bab 2 bps merauke

88
Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Merauke BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi fisik 2.1.1 Kondisi Geografis 1. Letak Geografis Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten yang berada pada wilayah Provinsi Papua dimana secara geografis terletak antara 137 o – 141 o Bujur Timur dan 5 o 9 o Lintang Selatan. Dengan luas mencapai hingga 46.791,63 km 2 atau 14,67 persen dari keseluruhan wilayah Provinsi Papua menjadikan Kabupaten Merauke sebagai kabupaten terluas tidak hanya di Provinsi Papua namun juga di antara kabupaten lainnya di Indonesia. Secara administratif Kabupaten Merauke memiliki 20 distrik, dimana Distrik Waan merupaka distrik yang terluas yaitu mencapai 5.416,84 km 2 sedangkan Distrik Semangga adalah distrik yang terkecil dengan luas hanya mencapai 326,95 km 2 atau hanya 0,01 persen dari total luas wilayah Kabupaten Merauke. Sementara luas perairan di Kabupaten Merauke mencapai 5.089,71 km 2 . Kabupaten Merauke dibatasi oleh daratan dan lautan. Secara geografis, Kabupaten Merauke disebelah utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Mappi dan Kabupaten Boven Digoel, sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea, di sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Laut Arafuru. Jika ditinjau menurut kelas ketinggiannya, Kabupaten Merauke merupakan wilayah dataran rendah yang memiliki kelas ketinggian antara 0-60 mdpl. . 2. Topografis Kabupaten Merauke merupakan daerah datar di mana sebagian besar wilayah berada pada ketinggian antara 3 - 4 meter di atas permukaan laut (dpl) dan hanya tiga wilayah yaitu Distrik Muting, Elikobel, dan Ulilin yang Pokja Sanitasi Kabupaten Merauke 11

Upload: appe

Post on 12-Sep-2015

325 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

SPAM

TRANSCRIPT

BUKU PUTIH SANITASI KAB. MERAUKE

Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Merauke

BAB 2GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi fisik2.1.1 Kondisi Geografis1. Letak Geografis

Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten yang berada pada wilayah Provinsi Papua dimana secara geografis terletak antara 137o 141o Bujur Timur dan 5o 9o Lintang Selatan. Dengan luas mencapai hingga 46.791,63 km2 atau 14,67 persen dari keseluruhan wilayah Provinsi Papua menjadikan Kabupaten Merauke sebagai kabupaten terluas tidak hanya di Provinsi Papua namun juga di antara kabupaten lainnya di Indonesia. Secara administratif Kabupaten Merauke memiliki 20 distrik, dimana Distrik Waan merupaka distrik yang terluas yaitu mencapai 5.416,84 km2 sedangkan Distrik Semangga adalah distrik yang terkecil dengan luas hanya mencapai 326,95 km2 atau hanya 0,01 persen dari total luas wilayah Kabupaten Merauke. Sementara luas perairan di Kabupaten Merauke mencapai 5.089,71 km2.

Kabupaten Merauke dibatasi oleh daratan dan lautan. Secara geografis, Kabupaten Merauke disebelah utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Mappi dan Kabupaten Boven Digoel, sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea, di sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Laut Arafuru. Jika ditinjau menurut kelas ketinggiannya, Kabupaten Merauke merupakan wilayah dataran rendah yang memiliki kelas ketinggian antara 0-60 mdpl.

. 2. TopografisKabupaten Merauke merupakan daerah datar di mana sebagian besar wilayah berada pada ketinggian antara 3 - 4 meter di atas permukaan laut (dpl) dan hanya tiga wilayah yaitu Distrik Muting, Elikobel, dan Ulilin yang berada pada ketinggian antara 40 - 60 meter dari permukaan air laut. Seperti halnya dengan daerah Indonesia yang beriklim tropis, suhu udara rata-rata di Kabupaten Merauke berkisar antara 23 32C dengan jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 2.962,3 mm sedangkan jumlah hari hujan tertinggi yaitu 210 dicapai pada tahun 2013.

2.1.2 Administratif.Kabupaten Merauke terletak pada koordinat 1370 1410 Bujur Timur (BT) dan 50 90 Lintang Selatan (LS) dengan batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mappi dan Kabupaten Bouven Digoel;

Sebelah Timur dengan Negara Papua New Guinea;

Sebelah Barat dengan Laut Arafura;

Sebelah Selatan dengan Laut Arafura.

Luas Kabupaten Merauke adalah 46.791,63 km2 (Merauke dalam angka, 2013), yang terdiri dari 20 distrik dengan distrik terjauh adalah distrik Muting yaitu 247 km dari ibukota kabupaten. Distrik Waan merupakan distrik terluas yaitu mencapai 5.416,84 km2 atau sekitar 11,58% dari total luas areal diikuti oleh Distrik Ulilin seluas 5.092,57 km2 atau 10,88%. Tabel 2.1 Luas Wilayah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Distrik di Kabupaten Merauke, 2013NoDistrikLuas (Km2)Jumlah KampungJumlah kelurahan

1Kimaam4.630,3011-

2Waan2.868,068-

3Tabonji5.416,849-

4Ilyawab1.999,084-

5Okaba1.560,508-

6Tubang2.781,186-

7Ngguti3.554,625-

8Kaptel2.384,054-

9Kurik977,059-

10Malind1.465,607-

11Animha490,605-

12Merauke1.445,6328

13Semangga905,8610-

14Tanah Miring326,9514-

15Jagebob1.516,6714-

16Sota1.364,965-

17Naukenjerai2.843,215-

18Muting3.501,6712-

19Elikobel1.666,2312-

20Ulilin5.092,5711-

Sumber: RTRW Kabupaten Merauke Tahun 2013Berikut luas wilayah dan batas-batas wilayah Kabupaten Merauke jika dilihat dari bentuk gambaran peta seperti pada Peta 2.1 berikut ini :Peta 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Merauke dan Cakupan Wilayah Kajian

Sumber: RTRW Kabupaten Merauke 2.1.3 Kondisi Fisik1. Kondisi Hidrologi

a. Iklim dan Curah Hujan

Kabupaten Merauke memiliki iklim yang sangat tegas antara musim penghujan dan musim kemarau. Menurut Oldeman (1975), wilayah Kabupaten Merauke berada pada zona Agroclimate Zone C yang memiliki masa basah antara 5-6 bulan. Dataran Merauke mempunyai karakteristik iklim yang agak khusus yang mana curah hujan yang terjadi dipengaruhi oleh Angin Muson, baik Muson Barat - Barat Laut (Angin Muson Basah) dan Muson Timur Timur Tenggara (Angin Muson Kering) dan juga dipengaruhi oleh kondisi Topografi dan elevasi daerah setempat.

Curah hujan pertahun di Kabupaten Merauke rata-rata mencapai 1.558,7 mm. Dari data yang ada memperlihatkan bahwa perbedaan jumlah curah hujan pertahun antara daerah Merauke Selatan dan bagian utara. Secara umum terjadi peningkatan curah hujan pertahun dari daerah Merauke Selatan (1000 - 1500) dibagian Muting, kemudian curah hujan dengan jumlah 1500-2000 mm/tahun terdapat di Kecamatan Okaba dan sebagian Muting, selebihnya semakin menuju ke Utara curah hujannya semakin tinggi. Perbedaan tersebut juga berlaku pada jumlah bulan basah yaitu semakin kebagian utara masa basah sangat panjang sedangkan pada bagian selatan terdapat masa basah yang relatif pendek. Kondisi iklim yang demikian berpeluang untuk dua kali tanam. Musim hujan yang terjadi merupakan kendala terhadap kondisi jalan-jalan tanah yang setiap tahun mengalami kerusakan.

Sementara disisi lain musim kemarau yang panjang justru mengakibatkan kekurangan air bersih dan air irigasi bagi masyarakat dan petani. Berdasarkan data iklim yamg dikeluarkan oleh Kantor Meteorologi dan Geofisika Merauke menunjukkan bahwa kecepatan angin hampir sama sepanjang tahun; di daerah pantai bertiup cukup kencang sekitar 4-5 m/det dan dipedalaman berkisar 2 m/det. Penyinaran matahari rata-rata di Merauke adalah 5,5 jam/hari pada bulan Juli dan yang terbesar 8,43 jam/hari pada bulan September, dengan rata-rata harian selama setahun sebesar 6,62 jam. Tingkat kelembapan udara cukup tinggi karena dipengaruhi oleh iklim Tropis Basah, kelembapan rata-rata berkisar antara 78-81%.

b. Perwilayahan DAS

Secara umum, Kabupaten Merauke memiliki 3 (tiga) perwilayahan Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Bikuma, DAS Bulaka, dan DAS Dolak. DAS BIKUMA sendiri terdiri dari 3 (tiga) DAS, yaitu DAS Bian, Kumbe, dan Maro. Selain itu, ada sebagian wilayah Kabupaten Merauke yang termasuk dalam perwilayahan DAS Digul. Apabila perwilayahan DAS tersebut disesuaikan dengan perwilayahan administrasi distrik di Kabupaten Merauke, maka perwilayahan DAS tersebut dapat dibagi menjadi 6 (enam) kelompok, yaitu:

1. Distrik Ulilin, Muting, Animha, Kurik, Kaptel, Distrik Malind dan Distrik Okaba tergabung dalam DAS Bian (DAS BIKUMA) dengan luas 999.918, 9 Ha.

2. Distrik Elikobel, Muting, Tanah Miring, Jagebob, Semangga, Merauke, Kurik, Animha dan Distrik Malind tergabung dalam DAS Kumbe (DAS BIKUMA) dengan luas 465.140,1 Ha.

3. Distrik Elikobel, Muting, Tanah Miring, Jagebob, Semangga, Merauke, Kurik, Animha dan Distrik Sota tergabung dalam DAS Maro (DAS BIKUMA) dengan luas 829.112,5 Ha.

4. Distrik Ulilin, Kaptel, Ngguti, Ilwayab, Tubang dan Distrik Okaba tergabung dalam DAS Buraka 876.627,5 Ha

5. Distrik Ilwayab, Tabonji, Kimaam dan Distrik Waan tergabung dalam DAS Dolak dengan luas 1.246.950,8 Ha.

6. Distrik Kaptel, Ngguti, Ilwayab, Tabonji dan Distrik Kimaam tergabung dalam DAS Digul dengan luas 233.594,1 Ha

Dalam aspek pengelolaan wilayah DAS, umumnya satuan perwilayahan DAS tersebut dibagi lagi ke dalam tiga bagian wilayah, yaitu wilayah hulu (upstream), sebagai bagian wilayah yang menyimpan air, wilayah tengah (median), sebagai bagian wilayah yang mengalirkan sekaligus menyimpan air, dan ketiga wilayah hilir (downstream), sebagai muara dari aliran sungai. Ketiga bagian ini saling terkait dan harus saling mendukung kapasitas sungai yang mengalirkan air tersebut tetap terjaga dan dapat meneruskan air tanpa harus memberikan limpasan air pada daerah kiri kanan sungainya, bahkan pada saat curah hujan tinggi.

Untuk perwilayahan DAS Bikuma, Wilayah Upstream, meliputi Distrik Ulilin, Elikobel, dan Muting; Wilayah Median, meliputi Kurik, Tanah Miring, Jagebob, dan Sota; serta Wilayah Downstream, meliputi bagian selatan-timur Distrik Okaba, Kurik, Semangga dan Merauke.

Untuk perwilayahan DAS Bulaka, wilayah Upstream, meliputi: Wilayah Distrik Ngguti, Bagian barat laut distrik Kaptel , wilayah Median, meliputi Wilayah bagian utara Distrik Okaba dan wilayah downstream, meliputi Distrik Tubang.

Untuk perwilayahan DAS Dolak, wilayah Upstreamnya meliputi: wilayah Pulau Dolak sendiri sebagai catchment area-nya dan wilayah downstreamnya berupa sungai-sungai kecil yang tidak terhitung jumlahnya. Wilayah DAS ini dihitung sebagai satu DAS pulau berdasarkan Kepmen No. 11 tahun 2005 tentang Perwilayahan Sungai. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa Daerah Aliran Sungai dapat ditentukan oleh Sungai menurut sungainya dan juga dapat dinamai berdasarkan Pulau. Hal tersebut terjadi pula dalam kasusu Merauke, dimana Pulau Dolak memiliki banyak sungai dan anak sungai sehingga DAS-nya dinamai sesuai dengan nama Pulaunya.

Tabel 2.2 Nama - nama Sungai Kabupaten MeraukeNo.Nama DASPanjang Sungai (Km)Debit (M/dtk)

MaxMin

1Bian2101,25-

2Kumbe2600,09-

3Maro3000,09-

Sumber : Merauke Dalam Angka 2013Peta 2.2 Peta Daerah Aliran Sungai Kabupaten Merauke

2. Kondisi Klimatologi

Di tahun 2012 suhu udara rata- rata di Kabupaten Merauke adalah sebesar 26,5oC dengan suhu terendah sebesar 22,6oC yang terjadi pada bulan agustus dan suhu tertinggi terjadi pada bulan desember sebesar 33,7oC. Kelembaban relatif di Kabupaten Merauke adalah sebesar 79,40 persen. Kondisi paling lembab terjadi pada bulan mei sebesar 85,40 persen.

Pada tahun 2012 rata-rata tekanan udara sebesar 1.009,10 mb. Rata-rata kecepatan angin di tahun 2012 ini adalah sebesar 12 knot. Secara total selama tahun 2012 jumlahhari hujan di Kabupaten Merauke adalah 155 hari. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan maret denganbesar525,90mm. Sebaliknya curah hujan terendah terjadi pada bulan agustus denganhanya sebesar 3,30 mm.

2.2Demografis2.2.1

Jumlah dan Distribusi PendudukPada tahun 2013 jumlah penduduk di Kabupaten Merauke berjumlah 70,002 jiwa yang menempati wilayah seluas 1.445,63 km2, dengan komposisi penduduk laki-laki 35,974 jiwa (51,39 %) dan perempuan 34,028 jiwa (48,61%). Sex ratio penduduk Kabupaten Merauke sebesar 105,72. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap 100 perempuan terdapat sekitar 100 orang laki-laki.Berikut ini diagram yang memperlihatkan kepadatan tiap Distrik yang ada di Kabupaten Merauke Dari diagram diatas kita dapat melihat tidak meratanya konsentrasi dan persebaran penduduk di Kabupaten Merauke. Berdasarkan konsentrasi penduduk per distrik didapatkan bahwa kepadatan penduduk tertinggi di wilayah Kabupaten Merauke berada di wilayah Distrik Merauke yaitu 38,5 jiwa/km2, sedangkan konsentrasi yang terendah adalah di Distrik Kaptel dan Distrik Ngguti yaitu masing-masingnya 0,6 jiwa/km2. Sedangkan kepadatan rata-rata penduduk Kabupaten Merauke adalah 3,8 jiwa per km2.Terkonsentrasinya jumlah penduduk di Distrik Merauke disebabkan oleh tersedianya fasilitas pelayanan umum di distrik tersebut, dimana distrik-distrik lain di wilayah kabupaten ini banyak yang belum terbangun. Bahkan sebagian besar distrik-distrik baru belum terbangun sama sekali baik dari segi fasilitas pelayanan maupun dari segi infrastruktur. Faktor lainnya adalah tingginya bangkitan kegiatan di distrik tersebut dibandingkan distrik lainnya. Bangkitan kegiatan yang dimaksud tidak hanya lapangan pekerjaan, akan tetapi juga faktor pendidikan lanjut. Hampir seluruh anak sekolah tingkat lanjut dari distrik-distrik lain di seluruh Merauke meneruskan pendidikannya ke Perguruan Tinggi yang ada di kabupaten Merauke. Faktor ketiga adalah banyaknya jumlah pendatang dari daerah luar Kabupaten Merauke yang mencoba mencari penghidupan dan langsung menetap di Kota Merauke. Pendatang baru ini adalah orang-orang non-transmigran, karena program penempatan transmigrasi ke Kabupaten Merauke sendiri telah dihentikan sejak tahun 2000.

Distrik-distrik lain yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi adalah Distrik Semangga, Distrik Malind dan Distrik Kurik. Ketiga distrik tersebut sebelumnya adalah merupakan kawasan transmigrasi. akan tetapi telah berkembang menjadi pusat-pusat permukiman baru bagi masyarakat pendatang lainnya. Faktor kedekatan ketiga Distrik ini dengan Kota Merauke serta didukung dengan akses jaringan jalan yang baik ke ibukota kabupaten merupakan salah satu fakta menarik bagi penduduk yang ingin mencari pekerjaan di Kota Merauke. Khusus unuk Distrik Semangga dan Kurik, di Distrik ini juga terdapat desa-desa yang dihuni oleh penduduk perintis, yaitu penduduk pendatang non transmigran yang telah berpuluh tahun tinggal di Merauke.

Tabel 2.3 Kepadatan Penduduk Kabupaten Merauke Tahun 2013Nama DistrikLaki-LakiPerempuanJumlahLuas (km2)Kepadatan

(rata2)

Kimaam3.2072.8956.1024.630,301,32

Waan2.5122.2394.7515.416,841,66

Tabonji2.7102.6695.3792.868,060,99

Ilwayab2.8892.4905.3791.999,082,69

Okaba2.7372.4365.1731.560,503,31

Tubang1.2271.1342.3612.781,180,85

Ngguti1.0249541.9783.554,620,56

Kaptel9838471.8302.384,050,77

Kurik7.5846.74614.330977,0514,67

Animha1.0809682.0481.465,601,40

Malind4.9964.5339.529490,6019,42

Merauke49.90545.50595.4101.445,6366,00

Naukenjerai1.0369561.992905,862,20

Semangga7.4246.52813.952326,9542,67

Tanah Miring9.8458.41218.2571.516,6712,04

Jagebob3.9553.6047.5591.364,965,54

Sota1.6671.4153.0822.843,211,08

Muting2.8642.6185.4823.501,671,57

Elikobel2.2421.8394.0811.666,232,45

Ulilin2.3342.0664.4005.092,570,86

Total112.221100.854213.07546.791,634,55

Sumber: Kabupaten Merauke Dalam Angka, tahun 2013

1. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Proyeksi Penduduk

Angka Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dihitung dengan melihat data jumlah penduduk dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data yang dikumpulkan, Laju Pertumbuhan penduduk Kabupaten Merauke berturut-turut dari tahun 2010-2012 adalah 5,57 % dan 4,34 %. Melihat kecenderungan tersebut, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Merauke tergolong kecil jika dibandingkan dengan Laju pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua dengan nilai 2,49% per tahun. Angka tersebut merupakan akumulasi dari faktor angka kelahiran, angka kematian dan migrasi penduduk. Tabel 2.4 Jumlah dan kepadatan penduduk saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahunNo.Nama KecamatanJumlah PendudukJumlah KKTingkat Pertumbuhan

TahunTahunTahun

201320142015201620172013201420152016201720132014201520162017

1Kimaam6404,3546721,697054,757404,3127771,1961601,0891680,4231763,6881851,0781942,7990,02417610,0241760,0241760,024176-0,65834

2Waan4986,4125233,4895492,8085764,9776050,6311246,6031308,3721373,2021441,2441512,6580,02417610,0241760,0241760,024176-0,65834

3Tabonji5645,5295925,2656218,8626527,0076850,421411,3821481,3161554,7161631,7521712,6050,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

4Ilwayab5645,5295925,2656218,8626527,0076850,421411,3821481,3161554,7161631,7521712,6050,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

5Okaba5429,3225698,3455980,6986277,0426588,0691357,3311424,5861495,1751569,2611647,0170,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

6Tubang2477,9882600,7722729,642864,8943006,849619,497650,193682,41716,2235751,71230,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

7Ngguti2076,012178,8762286,842400,1522519,08519,0025544,719571,71600,038629,770,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

8Kaptel1920,6772015,8462115,7312220,5662330,595480,1693503,9615528,9328555,1415582,64880,02417590,0241760,0241760,024176-0,65834

9Kurik15040,0515785,2916567,4517388,3618249,963760,0133946,3234141,8634347,094562,490,02417620,0241760,0241760,024176-0,65834

10Animha2149,4782255,9852367,7692485,0922608,228537,3695563,9963591,9423621,273652,0570,02417610,0241760,0241760,024176-0,65834

11Malind10001,1610496,7211016,8311562,7212135,652500,292624,182754,2082890,683033,9130,02417620,0241760,0241760,024176-0,65834

12Merauke100137,6105099,4110307,1115772,8121509,325034,426274,8527576,7828943,230377,330,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

13Naukenjerai2090,7042194,2982303,0252417,142536,91522,676548,5745575,7563604,285634,22750,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

14Semangga14643,3215368,916130,4316929,6917768,563660,833842,2254032,6084232,4234442,140,02417620,0241760,0241760,024176-0,65834

15Tanah Miring19161,6320111,0921107,622153,4823251,184790,4085027,7735276,95538,375812,7950,02417610,0241760,0241760,024176-0,65834

16Jagebob7933,5488326,6568739,2429172,2719626,7571983,3872081,6642184,8112293,0682406,6890,02417610,0241760,0241760,024176-0,65834

17Sota3234,7133394,9933563,2153739,7723925,078808,6783848,7483890,8038934,943981,26950,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

18Muting5753,6336038,7266337,9446651,996981,5961438,4081509,6821584,4861662,9981745,3990,02417610,0241760,0241760,024176-0,65834

19Elikobel4283,2144495,4474718,1964951,9835197,3541070,8041123,8621179,5491237,9961299,3390,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

20Ulilin4618,024846,8435087,0045339,0655603,6161154,5051211,7111271,7511334,7661400,9040,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

Jumlah223632,9234713,9246344258550,3271361,455908,2358678,486158664637,5867840,350,0241760,0241760,0241760,024176-0,65834

Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 20132.3 Keuangan dan Perekonomian Daerah2.3.1 Keuangan Daerah

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah. Pengelolaan keuangan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk menghasilkan gambaran tentang kapasitas atau kemampuan keuangan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pembangunan daerah, sehingga analisis pengelolaan keuangan daerah menjelaskan tentang aspek kebijakan keuangan daerah, yang berkaitan dengan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah serta capaian kinerja, guna mewujudkan visi dan misi Daerah.

Selama lima tahun terakhir (2009 - 2013) kebijakan pengelolaan keuangan daerah meliputi kebijakan penerimaan keuangan daerah dan pengeluaran keuangan daerah seperti Tabel berikut :Tabel 2.5 Ringkasan Realisasi APBD Kabupaten Merauke 5 tahun terakhirNoAnggaran20092010201120122013

(a)(b)(c)(d)(e)(f)(g)

APendapatan

1Pendapatan Asli Daerah (PAD)103.693.690.09598.845.617.49898.890.012.489105.089.936.849130.938.483.167

2Dana Perimbangan (Transfer)863.671.381.958929.280.177.8691.023.895.085.3791.332.999.189.2351.403.795.340.050

3Lain-lain Pendapatan yang Sah111.379.274.557112.808.205.93490.473.964.934130.060.494.857139.654.410.743

Jumlah Pendapatan1.078.744.346.6101.140.934.001.3011.213.259.062.8021.568.149.620.9411.674.388.233.960

BBelanja

1Belanja Tidak Langsung349.315.870.329,04422.850.702.843,58521.228.412.376,33681.847.572.426,72597.995.894.168,00

2Belanja Langsung810.778.349.584,71736.033.304.929,42664.443.669.685,67995.624.116.053,281.179..595.924.518,00

Jumlah Belanja1.160.094.219.913,751.158.884.007.773,001.185.672.082.062,001.677.471.688.480,001.777.591.818.686,00

Surplus/Defisit Anggaran-81.349.873.303,75-17.950.006.472,0027.586.980.740,00-109.322.067.539,00-103.203.584.726,00

Sumber : realisasi APBD Kabupaten Merauke Tahun 2009-2013Pendapatan daerah dilakukan terhadap obyek pendapatan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Kapasitas keuangan Daerah akan menentukan kemampuan pemerintah Daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat. Data keuangan tersebut diatas diperoleh dari laporan realisasi anggaran dan belanja Kabupaten Merauke selama 5 (lima) tahun terakhir dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Merauke.

Tabel 2.6 Ringkasan anggaran sanitasi dan belanja modal sanitasi per penduduk 5 tahun terakhirNoSubsektor/SKPD20092010201120122013

(a)(b)(c)(d)(e)(f)(g)

AAir Limbah

1Dinas PU00000

BPersampahan

1Dinas PU00000

2BLH00000

CDrainase

1Dinas PU006.820.353.0009.405.900.0000

DAspek PHBS (pelatihan, sosialisasi, komunikasi, pendampingan)

1Dinas Kesehatan

EAir Bersih

1Dinas PU001.916.781.0001.688.825.0003.379.462.450

2BLH250.000.000200.000.000225.040.000365.690.000

FTotal Belanja Modal Sanitasi (A s/d E)250.000.0000

GTotal Belanja Modal Sanitasi dari APBD murni (bukan pendamping)0

HTotal Belanja APBD250.000.000

IProporsi Belanja Modal Sanitasi terhadap Belanja Total (9:10x100%)

IJumlah penduduk

JBelanja Modal Sanitasi per penduduk (F:I)

Sumber: Realisasi APBD Kab. Merauke 5 tahun terakhirTabel 2.7 Perhitungan Pendanaan Sanitasi Oleh APBD Kabupaten Merauke tahun 2009 - 2013

NoUraianBelanja Sanitasi (Rp.)Rata-rata Pertumbuhan

20092010201120122013

1Belanja Sanitasi ( 1.1 + 1.2 + 1.3 + 1.4 )

1.1Air Limbah Domestik128.758.000-170.500.000453.180.725-1,9 %

1.2Sampah rumah tangga1.433.150.0001.771.384.0002.360.408.0002.505.380.0001,21%

1.3Drainase lingkungan

1.4PHBS

2Dana Alokasi Khusus ( 2.1 + 2.2 + 2.3 )

2.1DAK Sanitasi

2.2DAK Lingkungan Hidup

2.3DAK Perumahan dan Permukiman

3Pinjaman/Hibah untuk Sanitasi

4Bantuan Keuangan Provinsi untuk Sanitasi

Belanja APBD murni untuk Sanitasi (1-2-3)

Total Belanja Langsung

% APBD murni terhadap Belanja Langsung

Sumber : APBD Kabupaten Merauke 2009 2013 diolah

Tabel 2.8 Belanja Sanitasi per Kapita Kabupaten Merauke

Sementara untuk Realisasi dan potensi retribusi sanitasi per kapita di Kabupaten Merauke belum terlaksana ( data belum ada )Tabel 2.9 Realisasi dan Potensi retribusi Sanitasi per Kapita

NoSKPDRetribusi Sanitasi Tahun (Rp)Pertumbuhan (%)

20092010201120122013

1Retribusi Air Limbah------

1.aRealisasi retribusi------

1.bPotensi retribusi------

2Retribusi Sampah------

2.aRealisasi retribusi-311.160.000344.880.000344.880.000426.000.0001,11

2.bPotensi retribusi367.635.000389.265.000410.895.000432.525.000454.155.0005

3Retribusi Drainase------

3.aRealisasi retribusi------

3.bPotensi retribusi------

4Total Realisasi Retribusi Sanitasi (1a+2a+3a)------

5Total Potensi Retribusi Sanitasi (1b+2b+3b)------

6Proporsi Total Realisasi Potensi Retribusi Sanitasi (4/5)------

Sumber : APBD Kabupaten Merauke 2009 2013 diolahTabel 2.10 Peta perekonomian daerah tahun 2009-2013

Data mengenai peta perekonomian daerah untuk tahun 2009-2013 masih belum tersedia.

2.3.2 Perekonomian DaerahPotensi perekonomian di Kabupaten Merauke yang paling menonjol adalah sektor pertanian dan perkebunan karena didukung oleh letak geografis wilayahnya. Selain sektor pertanian, sektor yang mendukung perekonomian Kabupaten Merauke adalah sektor industri, perdagangan dan jasa-jasa. Namun dengan Adanya Bandara Mopah-Merauke sebagai satu sektor Pengangkutan dan Komunikasi maka menjadi nilai tambah yang jauh lebih tinggi dibanding sektor pertanian dan perkebunan serta sektor lainnya. Berikut data perekonomian umum daerah 5 tahun terakhir seperti pada tabel berikut ini :1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)Peningkatan nilai tambah terbesar dalam perekonomian Kabupaten Merauke dicapai oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Pada tahun 2011 nilai tambah sektor Pengangkutan dan Komunikasi mencapai Rp 177.337,80 Juta rupiah, maka pada tahun 2012 meningkat menjadi sebesar Rp201.456,53 Juta Rupiah atau meningkat sekitar Rp. 24.118,83 Juta rupiah. Peningkatan yang cukup tajam yang terjadi sektor Pengangkutan dan Komunikasi tersebut dipicu dengan adanya peningkatan lalulintas udara dari dan ke Bandara Mopah-Merauke terutama yang terjadi sejak tahun 2012 berkaitan dengan banyaknya kunjungan dari luar Papua dan bertambahnya jumlah maskapai yang masuk ke bandara Mopah-Merauke.

Sementara itu, sektor Pertanian selama tahun 2012 hanya menghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp 725.462,43 juta rupiah atau hanya mengalami peningkatan sekitar Rp 20.017,04 juta rupiah dibandingkan dengan nilai tambah bruto sektor Pertanian selama tahun 2011 yang hanya sebesar Rp. 705,445,39 juta rupiah. 2.4 Tata Ruang Wilayah

2.4.1 Rencana Struktur RuangSecara garis besar rencana sistem perkotaan wilayah Kabupaten Merauke dirumuskan sebagai berikut dimana Distrik Merauke merupakan kawasan perkotaan utama dan sekaligus menjadi Ibukota kabupaten. Sebagaimana diketahui bahwa Distrik Merauke merupakan kawasan perkotaan lama yang berada pada lintasan yang strategis dan berintensitas lalu lintas (pergerakan barang dan orang) tinggi, bahkan tertinggi di Kabupaten Merauke. Berdasarkan hal tersebut , maka rencana struktur ruang Kabupaten Merauke secara keseluruhan dapat dilihat pada Peta 2.2 di bawah ini. Peta 2.3 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Merauke

Sumber : Bappeda Kabupaten Merauke

2.4.2 Rencana Pola Ruang didalam RTRW

Rencana Pola Ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Rencana pola ruang menggambarkan letak dan luasan dari kegiatan-kegiatan budidaya dan lindung. Aspek-aspek yang dipertimbangkan adalah fungsi lingkungan, estetika lingkungan, kuantitas dan kualitas ruang, pola dan struktur tata ruang, lokasi pemanfaatan sumber alam, dan sumber daya manusia untuk kegiatan pembangunan, integritas dan keamanan wilayah. Pola ruang didapatkan dengan melakukan delineasi (batas-batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan lainnya, sehingga didapatkan kategori kawasan budidaya dan kawasan lindung. Secara umum, pembagian kategori kawasan ini dilakukan agar terwujud keseimbangan antara fungsi ekonomi dan lingkungan.

pola ruang sendiri dibagi menjadi 2 (dua) macam pengelompokkan, yaitu Kawasan Non Budidaya dan Kawasan Budidaya. Kawasan Non-Budidaya atau yang lebih dikenal sebagai kawasan lindung merupakan wilayah kendala dan wilayah limitasi dalam pemanfaatan ruang. Kawasan Lindung ini kemudian digolongkan lagi menjadi beberapa kelompok. Sebenarnya menurut Keputusan Menteri Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 pengelompokkan kawasan lindung sendiri terbagi menjadi 6 macam pengelompokkan, akan tetapi pengelompokkan yang dibuat disini dibuat menjadi 5 macam, yaitu Kawasan yang memberikan perlindungan dibawahnya, kawasan pelestarian alam, kawasan perlindungan setempat, kawasan rawan bencana alam dan kawasan perlindungan lainnya.

Sementara itu untuk kawasan budidaya dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kelompok kawasan budidaya kehutanan dan kelompok kawasan budidaya non kehutanan. Pembagian kemudian dilakukan lagi untuk kawasan budidaya non kehutanan, yakni kawasan bududaya pertanian yang terdiri dari kawasan agropolitan, kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan peternakan dan kawasan perkebunan. Kawasan budidaya non kehutanan yang kedua adalah kawasan budidaya non pertanian, yang terdiri dari Kawasan pertambangan/penggalian, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan permukiman, kawasan pariwisata dan kawasan pemerintahan & perkantoran swasta.

Penataan Bangunan dan Lingkungan sangat diperlukan sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang untuk mewujudkan lingkungan binaan khususnya fisik bangunan dan lingkungannya agar peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan bertahap, maka harus mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). 1. Rencana Pola Ruang Kabupaten MeraukeDengan memperhatikan ketentuan penyusunan pola ruang, kebijakan pola ruang nasional dan provinsi, kebijakan pembangunan daerah, kondisi objektif wilayah, dan kebutuhan ruang untuk masa mendatang, maka dapat dirumuskan rencana pola ruang untuk Kabupaten Merauke sebagaimana dipaparkan di bawah ini :

a) Kawasan Lindung

Kawasan lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama untuk melindungi kelestarian sumber daya alam dari kegiatan budidaya sehingga membentuk fungsi lindung dari ekosistem suatu wilayah. Penetapan kawasan lindung bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada kawasan-kawasan sekitar dalam memasok air, mencegah longsor, meminimalisasi dampak gempa bumi, dan menjaga fungsi hidrologi ekosistem danau dan sekitarnya. Masing-masing kelompok kawasan tersebut dikembangkan berdasarkan permasalahan kondisi eksisting dan potensi-potensi yang ada baik potensi eksisting kawasan maupun kawasan baru yang berpotensi dikembangkan menjadi kawasan non budidaya. Pertimbangan penambangan kawasan baru sebagai kawasan non budidaya didasarkan atas kondisi topografi, kelerengan, kawasan rawan bencana yang ada di Kabupaten Merauke.

Kawasan-kawasan yang berfungsi lindung pada Kabupaten Merauke yaitu:

(1) Hutan lindung dan kawasan konservasi serta resapan air yang memberikan perlindungan di bawahnya

(2) Kawasan perlindungan setempat yang terdiri atas sempadan sungai , sempadan pantai, dan pulau-pulau kecil

(3) Kawasan suaka alam dan pelestarian alam. Di Kabupaten Merauke terdapat 4 macam kawasan suaka alam dan pelestarian alam, yaitu Cagar Alam Rawa Biru, Taman Nasional Wasur, Suaka Margasatwa, dan Pelestarian Budaya.

(4) Kawasan rawan bencana alam. Bencana alam yang potensial terjadi di Kabupaten Merauke adalah bencana erosi/abrasi pantai serta gelombang pasang dan banjir

(5) Kawasan lindung lainnya seperti kawasan perlindungan plasma nutfah dan kawasan pantai berhutan bakau

Rencana kawasan lindung direncanakan mencapai 52,50 % dari luas kabupaten, yang terdiri dari :

(a) Kawasan yang Memberi Perlindungan Dibawahnya (17,56 %)

(b) Kawasan Perlindungan Setempat (3,56 % )

(c) Kawasan Pelestarian Alam (25,86%)

(d) Kawasan Rawan Bencana

(e) Kawasan Perlindungan Lainnya (5,73 %)

b. Kawasan Yang memberi Perlindungan di Bawahnya

1) Kawasan Hutan Lindung

Termasuk kepada rencana pengembangan kawasan hutan lindung Kabupaten Merauke Tahun 2030 adalah kawasan hutan lindung yang telah ada. Selain itu perlunya menetapkan kawasan hutan dengan luas minimal 30% dari keseluruhan luas hutan pada daerah DAS sebagai catchment area.

Kriteria penetapan kawasan hutan lindung adalah:

Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175 menurut surat Keputusan Menteri Pertanian No.837/KPTS/UM/11/1980

Kawasan hutan mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih (Inmendagri 8/1985)

Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih.

Berdasarkan data hasil pengolahan tim penyusun RTRW Kabupaten Merauke, terdapat seluas 202 ribu Ha hutan lindung di Kabupaten Merauke dengan letak dan lokasi pesebaran sebagai berikut.

Langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk melindungi kawasan lindung adalah sebagai berikut:

1) Pemantapan kawasan hutan lindung berdasarkan kriteria di atas, melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan untuk memudahkan pengendalian

2) Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada (penggunaan lahan yang telah berlangsung lama), agar tidak mengganggu kawasan hutan lindung

3) Pengembalian kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan melalui program rehabilitasi, reboisasi dan konservasi

4) Pencegahan berkembangnya kegiatan budidaya di areal hutan lindung. kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung, seperti pos penjaga hutan, kegiatan penelitian

5) Pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di hutan lindung, diantaranya balai penelitian, eksplorasi mineral dan air tanah dan pencegahan bencana alam, sehingga tidak mengganggu fungsi hutan lindung

6) Pelibatan masyarakat secara aktif untuk menjaga dan melestarikan kawasan berfungsi lindung.

Didasari atas hasil analisa Hutan Lindung di Kabupaten Merauke, maka rencana pengembangan kawasan lindung secara umum adalah sebagai berikut :

(1) Hutan Lindung dan Hutan Kota perlu dipertahankan keberadaannya dan keutuhannya untuk daya dukung serta menjaga keseimbangan ekosistem selain berfungsi sebagai catchment area (daerah tangkapan air) yang diharapkan sebagai sumber air baku untuk kebutuhan masyarakat dan PDAM

(2) Kerusakan Hutan Lindung sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia karena adanya pertambahan penduduk yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan usaha dan permukiman serta adanya penebangan liar, untuk itu segala penebangan liar atau perambah hutan segera dihentikan dan ditindak agar tidak terulang lagi pelanggaran lingkungan oleh masyarakat maupun instansi / perusahaan

(3) Dengan perencanaan dan pengelolaan yang ketat terhadap keseimbangan lingkungan fungsi kawasan hutan (lindung, kota dan magrove) ditingkatkan, selain berfungsi sebagai kawasan hijau penyangga lingkungan juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata dan daya tarik Kabupaten Merauke, dengan konsep Natural Conservation And Tourism

(4) Pembuatan Buffer Zone kawasan lindung

(5) Pemanfaatan kawasan hutan untuk dapat diakses oleh umum/ masyarakat sehingga dapat menjadi bagian dari sistem kota, dengan pengelolaan dan pengawasan yang ketat sehingga tidak terjadi perambahan

(6) Reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis dengan metode kerjasama antara pemkot dengan masyarakat (pemberdayaan) dengan memanfaatkan lahan tidur

(7) Peningkatan pengawasan dengan melibatkan masyarakat sebagai alat kontrol

(8) Pengawasan dan pengendalian kuantitas sumberdaya air

(9) Pengelolaan sumberdaya hutan secara ADATIF

(10) Penempatan pos jaga pada tempat yang strategis

(11) Penambahan lokasi persemaian bibit

2) Kawasan Konservasi dan Resapan Air

Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresap air hujan (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. Tujuan perlindungan kawasan resapan air pada kawasan hutan/rawa sungai dan city ponds adalah untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya, maupun kawasan yang bersangkutan.

Kriteria penetapan kawasan konservasi dan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Kawasan konservasi dan resapan air di Kabupaten Merauke tersebar di Distrik Elikobel, Jagebob, Anim Ha, Sota, Tubang, Ulilin, Muting, Kaptel, Ngguti, Okaba, dan Tanah Miring yang terdapat di 5 (lima) lokasi hutan yaitu di Hutan Resapan Air (RA) Sungai Bian, Hutan Resapan Air (RA) Sungai Kumbe, Hutan Resapan Air (RA) Sungai Maro, Hutan Resapan Air (RA) Sungai Kimaam, dan Hutan Resapan Air (RA) Sungai Buraka.

Pengaturan terkait kawasan konservasi dan resapan air adalah sebagai berikut:

Hutan lindung yang telah ada berdasarkan peraturan / perundangan yang berlaku tetap dipertahankan.

Penggunaan lahan yang telah ada (permukiman, sawah, tegalan, tanaman tahunan/perkebunan, dan lain-lain) di dalam kawasan ini secara bertahap dialihkan ke arah usaha konservatif dan/atau dibatasi secara ketat, sehingga fungsi lindung yang diemban dapat dilaksanakan.

Penggunaan lahan yang akan mengurangi fungsi konservasi secara bertahap dialihkan fungsinya sebagai lindung sesuai kemampuan dana yang ada.

Penggunaan lahan baru tidak diperkenankan bila tidak menjamin fungsi lindung terhadap hidro-orologis, kecuali jenis penggunaan yang sifatnya tidak bisa dialihkan (menara TVRI, jaringan listrik, telepon, air minum dan lain-lain), hal tersebut tetap memperhatikan azas konservasi.

c. Kawasan Perlindungan Setempat

1) Sempadan Sungai

Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Tujuan perlindungan sempadan sungai adalah untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya erosi sedimen pinggiran sungai. Sempadan sungai yang dilindungi ini ditanami berbagai tanaman keras sehingga fungsi perlindungan kawasan dapat tercapai, sekaligus sebagai jalur hijau. Adapun tanaman keras yang dapat dikembangkan di sempadan sungai antara lain tanaman buah-buahan seperti rambutan, mangga, nangka, durian, dan tanaman perkebunan seperti kopi.

Kriteria penetapan sempadan sungai dilakukan berdasarkan Keppres No.32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang sempadan sungai, dan kesepakatan bersama forum DAS BIKUMA tentang wilayah sempadan sungai. Sesuai dengan kondisi dan karakteristik sungai-sungai yang ada di Kabupaten Merauke yang memiliki batas pasang surut yang sangat besar dan juga wilayah DAS yang cukup datar, maka didalam RTRW ini ditetapkan garis sempadan untuk sungai-sungai besar sebesar + > 500 meter dan untuk sungai-sungai kecil sebesar 100 meter. Hal tersebut merupakan suatu bentuk kesepakatan yang telah dicapai dalam Forum DAS BIKUMA untuk karakteristik wilayah yang khas di Kabupaten Merauke. Dengan dasar pertimbangan Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 dan kesepakatan bersama forum DAS BIKUMA maka disusunlah suatu konsep sempadan sungai yang terdiri dari 2 (dua) zona, Zona Inti Sempadan dan Zona Pendukung Sempadan. Zona inti sempadan adalah 100 m dari tepi sungai dan zona pendukungnya adalah 400 m dari garis Zona Inti Sempadan. Dikarenakan tujuan sempadan sungai ini adalah untuk mencegah kerusakan sungai maka kegiatan manusia harus dijauhkan dari sempadan sungai tersebut. Pencegahan terhadap munculnya aktifitas manusia di sempadan sungai dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya antara lain dengan memisahkan permukiman dari bantaran sungai dengan pagar, ruang terbuka hijau, dan jalan sebagai pemisah.

Kawasan sempadan sungai terdapat pada sebagian besar wilayah Kabupaten Merauke. Kabupaten Merauke yang tersebar di Distrik Elikobel, Jagebob, Anim Ha, Malind, Semangga, Tabonji, Waan, Sota, Merauke, Tubang, Ulilin, Muting, Kaptel, Ngguti, Okaba, Kimaam, Kurik, Ilwayab, dan Tanah Miring.yang salah satunya terdapat di 3 buah sungai besar, yaitu Sungai Bian, Sungai Kumben, dan Sungai Maro, serta puluhan sungai yang Dari perhitungan analisis GIS, luasan buffer sempadan sungai yang ada di Kabupaten Merauke adalah sebesar 149.003,842 Ha. 2) Sempadan Pantai

Sempadan pantai adalah kawasan sepanjang garis pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi laut. Tujuan perlindungan sempadan pantai adalah untuk melindungi laut dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air laut dan kekayaan hayati di dalamnya, serta mencegah terjadinya abrasi pantai. Untuk melindungi sempadan pantai dari aktifitas manusia maka sempadan pantai harus ditanami dengan pohon bakau/mangrove sehingga fungsi perlindungan dapat tercapai.

Sebagaimana kriteria penetapan sempadan sungai, maka kriteria penetapan sempadan pantai juga didasarkan kepada Keppres No.32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung. Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut maka harus disediakan buffer selebar 100 meter di sepanjang garis pantai, terutama pada garis pantai yang menerima arus gelombang laut lebih besar. Selain ditanami dengan mangrove, pemisahan sempadan pantai dengan aktifitas manusia juga dapat dilakukan dengan membangun jalan sebagai pemisah antara pantai dan permukiman. luas kawasan lindung sempadan pantai yang harus disediakan di Kabupaten Merauke adalah 17.299,141 Ha. Kawasan sempadan pantai ditetapkan 500 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, terdapat di Distrik Malind, Semangga, Tabonji, Waan, Merauke, Tubang, Naukenjerai, Okaba, Kimaam, dan Ilwayab.

3) Pulau Pulau Kecil

Pulau-pulau kecil yang terdapat di wilayah kepulauan sebelah barat Kabupaten Merauke bukan sepenuhnya daratan pulau biasa. Pulau-pulau kecili ini lebih tepat disebut sebagai Pulau Gosong atau Atol. Atol-atol ini terbentuk sebagai hasil dari sedimentasi berpuluh tahun dari aliran sungai dan arus Laut Arafura di wilayah barat, dimana saat ini atol-atol tersebut ditumbuhi oleh Mangrove. Sedikitnya saat ini terdapat 12 buah Atol yang ada di perairan Kimaam tersebut.. Karena vegetasi dari atol-atol ini adalah Hutan Mangrove, maka atol-atol ini dikategorikan sebagai Kawasan Perlindungan Setempat.

d. Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam

Kawasan Suaka Alam, didefinisikan sebagai perlindungan kawasan suaka alam guna melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Kawasan suaka alam yang ada di Kabupaten Merauke berupa kawasan cagar alam, taman nasional, suaka margasatwa, dan cagar budaya, dengan kriteria penetapannya, diantaranya adalah :

(1) Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan manusia

(2) Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olahraga serta terletak dekat pusat-pusat permukiman penduduk

(3) Mengandung satwa buru yang dapat dikembangbiakkan, sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olahraga, dan kelestarian satwaKawasan pelestarian alam yaitu kawasan yang memiliki kerentanan fisik ekosistem, seperti kawasan pantai berhutan bakau di Distik Waan, Tubang, Tabonji, Semangga, Okaba, Ngguti, Naukenjerai, Merauke, Malind, Kurik, Kimaam, dan Ilwayab.

1) Cagar Alam

Cagar Alam yang terdapat di Kabupaten Merauke adalah Cagar Alam Kumbe dan Cagar alam Rawa Biru. Cagar Alam Kumbe/Bupul terdapat di Distrik Elikobel dan Distrik Muting, dengan luas 81.184,53 Ha dan Cagar Alam Pulau Pombo di Distrik Waan. Khusus untuk Cagar AlamKumbe/Bupul, diperkirakan Cagar Alam ini melindungi lebih dari 230 jenis burung (termasuk burung migran dari Asia dan Australia), 4 Jenis Burung Dewata, 20 Jenis Burung Kakatua/Kasturi dan 60 jenis Mamalia. Sedangkan luas wilayah Cagar Alam Rawa Biru adalah 11.786,62 Ha dengan cakupan wilayah.di Distrik Sota, Distrik Jagebob dan Distrik Tanah Miring. Cagar Alam Rawa Biru menjadi satu kesatuan dengan wilayah Taman Nasional Wasur.

2) Taman Nasional Wasur

Taman Nasional Wasur terletak 15 km dari Kota Merauke dengan luas wilayah 458.534,975 Ha serta cakupan wilayah Distrik Elikobel, Distrik Sota, Distrik Merauke, Distrik Naukenjerai dan Distrik Jagebob. Kondisi tanahnya datar dan didominasi padang rumput, hutan Bakau, Rawa dan hutan bambu. Di taman ini terdapat beberapa jenis hewan dan tumbuhan. Ada 74 jenis hewan mamalia dan 410 jenis burung termasuk burung-burung Migran dari Asia dan Australia.

3) Suaka Margasatwa

Suaka Margasatwa yang terdapat di Kabupaten Merauke seluas 658.212.86 Ha terdiri dari 3 (tiga) buah yaitu Suaka Margawatwa Kumbe, Suaka Margasatwa Pulau Kimaam dan Suaka Margasatwa Pulau Komolom. Suaka Margasatwa Kumbe mencakup wilayah distrik Muting dan distrik Ulilin, Kawasan Suaka Margasatwa Danau Bian di Distrik Muting, Pulau Dolok di Distrik Tabonji, Distrik Kimaam dan Distrik Waan. Khusus Suaka Margasatwa Pulau Kimaam, selain merupakan tempat perlindungan bagi berbagai jenis burung, juga merupakan tempat perlindungan bagi Penyu Laut. Selain hewan, habitat yang juga dilindungi di Pulau Kimaam adalah Hutan Mangrove, dimana menurut data NASA pada tahun 2002, Hutan Mangrove di Pulau ini adalah salah satu Hutan Mangrove terbesar yang ada di Dunia, yakni seluas 268.006,52 Ha (hasil perhitungan tahun 2010 (Hasil Analisis).

e. Kawasan Pelestarian Budaya

Dengan bantuan data yang didapatkan dari WWF Region Sahul Merauke, dapat diidentifikasi tempat-tempat yang memiliki nilai-nilai adat dan budaya masyarakat Marind, yang terdiri dari:

a. Jalur perjalanan leluhur yang meliputi jalur arwah dan tempat persinggahan lelulur

b. Area Konservasi Adat,

c. Tempat Sakral,

d. Sumber Mata Air, dan

e. Dusun Sagu.

Selain yang disebutkan diatas, di Kabupaten Merauke juga terdapat situs-situs budaya yang tersebar di Distrik Anim Ha, Elikobel, Ilwayab, Jagebob, Kaptel, Kimaam, Kurik, Malind, Muting, Ngguti, Okaba, Semangga, Sota, Tabonji, Tanah Miring, Tubang, Ulilin, dan Waan.

Untuk menjaga eksistensi dan keberlangsungan tempat-tempat yang mengandung nilai budaya tersebut, maka perlu diakomodir dalam rencana pola ruang sebagai kawasan pelestarian budaya. Kawasan pelestarian budaya adalah kawasan yang berfungsi untuk melindungi aset-aset alamiah maupun buatan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi.

Khusus untuk dusun sagu, wilayah ini dapat juga digunakan sebagai lahan agroforestry bagi penduduk setempat. Hal ini bisa dijelaskan karena sebagian besar mata pencaharian penduduk asli Kabupaten Merauke adalah Meramu, sehingga tempat-tempat penting seperti Dusun Sagu harus dipertahankan agar penduduk asli tidak kehilangan mata pencaharian mereka.

f. Kawasan Rawan Bencana Alam

1) Kawasan Rawan Erosi

Jenis tanah di pesisir sungai di Kabupaten Merauke memiliki tingkat kelulusan air tinggi sehingga peka terhadap erosi. Sedangkan di pesisir pantai erosi/abrasi terjadi karena kuatnya arus ombak laut dan tidak ada penghalang/penahan tanah atau zona buffer pantai yang biasanya berupa hutan bakau/mangrove. Kawasan erosi atau runtuhan terdapat Distrik Okaba, Tubang dan Naukenjerai. Wilayah di Kabupaten Merauke yang mengalami abrasi pantai paling mengkhawatirkan saat ini adalah di Distrik Naukenjerai, dan di Distrik Semangga.

Menyikapi hal tersebut maka pada pesisir pantai dibangun penahan gelombang untuk mengantisipasi dalam jangka pendek. Sebagai tindakan antisipasi jangka panjang maka pesisir pantai dapat dibangun tanggul-tanggul penahan ombak atau bangunan-bangunan sejenis untuk meredam arus ombak laut. Selain itu untuk memecahkan arus ombak laut pada kawasan daratan pantai jarak yang menjorok ke laut, perlu tindakan penanaman pohon bakua (mangrove) pada jarak tertentu dari bibir pantai.

2) Kawasan Rawan Gelombang Pasang dan Banjir

Kabupaten Merauke mempunyai tingkat kerawanan banjir yang cukup tinggi karena kondisi fisiografis Kabupaten Merauke yang beberapa bagiannya terdiri dari Rawa Besar dan juga Savanna. Mengingat bentang alam yang sangat landai dari Kabupaten ini, apabila dilanda hujan terus menerus wilayah Kabupaten Merauke akan tergenang oleh air dari rawa-rawa besar tersebut.

Mengantisipasi datangnya banjir, maka tindakan pencegahan banjir perlu dilakukan dengan membangun infrastruktur-infrastruktur yang diperlukan. Selain menyediakan infrastruktur pencegah banjir, untuk daerah genangan yang diperkirakan akan menjadi daerah genangan banjir perludiminimalkan aktifitasnya untuk mencegah kerugian yang terlampau besar. Demikian halnya dengan kawasan rawan gelombang pasang, aktifitas atau permukiman pada kawasan tersebut seyogyanya dipindahkan menjauhi batas pasang laut untuk menghindari kerugian.

Kawasan rawan banjir di Kabupaten Merauke terdapat di Distrik Okaba, Kurik, Malind, Merauke, Semangga, Tanah Miring dan Tubang;

g. Kawasan Lindung Lainnya

1) Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah

Sumber daya perikanan merupakan salah satu sektor yang kuat dalam menunjang perekonomian Kabupaten Merauke, oleh karena itu perlu dilakukan tindakan perlindungan terhadap produksi perikanan Kabupaten Merauke dimulai dari perlindungan terhadap sumber makanan ikan-ikan tersebut. Sebagai tindakan perlindungan terhadap plasma nutfah maka kawasan hutan mangrove di Kabupaten Merauke, khususnya di bagian utara Ilwayab, harus dilestarikan sebagai perlindungan sumber daya perikanan di Muara Digoel. Dikarenakan kawasan pantai di bagian utara Distrik Ilwayab tidak termasuk wilayah administrasi Kabupaten Merauke, maka tindakan pelestarian hutan kawasan bakau sebagai kawasan perlindungan plasma nutfah harus dilakukan dengan bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Boven Digoel dan Pemerintah Kabupaten Mappi.

2) Kawasan Pantai Berhutan Bakau

Pada tahun 2007, hutan mangrove di Kabupaten Merauke terdiri dari hutan mangrove primer seluas 258.187,1 Ha dan hutan mangrove sekunder seluas 16.366,7 Ha. Luas penggunaan lahan oleh hutan mangrove priimer ini telah berkurang sejak tahun 2002 dari 305.456 Ha, sedangkan luas hutan mangrove sekunder bertambah dari 7379,5 Ha pada tahun 2002. Oleh karena itu, maka perlu direncanakan penanaman kembali tanaman bakau pada kawasan-kawasan hutan mangrove sekunder, dan kawasan sempadan pantai yang memiliki fungsi untuk perlindungan pantai. Sedangkan kwasan hutan mangrove primer harus dipelihara dan tetap ditingkatkan kualitasnya untuk melindungi sempadan pantai dari aktifitas manusia yang merusak.

Dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Merauke dapat dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip dasar sumber daya mangrove seperti :

(1) Melindungi proses ekologi dan penyangga kehidupan. Peranan hutan mangrove dalam kelangsungan proses ekologi dan sistem penyangga kehidupan biota laut, sebagai penyaring dan pengurai bahan organik yang datang dari daratan, sebagai tempat penahan angin dan gelombang.

(2) Pengawetan keanekaragaman sumber plasma nutfah. Hutan mangrove yang posisinya sebagai penghubung daratan dan lautan adalah merupakan tempat hidup hewan dan tumbuhan yang merupakan sumber plasma nutfah.

(3) Pemanfaatan secara lestari jenis maupun ekosistemnya, yaitu dengan mengendalikan cara pemanfaatan sehingga mencapai manfaat yang optimal dan berkesinambungan.

Didasari hal tersebut dan hasil analisa Hutan Mangrove yang terdapat di Kabupaten Mareuke, maka rencana pengembangan kawasan Mangrove adalah sebagai berikut :

(1) Melarang penebangan hutan bakau termasuk melarang pemanfaatan kayu bakau untuk dijadikan bahan baku kegiatan apapun dengan kriteria kawasan perlindungan hutan bakau ditetapkan dengan jarak minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

(2) Rehabilitasi kawasan hutan mangrove yang rusak dan telah ditunjuk sebagai kawasan hutan konservasi, terutama pada kawasan pantai yang rawan bencana erosi, seperti di Distrik Okaba dan Naukenjerai

(3) Menetapkan kawasan hutan mangrove sebagai areal yang dilindungi dalam Peraturan Daerah tersendiri

(4) Melarang pengembangan kegiatan budidaya di kawasan hutan bakau kecuali untuk kegiatan ekowisata

(5) Mengidentifikasi potensi wisata hutan mangrove

h. Kawasan Budidaya

1) Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Hutan

a) Hutan Produksi Konversi

Kawasan hutan produksi konversi adalah hutan yang diperuntukkan untuk budidaya yang lahannya dapat dialihkan fungsinya menjadi kawasan yang lebih produktif guna memenuhi kebutuhan pengembangan non kehutanan, seperti kawasan transmigrasi, pertanian, perkebunan, industri, permukiman, lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan hasil analisis kawasan hutan dan kebutuhan pengembangan lahan budidaya, maka melalui perhitungan dengan GIS (2010), luas hutan konversi direncanakan seluas 50.699,522 hektar dengan cakupan wilayah yang berada pada Distrik Kaptel, Anim Ha, Ilwayab, Kurik, Malind, Okaba, Semangga, Tanah Miring dan Ngguti.

Arahan pengembangan Hutan Produksi Konversi adalah sebagai berikut:b) Kawasan-kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagai kawasan pertanian maupun perkebunan untuk mendukung program ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi nasional.

c) Kriteria Penetapan hutan produksi konversi adalah:

kawasan hutan yang sudah tidak berhutan dan memiliki potensi lahan untuk tanaman padi atau tanaman tahunan di kawasan hilir pada masing-masing DAS di Kabupaten Merauke

berdekatan dengan permukiman penduduk, khususnya permukiman transmigrasi

bukan sebagai kawasan lindung dan kawasan konservasi, khususnya pada kawasan hutan lindung dan resapan air

b) Hutan Produksi

Penetapan Fungsi Hutan di Kabupaten Merauke pada awal penyusunan RTRW Kabupaten Merauke tahun 2007 merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Berdasarkan peninjauan kembali aspek atas tanah, iklim dan curah hujan scoring menunjukan angka kurang dari 125. Dengan demikian sesuai ketentuan yang berlaku merupakan Hutan Produksi (HP) dan dengan demikian sesuai Keputusan Mneteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 891/Menhutbun-II1999.

Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan dan berdasarkan hasil perkalian kelerengan, intesintas hujan dan jenis tanah nilai kurang dari 125. Kawasan hutan produksi digunakan untuk kegiatan budidaya hasil-hasil hutan dengan tetap memperhatikan fungsinya untuk menghasilkan hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri, ekspor dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan Rencana Pola Ruang Kabupaten Merauke, Hutan Produksi tersebut memiliki luasan 536.193,36 Ha yang tersebar di Distrik Animha, Muting, Ulilin, Kaptel, Ilwayab, Jagebob, Kimaam, Kurik, Ngguti, Okaba, Tabonji, Tanah Miring dan Tubang.

Arahan pengembangan Hutan produksi antara lain :

a) Pengelolaan terhadap kawasan hutan produksi terbatas dilakukan untuk memanfaatkan ruang beserta sumber daya hutan, dengan cara tebang pilih dan atau dengan multisystem silvikultur untuk menghasilkan hasil hutan kayu, bukan kayu, pemanfaatan kawasan dan jasa lingkungan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri dan ekspor dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan dan keanekaragaman.

b) Kriteria Penetapan

kawasan butan dengan faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai skor kurang dari 125 di luar hutan suaka alam dan pelestarian alam

kawasan yang secara ruang apabila digunakan untuk budidaya hutan alam dapat memberikan manfaat:

mendorong perkembangan sektor atau kegiatan ekonomi di sekitarnya;

meningkatkan fungsi lindung;

meningkatkan upaya pelestarian sumber daya hutan;

meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerah setempat;

meningkatkan pendapatan daerah dan nasional;

meningkatkan kesempatan kerja terutama untuk masyarakat daerah setempat;

meningkatkan ekspor;

mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat.a) Menentukan jenis-jenis pohon yang sesuai dengan keadaan tapak di lapangan.

b) Mempersiapkan sumber benih dan cara memperolehnya, serta mempersiapkan persemaian sesuai kebutuhan.

c) Mempersiapkan lapangan tanaman, baik secara manual maupun mekanis, atau kombinasi keduanya.

d) Pada awal musim penghujan, dapat menanam jenis-jenis terpilih dengan tumpang sari atau banjar harian.

e) Mengadakan pemeliharaan tanaman muda setiap enam bulan sekali, terutama membantu membebaskannya dari persaingan dengan gulma.

f) Melindungi kompleks tanaman dan sebagainya dari bahaya kebakaran, misalnya dari serasah di musim kemarau, disamping menanam jenis pohon sekat bakar sebelumnya.

g) Melaksanakan pemeliharaan lanjutan berupa pembebasan dari tumbuhan pesaing, penjarangan dan atau pemangkasan sesuai dengan tujuan.

h) Dalam kaitannya dengan azas kelestarian hasil (sustained yield priciples), sesuai dengan perencanaannya, mengusahakan terbentuknya hutan normal, baik dalam cadangan tegakan (standing stock) maupun penyebarannya. Pada saat akhir daur atau umur rotasinya tercapai, melakukan penebangan habis sekaligus pada petak-petak masa tebangan.

i) Mengusahakan tindakan-tindakan pencegahan terhadap bahaya erosi dan aliran permukaan, sebagai akibat pembukaan areal hutan.

j) Selanjutnya menanami kembali areal bekas tebang habis tersebut dengan jenis-jenis pohon yang sesuai untuk dipanen pada rotasi berikutnya.

2. Pengembangan Hutan Tanaman Industri diusahakan melalui tebang habis permudaan buatan atau multisistem silvikultur.

3. Penyertaan dan pembinaan terhadap masyarakat untuk turut bersama-sama dalam mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

c) Hutan Rakyat

Hutan rakyat merupakan salah satu dari bentuk kepemilikan sumberdaya hutan. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 disebutkan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibebani hak milik. Hutan rakyat ini berada dalam kawasan sekitar masyarakat dan keberadaannya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Kedekatan hutan rakyat dengan masyarakat ini dapat dilihat dari pola pengelolaan hutan rakyat.

Dari sisi pola pengelolaan, pengelolaan hutan rakyat dapat dibedakan menjadi pola monokultur dan pola campuran (agroforest). Terdapat suatu hubungan antara kebutuhan hidup masyarakat dengan pola tanam yang ada dalam suatu sistem pengelolaan hutan rakyat. Hubungan tersebut dapat dilihat dari jenis tanaman yang ditanam dan pola penanaman. Bentuk tradisional hutan rakyat adalah untuk dikelola dengan pola campuran (agroforest). Dengan pola ini maka hutan memberikan manfaat, diantaranya dalam mendukung penyediaan bahan baku kayu untuk industri kehutanan. Dari pola pengelolaan hutan rakyat (dalam konteks hak milik personal maupun komunal) diketahui bahwa hutan rakyat memiliki peranan yang penting, dari aspek ekologi sampai pembangunan wilayah. Sementara itu bila dilihat dari pola pengelolaan antara pola monokultur dan pola campuran (agroforest) maka terlihat kecenderungan bahwa pola campuran mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan masyarakat dan memiliki peranan yang tinggi terhadap kondisi ekologis. Disamping hasil kayu yang begitu besar yang dapat dihasilkan oleh hutan rakyat, hasil lain yang memiliki potensi yang besar dari hutan rakyat adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Untuk kasus Kabupaten Merauke, hutan rakyat dipakai untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat yaitu bahan makanan pokok Sagu. Sagu digolongkan sebagai HHBK, akan tetapi pengelolaannya saat ini belum terorganisir mengngat letaknya terpencar-pencar di seluruh kawasan hutan yang ada di Kabupaten Merauke. Arahan yang diberikan untuk hutan rakyat adalah tetap mempertahankan hutan rakyat yang ada (terutama Dusun Sagu sebagai Kawasan Pelestarian Budaya) serta mendorong masyarakat Kabupaten Merauke untuk terlibat dalam pengelolaan Hutan Tanaman Industri yang dikembangkan dengan sistem tumpang sari (agroforest) seperti yang disebutkan dalam sub-bab sebelumnya.

2) Rencana Pengembangan Kawasan Agropolitan

Pengembangan Kawasan Agropolitan sebagai penjabaran visi dan misi dari Pemerintah Kabupaten Merauke dan sebagai salah satu bagian dari Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) perbatasan Papua-PNG, merupakan salah satu kawasan budidaya yang diharapkan menjadi salah satu ujung tombak perekonomian Kabupaten Merauke. Kebijakan pengembangan Kawasan Agropolitan berfungsi untuk mengoptimalkan potensi lokal yang ada dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka perlu pengembangan sektor infrastruktur produksi agropolitan, terutama di wilayah Distrik Kurik dan Tanah Miring.

Dalam sebuah Kawasan Agropolitan, pengembangan ruang tidak hanya sebatas pengembangan produksi pertanian sebagai basis ekonomi kawasan tersebut, akan tetapi juga Industri pengolahan dan juga pemasarannya. Untuk itu rencana pengembangan kawasan agropolitan harus merupakan sebuah rencana terpadu. Konsep Agropolitan merupakan sistem manajemen dan tatanan terhadap suatu kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian (agribisnis/agroindustri). Pengembangan usaha agribisnis merupakan upaya meningkatkan kuantitas, kualitas manajemen, dan kemampuan untuk melakukan usaha secara mandiri, dan memanfaatkan peluang pasar dari pelaku agribisnis. Pelaku utama agribisnis adalah petani dan dunia usaha meliputi usaha rumah-tangga, usaha kelompok, koperasi, usaha menengah, maupun usaha besar. Pelaku agribisnis tersebut merancang, merekayasa dan melakukan kegiatan agribisnis itu sendiri mulai dari identifikasi pasar yang kemudian diterjemahkan kedalam proses produksi. Pemerintah memberikan fasilitas dan mendorong berkembangnya usaha-usaha agribisnis tersebut. Selain industri pengolahan hasil pertanian (IPHP) terdapat pula aktivitas lain yang terkait mengingat agroindustri merupakan kegiatan yang saling hubung (interrelasi) produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran, dan distribusi hasil pertanian (gambar 2.1)

Gambar tersebut memperlihatkan pembangunan dalam kerangka sistem agribisnis merupakan suatu rangkaian dan keterkaitan dari : (1) Sub agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer (usaha tani).; (2) Sub agribisnis usahatani (onfarm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub ini di Indonesia disebut pertanian; (3) Sub agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product); dan (4) Sub Jasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di atas.

Kawasan Agropolitan Merauke diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sebagai salah satu kawasan strategis, tidak hanya dalam lingkup Kabupaten Merauke, tetapi juga dalam lingkup Provinsi Papua dan Nasional karena Kabupaten Merauke diharapkan berfungsi sebagai salah satu Pusat Ketahanan Pangan Nasional sehingga perhatian dan dukungan kebijakan dari Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Papua sangat dibutuhkan untuk perwujudan rencana pola ruang Kawasan Agropolitan ini. Kawasan Agropolitan ini direncanakan berada pada Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP).

Salah satu program Pemerintah Kabupaten Merauke di bidang Pertanian adalah Program Merauke Integrated Food Estate and Energy (MIFEE), yang salah satu kebijakannya adalah menciptakan kawasan agropolitan di Kabupaten Merauke. Konsep pengembangan masyarakat agropolitan melalui program MIFEE ini adalah dengan menggunakan pendekatan invensi dan inovasi. Pertimbangan yang mendasari pengembangan peta jalan (road map) masyarakat agropolitan dan menjadi lumbung pangan mendukung ketahanan pangan nasional. Pentingnya tinjauan MIFEE ini untuk menyesuaikan rencana pengembangan usaha yang direncanakan di program ini dengan rencana pengembangan usaha yang lebih detail yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Program ini juga menjadi arahan untuk kebijakan dan pengembangan infrastruktur dalam mendukung sektor pertanian terutama lahan basah dan hortikultura sehingga masyarakat pertanian mampu bersaing di pasar lokal maupun global.

Berikut adalah ilustrasi pengembangan Roadmap menuju masyarakat agropolitan dan lintasan dan peta jalan menuju masyarakat agropolitan.

Pada ilustrasi di atas menjelaskan bahwa diversifikasi usaha dapat meningkatkan taraf hidup petani dan pendapatan daerah. Kondisi eksisting pada tahun pertama sampai keempat diusahakan dengan menggunakan inovasi teknologi, kekuatan pasar, dan kemampuan produsen dengan metodologi diversifikasi usaha. Sehingga, tercipta sasaran yang ingin dicapai yaitu pendapatan tinggi, kontribusi pertanian yang dominan, dan terbentuk agropolitan.

Dalam roadmap menuju agropolitan dibutuhkan campur tangan pemerintah dan stakeholders yang terkait dalam menjalankan program yang berkelanjutan ini agar sesuai dengan tatanan yang direncanakan. Untuk mengantarkan masyarakat petani menuju diversifikasi usaha dalam konteks vertikal, horizontal, dan regional tersebut dibutuhkan bimbingan dan penyuluhan serta bantuan infrastruktur dalam memperlancar hasil produksi yang lebih baik.

3) Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Pertanian

Program pengembangan kawasan sentra produksi pangan merupakan pembangunan ekonomi berbasis pertanian yang dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada, yang utuh dan menyeluruh, yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Kawasan pertanian sebagai kawasan sentra produksi pangan ini harus dikembangkan sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah berdasarkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urban-rural linkages) dan bersifat interpendensi/ timbal balik yang dinamis.a) Kawasan Pertanian Lahan Basah

Kawasan pengembangan Pertanian lahan basah di Kabupaten Merauke diarahkan pada kawasan-kawaasan yang memiliki kesesuaian lahan untuk pertanian lahan basah, berada di daerah dataran rendah, seperti pantai dan/atau daerah hilir Daerah Aliran Sungai , serta memiliki potensi untuk dapat dilalui jaringan irigasi alam dan buatan. Kemudian setelah kriteria teknis tersebut dipenuhi, aspek berikutnya yang dipertimbangkan adalah ketersediaan lahannya. Lahan-lahan yang diutamakan adalah lahan-lahan yang sudah tidak berhutan atau bukan merupakan kawasan hutan. Setelah itu, baru dipertimbangkan kawasan hutan yang memiliki fungsi sebagai hutan produksi konversi (HPK) yang memang jenis tanah dan kesesuaian lahannya memadai untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian lahan basah. Khusus untuk lahan-lahan potensial yang berada di kawasan lindung, tidak dijadikan salah satu kawasan pengembangan..

Kawasan pengembangan pertanian lahan basah diarahkan pada kampung-kampung yang berlokasi di sekitar daerah Distrik Kurik, Distrik Anim Ha, Distrik Malind, Distrik Semangga, Distrik Tanah Miring, Distrik Okaba, Distrik Ngguti, Distrik Tubang, Distrik Elikobel, Distrik Kimaam, Distrik Ilwayab dan Distrik Tabonji dengan alokasi lahan untuk 20 tahun mendatang seluas 760.230,16 Ha.

Pengembangan budidaya usahatani merupakan usaha budidaya integral, dan bersifat universal, dimana memandang kawasan sebagai titik sentral pembangunan komoditas dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas sumberdaya lahan. Dalam pelaksanaan untuk pengembangan budidaya usahatani, perlu untuk memperhatikan faktor usaha tani sebagaimana dinyatakan dalam Fadholi (1996), antara lain adalah:

1. Tanah atau sumberdaya lahan

2. Tenaga kerja

3. Modal usaha

4. Pengelolaan usaha tani

Tanah sebagai sumber unsur utama usahatani, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi, tentu saja harus memiliki suatu ukuran yang nyata sehingga akan dicapai suatau ukuran tingkat optimalisasi pertumbuhan tanaman untuk menghasilkan suatu produk. Untuk menilai keberhasilan tumbuh, suatu bentang lahan harus dilihat dari unsur internal tanah maupun unsur pendukung agroklimatik. Ukuran internal tanah antara lain:

a. kesuburan tanah

b. luas pertanian utama ( komoditas unggulan)

c. luas pertanian tanaman penyangga

Kesuburan tanah yang mencukupi dan luas tanah yang memadai dapat diprediksikan produksi dari bentangan lahan yang diolah, untuk menilai kesuburan tidak bisa dilepaskan dari kesesuian tanaman atas sumberdaya lahan yang tersedia.

Faktor sumber daya manusia berdasarkan kemampuan dan keahlian adalah merupakan program yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan tenaga kerja dalam sektor pertanian. Dalam konteks pengembangan budidaya pertanian, maka tenaga kerja yang dimaksud adalah masyarakat transmigrasi ataupun masyarakat lokal yang sudah dibina dan dilatih untuk menggarap lahan yang tersedia.

Faktor Modal kerja bagi petani merupakan penghambat utama, maka diperlukan adanya campur tangan dari pemerintah sebagai fasilitatator membuka akses pasar baik untuk komoditas penyangga, maupun komoditas unggulan.

Faktor pengelolaan usaha tani, tentunya perlu dimiliki oleh petani dari mulai perencaan usahatani sampai pasca panen, dengan demikian daya saing usaha taninya akan kompetitif. Unsur teknologi menjadi signifikan untuk dimengerti oleh petani, utamanya untuk jenis usahatani skala besar, sebagai contohnya adalah budidaya padi sawah. Sementara itu, disamping pengembangan kemitraan, upaya membina usahatani di tingkat rakyat perlu dilakukan.

Adapun arahan pengembangan usaha masyarakat pertanian lahan basah di Kabupaten Merauke adalah sebagai berikut :

(1) Dapat dilakukan melalui sistem transmigrasi lokal, sistem re-disain kampung permukiman, penyuluhan dan pembinaan, terutama untuk kampung-kampung yang basis kegiatan usaha masyarakatnya adalah petani.

(2) Pengembangan ekstensifikasi pertanian dilakukan melalui pencetakan sawah pada lahan-lahan yang terdapat di wilayah Distrik Kurik, Distrik Anim Ha, Distrik Semangga, Distrik Tanah Miring, Distrik Okaba, Distrik Kaptel, Distrik Ngguti, Distrik Tubang, Distrik Elikobel, Distrik Kimaam, Distrik Waan, Distrik Ilwayab dan Distrik Tabonji.

(3) Pengelolaan pertanian lahan basah di Kabupaten Merauke juga harus mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini, yaitu :

a. Faktor-faktor sosio-ekonomis :

Memberikan kemudahan pemasaran, baik dalam bentuk pemasaran lokal dan eksternal, pedagang dan koperasi, dan aksesibilitas.

Memberikan kemudahan jasa-jasa pendukung, baik dalam bentuk kredit/sarana produksi dan penyuluhan.

Pemerintah dapat memberikan kebijakan insentif dan beberapa peraturan yang mendorong berkembangnya kegiatan usaha tani lahan basah.

Memberikan hak/kepemilikan, meliputi hak atas tanah/panen/pohon, dan pembagian hasil.

Secara budaya/tata nilai, meliputi kebutuhan keterjaminan pangan, prasangka dan tata nilai.

b. Usaha-usaha produksi :

Tanaman semusim yang dapat dikembangkan, antara lain : padi-padian.

Pengaturan jadwal tanam.

c. Rumah tangga petani :

Pembinaan dan pengembangan keterampilan-keterampilan yang dimiliki rumah tangga petani.

Pengembangan pendidikan melalui penyediaan fasilitas pendidikan.

Ukuran lahan tidak melebihi 5 ha karena rata-rata 1 KK berjumlah 5 orang.

Sumber-sumber penghasilan lain, seperti dari kegiatan ternak dan kebun.

d. Tindakan-tindakan konservasi :

Teknik-teknik pembuatan irigasi semi teknis dan teknis untuk meningkatkan masa panen menjadi minimal dua kali setahun.

Teknik-teknik dengan bangunan fisik, melalui pembuatan kolam ikan, tanggul penghambat, penahan tanah.

(4) Rencana Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Merauke antara lain adalah:

Peningkatan hasil produksi pertanian pada kawasan pertanian yang telah ada

Penambahan lahan pertanian baru pada kawasan-kawasan budidaya pertanian lahan basah

Peningkatan teknologi budidaya pertanian dan pasca panen

Pemerintah dapat memberikan kebijakan insentif dan beberapa peraturan yang mendorong berkembangnya kegiatan usaha tani lahan basah.

Memberikan hak/kepemilikan, meliputi hak atas tanah/panen/pohon, dan pembagian hasil.

Secara budaya/tata nilai, meliputi kebutuhan keterjaminan pangan, prasangka dan tata nilai.

a. Usaha-usaha produksi :

Tanaman semusim yang dapat dikembangkan, antara lain : padi-padian.

Pengaturan jadwal tanam.

b. Rumah tangga petani :

Pembinaan dan pengembangan keterampilan-keterampilan yang dimiliki rumah tangga petani.

Pengembangan pendidikan melalui penyediaan fasilitas pendidikan.

Ukuran lahan tidak melebihi 5 ha karena rata-rata 1 KK berjumlah 5 orang.

Sumber-sumber penghasilan lain, seperti dari kegiatan ternak dan kebun.

c. Tindakan-tindakan konservasi :

Teknik-teknik pembuatan irigasi semi teknis dan teknis untuk meningkatkan masa panen menjadi minimal dua kali setahun.

Teknik-teknik dengan bangunan fisik, melalui pembuatan kolam ikan, tanggul penghambat, penahan tanah.

(5) Rencana Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Merauke antara lain adalah:

Peningkatan hasil produksi pertanian pada kawasan pertanian yang telah ada

Penambahan lahan pertanian baru pada kawasan-kawasan budidaya pertanian lahan basah

Peningkatan teknologi budidaya pertanian dan pasca panen

b) Pertanian Lahan Kering/Perkebunan Buah-buahan

Dalam merencanakan peruntukan lahan untuk kawasan budidaya pertanian lahan kering, maka prinsip pengembangan yang digunakan juga relatif sama dengan perencanaan untuk kawasan pertanian lahan basah, yaitu dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan untuk komoditi pertanian lahan kering, kondisi topografi dan pengairan, status lahan, dan bukan merupakan bagian dari kawasan lindung. Kawasan Pengembangan Pertanian Lahan Kering memiliki juga memiliki kemungkinan pengembangan menjadi Kawasan Perkebunan, khususnya untuk kebun buah-buahan. Hal ini disebabkan karena kawasan perkebunan memilki kesesuaian lahan yang hampir sama dengan pertanian lahan kering. Walaupun lahan yang dialokasikan untuk pertanian lahan kering dapat dikonversi menjadi kawasan perkebunan, akan tetapi prioritas penggunaaan lahan tetap merupakan alokasi lahan untuk Pertanian Lahan Kering.

Rencana pengembangan kawasan budidaya pertanian lahan kering dialokasikan seluas 352.374,42 Ha yang tersebar di Distrik Jagebob, Anim Ha, Malind, Tabonji, Sota, Tubang, Ulilin, Muting, Kaptel, Ngguti, Okaba, Kimaam, Kurik, Ilwayab, dan Tanah Miring dengan komoditi seperti jagung, ubi kayu, mangga, palawija, dan tanaman hortikultura lainnya. Adapun arahan pengembangan usaha masyarakat pertanian lahan kering di Kabupaten Merauke adalah sebagai berikut :

(1) Pengembangan ekstensifikasi pertanian dilakukan pada lahan-lahan yang terdapat di zona wilayah dataran tinggi dan dataran rendah dan dapat diintegrasikan dengan pengembangan tanaman perkebunan.

(2) Intensifikasi lahan Pertanian melalui penyuluhan dan pembinaan, terutama untuk kampung-kampung yang basis kegiatan usaha masyarakatnya adalah petani..

(3) Faktor-faktor pengelolaan usaha masyarakat lahan kering di Kabupaten Merauke yang harus dipertimbangkan, yaitu :

a. Faktor-faktor sosio-ekonomis :

Memberikan kemudahan pemasaran, baik dalam bentuk pemasaran lokal dan eksternal, pedagang dan koperasi, dan aksesibilitas.

Memberikan kemudahan jasa-jasa pendukung, baik dalam bentuk kredit/sarana produksi, dan penyuluhan.

Pemerintah dapat memberikan kebijakan insentif dan beberapa peraturan yang mendorong berkembangnya kegiatan usaha tani.

Memberikan hak/kepemilikan, meliputi hak atas tanah/panen/pohon, dan pembagian hasil.

Secara budaya/tata nilai, meliputi kebutuhan keterjaminan pangan, prasangka dan tata nilai.

b. Usaha-usaha produksi :

Vegetasi tetap yang dapat dikembangkan, antara lain : pohon penghasil pakan, pohon buah-buahan, tanaman-tanaman yang mempunyai nilai ekonomis.

Tanaman semusim/tahunan yang dapat dikembangkan antara lain : padi-padian, umbi-umbian, sayur-sayur/jamur, tanaman palawija.

c. Rumah tangga petani :

Pembinaan dan pengembangan keterampilan-keterampilan yang dimiliki rumah tangga petani.

Pengembangan pendidikan melalui penyediaan fasilitas pendidikan.

Ukuran lahan tidak melebihi 5 ha karena rata-rata 1 KK berjumlah 5 orang.

Sumber-sumber penghasilan lain, seperti dari kegiatan ternak dan kebun.

d. Tindakan-tindakan konservasi :

Teknik-teknik dengan bangunan fisik, pada wilayah yang mempunyai kemiringan lereng tinggi dapat dilakukan dengan pengolahan/penanaman dengan garis kontur, teras bangku, teras guludan.

Teknik-teknik vegetatif melalui cara mulsa, tebas-bakar/tanpa pembakaran, pembuatan kompos, pergiliran tanaman.c) Kawasan Perkebunan/Tanaman Tahunan

Pengembangan tanaman perkebunan akan diarahkan pada areal kawasan budidaya pertanian di Kabupaten Merauke. Jenis komoditas perkebunan yang dapat dikembangkan, antara lain : Karet, kelapa sawit, tebu, kopi, dan kelapa. Alokasi lahan untuk pengembangan perkebunan Kabupaten Merauke adalah sebesar 184.770,68 Ha yang terutama terdapat di Distrik Jagebob, Anim Ha, Elikobel, Ulilin, Muting, Kaptel, Ngguti, dan Kurik.

Pengembangan perkebunan diarahkan pada lahan-lahan yang sesuai, dan arahan pengembangannya adalah sebagai berikut :

(1) Pengembangan ekstensifikasi perkebunan dilakukan pada lahan-lahan yang terdapat di Distrik Jagebob ke arah utara sampai ke perbatasan dengan Distrik Elikobel dan dapat juga diintegrasikan dengan pengembangan tanaman pangan, melalui sistem tumpangsari.

(2) Untuk pengembangan kawasan perkebunan berskala besar di Kabupaten Merauke, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :

a. Penyusunan studi kelayakan.

b. Penyusunan rencana teknik permukiman PIR (Perkebunan Inti Rakyat).

c. Penyusunan AMDAL pada setiap kawasan.

Pola pengembangan usaha perkebunan dalam skala besar dapat diusahakan antara lain dengan:a. Pola koperasi usaha perkebunan, yaitu masyarakat membentuk koperasi perkebunan dengan kegiatan membangun kebun dan fasilitas pengolahannya serta mengembangkan sarana dan prasarana pokok lainnya, atau pola pengembangan yang usahanya 100% dimiliki oleh koperasi usaha perkebunan,

b. Pola Patungan koperasi dan investor, merupakan pengembangan dari pola PIR yang berlaku saat ini, yaitu menghilangkan pembatas kelembagaan antara plasma dan inti, atau pola pengembangan yang sahamnya 65 % dimiliki koperasi dan 35 % dimiliki investor atau perusahaan,

c. Pola Patungan investor dan koperasi, polanya hampir sama dengan pola nomor 2 tetapi kontribusi terbatas pada income contribution, yang disetarakan dengan nilai uang, misalnya lahan usaha koperasi atau sebagai saham, pola pengembangan yang sahamnya 80 % dimiliki investor atau perusahaan dan minimal 20 % dimiliki koperasi, yang nantinya akan ditingkatkan secara bertahap,

d. Pola BOT (Built, Operation and Transfer), yaitu pola terbuka bagi investor, BUMN-BUMN termasuk PMA. Dengan pola ini, investor membangun kebun, pabrik dan sarana serta prasarana pendukungnya, termasuk membangun koperasi usaha perkebunan yang akan menerima dan melanjutkan usaha dimaksud.

(3) Pengembangan Kawasan Industri Agrobisnis/ Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) sebagai kawasan pengolahan hasil perkebunan di Distrik Ngguti

(4) Sementara dalam pengembangan usaha masyarakat di bidang perkebunan, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan meliputi :

a. Faktor-faktor sosio ekonomis :

Memberikan kemudahan pemasaran dalam bentuk pemasaran lokal dan eksternal, pedagang dan koperasi, dan tingkat pencapaian daerah.

Memberikan kemudahan jasa-jasa pendukung dalam bentuk kredit/sarana produksi dan penyuluhan.

Pemerintah dapat memberikan kebijakan insentif dan beberapa peraturan yang mendorong berkembangnya kegiatan usaha perkebunan.

Memberikan hak/kepemilikan meliputi hak atas tanah/panen/pohon, dan pembagian hasil.

b. Usaha-usaha produksi :

Tanaman perkebunan yang dapat dikembangkan, antara lain : karet, kelapa sawit, kakao, kelapa, dan kopi

c. Rumah tangga petani :

Pembinaan dan pengembangan keterampilan-keterampilan yang dimiliki rumah tangga petani.

Ukuran lahan tidak melebihi 5 ha karena rata-rata 1 KK berjumlah 5 orang.

Sumber-sumber penghasilan lain, seperti dari kegiatan ternak dan kebun.

d. Tindakan-tindakan konservasi :

Teknik-teknik bangunan fisik pada wilayah yang mempunyai kemiringan lereng tinggi dapat dilakukan dengan pengolahan/penanaman dengan garis kontur, teras bangku dan teras guludan.

Teknik-teknik vegetatif melalui cara mulsa, tebas-bakar/tanpa pembakaran, pembuatan kompos, pergiliran tanaman.

e. Pengaturan fisik :

Tidak diperkenankan adanya bangunan, kecuali bangunan penunjang unit perkebunan seperti pabrik, gudang, pembibitan, dan perumahan karyawan.

Luas bangunan maksimum 2% dari luas perkebunan.

Perkebunan dengan luas < 25 hektar, maka kepadatan maksimum 5 rumah/hektar

d) Kawasan Peternakan

Rencana pengembangan peternakan di Kabupaten Merauke dapat diarahkan pada pengembangan ternak besar dan ternak unggas. Untuk pengembangan ternak besar diarahkan diwilayah tengah Kabupaten Merauke pada sekitar areal budidaya pertanian terutama Distrik Kurik, Distrik Naukenjerai, Distrik Semangga, Distrik Tubang, Distrik Malind, Distrik Tabonji dan Distrik Kimaam sedangkan ternak unggas diarahkan pada unit-unit perumahan yang berada pada areal-areal perkebunan, kampung-kampung penduduk setempat di Kabupaten Merauke.

Lokasi peternakan di luar kawasan yang lebih cocok antara lain di daerah Kumbe atau diarahkan ke daerah transmigrasi. Sedangkan untuk ternak sapi milik masyarakat setempat perlu dibatasi jumlah dan areal penggembalaannya di zona pemukiman. Kemudian peternakan dengan sistem ranch diarahkan di kawasan peternakan yang dialokasikan di Distrik Tabonji, Distrik Tubang dan Distrik Malind. Total luas kawasan peternakan yang dialokasikan adalah sebesar 32.833,244 Ha.Adapun arahan pengembangan peternakan antara lain adalah:

1. Pengembangan kegaitan peternakan dilakukan dengan penyediaan lahan untuk peternakan yang berbentuk penggembalaan dan peternakan yang berbentuk pengandangan (ranch)

2. Pengembangan peternakan besar dapat dilakukan melalui swasta, masyarakat, atau kerjasama masyarakat dengan swasta, terutama untuk kampung-kampung yang basis kegiatan usaha masyarakatnya adalah petani.

3. Pengembangan peternakan ini dapat juga diintegrasikan dengan pengembangan pertanian yang menyediakan kebutuhan pakan ternak serta dengan pengembangan budidaya perikanan air tawar, khususnya untuk jenis ternak unggas.

4. Keseluruhan pengelolaan peternakan di Kabupaten Merauke sama dengan yang harus dilakukan pada pengelolaan lahan kering, yaitu :

a. Faktor-faktor sosio ekonomis :

Memberikan kemudahan pemasaran dalam bentuk pemasaran lokal dan eksternal, pedagang dan koperasi, serta tingkat pencapaian daerah.

Memberikan kemudahan jasa-jasa pendukung dalam bentuk kredit/sarana produksi, dan penyuluhan.

b. Usaha-usaha produksi :

Pengembangan usaha peternakan rakyat yang mengikuti pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan.

Penyediaan sarana produksi peternakan meliputi : bibit, pakan tambahan dan obat-obatan.

Meningkatan keterkaitan dengan agroindustri.

c. Rumah tangga petani :

Pembinaan dan pengembangan keterampilan-keterampilan beternak secara mandiri

Sumber-sumber penghasilan lain, seperti dari kegiatan pertanian atau perikanan.

d. Pengaturan fisik :

Diarahkan pada lahan-lahan berumput yang lokasinya relatif jauh dari jalan-jalan besar untuk ternak-ternak besar dengan sistem kandang yang memadai.

Diperkenankan adanya bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama untuk kepentingan peternakan.

Khusus untuk kawasan peternakan yang telah ada di Kawasan Taman Nasional Wasur, sesuai rekomendasi hasil lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur tahun 1992, ternak sapi yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Wasur akan dikeluarkan secara bertahap dengan prioritas peternakan di daerah Tomerau dan Kondo. e) Kawasan Perikanan

Rencana Pengembangan Kawasan Perikanan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu perikanan darat dan perikanan laut. Pengembangan kegiatan perikanan darat dapat dikembangkan dengan sistem budidaya, seperti keramba di sungai, kolam ikan, maupun pada rawa-rawa yang potensial menjadi habitat ikan. Sedangkan untuk kegiatan penangkapan pada perairan darat, seperti sungai ataupun rawa besar diarahkan pada pemakaian alat-alat tradisional yang tidak membahayakan lingkungan. Alokasi lahan untuk pengembangan perikanan darat Kabupaten Merauke adalah sebesar 3.697,59 Ha yang terletak di Distrik Merauke dan Semangga.

Untuk kawasan perikanan laut, kegiatan budidayanya dapat diarahkan pada pengembangan budidaya tambak atau penangkaran di wilayah pesisir Merauke dengan tanpa menghilangkan tanaman bakau. Apabila terpaksa, maka perlu dipersiapkan lahan pengganti untuk tanaman bakau tersebut. Sedangkan untuk kegiatan penangkapan ikan, diarahkan pada kawasan-kawasan potensial perikanan di perairan laut Arafura dan Selat Mariana.

Pengelolaan kawasan perikanan dilakukan untuk memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai untuk kegiatan perikanan dalam menghasilkan produksi perikanan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Secara umum rencana pengembangan kawasan perikanan dan kawasan pusat niaga nelayan di Distrik Merauke dan Ilwayab Kabupaten Merauke adalah sebagai berikut:(1) Perikanan Tangkap

Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dengan tingkat selektifitas yang sesuai, baik terhadap jenis maupun ukuran ikan tangkapan, baik di perairan darat maupun perairan laut

Penyediaan kapal-kapal penangkap ikan di perairan laut yang memadai khususnya untuk skala penangkan besar

Pembuatan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) dan fasilitas pendukungnnya pada kawasan pelabuhan di Wanam, yang diproyeksikan menjadi Pusat koleksi dan Distribusi hasil perikanan, baik perikanan darat maupun perikanan laut

Pengembangan kawasan pelabuhan terpadu dapat dilengkapi dengan pengembangan Pasar Ikan umum, baik untuk perikanan darat maupun laut

Pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan fasilitas pendukungnya pada kawasan pelabuhan yang berlokasi di Kelurahan Karang Indah Distrik Merauke.

(2) Perikanan Budidaya

Penggunaan sistem budidaya yang sesuai, seperti sistem keramba apung di sungai atau rawa-rawa besar yang dinilai cocok untuk perikanan air tawar

Pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kegiatan budidaya keramba dan kolam ikan air tawar

Pemeliharaan kualitas dan kelestarian ekosistem sungai melalui penanganan terpadu pada daerah sempadan sungai dan daerah tangkapan air

Pembuatan belt kawasan perikanan yang gabung dengan peternakan pada kawasan perikanan darat

Pengembangan tambak di kawasan pesisir tanpa merusak tanaman mangrove yang sudah ada disertai dengan pembangunan tempat persemaian benih ikan

Pelestarian mangrove sebagai plasma nutfah untuk kegiatan perikanan budidaya, khususnya tambak

Mengembangkan sistem penangkaran penyu dan kekayaan laut lainnya tanpa menghancurkan habitat aslinya

4) Rencana Pengembangan Budidaya Usaha Pertanian Terpadu

Rencana pengembangan budidaya usaha pertanian terpadu ini merupakan rencana pengintegrasian dari masing-masing kawasan pertanian, seperti pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, peternakan, dan perikanan untuk mencapai hasil produksi yang paling optimal. Karena seiiring dengan perkembangan teknologi pertanian dan kecenderungan pasar komoditi pertanian, maka pencapatain skala produksi tertentu merupakan syarat utama untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Oleh karena itu, dengan potensi lahan yang begitu luas, maka perlu disusun rencana pengembangan budidaya pertanian secara umum, yang terdiri dari 3 (tiga) faktor, yaitu rencana pengembangan teknologi budidaya pertanian, renana pengembangan agroindustri (pasca panen), dan rencana pengembangan kelembagaan usaha tani.

5) Rencana Pengembangan Teknologi Budidaya Pertanian

Teknologi budidaya usaha tani, dikelompokkan menjadi dua, yaitu teknologi pra panen dan teknologi pasca Panen, dimana untuk teknologi pra panen meliputi: penyiapan lahan, pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan, sedangkan untuk teknologi pasca panen meliputi: panen, sortasi, pengeringan, pengepakan, dan penyimpanan sampai distribusi pasar. Untuk pengembangan teknologi tentunya perlu dikaitkan dengan kesiapan lahan, dan sumberdaya manusianya, dengan demikian penerapan teknologi sebagai alat pendukung usaha pertanian bebar-benar optimal. Identifikasi usaha tani yang dikembangkan atas dasar kesiapan lahan pekarangan maupun lahan usaha serta komoditas yang diharapkan layak pasar, maka dukungan teknologi yang sesuai dan dirasakan sangat mendukung.

Pengembangan teknologi budidaya di kawasan perencanaan diharapkan akan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan produktivitas komoditi yang dimaksud. Selain hal tersebut untuk lebih meningkatkan pendapatan perlu diperhatikan pula pengembangan pasca panen, karena pengelolaan pasca panen yang baik akan meningkatkan kualitas maupun kuantitas produk sehingga akan berpengaruh pula terhadap pendapatan petani maupun peternak nantinya.

Sebagai contoh adalah adopsi teknologi yang cukup tinggi di Indonesia dapat dilihat antara lain dari adopsi varietas unggul padi. Pada MK 1996 terlihat bahwa 84,2 % dari 2.900 ha sawah yang diidentifikasi ditanami varietas unggul, sedangkan pada MH 1996/1997 80,2% dari 3.677 ha luas sawah ditanami varietas unggul. Karena karakteristik varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan resisten terhadap hama/penyakit utama, maka dominasi varietas unggul dengan sendirinya akan memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan produksi padi.

Dalam pengembangan tanaman padi sawah di Kabupaten Merauke maka perlu dipilah-pilah metode yang tepat digunakan dalam masa pasca panen. Sesuai dengan konsep awal pengembangan sektor pertanian pada bab se