter sebagai lembaga yang berwenang dalam
pengambilan kebijakan di moneter, juga merupakan sumber uang primer,
baik bagi perbankan, masyarakat maupun pemerintah. Disamping uang
kartal, otoritas moneter juga menerima simpanan giro primer sedangkan
bagi bank-bank uang tersebut merupakan alat liquid. Dalam kaitan
tersebut semua bank harus memiliki rekening giro pada bank sentral dan
mewajibkan untuk mempertahankan sejumlah tertentu dana dalam
rekening gironya tersebut di bank Indonesia sebagai bank sentral.
2.1.2 Fungsi Otoritas Moneter
Fungsi pokok otoritas moneter dapat disebutkan sebagai
berikut :
a) Mengeluarkan uang kertas logam
b) Menciptakan uang primer
c) Memelihara Cadangan Devisa Nasional
d) Mengawasi sistem moneter
10
2.1.3 Fungsi Sistem Moneter
Fungsi utama sistem moneter antara lain dapat disebutkan
adalah :
a) Menyelenggarakan mekanisme lalu lintas pembayaran yang efisien
sehingga mekanisme tersebut dapat dilakukan secara tepat, akurat
dan dengan biaya yang relatif kecil.
b) Melakukan fungsi intermediasi guna memepercepat pertumbuhan
ekonomi.
c) Menjaga kestabilan tingkat bunga melalui pelaksanaan kebijakan
moneter.
(sumber : Siamat ( 2001), Hal : 26-27 )
2.1.4 Pengertian Bank
Bank adalah sebuah tempat di mana uang dan disimpan dan
dipinjamkan. Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang
perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidur rakyat
banyak.
11
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi
bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang
keuangan.
Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut
penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari
awal tulisan, dan berlanjut sampai sekarang di mana bank sebagai
institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan. Sekarang ini
bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi bank
diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk
melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan
memberikan pinjaman.
Kata bank berasal dari bahasa Italia banca. Biasanya bank
menghasilkan untung dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan
bunga dari pinjaman. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Bank)
2.1.5 Jenis-Jenis Bank
Secara umum bank-bank di indonesia dapat dibedakan
berdasarkan fungsinya yaitu bank sentral, bank umum, bank
pembangunan, bank tabungan, bank koperasi dan bank perkreditan
rakyat.
12
Setelah diundangkannya UU no. 7 tahun 1992, maka
penggolongan bank berdasarkan fungsinya tidak lagi dipisahkan
karena semua jenis bank tersebut pada dasarnya telah melakukan
kegiatan sebagaimana halnya ciri-ciri bank umum antara lain misalnya
pendanaan bank dan pengalokasiannya lebih bersifat jangka waktu
pendek. Demikian pula bank tabungan sumber pendanaannya tidak
lagi didominasi dalam bentuk tabungan tetapi juga dalam bentuk giro
dan deposito berjangka. Sama halnya dengan bank koperasi pelayanan
dan portfolionya tidak hanya terpusat kepada koperasi-koperasi tetapi
juga terhadap nasabah nonkoperasi.
Kecenderungan suatu bank untuk kosentrasi melakukan
kegiatan pada segmen usaha tertentu lebih didasarkan pada strategi
bisnis dan kebijakan intern bank yang bersangkutan dalam
menghadapi iklim persaingan tanpa ada intervensi otoritas.
2.1.5.1 Bank Pemerintah Daerah
Bank-bank milik pemerintah daerah adalah bank-bank
Pembangunan Daerah yang pendiriannya didasarkan pada
Undang-undang no.13 tahun 1962. Dengan diundangkannya
undang-undang nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah
diubahkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998,
BPD-BPD tersebut harus memilih dan menetapkan badan
hukumnya apakah menjadi perseoran terbatas , Koperasi atau
13
perusahaan daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-
undang tersebut diatas.
2.1.5.2 Bank Swasta Nasional
Bank swasta nasional adalah bank yang berbadan
hukum indonesia yang sebagian modalnya dimiliki oleh warga
indonesia atau badan hukum Indonesia. Dilihat dan lingkup
usahanya , bank swasta nasional dapat dibedakan kedalam
bank devisa dan bank non devisa. Bank devisa adalah bank
yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi
dalam valuta asing, setelah memperoleh persetujuan dari bank
Indonesia, antara lain menerima simpanan dan memberikan
kredit dalam valuta asing termasuk jasa-jasa keuangan lainnya
yang terkait dalam valuta asing.
2.1.5.3 Bank Asing
Bank asing merupakan kantor cabang dari suatu bank di
luar Indonesia yang saat ini diperkenankan beroperasi di
Jakarta dan membuka kantor cabang pembantu di beberapa
Ibukota provinsi selain Jakarta yaitu Semarang, Surabaya,
Bandung, Denpasar, Ujung pandang, Medan dan Batam. Bank
asing , yang sejak awal 1970 tidak diijinkan untuk membuka
kantor cabang di Indonesia, sejak pertengahan tahun 1999
diberi kembali kesempatan membuka kantor cabangnya dengan
14
memenuhi persyaratan yang di tetapkan. Bank asing yang
dapat membuka cabangnya harus termasuk bank yang
memiliki asset 200 terbesar didunia dan memiliki rating A dari
lembaga peringkat internasional.
2.1.5.4 Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan
dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Usaha
BPR yang diperbolehkan menurut undang-undang meliputi
hal-hal berikut :
a) Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan
b) Memberikan kredit
c) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan
prinsip bagi hasil
d) Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito dan
atau tabungan pada Bank lain.
Kegiatan usaha yang tidak diperkenankan dilakukan
BPR antara lain :
a) Menerima simpanan dalam bentuk giro
b) Melakukan penyertaan modal
c) Melakukan usaha pengasuransian
15
d) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha
sebagaimana disebut diatas.
2.1.6 Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Indonesia. Sebagai
bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini
mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap
barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar
yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan
mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar
tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai
secara efektif dan efisien
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru,
yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku
pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan
kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dan bebas
dari campur tangan Pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu
16
lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai
otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan
wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang
tersebut.Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas
Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk
menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak
manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-
undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank
Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai
Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak
sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan
Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena
kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan
kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara
lebih efektif dan efisien.
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia
mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua
aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin
pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
17
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran
yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung
jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank
Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
sebagai tujuan Bank Indonesia perlu di topang dengan tiga pilar utama
yaitu :
a) Kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian
b) Sistem pembayaran yang cepat dan tepat
c) Sistem perbankan dan keuangan yang sehat.
2.1.6.1 Tujuan Bank Indonesia
Berbeda dengan undang-undang nomor 13 tahun 1968
tentang bank sentral yang tidak merumuskan secara tegas
mengenai tujuan bank Indonesia, dalam undang-undang nomor
23 tahun 1999 secara tegas dinyatakan dalam pasal 7 bahwa
tujuan bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank
Indonesia. Kestabilan rupiah yang di maksud adalah kestabilan
nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara
lain.
18
Perumusan tujuan Bank Indonesia dalam bentuk single
objective ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang
akan dicapai dan batasan tanggung jawab yang harus di pikul
oleh bank Indonesia.
(sumber : Siamat, 2001, Hal : 33 )
2.1.7 Fungsi dan Usaha Bank Umum
Bank Umum adalah lembaga intermediasi keuangan yang
memberikan jasa-jasa keuangan kepada nasabahnya atau kalayak
banyak.
Fungsi pokok bank umum adalah sebagai berikut ini :
a) Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien
dalam kegiatan ekonomi
b) Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat.
c) Menawarkan jasa-jasa keuangan lainnya.
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum
menurut UU no. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah sebagai
berikut ini :
a) Menghimpun dana dari masyarakat
b) Memberikan kredit
c) Menerbitkan surat pengakuan hutang
d) Membeli , menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :
19
• Surat-surat wesel
• Surat pengakuan hutang
• Kertas perbendaharaan negara
• SBI
• Instrumen Surat Berharga lainnya yang berjangka waktu
sampai 1 tahun.
e) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendriri maupun
untuk kepentingan nasabah.
f) Menempatkan dana pada , meminjam uang dari, atau
meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan
surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek
atau sarana lainnya.
g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga.
h) Menyediakan tempat untuk penyimpanan barang atau surat
berharga.
i) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak.
j) Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun
sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya
kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut
wajib dicarikan secepatnya.
20
2.1.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Bank
a) Faktor Internal
Faktor-faktor yang bersumber dari dalam bank yang
mempengaruhi manajemen bank antara lain berkaitan dengan
pengambilan kebijakan dan strategi operasional bank antara
lain misalnya :
• Struktur organisasi bank yang mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dan kebijakan atau perencanaan.
• Budaya kerja perusahaan ( corporate culture )
• Filosofi dan gaya management
• Strategy segementasi pasar dan jaringan kantor
• Ketersediaan sumber daya manusia dan penggunaan
teknology
• Komitment pemilik terhadap pengembangan usaha bank.
b) Faktor eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi management bank
meliputi faktor di luar kendali bank yaitu :
• Kebijakan moneter
• Fluktuasi nilai tukar
• Volatilitas tingkat bunga
• Globalisasi
21
• Persaingan antar bank maupun lembaga keuangan nonbank
• Perkembangan Teknologi.
2.1.9 Resiko Usaha Bank
Resiko usaha atau bussiness risk bank merupakan tingkat
ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan akan diterima.
Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank. Semakin tinggi
ketidakpastian pendapatan yang diperoleh suatu bank, semakin besar
kemungkinan resiko yang dihadapi dan semakin tinggi pula premi
resiko atau bunga yang diinginkan. Resiko usaha yang dapat dihadapi
oleh bank antara lain sebagai berikut :
a) Resiko kredit. Resiko kredit atau sering pula disebut dengan
default risk merupakan akibat kegagalan atau ketidakmampuan
nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari
bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah
ditetapkan.
b) Resiko investasi. Resiko investasi atau investment risk berkaitan
dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat suatu penurunan
nilai portfolio surat-surat berharga,misalnya obligasi atau surat
berharga lainnya yang dimiliki bank.
c) Resiko likuiditas. Resiko likuiditas adalah resiko yang mungkin
dihadapi oleh bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya
22
dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan penarikan dana
oleh penabung pada suatu waktu.
d) Resiko operasional. Efektifitas sistem , prosedur dan
pengendalian dalam menjalankan kegiatan operasionalnya
berpengaruh terhadap kelancaran jalannya operasi usaha dan
tingkat pelayanan bank kepada nasabah. Disamping itu adanya
ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank merupakan resiko
operasional bank yang bersangkutan.
e) Resiko penyelewengan. Resiko penyelewengan atau
penggelapan berkaitan dengan kerugian yang dapat terjadi akibat
ketidakjujuran, penipuan atau moral dan perilaku yang kurang
baik dari pejabat, karyawan dan nasabah bank.
f) Resiko tingkat bunga. Resiko yang timbul akibat berubahnya
tingkat bunga akan menurunkan nilai pasar surat-surat berharga
yang terjadi pada saat bank membutuhkan likuiditas. Resiko
tersebut terjadi apabila untuk memenuhi kebutuhan likuiditas
tersebut harus menjual surat-surat berharga yang dimiliki bank.
Resiko tingkat bunga juga terjadi manakala bank menerima
simpanan untuk jangka waktu yang lebih lama dengan tingkat
suku bunga yang relatif tinggi kemudian suku bunga mengalami
penurunan drastis.
g) Resiko valuta asing. Resiko ini terutama dapat dihadapi oleh
bank-bank devisa yang melakukan transaksi yang berkaitan
23
dengan valuta asing, baik dari sisi aktiva maupun dari sisi pasiva.
Perubahan nilai tukar valuta asing terhadap rupiah misalnya
dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk memenuhi
kewajibannya dalam valas. Ketidakstabilan nilai tukar valas juga
dapat mempersulit bank mengelola aktiva dan kewajiban valas
yang dimilikinya, sehingga pada gilirannya akan menyebabkan
kerugian bank.
2.2 Rasio-rasio Financial untuk Mengevaluasi Kesehatan Bank
Umum
Rasio keuangan digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja dari
perusahaan dalam bentuk apapun. Diantara sekian banyaknya rasio-rasio
keuangan, ada 5 rasio keuangan yang terpenting untuk mengukur dan
mengevaluasi kinerja dari bank yaitu :
1. Return on Assets ( ROA )
ROA adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur
berapa % laba bersih yang dihasilkan bila dibandingkan dengan rata-
rata total asset tahun berjalan dan tahun sebelumnya. Semakin besar
ROA, maka semakin baiklah kinerja bank tersebut.
Untuk menghitung ROA dilakukan dengan cara : laba bersih
dibagi dengan rata-rata total assets tahun berjalan dan tahun
sebelumnya.
24
2. Return on Equity ( ROE )
ROE adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur %
laba bersih yang dihasilkan bila dibandingkan dengan rata-rata total
ekuitas tahun berjalan dan tahun sebelumnya. Semakin besar ROE,
maka semakin baiklah kinerja bank tersebut. Untuk menghitung ROE
dilakukan dengan cara : laba bersih dibagi dengan rata-rata total
ekuitas tahun berjalan dan tahun sebelumnya.
3. Capital Adequacy Ratio ( CAR )
CAR adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur
resiko dari asset yang dimiliki oleh bank dan seberapa jauh ekuitas
dari bank tersebut sanggup untuk menanggung resiko yang mungkin
terjadi dari asset yang dimilikinya. Angka standar minimum CAR
yang harus dimiliki oleh setiap bank adalah 8%.
Bila CAR lebih besar daripada 8%, berarti kemampuan bank
tersebut untuk menanggulangi resiko yang mungkin terjadi pada
assetnya sudah cukup baik. Sedangkan bila dibawah 8%, berarti
kemampuan bank tersebut masih kurang untuk menanggulangi resiko
yang mungkin terjadi pada assetnya. Jadi semakin besar CAR, akan
semakin baik bagi bank.
25
4. Non Performing Loan ( NPL )
NPL adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur
kinerja bank dari segi kredit yang diberikannya pada pihak ketiga. Jadi
NPL menghitung berapa % kredit yang macet dan tak dapat ditagih
bila dibandingkan dengan total kredit yang diberikan pada pihak
ketiga. Semakin besar NPL maka semakin buruklah kinerja bank
tersebut karena berarti banyak kredit yang tidak dapat ditagih dan
otomatis mengurangi laba dari bank tersebut.
Semakin kecil NPL maka semakin baiklah kinerja bank tersebut.
Cara menghitung NPL adalah : total kredit macet dibagi dengan total
kredit yang diberikan pada pihak ketiga.
5. Loan to Deposit Ratio ( LDR )
LDR adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur
kinerja bank dengan mengukur seberapa besar jumlah kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga bila dibandingkan dengan dana yang
disimpan oleh pihak ketiga di bank tersebut. Hal ini diperlukan karena
apabila kredit yang diberikan terlalu besar dibandingkan dengan dana
yang masuk, maka resiko kredit dan resiko likuiditas yang dihadapi
oleh bank tersebut sangat besar.
Tapi apabila kredit yang diberikan terlalu kecil, maka keuntungan
yang didapatkan oleh bank pun tidak akan bagus karena penghasilan
terbesar bagi bank adalah dari pendapatan bunga kredit, yang
26
kemudian baru disusul dengan pendapatan bunga dari obligasi
pemerintah, SBI, obligasi perusahaan, saham, dll. Jadi boleh dibiland
LDR bagi bank adalah strategi yang dipilih oleh para dewan direksi.
Bila dewan direksi ternyata konservatif, maka keuntungan akan kecil,
tapi resiko kredit dan likuiditas pun kecil.
Bila dewan direksi semi-agresif, maka keuntungan yang diperoleh
akan sedang, dan resiko kredit dan resiko likuiditas pun sedang. Tapi
bila dewan direksi ternyata agresif, maka baik keuntungan maupun
resiko kredit dan resiko likuiditas yang diperoleh akan besar. Nilai
acuan bagi LDR : bila dibawah 50% berarti konservatif, bila diantara
50% - 80 % berarti semiagresif, bila lebih dari 80% berarti agresif.
Jadi semakin kecil nilai LDR, maka semakin amanlah bank tersebut
dari resiko kredit dan resiko likuiditas. Cara menghitung LDR adalah
dengan membagi total kredit dengan total deposito.
2.3 Neraca Bank
Bank memiliki struktur dasar neraca yang sama dengan lembaga
keuangan lainnya, dalam arti : Aktiva = Pasiva atau Aktiva = kewajiban +
modal. Kerangka dasar neraca bank dibawah ini memberikan gambaran tentang
proses transformasi asset oleh bank.
27
Tabel 2.3.1
Struktur Neraca Bank Umum AKTIVA
(Alokasi Dana) PASSIVA
(Sumber Dana) 1. Cadangan (Reserves) :
• Cadangan Primer (Primary Reserves) • Cadangan Sekunder (Secondary
Reserves)
2. Kredit (Loans)
1. Kewajiban (Liabilities) A. Simpanan (Deposits) :
- Transaksi (Demand Deposit) - Tabungan (Saving Accounts) - Deposito Berjangka (Time Deposit)
B. Pinjaman-pinjaman : - Jangka pendek (Short Term Debt) - Jangka panjang (Long Term Debt)
3. Investasi (security investment ) : • Sekuriti pasar modal
2. Ekuitas ( Equity ) : - Modal disetor - Lain-lain
4. Aktiva lainnya (Other asset) : • Aktiva Tetap (Fixed Asset) • Lain-lain
AKTIVA = KEWAJIBAN + EKUITAS
(sumber : Manurung , 2004, Hal : 142 ).
a) Aktiva
Aktiva bank umum dalam neraca dapat dikelompokkan ke dalam 4
utama yaitu : cadangan (reserves), Kredit (loans), investasi sekuritas
(security investment) dan aktiva lainnya. Dengan demikian aktiva bank
umum mencerminkan struktur alokasi dana yang dimiliki bank umum.
• Cadangan ( reserves )
Aktiva dalam bentuk cadangan dipersiapkan untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas selama < 1 tahun. Kebutuhan likuiditas tersebut
muncul karena keharusan memenuhi peraturan bank sentral, yaitu
28
pemenuhan batas minimum Giro wajib Minimum ( GWM ) sesuai
dengan ketentuan bank sentral. Bank umum juga harus menyediakan
dana kas untuk transaksi nasabah. Kebutuhan likuiditas yang harus
dipenuhi dalam jangka pendek atau kewajiban lainnya yang telah jatuh
tempo dalam waktu < 1 tahun.
Cadangan yang dipersiapkan untuk memenuhi GWM dan
kebutuhan likuiditas para nasabah disebut sebagai cadangan primer,
yang terdiri atas giro pada bank sentral, giro pada bank lain, dan kas.
Cadangan primer adalah aktiva bank umum yang sangat likuid.
Sayangnya aktiva bank umum ini tidak produktif sehingga tidak
menghasilkan pendapatan.
• Surat-surat berharga
Pengalokasian dana dengan cara membeli surat-surat berharga
( sekuritas ) pada dasarnya dimaksudkan untuk tujuan cadangan
sekunder di samping untuk mengoptimalkan keuntungan dengan
memanfaatkan dana-dana yang idle. Dana bank tersebut dapat
digunakan untuk membeli sekuritas jangka pendek biasanya instrumen
pasar uang, antara lain misalnya Sertifikat Bank Indonesia, Surat
Berharga Pasar Uang ( SBPU ), serta surat berharga lainnya.
• Kredit ( Loans )
Pengguanaan dana bank sangat didominasi dalam bentuk
penyaluran kredit. Secara umum portfolio kredit bank sebesar 60-80
29
persen dari total aktiva yang ada. Penyaluran kredit tersebut
digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja, investasi dan
keperluan kredit konsumtif. (sumber : Manajemen Lembaga Keuangan , Dahlan
Siamat, 2001, Hal : 95 )
b) Pasiva
Pasiva bank umum memberikan gambaran tentang struktur sumber
dana bank umum. Passiva sendiri terdiri atas kewajiban dan ekuitas atau
modal. Sedangkan kewajiban bank dapat dibedakan menjadi kewajiban
kepada pihak ketiga ( nasabah deposan ) dan kewajiban kepada pihak
kedua ( pemberi pinjaman ).
• Simpanan ( deposit )
Simpanan ( deposit ) terdiri atas tabungan ( saving account ),
rekening giro ( demand deposit ), dan deposito berjangka ( time
deposit ). Kewajiban-kewajiban dalam bentuk simpanan kepada pihak
ketiga. Di Indonesia , dana-dana dalam bentuk simpanan ini disebut
sebagai dana pihak ketiga.
• Pinjaman-pinjaman
Kewajiban dalam bentuk pinjaman-pinjaman ( debts )
merupakan pinjaman kepada pihak kedua, sehingga sering disebut
juga sebagai dana pihak kedua. Pinjaman bank umum terdiri atas
30
pinjaman jangka pendek (short term debts) yang jatuh temponya < 1
tahun dan pinjaman jangka panjang ( long term debts ) yang jatuh
temponya > 1 tahun.
• Ekuitas
Ekuitas terdiri atas modal inti dan modal pelengkap. Sumber
utama modal inti adalah modal disetor , agio, modal sumbangan,
selisih penilaian kembali aktiva tetap dan laba ditahan. (sumber :
Manurung , 2004, Hal : 144 ).
2.4 Analisa Fundamental (Fundamental Analysis)
Analisa Fundamental adalah sebuah metode yang menganalisa
informasi, melakukan peramalan ( forecast ) dari informasi tersebut dan
menghasilkan sebuah penilaian ( valuation ) dari hasil peramalan tersebut.
Di bawah ini adalah sebuah diagram tentang proses dari analisa
fundamental yang menghasilkan sebuah estimasi dari nilai ( value ) untuk
pengambilan keputusan investasi ( investment decision ). Dalam step yang
terakhir pada diagram adalah sebuah nilai atau value yang di bandingkan
dengan price atau harga dari sebuah investasi.
31
Gambar 2.4.1 Proses Analisa Fundamental
a) Mengetahui tentang bisnis tersebut ( Knowing The business )
Salah satu elemen yang penting dari sebuah perusahaan adalah
strategi dari perusahaan tersebut yang menjadi nilai tambah. Seorang
analis saham harus mengerti mengenai bisnis yang dijalankan perusahaan
32
tersebut mulai dari produk yang diciptakan atau diproduksi sampai kepada
bagaimana cara memasarkan produk tersebut.
b) Menganalisa Informasi ( Analyzing information )
Dengan latar belakang pengetahuan dari bisnis yang digeluti oleh
perusahaan, penilaian dari sebuah strategi dimulai oleh analisa dari
informasi tentang bisnis tersebut. Informasi tersebut datang dari sumber
mana saja baik dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan.
Informasi yang penting itu datang dari laporan keuangan perusahaan.
Seorang analis harus benar-benar jeli dalam membaca laporan keuangan
perusahaan yang sedang dianalisa untuk mengetahui apakah ada sesuatu
yang tidak benar sedang terjadi di perusahaan tersebut.
c) Membuat Peramalan ( Developing forecast )
Untuk pemegang saham, pengembalian modal berasal dari
pembagian deviden dan hasil penjualan saham. Untuk penjualan saham
tentu saja pemegang saham dapat mengetahui berapa jumlah uang yang
akan dia terima dan kapan dia akan menerima uangnya. Namun untuk
pembagian deviden bukan ditentukan dari pemegang saham sendiri
melainkan hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ).
RUPS biasanya menetapkan untuk membagi deviden dengan melihat
seberapa besar laba bersih yang diterima oleh perusahaan. Dan besarnya
laba bersih itu dapat diramalkan dari kesuksesan operasi perusahaan dalam
33
menjual produk dan meminimalisasi biaya yang harus dikeluarkan. Jadi
seorang analis dapat meramalkan laba bersih perusahaan dengan
mengasumsikan kondisi sistem operasional perusahaan.
d) Mengubah Peramalan menjadi Penilaian ( Converting the forecast to a
valuation )
Setelah membuat asumsi yang bisa dipertanggungjawabkan
kepada pemegang saham untuk sistem operasional perusahaan, maka
asumsi itu harus diterjemahkan dalam bentuk angka yang kemudian
disusun menjadi sebuah laporan keuangan yang baru dengan
menggunakan asumsi tersebut untuk pengambilan keputusan pemegang
saham.
e) Keputusan Investasi ( Investment Decision )
Setelah meneliti analisa laporan keuangan yang sudah disusun
oleh analis, investor dapat membandingkan nilai yang diestimasikan
dengan modal yang perlu mereka keluarkan. Perbedaan nilai yang
diestimasikan dengan modal yang mereka keluarkan disebut sebagai value
added.
(sumber : Penman, 2006, hal : 85)
34
2.5 Analisa Teknikal ( Technical Analysis )
Analisa teknikal dapat di katakan sebagai Chartist karena mereka
mempelajari tentang bagan ( charts ) dari sejarah harga saham ( stock price )
dan jumlah perdagangan ( trading volume ). Analisa ini diharapkan oleh para
analis untuk menemukan pola ( pattern ) sehingga mereka dapat mengetahui
kapan saham tersebut akan naik atau turun. Analisa ini berguna terutama untuk
investasi jangka pendek terutama yang menggunakan metode hit & run. Jadi
mereka tidak terlalu memperhatikan laporan keuangan dan lebih memperhatikan
kecenderungan pasar untuk memberikan profit bagi investor.
2.6 Resiko Tersistematik (Systematic Risk) & Total Resiko (Total
Risk)
Ada perbedaan antara total resiko dan resiko tersistematik Total resiko
mengukur resiko suatu asset secara keseluruhan sedangkan resiko
tersistematik mengukur resiko yang terkait dengan pasar saja. Jadi kalau
dilihat dari definisi diatas, resiko tersistematik itu merupakan bagian dari total
resiko. Jadi total resiko itu adalah resiko tersistematik ditambah dengan resiko
tidak tersistematik.
35
2.7 Resiko Premium ( Premium Risk )
Dapat kita katakan bahwa resiko premium adalah perbedaan antara
expected return dengan risk free rate. Jika risk free rate adalah 6 % dan
expected return adalah 14 %, maka resiko premium adalah 14 % - 6% = 8%.
2.8 Evaluasi Kinerja ( Performance Evaluation )
a. Ukuran Kinerja Sharpe ( Sharpe Performance Measure )
Sharpe ratio adalah rasio kinerja saham yang dihitung berdasarkan
expected return dikurangi dengan risk free dibagi dengan standar deviasi.
Sharpe ratio itu mengukur seberapa besar return yang bisa didapatkan dari
setiap theoretical unit risk. Pada saat mengukur dengan menggunakan Sharpe
ratio, bisa saja hasilnya negatif. Jika hasilnya negatif, berarti kinerja asset itu
underperform dari risk-free .
Rumus dari sharpe measure adalah :
b. Ukuran Kinerja Treynor ( Treynor Performance Measure )
Seperti juga Sharpe, Treynor measure menghitung return yang bisa
didapatkan per unit resiko. Perbedaan dari Sharpe & Treynor Measure itu
adalah bahwa Treynor menghubungkan antara resiko premium dengan
resiko pasar saja sedangkan Sharpe itu menghubungkan antara resiko
SR RFR
ii
i
=−σ
36
premium dengan total resiko ( resiko tersistematik dan resiko tidak
tersistematik ).
Rumus dari pada Treynor adalah :
Keterangan:
T = Treynor ratio, Ri = return, RFR = risk free rate ß = portfolio beta
c. Ukuran Kinerja Jensen ( Jensen’s measure / portfolio alpha )
Jensen memiliki ide dasar yang sama dengan Treynor yaitu bagaimana
kinerja dari manajer investasi jika diukur dengan resiko sistematik. Tetapi
dalam metode Jensen, beta disesuaikan lagi dengan cara dikalikan dengan risk
premium. Setelah beta disesuaikan, barulah penghitungan alpha dari Jensen
bisa diukur dengan mengurangkan risk free return yang dijumlahkan dengan
beta yang disesuaikan pada portfolio return. Jadi pengukuran Alpha dari
Jensen adalah portfolio return dikurangi risk free return yang kemudian
dikurangi lagi dengan beta yang disesuaikan. Jika alpha yang dihasilkan itu
negatif, hal tersebut menunjukan kinerja yang buruk sedangkan jika positif
menunjukan bahwa kinerja dari manager tersebut adalah baik atau diatas rata-
rata. Jika manajer tersebut mendapatkan fair return maka alpha akan menjadi
0 dalam perhitungan.
T R RFRi
i
i
= −β
37
Jensen’s measure adalah metode untuk mendeteksi excess return dari
saham atau efek-efek lainnya dalam bentuk portfolio dikurangi dengan atau
dibandingkan dengan securities’s required of return yang ditunjukkan dengan
menggunakan CAPM. Adapun rumus dari Jensen adalah :
Jensen's alpha = Portfolio Return - (Risk free return + (Market Return -
Risk free Return) * Beta)