bab 13. penyangga beton

33
13. SISTEM PENYANGAAN SHOTCRETE 13.1. UMUM Beton tembak (shotcrete) adalah beton yang agregatnya berukuran relatif lebih kecil (ukuran sieve : 0,125 mm – 8 mm) dari pada agregat yang biasa dipergunakan untuk beton biasa dan dapat dipergunakan sebagai penyangga sementara maupun permanen. Shotcrete dirancang untuk dapat menahan gaya yang bekerja pada batuan yang disebabkan oleh lubang bukaan. Pada shotcrete, penambahan material-material (misalnya : fibre) tertentu, diharapkan juga bisa bertahan terhadap tension stress. Gambar berikut ini menunjukan model shotcrete yang rusak akibat tention stress. Gambar 3.1 Kondisi Shotcrete yang Rusak

Upload: ishen-simamora

Post on 08-Jul-2016

214 views

Category:

Documents


53 download

DESCRIPTION

Terowongan

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 13. Penyangga Beton

13. SISTEM PENYANGAAN SHOTCRETE

13.1. UMUM

Beton tembak (shotcrete) adalah beton yang agregatnya berukuran relatif lebih kecil

(ukuran sieve : 0,125 mm – 8 mm) dari pada agregat yang biasa dipergunakan untuk

beton biasa dan dapat dipergunakan sebagai penyangga sementara maupun permanen.

Shotcrete dirancang untuk dapat menahan gaya yang bekerja pada batuan yang

disebabkan oleh lubang bukaan. Pada shotcrete, penambahan material-material (misalnya

: fibre) tertentu, diharapkan juga bisa bertahan terhadap tension stress. Gambar berikut ini

menunjukan model shotcrete yang rusak akibat tention stress.

Gambar 3.1Kondisi Shotcrete yang Rusak

Dari sifat-sifat yang dimilikinya shotcrete mempunyai beberapa kelebihan bila

dibanding dengan sistem penyanggaan dari kayu atau baja antara lain : tidak ada ruang

kosong pada dinding terowongan dan waktu pelaksanaan lebih singkat. Selain untuk

mengatasi sifat dari beton tembak (shotcrete) yang mempunyai kuat tarik rendah, maka

sebagai sistem penyangga beton tembak (shotcrete) dikombinasikan dengan weldmesh,

splitsets atau rock bolt agar pemasangannya tidak terlalu tebal, sekitar 5 cm – 25 cm

sesuai dengan kebutuhan dan kondisi batuan yang ada.

Page 2: Bab 13. Penyangga Beton

Sampai saat ini, shotcrete bisa memberikan daya support hingga 50 MPa. Bila

tekanan batuan sudah melebihi daya dukung shotcrete, maka akan terjadi retakan-retakan

pada dinding shotcrete, sebelum shotcrete tersebut runtuh.

Beton tembak atau shotcrete merupakan salah satu aplikasi dari penyanggaan

beton (concrete). Gambar 3.1 memperlihatkan aplikasi shotcrete di drift/tunnel.

Gambar 3.2Aplikasi Shotcrete di Drift/Tunnel

Shotcrete pada industri tambang terutama pada tambang dalam (underground

mine) digunakan pada :

- Shaft

- Stasiun pemompa, Gallerie

- Penampung air (water sumps)

- Dam untuk air

- Atap tambahan untuk tambang yang mempunyai lapisan batuan beragam

Keuntungan digunakannya shotcrete :

1. Sebagai material yang tahan terhadap tekanan, shotcrete mempunyai kekuatan

yang tinggi dan relatif ekonomis.

2. Bahan penyusunnya (semen, material ,air) dapat dengan mudah diperoleh dalam

jumlah banyak.

3. Shotcrete dapat diterapkan dengan mudah pada bermacam tempat.

4. Dalam aplikasinya (percampuran, pergerakannya, penuanganya) dapat dilakukan

secara mekanis sehingga menghemat biaya.

Page 3: Bab 13. Penyangga Beton

5. Material ini mempunyai ketahanan yang baik terhadap api, tidak terbakar.

6. Karena akan menciptakan permukaan yang halus, hambatan udara dapat

dikurangi.

7. Tidak terpengaruh oleh cuaca dan mempunyai umur pakai yang panjang.

Kerugiannya :

1. Mempunyai ketahanan yang rendah terhadap tarikan, sehingga dalam kondisi

terdapat tarikan, perlu diperkuat dengan baja.

2. Dapat pecah secara tiba-tiba tanpa adanya tanda terlebih dahulu, sehingga

menyulitkan selama pengawasanya.

3. Shotcrete yang sudah pecah tidak dapat digunakan lagi, tidak seperti baja atau

kayu.

Untuk mengatasi kuat tarik yang rendah, shotcrete dipasang mesh yang ditanam

didalam konstruksi shotcrete sehingga membentuk satu kesatuan yang disebut beton

bertulang (reinforced).

Tekanan yang dapat dihasilkan oleh selimut beton atau tekanan maksimum yang

diperoleh adalah :

Psc max =

dimana =

Psc max = tekanan yang dapat dihasilkan oleh selimut beton

(kg/cm2)

Pc cos = kuat tekan beton yang digunakan (kg/cm2)

r1 = jari-jari tunnel (cm)

tc = tebal shotcrete (cm)

Menurut Unal (1983), beban penyangga dapat ditentukan dari RMR

P =

dimana :

P = beban penyangga (ton/m2)

100 – RMR γ . B 100

1 ( ri - tc )2

Pc cos 1- 2 r1

2

Page 4: Bab 13. Penyangga Beton

B = lebar terowongan/span (m)

γ = densitas batuan (kg/m3)

R = Rock Mass Rating (0 – 100 %)

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh beton tembak (shotcrete) adalah :

Shotability : yaitu kemampuan untuk dapat melekat di atas dengan

kemungkinan kecil untuk dapat lepas.

Kekuatan awal (early strength) sebesar 1 MPa umumnya memerlukan waktu

(setting time/curing time) 2 – 8 jam.

Harus mampu mencapai kekuatan 40 MPa dalam waktu 28 hari dengan

komposisi accelerator tertentu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kekuatan akhir

yang diinginkan

Ketebalan beton tembak (shotcrete) dapat dihitung dengan rumus Rabcewicz (1974),

yaitu :

t = 0.434

dimana :

t = tebal beton tembak (shotcrete) (m)

P = tekanan pada beton tembak (shotcrete) (t/m2)

r = jari-jari tunnel (m)

τ = tegangan geser yang diijinkan dari bahan shotcrete (t/m2) = 0,2 σb

σb = kuat tekan beton tembak/shotcrete)

13.2. TIPE BETON TEMBAK (SHOTCRETE)

Terdapat dua cara atau metode dalam penggunaan beton tembak (shotcrete), yaitu

a. Dry mix adalah suatu cara dimana agregat

kering dicampur dengan semen dan kemudian dialirkan melalui selang dengan

kecepatan konstan ke nozzle. Accelerator berupa bubuk tepung, tidak

menggunakan accelerator cair. Accelerator tersebut dicampurkan dengan air

pada saat dialirkan ke nozzle. Gambar 3.2 memperlihatkan metode dry mix

shotcrete method.

Keuntungan dari cara ini :

P . r τ

Page 5: Bab 13. Penyangga Beton

Peralatan ringan, produksi dapat

dihentikan seketika tanpa menyebabkan kehilangan material

Mudah dibersihkan

Memungkinkan jika kegiatan

transportasi yang digunakan cukup panjang atau perbedaan elevasinya

cukup tinggi

Kerugian dari cara ini :

Konsumsi udara bertekanan tinggi

Rebound factor tinggi, terutama jika menggunakan fibre

Kapasitas rendah

Debu yang dihasilkan banyak, akibatnya sangat buruk bagi

kesehatan

Gambar 3.3

Page 6: Bab 13. Penyangga Beton

Dry Mix Shotcrete

b. Wet mix adalah suatu cara dimana air, agregat

dan semen yang telah ditakar dicampur dan dialirkan melalui selang ke tabung

untuk kemudian dipompa secara mekanis melalui nozzle kepermukaan batuan.

Accelerator ditambahkan pada saat campuran dialirkan ke tabung. Keuntungan

cara ini adalah perbandingan air semen (w/c ratio) dapat dikontrol dengan ketat.

Gambar 3.3 memperlihatkan wet mix shotcrete method.

Keuntungan dari cara ini :

Proporsi campuran lebih mudah dikontrol dengan tepat dan akurat

Kapasitas tinggi

Rebound faktor rendah

Cocok jika menggunakan plastic fibres

Debu yang dihasilkan rendah

Kerugian dari cara ini :

Peralatan yang digunakan berukuran besar dan harganya mahal

Sensitif terhadap material-material campuran

Gambar 3.4Wet Mix Shotcrete

13.3. BAHAN-BAHAN CAMPURAN BETON TEMBAK (SHOTCRETE)

1. Semen

Page 7: Bab 13. Penyangga Beton

Semen merupakan komposisi terpenting pada shotcrete. Saat dicampur

dengan air dan material, semen akan mengeras membentuk perkuatan baru

pada batuan. “Portland Composite Cement” merupakan jenis yang terbaru

digunakan pada operasi tambang. Setiap negara memiliki standar sendiri

dalam penentuan spesifikasinya. Dosis jumlah penggunaan semen per-

kilogram dalam campuran 1 m3 volume secara keseluruhan dapat dihitung

dengan menggunakan rumus Cemal Biron :

Mc =

Dimana :

Mc = dosis minimum semen (dalam kg) per m3 shotcrete.

Dmax = ukuran material terbesar (dalam mm)

Sehingga dapat diketahui bahwa jika ukuran material meningkat, jumlah

semen yang digunakan akan turun, membuat penggunaan shotcrete lebih

ekonomis. Namun jumlah semen yang digunakan juga tergantung dari kualitas

agregate yang digunakan. Jika agregate tersebut tidak dapat memberikan

kekuatan maksimal sesuai dengan kekuatan yang diinginkan, maka jumlah

semen yang digunakan semakin banyak. Hal ini dimaksudkan agar semen

dapat mengikat agregate yang digunakan dalam campuran shotcrete tersebut.

Ukuran material dan semen harus dikontol secara benar, agar nilai kuat tekan

yang diperoleh sesuai standard dan daya lekat dari pada material shotcrete

bagus, sehingga hasil penyemprotan shotcrete tidak banyak masalah.

2. Agreggate/material

Agreggate berguna untuk memberikan dimensi yaitu sebagai struktur rangka

pada material shotcrete, mengurangi jarak celah yang harus diisi oleh semen

sebagai bahan perekatnya sehingga dapat mengurangi cost. Agregate yang

digunakan adalah pasir. Pasir akan menjadi kerangka beton dan

meminimalkan penyusutan volume yang terjadi selama pengerasan semen.

Pasir mempunyai ukuran 0,125 mm – 8 mm. Ukuran yang lebih besar dari 8

Page 8: Bab 13. Penyangga Beton

mm tidak digunakan. Karena akan mengakibatkan terjadi penyumbatan pada

saat penyemprotan shotcrete dan banyak rebound.

Tabel 3.5Ukuran Aggregate Berdasarkan ASTM Sieve

Sumber : Buku Sprayed Concrete for Rock Support, By Tom Melbye, hal. : 30 – 31

Grafik 3.1Rekomendasi Ukuran Aggregate untuk Shotcrete

(Standard ASTM)

3. Air

Page 9: Bab 13. Penyangga Beton

Air merupakan bahan yang sangat penting dalam penggunaan beton tembak

(shotcrete). Jumlah air yang dibutuhkan tergantung dari ukuran agregat dan

kekuatan dari beton tembak (shotcrete) yang diinginkan, juga tergantung dari

sifat granulometri material dan kuat tekan yang ada. Jumlah air yang

dibutuhkan (dalam kg) per meter kubik-nya dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

Mw = A (7-K)

dimana : Mw = jumlah air

A = koefisien, tergantung kondisi kerja (table 3.3)

K = modulus kehalusan (merupakan persentase

kumulatif aggregate yang ukurannya lebih besar dari

ukuran lubang bukaan ayakan standar dibagi 100).

Tabel 3.3Tabel Koefisien pada Kondisi Kerja Tertentu

Kondisi kerja Koefisien

Kerikil Pecahan Batuan

Basah (2-6 cm tenggelam) 45 50

Plastik (7-12 cm tenggelam) 50 63

Cairan (>12 cm tenggelam) 58 74

4. Bahan – bahan Pembentuk lainnya :

Tambahan material pada shotcrete digunakan untuk mengubah waktu

penyetingan dan mudah tidaknya dialirkan (fluidity). Material tambahan itu

adalah :

1. Kalsium Klorida (CaCl2)

Kalsium klorida merupakan agent yang digunakan untuk mengurangi

curing time pada shotcrete.

2. Debu terbang (fly ash)

Fly ash dapat diperoleh pada pabrik-pabrik. Merupakan tambahan yang

penting untuk meningkatkan fluiditas pada transportasi shotcrete dengan

Page 10: Bab 13. Penyangga Beton

pipa. Silica murni (SiO2) dan Bentonite pada material (0-0,2 mm) dapat

pula ditambahkan bertujuan untuk mengurangi curing time shotcrete.

Pada shotcrete berdosis tinggi (semen 350 kg/m3). Pada shotcrete yang

jelek (200-250 kg/m3) material yang baik harus lebih 10% dari

keseluruhan beratnya.

3. Accelerator

Penggunaan accelerator sangatlah penting dalam aplikasi shotcrete pada

lubang bukaan. Penambahan accelerator pada shotcrete akan dapat

memberikan keuntungan :

- Membuat ikatan dengan massa batuan secepat mungkin.

- Menaikkan kekuatan secara cepat.

Namun, pemakaian accelerator yang berlebih pun dapat mempengaruhi

kuat tekan dari shotcrete itu untuk periode jangka panjang. Semakin

banyak accelerator maka semakin cepat untuk mendapatkan 1 MPa dari

shotcrete itu, namun kuat tekannya lebih cepat menurun dan tidak baik

digunakan untuk pembuatan tunnel yang akan digunakan dalam jangka

waktu yang panjang. Dosis pemakaian akselerator (accelerator) berkisar

antara 2 % - 6 % dari berat semen dalam campuran.

Accelerator pada shotcrete dapat dikategorikan pada :

- Silika (contoh: sodium silica)

- Sodium atau Potasium Aluminate.

- Alkali bebas accelerator.

Silika bukan merupakan accelerator asli, karena silika hanya membuat

suatu efek gell dan tidak memberikan perkuatan awal. Accelerator juga

mempunyai tendensi mengurangi kekuatan akhir dari shotcrete. Hal ini

terjadi karena peningkatan kekuatan berlangsung lebih lambat pada

campuran non-accelerator dan meningkatnya cristalin yang

meningkatkan kekuatan akhir. Accelerator harus mempunyai kandungan

< 1% dari berat alkali (Na2O). accelerator yang beredar di pasaran tidak

memiliki spesifikasi tersebut. Teknologi terbaru mengacu pada non-

Page 11: Bab 13. Penyangga Beton

caustic/accelerator alkali bebas, karena lebih ramah lingkungan,

menghasilkan perkuatan secara cepat.

4. Water Reducer (plasticizer dan superplasticizers)

Ada beberapa type dari water reducer (pengurang jumlah air) yang

tersedia dan memiliki kategori sebagai berikut :

- Low range (contoh: lignosulphonates) yang mampu mengurangi air

10%-15%, tetapi dapat mengurangi perkuatan.

- Medium range (contoh: melamines) yang dapat mengurangi air

sekitar 25%.

- High range (contoh: polycarboxylates) yang dapat mengurangi air

sampai 45%.

Campuran ini bekerja dengan cara mengisi setiap partikel semen secara

ion dan membuatnya terpisah, secara efektif melumasi campuran yang

kemudian mengurangi jumlah air, tanpa harus mengurangi nilai slump

yang diinginkan.

5. Microsilica (silica fume)

Microsilica adalah material yang sangat kecil dengan reaksi pozzolan

yang tinggi. Microsilica merupakan zat yang dicampurkan bersama

material utama shotcrete di batch plant yang berguna untuk mengisi

rongga-rongga yang terdapat pada campuran shotcrete, sehingga

diperoleh komposisi yang bagus untuk dijadikan penyangga batuan.

Microsilica pada shotcrete memiliki keuntungan sebagai berikut :

Meningkatkan durability (lebih tahan terhadap suhu rendah dan

serangan asam)

Meningkatkan ikatan perlapisan

Menaikkan kekuatan (kuat tekan)

Mengurangi rebound

Memperlancar aliran pada delivery hose (pada wet process)

Meningkatkan kohesi campuran.

Mempertebal aplikasi pada sekali penyemprotan.

6. Hydration Control

Page 12: Bab 13. Penyangga Beton

Hydration control berfungsi untuk menghentikan proses hidrasi dengan

membentuk barrier disekeliling partikel semen sebelum penyemprotan.

Pada waktu penyemprotan ditambahkan accelerator, yang berfungsi

kebalikan dari hydration control yaitu mempercepat proses hydrasi

sesuai curring time yang diinginkan.

7. Fibre (Serat)

Shotcrete adalah material yang lemah terhadap tarikan. Pada prosesnya,

peningkatan kekuatan shotcrete dapat diperoleh dengan menggunakan

fibre. Fibre berguna untuk menambah daya kekuatan shotcrete terutama

terhadap tension strength. Selain itu, dengan fibre maka shotcrete lebih

mudah diaplikasikan karena langsung disemprotkan ke batuan tanpa

memakai mesh terlebih dahulu. Dengan pemakaian fibre maka

ketahanan shotcrete meningkat. Pengunaan fibre dalam 1 m3 bervariasi,

kurang lebih 6 kg (plastic fibre) atau steel fibre (40 kg) yang diperlukan

per-m3 shotcrete. Jumlah fibre yang digunakan berdasarkan pengujian-

pengujian sampai diperoleh kekuatan dan kualitas shotcrete yang

diinginkan. Shotcrete yang dicampur dengan fibre dapat diaplikasikan

pada lubang bukaan, karena dapat menggantikan screen. Tipe-tipe fibre

antara lain plastic fibre, steel fibre, glass fibre, carbon fibre.

13.4 PENGGUNAAN BETON TEMBAK (SHOTCRETE)

Penggunaan beton tembak (shotcrete) sebagai penyanggaan di lubang bukaan

tidak lepas dari tiga tahap proses kegiatan, dimana ketiga jenis kegiatan tersebut sangat

berpengaruh terhadap kualitas beton tembak (shotcrete) yang diinginkan.

Ketiga proses tersebut adalah :

1. Batching and Mixing

Batching adalah proses pengambilan material-material pembentuk shotcrete yang

sesuai dengan takarannya ke dalam mesin pencampur di batch plant. Sedangkan

mixing adalah proses pencampuran material-material pembentuk shotcrete setelah

sesuai dengan takarannya di dalam mesin pencampur.

2. Delivery

Page 13: Bab 13. Penyangga Beton

Delivery adalah proses perjalanan shotcrete dari batch plant ke lokasi penyemprotan

shotcrete. Delay yang terjadi akan memperngaruhi nilai slump sehingga berakibat

kehilangan konsistensi dan shotcrete tidak bagus lagi ketika disemprotkan ke

permukaan batuan. Diharapkan waktu penuangan material shotcrete ini tidak terlalu

lama, begitu juga saat transfer dari mixer truck ke truck untuk selanjutnya dituangkan

ke hopper roboshot sehingga tidak mengurangi kualitas shotcrete. Waktu maksimum

yang diperbolehkan dalam perjalanan adalah 2 jam. Lebih dari itu dikhawatirkan

campuran akan sulit untuk ditembakkan. Hal ini biasanya diatasi dengan

menambahkan delvocrete stabiliser untuk membuat campuran tetap stabil dalam

waktu yang relatif lama sampai campuran tersebut ditembakkan.

3. Placement

Cara penempatan beton tembak (shotcrete) akan mempengaruhi keberhasilan

penggunaan beton tembak (shotcrete) itu sendiri. Mekanisme penyemprotan sangat

memegang peranan penting karena mempengaruhi persentase rebound yang terjadi.

Mekanisme penyemprotan shotcrete yang benar yaitu memutar/sirkular (lihat gambar

3.4) dengan sudut antara nozzle dengan dinding drift yang dishotcrete adalah 90o

(lihat gambar 3.5). Prosedur persiapan dan penyemprotan yang baik dan benar dapat

dilihat pada lampiran G. Selain posisi penyemprotan, besarnya rebound juga

dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kondisi permukaan batuan dan kekerasan

permukaan batuan. Permukaan batuan yang lembab dan ada aliran air akan

memperbesar persentase rebound. Presentase rebound yang dapat ditolerir adalah

sebesar 10 %. Peresentasi rebound ini tergantung dari sudut kemiringan nozzle pada

saat penyemprotan dan persentase accelerator yang digunakan (lihat gambar 3.5).

Untuk itu permukaan batuannya harus dibersihkan terlebih dahulu. Pembersihan

dilakukan dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi sampai didapatkan

permukaan batuan yang betul-betul bersih. Pada permukaan batuan yang sangat keras,

lapisan pertama dari shotcrete akan mengalami rebound yang paling banyak bila

dibandingkan dengan lapisan berikutnya. Untuk mendapatkan ketebalan yang

diinginkan, maka penyemprotan dapat dilakukan secara bertahap lapis demi lapis.

Penyemprotan shotcrete yang terlalu tebal juga akan mengakibatkan fall out (lihat

gambar 3.6).

Page 14: Bab 13. Penyangga Beton

Gambar 3.5Mekanisme Penyemprotan Shotcrete yang Benar

Gambar 3.6Pengaruh Sudut Penyemprotan terhadap Rebound

Page 15: Bab 13. Penyangga Beton

Gambar 3.7Pengaruh Prosedur Penyemprotan Terhadap Persentase Rebound yang Terjadi

(Melbye,2001)

Gambar 3.8Kenampakan Fall Out yang Terjadi pada Shotcrete

13.5 PENGUJIAN BETON TEMBAK (SHOTCRETE)

Untuk mengetahui dan mengontrol viscousitas shotcrete yang ada, perlu

dilakukan slump test. Slump adalah kepekatan campuran shotcrete untuk dapat melekat

pada dinding batuan tanpa mengalami perubahan kondisi campuran. Tambahan air

disesuaikan dengan kondisi campuran shotcrete berdasarkan ketentuan QA/QC

Engginering. Slump test ini bertujuan untuk mengetahui kekentalan atau viscousitas dari

FALL OUT

Page 16: Bab 13. Penyangga Beton

material shotcrete yang telah dicampur. Karena dengan mengetahui nilai slump test ini,

maka dapat diperkirakan keberhasilan dalam proses shotcrete. Slump test dilakukan

sesaat setelah material shotcrete dicampur di batch plant dan di lapangan sebelum

material shotcrete disemprotkan ke dinding drift/panel. Standard yang ditetapkan oleh

batch plant untuk mendapatkan hasil shotcrete yang baik adalah nilai slumpnya antara 7-

8 inch (untuk nilai slump di batch plant) dan 6 inch untuk nilai slump di lapangan. (1

inch = 2, 54 cm). Ada 3 macam slump yaitu slump normal, slump bergeser, slump

runtuh. Prosedur slump test dapat dilihat pada lampiran H.

Untuk menguji kekuatan shotcrete, perlu dilakukan beberapa pengujian yaitu :

Penetration Needle Test

Pada kekuatan awal dari shotcrete terkadang banyak dipengaruhi oleh komposisi

campuran, takaran dari additive yang mempercepat pengeringan, jumlah air dan

mutu dari komposisi bahan yang digunakan. Pengetahuan tentang kekuatan awal

akan menunjukkan tingkat daya dukung dan nilai kekuatan yang diberikan selama

masa perkerasan. Penetration needle test biasanya dilakukan di lokasi

penyemprotan shotcrete sesaat setelah penyemprotan, jika shotcrete sudah mulai

mengeras (± 15 menit setelah penyemprotan). Prosedur Penetration Needle Test

dapat dlihat pada lampiran I.

Gambar 3.9Penetration Neddle Test

Uniaksial Compressive Strength

Page 17: Bab 13. Penyangga Beton

Sebelum dilakukan pengujian uniaksial compressive strength, perlu dibuat sample

yang berbentuk sylinder. Uniaksial compressive strength bertujuan untuk menguji

kuat tekan shotcrete dalam periode waktu tertentu. Standar yang ditentukan oleh

PT. Freport Indonesia adalah dalam waktu maksimal 28 hari, shotcrete harus

sudah mencapai kekuatan 40 Mpa. Pengetesan kekuatan shotcrete dengan metode

ini dilakukan dengan membuat sample yang berbentuk silinder dengan ukuran

diameter 6 inci dan tinggi 12 inci. Proses pembuatan sample ini dapat dilihat pada

lampiran K. Jika sample telah memenuhi syarat untuk di uji kekuatannya, maka

dilakukan pengujian. Tekanan dilakukan sampai jarum penunjuk berhenti

bergerak, sehingga dapat dibaca pada skala berapa kuat tekan yang dihasilkan.

Jika terdapat perbedaan nilai kuat tekan akhir dari beberapa sample yang berbeda,

hal ini biasanya dapat terjadi karena adanya proses pembuatan sample yang tidak

sesuai dengan prosedurnya. Spesifikasi alat yang digunakan untuk melakukan

uniaksial compressive strength dapat dilihat pada lampiran L.

Gambar 3.10Alat Uniaksial Compressive Strength

Round Panel Test

Round panel adalah sampel shotcrete dengan garis tengah 800 mm dan tebal 75

mm. Mesin penguji Round Determinant Panel (mesin penguji RDP) adalah

mesin penekan dengan ketepatan tinggi yang digunakan untuk melakukan

Page 18: Bab 13. Penyangga Beton

pengujian dengan menghancurkan (destructive test) sampel shotcrete atau

concrete untuk menentukan beberapa sifat-sifat struktur mereka. Cetakan

(mold) yang digunakan pada prosedur ini adalah cetakan baja yang bisa

digunakan ulang (reusable) yang telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat

round panel mengering di dalamnya. Screed atau menggaruk permukaan

concrete dalam cetakan dengan tongkat yang lurus untuk meratakan dan

menghaluskan permukaan concrete. Mesin pengujian RDP ini digerakkan oleh

motor hidrolik listrik. Tujuan penggunaan mesin ini adalah untuk mengukur

secara akurat energi yang diberikan oleh shotcrete ketika mendapat tekanan.

Mesin pengujian RDP mengukur gaya yang diberikan ke sampel ketika

deformasi terjadi, kemudian mesin ini mentransfer data ke komputer. Komputer

ini kemudian menghitung jumlah energi kumulatif yang dikeluarkan untuk

mendeformasi sampel yang diuji. Angka yang didapatkan tersebut disebut

sebagai kekuatan lentur (flexural toughtness) sampel.

Gambar 3.11Round Pannel Test

Test ini juga bertujuan untuk melihat kualitas dari pencampuran material

shotcrete (batching). Ukuran nominal dari sample adalah 75 ± 15 mm untuk

Page 19: Bab 13. Penyangga Beton

ketebalannya dan 800 ± 10 mm untuk diameternya. Data di lampiran AC. Energi

yang tercatat sepanjang displacement dapat dikoreksi dengan rumus :

W = W’ , dimana B = 2,0 – (δ – 0,5) / 80

Keterangan :

W = Energi terkoreksi

W’ = Energi terukur sepanjang displacement

t = Average thickeness

to = Nominal thickness (75 mm)

d = Diameter rata-rata (mm)

do = Diameter nominal (800 mm)

δ = Displacement sesuai dengan energi terukur

13.6 KEKUATAN BETON TEMBAK (SHOTCRETE)

Kekuatan dari beton tembak (shotcrete) dapat mempengaruhi berhasil tidaknya

sistem penyanggaan dalam lubang bukaan tersebut. Kekuatan beton tembak (shotcrete)

dipengaruhi oleh komposisi campuran untuk mendapatkan kekuatan yang diinginkan,

mekanisme kerja dan ketebalannya.

Kekuatan dari (shotcrete) setelah waktu tertentu, misalnya 1 jam, 3 jam, 1 hari, 3

hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari (dari waktu semprot), maksudnya bahwa kekuatan beton

tembak (shotcrete) harus mempunyai kekuatan tertentu setelah lama waktu tertentu dari

penyemprotan.

Waktu 1 jam atau 3 jam setelah penyemprotan harus mempunyai kekuatan

tertentu dimaksudkan untuk memberikan kekuatan awal (early strength) pada beton

tembak (shotcrete) tersebut. Waktu 28 hari menurut perhitungan merupakan waktu

standard untuk pengeringan dan pencapaian kekuatan akhir dari beton tembak (shotcrete)

yang diinginkan.

Kekuatan beton tembak (shotcrete) sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat teknis dari

shotcrete yang meliputi :

1. Water/Cement Ratio (w/c ratio)

Water/Cement Ratio merupakan perbandingan jumlah air dan semen dalam berat.

Water/Cement Ratio yang tepat penting dalam pencapaian kekuatan shotcrete.

Page 20: Bab 13. Penyangga Beton

Gambar 3.6 memperlihatkan hubungan nilai kekuatan shotcrete dengan nilai w/c

ratio (menurut Cemal Biron).

Grafik 3.11Hubungan Nilai Kekuatan Shotcrete dengan W/C Ratio menurut Cemal Biron

Perbandingan ini merupakan faktor terpenting pada kuat tekan shotcrete.

Berpengaruh juga terhadap transportasi dengan pipa. Nilai tertinggi dari = 0,4.

nilai ini menunjukkan kuat tekan shotcrete, yang akan menurun dengan naiknya

Page 21: Bab 13. Penyangga Beton

ratio air dan semen. Rumus-rumus yang menggambarkan kuat tekan dan

kaitannya dengan ratio adalah sebagai berikut :

Menurut Abrams : σb = A B . α

Menurut Bolomey : σb = K

Menurut Graf : σb = Kn . 1 α α2

dimana :

σb = kuat tekan dalam curing time tertentu, kg/cm2

= water-cement ratio dalam berat

A = koefisien curing time setelah 28 hari, 950

= koefisien curing time setelah 28 hari, 9

K = koefisien curing time setelah 28 hari, 180

= koefisien curing time setelah 28 hari, 150

Kn = kuat tekan semen

A = koefisien workmanship, bagus : 4, sedang : 6, jelek : 8

2. Hydration

Proses hidrasi sangat penting untuk menghasilkan kekuatan shotcrete bersifat

homogen. Proses hidrasi sendiri tergantung pada w/c ratio. Terlalu banyak air

akan menyebabkan semen dan agregat terpisah, terlalu sedikit air menghasilkan

mixing yang jelek antara semen dan agregat. Sehingga perbandingan jumlah air

dan semen yang digunakan untuk menghasilkan material shotcrete yang bagus,

harus benar-benar sesuai.

3. Slump

Slump menunjukkan consistency dari shotcrete yaitu merupakan sifat plasticity

dan kemampuan mengalir dalam pipa saat disemprotkan. Sifat plasticity dari

campuran shotcrete tersebut harus tetap dijaga sampai saat penyemprotan.

Apabila campuran shotcrete kehilangan sifat plasticity maka akan berakibat

campuran shotcrete berubah menjadi padat sehingga akan mengalami kesulitan

saat disemprotkan. Disamping itu selang atau pipa tersebut harus segera

Page 22: Bab 13. Penyangga Beton

dibersihkan, hal ini akan mengakibatkan terjadinya delay atau waktu senggang

selama pengoperasian shotcrete ini yang dapat menyebabkan material shotcrete

menjadi padat karena proses pengerasan/kompaksasi.

4. Pemadatan/ Compaction

Merupakan jumlah volumetric material padat (semen dan material) pada 1m3

shotcrete. Berbalikkan dengan “porositas”. Telah diketahui bahwa kuat tekan

shotcrete akan berkurang dengan turunnya nilai “porositas”, untuk mengurangi

porositas pemadatan perlu ditingkatkan, penggunaan peralatan seperti palu

penggetar (vibrating hammer) dapat digunakan dalam membantu pemadatan. Hal

ini digambarkan dengan rumus :

p = 1 – A

Dimana :

σb = kuat tekan shotceret setelah waktu pengerasan tertentu

K = koefisien, tergantung waktu pengerasan dan

granulametry dari aggregates

Vc = volume semen dalam 1m3 shotcrete

A = compaction

P = porositas

5. Sifat Granulometri Material

Ukuran dan bentuk dari material yang digunakan penting dalam kemampuan dan

kuat tekan shotcrete. Jumlah air yang dicampurkan merupakan fungsi dari sifat

granulometri suatu material. Pada perbandingan air dan semen, ukuran maksimum

dari material kasar akan meningkatkan kuat tekan, sedangkan penambahan air

akan mengurangi kuat tekannya. Hubungan bentuk aggregates dengan aggregates-

cement ratio ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 3.4Hubungan antara ukuran dan bentuk material dengan perbandingan semen dan

material

Page 23: Bab 13. Penyangga Beton

6. Curing Time/Setting Time

Adalah pengerasan atau pengeringan dari shotcrete. Hal ini berhubungan dengan

hidrasi, jika air dalam shotcrete menguap cepat hidrasi akan terjadi dengan cepat

dan selesai sebelum shotcrete mencapai complete hydration (14 hari), terlalu

cepatnya pengeringan akan menyebabkan shotcrete menyusut dan pecah-pecah.

Pada pengeringan tahap awal temperatur harus dijaga tetap lembab 20o C selama

tiga hari. Ini merupakan metode pengeringan awal untuk mencapai kekuatan awal.

Pada tahap ini semen dan air akan berkombinasi serta tahan terhadap kerusakan.

Persentasi kekuatan yang dapat dicapai berdasar curing time adalah untuk 7 hari

sebesar 70 %; untuk 14 hari sebesar 85 %; untuk 28 hari sebasar 100 % dan untuk

90 hari sebesar 120 %.

Bentuk Material Perbandingan Material dan Semen

Material bulat kasar dan material halus tidak beraturan 6,5

Material kasar tidak beraturan dan material halus tidak beraturan 5,5

Material kasar menyudut dan material halus tidak beraturan 5,2