bab 1.docx

34
BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit thalasemia merupakan kelainan genetik tersering didunia. Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hemoglobin (Hb) kurang atau tidak terbentuk secara sempurna. (Aru W, dkk 2009) Kasus thalasemia di Indonesia berdasarkan data Perhimpunan Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) mencatat pada 2006 terdapat sekitar 3.053 kasus Thalasemia dan pada tahun 2008 jumlah penderita meningkat menjadi 5.000 orang. Thalasemia layaknya fenomena gunung es, ditenggarai ada sekitar 200 ribu penderita thalasemia yang belum terdeteksi kasusnya. Bahkan terdapat jutaan carrier yang tidak terdeteksi di Indonesia. Potensi mereka sangat besar untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anak-anaknya. (HTA, 2010) Berdasarkan WHO tahun 2006, sekitar 7% penduduk dunia diduga carrier Thalasemia dan sekitar 300 ribu – 1

Upload: mahohara

Post on 04-Dec-2015

228 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit thalasemia merupakan kelainan genetik tersering didunia.

Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara

autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai

Hemoglobin (Hb) kurang atau tidak terbentuk secara sempurna. (Aru W, dkk

2009)

Kasus thalasemia di Indonesia berdasarkan data Perhimpunan Yayasan

Thalasemia Indonesia (YTI) mencatat pada 2006 terdapat sekitar 3.053 kasus

Thalasemia dan pada tahun 2008 jumlah penderita meningkat menjadi 5.000

orang. Thalasemia layaknya fenomena gunung es, ditenggarai ada sekitar 200 ribu

penderita thalasemia yang belum terdeteksi kasusnya. Bahkan terdapat jutaan

carrier yang tidak terdeteksi di Indonesia. Potensi mereka sangat besar untuk

menurunkan penyakit tersebut kepada anak-anaknya. (HTA, 2010)

Berdasarkan WHO tahun 2006, sekitar 7% penduduk dunia diduga carrier

Thalasemia dan sekitar 300 ribu – 500 ribu bayi lahir dengan thalasemia setiap

tahunnya. Penderita Thalasemia tertinggi ada di negara-negara tropis, namun

dengan tingginya angka migrasi penyakit ini juga ditemukan di seluruh dunia.

(HTA, 2010)

Thalasemia adalah penyakit genetik yang diturukan secara autosomal

resesif menurut Hukum Mendel yang dari orang tua kepada anak- anaknya yang

dapat menunjukkan gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk heterezigot) yang

1

Page 2: BAB 1.docx

disebut thalasemia minor atau trait (carrier = pengembang sifat) hingga yang

paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalasemia mayor.

Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tua yang mengidap

thalasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya

yang mengidap penyakit thalasemia (Aru W,dkk 2009).

Kasus thalasemia semakin hari semakin meningkat sehingga diperlukan

penatalaksaan yang cepat dan tepat. Penatalaksaan pasien thalasemia bertujuan

untuk kemampuan secara fisik dan psikologis. Terapi bertujuan meningkatkan

kemampuan mendekati perkembangan normal serta meminimalkan infeksi dan

komplikasi sebagai dampak sistemik penyakit. Pengobatan seumur hidup

diperlukan untuk pasien thalasemia. Program terapi yang harus dilakukan antara

lain tranfusi darah, iron chelation terapi, kemungkinan spelenektomi, pengaturan

diet yang membantu pembentukan sel darah merah (asam folat) dan diet yang

mengurangi resiko penimbunan zat besi (konsumsi Vit C) (Guidelines, 2008b).

Pencegahan thalasemia dapat dilakukan dengan cara yaitu : edukasi, skrining,

konseling genetika pra nikah, diagnosis pranatal. (HTA,2010)

2

Page 3: BAB 1.docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Thalasemia

Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih

rantai globin a atau b, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan

defisiensi produksi sebagian (parsial) atau menyeluruh (komplit) rantai globin

tersebut. Akibatnya, terjadi thalasemia yang jenisnya sesuai dengan rantai

globin yang terganggu produksinya, seperti ditunjukkan dibawah ini.

1. Thalasemia-α, terjadi akibat berkurangnya (thalasemia-α+) atau tidak

diproduksi sama sekali (thalasemia-α0) produksi rantai globin-α

2. Thalasemia-β terjadi akibat berkurangnya rantai globin-b (thalasemia-β+)

atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin-β (thalasemia-β0)

3. Thalasemia-δβ terjadi akibat berkurangnya atau tidak diproduksinya

kedua rantai-δ dan rantai-β. Hal ini sama terjadi pada thalasemia-ϒδβ dan

thalasemia αβ

4. Heterozigot ganda thalasemia α atau β dengan varian hemoglobin

thalassemik:

Contohnya , thalasemia-β/HbE: diwarisi dari salah satu orang tua yang

pembawa sifat thalasemia β, dan yang lainnya adalah pembawa sifat HbE.

(Aru W,dkk 2009).

3

Page 4: BAB 1.docx

2.2 Epidemiologi Thalasemia

Sebaran thalasemia terentang lebar dari Eropa Selatan-Mediteranian,

Timur Tengah dan Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia Timur, Asia

Tenggara.

Tabel 1. Peta sebaran populasi thalasemia (Aru W,dkk 2009).

Jenis thalasemia Peta sebaran

Thalasemia-β Populasi mediteran, timur tengah, india, Pakistan, asia tenggara, rusia selatan, cina jarang, di afrika kecuali Liberia dan di beberapa bagian afrika utara sporadic pada semua ras

Thalasemia-α Terentang dari afrika ke mediteranian, timur tengah, asia timur, dan tenggara Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebagian besar terbatas di populasi asia tenggara dan mediteranian

2.3 Patofisiologi Thalasemia

Pada thalasemia terjadi pengurangan atau tidak sama sekali produksi

rantai globulin satu atau lebih rantai globulin. Penurunan secara bermakna

kecepatan sintesis salah satu jenis globulin (rantai α atau rantai β)

menyebabkan sintesis rantai globulin tidak seimbang. Bila pada keadaan

normal yang disintesis seimbang antara rantai α atau rantai β, yakni berupa

α2β2, maka pada thalasemia β dimana tidak disintesis sama sekali rantai β,

maka rantai globin yang diproduksi rantai α berlebihan (α4). Sedangkan pada

thalasemia α dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai

globulin yang diproduksi rantai β berlebihan (β4). (Aru W,dkk 2009).

4

Page 5: BAB 1.docx

2.3.1 Patofisologi Thalasemia β

Pada Thalasemia β dimana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka

rantai globulin yang diproduksi rantai α berlebihan (α4). Produksi rantai

globin ã dimana pasca kelahiran masih diproduksi HbF tidak cukup

mengkompensasi defisiensi α2β2 ( HbA). Hal ini menunjukkan bahwa

produksi rantai globlin β dan rantai globin ã tidak akan pernah dapat

mencukupi mengikat rantai globin α yang berlebihan. Rantai α yang

berlebihan merupakan ciri khas pada thalasemia β.

Rantai α berlebihanyang tidak berikatan dengan rantai globin lainnya akan

berprepitasi pada sel prekusor sel darah merah pada sumsum tulang dan sel

progenitor pda sel darah tepi. Prepitasi ini akan menggangu kematangan

prekusor eritroid dan eritopoiesis yang tidak efektif sehingga umur eritrosis

pendek yang mengakibatkan anemia. Anemia ini lebih lanjut akan mendorong

(drive) profiferasi eritroid yang terus menerus dalam sumsum tulang yang

infektif sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang yang kemudian akan

menyebabkan deformitas skletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan

metabolisme. Anemia akan ditimbulkan lagi dengan adanya hemodilusi

akibta adanya hubungan langsung darah akibat sumsum tulang yang

berekspansi dan juga oleh adanya splenomegali. Pada keadaan splenomegali

semakin banyak sel darah merah yang abnormal terjebak untuk kemudian

dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasi sumsum tulang kemudian akan

meningkatkan absorpsi dan muatan besi, Transfusi yang diberikan secra

teratur semakin menambah muatan besi. Hal ini mengakibatkan penimbunan

5

Page 6: BAB 1.docx

besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang diikuti kerusakan organ

dan kematian bila besi tidak segera dikeluarkan. (Aru W,dkk 2009).

Gambar 1. Patofisiologi Thalasemia β (Guidelines for the Clinical

Management of Thalassaemia.)

2.3.2 Patofisologi Thalasemia α

Patofisologi Thalasemia α umumnya sama dengan yang dijumpai pada

thalasemia β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T)

rantai globin –α. Hilangnya gen globin-α tunggal tidak berdampak pada fenotip.

Sedangkan thalasemia htereozigot memberi fenotip seperti thalasemia β carrier.

Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat penyakit berat

menengah (moderat) yang dikatakan HbH disease. Sedangkan Thalasemia

homozigot tidak dapat bertahan hidup disebut Hb- Bart’s hydrops syndrome.

6

Page 7: BAB 1.docx

Kelainan dasar thalasemia α sama dengan thalasemia β yakni ketidak seimbangan

sintesis rantai globin. Terdapat perbedaan besar dalam patofisiologi kedua jenis

thalasemia :

Pertama, karena rantai α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa

( tidak seperti pada thalasemia β) maka thalasemia bermanifestasi pada masa α

fetus.

Kedua, sifat- sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai

globin –ã dan –β yang disebabkan defek produksi rantai globin – α sangat berbeda

dengan akibat produksi berlebihan rantai –α pada thalasemia β. Bila berlebihan

rantai - α tersebut menyebabkan prepitasi pada prekursel eritrosit, maka

thalasemia α menimbulkan tetramer yang larut (soluble), yakni ã4, Hb Bart’s dan

β4.

Beberapa perbedaan penting antara thalasemia α dan thalasemia β mencakup

kelainan gen sampai dengan manifestasi klinik. (Aru W,dkk 2009).

Fetus Dewasa

Gambar. Patofisiologi Thalasemia α (Aru W,dkk 2009).

7

Page 8: BAB 1.docx

Tabel 2. Perbedaan Thalasemia α dan Thalasemia β (Aru W,dkk 2009).

Thalasemia α Thalasemia βMutasi Delesi gen umum terjadi Delesi gen umum jarang

terjadiSifat- sifat globin yang berlebihan

Tentramer yang larut Agregat rantai α yang tidak larut

Sel Darah Merah Hidrasi berlebihanKaku (rigid)

DehidrasiKaku

Anemia Terutama Hemolitik Terutama diseritropoietikPerubahan tulang Jarang Umum Besi berlebih Jarang Umum

2.4 Manifestasi Klinis Thalasemia

Pasien thalasemia mengalami perubahan secara fisik antara lain

mengalami anemia yang bersifat kronik yang menyebabkan pasien mengalami

hypoksia, sakit kepala, irritable, anoreksia, nyeri dada dan tulang serta intoleran

aktifitas. Pasien thalasemia juga mengalami gangguan pertumbuhan dan

perkembangan reproduksi. Pasien thalasemia mempunyai karakteristik tersendiri

antara lain Hiperbilirubenemia, splenomegali, hepatomegali, penampilan wajah

yang khas berupa tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan broze skin

tone. Pada taraf lanjut pasien thalasemia sering mengalami komplikasi berupa

penyakit jantung dan hati, mengalami infeksi sekunder serta osteoporosis

(Hockenberry & Wilson, 2014).

8

Page 9: BAB 1.docx

Gambar. Manifestasi Klinis Penderita thalasemia

2.4.1 Manifestasi Klinis Thalasemia β

Thalasemia dibagi (empat) sindrom klinik yakni :

Thalasemia β minor (trait)/ heterozigot : anemia hemolitik mikrositik

hipokrom

a. Gambaran Klinis

Tampilan klinis normal. Hepatomegali dan splenomegali ditemukan

pada sedikit penderita.

b. Gambaran Laboratoris

Pada penderita thalasemia β minor biasanya ditemukan anemia

hemolitik ringan yang tidak bergejala (asimptomatik).

Kadar hemoglobin terentang antara 10-13 g/dl dengan jumlah eritrosit

normal atau agak tinggi. Darah tepi menunjukkan mikrositik

hipokrom, poikilositosis, sel target dan eliptosit, termasuk

kemungkinan ditemukan peningkatan eritrosit stippled. Sumsum

tulang menunjukkan hiperplasia eritroid ringan sampai sedang dengan

eritropoiesis yang sedikit tidak efektif. Umumnya kadar HbA2 tinggi

( antara 3,5 – 8 %). Kadar HbF biasanya terentang antara 1-5 %.

9

Page 10: BAB 1.docx

Thalasemia β mayor / homozigot : anemia berat yang bergantung pada

transfusi darah

a. Gambaran Klinis

Thalasemia β mayor / homozigot biasanya ditemukan pada anak usia 6

bulan sampai 2 tahun dengan klinis anemia berat. Bila tidak diobati

dengan hipertranfusi ( tranfusi darah yang bertujuan mencapai kadar

Hb tinggi) akan terjadi peningkatan hepatosplenomegali, ikterus,

perubahan tulang yang nyata karena rongga sumsum tulang mengalami

ekspansi akibat hiperplasia eritroid yang ekstrim. (Aru W,dkk 2009).

b. Gambaran Radiologis

Radiologi menunjukkan gambaran yang khas ‘ hair on end”. Tulang

panjang menjadi tipis akibat ekspansi sumsum tulang yang dapat

berakibat fraktur patologis. Wajah menjadi khas berupa menonjolnya

dahi, tulang pipi dan dagu atas. Pertumbuhan fisik dan

perkembangannya terhambat. (Aru W,dkk 2009).

c. Gambaran Laboratoris

Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g%. Eritrosis Hipokrom, sangat

poikilositosis, termasuk sel target, sel tesrdrop, sel eliptosit. Fragmen

eritrosit dan mikrosferosit terjadi akibat ketidakseimbangan sintesis

rantai globin. Pada darah tepi ditemukan eritrosit stippled dan banyak

sel eritrosit yang bernukleus. MCV terentang antara 50 – 60 fl. Sel

darah merah khas berukuran besar dan sangat tipis. Hitung retikulosit

berkisar 1%- 8%, dimana nilai ini berkurang berkaitan dengan

hiperplasia eritroid dan hemolisis yang terjadi. Elektroforesis Hb

10

Page 11: BAB 1.docx

menunjukkan HbF dengan sedikit peningkatan HbA2, HbA tidak ada

sama sekai atau menurun. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia

eritroid dengan rasio eritroid dan meiloid kurang lebih 20:1. Besi

serum sangat meningkat, tetapi total iron binding capacity (TIBC)

normal atau sedikit meningkat ( Aru W,dkk 2009).

Thalasemia β intermedia

a. Gambaran Klinis

Hampir 10% pasien β-thalasemia mengalami β-thalasemia

intermedia. Pada Thalasemia intermedia mengalami anemia hemolitik

yang sedang, dan dapat mempertahankan Hb >7 g/dl tanpa dukungan

transfusi. Ketika kebutuhan transfusi mencapai > 8 unit pertahun maka

diklasifikasikan sebagai thalasemia-β mayor. Gejala klinis yang

tampak pada Thalasemia intermedia biasanya terjadi pada umur 2-4

tahun. Gejalanya dapat berupa anemia, hiperbilirubinemia, dan

hepatosplenomegali. (Aru W,dkk 2009).

b. Gambaran Laboratoris

Morfologi eritrosit Thalasemia intermedia menyerupai

thalasemia mayor. Elektroforesis Hb dapat menunjukkan HbF2 100%,

HbA2 sampai dengan 7% dah HbA 0- 80% bergantung pada fenotip

penderita. HbF didistribusikan secara heterogen dalam peredaran

darah. (Aru W,dkk 2009).

11

Page 12: BAB 1.docx

2.4.2 Manifestasi Klinis Thalasemia α

Thalasemia α trait (minor)

Tampilan klinis normal, anemia ringan dengan peningkatan eritrosit yang

mikrositik hipokrom. Pada saat dilahirkan, Hb Bart’s dalam rentangan 2-

10 %. (Aru W,dkk 2009).

HbH disease

Defek 3 dari 4 gen α globin. Ciri hematologis ditandai adanya

akumulasi dari rantai globin-β yang mudah larut membentuk tetramer

yang disebut HbH. Penyakit HbH memiliki gejala anemia hipokromik

mikrositik dengan Hb 8-10 g/dL. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya

pembesaran hepar dan spleen. Adanya anemia yang berat dapat

disebabkan oleh kekurangan asam folat, infeksi akut, paparan stres

oksidatif, dan kehamilan. (Aru W,dkk 2009).

Hydrops Fetalis

Merupakan bentuk paling berat dari α thalasemia. Pada keadaan ini tidak

terbentuk rantai globin-α. Janin yang terkena akan meninggal di dalam

kandungan pada trimester kedua atau trimester ketiga kehamilan atau tidak

lama setelah lahir. Pada Hb Bart’s Hydrops Fetalis terjadi anemia yang

berat, oedem yang luas, ascites, efusi pleura, dan efusi pericardial. Pada

pemeriksaan apusan darah tepi banyak dijumpai immature red cell ,

hipokrom, mikrositer, gambaran sel darah merah anisopoikilositosis. (Aru

W,dkk 2009)

12

Page 13: BAB 1.docx

2.5 Pendekatan Diagnosis Thalasemia

Gambar. Alur Diagnosis Thalasemia (Sari Pediatri, 2006)

13

Page 14: BAB 1.docx

Riwayat penyakit

(Ras, Riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)

Pemeriksaan fisik

(pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)

Laboratorium darah dan sediaan apus

(Hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit,

Gambaran darah tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit

Darah tepi atau sumsum tulang dan presipitasi HbH

(adanya Hb normal termasuk analisis pada pH 6-7

untuk HbH dan H Barts)

Penentuan HbA2 dan HbF

(untuk memastikan thalasemia-β)

Distribusi HbF intraseluler sintesis rantai globin analisis struktural Hb varian

Bagan 1. Algoritma pendekatan diagnosis thalasemia (Aru W,dkk 2009).

14

Page 15: BAB 1.docx

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis

thalasemia adalah darah perifer lengkap (Hb, MCV, dan MCH), gambaran darah

tepi, analisis Hb. Pasien thalasemia mempunyai nilai MCV yang rendah dan

dikatakan bahwa nilai MCV 72 fl adalah nilai yang sangat sensitif dan spesifik

untuk diagnosis thalasemia.

Gambaran. Hapusan Darah Tepi

Diagnosis kerja pertama kali pada pasien adalah thalasemia berdasarkan

adanya gejala pucat, pembesaran hati dan limpa, serta kadar Hb, nilai MCV dan

MCH yang rendah, ditemukan tanda-tanda hemolisis, namun tak ditemukan badan

inklusi HbH. Pada analisis Hb ditemukan kadar HbA2 normal sedangkan HbF

sedikit meningkat. (Aru W,dkk 2009).

2.6 Terapi Thalasemia

Terapi thalasemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati

perkembangan normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai

dampak sistemik penyakit. Terapi thalasemia mayor meliputi pemberian

tranfusi, mencegah penumpukan zat besi (Hemocromatosis) akibat tranfusi,

15

Page 16: BAB 1.docx

pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis dengan splenektomi, dan

transplantasi sumsum tulang (Guidelines, 2008b)

1) Tranfusi Darah

Tranfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan

hemoglobin normal atau mendekati normal. Terapi ini diberikan jika kadar

hemoglobin < 6 mg/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-

turut. Tehnik yang dipakai adalah hipertranfusi, yaitu untuk mencapai

kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan tranfusi 2 – 4

unit darah setiap 4 - 6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal

ditekan. Tindakan ini bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan

eritropoesis, memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan serta

memperpanjang ketahanan hidup (Guidelines, 2008b).

2) Iron Chelator

Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi

(hemocromatosis) akibat tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia

sendiri serta mengontrol kadar besi didalam tubuh secara optimal

(Guidelines, 2008b). Iron chelator yang diberikan berupa desferoksamin

(desferal ®), berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin.

Desferoksamin diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit

darah yang ditranfusikan atau melalui infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam

8 – 12 jam, 5 – 7 hari seminggu. Terapi ini diberikan setelah tranfusi darah

10 – 15 unit. Besi yang terkelasi oleh desferoksamin diekresikan melalui

urin dan feses. Pemberian Vitamin C (200 mg/hari) membantu

meningkatkan eksresi besi oleh desferoksamin. Harapan hidup pasien

16

Page 17: BAB 1.docx

thalasemia akan meningkat jika pasien patuh terhadap terapi iron chelator

ini. Selain harganya yang mahal, terapi ini member efek samping pada

pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang

dan retardasi pertumbuhan (Guidelines, 2008b).

3) Splenektomi

Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi

proses hemolisis. Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan

terbukti adanya hipersplenisme serta dilakukan jika pasien berumur lebih

dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca splenektomi (Guidelines, 2008b).

4) Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang

dipercaya untuk kasus thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan

thalasemia dengan transplantasi sumsum tulang ini, harus dengan

pertimbangan yang sangat matang karena mengandung banyak resiko

menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang yang

mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis

postal pada biopsi hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum

penatalaksanaan transplantasi. Terapi dengan transplantasi sumsum tulang

mampu menghilangkan kebutuhan pasien terhadap iron chelation therapy.

(Guidelines, 2008b)

17

Page 18: BAB 1.docx

Guidelines, 2008

2.7 Pencegahan

Pencegahan thalasemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah

bayi lahir dengan thalasemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam

pencegahan thalasemia yaitu secara retrospektif dan prospektif. Pendekatan

retrospektif dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap anggota

18

Page 19: BAB 1.docx

keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalasemia mayor. Sementara

pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk

mengidentifikasi karier thalasemia pada populasi tertentu. Secara garis besar

bentuk pencegahan thalasemia dapat berupa edukasi tentang penyakit

thalasemia pada masyarakat, skrining (carrier testing), konseling genetika

pranikah, dan diagnosis pranatal

Edukasi

Edukasi masyarakat tentang penyakit thalasemia mulai pengertian, gejala

kllinis, pengobatan dan pencengahan. Masyarakat harus diberi

pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan,

terutama tentang thalasemia dengan frekuensi kariernya yang cukup tinggi

di masyarakat. (HTA,2010)

Skrining ( carrier testing)

Gambar. Carrier Thalassaemia

19

Page 20: BAB 1.docx

Skrining thalasemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalasemia

pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining

ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan

menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan thalasemia dan

pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya. (HTA,2010)

Konseling genetika pra nikah

Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier

dilakukan. Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani

skrining dan harus mampu menginformasikan pada peserta skirining bila

mereka teridentifikasi karier dan implikasinya. Prinsip dasar dalam

konseling adalah bahwa masing-masing individu atau pasangan memiliki

hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk mendapat informasi

akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal yang

harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil,

prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan

diagnosis pranatal. (HTA,2010)

Diagnosis Pranatal

Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalasemia saat kunjungan

pranatal pada wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada

suaminya bila wanita hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya

adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada janin serta

pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalasemia homozigot. Saat ini,

program ini hanya ditujukan pada thalasemia β+ dan βO yang tergantung

transfusi dan sindroma Hb Bart’s hydrops. (HTA,2010)

20

Page 21: BAB 1.docx

Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.

Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis

DNA janin. Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis

atau biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling). (HTA,2010)

21

Page 22: BAB 1.docx

BAB 3

RINGKASAN

Penyakit thalasemia merupakan kelainan genetik tersering didunia.

Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara

autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai

Hemoglobin (Hb) kurang atau tidak terbentuk secara sempurna.

Thalasemia adalah penyakit genetik yang diturukan secara autosomal

resesif menurut Hukum Mendel yang dari orang tua kepada anak- anaknya yang

dapat menunjukkan gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk heterezigot) yang

disebut thalasemia minor atau trait (carrier = pengembang sifat) hingga yang

paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalasemia mayor.

Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tua yang mengidap

thalasemia, sedangkan bentuk homozigot ditirunkan oleh kedua orang tuanya

yang mengidap penyakit thalasemia

Program terapi yang harus dilakukan antara lain tranfusi darah, iron

chelation terapi, kemungkinan spelenektomi, pengaturan diet yang membantu

pembentukan sel darah merah (asam folat) dan diet yang mengurangi resiko

penimbunan zat besi (konsumsi Vit C). Pencegahan thalasemia dapat dilakukan

dengan cara yaitu : edukasi, skrining, konseling genetika pra nikah, diagnosis

pranatal

22

Page 23: BAB 1.docx

DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo, 2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V InternaPublishing:

Jakarta

Bakta, I made. Hemoglobinopati. In : Hematologi Klinik Ringkas. EGC. Denpasar

2007. 85-95.

Guidelines for the clinical care of patients with thalasemia in Canada, 2008a,

Thalasemia Foundation in Canada

Guidelines for the Clinical Management of Thalassaemia.2008b. 2nd Revised

edition. Cappellini MD, Cohen A, Eleftheriou A, et al. Nicosia

(CY): Thalassaemia International Federation;.

Health Technology Assessment (HTA). 2010. Pencegahan Thalasemia. Irjen Bina

Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

HKCOG Guidelines, 2003, published by The Hong Kong College of Obstetricians

and Gynaecologists

Hockenberry, Wilson, 2014. Maternal Child Nursing care. Chapter 11.

Thalasemia

Muktiarti, Dina, dkk. 2006. Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3, Desember 2006: 244 -

250

23