bab 2 kespro

61
2 2 BAB II KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM A. Kesehatan Reproduksi 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Konferensi Internasional tentang wanita dilaksanakan di Beijing tahun 1995, di Haque tahun 1999, di New York tahun 2000, menyepakati definisi kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti dkk, 2009: 1). Kesehatan reproduksi secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi. Pengertian tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural (Depkes, 2001: 3).

Upload: ila-b-alwi-shahab

Post on 14-Feb-2016

244 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

contoh makalah kesehatan repoduksi

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Kespro

22

BAB II

KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI DAN BIMBINGAN

KONSELING ISLAM

A. Kesehatan Reproduksi

1. Pengertian Kesehatan Reproduksi

Konferensi Internasional tentang wanita dilaksanakan di Beijing

tahun 1995, di Haque tahun 1999, di New York tahun 2000, menyepakati

definisi kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental,

dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta

fungsi dan prosesnya (Widyastuti dkk, 2009: 1).

Kesehatan reproduksi secara umum didefinisikan sebagai kondisi

sehat dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi. Pengertian tersebut

tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga

sehat secara mental serta sosial-kultural (Depkes, 2001: 3).

Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan definisi kesehatan

reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial-kultural

secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi

dan prosesnya

2. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan reproduksi (BKKBN,

2001: 6) meliputi:

Page 2: Bab 2 Kespro

23

a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

b. Kesehatan reproduksi remaja

c. Pencegahan dan penanggulangan pada penyimpangan seksual dan

napza yang dapat berakibat pada HIV/AIDS

d. Kesehatan reproduksi pada usia lanjut

Uraian ruang lingkup kesehatan reproduksi remaja berdasarkan

pada pendekatan siklus kehidupan, yakni memperhatikan kekhususan

kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta

kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Ini dikarenakan masalah

kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka

apabila tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa

kehidupan selanjutnya. Tahapan dalam siklus hidup adalah sebagai

berikut:

KONSEPSIUSIA BAYI &

LANJUT ANAK

USIA REMAJASUBUR

Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus

kehidupan adalah kesehatan reproduksi remaja. Tujuan dari program

kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar

Page 3: Bab 2 Kespro

24

memahami kesehatan reproduksi, sehingga remaja memiliki sikap dan

perilaku sehat serta bertanggung jawab kaitannya dengan masalah

kehidupan reproduksi (Widyastuti dkk, 2009: 5).

3. Pandangan Islam tentang Kesehatan Reproduksi

Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk

sebaik-baiknya, yang mempunyai keutamaan dibanding makhluk lain.

Keutamaan tersebut adalah akal, nafsu dan agama. Akal membedakan

manusia dari binatang, nafsu membedakan manusia dengan benda dan

agama membedakan manusia sebagai insan mulia.

Apresiasi Islam pada seks salah satunya terdapat pada surat Ar-

rum: 21

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Depag, 1971: 366)

Dari ayat diatas dijelaskan bahwa manusia diciptakan berpasang-

pasangan untuk kemudian terjalin dalam ikatan pernikahan. Pernikahan

mempunyai tujuan sebagai proses kelangsungan generasi umat manusia di

dunia.

Allah SWT menciptakan hasrat seksual (syahwat) pada manusia.

Syahwat sama normalnya dengan nafsu makan dan minum. Seperti hasrat-

Page 4: Bab 2 Kespro

25

hasrat lain yang Allah ciptakan pada manusia, hasrat seksual sangatlah

kuat dan dapat menguasai manusia yang lemah. Allah SWT berfirman

dalam al-Qur’an surat Ali Imran: 14

Artinya: ”dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik(surga).”(Depag, 1971: 47)

Hasrat seksual, sebagaimana nafsu makan dan minum, dapat

dipenuhi dengan cara yang halal maupun yang haram. Adalah haram untuk

memuaskan hasrat seksual diluar ikatan perkawinan, sesama jenis, dengan

hewan ataupun dengan orang mati . Firman Allah SWT surat al-A’raf: 81

Artinya: ”Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.”(Depag, 1971: 146)

Page 5: Bab 2 Kespro

26

B. Konseling Kesehatan Reproduksi

1. Pengertian Konseling Kesehatan Reproduksi

Konseling kesehatan reproduksi adalah proses pemberian bantuan

dari kepada seorang individu atau sekelompok orang yang memiliki

masalah kesehatan reproduksi. Isi percakapan konseling disesuaikan

dengan umur dan permasalahan, perkembangan fisik dan mentalnya,

misalnya masalah pacaran, perilaku seksual, penyakit menular seksual dan

kehamilan yang tidak diinginkan (Perkumpulan Keluarga Berencana

Indonesia, 2009: 5).

Menurut BKKBN (2009: 3) konseling kesehatan reproduksi

merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah yang dilakukan antara dua

pihak. Pihak pertama adalah konselor, membantu pihak lainnya yaitu klien

dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi yang dihadapinya.

Konseling kesehatan reproduksi berorientasi pada klien atau yang

lebih dikenal dengan client centered. Hal ini menekankan peran klien

sendiri dalam proses konseling sampai pengambilan keputusan. Teori ini

berpijak pada keyakinan dasar martabat manusia bahwa bila klien

mengalami masalah maka yang dapat menyelesaikan masalah tersebut

adalah inidividu tersebut (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia,

2009: 3).

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat penulis simpulkan bahwa

konseling kesehatan reproduksi remaja adalah komunikasi dua arah antara

konselor dan klien tentang masalah kesehatan reproduksi.

Page 6: Bab 2 Kespro

27

2. Tujuan Konseling Kesehatan Reproduksi

Secara umum tujuan konseling kesehatan reproduksi ialah

memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi secara benar dan

proposional. Konseling kesehatan reproduksi juga membantu klien

memperoleh identitas dirinya dalam pilihan perilaku dan orientasi seks,

meningkatkan pengetahuan seksualitas yang benar serta mengurangi

kecemasan yang dialami klien berkaitan dengan perilaku dan orientasi

seksnya. Selain itu, konseling kesehatan reproduksi menghasilkan

perubahan kebiasaan dan perilaku yang bertanggung jawab dan

mengajarkan keterampilan membuat keputusan (Perkumpulan Keluarga

Berencana Indonesia, 2009: 6).

3. Prinsip Dasar Konseling Kesehatan Reproduksi

Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (2009: 7)

prinsip dasar konseling kesehatan reproduksi meliputi:

a. Pemahaman bahwa mendapatkan mendapatkan informasi kesehatan

reproduksi adalah kebutuhan dan hak klien.

b. Informasi kesehatan reproduksi yang diberikan lengkap, benar, jujur,

dan bertanggung jawab.

c. Mendampingi pengambilan keputusan berdasarkan konsekuensi atas

pilihan yang diambil.

d. Empati dan tidak menghakimi.

Page 7: Bab 2 Kespro

28

2. Proses Konseling Kesehatan Reproduksi

Berikut ini adalah tahapan proses pelaksanaan konseling kesehatan

reproduksi dengan klien individu maupun kelompok (Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 8):

a. Pembukaan, perkenalan antara konselor dan klien.

b. Rapport atau pendekatan kepada klien untuk mencairkan suasana

sehingga klien merasa nyaman dalam mengemukakan masalah.

c. Penggalian masalah, meliputi latar belakang, situasi konflik, nilai-nilai

yang dianut, pandangan terhadap konflik, dan usaha pemecahan

masalah yang sudah maupun sedang dipertimbangkan untuk dilakukan.

d. Mendiskusikan alternatif solusi, yang diusahakan muncul dari klien

dengan bantuan konselor, memberikan informasi mengenai kesehatan

reproduksi sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Mengajak klien memilih alternatif solusi yang terbaik.

f. Penutup, merangkum hasil diskusi dengan klien, mengajak klien

menentukan rencana selanjutnya dan memberikan dukungan bahwa

klien mampu mengatasi masalahnya.

C. Bimbingan dan Konseling Islam

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling secara bahasa memiliki akar kata yang

berbeda. Istilah bimbingan berasal dari kata guidance yang berasal dari

kata kerja to guide, yang berarti “membimbing” atau “menunjukkan”.

Page 8: Bab 2 Kespro

29

Sementara istilah konseling menurut asal kata dari bahasa latinnya, berasal

dari kata consilium yang berarti “dengan” atau “bersama yang dirangkai

dengan “menerima” atau “memahami” (Komarudin dkk, 2008: 46).

Secara terminologi bimbingan mempunyai beberapa pengertian di

antaranya, menurut Shretzer dan Stone (1966: 143) bimbingan diartikan

sebagai the process of helping individuals to understand themselves and

their world. Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 99), istilah tersebut

diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang

ahli terhadap seseorang atau beberapa individu, baik anak-anak, remaja,

maupun dewasa, agar orang yang dibimbing tersebut dapat

mengembangkan kemampuan dirinya sendiri secara mandiri dengan

memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada serta dapat

mengembangkannya berdasarkan norma-norma yang berlaku. Djumhur

dan Surya (1975: 15) juga berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu

proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada

individuu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Adapun konseling menurut Shretzer dan Stone (1966: 168) adalah

an interaction prosess which facilitate meaningful understanding of self

and environment and result in the establishment, and or clarification of

goals dan values for future behaviour. Menurut Prayitno dan Erman Amti

(2004: 105) istilah konseling tersebut diartikan sebagai proses pemberian

bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang

sedang mengalami masalah (klien), yang bermuara teratasinya masalah

Page 9: Bab 2 Kespro

30

yang dihadapi oleh klien tersebut. Menurut Winkel (2005: 34)

mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari

bimbingan untuk membantu klien secara tatap muka dengan tujuan agar

klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai

persoalan.

Dari beberapa pengertian bimbingan dan konseling yang

dikemukakan oleh para ahli diatas, dapat penulis kemukakan bahwa

bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada

individu yang dilakukan oleh seorang konselor, dengan tujuan agar

individu memahami dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri

dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mengembangkan potensi

dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan

masyarakat.

2. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Hakekat bimbingan dan konseling Islam adalah upaya membantu

individu belajar mengembangkan fitrah atau kembali kepada fitrah, dengan

cara memberdayakan iman, akal, dan kemauan yang dikaruniakan oleh

Allah (Sutoyo, 2007: 24). Dengan demikian bahwa bimbingan dan

konseling Islam adalah aktifitas yang bersifat membantu, dikatakan

membantu karena pada hakekatnya individu sendirilah yang perlu hidup

sesuai dengan tuntunan Allah agar mereka selamat dunia dan akhirat. Oleh

karena itu, karena konselor bersifat membantu maka konsekuensinya

individu sendirilah yang harus aktif belajar dan memahami sekaligus

Page 10: Bab 2 Kespro

31

menjalankan tuntunan Allah (Al-Qur’an dan Assunah-Nya) (Sutoyo, 2007:

27).

Menurut Amin (2010: 23) bimbingan dan konseling Islam adalah

proses pemberian bantuan terarah, kontinu, dan sistematis kepada setiap

individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang

dimiliki secara optimal, dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang

terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW kedalam diri

klien, sehingga dia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-

Qur’an dan Hadits.

Bimbingan di dalam agama Islam merupakan kegiatan dari dakwah

Islamiah, karena dakwah yang terarah ialah memberikan bimbingan

kepada umat Islam untuk betul-betul mencapai dan melaksanakan

keseimbangan hidup dunia dan akhirat. Adapun konseling dalam Islam

merupakan salah satu dari berbagai tugas manusia dalam membina dan

membentuk manusia ideal. Bisa dikatakan bahwa konseling merupakan

amanat yang diberikan Allah kepada semua rasul dan Nabi-Nya. Dengan

adanya amanat konseling, maka mereka menjadi demikian berharga dan

bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam urusan agama, dunia,

pemenuhan kebutuhan, pemecahan masalah, dan lain sebagainya.

Konseling akhirnya menjadi satu kewajiban bagi individu muslim,

khususnya para alim ulama (Zahrani, 2005: 16).

Dari beberapa pengertian dapat penulis kemukakan bahwa

bimbingan dan konseling Islam adalah proses komunikasi dua arah antara

Page 11: Bab 2 Kespro

32

konselor dan klien yang bertujuan klien dapat hidup selaras dan sesuai

dengan petunjuk Allah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akherat.

3. Landasan Bimbingan dan Konseling Islam

Seluruh umat Islam sepakat bahwa al-Qur’an dan al-Hadits

merupakan pedoman bagi umat Islam, untuk menjalankan seluruh

aktifitasnya sepanjang rentang kehidupannya. Termasuk untuk urusan

yang bersifat privasi pun al-Qur’an memberikan pedoman, untuk diikuti

oleh umat Islam dengan tanpa paksaan agar hidupnya bahagia di dunia dan

akhirat. Allah berfirman dalam Surat al-Baqarah 208:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (Depag, 1971: 30)

Nabi juga mengatakan:

كنام نع أ أ مهغهب مهن ن لىسر لله للها هص هيهع مهسو الق تكرت

نيرمأ مكيف امادبااىهضت ن امهب متكسمت باتك للها سو تن هيبن

Artinya: “Dari Malik sesungguhnya Rasulullah bersabda: Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat salama-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepadanya, kitabullah dan sunnah rasul.”(HR. Muslim, 1975: 35)

Sumber naqliyah tersebut memberikan sumber normatif ideal bagi

pelaksanaan dakwah Islam, yakni berupa petunjuk moral tentang

bagaimana seharusnya dakwah Islam itu dilaksanakan dan

Page 12: Bab 2 Kespro

33

diimplementasikan. Ketika aktualisasi dan realisasi dakwah telah

mengalami perkembangan ke arah penggunaan model dan pendekatan

tertentu, keberadaan al-Qur’an dan al-Hadits tetap menjadi pedoman

utamanya. Salah satu realisasi dakwah, ketika kondisi mad’u yang

dihadapi berupa person individu atau sekelompok kecil individu yang

relatif homogen, adalah dengan menggunakan pendekatan bimbingan dan

konseling. Hal ini, dilakukan untuk efektifitas pelaksanaan dakwah serta

untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan terukur.

Di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, banyak ditemukan ayat-ayat

yang secara substansial terkait erat dengan prinsip-prinsip mendasar dari

nilai, filosofi dan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Misalnya saja

tentang pembimbing atau konselor, proses dan metode pelaksanaan

bimbingan dan konseling Islam serta klien.

Pemberian bimbingan sendiri, secara normatif sangat sejalan

dengan dari al-Qur’an dan tugas kenabian Nabi Muhammad SAW.

Keberadaan al-Qur’an bagi manusia, salah satu fungsinya adalah sebagai

hudan li al-nas (petunjuk bagi manusia) (Komarudin dkk, 2008: 87).

Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an Surat an-Nahl: 89 sebagai

berikut:

Page 13: Bab 2 Kespro

34

Artinya: “(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Depag, 1971: 250)

Fungsi lain dari al-Qur’an adalah sebagai al-mau’dhah (nasehat)

dan al-syifa (obat atau penawar), sebagaimana firman Allah surat al-Isra’:

82

Artinya: “dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Depag, 1971: 262)

Berdasarkan ayat al-Qur’an diatas sejalan dengan fungsi

bimbingan dan konseling Islam yaitu untuk memberikan bantuan kepada

orang lain berupa nasehat, pendapat atau petunjuk agar dirinya mampu

menyembuhkan masalah yang bersarang di dalam jiwanya.

Adapun Hadits yang berkaitan dengan bimbingan ialah tentang

metode bimbingan dengan pembelajaran langsung, yakni mengungkapkan

kesalahan yang dilakukan dengan pemberian nasehat yang baik dan arahan

yang sederhana dan mengena (Az-Zahrani, 2005: 38).

اذإ مكأ دحأ هنيميب مك أيهف مك إف ن ناطيشنا مكأي ب هنامش

Page 14: Bab 2 Kespro

Artinya: “Apabila seorang dari kalian hendak makan, maka makanlah dengan tangan kanannya. Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim, 679: 35)

Page 15: Bab 2 Kespro

35

Tidak setiap individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan

persoalan yang dihadapi. Ada kalanya seseorang sama sekali tidak

mengerti apa yang harus dilakukan agar mampu keluar dari setiap

permasalahan-permasalahannya. Dalam kondisi seperti inilah, maka

bantuan dari orang lain yang lebih ahli sangat diperlukan dan sangat

membantu dirinya. Allah pun menyarankan agar manusia bertanya kepada

ahlinya, jika diri sendiri tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap

suatu persoalan (Komarudin dkk, 2008: 93) . Allah berfirman dalam surat

an-Nahl: 43-44

Artinya: “dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Depag, 1971: 245)

Selain beberapa ayat diatas, terdapat juga dalam hadits tentang

metode konseling dengan pukulan atau hukuman.= ةاهصناب مهو = هيهع مهسو مكدانوأاورم للها هص= للها الق لىسر

= ءانبأ ع اىقرفورش مهنيب = اهيهع مهىبرضاو مهو س نين عبسءانبأ

ييفعجاضمنا

Page 16: Bab 2 Kespro

36

Artinya: “Perintahkan anak-anakmu untuk menunaikan shalat di di saat mereka berumur tujuh tahun. Pukullah mereka apabila mereka tidak mau mengerjakannya disaat mereka berumur sepuluh tahun serta pisahkanlah tempat tidur diantara mereka (laki-laki dan perempuan). (HR. Muslim, 389: 46).

Metode ini bukan berarti seorang pendidik harus selalu

menggunakan cara kekerasan apabila dirasa cara yang lebih ringan sudah

cukup mendidik. Sesungguhnya cara kekerasan bertentangan dengan tabiat

manusia. Cara pukulan atau hukuman ini baru bisa digunakan apabila

tidak ada lagi cara yang efektif. Islam menetapkan metode ini dengan

membuat batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Tidak memukul

pada tempat yang sensitif, pukulan tidak boleh menyakiti serta jangan

memukul secara berlebihan (Az-Zahrani, 2005: 38)..

Al-Qur’an dan Hadits merupakan landasan utama bimbingan

konseling Islam yang merupakan landasan naqliyah, maka landasan lain

yang dipergunakan oleh bimbingan dan konseling islami yang sifatnya

aqliyah adalah filsafat dan ilmu, dalam hal ini filsafat Islam dan ilmu atau

landasan ilmiah yang sejalan dengan ajaran Islam.

Landasan filsafat Islam yang penting artinya bagi bimbingan dan

konseling Islam antara lain adalah:

a. Falsafah tentang dunia manusia (citra manusia)

b. Falsafah tentang dunia dan kehidupan

c. Falsafah tentang pernikahan dan keluarga

d. Falsafah tentang pendidikan

e. Falsafah tentang masyarakat dan hidup kemasyarakatan

Page 17: Bab 2 Kespro

37

f. Falsafah tentang kerja

Dalam gerak dan langkahnya, bimbingan dan konseling Islam

berlandaskan pula pada berbagai teori yang telah tersusun menjadi ilmu.

Ilmu-ilmu tersebut adalah: ilmu jiwa; ilmu hukum Islam; dan ilmu-ilmu

kemasyarakatan (Musnamar, 1992: 6).

4. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Islam

Telah disebutkan diatas bahwa bimbingan dan konseling Islam

berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadits serta landasan filsafat dan ilmu.

Berdasarkan landasan-landasan tersebut, Musnamar (1992: 20-39)

menjabarkan asas-asas atau prinsip-prinsip pelaksanaan bimbingan dan

konseling Islam sebagai berikut:

a. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat

Bimbingan konseling Islam tujuan akhirnya adalah membantu

klien mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat yang senantiasa

didambakan oleh setiap Muslim.

b. Asas fitrah

Manusia sebagai hamba Allah diciptakan dengan membawa

fitrah, yaitu berbagai kemampuan bawaan dan juga kehendak yang

memungkinkan dirinya mampu menjalankan fungsi sebagai khalifah fi

al-ardh. Bimbingan konseling Islam membantu klien untuk mengenal

dan memahami fitrahnya itu, serta menghayatinya, sehingga dengan

demikian akan mampu mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat

karena mampu bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya.

Page 18: Bab 2 Kespro

38

c. Asas lillahi ta’ala

Bimbingan dan konseling Islam diselenggarakan semata-mata

karena Allah. Konsekuensinya konselor melakukan tugasnya dengan

penuh keikhlasan dan tanpa pamrih, sementara klien pun meminta

bimbingan dan konseling dengan ikhlas dan rela pula, karena semua

pihak merasa bahwa semua yang dilakukan adalah karena dan untuk

pengabdian kepada Allah semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya

sebagai makhluk Allah yang senantiasa mengabdi kepada-Nya.

d. Asas bimbingan seumur hidup

Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna dan

selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan

menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka

bimbingan dan konseling Islam diperlukan selama hayat masih

dikandung badan.

e. Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah

Bimbingan dan konseling Islam memperlakukan kliennya

sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak memandang sebagai

makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata. Bimbingan

dan konseling Islam membantu individu untuk hidup dalam

keseimbangan jasmaniah dan rohaniah tersebut.

f. Asas keseimbangan rohaniah

Page 19: Bab 2 Kespro

39

Rohaniah manusia memiliki unsur daya kemampuan pikir,merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu, serta juga

akal. Kemampuan ini merupakan sisi lain kemampuan fundamental

potensial untuk mengetahui, menganalisis dan menghayati.

Bimbingan dan konseling Islam menyadari keadaan kodrati manusia

tersebut, dan dengan pada berpijak landasan naqliyah, membantu klien

memperoleh keseimbangan diri dalam segi mental rohaniah tersebut.

g. Asas eksistensi individu

Bimbingan dan konseling Islam memandang seorang individu

merupakan suatu eksistensi tersendiri. Individu mempunyai hak,

perbedaan individu dari yang lainnya, dan mempunyai kemerdekaan

pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental

potensial rohaniahnya.

h. Asas sosialitas manusia

Manusia merupakan makhluk sosial. Hal ini diakui dan

diperhatikan dalam bimbingan konseling Islam. Pergaulan, cinta kasih,

rasa aman, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, rasa

memiliki dan dimiliki, semuanya merupakan aspek-aspek yang

diperhatikan di dalam bimbingan konseling Islam, karena merupakan

ciri hakiki manusia.

i. Asas kekhalifahan manusia

Menurut Islam, manusia diberi kedudukan yang tinggi

sekaligus tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai pengelola alam

Page 20: Bab 2 Kespro

40

semesta (khalifah fi al-ardh). Dengan kata lain, manusia dipandang

sebagai makhluk berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-

baiknya. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan

ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari

ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu

sendiri.

j. Asas keselarasan dan keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan,

keserasian, dalam segala segi. Dengan kata lain, Islam menghendaki

manusia berlaku adil terhadap hak dirinya sendiri, hak orang kain, hak

alam semesta serta hak Allah.

k. Asas pembinaan akhlaqul karimah

Manusia, menurut pandangan Islam, memiliki sifat-sifat yang

baik, sekaligus mempunyai sifat-sifat lemah. Sifat-sifat yang baik

merupakan sifat yang dikembangkan oleh bimbingan dan konseling

Islam. Bimbingan konseling Islam membantu klien memelihara,

mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat yang baik tersebut.

l. Asas kasih sayang

Setiap manusia memerlukan cinta dan kasih sayang dari orang

lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan

banyak hal. Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan

berlandaskan kasih dan sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah

bimbingan dan konseling akan berhasil.

Page 21: Bab 2 Kespro

41

m. Asas saling menghargai dan menghormati

Dalam bimbingan konseling Islam kedudukan konselor dengan

klien pada dasarnya sederajat, perbedaannya terletak pada fungsinya

saja, yakni konselor memberikan bantuan dan klien menerima bantuan.

Hubungan yang terjalin antara konselor dengan klien merupakan

hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-

masing sebagai makhluk Allah.

n. Asas musyawarah

Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas

musyawarah, artinya antara konselor dan klien terjadi dialog yang

baik, satu sama lain tidak saling mengdiktekan, tidak ada perasaan

tertekan dan menekan.

o. Asas keahlian

Bimbingan dan konseling Islam dilakukan oleh orang-orang

yang memang memiliki kemampuan keahlian di bidang tersebut, baik

keahlian dalam metedologi dan teknik-teknik bimbingan dan

konseling, maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan (objek

garapan/materi) bimbingan dan konseling.

5. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

Usaha dan aktifitas dari bimbingan dan konseling mempunyai arah

untuk mencapai suatu nilai tertentu dan cita-cita yang hendak dicapai yang

Page 22: Bab 2 Kespro

42

menjadi tujuannnya. Tujuan dari bimbingan dan konseling secara umum

adalah memberikan pelayanan kepada klien, agar mampu mengaktifkan

potensi fisik dan psikis yang ada di dalam dirinya, untuk menghadapi dan

mencegah kesulitan-kesulitan hidup yang menghalangi atau menghambat

perkembangan lebih lanjut (Wahyu,1996: 210).

Menurut Musnamar (1992: 34), secara garis besar, tujuan

bimbingan dan konseling Islam adalah membantu individu mewujudkan

dirinya sebagai manusia yang seutuhnya, yaitu mewujudkan diri sesuai

dengan hakekatnya sebagai manusia yang selaras denga fungsi dan

kedudukannya sebagai makhluk Allah, makhluk individu, makhluk sosial,

dan sebagai makhluk berbudaya agar mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat.

Adapun secara singkat, tujuan bimbingan dan konseling Islam

dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Tujuan umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya

agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

b. Tujuan khusus

- membantu individu agar mampu mengahadapi masalah

- membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya

- membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi

Page 23: Bab 2 Kespro

43

lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi

dirinya dan orang lain.

6. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam

Dengan memperhatikan tujuan umum dan khusus bimbingan dan

konseling Islam tersebut diatas, dapat dirumuskan fungsi dari bimbingan

dan konseling Islam sebagai berikut (Musnamar, 1992: 90):

a. Fungsi preventif; yakni membantu individu menjaga atau mencegah

timbulnya masalah bagi dirinya.

b. Fungsi kuratif; yakni membantu individu memecahkan masalah yang

sedang dihadapinya.

c. Fungsi reservatif; yakni membantu individu memelihara keadaan yang

telah baik tidak menjadi tidak baik kembali.

d. Fungsi developmental; yakni membantu individu memelihara dan

mengembangkan keadaan yang telah baik agar tetap baik atau menjadi

lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab

munculnya masalah baginya.

7. Dakwah Melalui Bimbingan dan Konseling Islam

Menurut HM. Arifin (2000) dalam Komarudin dkk (2008: 95)

bimbingan dan konseling Islam adalah usaha pemberian bantuan kepada

seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahiriah, maupun batiniah, yang

menyangkut kehidupannya di masa kini dan di masa mendatang. Bantuan

tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan spiritual, agar orang

Page 24: Bab 2 Kespro

44

yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada

pada dirinya maupun dorongan dari kekuatan iman dan takwa kepada

Allah.

Proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam tersebut tidak

dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip etika berdakwah dalam Islam, yakni

mengacu pada landasan etika berdakwah bi al-hikmah, al-mauidhah al-

hasanah, dan al-mujadalah bi allati hiya ahsan.

Landasan etika bi al-hikmah dalam konteks pemberian layanan

bimbingan dan konseling Islam adalah aktivitas relasi antara manusia yang

arah kegiatannya dimaksudkan untuk membantu individu atau kelompok

individu muslim agar menyadari eksistensinya sebagai makhluk beragama

yang harus senantiasa berpegangan pada nilai-nilai agama yang diyakini.

Adapun landasan etika al-mauidhah al-hasanah dalam konteks bimbingan

dan konseling Islam dapat direalisasikan dalam bentuk penerapan metode

konseling. Selain itu dapat diwujudkan dalam proses komunikasi yang

sehat dan kondusif antara konselor dan klien. Sedangkan landasan etika al-

mujadalah bi allati hiya ahsan dapat diimplementasikan dalam bentuk

pemberian tanggapan, penilaian, sikap dan respon terhadap pendapat-

pendapat klien yang lebih baik atau yang membuat klien itu sendiri

menjadi sadar atas kekeliruan dirinya, tanpa melalui paksaan (Komarudin

dkk, 2008: 96).

Dengan demikian, dakwah Islam dengan menggunakan pendekatan

bimbingan dan konseling Islam dinilai sangat tepat karena antara konselor

Page 25: Bab 2 Kespro

45

agama dan klien dapat bertemu dan bertukar pikiran secara langsung, hal

ini akan memberikan dampak yang positif bagi klien karena dapat

mengungkapkan segala macam masalah yang sedang dihadapi (Wahyu,

1996: 219).

D. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja merupakan awal dewasa atau sudah sampai usia untuk

menikah (KBBI, 2005: 944). Remaja adalah individu baik baik perempuan

maupun laki-laki yang berada pada usia antara anak-anak dan dewasa.

Batasan usia dalam hal ini adalah usia 10-19 tahun menurut klasifikasi

World Health Organization (WHO), sementara itu menurut United Nations

(UN) menyebutnya sebagai anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun

(BKKBN, 2003: 19).

Menurut Daradjat (2005: 85) remaja adalah masa yang penuh

kegoncangan jiwa, masa berada dalam peralihan yang menghubungkan

masa kanak-kanak yang penuh kebergantungan, dengan masa dewasa yang

matang dan berdiri sendiri. Masa remaja merupakan masa transisi yang

ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis (Widyastuti dkk,

2009: 11).

Pada masa remaja akan terjadi perubahan-perubahan yang meliputi

perubahan fisik, perubahan emosional yang tercermin dalam sikap dan

tingkah laku. Perkembangan kepribadian pada masa ini dipengaruhi tidak

Page 26: Bab 2 Kespro

46

saja oleh orangtua dan lingkungan keluarga, tetapi juga lingkungan

sekolah, ataupun teman-teman pergaulan di luar sekolah (Jusuf, 2006: 1)

Dari beberapa pendapat ahali diatas, dapat penulis kemukakan

remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa dimana

terjadi perubahan fisik, emosional dan tingkah laku.

2. Ciri-Ciri Perkembangan Remaja

Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa remaja dibagi

dalam tiga tahap (Widyastuti dkk, 2009: 11), yaitu:

a. Masa remaja awal (10-12 tahun)

- merasa lebih dekat dengan teman sebaya

- merasa ingin bebas

- lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir

yang khayal

b. Masa remaja tengah (13-15 tahun)

- mencari identitas diri

- ketertarikan pada lawan jenis

- timbul perasaan cinta yang mendalam

- kemampuan berpikir khayal semakin berkembang

- berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual

c. Masa remaja akhir

- menampakkan pengungkapan kebebasan diri

- lebih selektif dalam mencari teman sebaya

- memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya

Page 27: Bab 2 Kespro

47

- dapat mewujudkan perasaan cinta

3. Tugas Perkembangan Remaja

Sesuai dengan tumbuh dan berkembangnya suatu individu, dari

masa anak-anak sampai dewasa, inidividu memiliki tugas masing-masing

pada setiap tahapannya. Tugas perkembangan yang dimaksud adalah

bahwa setiap tahapan usia, individu tersebut mempunyai tujuan untuk

mencapai suatu kepandaian, ketrampilan, pengetahuan, sikap dan fungsi

tertentu sesuai dengan kebutuhan pribadi.

Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (1966) dalam

Panuju dan Umami (1999: 26) adalah sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya, baik

dengan teman sejenis maupun dengan beda jenis kelamin.

b. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin

masing-masing.

c. Menerima realitas jasmaniah serta menggunakannya seefektif mungkin

dengan perasaan puas.

d. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa

lainnya.

e. Mencapai kebebasan ekonomi.

f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan

g. Mempersiapkan diri untuk hidup berumah tangga.

Page 28: Bab 2 Kespro

48

h. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang

diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat.

i. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat

dipertanggungjawabkan.

j. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-

tindakannya dan sebagai pandangan hidup.

Dari tugas perkembangan tersebut, menunjukkan hubungan yang

sangat erat antara lingkungan kehidupan sosial dan tugas-tugas yang harus

diselesaikan remaja dalam hidupnya.

E. Seks Bebas

1. Pengertian Seks Bebas

Definisi seks bebas menurut Kartono (2009: 231) adalah hubungan

seksual yang dilakukan diluar sistem regulasi seks yang ada dalam

masyarakat, yaitu dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka

atau dalam dunia prostitusi. Sementara itu menurut Hawari (1998: 91) seks

bebas merupakan kebebasan bergaul, dimana hubungan seks tanpa

didahului pernikahan.

Menurut WHO seks bebas yang dimaksud adalah bukan hanya

koitus saja tetapi juga termasuk berciuman, berpelukan serta berduaan di

tempat sepi dengan lawan jenis diluar hubungan pernikahan, karena

perilaku tersebut dapat mengarahkan pelakunya kepada hubungan seksual

(www.wikipedia.co.id diunduh pada 22 Juni 2012).

Page 29: Bab 2 Kespro

49

Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa laki-

laki dan perempuan yang melakukan kissing, necking, petting dan

intercourse atau yang lebih dikenal dengan berciuman, berpelukan, saling

meraba bagian tubuh lawan jenis dan berhubungan seksual diluar

pernikahan adalah pelaku seks bebas.

2. Faktor-faktor Penyebab Seks Bebas

Menurut ketua Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia

(PKBI) menyatakan bahwa pada tahun 2011 15% remaja Indonesia yang

berusia 10-24 tahun telah melakukan hubungan sexual diluar nikah.

Sementara itu United Nation Population Fund (UNPF) dan Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mensinyalir jumlah

kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta pertahunnya, dengan 20%

diantaranya dilakukan oleh para remaja (Jusuf, 2006: 14)

Menurut (Surbakti, 2009: 133) ada beberapa faktor penyebab

perilaku seks bebas pada remaja adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh negatif media massa

b. Lemahnya keimanan

c. Tidak adanya pendidikan seks yang benar, tepat dan dilandasi nilai-nilai

agama

d. Lemahnya pengawasan orang tua.

e. Salah dalam memilih teman

3. Pandangan Islam tentang Seks Bebas

Page 30: Bab 2 Kespro

50

Dalam masyarakat masa kini interaksi antara laki-laki dan wanita

yang bukan muhrim sulit dihindari. Kedua jenis kelamin dalam

penampilan dan tingkah lakunya dapat merangsang nafsu seksual. Hal ini

dapat menggiring kepada perilaku seks bebas.

Dalam penerapan konsep Islam, tentang menutup aurat, larangan

berdua-duan antara pria dan wanita selain muhrim, menggunakan parfum

yang menyengat, percampuran dalam pemandian umum merupakan

beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam sistem pendidikan Islam

sebagai langkah preventif dalam menghindari seks bebas. Hal ini mengacu

pada firman Allah surat Al-Isra’: 32

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”(Depag, 1971: 258)

Zina adalah hubungan seksual antara pria dengan wanita yang tidak

terikat oleh perkawinan yang sah yang dilakukan secara sengaja (Abdul

Aziz Dahlan, 1996: 2026). Tetapi segala perbuatan yang mendekati zina

merupakan hal mutlak yang harus dipahami umat Islam agar tidak

terperangkap dalam pemahaman yang salah mengenai seksualitas manusia

yang menyimpang dari ajaran Islam. Dengan ungkapan janganlah berbuat

zina, yang berarti pelarangan zina bukan sekedar koitus yang tidak sah

tetapi segala hal yang mendekatinya juga dilarang. Hal ini dipertegas pada

surat al-Ahzab: 59.

Page 31: Bab 2 Kespro

51

Artinya: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah MahaPengampun lagi Maha Penyayang.”(Depag, 1971: 285)

Dari beberapa ayat diatas mengindikasikan bahwa perlunya langkah

preventif untuk menghindari seks bebas. Hal ini sejalan dengan kaidah

fiqih:

ررفنا عف دي دقب ر ال كم ن

“kemadlaratan itu harus dihindarkan sedapat mungkin.”

Yang dimaksud dari kaidah ini adalah kewajiban menghindarkan

terjadinya suatu kemadlaratan, atau dengan kata lain, kewajiban

melakukan usaha-usaha preventif agar jangan terjadi suatu kemadlaratan

dengan segala daya upaya yang mungkin dapat diusahakan (Mu’in dkk,

1986: 200). Dalam hal ini segala hal yang mendekati seks bebas harus di

hindari.