bab 2 kajian tentang mitos, ritual dan sistem kepercayaan...

31
11 Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawa Ritual Gunung Kemukus merupakan salah satu ritual yang sarat dengan nilai yang sakral. Pelaksanaan ritual biasanya berupa upacara yang sakral dimana nilai dan tata cara pelaksanaannya memiliki makna sesuai dengan tujuan dilakukannya ritual. Praktik ritual tersebut tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan mereka terhadap mitos Gunung Kemukus. Pengertian ritual dalam kamus besar bahasa Indonesia berkenaan dengan ritus, tata cara dalam upacara keagamaan. 1 Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa ritual adalah bagian penting dari sebuah sistem- sistem kepercayaan atau agama. Sebagaimana dalam pemikiran Durkheim, upacara dan ritual mempunyai peran penting dalam agama. Durkheim menyimpulkan inti dari aktivitas religius ada dua. Pertama, kepercayaan, yang sumbernya bisa berasal dari mitos, legenda dan dogma. Kedua adalah ritual, yang menyangkut kegiatan dan tindakan individu.Menurut Durkheim, praktik ritual dilakukan oleh seseorang disebabkankepercayaan terhadap sesuatu. Selanjutnya, Durkheim mendefinisikan agama sebagai suatu sistem kepercayaan dengan perilaku-perilaku yang utuh dan selalu dikaitkan dengan yang sakral yaitu sesuatu yang terpisah dan terlarang. 2 Menurutnya, referensi atau objek dari ritual adalah sistem dari kepercayaan masyarakat yang didasari oleh klasifikasi segala sesuatu ke dalam dua alam yang sakral dan profan. Menurutnya sistem kepercayaan, mitosdan 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka),1988. 2 Daniel Pals,Seven Theories of Religion,Terj: Inyak Ridwan dkk. (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011),145.

Upload: tranhanh

Post on 05-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

11

Bab 2

Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawa

Ritual Gunung Kemukus merupakan salah satu ritual yang sarat

dengan nilai yang sakral. Pelaksanaan ritual biasanya berupa upacara yang

sakral dimana nilai dan tata cara pelaksanaannya memiliki makna sesuai

dengan tujuan dilakukannya ritual. Praktik ritual tersebut tidak dapat

dipisahkan dari kepercayaan mereka terhadap mitos Gunung Kemukus.

Pengertian ritual dalam kamus besar bahasa Indonesia berkenaan

dengan ritus, tata cara dalam upacara keagamaan.1 Dari pengertian tersebut

dapat dikatakan bahwa ritual adalah bagian penting dari sebuah sistem-

sistem kepercayaan atau agama. Sebagaimana dalam pemikiran Durkheim,

upacara dan ritual mempunyai peran penting dalam agama. Durkheim

menyimpulkan inti dari aktivitas religius ada dua. Pertama, kepercayaan,

yang sumbernya bisa berasal dari mitos, legenda dan dogma. Kedua adalah

ritual, yang menyangkut kegiatan dan tindakan individu.Menurut Durkheim,

praktik ritual dilakukan oleh seseorang disebabkankepercayaan

terhadap sesuatu. Selanjutnya, Durkheim mendefinisikan agama sebagai

suatu sistem kepercayaan dengan perilaku-perilaku yang utuh dan selalu

dikaitkan dengan yang sakral yaitu sesuatu yang terpisah dan terlarang.2

Menurutnya, referensi atau objek dari ritual adalah sistem dari kepercayaan

masyarakat yang didasari oleh klasifikasi segala sesuatu ke dalam dua alam

yang sakral dan profan. Menurutnya sistem kepercayaan, mitosdan

1Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka),1988. 2Daniel Pals,Seven Theories of Religion,Terj: Inyak Ridwan dkk. (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011),145.

Page 2: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

12

sejenisnya, dipandang sebagai ekspresi dari sifat alam suci di mana ritual

menjadi perilaku yang ditentukan dari individu dalam masyarakat untuk

mengekspresikan hubungan dengan sakral dan profan.3 Istilah

“sakral”menunjukkepada aspek keyakinan suatu komunitas, mitos, dan

benda-benda suci yang terpisah dan dilarang. Sedangkan menurut Eliade, ide

terhadap yang Sakral lebih luas dari sekedar konsep Tuhan yang

personal.4Menurutnya yang Sakralbisa berarti kekuatan-kekuatan dewa-

dewi, arwah leluhur, jiwa-jiwa abadi. Yang Sakral merupakan bagian tak

terpisahkan dari pikiran dan aktivitas manusia dan mendapatkan tempat yang

absolut dan penting bagi kelangsungan eksistensi dan selalu mempengaruhi

jalan hidup manusia. Mitologi-mitologi tersebut kemudian membentuk pola

pikir, berfungsi sebagai standar nilai terhadap apa yang dikagumi dan

menjadi pola-pola yang disebut ‘archetypes”.Sumbangan pemikiran-

pemikiran Eliade ini membantu untuk mempelajari ide terhadap yang Sakral

dan Profanyangmenjadi bagian dalam sistem kepercayaan masyarakat

terhadap pelakuritual.Dengan demikian dapat ditelusuri tentang hal ihwal

masyarakat dalam melakukan praktik-praktik ritual. Untuk itu bagian ini

akanmelihat sejauh mana relasi antara mitos, ritual dan system

kepercayaan.Sebagaimana pendapat Malinowski bahwa mitos merupakan

kisah yang diceritakan untuk menetapkan kepercayaan tertentu, berperan

sebagai peristiwa pemula dalam suatu upacara atau ritus, atau sebagai model

tetap dari perilaku moral maupun religious.5 Mitologi-mitologi ini sebagai

3Emile Durkheim, The Elementary Forms of Religious Life,Transl:Karen E. Fields. (New York: The Free Press A Division of Simon & Schuster Inc, 1995), 34. 4Daniel Pals,Seven Theories Of Religion, 237. 5M. Dhavamony, Fenomenologi Agama.(Yogyakarta: Kanisius 1995), 150.

Page 3: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

13

kumpulan cerita dari suatu masyarakat yang terjalin dalam kebudayaan,

menyuarakan keyakinan mereka dan menentukan ritus.

2.1 Mitos

Kata mitos berasal dari bahasa Yunani muthos, secara harafiah

diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang diceritakan orang, dalam pengertian

yang lebih luas bisa berarti pernyataan, sebuah cerita atau alur sebuah drama.6

Pernyataan-pernyataan tersebut dianggap sebagai kebenaran yang lebih tinggi

dan dan penting bagi satu kelompok masyarakat tertentu. Kata-kata atau

watak dalam suatu dongeng ataupun cara berceritanya dinyatakan sebagai

cerita sakral dianggap memiliki kekuatan atau daya yang memiliki arti bagi

suatu komunitas dengan budaya tertentu. Mitos sering menampilkan cerita

tokoh-tokoh adikodrati, dewa dewa, roh-roh yang berkuasa yang secara

eksplisit bersifat suci.

Mitos sebagaimana yang ada dalam masyarakatbukan sekadar cerita

hiburan yang dikisahkan dari generasikegenerasi tetapi juga kenyataan yang

dihayati dalam kehidupan mereka.Seperti yang dikatakan Pals, bahwa mitos

bukan sekedar buah imajinasi melainkan imajinasi-imajinasi yang dimuat

kedalam bentuk cerita yang mengisahkan dewa-dewa, leluhur, para kesatria,

atau dunia supernatural lainnya.7Cerita-cerita ini bukan sekedar hiburan bagi

pendengarnya, tetapi berhubungan dengan kisah para tokoh-tokoh suci dalam

setiap alur cerita mitos. Mitos menuturkan mengenai dewa-dewa atau

6Ibid., 147. 7Daniel Pals, Seven Theories, 242.

Page 4: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

14

makhluk superhuman dan juga peristiwa luarbiasa atau keadaan yang

berbeda sama sekali dengan pengalaman manusia biasa.8

Menurut Malinwoski,9 mitos adalah cerita yang mengagumkan dan

mungkintidak berarti apa-apa bagi kita, sebab hal ini berhubungan

dengankebenaran kepercayaan yang diyakini oleh pencerita yang mencoba

untuk menjelaskan dengan memakai sesuatu yang konkret dan dapat

dimengerti untuk sebuah gagasan abstrak atau konsep yang tidak jelas dan

sulit seperti penciptaan, kematian, perbedaan spesies ras atau binatang,

pekerjaan yang berbeda dari laki-laki dan perempuan; asal-usul ritual dan

adat istiadat, atau benda-benda alam yang mencolok atau monumen

prasejarah; arti dari nama-nama orang atau tempat. Seperti cerita, kadang-

kadang digambarkan sebagai etiologi, karena tujuan mereka adalah untuk

menjelaskan mengapa sesuatu ada atau terjadi.

Penjelasan-penjelasan atau cerita mitos terkadang sulit diterima

sebagai kebenaran. Hal ini yang kemudian menjadi perdebatan bahwa mitos

adalah hal yang tidak ilmiah dan sulit untuk ditemukan kebenarannya.

Locher mencoba menjelaskanarti mitos secara lebih luas, bahwa mitos pada

umumnya menunjuk dengan bahasa pada peristiwa-peristiwa yang dipandang

oleh manusia sangat esensial bagi eksistensinya yang memberi arti bagi

kelompok masyarakat pada masa sekarang, masa lalu dan masa depan

sekaligus, dengan demikian pentingnya mitos tidak tergantung pada apakah

kisahnya mempunyai makna atau tidak menurut penglihatan kita, peranan

8P. Swantoro,Dari Buku Ke Buku; Sambung Menyambung Menjadi Satu. (Jakarta:Gramedia , 2002),142 9B. Malinowski, Magic, Science, Religion, and Other Essay.(Boston: Beacon Press, 1948), 86.

Page 5: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

15

mitos tidak juga tergantung pada apakah kisahnya betul-betul terjadi menurut

pengetahuan ilmiah.10Maka, sangat jelas bahwa mitos sulit untuk dibuktikan

dengan kebenaran ilmiah. Satu kesimpulan yang diberikan Eliade dalam

karya The Sacred and The Profane,bahwa mitos berkaitan dengan sejarah

suci, tetapi untuk menghubungkan dengan sejarah suci sama dengan

mengungkapkan misteri.11Artinyasetiap kisah-kisah mitos ada pertanyaan-

pertanyaan yang mungkin tidak bisa terjawab atau tidak dapat dijelaskan

secara ilmiah.

Malinowski pun memiliki pandangan yang sama atas masalah ini,

bahwa cukup sulit apabila mitos dihubungkan dengan pemikiran ilmiah. Ia

menyimpulkan bahwa mitos sering dimengerti sebagai suatu cerita yang

mengisahkan kebenaran yang mengesampingkan metode ilmiah dan memang

tidak dapat dibahasakan secara ilmiah: juga dalam arti sebagai macam bahasa

yang melukiskan peristiwa-peristiwa adikodrati, sehingga yang adikodrati

dianggap hanya relevan bagi segelintir orang yang tidak memiliki penalaran

ilmiah.12Dengan demikian, kebenaran cerita mitos sulit dipertemukan

dengandengan pendekatan ilmiah. Seperti pendapat Levis Strauss bahwa

banyak peristiwa dalam mitos yang tidak mungkin dan tidak akan kita

percayai dalam kenyataan sehari-hari, namun segala sesuatu memang

mungkin terjadi dalam mitos; mulai dari yang masuk akal, setengah masuk

akal sampai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali kita dapati dalam

10P. Swantoro.Dari Buku Ke Buku;Sambung Menyambung Menjadi Satu, 148. 11M. Eliade. The Sacred And The Profane; The Nature Of Religion.Transl from the French: Williard R. Trask,(New York: A Harvest Book Harcourt, Brace & World, Inc.1959), 95. 12M.Dhavamony. Fenomenologi Agama, 163.

Page 6: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

16

mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif, mitos bukan hanya

sebuah kisah yang diceritakan tapi menjadi satu kenyataan hidup. Mitos tidak

bersifat fiksi, seperti novel, tapi mitos adalah kenyataan hidup, yang telah

diyakini pernah terjadi di zaman purba, dan terus mempengaruhi dunia dan

nasib manusia. Seperti yang diungkapkan Eliade, bahwa cerita-cerita mitos

bukan entertainment tapi bagi masyarakat arkhais adalah bagian terpenting

dalam kehidupan mereka, mitologi-mitologi itu kemudian membentuk pola

pikir, berfungsi sebagai standar nilai terhadap apa yang dikagumi dan

merupakan pola-pola yang dinamakan archetypes yang harus dipakai

sebelum bertindak.14 Jadi, mitos dalam budaya masyarakat purba mempunyai

peran penting dalam system kepercayaan meskipun oleh budaya sekuler hal

tersebut sangat irasional. Eliade mengartikan realitas mitos sebagai satu

kenyataan suci, kesucian sebagai satu-satunya kenyataan tertinggi kesucian

menghadirkan dirinya sebagai sesuatu yang sama sekali berbeda dari

kenyataan biasa, kenyataan yang sesungguhnya, penuh dengan adanya

dipenuhi dengan kekuatan.15 Menceritakan mitos berarti menyingkapkan

sebuah misteri. Sejauh menceritkan gesta (tindakan) para dewa dan para

makhluk adikodrati, mitos menjadi misteri sejarah yang suci.

Malinowskimemberikan kesimpulan bahwa mitos merupakan unsur

yang sangat penting dari peradaban manusia; mitos bukan kisah tanpa arti,

tapi kekuatan aktif yang bekerja; bukan penjelasan intelektual atau citra

13Heddy Shri Ahimsa-Putra, Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra. (Yogyakarta: Kepel Press, 2009),82. 14Daniel L. Pals, Eight Theories of Religion; Second Edition.(New York:Oxford University Press,2006),200. 15M.Dhavamony, Fenomenologi Agama, 152.

Page 7: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

17

artistik, tapi piagam pragmatis iman primitif dan kebijaksanaan moral.16

Karena kepercayaan dan kebenaran dari mitos-mitos tersebut kemudian

muncul bentuk-bentuk aturan, tatanan hidup yang digunakan dalam sebuah

masyarakat. Hal inididasarkan bahwa mitos berkaitan dengan kata-kata dan

tindakan makhluk-makhluk supernatural dan memperlihatkan suatu

kekuatan, maka merekapun menjadi teladan yang mesti ditiru dan diulang

kembali oleh manusia dalam tindakan-tindakan tertentu.Malinowski dalam

karyanya Magic, Sience, Religion, and Other Essay mengatakan;

while the myth is believed to be the real cause which has brought about the moral rule, the social grouping, the rite, or the custom.17

Sebagaimana pendapat Malinowski tersebut mitos dalam masyarakat

memiliki fungsi yang sangat penting. Maka dapat dilihat bahwa ritual,

upacara,adat, dan organisasi sosial terkandung rujukan-rujukan yang

mengarah pada mitos dan dianggap sebagai hasil dari mitos dan dapat

menerangkan mengapa hal atau tindakan yang dilakukan merupakan hal

yang tepat untuk dilakukan. Ini berarti bahwa mitos mempunyai kekuatan

yang bekerja dalam system kepercayaan suatu budaya masyarakat.

Dalam buku Fenomenologi Agama, Dhavamony mengungkapkan

pendapat bahwa mitos berkaitan dengan dicta (kata-kata) dan gesta

(tindakan) makhluk-makhluk supranatural dan memperlihatkan kekuatan,

mereka pun menjadi teladan yang mesti ditiru dan diulang kembali oleh

manusia dalam ritualnya. Hal ini disimpulkannya dari analisa etnolog G.

Strehlow dalam penelitiannya kepada suku Arunta yang menyatakan bahwa

16B. Malinowski.Magic, Science, Religion, and Other Essay, 78-79. 17Ibid., 85.

Page 8: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

18

tindakan-tindakan ritual yang sedemikian rupa memang dikehendaki leluhur

mereka.18 Maka dengan menggunakan analisa diatas dapat dibuat kesimpulan

bahwa segala bentuk tindakan dalam ritual didorong atas kepercayaan bahwa

leluhur yang menghendaki tindakan yang demikian. Demikian halnya

pendapat Eliade dalam melihat fungsi utama mitos adalah menentukan

tuntunan yang mesti diikuti oleh semua kegiatan ritual maupun kegiatan-

kegiatan manusia yang utama misalnya; makan, seksualitas, pekerjaan,

pendidikan dan sebagainya. Untuk bertindak sebagai manusia yang

bertanggung jawab, manusia menirukan tindakan para dewa yang mesti

diteladani mengulang kembali tindakan mereka, seperti makan, aktivitas

social, militer ekonomi budaya militer maupun kegiatan lainnya.19 Disisi lain

Malinowski berpendapat bahwa fungsi utama dari mitos dalam kebudayaan

primitif adalah untuk mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan

kepercayaan, melindungi dan memperkuat moralitas, menjamin efesiensi dari

ritus serta memberi peraturan-peraturan praktis untuk menuntun manusia.20

Jadi, menurut antropologi fungsionalis, mitos adalah kekuatan yang

mempranatakan masyarakat yang memainkan peran penting dalam hidup

social. Dalam melihat fungsinya melalui pendekatan antropologi,

Malinowski berpendapat bahwa mitos harus dirumuskan menurut fungsinya,

mitos merupakan kisah yang diceritakan untuk menetapkan kepercayaan

tertentu, berperan sebagai peristiwa pemula dalam suatu upacara atau ritus

atau sebagai model tetap dari perilaku moral maupun religius. Karenanya

mitologi dari suatu masyarakat adalah kumpulan cerita yang terjalin dengan 18M. Dhavamony. Fenomenologi Agama, 153. 19M. Eliade. Sacred and Profane, 98. 20B. Malinowski. “Myth in Primitive Psychology” dalam Magic, Science and Religion, 101.

Page 9: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

19

kebudayaan mereka, yang menyuarakan keyakinannya, menentukan ritus,

yang berlaku sebagai peta peraturan social maupun sebagai model tingkah

laku moral.21

Dari beberapa pendapat diatas maka mitos dalam sebuah peradaban

manusia telah menghasilkan aturan-aturan moral yang menata tindakan

masyarakat, pengelompokan masyarakat, ritual dan adat istiadat dalam

masyarakat. Dengan melihat fungsi mitos, maka mitos menjadi penting

dalam suatu masyarakat bukan semata-mata karena memuat cerita-cerita

yang berhubungan dengan kejadian-kejadian ajaib atau mengenai peristiwa

mengenai makhluk adikodrati, melainkan mitos tersebut memiliki fungsi

eksistensial bagi manusia.22 Sejauh ini G.S Kirk23 mengelompokan mitos

secara tipologis sesuai dengan fungsinya dalam beberapa kelompok:

1. Kelompok mitos yang bersifat cerita dan isinya menghibur yang termasuk

cerita tentang tokoh-tokoh terkenal, pahlawan dari masa lampau dan cerita

lain. Cerita-cerita seperti ini tidak hanya menghibur tetapi juga melalui

pewarisnya dapat mengagungkan kembali tokoh tersebut. Caranya dengan

mementaskan adegan-adegan cerita tersebut.

2. Kelompok mitos yang bersifat operatif. Merupakan mitos-mitos yang

biasanya dipresentasikan kembali secara tetap melalui kegiatan ritual dan

seremonial. Termasuk dalam kelompok mitos-mitos yang dipakai sebagai

21B. Malinowski. Magic, Science and Religion, 150. 22M.Dhavamony. Fenomonologi Agama,150. 23Robert P. Borrong, Berakar Dalam Dia Dan Di Bangun Diatas Dia.(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2002), 180.

Page 10: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

20

landasan validitasi bagi adat dan lembaga-lembaga masyarakat suku,

termasuk dalam sistem religinya.

3. Kelompok mitos yang bersifat spekulatif dan bermaksud menjelaskan

misalnya tentang asal mula suatu realitas.

4. Kelompok mitos eskatologis yang menceritakan tentang kehancuran dunia

ini dan penciptaan dunia baru.

Menurut Dhavamony, ada bermacam-macam bentuk mitos dan ia

mengelompokan sebagai berikut.24Pertama : mitos penciptaan, yaitu mitos

yang menceritakan alam semesta yang sebelumnya tidak ada. Kedua: mitos

kosmoginik, mitos yang mengisahkan penciptaan alam semesta dengan

menggunakan sarana yang sudah ada. Ketiga: mitos asal-usul, mitos yang

mingisahkan asal mula atau awal dari segala sesuatu. Keempat: mitos

mengenai para dewa dan mengenai makhluk adikodrati. Kelima: mitos yang

terkait dengan kisah penciptaan manusia. Keenam : mitos yang berkenaan

dengan transportasi.Dengan cara pemahaman seperti ini, secara ontologis

maupun epistemologis, proses dan pengalaman bagaimana komponen-

komponen serta konstruks mitos itu dibangun akan diketahui dan dipahami.

Apakah mitos itu dibangun atas kerangka konsep kosmologi masing-masing

situasi, ataukah dibangun atas dasar kepentingan-kepentingan tertentu, atau

sebagai representasi agama, sehingga ia selalu sarat dengan makna. Borrong

juga memperkuat fungsi operasional mitos yaitu sebagai paradigma bagi

kelompok masyarakat yang memilikinyakarena memuat petunjuk-petunjuk

24Dhavamony, Fenomenologi Agama, 154-166.

Page 11: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

21

untuk bagaimana bersikap dan berperilakudengan mereprensentasikan mitos

melalui aktivitas aktivitas ritual dan seremonial, mereka percaya akan

mendapatkan manfaaatnya bagi kelangsungan hidup mereka ditengah

dunianya.25

2.2 Ritual

Sebagaimana pendapat para antropologbahwa mitos dan ritual saling

berkaitan satu sama lainnya. Cukup sulit untuk memisahkan antara keduanya,

walaupun diatas telah banyak pendapat bagaimana mitos mendasari bentuk-

bentuk ritual. Seperti pendapat Catherine Bell bahwa ritual bergantung pada

mitos, karena cerita yang menjamin orang bahwa apa yang mereka lakukan

dalam ritual itu adalah apa yang dilakukan di usia primordial ketika para dewa,

pahlawan, atau nenek moyang memerintahkan kosmos, menciptakan dunia,

dan mendirikan model ilahi untuk semua kegiatan yang bermakna bagi

manusia.26Disisi lain dapat dilihat pula bahwa ritual mempunyai peran yang

penting. Boleh jadi ada banyak ritual pada masa silam tanpa mitos-mitos,

tetapi pada tingkah laku manusia dapat diamati ada dua fenomena bahwa ritual

dan mitos berjalan seiring. Dengan ritual, mitos dapat dijelaskan dan mampu

bertahan. Seperti yang diakui Eliade bahwa dalam masyarakat tradisional

mitos tidak pernah lepas dari ritual: menceritakan kisah suci memerlukan

ritual, dan dengan dasar pemeragaan ritual peristiwa dalam cerita adalah

25Robert P. Borrong, Berakar Dalam Dia Dan Di Bangun Diatas Dia, 182. 26Catherine Bell, Ritual Perspective and Dimension. (New York: Oxford University Press, Inc. 2009), 11.

Page 12: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

22

pembacaan mitos itu sendiri.27 Maka keduanya antara mitos dan ritual

mempunyai fungsi yang saling berhubungan. Mitos tidak akan bertahan tanpa

ritual dan mitos menjadi dasar tindakan dalam ritual-ritual pada sebuah

peradaban manusia.

Eliade menjelaskan ritual dengan pendekatan yang cenderung

menempatkan ritual berdasarkan hubungan yang lebih dekat dengan

mendasaristruktur dari semua pengalaman religius. Eliade berpendapat;

rites are reenactments of the deeds performed by the gods in the primordial past and preserved in mythological accounts.28

Ritual adalah bentuk tindakan-tindakan yang dibangun untuk menampilkan

kembali tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh para dewa pada masa

primordial dan terus dipelihara dalam catatan mitologis. Oleh sebab itu ritual

bukan hanya bersifat teknis ataupun reaksional dan berkaitan dengan

penggunaan cara-cara tindakan yang ekspresif dari hubungan social.

Pemeragaan-pemeragaan dalam ritual adalah cara manusia mencapai

kesempurnaan sesuai dengan ajaran mitos dengan meniru apa yang pernah

dilakukan para dewa.29 Menurut Eliade, dengan mengulang tindakan para

dewa hal ini memberi dampak, pertama dengan meniru para dewa, dalam

realitasnya manusia tetap dalam keadaan kudus, kedua dengan reaktualisasi

secara terus menerus dengan gerakan ilahi paradigmatik, dunia

27Catherine Bell, Ritual Perspective and Dimension. (New York: Oxford University Press, Inc. 2009),11. 28Ibid. 29Eliade,The Sacred and The Profane, 100.

Page 13: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

23

inidikuduskan.30Misalnya dalam contoh yang diberikan Eliade, makna

persembahan kurban dan praktik yang mengaitkan seksualitas dan kesuburan

(wanita telanjang menabur benih di malam hari dan festival carnivalesque)

bukan didasarkan atas keyakinan primitif bahwa kekuatan yang suci yang

harus diulang musiman tapi tindakan ini secara khusus mengulangi kegiatan

mitos yang menciptakan alam semesta.31 Dari berbagai contoh ritual yang

diberikan Eliade dalam karyanya Cosmos and History; The Myth of The

Eternal Return,32ia memberikan beberapa contoh bentuk-bentuk ritual yang

dipandang amoral dalam masyarakat sekuler. Misalnya persembahan gadis

kepada dewa Python di India, festival pada perayaan panen di Eropa, di Cina,

pasangan muda keluar di musim semi dan menyatu di rumput dengan tujuan

merangsang "regenerasi kosmik" dan "perkembangan universal.”Kembali pada

pendapat Eliade yang menyatakan;

rituals imitating devine gestures or certain episodes of the sacred drama of the cosmos the legitimization of human acts through an extra human model.33

Pendapat Eliade diatas mengungkapkan bahwa ritual sebagai tindakan

yang menirukan gerakan ilahi atau episode tertentu dari drama suci kosmos

mendapatkan legitimasi dari tindakan oleh manusia yang luar biasa. Meskipun

hal ini menyangkut hubungan seksual dalam ritual-ritual tertentu. Eliade

berpendapat bahwa dalam kasus upacara penyatuan seksual, individu tidak

lagi hidup dalam waktu profan dan tanpa makna karena dia meniru arketipe

30Ibid, 99. 31Catherine Bell, Ritual Perspective and Dimension, 11. 32M. Eliade, Cosmos and History; The Myth Of The Eternal Return. (New York Herper & Brother,1959), 21-26. 33Ibid, 27.

Page 14: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

24

ilahi, ruang profan terhapuskan oleh simbolisme pusat, sebagai pengulangan

isyarat arketips, dan berpartispasi dalam waktu mistis.34 Dengan demikian,

walaupun pandangan dunia sekuler (profane) tindakan ritual itu dianggap

sebagai tindakan amoral, namun ketika ritual itu sebagai pemeragaan dari

cerita dalam mitos dan menjadi bagian dalam wilayah yang sacral maka ritual

tersebut tidak dapat dikatakan amoral. Dalam hal ini,Eliade menegaskan

sepertinya hal ketidakmoralan yang menjadi aturan di Eropa Tengah dan Utara

pada saat festival pemetikan hasil panen dan ketika diperjuangkan otoritas

rohaniawanhanyasia-sia.35Seperti pendapat Levi Strauss dalam melihat

ketidakmoralan dalam kisah mitos yang dipandang suci oleh satu kelompok,

ternyata dipandang biasa-biasa saja oleh kelompok lain.36Sebab dengan

melakukanlagi perbuatan yang dilakukan oleh para dewa dalam ritual,

partisipan dapat mengidentifikasi sejarah pada waktu sekarang dengan periode

primodial suci para dewa sebelumnya.Singkatnya, bagi Eliade, ritual adalah

pemeragaan acara kosmogonik atau cerita yang diceritakan dalam mitos.

Disini mitos terlihat memainkan peran yang begitu penting dalam membangun

sistem dimana setiap kegiatan memiliki arti oleh ritual untuk mengidentifikasi

kegiatan di sini dan sekarang.

Sedangkan menurut Dhavamony, bahwa ritual berkaitan dengan

pengertian-pengertian mistis, yang merupakan suatu pola-pola pikiran yang

34M. Eliade, Mitos Gerak Kembali Yang Abadi/ The Myth Of The Eternal Return Or, Cosmos And History. Terj: Cuk Ananta.(Yogyakarta:Ikon Teralitera,2002), 37. 35Ibid., 28. 36Heddy Shri Ahimsa-Putra, Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra. (Yogyakarta: Kepel Press, 2009), 77.

Page 15: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

25

dihubungkan dengan gejala yang mempunyai ciri-ciri adi rasa.37Dengan

mengacu pendapat Dhavamony dapat ditarik satu kesimpulan bahwa ritus

sebagai upaya penghadiran kembali pengalaman religius. Pengalaman tersebut

diungkapkan dalam bentuk-bentuk tindakan simbolis dalam ritus. Seorang

religius mempertahankan pengalaman asli religiusnya dengan relasinya yang

melampaui pengalaman biasa dengan yang ilahi,ia mengungkapkan itu lewat

bentuk-bentuk simbolis yang bersifat empiris dan menjadi bagian dari wilayah

profane. Menurutnya gejala atau sebagian darinya tidak diperoleh melalui

pengamatan atau tidak dapat disimpulkan secara logis dari pengamatan yang

tidak dimiliki oleh pola-pola pikiran itu sendiri. Hal ini yang kemudian

menurutnya membedakan antara ritual dengan upacara yang hanya bersifat

teknis atau reaksional dengan mengunakan cara-cara tindakan yang ekspresif

dari hubungan social.38 Bentuk-bentuk pemeragaan dalam ritual ini yang

menimbulkan pertanyaan, mengapa manusia dalam segala budaya membebani

aktivitas hariannya dengan pola-pola perilaku ritual?

Sebagaimana yang dikutip oleh Mariasusai Dhavamony dan

Raymond Firth dalam penelitian terhadap ritus masyarakat Tikopia,39 ritus

dalam kehidupan masyarakat religius sangat penting yaitu sebagai sarana

untuk mempertahankan kontak dengan roh-roh yang berkuasa dan membuat

mereka mempunyai perhatian yang menguntungkan bagi suku Tikopia dengan

mengaruniakan makanan dan kesehatan. Dalam ritus tersebut bukan hanya

sekedar menjalin kontak dengan penguasa mistis, namun ritus juga dapat

37M. Dhavamony, Fenomenologi Agama, 175. 38M. Dhavamony, Fenomenologi Agama, 175. 39Ibid., 181-183.

Page 16: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

26

digunakan sebagai rekonsili sosial dan reintegrasi setelah suatu masa tidak

harmonis atau ketakutan karena kecemasan-kecemasan pribadi dalam

kehidupan bersama. Menurut Mircea Eliade, ritus mengakibatkan suatu

perubahan ontologis pada manusia dan menstranformasikanya kepada situasi

keberadaan yang baru misalnya penempatan kedalam lingkup yang

kudus.40Pada dasarnya, dalam makna religiusnya ritual merupakan prototype

yang suci, model-model teladan, arketipe primordial sebagaimana dikatakan

ritual merupakan pergulatan tingkah laku dan tindakan makhluk ilahi atau

leluhur mistis.

Jika dalam mitos yang kudus mendekati manusia, maka sebaliknya,

melalui ritus, manusia berusaha untuk mendekat kepada yang

kudus. Persekutuan kembali dengan waktu kudus asal berarti menjadi sewaktu

dengan para dewa, tinggal dalam kehadiran para dewa, walaupun kehadiran

dewa itu misterius dalam arti tidak dapat dilihat dengan mata, tak dapat

ditangkap dengan indra manusia. Ritus memperlihatkan tatanan atas simbol-

simbol yang diobyekkan.41Simbol dalam ritus bukan sekedar simbol biasa,

tetapi telah dipilih dan diatur, simbol-simbol ini mengungkapkan perilaku dan

perasaan, serta membentuk disposisi pribadi dari para pemuja mengikuti

modelnya masing-masing. Ritus adalah sebagai pendramaan kembali

pengalaman dengan yang kudus.Untuk itu,Dhavamony42 membedakannya

menjadi empat bentuk ritual. Pertama, tindakan magi, ritual ini dikaitkan

dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistis.

40M. Dhavamony, Fenomenologi Agama, 183. 41Ibid., 174. 42Ibid., 175.

Page 17: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

27

Kedua, ritual dalam tindakan religious, kultus para leluhur. Ketiga, ritual

konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah hubungan social dengan

merujuk pada pengertian-pengertian mistis sehingga dengan cara-cara ini

upacara-upacara kehidupan menjadi khas. Keempat, ritual faktitif, yaitu bentuk

ritual yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan atau pemurnian dan

perlindungan atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu

kelompok.

Sehingga dapat ditarik satu kesimpulan bahwa ritus merupakan

tindakan untuk mengaktualisasikan iman seseorang. Sebagai aktualisasi iman,

maka ritus yang dipraktekan manusia religius menjadi sangat beragam.

Meskipun bentuknya beragam, namun secara garis besar hanya ada dua yaitu

ritus inisiasi dan upacara kurban.43 Ritus inisiasi adalah ritus yang merayakan

dan meresmikan penerimaan individu kedalam kedewasaan atau kematangan

religius atau juga kedalam kelompok persaudaraan atau jemaah rahasia atau ke

dalam panggilan tugas religius khusus. Sedangkan upacara kurban sebagai

ritus yang dilakukan manusia religius untuk persembahan diri kepada dewa

lewat suatu pemberian; dan hubungan serta komunikasi yang erat antara dia

dengan dewa ditetapkan lewat keikutsertaan dan ambil bagian dalam

persembahan yang disucikan.

2.3 Relasi Mitos dan Ritus Dalam Sistem Religi

Mitos mempunyai hubungan yang erat dengan ritus. Karena di dalam

ritus, manusia religius meniru tindakan para dewa seperti yang diceritakan

43M. Dhavamony, Fenomenologi Agama, 189-203.

Page 18: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

28

dalam mitos.Tindakan-tindakan dewa atau leluhur mistis diulang dan

dihadirkan kembali.Dengan melalui penghadiran mitos di dalam ritus,

masyarakat religius memperoleh dua hal; pertama, dengan meniru para dewa,

manusia tinggal bersama yang kudus, jadi berada dalam kenyamanan. Kedua,

dengan mewujudkan kembali contoh karya para dewa secara kontinyu, dunia

dikuduskan. Jadi sikap dan tingkah laku manusia-manusia religius ikut andil

dalam menjaga kekudusan dunia.

Pengalaman dalam mitos di mana yang kudus mendekati dan

menjumpai manusia,dipresentasikan secara terbalik di dalam ritus. Ritus

menjadi sarana manusia untuk dapat kembali kepada yang kudus. Dalam ritus

manusia yang profan berusaha mendekati yang Kudus dengan mengulang

pengalaman dalam mitos.Pengulangan kembali mitos dalam upacara religius

mengandung penghapusan waktu profan dan menempatkan manusia dalam

waktu religius-magis yang membentuk kekinian abadi dalam waktu

mistis.Mitos bukan sekedar cerita suci, namun mitos harus diaktualisasikan

dalam ritus. Melalui ritus, manusia memulihkan kembali dimensi Kudus dan

eksistensinya dengan belajar lagi bagaimana para dewa menciptakan manusia

dan memberikan berbagai macam pelajaran tentang tingkah laku sosial dan

tentang pekerjaan-pekerjaan praktis.Maka tidak dapat dipungkiri bahwa dalam

sistem religi, relasi mitos dengan ritus sangat erat dan saling membutuhkan.

Seperti pendapat Clyde Kluckhohn sebagaimana yang dikutip Dhavamony,

mengenai hubungan antara mitos dan ritus sebagai berikut:meskipun

kepentingan relatif dari mitos dan ritus sungguh berbeda, namun keduanya

cenderung secara universal disatukan karena mitos dan ritus memiliki dasar

Page 19: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

29

psikologi umum. Ritus merupakan suatu aktifitas obsesif yang diulang-ulang

atau sering merupakan suatu dramatisasi simbolis kebutuhan-kebutuhan

masyarakat, entah ekonomi, biologi, sosial, ataupun seksual.44Dengan

kerangka ini, Dhavamony berpendapat bahwa keyakinan akan sabda dan

cerita, diwujudkan secara konkret dan esitensial dalam ritual karena ritual

menghidupkan dan mengukuhkan kembali keyakinan-keyakinan yang ada

dalam mitos.45Ritual memberi suatu kedalaman arti dan kekuatan vital bagi

hidup religius, sedangkan mitos sendiri memerlukan ritual demi pemahaman

yang penuh dari maknanya.

2.4 Sistem Kepercayaan Jawa

Dalam upacara tradisional Jawa, ritual-ritual kuno masih tetap

berlaku sampai kini.46Kepercayaan terhadap mitos-mitos masih tetap hidup

didalam alam pikiran orang Jawa dari generasi ke generasi. Seperti

pendapatDawami, bahwa sistem berpikir Jawa suka kepada mitos.47Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa segala perilaku orang Jawa masih sulit untuk

melepaskan dari aspek kepercayaan pada hal mistis. Itulah sebabnya sistem

berpikir mistis akan selalu mendominasi perilaku hidup orang Jawa.48 Mereka

percaya pada dongeng-dongeng sakral yang yang dituturkan secara turun

temurun.Kisah-kisah dalam mitos yang dianggap suci tersebut

kemudianmenjadisebuah rujukan atautuntunandalam masyarakat Jawa.Praktik-

praktik mistik dengan model bertapa dan mitologi-mitologi Jawa terus

44M. Dhavamony, Fenomenologi Agama,184. 45Ibid.,185. 46S. Negoro, Kejawen; Laku Menghayati Hidup Sejati.(Surakarta: Cv. Buana Raya, 2000),1. 47S. Endarswara. Mistik Kejawen, (Jakarta: Gramedia, 2006),9. 48Ibid., 8.

Page 20: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

30

berkembang dan banyak mitos-mitos lainnya yang intinya kepada

pemujaankekuatan roh-roh. Mitos tidak dapat dipisahkan dalam sejarah hidup

orang Jawa.49Masing-masing mitos dipercaya memiliki local genius atau

kearifan tradisional yang luar biasa dan dijadikan sandaran kehidupan mistik.

Mitos menjadi sangat penting bagi sebagian masyrakat terutama untuk

pedoman tindakan, dijadikan kiblat hidup, ditaati, dipuja dan diberikan tempat

istimewa dalam hidupnya.50Hal tersebut mengindikasikanbahwa mitos

mempunyai kekuatan dan tetap bekerja disebagian masyarakat Jawa. Seperti

halnya dalamkejawen yang selalu dihubungkan dengan dunia mistisyang

misterius dan kompleks yang didalamnya banyak ritual sebagai titik sentral

agama Jawa.51

Untuk memahami keunikan masyarakat Jawa, maka perlu memahami

struktur dansystem kepercayaan Jawa. Menurut Magnis Suseno orang Jawa,

adalah penduduk asli dibagian tengah dan timur Pulau Jawa yang berbahasa

Jawa.52 Kemudian Magnis Suseno memetakan masyarakat Jawa dalam

beberapa kelompok.53 Dalam kebudayaan Jawa dibedakan menjadi dua

kelompok yaitu kebudayaan pesisir yang menghasilkan kebudayaan Jawa yang

khas dan kebudayan pedalaman yang sering disebutkejawen. Selanjutnya

orang Jawa membedakan dua golongan social yaitu wong cilik dan kaum

priyayi yang didalamnya juga termasuk kelompok bangsawan. Disamping

lapisan-lapisan social dan ekonomi tersebut, kemudian dibedakan lagi menjadi

49Purwadi. Filsafat Jawa. (Yogyakarta: Cipta Pustaka, 2007), 109. 50S. Endarswara. Mistik Kejawen, 5. 51Ibid.,75. 52M. Suseno, Etika Jawa. (Jakarta: Gramedia, 1993), 11. 53Ibid., 12-13.

Page 21: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

31

dua kelompok atas dasar keagamaan. Tetapi golongan pertama lebih

ditentukan oleh tradisi-tradisi Jawa pra Islam. Sedangkan golongan kedua

memahami diri sebagai orang Islam dan berusaha hidup menurut ajaran Islam.

Yang pertama dapat disebut kejawen dan yang kedua disebut Santri.

Sosiolog Clifford Geertz, dalam karyanya The Religion of Javayang

diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia Abangan, Santri, Priyayi Dalam

Masyarakat Jawa mengidentifikasikan tiga tipe utama kebudayaan yang

mencerminkan organisasi moral kebudayaan Jawa dalam tiga kelompok yaitu

Islam abangan, Islam santri dan priyayi.54Varianabangan mempunyai ciri

ketidakterikatan terhadap tuntunan keagamaan tetapi cenderung memadukan

unsur-unsur dalam kepercayaan Jawa yang berkaitan dengan dunia

kepercayaan dunia roh termasuk juga roh-roh nenek moyang.

Sedangkan Islam Santri lebih menganut ajaran Islam dalam arti

mereka secara tegas tidak toleran terhadap budaya, kepercayaan dan praktek

kejawen.55Sedangkan priyayiadalah kaum aritokrat, kelompok berpendidikan

dan golongan bangsawan. Meskipun ada perbedaan status social antara

abangan dengan priyayi tetapi orientasi keagaaman keduanya tidak jauh

berbeda.56

Dari pengelompokan yang telahdilakukan Geertz,setidaknya dapat

membantu untuk mengetahui dinamika m system kepercayaan Jawa. Dimana

sangat jelas terlihat bahwa kedatangan Islam banyak mempengaruhi

perubahan system kepercayaan dalam masyarakat Jawa. Koentjoroningrat 54C. Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyrakat Jawa, penerjemah: Aswab M dari buku The Religion of Java. (Bandung: PT. Dunia Pustaka, 1981), 6. 55Ibid., 174-177. 56Ibid., 320.

Page 22: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

32

menjelaskan bahwa agama Jawa adalah system kepercayaan sinkretik, agama

ini bercirikan kepercayan yang berdasarkan pemujaan kepada nenek moyang,

kepercayaan kepada roh-roh, pemujaan objek dan praktik magis.57Sebab ada

keyakinan bahwa secara puritan bahwa mistik Kejawen adalah milik manusia

Jawa yang telah ada sebelum ada pengaruh lain.58Hal ini cukup menegaskan

bahwa bukan agama pendatang yang membentuk Kejawen justru kejawen

semakin diperkaya dengan kedatangan agama asing yang masuk ke Nusantara.

Pada abad 8 sampai abad 10, Hinduisme dan Budhisme telah memberikan

banyak pengaruh pada agama Jawa. Kemudian abad 14 sampai 17, dengan

masuknya Islam juga memberikan pengaruh signifikan terhadap agama Jawa

dan tipe Islam yang berkembang hingga saat ini.

Menurut Niels Mulder, kejawenyang diungkapkan dalam mistisime

Jawa juga disebut kebatinan.59Menurutnya, kejawentidak termasuk kategori

agama, tetapi mengacu pada etika dan gaya hidup yang terinspirasi oleh

pemikiran Kejawen.60Menurut Mulder kehidupan dalam pandangan orang

Jawa adalah bagian dari kesatuan yang melingkupi atas keberadaannya yaitu

kesatuan eksistensi berpusat pada Yang Mutlak, Jiwa dan

kehidupan.61Kehidupan ini adalah bagian dari kesatuan yang melingkupi dari

keberadaannya. Pada akhirnya muncul paguyuban mistik kejawen ataupun

kebatinan tersebut yang dalam aktivitasnya ingin berusaha mencari hakikat

57Soetarman. Komunitas Sadrakh dan Akar Kontekstualnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.21. 58S. Endraswara, Mistik Kejawen,37. 59N. Mulder, Mystisicme in Java. (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 21. 60Ibid., 17. 61Ibid., 33.

Page 23: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

33

alam semesta, intisari kehidupan dan hakikat Tuhan. Konsep inilah seperti

yang dikatakan Mulder sebagai sikap yang paling mendasar dalam kejawen.62

Kejawensendiri tidak mempunyai sumber literature atau bahan tertulis

sebagai sumber yang digunakan secara umum.Seperti saran S. Nagoro bahwa

untuk mengumpulkan bahan mengenai kejawen sebagai sumber-sumber

referensi maka sangat penting dengan memperhatikan dengan cermat berbagai

macam ritual, upacara tradisional, slametan, sesaji, tata krama, tata susila,

pertunjukan wayang kulit legenda-legenda kuno dan lainnya yang ada dalam

masyarakat Jawa.63Maka tidak heran muncul keberbagaian aliran Kejawen

yangmasing-masing mempunyai keunikan dan karifan lokalnya. Hal ini

disebabkan masing-masing wilayah memiliki pedoman-pedoma khusus yang

dijadikan sandaran, memiliki kosmogoni dan mitos-mitos yang diyakini dan

dijadikan kiblat hidup, ditaati, dipuja dan diberikan tempat istimewa dalam

hidupnya.64Sehingga mitologi-mitologi yang dihayati tersebut menjadi cara

pandang hidup mereka.

Menurut Magnis Suseno, pandangan hidup yang khas dunia Jawa

ialah bahwa realitas tidak dapat dibagi dalam berbagai bidang yang terpisah-

pisah dan tanpa hubungan satu sama lain, melainkan bahwa realitas dilihat

sebagai satu kesatuan yang menyeluruh.65Pandangan ini yang kemudian benar-

benar dihayati bahwa kehidupan dan pada hakikatnya seseorang membutuhkan

interaksi yang tidak dapat dipisahkan dengan berbagai dimensi yang ada

disekitar manusia. Pada hakikatnya orang Jawa tidak membedakan antara 62Ibid. 63S. Negoro, Kejawen; Laku Menghayati Hidup Sejati.(Surakarta: CV. Buana Raya, Surakarta, 2000), 67. 64S. Endraswara, Mistik Kejawen,5. 65M. Suseno, Etika Jawa, 82-86.

Page 24: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

34

sikap-sikap religious dan bukan religius, dan interaksi-interaksi social

sekaligus merupakan sikapnya terhadap alam, sebagaimana juga sikap

terhadap alam sekaligus mempunyai relevansi sosial. Antara pekerjaan,

interaksi dan doa tidak ada perbedaan prinsip hakiki. Magnis Suseno

memberikan empat lingkaran yang bermakna dalam pandangan dunia Jawa;

sikap terhadap dunia luar sebagai kesatuan numinous antara alam, masyarakat

dan alam adikodrati, penghayatan kekuasaan politik sebagai ungkapan alam

numinous, pengalaman keakuan sebagai jalan ke persatuan dengan yang

numinous dan penentuan semua lingkaran pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh

takdir. Sikap terhadap dunia luar yang dialami sebagai kesatuan numinus

antara alam, masyarakat dan alam adikodrati yang keramat yang dilaksanakan

dalam ritus tanpa refleksi eksplisit terhadap dimensi batin sendiri. Alam

dihayati sebagai kekuasaan yang menentukan keselamatan dan kehancuran.

Dalam alam mereka tergantung dari kekuasaan-kekuasaan adiduniawi yang

tidak dapat diperhitungkan yang disebut alam gaib. Sifat gaib alam

menyatakan diri melalui kekuatan-kekuatan yang tak kelihatan dan

dipersonifikasikan sebagai-roh-roh. Ada roh pelindung desa (dhanyang),

memedi, lelembut, dhemit, thuyul.66Roh-roh halus tersbut yang dianggap

menjadi penyebab sakit atau kecelakaan, sukses dan kebahagiaan. Maka,

supaya roh-roh berkenan kepadanya maka ditempat tertentu dipasang

sesajen.67Sesaji merupakan aktualisasi pikiran, keinginan dan perasaan pelaku

untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Sesaji juga merupakan wacana

66C. Geertz, Religion of Java, 16-29. 67M. Suseno, Etika Jawa, 88.

Page 25: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

35

simbol yang digunakan sebgai sarana untuk negosiasi spiritual kepada hal-hal

gaib.68

Kesatuan masyarakat dengan alam adikodrati terlihat dari sikap

hormat terhadap nenek moyang, mengunjungi makam untuk memohon berkah,

untuk meminta kejelasan suatu keputusan yang sulit, memohon kenaikan

pangkat, uang agar hutang bisa terbayar.69 Pada prisnipnya roh leluhur harus

dihormati dan didoakan, sebab dimungkinkan akan memberikan sawab

berkah(peruntungan) kepada penerusnya.70Praktik yang biasa dilakukan oleh

sebagian masyarakat pada saat ini adalah wisata spiritual (pilgrimage) dengan

berziarah kemakam leluhur dan para pujanga Jawa. Tempat (makam)yang

dianggap keramat sebagai wisata budaya spiritual untuk melakukan semedi

dan tirakat.Hal ini dilakukan karena roh-roh gaib dianggap memiliki kekuatan

sakti dan dapat mendatangkan kebahagiaan dan sebaliknya.

Pemujaan roh (animisme) dan benda-benda (dinamisme) merupakan

bentuk religi Jawa dan masih dipraktikan sampai sekarang. Hal ini terlihat

dariadanya ritual dan sesaji ditempat-tempat keramat sebagai bentuk negosiasi

supranatural agar kekuatan adikodrati mau diajak kerjasama.71Jadi dalam

pandangan orang Jawa, mereka mengalami dunia dimana kesejahteraannya

juga tergantung dari apakah ia berhasil untuk menyesuaikan diri dengan

kekuatan-kekuatan roh-roh. Dalam hal inilah konsep ketentraman dan

ketenangan hati merupakan apa yang dicari orang Jawa yang disebut keadaan

68S. Endraswara, Mistik Kejawen, 247. 69M. Suseno, Etika Jawa, 87. 70S. Endraswara, Mistik Kejawen,28. 71Ibid.,78.

Page 26: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

36

selamat.72Keadaan selamat ini ditandai dengan terwujudnya keselarasan social

dan keselarasan kosmis.Maka masih banyak sebagian masyarakat terutama

didesa menggelar acara slametanatau disebut kenduren yang dilakukan oleh

keluarga atau kelompok masyarakat.Slametansebagai usaha menjaga dari roh-

roh halus supaya tidak mengganggu dengan demikianterwujud keadaan

selamat atau tidak ada sesuatu yang menimpa.73

Menurut Suwardi Endarwarsa,74 meskipun secara lahiriah mereka

memuja kepada roh dan juga kekuatan lain, namun esensinya tetap terpusat

kepada Tuhan. Hal ini menjelaskan bahwa agama Jawa dilandasi sikap dan

perilaku mistik yang tetap tersentral kepada Tuhan sedangkan roh leluhur dan

kekuatan sakti disebut sebagai perantara.Dalam konsep mistik lebih dikenal

dengan paham panteisme atau manunggaling kawula lanGusti yang

merupakan bentuk sinkritisme. Menurut Rudolf Eisler,75 pengertian panteisme

adalah Tuhan dan dunia tak merupakan dua hakikat yang sungguh terpisah dan

yang diluar yang lain melainkan Tuhan sendiri segala-galanya. Pada

prinsipnya panteisme mempercayai bahwa kekuatan adiduniawi itu ada

dimana-mana. Segalanya itu Tuhan, segalanya itu modus, partisipasi dalam

ketuhanan Tuhan dan dunia itu manunggal. Sedangkan sinkritismemerupakan

bentuk perpaduan budaya dan spiritual yang telah diolah dan disesuaikan

dengan adat istiadat, lalu dinamakan agama Jawa atau kejawen. Manunggaling

kawula lan Gustimerupakan filsafatkejawen, bahwa kesempurnaan hidup

72M. Suseno, Etika Jawa, 94. 73C. Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, 17. 74S. Endraswara, Mistik Kejawen, 75-81. 75S. Endraswara, Mistik Kejawen, 62.

Page 27: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

37

manusia dihayati dengan seluruh totalitas cipta, rasa dan karsa.76Berpangkal

tolak spiritual yang tinggi maka dapat mengantarkan sesorang menjadi pribadi

yang adimanusiawi. Dalam keadaan seperti inilah seseorang benar-benar

menyatu danmanunggal dengan Tuhan.77Melalui kesatuan itu manusia

mencapai apa yang disebut pengetahuan tentang tujuan segala apa yang

diciptakan (sangkan paraning dumadi).78 Dalam kesadaran itu yang dapat

mengubah manusia yang memberikan dimensi baru bagi eksistensinya yang

menjadi suatu realitas baru yang membentukpandangan hidupnya. Maka

dalam pandangan hidup Jawa ketajaman moral dan intelektual sangat

diperlukan agar manusia tepat dalam meniti karier hidupnya.79 Sehingga

sangat banyak ditemukan pesan-pesan moral dalam masyarakat Jawa yang

disampaikan baik dalam bentuk literatur-literatur, media seni, dongeng,

kekidungan, kata-kata bijak dari para orang tua. Seperti yang menjadi pesan

dalam serat Wulangrehyang menganjurkan manusia untuk berolah dan berlatih

mengendalikan hawa nafsu sehingga mendapat rasa terhadap pernik-pernik

kehidupan serta petunjuk Tuhan.80

Jika ditelusuri sangat banyak pesan-pesan moral dalam budaya Jawa

yang menggambarkan pandangan hidup Jawa yang menjadi tuntunan hidup

sekarang dan melihat kehidupan pada masa yang akan datang. Pandangan

hidup yang dituang lainnya adalah banda donya mung gadhuhan, anak mung

titipan, drajat pangkat mung sampiran, urip ning donya pira lawase artinya

mistik kejawen mempercayai bahwa harta kekayaan hanya sekedar pinjaman 76Purwadi, Filsafat Jawa, 5-6. 77Ibid.,46. 78M. Suseno, Etika Jawa, 116-117. 79Purwadi, Filsafat Jawa, 86. 80Purwadi, Filsafat Jawa dikutip dari Kapustakan Jawi : karya Poerbatjaraka, 95.

Page 28: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

38

sementara, anak hanyalah titipan yang sewaktu-waktu akan diambil

pemiliknya, derajat pangkat sekedar sampiran yg sewaktu-waktu akan diambil,

hidup didunia tidak lama.81 Pandangan diatas mengisyaratkan secara batin

agar manusia hidup didunia lebih waspada dan mengutamakan bekal

hidupsetelah kematian.

Demikian halnya dalam dunia ekonomi, menurut Suwardi

Endarswara, prinsip-prinsip ekonomi Jawa berbeda dengan ekonomi yang

lain.82 Dalam meraih keuntungan tak hanya didasarkan pada manajemen bisnis

semata, melainkan juga tak sedikit yang dilandasi ritual mistik kejawen.

Prinsip ekonomi Jawa untuk meraih keberuntungan tidak dicapai menggunkan

sistem pasar semata. Orang Jawa mencoba menerapkan manajemen batin yang

secara tak langsung akan membuat roda ekonomi lancar.Para pelaku

ekonomibiasanya juga menjalankan mistik Kejawen dengan segala

perilakunya diwarnai ritual-ritual. Paling tidak landasan yang paling menonjol

adalah prinsip bahwa rejeki adalah peparinge pangeran (pemberian Tuhan)

rejeki telah digariskan atau diatur oleh Tuhan. Karenanya keuntungan sedikit

atau banyak bagi mereka tak masalah. Untung rugi tidak diukur dari aspek

material saja melainkan dari spiritual. Maka dalam menjalankan roda ekonomi

selalu dilandasi prinsip nrima(menerima) dan pasrah. Kegiatan ekonomi tak

semata-mata menguruk keuntungan sebesar-besarnya melainkan keuntungan

sedikit tetapi ajeg tidak berhenti. Keuntungan tidak harus melimpah tetapi

jalan terus. Pandangan tersebut menunjukan bahwa bagi orang Jawa tuntutan

terhadap materi bukan pilihan utama dan harus dihindari.

81Ibid.,259. 82Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen, 287-288.

Page 29: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

39

Disisi lain, bahwa dunia ekonomi Jawa kadang berbau sakral tak

sedikit para pelaku ekonomi jawayang melakukan mistik kejawen dalam

rangka mencari pelarisan dan pesugihan. Dua tradisi yang ditempuh melalui

riual-ritual mistik Kejawen. Itulah sebabnya, mendatangi tempat-tempat

keramat yang dianggap memiliki tuah masih dipraktikan sampai saat ini.

Ditempat keramat tersebut biasanya terdapat makam leluhur yang dianggap

pantas untuk dimintai bantuan agar dirinya kaya atau ekonominya lancar.

Yang dilakukan ditempat itu adalah berdoa, nyekar dan bersemedi agar diberi

kemudahan melaksanakan ekonomi.

Penglarisan dan pesugihan dalam mistik kejawen memang fenomena

yang unik. Praktik ini dilakukan dengan cara mencari keheningan dan

ketenangan batin agar ada koreksi diri dan refleksi kedepan usaha

ekonominya. Bahkan mereka sering menggunakan jimat untuk mendapatkan

kekayaan. Pelaku ekonomi Jawa juga sering menjalankan tirakat sebagai laku

spiritual Jawa yang dilakukan dengan cara sesirik (mencegah) sesuatu.83

2.5 Kesimpulan

Mitos tidak dapat dipisahkan dalam sejarah budaya Jawa. Suatu

realitas bahwa mitos masih mempunyai kekuatan yang masih bekerja dalam

budaya dimasyarakat, dapat dijumpai dalam masyarakat Jawa bahwa mitos

masih dijadikan pedoman, kiblat hidup, ditaati, dipuja dan diberikan tempat

istimewa dalam masyarakat Jawa. Hal ini menunjukan bahwa kepercayaan

masyarakat kepada mitos masih tetap kuat. Mitos juga menjadi tuntunan atau

83Endraswara, Mistik Kejawen, 290.

Page 30: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

40

rujukan yang kadang menjadi kewajiban untuk diikuti oleh semua kegiatan

ritual.

Praktik ritualmerupakanpendekatan seseorang dengan makhluk-

makhluk adikodrati, roh-roh nenek moyang dengan tujuan menciptakan

keadaan selamat. Seperti pendapat Dhavamony bahwa ritual merupakan sarana

untuk mempertahankan kontak dengan roh-roh yang berkuasa dan membuat

mereka mempunyai perhatian yang menguntungkan dengan mengaruniakan

makanan dan kesehatan.Sehingga ritual menjadi bagian yang sakral dalam

budaya masyarakat. Oleh karena itu apapun bentuk ritual tidak dapat disebut

sebagai tindakan tidak bermoral.Karena ritual merupakan pemeragaan

kepercayaan dari pengalaman religius yang dijamin oleh roh-roh suprantural.

Demikian halmya dalam masyarakat Jawa, sikap terhadap mitos dan

praktik ritual masih melekat kuat dalam perilaku orang Jawa. Hal ini

didasarkan dari pandangan hidup Jawa yaitukesatuan numinus antara alam,

masyarakat dan alam adikodrati. Sehingga intisari hakikat hidup orang Jawa

adalah mencari hakikat alam semesta, intisari kehidupan dan hakikat Tuhan.

Maka muncul pandangan dunia orang Jawa dalam menghayati hidupnya.

Konsep manunggaling kawula lan Gusti, sebagai titik temu yang harmoni

antara manusia dengan Tuhan.Melalui kesatuan itu manusia mencapai

pengetahuan tentang tujuan segala apa yang diciptakan (sangkan paraning

dumadi). Mulder menegaskan,bahwa kejawen tidak termasuk kategori agama

tetapi lebih mengacu pada etika dan gaya hidup yang terinspirasi pemikiran-

Page 31: Bab 2 Kajian tentang Mitos, Ritual dan Sistem Kepercayaan Jawarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/2/T2_752014015_BAB II... · mitos.13 Namun demikian dalam masyarakat primitif,

41

pemikiran Kejawen.84 Sehingga dalam pandangan hidup Jawa lebih

mengedepankan ketajaman moral dan intelektual.

84Niels Mulder, Mysticism in Java; Ideologi in Indonesia, 17.