bab 2. jejak prpbiotik di indonesia

36
Probiotik dan Industri Perikanan 44 Pada Bab. 1 telah disebutkan bahwa fermentasi adalah proses perombakan suatu bahan menjadi bahan lain sesuai dengan kehendak manusia dengan bantuan enzim yang yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu yang bersifat menguntungkan. Sementara probiotik adalah sekelompok mikroorganisme yang menguntungkan bagi host. Bila pemahaman hubungan antara fermentasi dan probiotik ini kita sepakati, maka budaya atau peradaban pemamfaatan probiotik di Indonesia sesungguhnya sudah kita kenal sejak lama. Sejarah tempe tak bisa lepas dari sejaran kehadiran bahan bakunya, yaitu kedelai atau kacang kedele ( Glycine max). Menurut pakar tempe kata kedelai yang ditulis kadele dalam bahasa Jawa ditemukan dalam Serat Sri Tanjung (abad ke-12 atau 13). Berbeda dengan produk hasil fermentasi lainnya yang rata-rata berasal dari China dan Jepang, maka tempe adalah makanan asli Indonesia. Tempoyak, oncom, pekasam, peda, tuak, brem dan bahan makanan hasil fermentasi lainnya juga dipercaya sebagai makanan dan budaya asli Indonesia. Sayang belum ditemukan secara pasti sejak kapan produk tersebut dikenal oleh para leluhur kita. Namun penulis berkesimpulan bahwa komoditas di atas bisa disebut sudah ada sejak adanya peradaban Indonesia itu sendiri. Berikut ini disajikan sepintas beberapa produk olahan makanan dan minuman yang ada di Indonesia yang dipercaya JEJAK PROBIOTIK DI INDONESIA BAB 2

Upload: irwan-effendi

Post on 22-Jan-2018

26 views

Category:

Food


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 44

Pada Bab. 1 telah disebutkan bahwa fermentasi adalah

proses perombakan suatu bahan menjadi bahan lain sesuai dengan kehendak manusia dengan bantuan enzim yang yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu yang bersifat menguntungkan. Sementara probiotik adalah sekelompok mikroorganisme yang menguntungkan bagi host. Bila pemahaman hubungan antara fermentasi dan probiotik ini kita sepakati, maka budaya atau peradaban pemamfaatan probiotik di Indonesia sesungguhnya sudah kita kenal sejak lama.

Sejarah tempe tak bisa lepas dari sejaran kehadiran

bahan bakunya, yaitu kedelai atau kacang kedele (Glycine max). Menurut pakar tempe kata kedelai yang ditulis kadele dalam bahasa Jawa ditemukan dalam Serat Sri Tanjung (abad ke-12 atau 13). Berbeda dengan produk hasil fermentasi lainnya yang rata-rata berasal dari China dan Jepang, maka tempe adalah makanan asli Indonesia. Tempoyak, oncom, pekasam, peda, tuak, brem dan bahan makanan hasil fermentasi lainnya juga dipercaya sebagai makanan dan budaya asli Indonesia. Sayang belum ditemukan secara pasti sejak kapan produk tersebut dikenal oleh para leluhur kita. Namun penulis berkesimpulan bahwa komoditas di atas bisa disebut sudah ada sejak adanya peradaban Indonesia itu sendiri.

Berikut ini disajikan sepintas beberapa produk olahan

makanan dan minuman yang ada di Indonesia yang dipercaya

JEJAK PROBIOTIK

DI INDONESIA BAB

2

Page 2: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 45

memiliki atau menerapkan prinsip-prinsip kerja probiotik di dalamnya.

2.1 Dadih

Dadih atau dadiah merupakan susu kerbau (Bubalus bubalis) yang difermentasi secara alami di dalam buluh atau ruas batang bambu (Phyllostachys sp). Biasanya, fermentasi yang terjadi berlangsung setidaknya 2-3 hari. Tetapi umumnya dadih yang telah dilepas ke pasar adalah dadiah berumur dua hari. Dadih dapat disebut yogurt tradisional khas Minangkabau (dadiah) dan sebagian orang Melayu di Kampar, Riau (dadi).

Kata "dadih" memiliki kemiripan dengan dudh, bahasa dari etnis Sindhi (India dan Pakistan). Tercatat pula kebiasaan orang Persia memimnum susu fermentasi dengan bawang merah dan mentimun, mirip dengan kebiasaan memakan dadih yang dilakukan oleh orang Minangkabau dan orang Melayu Kampar di Riau pada masa dahulu dan sekarang.

Dadih difermentasi di dalam wadah dari bambu yang ditutup dengan daun pisang (Musa sp.) atau daun waru (Hibiscus tiliaceus) yang telah dilayukan di atas api (Gambar 2.1). Proses fermentasi dilakukan dalam suhu kamar (20-35 oC) dan berlangsung sampai terjadi penggumpalan sekitar 2-3 hari. Proses fermentasi ini kemudian menghasilkan sejenis krim padat bertekstur lembut dan memiliki cita rasa yang asam. Semakin lama umur fermentasinya, dadiah yang dihasilkan akan semakin padat dan mengeras. Dadih biasanya dikonsumsi sebagai sarapan pagi, dicampur dengan emping (sejenis kerupuk dari nasi) dan gula merah. Namun

Page 3: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 46

saat ini dadih dapat juga dijadikan sebagai lauk pendamping nasi pada waktu malam dan siang hari.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dadih mengandung bakteri asam laktat (Lactobacillus casei) yang potensial sebagai probiotik. Asam laktat di dalam dadih berperan dalam pembentukan tekstur dan cita rasa. Bakteri asam laktat dan produk turunannya mampu mencegah timbulnya berbagai penyakit. Misalnya menekan populasi bakteri patogen di dalam saluran pencernaan, menurunkan kadar kolesterol di dalam darah, mencegah kanker usus, anti mutagen, anti karsinogenik, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu, dadih diduga efektif sebagai antivaginitis.

Selain faktor bahan baku susu, hal lain yang membuat dadih berbeda dengan yogurt adalah proses fermentasinya berlangsung secara spontan dalam wadah bambu. Hal ini berbeda dengan yoghurt pada umumnya yang memerlukan tambahan kultur mikroba tertentu sebagai starter dalam proses fermentasinya. Kedua produk yang dihasilkan pun memiliki karakteristik berbeda. Jika yoghurt tetap bersifat cair tetapi sedikit mengental, maka dadiah cenderung mengeras.

Saat ini, dadih relatif sulit ditemukan di wilayah

perkotaan. Olahan susu fermentasi ini hanya bisa ditemukan di beberapa tempat tertentu di kota-kota kecil di Sumatera Barat dan Kabupaten Kampar, Riau. Salah satu penyebabnya karena dadih termasuk jenis kuliner dengan peminat spesifik dan sepertinya tidak disukai oleh kalangan generasi muda. Karena cita rasanya yang unik, tidak semua orang menyukai rasa asamnya. Di rumah, penulis sering melihat dadih ini dimakan oleh kedua mertua. Namun para

Page 4: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 47

anak dan cucunya, termasuk penulis, tidak ada yang berminat lagi.

Akan tetapi titik cerah masa depan dadih mulai terlihat. Beberapa perusahaan nasional telah memproduksi dadih secara komersil dan higienes. Dadih dikemas dalam bentuk praktis dan menarik serta jauh dari kesan tidak bersih dan sehat. Lebih jauh produk ini telah pula diberi rasa dan warna terntentu (pandan, vanilla, durian, blueberry, starwberry dan coklat) dengan harapan akan menarik minat para komsumen muda (Gambar 2.2 dan 2.3).

Gambar 2.1 Dadih dengan wadah bambu.

Page 5: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 48

Gambar 2.2. Dadih dikemas modren dan menarik.

Gambar 2.3. Dadih diberi warna dan rasa pandan, vanilla,

durian, blueberry, starwberry dan coklat.

Page 6: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 49

2.2 Cencaluk

Cencaluk , kadang ditulis cincaluk, chincalok atau cencalok adalah makanan tradisional di Asia Tenggara. Terbuat dari udang-udang kecil yang diberi garam dan difermentasikan selama beberapa hari. Di Melaka, Malaysia udang yang digunakan disebut udang geragah. Cencaluk dimakan sebagai penyedap selera atau sebagai bahan yang dimasak ((Gambar 2.4).

Pada saat ini cencaluk sudah diproduksi secara komersial dan higienes. Dikemas di dalam botol, dibungkus (packing) dengan palstik dan lain-lain. Di bebera kota di Malaysia seperti Johor, Melaka and Penang produk ini sudah diproduksi massal bahkan diekspor ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia (Gambar 2.5).

Gambar 2.4. Cencaluk dihidangkan.

Page 7: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 50

Gambar 2.5. Cencalok di dalam botol. Bila dilihat dari bahan baku pembuatan cencaluk, maka

dapat dipahami bahwa produk ini kaya protein, kalsium, kalium, iodin, selenium, kholin, vitamin B12, Vitamin D, Omega-3 dan asam lemak. Namun patut pula diketahui bahwa produk ini memiliki kadar lemak yang mengandung kholesterol yang relatif tinggi. Udang kecil memiliki astaxanthin, suatu pigmen yang ditemukan di daging salmon dan mikroalga, sehingga membuat cencaluk berwarna merah muda. Astaxanthin adalah carotenoid bersifat antioksidan yang kuat, melebihi kekuatan vitamen E. Namun carotenoid ini ini tidak dikonversikan menjadi vitamin A, sebuah proses yang menyebabkan keracunan bila berlebihan.

Page 8: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 51

Cencaluk diketahui mengandung asam laktat yang tentunya dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Setelah diidentikasi mereka adalah Lactobacillus coryneformis, Pediococcus damnosus dan Pediococcus sp.

Proses fermentasi cencaluk berlangsung dalam tangki yang tertutup rapat. Bisa ember, baskom atau pasu. Hal ini dapat dimengerti mengingat proses fermentasi oleh bakteri asam laktat berlangsung dalam suasana anaerobik (tidak memerlukan atau tanpa oksigen bebas). Udang geragau dibersihakan tanpa direndam dibubuhi garam dan nasi. Sebagian orang menambahkan pula air didih (air yang mendidih pada saat kita memasak nasi). Selanjutnya adonan ini diperam selama lebih kurang tiga hari. Cencaluk pun sudah bisa dikomsumsi atau dimasak bersama bahan lainnya. Dari proses ini dapat diketahui bahwa cencaluk mengandung mikroba probiotik yang dapat memberikan sejumlah keuntungan bagi host yang mengkomsumsinya. 2.3 Pekasam

Pekasam, pakasam atau pokasam adalah makanan tradisional berupa hasil fermentasi ikan air tawar yang rasanya asam atau masam. Di beberapa daerah ada yang menyebutnya iwak samu. Bahan makanan ini dikenal oleh etnis Melayu, sehingga pekasam ditemukan di Riau, Jambi, Palembang, Kalimantan Selatan dan lain-lain. Namun sebuah sumber menyatakan bahwa sentra produksi pekasam ada di Desa Mahang Sungai Hanyar, Kecamatan Pandawan, Kalimantan Selatan. Bahan makanan ini biasanya dibumbui lagi dengan cabe dan gula, sebelum disajikan sebagai lauk-pauk.

Page 9: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 52

Produk pekasam ini berbahan dasar ikan air tawar yang diasinkan melalui proses fermentasi dengan garam. Ikan yang diperam, dicampur dengan taburan beras ketan yang telah digoreng. Ikan yang akan dijadikan pekasam bisa jenis apa saja. Namun yang paling diminati adalah pekasam anakan ikan dan pekasam papuyu. Ikan sepat, ikan gabus dan ikan baung dapat pula dijadikan bahan dasar pekasam.

Pakasam dihasilkan melalui proses fermentasi oleh bakteri asam laktat. Terlebih dahulu, ikan segar bahan pekasam dibersihkan dari sisik dan isi perutnya. Kemudian direndam terlebih dulu dalam larutan garam 15% selama dua hari (48 jam) dalam suasana anaerobik atau tertutup rapat. Setelah dicuci dan ditiriskan, ikan bergaram ini dibubuhi sumber bakteri asam laktat (biasanya menggunakan sayur asin) dan sumber karbohidrat tambahan (misalnya nasi atau tapai). Kemudian disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat selama sekurang-kurangnya seminggu, bahkan ada yang sampai 3-4 minggu agar berfermentasi lebih sempurna. Setelah itu ikan pekasam sudah jadi dan dapat dimasak lebih lanjut (Gambar 2.6)

Page 10: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 53

Gambar 2.6. Pekasam

2.4 Belacan

Terasi atau belacan (shrimp paste or shrimp sauce) adalah bumbu masak yang dibuat dari ikan dan/atau udang rebon yang difermentasikan, berbentuk seperti adonan atau pasta dan berwarna hitam kecoklatan. Terkadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Terasi merupakan bumbu penting di kawasan Asia Tenggara dan China Selatan. Terasi memiliki bau yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi, tapi juga ditemukan dalam berbagai resep tradisional Indonesia. Tidak ada yang tahu persis kapan dan siapa serta di mana terasi mulai masuk dalam peradaban manusia. Sebuah sumber menyebutkan bahwa belacan sudah dikenal sejak zaman keemasan Sriwijaya, sehingga produk ini dikenal seluruh kawasan Asia Tenggara saat ini.

Page 11: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 54

Di daerah Bangka, ada beberapa daerah yang khusus menjadi penghasil belacan yang terkenal seperti Toboali, Bangka Selatan. Pembuatannya dengan cara sebagai berikut. Udang rebon hasil tangkapan nelayan dari laut, kemudian langsung direbus di pinggir pantai, setelah matang, ditumbuk dan dicampur garam menggunakan lesung kayu, dijemur kembali agar kadar airnya rendah, kemudian ditumbuk kembali sampai bisa dibentuk, kemudian difermentasi selama seminggu sampai tercium bau khas yang jadi ciri khas bentuk terasi.

Terasi merupakan bumbu atau bahan masakan di Asia Tenggara dan Cina Selatan. Di Burma disebut ngapi, di Thailand, Khmer dan Laos disebut kapi ini sementara di negeri berbahasa Melayu dikenal dengan nama belacan, blachang) dan mắm ruốc, mắm tép dan mắm tôm di Vietname. Dalam Bahasa Tagalog disebut bagoong alamang (bagoong aramang), prahok di Kamboja, haam ha/ha jeung di China Cantonese dan hom ha/hae ko di China Min Nan. Di Malaysia, bumbu masak ini disebut belacan. Di Indonesia, terasi sering dikaitkan dengan sejarah berdirinya kota Cirebon yang ditilik dari penamaannya dalam bahasa Sunda yang berupa campuran dari kata ci (air) dan udang rebon. Kota Bagan Siapiapi di Riau juga sering disebut sebagai kota belacan, karena sampai saat ini daerah ini masih merupakan penghasil terasi mentah sebelum dipacking higienis.

Perbedaan komposisi bahan penyusun terasi, perbedaan cara pembuatan, perbedaan kadar air dan cara pembungkusan membuat terasi berbeda bentuk, warna dan ukuran. Namun apapun bentuk, ukuran dan warnanya, rasa terasi tetap sama. Rasa khas belacan tetap terasa di manapun ia dibuat dan dihidangkan. Dewasa ini belacan

Page 12: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 55

sudah dibungkus dan diolah secara higienes sehingga terlihat rapi dan menarik (Gambar 2.7 dan Gambar 2.8). Namun pemasaran dalam bentuk aslinya (tradisional) masih diemukan, terutama di daerah-daerah perdesaan yang relatif miskin.

Gambar 2.7. Belacan di Malaysia

Page 13: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 56

Gambar 2.8 Terasi di Belanda

Gambar 2.9. Belacan di Filipina

Page 14: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 57

Gambar 2.9 Terasi dewasa ini di Indonesia

2.6 Kecap

Kata "kecap", diduga diambil dari bahasa China kôechiap atau kê-tsiap. Kecap adalah bumbu dapur atau penyedap makanan yang berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Namun ada pula kecap yang dibuat dari bahan dasar air kelapa yang umumnya berasa asin. Kecap manis biasanya kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak, atau bahan beberapa jenis ikan laut. Selain berbahan dasar kedelai atau kedelai hitam bahan air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas padat dari pembuatan tahu.

Page 15: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 58

Terdapat beberapa jenis kecap (soy sauce), terutama didasarkan atas jenis bahan baku yang dipakai dan daerah pembuatannya. Berbahan baku kedelai dikenal kecap manis, kecap asin. Kecap air kelapa adalah kecap berbahan baku air kelapa. Berbahan baku sisa (ampas) tahu disebut kecap ampas tahu. Berbahan baku ikan disebut kecap ikan. Selain itu masih banyak variasi kecap lainnya di berbagai negara, misalnya shoyu di Jepang, dan ganjang di Korea. Variasi rasa kecap biasanya disebabkan karena adanya berbagai metode dan durasi fermentasi, perbandingan air, garam, kedelai yang berbeda-beda, dan juga dikarenakan bahan tambahan yang dicampurkan ke dalamnya (Gambar 2.10).

Gambar 2.10. Berbagai jenis kecap.

2.7 Kecap Ikan

Page 16: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 59

Kecap ikan (fish sauce) atau petis ikan adalah cairan yang diperoleh dari fermentasi ikan dengan garam (Gambar 2.11). Kecap ikan biasanya digunakan sebagai bumbu untuk memasak, pencelupan seafood, dan makanan orang Timur, dibuat oleh nelayan sepanjang negara Asean. Nama kecap ikan di negara-negara Asean juga berbeda (Thailand : nam pla, Filipina : patis; Jepang : shottsuru, dan Vietnam : nước mắm). Keunikan karakteristik kecap ikan adalah rasanya yang asin dan berbau ikan.

Gambar 2.11. Kecap Ikan

Page 17: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 60

Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan menggarami ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat selama 3 minggu sampai beberapa bulan. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring untuk mendapatkan kecap ikan bebas ampas, lalu dikemas dalam botol steril dan dipasteurisasi. Proses penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional akan menyebabkan hilangnya protein ikan sebesar 5% tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman, untuk itu dianjurkan garam yang ditambahkan tidak melebihi 40 % dari berat ikan.

Selama proses fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Peran enzim-enzim ini adalah sebagai pemecah ikatan polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang lebih sederhana. Mikroorganisme yang terlibat dan berkembang selama proses fermentasi ikan belum diketahui sepenuhnya. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat seperti Laucosotic mesenterides, Pediococccus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum berkembang dan turut berperan. Beberapa jenis khamir atau ragi juga diperkirakan ikut berperan dalam fermentasi.

Di Vietnam kecap ikan (nouc mam) dibuat dengan menggarami ikan kecil-kecil yang telah dihaluskan dengan tangan dan disimpan di dalam wadah dari tanah. Kemudian ditanam di dalam tanah selama 3 minggu sampai beberapa bulan. Satu liter nouc mam kualitas baik mengandung 15,85 gram total nitrogen (11,15 gram nitrogen organik dan 5 gram nitrogen amino), 270 gram natrium klorida, 0,5 gram CaO. Selain itu, nauc mam mengandung metil keton tinggi yang

Page 18: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 61

menyebabkan beraroma seperti keju, asam amino, basa dan asam volatil, serta histamin.

Di Filipina kecap ikan (patis) dibuat dengan menggunakan ikan kecil-kecil dan ikan shrimp (Atya sp). Proses pembuatannya sama dengan nouc mam, walaupun kurang komplet dan tanpa memerlukan pertimbangan waktu. Patis ini dibuat dengan mengeringkan sebagian kandungan air dalam fermentasi dengan merebusnya.

Di Thailand kecap ikan (nam pla) dibuat dari ikan-ikan Clupeidae dan dapat pula dari ikan kecil-kecil. Proses pembuatannya sama dengan nouc-mam tetapi biasanya lebih sederhana dengan waktu pemeraman 6 bulan, bahkan 2-3 tahun dianjurkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Biasanya 1 kg ikan akan menghasilkan 1 liter nam-pla. Di beberapa daerah Thailand, nam-pla juga kadang-kadang dibuat dari ikan air tawar.

Di Jepang, shottsuru dipersiapkan dari sarden, hering atau sisa-sisa limbah pengolahan ikan. Pembuatannya hampir sama dengan pembuatan kecap ikan lainnya. Penambahan antioksidan juga telah direkomendasikan dalam produk tersebut untuk mencegah ketengikan. Sedangkan petis di Indonesia dibuat dengan memasak dan mengkonsentratkan cairan fermentasi ikan yang telah digarami tadi dengan menambahkan sedikit tepung. Produk ini biasanya bermutu rendah dibanding dengan produk kecap ikan negara-negara Asia Tenggara lainnya karena perbandingan nitrogen dan garamnya agak rendah.

Pemasakan pada 95-100℃ dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida

Page 19: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 62

dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100℃. Pemanasan yang berlebihan (di atas 90℃ secara berulang-ulang) dapat menyebabkan pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi maillard, yaitu reaksi antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama lisin.

Pembuatan kecap ikan secara tradisional relatif memerlukan waktu yang panjang. Mikroorganisme penghasil enzim protease memerlukan waktu adaptasi yang cukup lama untuk dapat hidup dalam keadaan lingkungan berkadar garam tinggi dan kondisi abnormal lainnya.

Rekayasa penambahan enzim proteolitik sebelum fermentasi dapat mempersingkat waktu pembuatan kecap ikan. Dalam hal ini tidak diperlukan lagi waktu adaptasi mikroorganisme untuk menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis protein. Sayangnya harga enzim proteolitik yang murni itu mahal dan menjadi kendala untuk menghasilkan kecap ikan yang cepat, mudah dan murah. Namun dengan memanfaatkan getah pepaya dan ekstrak buah nenas sudah dapat menggantikan peran enzim proteolitik yang murni tadi.

Page 20: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 63

Dalam getah buah pepaya terdapat enzim proteolitik yang sering disebut papain. Papain ini memiliki kapasitas yang tinggi untuk menghidrolisis protein. Dalam industri makanan, papain sudah cukup banyak digunakan antara lain untuk mempertahankan kesegaran bir, pelunakan daging dan menghilangkan protein pada makanan. Sedangkan buah nenas, khususnya nenas muda juga terdapat enzim proteolitik lain yaitu bromelin. Kemampuannya dalam menghidrolisis protein juga tidak jauh berbeda dari papain. Namun masalahnya, kecap ikan yang dihasilkan memiliki aroma dan warna yang jauh berbeda dari kecap ikan yang dibuat secara tradisional, walaupun kandungan gizinya tidak jauh berbeda.

2.8 Tempe

Tempe adalah makanan olahan asli Indonesia. Terbuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. Arrhizus (Gambar 2. 12, Gambar 2.13 dan Gambar 2.14). Startter atau ragi fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.

Page 21: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 64

Gambar 2. 12 Rhizopus oligosporus

Terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.

Page 22: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 65

Gambar 2.13. Rhizopus oryzae

Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai jenis makanan berbahan dasar bukan kedelai namun juga disebut sebagai tempe. Terdapat dua golongan besar tempe menurut bahan dasar non kedelai ini, yaitu tempe berbahan dasar legum (asal kata leguminaseae; tanaman berbuah polong) dan tempe berbahan dasar non-legum.

Page 23: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 66

Gambar 2.14. Rhizopus stolonifer

Kelompok tempe berbahan dasar non-legum antara lain

adalah tempe bongkrek yang terbuat dari dari bungkil biji

randu atau kapuk (Ceiba pentandra) atau ampas kelapa,

terkenal di daerah Banyumas (Gambar 2.15). Tempe

garbanzo, terbuat dari ampas kacang tanah (Arachis

hypogaea L.) atau ampas kelapa dan banyak ditemukan di

Jawa Tengah. Tempe biji karet (Hevea brasiliensis),

ditemukan di daerah Sragen, walaupun jarang digunakan

untuk makanan. Tempe jamur merang adalah tempe yang

berbahan baku dari jamur merang (Volvariella volvacea).

Sedangkan tempe legum non kedelai antara lain adalah

tempe mungur (dari biji mungur, Enterolobium samon),

tempe koro pedang yang terbuat dari biji kacang koro

(Canavalia ensiformis), tempe kecipir yang berbahan baku

kecipir, tempe menjes berbahan baku biji kacang tanah,

tempe lamtoro berbahan baku biji lamtoro dan tempe gude

yang terbuat dari kacang gude (Gambar 2.16 – Gambar 2.21).

Page 27: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 70

Gambar 2.21. Kacang Gude

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai medis, seperti antibiotik untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif sel.

Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak asam.

Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di

Page 28: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 71

dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat.

Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan dan fermentasi.

Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati, spora kapang tempe dalam medium tepung terigu, beras, atau tapioka yang banyak dijual di pasaran (Gambar 2.22), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.

Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk (Gambar 2.23 dan Gambar 2.24).

Page 29: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 72

Gambar 2.22. Ragi Tempe

Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam usus manusia jika dibandingkan dengan yang terdapat dalam kedelai tanpa difermentasi.

Page 30: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 73

Dibandingkan dengan kedelai tanpa fermentasi, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, peningkatan daya cerna, nilai efisiensi protein, serta kadar protein secara keseluruhan. Nilai gizi tempe yang tinggi ini memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu menu serealia dan umbi-umbian yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. di sini tempe berperan sebagai sumber protein yang diperlukan oleh tubuh terutama untuk pertumbuhan sel-sel tubuh. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan menjadi lengkap mutu gizinya bila ditambah tempe dalam porsi yang cukup.

Sepotong tempe goreng dengan berat 50 gram dianggap sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita. Selama proses fermentasi tempe berlangsung, terjadi tendensi peningkatan persentase lemak tidak jenuh terhadap lemak total. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses fermentasi itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan kadar kolesterol di dalam serum dan darah, sehingga dapat menetralkan efek negatif kolesterol di dalam tubuh.

Page 32: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 75

Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu vitamin yang larut di dalam air (vitamin B kompleks) dan vitamin yang larut di dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.

Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi (Fe), tembaga (Cu),

Page 33: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 76

dan zink (Zn) berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai si fat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.

Proses penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur, menurut beberapa sumber, dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.

Page 34: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 77

2.9 Brem

Brem adalah makanan tradisional hasil fermentasi beras

ketan yang dikenal sebagai makanan khas oleh-oleh kota Madiun dan Wonogiri. Diproduksi dalam berbagai bentuk dan merk dengan ciri dan karateristik masing-masing, antara lain, bewarna putih, tidak lembek, kering dan mudah hancur di mulut. Bahan baku yang umumnya digunakan dalam pembuatan brem padat adalah beras ketan putih dan difermentasikan dengan starter berintikan Saccharomyces cereviseae.

Pendapat lain menyebutkan bahwa brem adalah makanan yang berasal dari sari ketan yang dimasak dan dikeringkan, merupakan hasil dari fermentasi ketan hitam yang diambil sarinya saja yang kemudian diendapkan dalam waktu sekitar sehari semalam. Brem berupa makanan padat terkenal di Madiun dan Wonogiri. Sensasi makanan ini muncul ketika makanan dimasukkan ke dalam mulut akan langsung mencair dan lenyap meninggalkan rasa dan sensasi spesial di lidah. Dikenal beberapa bentuk brem yang dikenal di pasaran, berupa makanan dan minuman.

Di Kabupaten Madiun, brem (Gambar 2.25) dikemas berbentuk lempengan agak kekuning-kuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. Untuk lebih memudahkan pemasarannya, brem kini dikemas dalam bentuk kecil kecil seukuran permen, sehingga mudah untuk dikantongi. Brem dalam bentuk ini dijual asongan oleh para pedagang di sekitar stasiun-stasiun di kereta api di daerah Jawa Timur.

Page 35: Bab 2. Jejak Prpbiotik di Indonesia

Probiotik dan Industri Perikanan 78

Gambar 2.25. Brem Madiun

Di Wonogiri, Jawa Tengah, brem berbentuk lempeng pipih bundar dengan diameter rata-rata 5 cm dan ketebalan sekitar 0,3 cm. Brem asal Wonogiri berwarna putih dan proses pengeringannya melalui dijemur langsung dibawah panas terik matahari selama lebih kurang tiga hari.

Brem berupa cairan berasal dari Pulau Bali dan Nusa Tenggara. Umumnya brem asal Bali berwarna putih seperti susu sedangkan yang berasal dari Nusa Tenggara berwarna merah. Akan tetapi pada saat ini warna brem ini sudah ada di kedua tempat dan tergantung kepada selera konsumen dan kebijakan pabriknya (Gambar 2.26).