bab 1 pendahuluan fileyaitu sebuah perencanaan struktur ... rangka kuda-kuda baja. 5) penutup atap :...

23
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia konstruksi saat ini semakin berkembang pesat, meningkatnya berbagai kebutuhan manusia akan pekerjaan konstruksi menuntut untuk terciptanya inovasi dan kreasi baru dalam suatu pekerjaan bangunan konstruksi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tak hanya seorang Ahli Madya Teknik Sipil yang paham akan teori saja namun seorang ahli madya yang terampil, kreatif, bertanggung jawab, mampu menerapkan ilmu teknik sipil dan siap bersaing dalam dunia kerja yang sangat diperlukan pada saat ini. Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai lembaga pendidikan, memiliki tujuan untuk menghasilkan Ahli Madya Teknik Sipil yang berkualitas, bertanggung jawab, dan kreatif dalam menghadapi tantangan masa depan serta ikut menyukseskan pembangunan nasional. Oleh sebab itu, dalam merealisasikan hal tersebut Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai salah satu lembaga pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut memberikan Tugas Akhir kepada mahasiswa yaitu sebuah perencanaan struktur gedung bertingkat dengan maksud agar mahasiswa dapat mengaplikasiakan semua ilmu yang telah di dapatkan selama di bangku perkuliahan serta di harapkan agar para mahasiswa setelah lulus nanti akan menjadi seorang Ahli Madya Teknik Sipil yang memiliki kualitas, tanggung jawab, dan kreatif serta dapat bersaing dalam dunia kerja kelak.

Upload: voliem

Post on 28-Apr-2019

260 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia konstruksi saat ini semakin berkembang pesat, meningkatnya berbagai

kebutuhan manusia akan pekerjaan konstruksi menuntut untuk terciptanya inovasi

dan kreasi baru dalam suatu pekerjaan bangunan konstruksi. Untuk memenuhi

kebutuhan tersebut, tak hanya seorang Ahli Madya Teknik Sipil yang paham akan

teori saja namun seorang ahli madya yang terampil, kreatif, bertanggung jawab,

mampu menerapkan ilmu teknik sipil dan siap bersaing dalam dunia kerja yang

sangat diperlukan pada saat ini.

Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai lembaga

pendidikan, memiliki tujuan untuk menghasilkan Ahli Madya Teknik Sipil yang

berkualitas, bertanggung jawab, dan kreatif dalam menghadapi tantangan masa

depan serta ikut menyukseskan pembangunan nasional.

Oleh sebab itu, dalam merealisasikan hal tersebut Fakultas Teknik Sipil

Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai salah satu lembaga pendidikan yang

dapat memenuhi kebutuhan tersebut memberikan Tugas Akhir kepada mahasiswa

yaitu sebuah perencanaan struktur gedung bertingkat dengan maksud agar

mahasiswa dapat mengaplikasiakan semua ilmu yang telah di dapatkan selama di

bangku perkuliahan serta di harapkan agar para mahasiswa setelah lulus nanti

akan menjadi seorang Ahli Madya Teknik Sipil yang memiliki kualitas, tanggung

jawab, dan kreatif serta dapat bersaing dalam dunia kerja kelak.

2

1.2. Maksud dan Tujuan

Program Studi DIII Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Surakarta memberikan Tugas Akhir dengan maksud dan tujuan :

a. Mahasiswa mampu menerapkan teori yang didapat dari bangku perkuliahan

dalam perhitungan atau perncanaan struktur bangunan gedung.

b. Mahasiswa dapat merencanakan suatu konstruksi bangunan yang sederhana

sampai bangunan bertingkat.

c. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman serta pengalaman

dalam merencanakan suatu struktur bangunan gedung.

d. Mahasiswa dapat mengembangkan daya pikirnya dalam menyelesaikan suatu

masalah yang dihadapi dalam perencanaan struktur gedung.

1.3. Kriteria Perencanaan

a. Spesifikasi Bangunan

1) Fungsi Bangunan : Fashion Gallery

2) Luas Bangunan : 1232 m2

3) Jumlah Lantai : 2 lantai.

4) Konstruksi Atap : Rangka kuda-kuda baja.

5) Penutup Atap : Genteng.

6) Pondasi : Foot Plate.

7) Dinding : Bata Merah.

b. Spesifikasi Bahan

1) Mutu Baja Profil : BJ 37.

2) Mutu Beton (f’c) : 25 MPa.

3) Mutu Baja Tulangan (fy) : Polos : 240 MPa.

Ulir : 360 MPa.

c. Spesifikasi Tanah

1) tanah : 1,5 kg/cm2.

2) γ tanah : 1,7 t/m3.

3

1.4. Peraturan-Peraturan Yang Berlaku

a. Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural.

(SNI 03-1729-2015).

b. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.

(SNI 03-2847-2013).

c. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987

(PPPURG 1987)

d. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1984. (PPBBI 1984)

4

BAB 2

DASAR TEORI

2.1. Pembebanan

2.1.1. Jenis Pembebanan

Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur

yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun beban

khusus yang bekerja pada struktur bangunan tersebut. Beban-beban yang

bekerja pada struktur dihitung menurut PEDOMAN PERENCANAAN

PEMBEBANAN UNTUK RUMAH DAN GEDUNG 1987 (PPPURG 1987)

. Beban-beban tersebut adalah :

a. Beban Mati (qD)

Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap,

termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian–penyelesaian, mesin-mesin

serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung itu.

Untuk merencanakan gedung ini, beban mati yang terdiri dari berat sendiri

bahan bangunan dan komponen gedung adalah :

1. Bahan Bangunan :

a. Baja ........................................................................................... 7.850 kg/ m3

b. Beton Bertulang ........................................................................ 2.400 kg/m3

c. Pasangan Bata Merah ................................................................ 1.700 kg/m3

d. Pasir .......................................................................................... 1.800 kg/m3

2. Komponen Gedung :

a. Langit – langit dan dinding termasuk rusuk – rusuknya

tanpa penggantung ................................................................... 11 kg/m2

b. Penutup atap metal 1 mm dengan reng dan usuk/kaso ............ 10 kg/m2

c. Penutup lantai dari ubin semen portland, keramik dan beton

(tanpa adukan) per cm tebal ....................................................... 24 kg/m2

d. Adukan semen per cm tebal ....................................................... 21 kg/m2

b. Beban Hidup (qL)

5

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau

penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama

masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan

lantai dan atap tersebut. Khususnya pada atap, beban hidup dapat termasuk

beban yang berasal dari air hujan.

Beban hidup yang bekerja pada bangunan ini disesuaikan dengan rencana

fungsi bangunan tersebut. Beban hidup untuk bangunan ini terdiri dari :

1. Beban atap ..................................................................................... 100 kg/m2

2. Beban tangga dan bordes ............................................................... 300 kg/m2

3. Beban lantai .................................................................................. 250 kg/m2

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua

bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur

gedung tersebut adalah sangat kecil, maka pada perencanaan balok induk dan

portal dari sistem pemikul beban dari suatu struktur gedung, beban hidupnya

dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada

penggunaan gedung yang ditinjau, seperti diperlihatkan pada tabel 2.1. :

Tabel 2.1.Koefisien Reduksi Beban Hidup

Penggunaan Gedung

Koefisien Beban Hidup

untuk Perencanaan Balok

Induk

6

1. PERUMAHAN/PENGHUNIAN :

Rumah tinggal, hotel, rumah sakit

2. PERDAGANGAN :

Toko,toserba,pasar

3. PERTEMUAN UMUM :

Mesjid, gereja, bioskop, restoran, ruang

dansa, ruang pagelaran

4. GANG DAN TANGGA :

a. Perumahan / penghunian

b. Pendidikan, kantor

c. Pertemuan umum, perdagangan dan

penyimpanan, industri, tempat

kendaraan

0,75

0,80

0,90

0,75

0,75

0,90

Sumber : PPPURG 1987

c. Beban Angin (W)

Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian

gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

Beban Angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan

tekanan negatif (hisapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau.

Besarnya tekanan positif dan negatif yang dinyatakan dalam kg/m2 ini

ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup dengan koefisien – koefisien angin.

Tekan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali untuk daerah di laut dan

di tepi laut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai. Pada daerah tersebut tekanan

hisap diambil minimum 40 kg/m2.

Sedangkan koefisien angin untuk gedung tertutup :

1) Dinding Vertikal

a. Di pihak angin ....................................................................... + 0,9

b. Di belakang angin ...................................................................... - 0,4

2) Atap segitiga dengan sudut kemiringan

a. Di pihak angin : < 65 ....................................... 0,02 - 0,4

65<< 90 ....................................... + 0,9

b. Di belakang angin, untuk semua ....................................... - 0,4

7

2.1.2. Sistem Kerja Beban

Bekerjanya beban untuk bangunan bertingkat berlaku sistem gravitasi, yaitu

elemen struktur yang berada di atas akan membebani elemen struktur di

bawahnya, atau dengan kata lain elemen struktur yang mempunyai kekuatan

lebih besar akan menahan atau memikul elemen struktur yang mempunyai

kekuatan lebih kecil.

Dengan demikian sistem bekerjanya beban untuk elemen-elemen struktur

gedung bertingkat secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut :

Beban pelat lantai didistribusikan terhadap balok anak dan balok portal, beban

balok portal didistribusikan ke kolom dan beban kolom kemudian diteruskan

ke tanah dasar melalui pondasi.

2.1.3. Provisi Keamanan

Dalam pedoman beton SNI 03-2847-2013, struktur harus direncanakan untuk

memiliki cadangan kekuatan untuk memikul beban yang lebih tinggi dari

beban normal. Kapasitas cadangan ini mencakup faktor pembebanan (U), yaitu

untuk memperhitungkan pelampauan beban dan faktor reduksi ( ), yaitu untuk

memperhitungkan kurangnya mutu bahan di lapangan. Pelampauan beban

dapat terjadi akibat perubahan dari penggunaan untuk apa struktur

direncanakan dan penafsiran yang kurang tepat dalam memperhitungkan

pembebanan. Sedang kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang

merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian dan tingkat

pengawasan. Seperti diperlihatkan faktor pembebanan (U) pada tabel 2.2. dan

faktor reduksi kekuatan ( ) pada tabel 2.3. :

Tabel 2.2. Faktor Pembebanan U

No. KOMBINASI BEBAN FAKTOR U

1.

2.

3.

D, L

D, L, W

D, W

1,2 D +1,6 L

1,2 D + 1,6 L ± 0,8

0,9 D + 1,3 W

Sumber : SNI 03-2847-2013

Keterangan :

D = Beban mati

L = Beban hidup

Lr = Beban hidup tereduksi

8

W = Beban angin

Tabel 2.3. Faktor Reduksi Kekuatan

N

o GAYA

1

.

2

.

3

.

4

.

5

.

6

.

7

.

Lentur tanpa beban aksial

Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur

Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur

a. Komponen dengan tulangan spiral

b. Komponen lain

Geser dan torsi

Tumpuan Beton

Komponen struktur yang memikul gaya tarik

a. Terhadap kuat tarik leleh

b. Terhadap kuat tarik fraktur

Komponen struktur yang memikul gaya tekan

0,90

0,90

0,70

0,65

0,75

0,65

0,9

0,75

0,85

Sumber : SNI 03-2847-2013

Karena kandungan agregat kasar untuk beton struktural seringkali berisi agregat

kasar berukuran diameter lebih dari 2 cm, maka diperlukan adanya jarak tulangan

minimum agar campuran beton basah dapat melewati tulangan baja tanpa terjadi

pemisahan material sehingga timbul rongga-rongga pada beton. Sedang untuk

melindungi dari karat dan kehilangan kekuatannya dalam kasus kebakaran, maka

diperlukan adanya tebal selimut beton minimum.

Beberapa persyaratan utama pada pedoman beton SNI 03-2847-2013 adalah

sebagai berikut :

a. Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama, tidak boleh kurang

dari db ataupun 25 mm, dimana db adalah diameter tulangan.

9

b. Jika tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan

pada lapisan atas harus diletakkan tepat diatas tulangan di bawahnya dengan

jarak bersih tidak boleh kurang dari 25 mm.

Tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor setempat adalah:

a. Untuk pelat dan dinding = 20 mm

b. Untuk balok dan kolom = 40 mm

c. Beton yang berhubungan langsung dengan tanah atau cuaca = 50 mm

2.2 Perencanaan Struktur Beton

Ada dua jenis struktur didalam perencanaan beton bertulang yaitu struktur statis

tertentu dan struktur statis tidak tertentu.

Pada struktur statis tertentu diagram-diagram gaya dalam dapat ditentukan secara

mudah dengan tiga persyaratan kesetimbangan yaitu M = 0 ; V = 0 ; H = 0.

Pada struktur statis tak tertentu, besarnya momen tidak dapat ditentukan hanya

dengan menggunakan tiga persamaan kesetimbangan yang telah disebutkan,

perubahan bentuk struktur ini serta ukuran komponennya memegang peranan

penting didalam menentukan distribusi momen yang bekerja didalamnya. Letak

tulangan pada struktur statis tak tertentu dapat ditentukan dengan menggambarkan

bentuknya setelah mengalami perobahan bentuk. Seperti terlihat pada gambar

2.1.:

Gambar 2.1. Diagram Tegangan pada Beton

2.2.1 Perencanaan Pelat Lantai

10

Dalam perencanaan struktur pelat bangunan ini menggunakan metode perhitungan

2 Arah. Dengan ketentuan Ly

Lx ≤ 2 (Pelat Dua Arah). Beban pelat lantai pada jenis

ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung, akibatnya

tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Seperti terlihat pada

Gambar 2.2. :

Gambar 2.2. Pelat Dua Arah

Dengan perencanaan :

a. Pembebanan :

1) Beban mati

2) Beban hidup : 250 kg/m2

b. Asumsi Perletakan : jepit elastis, jepit penuh dan jepit bebas.

c. Analisa struktur menggunakan tabel 13.3.2 SNI 03-1727-2015.

d. Analisa tampang menggunakan SNI 03-2847-2013.

Pemasangan tulangan lentur disyaratkan sebagai berikut :

1) Jarak minimum tulangan 25 mm

2) Jarak maksimum untuk tulangan plat 2 arah adalah s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm

11

2.2.2 Perencanaan Balok

Dalam perencanaan balok langkah pertama yang perlu dilakukan untuk

pendimensian balok adalah menentukan besarnya gaya–gaya dalam yang terjadi

pada struktur untuk kemudian hasil perencanaan dianalisa apakah memenuhi

syarat atau tidak, adapun syarat yang dipakai adalah :

h = 1/10 L – 1/12 L

b = 1/2 h– 2/3 h

secara umum hubungan antara d dan h ditentukan oleh :

d = h -1/2.Dtulangan - Øsengkang - p

keterangan :

h = tinggi balok

b = lebar balok

d = tinggi efektif

L = panjang bentang

Dtulangan= diameter tulangan utama.

Øsengkang= diameter sengkang

Gambar 2.3. Penampang Balok

Dengan perencanaan :

a. Pembebanan :

d h

b

12

1) Beban mati

2) Beban hidup : 250 kg/m2

b. Asumsi Perletakan : jepit jepit, jepit sendi dan sendi sendi.

c. Analisa struktur menggunakan program SAP 2000.

d. Analisa tampang menggunakan peraturan SNI 03-2847-2013.

2.2.3 Perencanaan Kolom

Kolom direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada

semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor

pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi

pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban

aksial juga harus diperhitungkan.

Momen-momen yang bekerja harus didistribusikan pada kolom di atas dan di

bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan memperhatikan

kondisi kekangan pada ujung kolom. Terlihat pada gambar 2.4. :

d h

b

selimut

beton

13

Gambar 2.4. Penampang kolom

Didalam merencanakan kolom terdapat 3 macam keruntuhan kolom, yaitu :

1. Keruntuhan seimbang, bila Pn = Pnb.

2. Keruntuhan tarik, bila Pn < Pnb.

3. Keruntuhan tekan, bila Pn > Pnb.

Adapun langkah-langkah perhitungannya :

1. Menghitung Mu, Pu, e =Mu

Pu

2. Tentukan f’c dan fy

3. Tentukan b, h dan d

4. Hitung Pnb secara pendekatan As = As’

Maka Pnb = Cc = 0,85.f’c.ab.b

Dengan: ab = dfy600

6001

Hitung Pn perlu = Pu

Bila Pn < Pnb maka terjadi keruntuhan tarik

14

As = ).(

)22

.(

iddfy

dhePn

bcf

Pna

perlu

.'.85,0

Bila Pnperlu> Pnb maka terjadi keruntuhan tekan.

5,0'

1

dd

ek

18,1.3

22 d

hek

Kc

k

kPnk

fyAs perlu ..

1'

2

11

cfhbKc '..

Untuk meyakinkan hasil perencanaan itu harus dicek dengan analisis dan

memenuhi : Pn ≥ Pu

Keterangan :

As = Luas tampang baja e = Eksentrisitas

b = Lebar tampang kolom Pn = Kapasitas minimal kolom

d = Tinggi efektif kolom k = faktor jenis struktur

d’ = Jarak tulangan kesisi He = Tebal kolom

luar beton (tekan) f’c = Kuat tekan beton

2.2.4 Perencanaan Struktur Pondasi

Dalam perencanaan struktur ini, pondasi yang digunakan adalah pondasi telapak

(footplate) dan daya dukung ijin tanah () sebesar 1,5 kg/cm2. Adapun langkah-

langkah perhitungan pondasi yaitu :

15

a. Menghitung daya dukung tanah

A

Puah tan

ah

PuA

tan

ALB

𝜎𝑎 yang terjadi = 2.).

61( Lb

M

A

P totaltotal

𝜎𝑎 tanah yang terjadi < 𝜎𝑎 ijin tanah ..........(aman).

Dengan : σ ijin tanah 1,5 kg/cm2

A = Luas penampang pondasi

B = Lebar pondasi

Pu = Beban ultimate

L = Panjang pondasi

b. Menghitung berat pondasi Vt = (Vu + berat pondasi).

c. Menghitung tegangan kontak pondasi (qu).

Jika 𝜌<𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 tulangan tunggal

Jika 𝜌>𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 tulangan rangkap

Jika 𝜌>𝜌𝑚𝑖𝑛 dipakai 𝜌𝑚𝑖𝑛= 0,0025

As= 𝜌ada . b . d

d. Perhitungan tulangan geser.

Pondasi footplate, seperti terlihat pada gambar 2.5. :

16

Gambar 2.5. Penampang Pondasi

a. Perhitungan Penulangan Lentur dan Geser Pada Balok,

Pelat, dan Pondasi

Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan tulangan lentur pada

beton bertulang :

𝑀𝑛 = 𝑀𝑢

𝜙

Dimana = 0,9

m cf

fy

'.85,0

Rn2.db

Mn

=

fy

2.m.Rn11

m

1

b =

fy600

600..

fy

fc.85,0

max = 0,75 . b

min < < maks tulangan tunggal

< min dipakai min

As = ada . b . d

Luas tampang tulangan

As = ρ . b . d

Keterangan :

P

B

ht

B

a

17

Mn = Momen nominal b = Lebar penampang

Mu = Momen terfaktor d = Jarak ke pusat tulangan tarik

= Faktor reduksi fy = Tegangan leleh

𝜌 = Ratio tulangan Rn = Kuat nominal

f’c = Kuat tekan beton

Perhitungan tulangan geser :

Vu = x A efektif

= 0,75

Vc = xbxdcfx '6

1

Vc = 0,75 x Vc

.Vc ≤ Vu ≤ 3 Vc

(perlu tulangan geser)

Vu < Vc < 3 Vc

(perlu tulangan geser minimum)

Vs perlu = Vu – Vc

(pilih tulangan terpasang)

Vs ada = s

dfyAv )..( (pakai Vs perlu)

2.3 Perencanaan Struktur Baja

Atap direncanakan dari struktur baja yang dirakit di tempat atau di proyek.

Perhitungan struktur rangka atap didasarkan pada panjang bentangan jarak kuda–

kuda satu dengan yang lainnya. Selain itu juga diperhitungkan terhadap beban

yang bekerja, yaitu meliputi beban mati, beban hidup, dan beban angin. Setelah

diperoleh pembebanan, kemudian dilakukan perhitungan dan perencanaan

dimensi serta batang dari kuda–kuda tersebut.

2.3.1 Perencanaan Rangka Kuda-Kuda

18

a. Pembebanan

Pada perencanaan atap ini, beban yang bekerja adalah :

1) Beban mati

2) Beban hidup

3) Beban angin

b. Asumsi Perletakan

Tumpuan sendi dan roll.

c. Analisa struktur menggunakan program SAP 2000.

d. Analisa tampang menggunakan peraturan SNI 03-1729-2015.

e. Perhitungan dimensi profil kuda-kuda.

1) Batang tarik

Ag perlu = Fy

Pmak

An perlu = 0,85.Ag

An = Ag-dt

L = Panjang sambungan dalam arah gaya tarik

YpYx

L

xU 1

Ae = U.An

Cek kekuatan nominal :

Kondisi leleh

FyAgPn ..9,0

Kondisi fraktur

FuAgPn ..75,0

PPn ……. (aman)

2) Batang tekan

Periksa kelangsingan penampang :

19

Fyt

b

w

200

E

Fy

r

lKc

.

Apabila = λc ≤ 0,25 ω = 1

0,25< λs < 1,2 ω 0,67λ-1,6

1,43

c

λs ≥ 1,2 ω 2

s1,25.

yfAgFcrAgPn ..

1n

u

P

P

……. (aman)

2.3.2 Perencanaan Gording

a. Pembebanan

Pada perencanaan atap ini, beban yang bekerja pada gording adalah:

1. Beban mati (titik)

Gambar 2.6. Pembebanan Gording untuk Beban Mati (titik)

Menentukan beban mati (titik) pada gording (q)

q qy

qx

y x

20

a) Menghitung :

qx = q sin

qy = q cos

Mx1 = 1/8 .qx . L2

My1 = 1/8 .qy . L2

2. Beban hidup

Gambar 2.7. Pembebanan Gording untuk Beban Hidup

Menentukan beban hidup pada gording (P)

a) Menghitung :

Px = P sin

Py = P cos

Mx2 = 1/4 .Py . L

My2 = 1/4 .Px . L

3. Beban angin

Beban angin, seperti terlihat pada gambar 2.3. :

TEKAN HISAP

P Py

Px

x

y

21

Gambar 2.8. Pembebanan Gording untuk Beban Angin

Beban angin kondisi normal, minimum = 25 kg/m2

a) Koefisien angin tekan = (0,02 – 0,4)

b) Koefisien angin hisap = – 0,4

Beban angin :

a) Angin tekan (W1) = koef. Angin tekan x beban angin x 1/2 x (s1+s2)

b) Angin hisap (W2) = koef. Angin hisap x beban angin x 1/2 x (s1+s2)

a. Beban yang bekerja pada sumbu x, maka hanya ada harga Mx :

Mx (tekan) = 1/8 . W1 . L2

Mx (hisap) = 1/8 . W2 . L2

b. Kombinasi 1,2D + 1,6L ± 0,8W

Mx 1,2D + 1,6L + 0,8W

My 1,2D + 1,6L - 0,8W

c. Kontrol terhadap tegangan

22

Wy

My

Wx

Mx

Keterangan :

Mx = Momen terhadap arah x Wx = Beban angin terhadap arah x

My = Momen terhadap arah y Wy = Beban angin terhadap arah y

d. Kontrol terhadap lendutan

Secara umum, lendutan maksimum akibat beban mati dan beban hidup harus

lebih kecil dari 1

250𝐿 pada balok yang terletak bebas atas dua tumpuan, L

adalah bentang dari balok tersebut, pada balok menerus atau banyak

perletakkan, L adalah jarak antar titik beloknya akibat beban mati,sedangkan

pada balok kantilever L adalah dua kali panjang kantilevernya. sedangkan

untuk lendutan yang terjadi dapat diketahui dengan rumus:

IyE

LPx

IyE

LqxZx

..48

.

..384

..5 34

22

IxE

LPy

IxE

LqyZy

..48

.

..384

..5 34

22 ZyZxZ

Keterangan:

Z = lendutan pada baja

qy = beban merata arah y

Zx = lendutan pada baja arah x

Ix = momen inersia arah x

Zy = lendutan pada baja arah y

Iy = momen inersia arah y

qx = beban merata arah x

Syarat gording itu dinyatakan aman jika: Z ≤ Z ijin

2.3.3 Perhitungan Alat Sambung

Alat sambung yang digunakan adalah baut. tegangan-tegangan yang diijinkan

dalam menghitung kekuatan baut-baut adalah sebagai berikut:

a. Tegangan geser yang diijinkan

Teg. geser = 0,6 . σ ijin

b. Tegangan tumpuan yang diijinkan

Teg. tumpuan = 1,5 . σ ijin

c. Tebal pelat sambung

Δ = 0,625 . d

d. Kekuatan baut

Pgeser = 2 . ¼ . π .d2 . τgeser

Pdesak = δ . d . τtumpuan

Untuk menentukan jumlah baut tiap sambungan menggunakan kekuatan baut

terhadap tegangan geser atau desak yang memiliki hasil lebih kecil dengan cara

beban maksimal ynag ditahan oleh batang dibagi dengan kekuatan baut yang

terkecil. Jarak antar baut ditentukan dengan rumus :

23

2,5 d ≤ s ≤ 7 d

2,5 d ≤ u ≤ 7 d

1,5 d ≤ s1 ≤ 3 d

Dimana:

d = diameter alat sambungan

s = jarak antar baut arah horizontal

u = jarak antar baut arah vertical

s1 = jarak antar baut dengan tepi sambungan