bab 1.docx

23
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina. 1 Hidung berdarah atau epistaksis adalah satu keadaan perdarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung, rongga hidung dan nasofaring. Penyakit ini bisa disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus kiesselbach. Epistaksis bukan suatu penyakit, melaikan gejala dari suatu kelainan yang mana hamper 90% dapat berhenti sendiri. 1 Sering kali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karna trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal atau kelainan sistemik pada hidung. 1 1.2. Tujuan Penulisan 1

Upload: woelandika-poetri

Post on 15-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ddd

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat

yang membagi rongga hidung kita menjadi dua terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut

pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari

pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.1

Hidung berdarah atau epistaksis adalah satu keadaan perdarahan dari hidung yang keluar

melalui lubang hidung, rongga hidung dan nasofaring. Penyakit ini bisa disebabkan oleh kelainan

lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus

kiesselbach. Epistaksis bukan suatu penyakit, melaikan gejala dari suatu kelainan yang mana

hamper 90% dapat berhenti sendiri.1

Sering kali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas

disebabkan karna trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal atau kelainan sistemik

pada hidung.1

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi

para dokter muda khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sehingga diharapkan para

calon dokter mampu mengenali, menganalisa dan membuat diagnostik yang tepat pada

kasus-kasus epistaksis.

1

Page 2: BAB 1.docx

BAB 11

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Hidung

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebar dan menyempitkan lubang

hidung. Kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yaitu sepasang

kartilago nasal lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior, tepi anterior

kartilago septum. Kerangka tulang terdiri dari os nassa, prosessus frontalis,os maksilla dan

prosessus nasalis os frontalis.1,2

Rongga hidung (kavum nasi) berbentuk terowongan dipisahkan oleh septum nasi

dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah

dinding. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang

rawan. Septum dilapisi oleh pericardium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian

tulang sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa hidung.1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka yaitu konka inferior, media, superior, dan

suprema yang biasanya rudimeter. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat

ronggga sempit yang disebut meatus. Ada 3 meatus yaitu meatus inferior, media, dan superior.

Dimeatus nasi bermuara sinus-sinus paranasalis. Dan yang di inferior bermuara duktus

nasolakrimalis, dinding inferior rongga hidung dibentuk oleh os maksila dan palatum. Dinding

superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis.1

Vascularisasi Hidung :1

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis, arteri karotis eksterna dan karotis interna.

Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui :1

2

Page 3: BAB 1.docx

1. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen

sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral

hidung.

2. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatine mayor, yang berjalan melalui

kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi.

System karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethoid anterior

dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior

Gambar 1. Dinding lateral rongga hidung

2.2. Definisi

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau

nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang hampirr

90% dapat berhenti sendiri. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat

mengganggu dan dapat mengancam nyawa. Factor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk

mengobati epistaksis secara efektif.1

3

Page 4: BAB 1.docx

2.3. Etiologi

Sering kali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang

jelas disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik pada hidung. Kelainan

lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pendarahan darah, infeksi lokal, benda asing,

tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit kardiovascular, kelainan

darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan congenital.2

a. Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan

ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat

seperti kena pukul, jatuh, atau kecelakaan lalulintas. Selain itu juga bisa terjadi akibat adanya

benda asing tajam atau trauma pembedahan.2

Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan dapat

terjadi ditempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu sedang

mengalami pembengkakakn. 2

b. Kelainan pembuluh darah (lokal)

Sering congenital, pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih dikit.2

c. Infeksi lokal

Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus para nasal seperti rhinitis, atau sinusitis.

Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis, jamur, tuberculosis.2

d. Tumor

Epistaksis dapat tumbuh pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering terjadi pada

angiofibroma, sehingga dapat menyebabkan epistaksis berat.2

4

Page 5: BAB 1.docx

e. Penyakit kardiovascular

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis, nefritis

kronik, sirosis hepatis atau diabetes mellitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang

terjadi pada penyakit hipertensi sering kali hebat dan dapat berakibat fatal.2

f. Kelainan darah

Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia, anemia, serta

hemophilia.2

g. Kelainan congenital

Kelainan konenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah teleangiektasis hemoragik

herediter. Juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease.

h. Infeksi sistemik

Yang sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah, demam tifoid, influenza dan

morbilli juga dapat disertai epistaksis.

i. Perubahan udara atau tekanan atmosfir.

Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada ditempat yang cuacanya sangat dingin

atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia ditempat industry yang

menyababkan keringa mukosa hidung.2

j. Gangguan hormonal

Epistaksis juga dapat teerjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh perubahan

hormonal.2

k. Sumber perdarahan

Melihat asal perdarahan, epistaksis dibagi menjadi epistaksis anterior dan epistaksis posterior.

Untuk penatalaksanaannya sering penting dicari sumber perdarahan walaupun kadang-kadang

sulit.2

5

Page 6: BAB 1.docx

2.4. Patofisiologi Epistaksis

Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar ditanggulangi.

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan posterior. 1,2

1. Epistaksis anterior

Kebanyakan berasal dari pleksus kisselbach diseptum bagian anterior atau dari arteri

etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan karena keadaan mukosa

yang hiperemis atau kebiasaan mengkorek hidung. Banyak terjadi pada anak-anak, sering

berulang, dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

Gambar 2. Epistaksis anterior

2. Epistaksis posterior

Dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina. Perdarahan biasanya lebih

hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan

syok. Sering ditemui pada pasien hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit

kardiovascular karena pecahnya arteri sfenopalatina.

6

Page 7: BAB 1.docx

Gambar 3. Epistaksis Posterior

2.5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari epistaksis adalah :1,3

Darah berwarna merah cerah yang keluar dari lubang hidung dan berasal dari hidung anterior

Darah berwarna merah gelap ataupun cerah dari bagian belakang tenggorokan dan berasal

dari hidung posterior

Nyeri kepala

Sulit bernafas

Perembesan dibelakang septum nasal, ditelinga tengah dan disudut mata

2.6. Diagnosis

Anamnesa yang penting pada pasien epistaksis adalah :3

1. Onset : spontan atau trauma akibat kuku jari

2. Durasi dan frekuensi perdarahan

3. Jumlah darah yang keluar

4. Lokasi hidung tempat perdarahan terjadi

5. Tipe perdarahan : anterior atau posterior

7

Page 8: BAB 1.docx

6. Riwayat kecenderungan perdarahan pada pasien dan keluarganya

7. Riwayat menderita penyakit (hipertensi, leukemia,penyakit katup mitral, seroisis, nefritis)

8. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu (analgesic,antikoagulan)

Epistaksis posterior dicurigai jika :3

1. Sebagian besar perdarahan terjadi kedalam faring

2. Tanpon anterior gagal mengontrol perdarahan

Tabel 1. Perbedaan antara epistaksis anterior dan posterior1

Epistaksis anterior Epistaksis posterior

Insidens Sering Jarang dibandingkan anterior

Lokasi

Berasal dari little’s area atau

bagian anterior dinding lateral

Berasal dari bagian

posterosuperior dari rongga

hidung

UsiaKebanyakan pada anak-anak

dan dewasa muda

Usia >40 tahun

Penyebab

Kebanyakan karena trauma Spontan, biasanya terjadi

karena hipertensi atau

arterioklerosis

Perdarahan

Biasanya ringan, dapat

dikontrol dengan penekanan

lokal atau tampon anterior

Perdarahan hebat, dapat

dikontrol dengan tampon

posterior

Pemeriksaan yang diperlukan berupa ;1,3

1. Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratuar dari anterior ke posterior. Vestibulum,

mukosa hidung dan sptum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa.

2. Rinoskopi posterior

8

Page 9: BAB 1.docx

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

epistaksis berulang dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma

3. Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertentensi, karena

hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang

4. Rontgen sinus dan Ct-Scan atau MRI

Rontgen sinus dan Ct-Scan atau MRI penting dilakukan untuk mengenali neoplasma atau

adanya infeksi

5. Endoskopi hidung

Endoskopi hidung dilakukan untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit

lainnya.

6. Skrining terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum, waktu troboplastin parsial, jumlah

platelet dan waktu perdarahan

2.7. Diagnosis Banding

Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar dari hidung

seperti : hemoptisis, vasises oesoofagus yang berdarah, perdarahan dibasis crania yang kemudian

darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius3

2.8. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan epistaksis adalah :1,2

Perbaikan keadaan umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari factor

penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan. Bila pasien dating dengan epistaksis

perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernafasan, serta tekanan darahnya. Bila ada kelaianan atasi

terlebih dahulu.

9

Page 10: BAB 1.docx

Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya perlu diketahui

perdarahan berasal dari anterior atau posterior. Sumber perdarah dicari untuk membersihkan

hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat penghisap.

Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin

1/5000-1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan kedalam rongga hidung untuk

menghentikan perdarahan, mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan selanjutnya.

Tampon ini dibiarkan selama 10-15 menit, setelah terjadi vasokontriksi biasanya dapat dilihat

apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior hidung.

Gambar 4. Tampon Efedrin

Menghentikan perdarahan

1. Perdarahan anterior

Perdarah anterior sering berasal dari pleksus kisselbach diseptum nasi bagian depan. Apabila

tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama pada anak, dapat dicoba

dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit.

10

Page 11: BAB 1.docx

Gambar 5. Kompresi hidung manual

Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan

Nitras Argentil (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotic.

Bila cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan

tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salap

antibiotic. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan

perdarah baru saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun

dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24

jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan

penunjang untuk mencari factor penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti,

dipasang tampon baru.

11

Page 12: BAB 1.docx

Gambar 6. Tampon anterior

Gambar 7. Tampon Boorzalf

2. Perdarahan Posterior

Perdarah dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan sulit

dicari sumbernya dengan rinoskopi anterior.

12

Page 13: BAB 1.docx

Untuk mengatasi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior yang disebut

tampon bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dan dibentuk kubus atau bulat dengan

diameter 3cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah disatu sisi dan sebuah disisi

berlawanan. Prinsip tampon bullocq ini adalah : tampon dapat menutup koana dan terfiksasi

dinasofaring untuk mnghindari mengalirnya darah kenasofaring.

Langkah pembuatan tampon bullocq :2

1. Sediakan tampon yang telah terikat dengan 3 utas benang

2. Masukkan kateter kecil melalui hidung sampai tampak diorofaring, lalu ditarik keluar

melalui mulut. Pada ujung kateter ini diikat 2 benang tampon bellocq tadi

3. Kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Kita

dapat mendorong tampon dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum

mole masuk ke nasofaring

4. Bila masi tampak perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior kedalam kavum nasi

5. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa didepan

nares anterior, supaya tampon yang terletak dinasofaring tetap ditempatnya. Benang lain

yang keluar dari mulut diikat scara longgar pada pipi pasien.

Gunanya untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3hari.

Gambar 8. Tampon Bullocq

13

Page 14: BAB 1.docx

Gambar 9.Tampon posterior

3. Sebagai pengganti tampon bellocq dapat dipakai kateter foley dengan balon, balon

diletakkan dinasofaring dan dikembungkan dengan air.

4. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan

pemasangan tampon posterior, untuk itu pasien harus segera dirujuk.

4.9. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah kedalam

saluran nafas bawah, juga dapat menyebabkan syok, dan anemia. Turunnya tekanan darah yang

mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufusuensi koroner sampai

infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.2,3

Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat menyebabkan infeksi, sehingga perlu diberikan

antibiotic.3

14

Page 15: BAB 1.docx

Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media,septicemia toxic shock

syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan tampon

hidung, dan setelah 2-3hari tampon harus dicabut. Bila masih perdarahan dipasang tampon baru.2

Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba

eustachius dan air mata berdarah, akibat mengalirnya darah secara retrograde melalui duktus

nasolakrimalis.2

Pemasangan tampon bellocq dapat menyebabkan laserasi palatum mole atau sudut bibir, jika

benang yang keluar melalui mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon

balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau

septum.2

2.10.Pencegahan

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis, antara lain :3

Gunakan alat untuk melembabkan udara dirumah

Hindari meniup melalui hidung terlalu keras

Bersin melalui mulut

Hindari memasukkan benda keras kedalam hidung, termasuk jari

Tidak merokok

2.11.Prognosis

Pada kasus epistaksis anterior 90% dapat berhenti sendiri, pada pasien hipertensi dengan/tanpa

arteriosklerosis biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk.3

15

Page 16: BAB 1.docx

BAB III

KESIMPULAN

Epistaksis adalah suatu gejala dan bukan suatu penyakit, yang disebabkan oleh adanya

suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan, sampai berat yang

dapat berakibat fatal. Epistaksis dapat disebabkan oleh banyak hal, namun dibagi dalam dua

kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis dibedakan menjadi dua

berdasarkan lokalisasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior.

Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi

dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memeriksa

pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan

tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan Ct-Scan atau MRI, endoskopi, skrining

koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan

pada pasien epistaksis adalah :

1. Memencet hidung

2. Pemasangan tampon anterior dan posterior

3. Kauterisasi

4. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)

Epistaksis dapat dicegah antara lain tidak memasukkan benda keras kedalam hidung seperti

jari, tidak meniup hidung dengan keras, bersin melalui mulut dan berhenti merokok.

16

Page 17: BAB 1.docx

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar N, Supardi EA. Buku Ajar Ilmu penyakit Telinga Hidung Tenggorokan edisi IV.

Jakarta FKUI : 2009. Hal 127-31

2. Nuty W Nizar, Endang M. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

Kepala & Leher edisi VI. Jakarta. FKUI : 2007. Hal 155-9

3. Suryowati E. Epistaksis. Medical study club FKUII 2012 diakses dari http://fkuii.org/tiki-

dowlomload_wiki_attachment.php?attld=2175&page=LEM%20FK%20UII pada tanggal

14 Maret 2015

17