bab 2 -10712251005(1)

39
11 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pendidikan Sekolah Dasar a. Konsep Pendididikan Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai kemakmuran. Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “pais” yang berarti “anak” dan kata “ago” yang berarti “aku membimbing”. Jadi paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam bahasa Yunani disebut ”paedagogos” (Soedomo A. Hadi, 2008: 17). Jadi pendidikan adalah usaha untuk membimbing anak. Pendidikan seperti yang diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Upload: mpunkdick

Post on 27-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: bab 2 -10712251005(1)

11  

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Sekolah Dasar

a. Konsep Pendididikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan

kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat

tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan bidang yang

sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan

salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan

sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat

kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai

kemakmuran.

Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani

“paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “pais” yang

berarti “anak” dan kata “ago” yang berarti “aku membimbing”. Jadi

paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan

membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam

bahasa Yunani disebut ”paedagogos” (Soedomo A. Hadi, 2008: 17). Jadi

pendidikan adalah usaha untuk membimbing anak.

Pendidikan seperti yang diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Page 2: bab 2 -10712251005(1)

12  

pengajaran dan pelatihan. Definisi pendidikan lainnya yang dikemukakan

oleh M. J. Langeveld (Revrisond Baswir dkk, 2003: 108) bahwa:

1) Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.

2) Pendidikan ialah usaha untuk menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya agar dia bisa mandiri, akil-baliq dan bertanggung jawab.

3) Pendidikan adalah usaha agar tercapai penentuan diri secara etis sesuai dengan hati nurani.

Pengertian tersebut bermakna bahwa, pendidikan merupakan kegiatan

untuk membimbing anak manusia menuju kedewasaan dan kemandirian. Hal

ini dilakukan guna membekali anak untuk menapaki kehidupannya di masa

yang akan datang. Jadi dapat dikatakan bahwa, penyelenggaraan pendidikan

tidak lepas dari perspektif manusia dan kemanusiaan.

Tilaar (2002: 435) menyatakan bahwa “hakikat pendidikan adalah

memanusiakan manusia, yaitu suatu proses yang melihat manusia sebagai

suatu keseluruhan di dalam eksistensinya”. Mencermati pernyataan dari

Tilaar tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa dalam proses pendidikan,

ada proses belajar dan pembelajaran, sehingga dalam pendidikan jelas terjadi

proses pembentukan manusia yang lebih manusia. Proses mendidik dan

dididik merupakan perbuatan yang bersifat mendasar (fundamental), karena

di dalamnya terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan

jalan hidup manusia.

Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1

menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

Page 3: bab 2 -10712251005(1)

13  

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pengertian pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas

tersebut menjelaskan bahwa pendidikan sebagai proses yang di dalamnya

seseorang belajar untuk mengetahui, mengembangkan kemampuan, sikap dan

bentuk-bentuk tingkah laku lainnya untuk menyesuaikan dengan lingkungan

di mana dia hidup. Hal ini juga sebagaimana yang dinyatakan oleh

Muhammad Saroni (2011: 10) bahwa, “pendidikan merupakan suatu proses

yang berlangsung dalam kehidupan sebagai upaya untuk menyeimbangkan

kondisi dalam diri dengan kondisi luar diri. Proses penyeimbangan ini

merupakan bentuk survive yang dilakukan agar diri dapat mengikuti setiap

kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan.”

Beberapa konsep pendidikan yang telah dipaparkan tersebut meskipun

terlihat berbeda, namun sebenarnya memiliki kesamaan dimana di dalamnya

terdapat kesatuan unsur-unsur yaitu: pendidikan merupakan suatu proses, ada

hubungan antara pendidik dan peserta didik, serta memiliki tujuan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan merupakan

suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan kembali) pengalaman

yang bertujuan menambah efisiensi individu dalam interaksinya dengan

lingkungan.

b. Tujuan Pendidikan

Dalam tujuan pembangunan, pendidikan merupakan sesuatu yang

mendasar terutama pada pembentukan kualitas sumber daya manusia.

Page 4: bab 2 -10712251005(1)

14  

Menurut Herbison dan Myers (Panpan Achmad Fadjri, 2000: 36)

“pembangunan sumber daya manusia berarti perlunya peningkatan

pengetahuan, keterampilan dari kemampuan semua orang dalam suatu

masyarakat”. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang

baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Melalui pendidikan

selain dapat diberikan bekal berbagai pengetahuan, kemampuan dan sikap

juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan yang dibutuhkan oleh setiap

anggota masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan.

Tujuan pokok pendidikan adalah membentuk anggota masyarakat menjadi orang-orang yang berpribadi, berperikemanusiaan maupun menjadi anggota masyarakat yang dapat mendidik dirinya sesuai dengan watak masyarakat itu sendiri, mengurangi beberapa kesulitan atau hambatan perkembangan hidupnya dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun mengatasi problematikanya (Nazili Shaleh Ahmad, 2011: 3). Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945, yang

mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang

bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini kemudian dirumuskan

dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab II pasal 3 yang menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mencermati tujuan pendidikan yang disebutkan dalam Undang-

Undang Sisdiknas tersebut dapat dikemukakan bahwa pendidikan merupakan

wahana terbentuknya masyarakat madani yang dapat membangun dan

Page 5: bab 2 -10712251005(1)

15  

meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan juga merupakan salah satu bentuk

investasi manusia yang dapat meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat.

Kyridis, et al. (2011: 3) mengungkapkan bahwa “for many years the belief that

education can increase social equality and promote social justice, has been

predominant”. Hal senada dikemukakan oleh Herera (Muhadjir Darwin, 2010:

271) bahwa “melalui pendidikan, transformasi kehidupan sosial dan ekonomi

akan membaik, dengan asumsi bahwa melalui pendidikan, maka pekerjaan

yang layak lebih mudah didapatkan”. Dari apa yang dikemukaka oleh Kyridis

dkk dan Herera tersebut dapat memberi gambaran bahwa pendidikan

merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting dalam mencapai

kesejahteraan hidup.

Todaro & Smith (2003: 404) menyatakan bahwa “pendidikan

memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan manusia untuk

menyerap teknologi modern, dan untuk mengembangkan kapasitas agar

tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.” Jadi,

pendidikan dapat digunakan untuk menggapai kehidupan yang memuaskan

dan berharga. Dengan pendidikan akan terbentuk kapabilitas manusia yang

lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan. Hal senada juga

diungkapkan oleh Bruns, dkk (2003: 1) bahwa:

Education is fundamental for the construction of globally competitive economies and democratic societies. Education is key to creating, applying, and spreading new ideas and technologies which in turn are critical for sustained growth; it augments cognitive and other skills, which in turn increase labor productivity.

Page 6: bab 2 -10712251005(1)

16  

Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Barbara dkk tersebut tampak

bahwa, pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan ekonomi dan

masyarakat. Pendidikan merupakan kunci untuk menciptakan ide-ide baru dan

teknologi yang sangat penting dalam keberlanjutan pembangunan, bahkan

dengan pendidikan pula akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Dari

berbagai tujuan pendidikan yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa, tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya

manusia yang handal dan memiliki kemampuan mengembangkan diri untuk

mencapai kehidupan yang lebih baik. Hal ini berarti, dengan pendidikan anak

akan memiliki bekal kemampuan dasar untuk mengembangkan kehidupan

sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara ataupun sebagai bagian

dari anggota masyarakat dunia. Dengan pendidikan pula, memungkinkan

sesorang memiliki kesempatan untuk dapat meningkatkan taraf hidupannya

menjadi lebih baik dan sejahtera.

c. Konsep Sekolah Dasar

Pendidikan dapat berlangsung di sekolah sebagai institusi pendidikan

formal, yang diselenggarakan melalui proses belajar mengajar. Suparlan

Suhartono (2008: 46) menyatakan bahwa “menurut pendekatan dari sudut

pandang sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan

serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah”.

Suharjo (2006: 1) menyatakan bahwa “sekolah dasar pada dasarnya

merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan

Page 7: bab 2 -10712251005(1)

17  

enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun.” Hal senada juga diungkapkan

Fuad Ihsan (2008: 26) bahwa “sekolah dasar sebagai satu kesatuan

dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun.” Mencermati

kedua pernyataan Suharjo dan Fuad Ihsan dapat dijelaskan bahwa sekolah

dasar merupakan jenjang pendidikan yang berlangsung selama enam tahun.

Pernyataan tentang sekolah dasar lainnya yang dikemukakan oleh

Harmon & Jones (2005: 1) bahwa:

“Elementary schools usually serve children between the ages of five and eleven years, or kindergarten through sixth grade. Some elementary schools comprise kindergarten through fourth grade and are called primary schools. These schools are usually followed by a middle school, which includes fifth through eighth grades. Elementary schools can also range from kindergarten to eighth grade”. Pernyataan oleh Harmon & Jones agak berbeda dengan yang

dikemukakan oleh Suharjo yaitu terletak pada usia. Jika Suharjo menyatakan

sekolah dasar lebih ditujukaan pada anak yang berusia 6-12 tahun, maka

Harmon dan Jones menyatakan sekolah dasar biasanya terdiri atas anak-anak

antara usia 5-11 tahun, atau TK sampai kelas enam. Kemungkinan perbedaan

ini terletak pada fisik antara anak yang ada di Indonesia dan anak yang ada di

negara Eropa dan sekitarnya.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional menyatakan bahwa “jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah

jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai 18 tahun dan

merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi”. Jika usia

anak pada saat masuk sekolah dasar, merujuk pada definisi pendidikan dasar

dalam Undang-Undang tersebut, berarti pengertian sekolah dasar dapat

Page 8: bab 2 -10712251005(1)

18  

dikatakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses

pendidikan dasar selama masa enam tahun yang ditujukan bagi anak usia 7-12

tahun. Batasan usia 7-12 tahun inilah yang digunakan peneliti dalam

melakukan penelitian.

d. Tujuan Sekolah Dasar

Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian

integral dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek

sekaligus objek pembangunan. Dengan demikian, pendidikan harus mampu

melahirkan SDM yang berkualitas dan tidak menjadi beban pembangunan

dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber kekuatan atau sumber

pengerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan dan kehidupan

masyarakat.

Sekolah memainkan peran yang sangat penting sebagai dasar

pembentukan sumber daya manusia yang bermutu. Melalui sekolah, anak

belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta membangun

karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan.“ The school function

as a socializing agent by providing the intellectual and social experiences

from which children develop the skill, knowledge, interest, and attitudes that

characterize them as individuals and that shape their abilities to perform

adult roles” (Berns, 2004: 212-213).

Bagi anak, ketika masuk ke sekolah dasar menandai suatu perubahan

dimana peran-peran dan kewajiban baru akan dialami. “For most children,

Page 9: bab 2 -10712251005(1)

19  

entering the first grade signal a change a from being a “homechild” to being

a “schoolchild” a situation in which new roles and obligations are

experiences Santrock (2004: 355). Melalui sekolah dasar, pertama kalinya

anak belajar untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih luas

dengan orang lain yang baru dikenalinya.

Suharjo (2006: 8) mengemukakan tujuan pendidikan sekolah dasar

sebagai berikut:

1) Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat dan minat siswa.

2) Meberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang bermanfaat bagi siswa.

3) Membentuk warga negara yang baik 4) Melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan di SLTP 5) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar bekerja di

masyarakat. 6) Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat mengembangkan diri sesuai

dengan asas pendidikan seumur hidup.

Tujuan pendidikan sekolah dasar lainnya dikemukakan oleh Eka

Ihsanudin (2010) yaitu: (1) memberikan bekal kemampuan membaca,

menulis, dan berhitung, (2) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar

yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, (3)

mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Jika dicermati,

tujuan pendidikan SD yang dikemukakan oleh Suharjo dan Eka Ihsanidin

memiliki kesamaan yaitu bahwa sekolah dasar diselenggarakan untuk

mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan

keterampilan dasar bagi anak yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat.

Selain itu, pendidikan sekolah dasar bertujuan mempersiapkan peserta didik

untuk mengikuti pendidikan tingkat menengah

Page 10: bab 2 -10712251005(1)

20  

e. Karakteristik Anak Sekolah Dasar

1) Perkembangan Fisik dan Kognitif

Masa sekolah dasar berlangsung antara usia 6 – 12 tahun. Masa ini

sering disebut juga masa sekolah, yaitu masa matang untuk belajar atau

sekolah. Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi tugas

yang harus diselesaikan, dan cenderung mudah untuk belajar berbagai

kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, dan belajar pada waktu dan

tempatnya dibandingkan dengan masa pra sekolah.

Dilihat dari karateristik anak pertumbuhan fisik dan psikologisnya

anak mengalami pertumbuhan jasmaniah maupun kejiwaannya.

Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak berlangsung secara teratur

dan terus menerus kearah kemajuan. “Anak SD merupakan anak dengan

katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental

maupun fisik” (Sugiyanto, 2010: 1). Pada fase ini pertumbuhan fisik anak

tetap berlangsung. Anak menjadi lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat, dan

juga lebih banyak belajar berbagai keterampilan.

Pada masa ini juga perkembangan kemampuan berpikir anak

bergerak secara sekuensial dari berpikir konkrit ke berpikir abstrak. Hal

ini sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh Jean Piaget (Crain, 2004:

121-131) bahwa  anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi

konkrit. Pada tahap operasi konkrit ini anak sudah mengetahui simbol-

simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak.

Dalam tahap ini anak mulai berkurang egosentrisnya dan lebih

Page 11: bab 2 -10712251005(1)

21  

sosiosentris (mulai membentuk peer group). Akhirnya pada tahap operasi

formal anak telah mempunyai pemikiran yang abstrak pada bentuk-

bentuk yang lebih kompleks.

2) Hubungan Orang Tua dan Anak SD

Santrock (2004: 349) menyatakan bahwa “as children move into

the middle and late chilhood years, parents spend considerably less time

with them”. Pada usia akhir, waktu anak-anak bersama keluarganya

cenderung berkurang. Hal ini dikarenakan anak lebih banyak di sekolah

dan atau bermain dengan teman-teman sebayanya yang banyak menyita

waktu. Anak tidak lagi puas bermain sendirian di rumah, karena anak

mempunyai keinginan kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok.

Namun demikian, dalam hal penanaman norma sosial, kontrol, dan

disiplin, orang tua masih memiliki peranan penting bagi anak.

Kontrol yang diberikan orang tua terhadap anak lebih berkaitan

dengan memonitor perkembangan anak, mengarahkan dan memberi

dukungan (support), pemanfaatan waktu secara efektif ketika mereka

langsung berhubungan dengan anak-anaknya. Selain itu, orang tua juga

harus berusaha menanamkan kepada anak kemampuan untuk mengontrol

perilaku mereka sendiri, untuk menghindari resiko cedera, untuk

memahami perilaku yang diharapkan, dan merasakan perhatian ataupun

dukungan dari orang tuanya. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk

tanggung jawab orang tua terhadap anaknya.

Page 12: bab 2 -10712251005(1)

22  

Fuad Ihsan (2008: 63-64) menyatakan bahwa tanggung jawab

pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua

terhadap anak antara lain: (a) memelihara dan membesarkannya, (b)

melindungi dan menjamin kesehatannya, (c) mendidik dengan berbagi

ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya, (d)

membahagiakan anak dunia dan akhirat dengan memberikannya

pendidikan anak. Dari penyataan ini, dapat dijelaskan bahwa orang tua

memiliki tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak. Pendidikan

yang diberikan oleh orang tua adalah bentuk perhatian orang tua terhadap

anaknya untuk memasuki masa depan yang lebih baik.

2. Putus Sekolah

a. Konsep Putus Sekolah

Ary H. Gunawan (2010: 71) menyatakan bahwa “putus sekolah

merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak

mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat

melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya”. Hal ini berarti,

putus sekolah ditujukan kepada sesorang yang pernah bersekolah namun

berhenti untuk bersekolah.

Hal senada diungkapkan oleh Nazili Shaleh Ahmad (2011: 134) bahwa

yang dimaksud dengan putus sekolah yaitu “berhentinya belajar seorang

murid baik ditengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena

berbagai alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya untuk berhenti

Page 13: bab 2 -10712251005(1)

23  

sekolah”. Hal ini berarti putus sekolah dimaksudkan untuk semua anak yang

tidak menyelesaikan pendidikan mereka.

Berdasarkan konsep putus sekolah tersebut maka, yang dimaksud

dengan putus sekolah dalam penelitian ini adalah, terhentinya proses

pendidikan anak dalam menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan mereka

yang oleh karena itu tidak memiliki ijazah SD.

b. Penyebab Putus Sekolah

Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa

salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

bangsa. Hal ini berarti, setiap anak Indonesia berhak memperoleh pendidikan

yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa

memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Undang-Undang

Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan beberapa hal

penting sebagai berikut:

1) Pasal 4 mengungkapkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup,

tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diksriminasi.

2) Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok yaitu;

a) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai

dengan minat dan bakatnya.

Page 14: bab 2 -10712251005(1)

24  

b) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi

anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan

luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga

berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Undang-undang tersebut memberi makna bahwa, kesempatan yang

sama untuk memperoleh pendidikan, merupakan hak yang dilindungi oleh

Undang-Undang. Kesempatan itu diberikan kepada semua anak-anak

Indonesia, tanpa melihat latar belakang apapun, termasuk anak yang memiliki

kebolehan fisik atau mental. Sabates, et al. (2011: 1) menyatakan bahwa

“policies to improve school progression and reduce the numbers of children

dropping out of school are critical if Universal Primary Education (UPE) is

to be achieved”. Namun demikian, masih terdapat sejumlah anak-anak

terutama yang berada di daerah pedesaan tidak bersekolah dan juga

mengalami putus sekolah. Hal ini tentu saja merupakan fenomena yang

berkaitan dengan sejumlah faktor.

Menurut BPS (2010: 36) penyebab utama anak sampai mengalami

putus sekolah adalah karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya

pendidikan anak, keterbatasan ekonomi/tidak ada biaya, keadaan geografis

yang kurang menguntungkan, keterbatasan akses menuju ke sekolah, karena

sekolah jauh atau minimnya fasilitas pendidikan. Mudjito AK, (2008: 5)

menyatakan bahwa masih banyaknya siswa SD mengalami putus sekolah

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: “(1) rendahnya kemampuan

ekonomi termasuk eksploitasi tenaga anak sebagai pekerja anak oleh orang

Page 15: bab 2 -10712251005(1)

25  

tuanya demi membantu mencari nafkah keluarga; (2) rendahnya pemahaman

tentang pentingnya pendidikan dan kurangnya dukungan motivasi dari

keluarga”.

Mencermati apa yang diungkapkan oleh Mudjito AK memberikan

gambaran bahwa kondisi keluarga sangat mempengaruhi keberlanjutan

sekolah anak, salah satunya adalah kondisi perekonomian keluarga. Hal

senada juga diungkapkan oleh Muhammad Saroni (2011: 148) bahwa,

“tingkat perekonomian keluarga pada kenyataannya merupakan salah satu

aspek penghambat kesempatan proses pendidikan dan pembelajaran. Ada

banyak anak usia sekolah yang terhambat, bahkan kehilangan kesempatan

mengikuti proses pendidikan hanya karena keadaan ekonomi keluarga yang

kurang mendukung”.

Lebih lanjut Nazili Shaleh Ahmad (2011: 134-135) menyatakan bahwa,

ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah yaitu:

(1) adat istiadat dan ajaran-ajaran tertentu, (2) karena kecilnya pendapatan

orang tua murid, (3) jauhnya jarak antara rumah dan sekolah (4) lemahnya

kemampuan murid untuk meneruskan belajar dari satu kelas ke kelas

selanjutnya dan (5) kurang adanya perhatian dari pihak sekolah.

Mencermati apa yang diungkapkan oleh Nazili Shaleh Ahmad dapat

diketahui bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan anak mengalami

putus sekolah yaitu faktor eksternal anak dan faktor internal anak. Faktor

eksternal anak meliputi adat istiadat atau budaya, faktor ekonomi, jarak yang

ditempuh untuk mengakses sekolah serta kurangnya perhatian dari orang tua

Page 16: bab 2 -10712251005(1)

26  

dan sekolah. Sedangkan yang termasuk dalam faktor internal anak adalah

kemampuan belajar anak.

Berbagai macam faktor-faktor yang ada tersebut saling berkaitan antara

satu dengan yang lainnya. Maksudnya, faktor ekonomi dapat menyebabkan

rendahnya minat anak, fasilitas belajar dan perhatian orang tua yang kurang.

Faktor minat anak yang kurang dapat diakibatkan oleh perhatian orang tua

dan fasilitas belajar yang rendah, budaya kurang mendukung, dan jarak antara

tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh.

Dari berbagai penjelasan tentang permasalahan yang menyebabkan

anak mengalami putus sekolah dapat diketahui bahwa yang menyebabkan

anak mengalami putus sekolah dipengaruhi oleh berbagai sebab, baik yang

berasal dari internal anak maupun eksternal anak. Dalam penelitian ini,

peneliti akan lebih fokus pada sebab eksternal yaitu perhatian orang tua pada

pendidikan anak.

3. Perhatian Orang Tua pada Pendidikan Anak

a. Pengertian Perhatian Orang Tua

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk

meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan martabatnya sangat diperlukan

bagi pendidikan anak. Dengan kesadaran seperti ini masyarakat akan

mempunyai pandangan bahwa penyelenggaraan pendidikan adalah semata-

mata untuk mereka. Tugas sekolah adalah memberikan pencerahan dan

Page 17: bab 2 -10712251005(1)

27  

penyadaran di tengah-tengah masyarakat bahwa pendidikan sangatlah penting

artinya untuk peningkatan taraf dan martabat hidup mereka.

Salah satu bentuk dari kesadaran orang tua terhadap keberhasilan

pendidikan anaknya adalah dengan memberikan perhatian. Sumadi

Suryabrata (2006: 14) mengemukakan bahwa terdapat dua definisi mengenai

perhatian yang diberikan oleh para ahli psikologi yaitu: (1) perhatian adalah

pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu objek dan (2) perhatian adalah

banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang

dilakukan.

Hal senada diungkapkan oleh Baharuddin (2007: 178) bahwa “perhatian

merupakan pumusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang

ditujukan kepada suatu sekumpulan objek”. Lebih lanjut Baharuddin

mengatakan bahwa “perhatian sangat dipengaruhi oleh perasaan dan suasana

hati, serta ditentukan oleh kemaun”. Mencermati pernyataan dari Sumadi

Suryabrata dan Baharuddin tersebut dapat dijelaskan bahwa perhatian

merupakan pemusatan seseorang yang diarahkan pada suatu objek tertentu,

dalam hal ini adanya kepedulian terhadap objek tersebut, yang disertai oleh

suasana hati dan kemauan. Pengertian perhatian lainnya yang dikemukakan

oleh Slameto (2010: 105) bahwa, “perhatian adalah kegiatan yang dilakukan

seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan ransangan yang datang dari

lingkungannya”. Hal ini berarti dalam perhatian adanya proses penyeleksian

dan menuntut kesadaran penuh.

Page 18: bab 2 -10712251005(1)

28  

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut, dapat

disimpulkan bahwa perhatian merupakan bentuk kepedulian terhadap suatu

kegiatan tertentu. Sedangkan perhatian orang tua yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah kepedulian orang tua pada pendidikan anak di sekolah

dasar, sebagai salah satu bentuk kesadaran orang tua pada pendidikan anak.

b. Bentuk-bentuk Perhatian Orang Tua terhadap Pendidikan Anak

Lingkungan keluarga banyak dihubungkan dengan keberhasilan

pendidikan anak. Karena itu, yang bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap pendidikan seorang anak adalah orang tua, di samping

lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Orstein dan Levin (T. O.

Ihromi, 2004: 68) menyatakan bahwa “persiapan yang dilakukan orang tua

bagi keberhasilan pendidikan anaknya antara lain ditunjukkan dalam bentuk

perhatian terhadap kegiatan pembelajaran anak di sekolah dan menekankan

arti penting pencapain prestasi oleh sang anak”. Dari pernyataan tersebut

memberi makna bahwa, bentuk perhatian orang tua pada pendidikan anaknya

dapat dilakukan dengan perhatian pada kegiatan belajar anak dalam hal ini

adalah pengawasan terhadap belajar anak dan pemberian motivasi.

Halim Malik (2011)  menyatakan bentuk-bentuk perhatian orang tua

pada pendidikan anak dapat berupa “(1) mengontrol waktu belajar dan cara

belajar anak, (2) memantau perkembangan kemampuan akademik anak, (3)

memantau perkembangan kepribadian (sikap, moral, tingkah laku), dan (4)

memantau efektivitas jam belajar di sekolah”. Dari pernyataan tersebut,

Page 19: bab 2 -10712251005(1)

29  

perhatian orang tua pada pendidikan anak terutama ditujukan kepada

perkembangan dan kegiatan belajar anak.

Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan

memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala

usahanya. Begitu juga orang tua harus menunjukkan kerjasamanya dalam

mengarahkan cara anak belajar di rumah, membuat pekerjaan rumahnya,

tidak disita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, orang

tua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar

(Hasbullah, 2005: 90).

Pernyataan oleh Hasbullah tersebut bermakna bahwa bentuk-bentuk

perhatian orang tua pada pendidikan anak dapat berupa memperhatikan

pengalaman-pengalaman anak selama bersekolah, menghargai segala usaha

anak, membimbing atau mengarahkan anak untuk belajar di rumah serta

memberikan motivasi kepada anak. Dari berbagai macam bentuk-bentuk

perhatian yang telah dipaparkan, adapun bentuk-bentuk perhatian orang tua

pada pendidikan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah perhatian

terhadap kegiatan belajar anak, pemberian motivasi dan pemenuhan

kebutuhan sekolah anak.

1) Perhatian Orang Tua terhadap Kegiatan Belajar

Sugihartono dkk (2007: 74) berpendapat bahwa “belajar merupakan

suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud

perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen

atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya”.

Page 20: bab 2 -10712251005(1)

30  

Hal senada diungkapkan Muhibbin Syah (2010: 90) bahwa “belajar

dapat dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu yang

relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan

yang melibatkan proses kognitif”. Hal ini berarti dengan belajar akan

membawa perubahan. Dari pengertian belajar yang dikemukakan oleh

Muhibbin Syah dan Sugihartono, terdapat dua unsur pokok dalam belajar

yaitu (1) adanya proses perubahan tingkah laku (2) proses belajar terjadi

karena ada interaksi dengan lingkungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang ke arah

yang lebih baik, sebagai hasil dari pengalaman seseorang dalam proses

pembelajaran dan interaksi dengan lingkungan.

Nana Sudjana (2005: 105) menyatakan bahwa “kegiatan belajar

atau aktivitas belajar sebagai proses terdiri atas enam unsur yaitu tujuan

belajar, peserta didik yang termotivasi, tingkat kesulitan belajar,

stimulus dari lingkungan, peserta didik yang memahami situasi, dan

pola respon peserta didik”. Dari apa yang dikemukakan Nana Sudjana

memberikan gambaran bahwa dalam kegiatan belajar melibatkan dua

unsur utama, yaitu unsur yang berasal dari dalam siswa dan unsur yang

berasal dari luar siswa berupa stimulus dari lingkungan, salah satunya

adalah stimulus yang berasal dari perhatian orang tua.

“Belajar memerlukan bimbingan orang tua agar sikap dewasa dan

tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak” (Abu Ahmadi dan

Page 21: bab 2 -10712251005(1)

31  

Widodo Supriyono, 2004: 87). Hal ini berarti, perhatian orang tua

membantu perkembangan belajar anak dan menumbuhkan rasa

tanggung jawab terhadap anak dalam menyelesaikan semua tugas

sekolah yang diberikan. Dengan perhatian orang tua dapat membantu

anak dalam mengatasi kesulitannya dalam belajar, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Mulyono Abdurrahman (2009: 11) bahwa “kesulitan

belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua, ketika anak

gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan”.

Selain itu, orang tua dituntut untuk dapat membentuk suasana

belajar di rumah yang menyenangkan. Peran orang tua dalam

membentuk lingkungan belajar yang kondusif di rumah antara lain (E.

Mulyasa, 2005: 167-168):

a) Menciptakan budaya belajar di rumah. b) Memprioritaskan tugas yang terkait secara langsung dengan

pembelajaran di sekolah. c) Mendorong anak untuk aktif dalam berbagai kegiatan dan

organisasi sekolah, baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler.

d) Memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan gagasan, ide, dan berbagai aktivitas yang menunjang kegiatan belajar.

e) Menciptakan situasi yang demokratis di rumah agar tukar pendapat dan pikiran sebagai sarana belajar dan membelajarkan.

f) Memahami apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh sekolah, dalam mengembangkan potensi anaknya.

g) Menyediakan sarana belajar yang memadai, sesuai dengan kemampuan orang tua dan kebutuhan sekolah.

Page 22: bab 2 -10712251005(1)

32  

Lebih lanjut Nasruddin (2009: 65-66) menguraikan langkah-

langkah yang harus dilakukan orang tua berhubungan dengan proses

belajar anak, antara lain:

a) Setiap ada pekerjaan rumah (PR) orang tua harus membantu dalam menyelesaikannya apabila anak mendapat kesukaran.

b) Memberikan petunjuk atau bimbingan kepada anak tentang cara-cara belajar yang efektif.

c) Mengatur kedisiplinan waktu yang teratur kepada anak agar dapat memanfaatkan waktunya sebaik mungkin dalam belajar, bekerja dan waktu istirahat.

d) Mengontrol setiap ada kegiatan di rumah, apakah ada kegiatan belajar yang diberikan guru di sekolah.

e) Memenuhi segala kebutuhan anak yang dapat menunjang proses belajar misalnya tentang buku-buku pelajaran dan alat-alat tulis menulis.

f) Setiap belajar anak diikuti secara seksama, apakah benar-benar belajar atau tidak.

g) Mengusahakan bantuan dari orang lain bila orang tuanya tidak mampu menyelesaikan kesulitan belajar anak.

h) Mengecak kehadiran anaknya di sekolah, baik dengan menanyakan kepada guru-guru, ataupun melalui teman-teman sekelasnya atau melalui absen kehadiran di sekolah.

Peranan orang tua yang dikemukakan oleh Mulyasa dan

Nasruddin tersebut memberikan gambaran bahwa, sesungguhnya orang

tua merupakan penanggung jawab utama pendidikan anak. Dalam

pengertian ini, keberhasilan belajar anak di sekolah bukan hanya

merupakan usaha dari guru dan anak sebagai peserta didik, tetapi

keberpihakan orang tua yang memberikan dukungan berupa perhatian,

dorongan dan pengawasan kepada anaknya untuk belajar di rumah ikut

memberikan andil. Dengan kata lain, orang tua mempunyai peranan

besar terhadap keberhasilan pendidikan anak.

Page 23: bab 2 -10712251005(1)

33  

2) Memberikan Motivasi

Oemar Hamalik (2004: 173) menyatakan bahwa “istilah motivasi

menunjuk kepada semua gejala yang terkandung dalam semua stimulasi

tindakan ke arah tujuan tertentu dimana sebelumnya tidak ada gerakan

menuju ke arah tujuan tersebut”. Hal ini berarti motivasi sebagai

pendorong bagi seseorang untuk melakukan kegiatan. Peran motivasi

yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang,

semangat untuk belajar dan sekolah.

Pengertian motivasi lainnya dikemukakan oleh Santrock (2008:

510) bahwa “motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan

kegigihan perilaku yang penuh energi, dan bertahan lama”. Dari apa yang

dikemukakan oleh Santrock ini dapat dijelaskan bahwa dengan

memberikan motivasi akan memberikan semangat kepada seseorang

untuk terus berusaha sekuat tenaga dalam mencapai sesuatu yang

diinginkan.

Sebagai pendidik yang utama dan pertama bagi anak, orang tua

sudah seharusnya mampu memberikan dorongan dalam hal ini

memotivasi anak untuk terus belajar.  Ngalim Purwanto (2007: 105)

mengatakan bahwa  “jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi

yang baik pada anak-anak timbullah dalam diri anak itu dorongan dan

hasrat untuk belajar lebih baik. Anak dapat menyadari apa gunanya

belajar dan apa tujuan yang hendak dicapai dengan pelajaran itu, jika

Page 24: bab 2 -10712251005(1)

34  

diberi perangsang, diberi motivasi yang baik dan sesuai”. Dari apa yang

dikemukakan oleh Ngalim Purwanto tersebut diketahui bahwa motivasi

memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar anak.

Dengan motivasi belajar yang tinggi akan memberikan semangat bagi

anak yang bersangkutan untuk tetap bersekolah walaupun dengan

ekonomi yang tidak memadai. Berbeda dengan anak yang motivasi

belajarnya rendah, maka semangat untuk bersekolah juga rendah, yang

pada akhirnya berpeluang besar untuk putus sekolah.

3) Pemenuhan Kebutuhan Sekolah

Di samping memberikan perhatian pada kegiatan belajar anak dan

motovasi, bentuk perhatian orang tua yang tidak kalah pentingnya adalah

memenuhi kelengkapan kebutuhan sekolah anak. Kebutuhan sekolah

adalah segala alat dan sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan

pendidikan anak. Kebutuhan tersebut bisa berupa ruang belajar anak,

seragam sekolah, buku-buku, alat-alat belajar, dan lain-lain.

Kebutuhan belajar, menurut Bimo Walgito (Insan Cita, 2012: 3),

adalah “segala alat dan sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan

belajar anak. Kebutuhan tersebut bisa berupa ruang belajar anak, seragam

sekolah, buku-buku, alat-alat belajar, dan lain-lain”. Belajar tidak akan

berjalan dengan baik tanpa alat-alat belajar yang cukup. Hal ini berarti,

salah satu penunjang keberhasilan pendidikan anak adalah didukung

sarana sekolah yang memadai. Dengan adanya fasilitas sekolah yang

Page 25: bab 2 -10712251005(1)

35  

memadai, maka anak menjadi termotivasi untuk ke sekolah. Anak tidak

merasa kesulitan dan bersemangat dalam melakukan kegiatan belajar

karena semua fasilitas belajarnya telah tersedia.

c. Hubungan Perhatian Orang Tua dengan Putus Sekolah

Para ahli sosiologi menyatakan bahwa proses sosialisasi pertama dan

utama dari proses sosialisasi di dalam kebudayaan masyarakat manusia

adalah sosialisasi di lingkungan keluarga. “Lingkungan keluarga merupakan

media pertama dan utama yang secara langsung atau tidak langsung

berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan peserta didik” (Conny R.

Semiawan, 2009: 79). Di dalam keluarga anak belajar melakukan interaksi

sosial yang pertama serta mulai mengenal tentang perilaku-perilaku yang

diperankan oleh orang lain di lingkungannya. Dengan kata lain, pengenalan

tentang nilai-nilai budaya masyarakat dimulai dari lingkungan keluarga.

Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting bagi pertumbuhan

dan perkembangan pribadi anak. Untuk itu, peran dari keluarga sangat

dibutuhkan sebagai salah satu penentu keberhasilan perkembangan dan

penyelengaraan pendidikan anak. Menurut Altenhofen (Salkind, NJ, 2008:

298) “Family features have been found to be the most predictive determinants

to child development outcomes for children in early care and education

settings”

Berns (2004: 239) menyatakan “when families are involved, children

benefit by having a more positive attitude toward learning, better attendance,

Page 26: bab 2 -10712251005(1)

36  

fewer placements in special education, better grades, and increased

likelihood of graduating from high school and going to work or continuing

their education”. Dari apa yang dikemukakan oleh oleh Berns tersebut, dapat

diketahui pentingnya keterlibatan orang tua pada pedidikan anak. Dengan

keterlibatan orang tua, anak akan memiliki sikap yang positif terhadap belajar

sehingga memperoleh nilai yang baik dan memungkinkan anak untuk

meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta menyelesaikan

pendidikannya.

Dalam proses pendidikan anak, perhatian orang tua merupakan faktor

yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesuksesan anak dalam menempuh

pendidikannya. Dengan perhatian, orang tua akan mau dan dapat memikirkan

berbagai kebutuhan dan keperluan anak dalam proses pendidikannya. Dengan

perhatian, orang tua dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan

dengan permasalahan yang dihadapinya. “Perhatian dapat membuat orang tua

mengarahkan diri ke tugas-tugas yang merupakan kewajiban yang harus

dipenuhi terhadap tuntutan anak, memfokuskan diri pada masalah yang harus

diselesaikan terlebih dahulu dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan”

(Halim Malik, 2011).

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Halim Malik tersebut dapat

dijelaskan bahwa keterlibatan orang tua pada pendidikan anak, dengan

memberikan perhatian merupakan salah satu penentu keberhasilan anak

dalam menyelesaikan studinya. Dengan kata lain orang tua yang tidak

Page 27: bab 2 -10712251005(1)

37  

memberikan perhatian akan pendidikan anaknya, kemungkinan akan

mengalami kegagalan.

Orang tua yang kurang atau bahkan tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya merasa acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar dan lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam belajarnya (Slameto, 2010: 61). Pernyataan Slameto tersebut memberi gambaran bahwa, orang tua yang

tidak memberikan perhatian terhadap pendidikan anak, menyebabkan anak

tidak berhasil dalam belajarnya yang pada akhirnya akan berdampak pada

keberlangsungan pendidikan anak. Hal ini berdasarkan suatu asumsi bahwa

ketidakberhasilan anak dalam belajar merupakan salah satu faktor anak untuk

berhenti sekolah. Anak dengan hasil belajar yang baik, akan memiliki

motivasi untuk terus bersekolah, sebaliknya anak yang terus menerus

mempunyai hasil belajar yang rendah akan merasa minder dan tidak semangat

untuk pergi ke sekolah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perhatian orang tua erat kaitannya

dengan keberlangsungan pendidikan anak. Orang tua yang memberikan

perhatian pada pendidikan anaknya lebih mungkin untuk menyelesaikan

studinya, sedangkan anak dengan perhatian yang kurang, dapat menyebabkan

terhentinya proses pendidikan anak atau mengalami putus sekolah.

Page 28: bab 2 -10712251005(1)

38  

d. Kendala-kendala Perhatian Orang Tua dalam Memberikan

Perhatian pada Pendidikan Anak

Siskandar (2008: 668) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang

menyebabkan rendahnya peran serta masyarakat khususnya orang tua pada

penyelenggaraan pendidikan. Pertama, adalah kurangnya kesadaran orang tua

akan kewajiban mereka untuk menyelenggarakan pendidikan. Kedua, rasa

ketidaktahuan orang tua berkaitan dengan bentuk partisipasi yang bisa mereka

berikan. Dari apa yang dikemukan oleh Siskandar ini dapat diketahui bahwa,

ketidaksadaran dan kurangnya pengetahuan orang tua akan pentingnya

pendidikan bagi anaknya, menyebabkan kurangnya perhatian pada

pendidikan anak.

Ketidaksadaran dan kurangnya pengetahuan orang tua akan pentingnya

pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua. Menurut

Schneider & Coleman (Santrock, 2008: 532) “orang tua dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mungkin percaya bahwa keterlibatan

mereka dalam pendidikan anak adalah penting. Mereka lebih mungkin untuk

berpartisipasi dalam pendidikan anak dan memberi stimuli intelektual di

rumah”. Hal ini berarti tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi baik

tidaknya perhatian orang tua akan pendidikan anak.

Penyebab lainnya yang merupakan kendala orang tua untuk

mencurahkan perhatian pada pendidikan anaknya adalah kendala ekonomi

keluarga, sebagaimana yang ditemukan oleh Burhanudin (2007: 20) dalam

penelitiannya di Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi

NTB. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, rendahnya perhatian orang

Page 29: bab 2 -10712251005(1)

39  

tua terhadap pendidikan anak dapat disebabkan karena kondisi ekonomi

keluarga atau rendahnya pendapatan orang tua si anak sehingga perhatian

orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.  

Keadaan sosial ekonomi keluarga memiliki peranan krusial terhadap

proses perkembangan anak-anak. Anak memiliki kesempatan lebih luas untuk

mengembangkan pengetahuan dan beragam kecakapan atas jaminan dan

dukungan ekonomi orang tua untuk memungkinkan terjaganya hubungan

orang tua dan anak-anaknya, karena orang tua akan lebih fokus perhatiannya

kepada anak-anak dan perkembangannya (Abdullah Idi, 2011: 180).

Pernyataan oleh Abdullah Idi tersebut, menggambarkan bahwa salah satu

faktor yang menyebabkan baik tidaknya perhatian orang tua pada pendidikan

anak adalah keadaan ekonomi keluarga. Dengan keadaan ekonomi yang baik,

anak memiliki kesempatan untuk terus bersekolah ke jenjang yang lebih

tinggi, namun sebaliknya keadaan ekonomi keluarga yang kurang dapat

menyebabkan terhentinya pendidikan anak.

Kendala lainnya yang menyebabkan kurangnya pemberian perhatian

orang tua pada pendidikan anak adalah jumlah tanggungan keluarga. Hal ini

sebagaimana yang dinyatakan oleh Umar Tirtorahardjo dan La Sulo (2008:

171) bahwa “banyaknya anggota keluarga dan urutan kelahiran seorang anak

mempunyai pengaruh terhadap perhatian”. Hal ini berarti, semakin

Page 30: bab 2 -10712251005(1)

40  

banyaknya jumlah anak dalam keluarga maka akan semakin kecil perhatian

orang tua terhadap pendidikan anak.

Selain itu, persepsi dari orang tua akan pendidikan juga sangat

menentukan keberhasilan pendidikan seorang anak. Bimo Walgito (2010: 99)

menyatakan bahwa, “persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh

penginderaan, yang merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu

melalui alat reseptornya.” Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa

persepsi merupakan suatu proses pemberian arti terhadap lingkungan

disekitarnya oleh seorang individu yang diterima melalui inderanya.

Gibson, et al. (2003: 98-101) mendefinisikan persepsi sebagai proses

dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan

pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman

psikologis. Lebih lanjut Gibson menyatakan, individu yang berbeda dapat

melihat hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda. Namun

kenyataannya adalah bahwa tidak seorangpun melihat realitas, tetapi yang

dilakukan adalah menginterpretasikan apa yang dilihat dan menyebutnya

sebagai realitas.

Mencermati pernyataan tentang persepsi oleh Gibson, dapat dijelaskan

bahwa dalam persepsi terdapat tiga komponen yaitu: (1) adanya proses

seleksi terhadap stimulan yang berasal dari luar, yang artinya tidak semua

rangsangan dari luar akan direspon oleh individu, namun akan diseleksi

terlebih dahulu. Hal ini berarti, persepsi seseorang akan menumbuhkan sikap

Page 31: bab 2 -10712251005(1)

41  

selektifitas terhadap pengaruh yang terdapat di lingkungan sekitarnya, (2)

interpretasi, yaitu proses pengorganisasian atau penafsiran informasi, dan (3)

reaksi, yang merupakan bentuk tingkah laku akibat interpretasi.

Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan, maka persepsi berkenaan

dengan tanggapan atau cara pandang seseorang terhadap dunia eksternal atau

sesuatu di luar dirinya yang bersifat riil dan merupakan kombinasi dari

pancaindera yang dimilikinya. Cara pandang dapat berupa pengetahuan atau

pemahaman akan sesuatu. Dengan demikian persepsi orang tua tentang

pendidikan anak adalah tanggapan atau cara pandang orang tua terhadap arti

pendidikan. Artinya kemampuan orang tua dalam melihat manfaat pendidikan

bagi anaknya. Orang tua yang memiliki persepsi yang positif terhadap

pendidikan, akan berdampak baik terhadap keberhasilan pendidikan anak,

sebaliknya orang tua yang memiliki persepsi yang negatif terhadap

pendidikan, dapat menyebabkan terhentinya pendidikan anak.

Berdasarkan beberapa kendala-kendala perhatian yang telah dipaparkan

tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perhatian orang tua pada

anaknya terutama untuk menikmati pendidikan berkaitan erat dengan

berbagai aspek kehidupan dalam keluarga. Berbagai aspek tersebut,

merupakan penentu untuk anak dapat terus bersekolah atau malah berhenti

untuk bersekolah.

Page 32: bab 2 -10712251005(1)

42  

4. Strategi Sekolah dalam Mengatasi Permasalahan Putus Sekolah

Pendidikan merupakan masa depan bangsa sehingga sudah menjadi

kewajiban bagi semua untuk memikul tanggung jawab bersama, baik itu oleh

pemerintah, keluarga maupun sekolah dalam menyikapi segala permasalahan pada

pendidikan anak, terutama yang terkait dengan putus sekolah. Salah satu upaya

antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan putus

sekolah adalah dengan menerbitkan kebijakan yang populer yaitu Bantuan

Operasional Sekolah (BOS). Melalui dana BOS, diharapkan angka putus sekolah

terutama pada jenjang sekolah dasar dapat diminimalisir. Upaya menekan angka

putus sekolah dapat dilakukan antara lain dengan: (1) memberikan beasiswa; (2)

menciptakan layanan pendidikan alternatif bagi siswa yang rentan dan telah putus

sekolah; (3) Advokasi tentang pentingnya pendidikan termasuk pendekatan

budaya kepada kelompok masyarakat tertentu yang belum memahami pentingnya

pendidikan (Mudjito AK, 2008: 5).

Terdapat dua penekanan dari pernyataan Mudjito AK terkait dengan upaya

mengatasi permasalahan anak putus sekolah tersebut yaitu, upaya kuratif dan

preventif. Langkah kuratif diambil bagi anak yang telah mengalami putus sekolah

dengan jalan memberikan pendidikan alternatif. Sedangkan upaya preventif, yaitu

upaya mengurangi atau pencegahan jangan sampai anak mengalami putus

sekolah. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan beasiswa kepada

anak yang rentang putus sekolah. Langkah lainya adalah dengan cara melakukan

penyuluhan akan arti penting pendidikan untuk anak bagi pihak masyarakat

Page 33: bab 2 -10712251005(1)

43  

khususnya para orang tua. Langkah ini dapat ditempuh oleh pihak sekolah yang

dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dan melakukan komunikasi atau dialog

tatap muka dengan orang tua. Melalui kerjasama dan komunikasi yang intens

antara pihak sekolah dan orang tua, diharapkan dapat membangkitkan kesadaran

orang tua untuk terus menyekolahkan anak-anaknya.

Suryosubroto (1998: 55-57) menyatakan “dasar kerja sama sekolah dengan

orang tua siswa adalah, karena adanya kesamaan tanggung jawab dalam

penyelenggaraan pendidikan dan kesamaan tujuan untuk membentuk manusia

yang berguna bagi bangsa dan negara”. Adapun tujuan kerja sama sekolah dengan

orang tua adalah: (1) saling membantu dan saling mengisi, (2) membantu

keuangan dan barang, (3) mencegah perbuatan yang kurang baik, dan (4)

membuat rencana yang baik untuk anak. Dari apa yang dikemukakan oleh

Suryosubroto dapat diketahui pentingnya kerjasama sekolah dengan orang tua

dalam upaya untuk menyukseskan pendidikan anak.

Hasbullah (2005: 91-94) menyatakan pada dasarnya cukup banyak cara

yang ditempuh untuk menjalin kerjasama antara keluarga dengan sekolah, antara

lain:

1) Adanya kunjungan ke rumah anak didik. Kunjungan berdampak positif yaitu: (a) melahirkan perasaan pada anak didik bahwa sekolahnya selalu memperhatikan dan mengawasinya, (b) memberi kesempatan kepada si pendidik melihat sendiri dan mengobservasi langsung cara anak didik belajar, latar belakang hidupnya, dan tentang masalah-masalah yang dihadapinya dalam keluarga, (c) pendidik berkesempatan untuk memberikan penerangan kepada orang tua anak didik tentang pendidikan yang baik, cara-cara menghadapi masalah-masalah yang sedang dialami anaknya, (d) hubungan

Page 34: bab 2 -10712251005(1)

44  

antara orang tua dan sekolah akan bertambah erat, (e) dapat memberikan motivasi kepada orang tua anak didik untuk lebih terbuka dan dapat bekerja sama dalam upaya memajukan pendidikan anaknya, (f) pendidik mempunyai kesempatan untuk mengadakan interview mengenai berbagai macam keadaan atau kejadian tentang sesuatu yang ingin ia ketahui, dan (g) terjadinya komunikasi dan saling memberikan informasi tentang keadaan anak serta saling memberi petunjuk antara guru dengan orang tua.

2) Diundangnya orang tua ke sekolah. 3) Case conference yaitu rapat atau konferensi tentang kasus. Biasanya

digunakan dalam bimbingan konseling. Tujuannya adalah mencari jalan yang paling tepat agar masalah anak didik dapat diatasi dengan baik.

4) Badan pembantu sekolah yaitu organisasi orang tua murid atau wali murid dan guru. Organisasi dimaksud merupakan kerja sama yang paling terorganisir antara sekolah atau guru dengan orang tua murid.

5) Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga, diperlukan terutama pada waktu-waktu yang sangat diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak didik, seperti surat peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu giat, sering membolos, sering berbuat keributan, dan sebagainya.

6) Adanya daftar nilai atau rapor, yang dipakai sebagai penghubung antara sekolah dengan orang tua.

Mencermati pendapat Hasbullah terlihat bahwa ada enam cara yang dapat

dilakukan oleh pihak sekolah untuk melakukan kerjasama dengan orang tua. Pada

umumnya cara-cara tersebut bertujuan untuk membangun kesadaran orang tua

untuk lebih memperhatikan pendidikan anaknya. “Hubungan yang positif antara

sekolah dan rumah merupakan salah satu kontribusi penting bagi prestasi murid di

sekolah” (Wlodkowski, J. R & Judit H. J, 2004: 95). Dengan prestasi yang baik,

kemungkinan besar anak untuk menyelesaikan pendidikannya terutama pada

jenjang sekolah dasar.

Page 35: bab 2 -10712251005(1)

45  

B. Kajian Peneltian yang Relevan

1. Penelitian Slamet Widiyono (2007) yang berjudul “Partisipasi Masyarakat

dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di

Desa Sawangan dan Banyuroto, Sawangan Magelang”. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Sawangan dalam

pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun masih rendah.

Masyarakat Desa Sawangan memiliki pemahaman yang lebih baik akan arti

penting pendidikan bagi anaknya. Masyarakat Desa Banyuroto kurang

memperhatikan pendidikan anaknya. Selain karena latar belakang pendidikan

orang tua yang rendah, pada umumnya masyarakat Desa Banyuroto harus

merantau untuk mencari nafkah bagi keluarganya.

2. Tutut Faridawati (2011) dengan judul penelitian “Pengaruh Fasilitas Belajar

Dan Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas

Atas SD Negeri Ngepringan 2 Kecamatan Jenar Kabupaten Sragen Tahun

2011”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fasilitas Belajar (x1) dan

perhatian orang tua (x2) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi belajar matematika siswa (Y). Untuk uji diperoleh angka sebesar

0,482 artinya bahwa prestasi belajar matematika siswa dipengaruhi oleh

fasilitas belajar dan perhatian orang tua sebesar 48,2% dan sisanya 51,8%

dipengaruhi oleh variabel lain.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Gigih Mulpratangga (2011) dengan judul

“Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi

Belajar Siswa Kelas V SD Negeri 2 Rejosari Tahun Ajaran 2010/2011”. Hasil

Page 36: bab 2 -10712251005(1)

46  

penelitiannya menunjukkan bahwa: (a) Ada pengaruh yang signifikan antara

perhatian orang tua terhadap prestasi belajar pada siswa kelas V SD Negeri 2

Rejosari tahun ajaran 2010/2011”. (b) Ada pengaruh yang signifikan antara

kemandirian belajar terhadap prestasi belajar pada siswa kelas V SD Negeri 2

Rejosari tahun ajaran 2010/2011”. (c) Ada pengaruh yang signifikan antara

perhatian orang tua dan kemandirian belajar secara bersama-sama

berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Rejosari

2010/2011” .

Penelitian ini lebih berfokus pada perhatian orang tua terhadap pendidikan

anak di sekolah dasar. Aspek yang diteliti meliputi perhatian orang tua dalam

proses pendidikan anak di sekolah yang dilihat berdasarkan bentuk-bentuk

perhatian orang tua pada pendidikan anak. Hubungan perhatian orang tua dengan

putus sekolah dan kendala-kendala yang dihadapi orang tua dalam memberikan

perhatian pada pendidikan anaknya. Selain itu, penelitian ini juga akan melihat

strategi dari pihak sekolah untuk meningkatkan perhatian orang tua pada

pendidikan anak yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan putus sekolah.

C. Kerangka Pikir

Hak untuk memperoleh pendidikan yang layak merupakan salah satu hak

asasi manusia yang utama. Pemerintah pada umumnya maupun orang tua

bertanggung jawab secara penuh atas pendidikan anak. Hal ini sesuai dengan

kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20

tahun 2003 ayat 7 yang menyatakan bahwa “orang tua dari anak usia belajar

Page 37: bab 2 -10712251005(1)

47  

berkewajiban memberikan pendidikan dasar bagi anaknya.” Hal ini berarti orang

tua dituntut memberikan perhatian pada pendidikan anak terutama pada

pendidikan dasar khususnya pada jenjang sekolah dasar.

Penelitian tentang Perhatian Orang Tua Pada Pendidikan Anak Di Sekolah

Dasar ini, difokuskan pada beberapa permasalahan yaitu: terkait dengan perhatian

orang tua dalam proses pendidikan anak di sekolah. Perhatian orang tua akan

pendidikan anak adalah kepedulian orang tua pada pendidikan anak di sekolah

dasar, sebagai salah satu bentuk kesadaran orang tua pada pendidikan anak.

Mengingat perhatian orang tua akan memberi pengaruh pada perilaku dan segala

aktivitas pendidikan anak yang secara langsung juga akan berpengaruh terhadap

keberlangsungan sekolah anak. Anak dengan perhatian yang kurang dari orang

tuanya akan mempunyai kemungkinan untuk mengalami putus sekolah.

Perhatian orang tua dapat dilihat dari bentuk-bentuk perhatian orang tua

meliputi perhatian dalam kegiatan belajar, pemberian motivasi dan pemenuhan

fasilitas sekolah anak. Dengan adanya perhatian orang tua terhadap kegiatan

belajar anak akan menumbuhkan prestasi belajar anak di sekolah. Pemberian

motivasi bertujuan untuk memberikan dorongan kepada anak untuk terus

bersekolah hingga selesai. Hal ini dikarenakan dengan perhatian serius dari orang

tua terhadap pendidikan anaknya akan dapat menjadi motivasi atau pendorong

bagi anak untuk terus bersekolah hingga selesai khususnya di sekolah dasar.

Pemenuhan fasilitas sekolah terkait dengan pemenuhan sarana prasarana sekolah,

sehingga anak menjadi nyaman dan memiliki semangat yang tinggi untuk terus

bersekolah.

Page 38: bab 2 -10712251005(1)

48  

Dalam memberikan perhatian terhadap pendidikan anaknya, terdapat

kendala-kendala yang dihadapi orang tua. Yang dimaksud dengan kendala-

kendala perhatian dalam penelitian ini adalah, segala bentuk hambatan yang

menyebabkan tidak atau kurangnya orang tua dalam memberikan perhatian

terhadap pendidikan anaknya, yang mana berbagai kendala tersebut sangat

mempengaruhi untuk keberlangsungan pendidikan anak untuk meneruskan ke

jenjang berikutnya.

Peran sekolah sangatlah penting dalam mengatasi permasalahan putus

sekolah. Untuk itulah harus ada strategi dari pihak sekolah, yaitu segala cara atau

upaya pihak sekolah yang dapat meningkatkan perhatian orang tua pada

pendidikan anaknya guna mengatasi permasalahan putus sekolah. Strategi lebih

ditujukan untuk memotivasi para orang tua untuk lebih memperhatikan anak-

anaknya, terutama dalam mendampingi dan memotivasi anak untuk belajar di

rumah serta melengkapi segala kebutuhan sarana dan prasarana sekolah anak.

Dengan begitu, diharapkan jumlah anak yang mengalami putus sekolah akan

berkurang.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka

pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Terkait dengan bentuk-bentuk perhatian orang tua terhadap pendidikan anak:

a. Bagaimanakah perhatian yang diberikan orang tua terhadap kegiatan

belajar anak?

Page 39: bab 2 -10712251005(1)

49  

b. Bagaimanakah motivasi yang diberikan oleh orang tua terhadap

pendidikan anak?

c. Bagaimanakah perhatian orang tua terhadap pemenuhan fasilitas

pendidikan anak?

2. Terkait dengan hubungan antara perhatian orang tua dengan anak putus

sekolah di sekolah dasar:

a. Bagaimanakah kecenderungan perhatian orang tua terhadap kegiatan

belajar anak dengan putus sekolah di sekolah dasar?

b. Bagaimanakah kecenderungan pemberian motivasi dengan putus sekolah

di sekolah dasar?

3. Terkait dengan kendala-kendala perhatian orang tua pada pendidikan anak:

a. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh orang tua dalam

memberikan perhatian pada pendidikan anak di sekolah dasar?

4. Terkait dengan strategi pihak sekolah untuk mengatasi permasalahan anak

yang putus sekolah terkait dengan perhatian orang tua terhadap pendidikan

anak?

a. Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengatasi

permasalahan anak yang putus sekolah terkait dengan perhatian orang tua

terhadap pendidikan anak?

b. Hal-hal apakah yang menjadi penghambat bagi pihak sekolah dalam

menjalankan upayanya untuk mengatasi permasalahan anak yang putus

sekolah terkait dengan perhatian orang tua terhadap pendidikan anak?