bab 1 pendahuluan

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ungaran merupakan ibukota Kabupaten Ungaran. Penduduk merupakan aset daerah, karena merupakan subyek sekaligus obyek dari pembangunan. Oleh karenanya faktor penduduk berkompetensi untuk ditinjau sehubungan dengan pembangunan suatu daerah, demi terwujudnya pembangunannya. Berdasarkan data sekunder diketahui bahwa jumlah penduduk kota Ungaran pada tahun 2003 adalah sebesar 112.251 jiwa. Dari data kependudukan di atas maka kota Ungaran dapat digolongkan kepada kelas kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai kelas kota, kota sedang adalah kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 (Rencana Umum Tata Ruang Kota Ungaran, 1993). Perkembangan kota Ungaran dipengaruhi oleh aspek eksternal dan aspek internal yang terangkai dalam sistem perkotaan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi perkembangan kota, misalnya aspek yuridis (peraturan perundang-undangan) yang diterapkan pada level pemerintahan yang lebih tinggi, rencana pengembangan wilayah regional, dan interaksi kota dengan wilayah sekitarnya. Sedangkan faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam, meliputi aspek fisik wilayah kota, ekonomi, sosial, politik, maupun budaya kota tersebut. Faktor-faktor tersebut saling berpengaruh, sehingga makin cepat perkembangan

Upload: yandi-hadin

Post on 10-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mangga dilajeng

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKota Ungaran merupakan ibukota Kabupaten Ungaran. Penduduk merupakan aset daerah, karena merupakan subyek sekaligus obyek dari pembangunan. Oleh karenanya faktor penduduk berkompetensi untuk ditinjau sehubungan dengan pembangunan suatu daerah, demi terwujudnya pembangunannya. Berdasarkan data sekunder diketahui bahwa jumlah penduduk kota Ungaran pada tahun 2003 adalah sebesar 112.251 jiwa. Dari data kependudukan di atas maka kota Ungaran dapat digolongkan kepada kelas kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai kelas kota, kota sedang adalah kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 (Rencana Umum Tata Ruang Kota Ungaran, 1993).Perkembangan kota Ungaran dipengaruhi oleh aspek eksternal dan aspek internal yang terangkai dalam sistem perkotaan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi perkembangan kota, misalnya aspek yuridis (peraturan perundang-undangan) yang diterapkan pada level pemerintahan yang lebih tinggi, rencana pengembangan wilayah regional, dan interaksi kota dengan wilayah sekitarnya. Sedangkan faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam, meliputi aspek fisik wilayah kota, ekonomi, sosial, politik, maupun budaya kota tersebut. Faktor-faktor tersebut saling berpengaruh, sehingga makin cepat perkembangan sosial ekonomi kota, makin tinggi pula dinamika kepentingan penggunaan lahan yang otomatis mempercepat proses perkembangan kota. Dilihat dari keberadaan wilayahnya, jarak Kota Ungaran berdekatan dengan Kota Semarang ( 20 km), bahkan mempunyai batas yang bersinggungan. Hal ini membuat hubungan Kota Ungaran dengan Kota Semarang sangat erat, bahkan tumbuh dan berkembangnya Kota Ungaran sangat dipengaruhi oleh Kota Semarang. Hal tersebut dapat dilihat dari limpahan pemukiman penduduk dari Kota Semarang. Keunggulan Kota Ungaran sebagai wilayah hunian/permukiman terdapat pada kondisi udaranya yang relatif lebih sejuk dan mempunyai suasana yang lebih tenang daripada Kota Semarang. Dengan jarak yang relatif dekat dengan Kota Semarang, memungkinkan masyarakat untuk tetap bekerja di Kota Semarang tetapi bertempat tinggal di Kota Ungaran dengan kelebihan-kelebihannya. Sesuai dengan hukum ekonomi keruangan, biaya transportasi yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan dari Kota Ungaran ke Kota Semarang dikompensasikan dengan keuntungan- keuntungan yang diperolehnya dari lokasi tempat tinggalnya. Keuntungan- keuntungan tersebut antara lain suasana yang lebih tenang, pemandangan yang indah, udara yang relatif lebih sejuk, aksesibilitas ke pusat-pusat aktivitas mudah, fasilitas serta utilitas dasar yang memadai, dan tentunya harga lahan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga lahan di Kota Semarang.Wilayah Kota Ungaran juga dilalui oleh beberapa aliran sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Sungai besar yang terdapat di Kota Ungaran adalah Sungai Garang. Sungai ini berhulu di kelurahan Candirejo dan melewati sebelah barat kota hingga Kota Semarang dan berakhir di Laut Jawa. Sungai-sungai lainnya, antara lain Kali Gung, Kali Pangus, Kali Belang, Kali Krasak, Kali Kliwonan, Kali Jengkolan, Kali Gintungan, Kali Slengkong, Kali Siwarung dan Kali Katak.Keberadaan sungai-sungai yang mengalir melaui wilayah Kota Ungaran merupakan potensi untuk menunjang drainase kota, yaitu sebagai saluran drainase primer yang akan menampung air hujan yang mengalir dari saluran sekunder ataupun primer yang ada di wilayah Ungaran, sehingga bisa menghindari terjadinya genangan air. Selain itu, keberadaan sungai tersebut berpotensi sebagai sumber irigasi untuk menunjang kegiatan pertanian di Kota Ungaran, mengingat belum semua sawah yang ada merupakan sawah beririgasi teknis.Pada kenyataan yang ada, keberadaan sungai-sungai di Kota Ungaran tidak dapat menampung limpahan air pada musim penghujan dengan intensitas curah hujan tinggi, sehingga debit air pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Kota Ungaran ini mengalami debit maksimum. Penanggulangan banjir merupakan salah satu usaha dalam rangka pengendalian banjir, sedangkan pengendalian banjir merupakan salah satu manfaat dari pengaturan sungai (Sudaryoko, 1987).

1.2 Perumusan MasalahPertumbuhan penduduk yang sangat pesat, membutuhkan lahan yang lebih luas. Akibatnya banyak sawah diurug untuk kawasan perumahan baru. Hal tersebut terjadi karena pada musim penghujan air hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air (catchments area) tidak banyak yang dapat meresap ke dalam tanah melainkan lebih banyak melimpas sebagai debit air sungai. Jika debit sungai ini terlalu besar dan melebihi kapasitas tampung sungai, maka akan menyebabkan banjir.

1.3 Tujuan dan Sasaran1.3.1 TujuanMembuat suatu persamaan baru hubungan antara volume tampungan dengan debit aliran pada hilir storage di posisi offline.

1.3.2 SasaranManfaat dari analisa pada DAS Kota Ungaran bagian barat dengan menggunakan model EPA-SWMM 5.0, diharapkan:1. Mampu mempelajari dan memahami dasar-dasar hidrologi untuk permodelan banjir.2. Mampu mengoperasikan program EPA-SWMM 5.0.3. Mampu menerapkan program EPA-SWMM 5.0 dalam aplikasi yang sebenarnya.

1.4 Ruang Lingkup1.4.1 Ruang Lingkup WilayahPenelitian ini hanya mencakup wilayah Kota Ungaran bagian barat. Adapun batas-batas wilayah Kota Ungaran bagian barat adalah:a. Sebelah Utara : Kelurahan Plalanganb. Sebelah Selatan : Desa Pakopen, Desa Sidomukti, Desa Durenc. Sebelah Timur : Jalan Semarang-Solod. Sebelah Barat : Desa Medono, Desa Gondoharjo, Desa Pasigitan, Desa Branjang

BAB IISTUDI PUSTAKA

2.1 Pengertian DrainaseDrainase Perkotaan adalah ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada dikawasan kota tersebut. Drainase adalah ilmu yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. (HA Hamsar,2002).Menurut Sri Harto (1993) hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk, kejadian dan distribusinya , sifat alami dan sifat kimianya, serta reaksinya terhadap kebutuhan manusia. Secara umum dapat dikatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang menyangkut masalah kuantitas dan kualitas air di bumi, dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu, hidrologi pemeliharaan (menyangkut data-data operasional dan peralatan teknisnya) dan hidrologi terapan (menyangkut analisis hidrologi).Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik, baik dalam perancangan, pelaksanaan dan pengoperasiannya. Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah bahwa informasi dan besaran - besaran yang terkandung dalam analisis hidrologi merupakan masukan penting bagi analisis selanjutnya. Di dalam hidrologi, salah satu aspek analisis yang diharapkan dihasilkan untuk menunjang perancangan bangunan-bangunan hidraulik adalah penetapan besaran-besaran rancangan, baik hujan, banjir maupun unsur-unsur hidrologi lainnya, oleh karena itu pemahaman mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam analisis hidrologi harus benar-benar dipahami.2.1.1 Siklus HidrologiMemperhatikan pengertian tentang hidrologi yang telah disebutkan diatas, maka ilmu hidrologi mencakup semua air di alam. Pemahaman dan penerapan ilmu hidrologi menyangkut pemahaman mengenai proses transformasi atau pengalihragaman dari satu set masukan menjadi satu set keluaran melalui satu proses dalam siklus hidrologi. Inflow atau Masukan adalah jumlah air yang masuk kedalam suatu sistem DAS sebagai bagian penting dari proses hidrologi. Konsep yang disebutkan diatas menjadi sederhanajika dilihat dari skema berikut ini :

Gambar 2.1 Konsep Siklus HidrologiSumber : H.A Hamsar, Halim, 2002

Matahari merupakan sumber tenaga bagi alam. Dengan adanya tenaga tersebut, maka seluruh permukaan bumi akan mengalami penguapan, baik dari muka tanah, permukaan pepohonan (transpiration) dan permukaan air (evaporation).Sebagai akibat dari penguapan, maka terbentuk awan yang apabila keadaan klimatologi memungkinkan, awan dapat terbawa ke darat dan dapat terbentuk menjadi awan pembawa hujan (rain could). Hujan baru akan terjadi bila berat butir-butir air hujan tersebut telah lebih besar dari gaya tekan udara ke atas. Dalam keadaan klimatologis tertentu, maka air hujan yang terus melayang tersebut dapat teruapkan kembali menjadi awan. Air hujan yang sampai ke permukaan tanah disebut hujan, dan dapat diukur. Hujan yang terjadi tersebut sebagian juga akan tertahan oleh mahkota dan dedaunan pada pepohonan dan bangunan-bangunan yang selanjutnya ada yang diuapkan kembali.Air yang jatuh ke permukaan tanah terpisah menjadi dua bagian, yaitu bagian yang mengalir di permukaan yang selanjutnya menjadi aliran limpasan (overland flow), yang selanjutnya dapat menjadi limpasan (run-off), yang seterusnya merupakan aliran sungai menuju ke laut. Aliran limpasan sebelum mencapai saluran dan sungai, mengalir dan tertahan di permukaan tanah dalam cekungan-cekungan, dan sampai jumlah tertentu merupakan bagian air yang hilang karena proses infiltrasi, yang disebut sebagai tampungan-cekungan (depression storage).Bagian lainnya masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Tergantung dari struktur geologinya, dapat terjadi aliran mendatar yang disebut aliran antara (interflow). Bagian air ini juga mencapai sungai dan atau ke laut. Bagian lain dari air yang terinfiltrasi dapat diteruskan sebagai air perkolasi yang mencapai aquifer. Air ini selanjutnya juga mengalir sebagai aliran air tanah menuju ke sungai atau laut.

2.1.2 Siklus Air di BumiAir laut menguap karena radiasi matahari menjadi awan kemudian awan yang terjadi oleh penguapan air bergerak di atas daratan karena tertiup angin. Presipitasi yang terjadi karena adanya tabrakan antara butir-butir uap air akibat desakan angin, dapat berbentuk hujan atau salju. Setelah jatuh ke permukaan tanah, akan menimbulkan limpasan (run off) yang mengalir kembali ke laut. Dalam usahanya untuk mengalir kembali ke laut beberapa diantaranya masuk kedalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat dibawah permukaan air tanah atau yang juga dinamakan permukaan freatik. Air dalam daerah ini bergerak perlahan- lahan melewati aquifer masuk ke sungai atau kadang-kadang langsung masuk ke laut.Air yang masuk ke dalam tanah (infiltrasi) memberi hidup kepada tumbuhan namun ada diantaranya naik ke atas lewat aquifer diserap akar dan batangnya, sehingga terjadi transpirasi, yaitu evaporasi (penguapan) lewat tumbuh-tumbuhan melalui bagian bawah daun (stomata).Air yang tertahan dipermukaan tanah (surface detention) sebagian besar mengalir masuk ke sungai-sungai sebagai limpasan permukaan (surface runoff) ke dalam palung sungai. Permukaan sungai dan danau juga mengalami penguapan (evaporasi), sehingga masih ada lagi air yang dipindahkan menjadi uap. Akhirnya air yang tidak menguap ataupun mengalami infiltrasi tiba kembali ke laut lewat palung-palung sungai. Air tanah yang bergerak jauh lebih lambat mencapai laut dengan jalan keluar melewati alur-alur masuk ke sungai atau langsung merembes ke pantai-pantai. Dengan demikian seluruh daur telah dijalani, kemudian akan berulang kembali. Daur hidrologi dapat disajikan secara skematik seperti gambar 2.2 berikut ini.

2.2 Menentukan Debit Sungai Berdasarkan HujanUntuk menentukan besarnya debit sungai berdasarkan hujan perlu ditinjau hubungan antara hujan dan aliran sungai. Besarnya aliran didalam sungai ditentukan terutama oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah hujan, lama waktu hujan, luas daerah aliran sungai dan ciri-ciri daerah aliran itu (Subarkah, 1980).

2.3 Inflow (Masukan)Inflow atau Masukan adalah jumlah air yang masuk kedalam suatu sistem DAS sebagai bagian penting dari proses hidrologi (Denny, 2007).

2.3.1 Limpahan (Run Off)Dengan memperhatikan kembali siklus hidrologi dapat diketahui bahwa air yang jatuh dipermukaan tanah sebagian mengalir dipermukaan tanah dan menjadi aliran limpasan yang selanjutnya menjadi limpasan yang nantinya akan mengalir ke laut setelah melewati beberapa proses dengan yang keadaan berbeda setiap musim, yang disebut sebagai daur limpasan.(Hoyte Meizer, 1942) mengemukakan daur limpasan (run off cycle), yang dapat dijelaskan dengan menyederhanakannya empat tahapan:a. Tahap I (pada akhir musim kering)Pada akhir musim kering dapat diamati bahwa sama sekali tidak ada pasokan air hujan (kemungkinan adanya pasokan hanya lewat bawah permukaan tanah diabaikan), sehingga yang terjadi hanya keluaran berupa penguapan yang intensif dari permukaan dan terjadi dalam waktu yang relatif lama. Kekurangan kelembaban lapisan tanah dilapisan atas akan diganti oleh kelembaban (moisture) yang berada dilapisan bawahnya sehingga lapisan-lapisan tanah menjadi jauh lebih kering. Aliran yang terjadi pada sungai-sungai hanya bersumber dari aliran air tanah pada aquifer saja. Sampai dengan tahap ini tidak pernah ada masukan (hujan), sehingga kandungan air dalam aquifer pun menjadi semakin turun karena aliran yang terus menerus ke sungai.

b. Tahap II (awal musim hujan)Akibat adanya hujan dengan jumlah air yang relatif sedikit maka permukaan menjadi basah. Sebagian besar air hujan tertahan akibat intersepsi. Apabila terjadi aliran maka akan tertampung dalam tampungan permukaan misalnya sebagai tampungan-cekungan. Jumlah air ini habis menguap atau terinfiltrasi, sehingga tidak memberikan sumbangan pada limpasan permukaan. Bagian air yang terinfiltrasi, jumlahnya dipandang belum mencukupi karena masih digunakan massa tanah untuk mengembalikan kandungan airnya sampai maksimum, selama hal ini belum tercapai maka belum terjadi perkolasi, yang berarti belum ada tambahan air dalam aquifer, sehingga muka air dalam aquifer juga belum berubah.

c. Tahap III (pada pertengahan musim hujan)Pada tahap ini hujan sudah cukup banyak sehingga terjadi beberapa perubahan pada proses hidrologi. Kapasitas intersepsi telah terlampaui. Demikian pula aliran limpasan sudah cukup besar, sehingga kapasitas tampungan pada cekungan telah terlampaui, dan terjadi limpasan permukaan. Selanjutnya dapat terjadi perubahan yang relatif cepat pada muka air sungai. Bagian air yang terinfiltrasi, jumlahnya telah cukup dan terjadi perkolasi. Akibatnya jumlah kandungan air dalam aquifer bertambah, dengan ditandai berubahnya tinggi muka air dalam aquifer, keadaan ini berlangsung sampai akhir musim hujan.

d. Tahap IV (pada awal musim kering)Pada tahap ini hujan telah berhenti sama sekali, dan sekali lagi prosesnya akan terjadi mirip tahap I hanya saja pada tahap ini keadaan DAS masih dalam keadaan basah, jika keadaan ini berlangsung terus- menerus dengan tanpa masukan sama sekali, maka keadaan ini akan kembali seperti pada tahap I.

2.3.2 InfiltrasiInfiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah. Proses ini merupakan salah satu bagian penting dalam proses hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, dan laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentuBeberapa faktor yang mempengaruhi infiltrasi yaitu :1. jenis tanah,2. kepadatan tanah,3. kelembapan tanah,4. tutup tumbuhan,5. dalamnya genangan di permukaan tanah,6. pemampatan oleh curah hujan,7. udara yang terdapat dalam tanah.

2.3.3 Penguapan (Evaporation)Penguapan adalah proses perubahan dari molekul air dalam bentuk zat cair ke dalam bentuk gas. Sudah barang tentu pada saat yang sama akan terjadi pula perubahan molekul air dari gas ke zat cair, dalam hal ini di sebut pengembunan (condensation). Penguapan hanya terjadi bila terjadi perbedaan tekanan uap udara di atasnya. Dapat dimengerti bila kelambapan udara mencapai 100%, maka penguapan akan terhenti. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju penguapan antara lain :

1. temperatur,Untuk penguapan diperlukan sumber panas, panas tersebut bersumber dari radiasi matahari, panas yang tersedia, di atmosfer, maupun dari dalam tanah,atau massa air itu sendiri.

2. angin,Angin berfungsi memindahkan udara yang jenuh air dan menggantikannya dengan lapisan udara lain, sehingga penguapan dapat berjalan terus.

3. kualitas air.Salinitas air menyebabkan menurunnya laju penguapan, sebanding dengan kadar salinitas tersebut. Sebagai contoh, air laut mampunyai kandungan garam 2-3% mempunyai laju penguapan yang juga 2-3% lebih rendah dari air tawar. Penguapan yang terjadi pada tanaman disebut transpirasi sedangkan penguapan yang terjadi dari permukaan lahan yang tertutup dengan tutup tumbuhan disebut evapotranspirasi. Apabila kandungan air dalam tanah tidak terbatas, maka digunakan istilah evapotranspirasi potensial.

2.4 Daerah Aliran Sungai (DAS)Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment area) merupakan kawasan titik air hujan yang jatuh di atasnya, dan kemudian mengalir diatas permukaan kawasan dan menuju out fall (muara).(S. Hindarko, 2000).Memperhatikan kembali daur hidrologi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diketahui bahwa air yang berada di bumi ini, langsung maupun tidak langsung berasal dari air hujan (precipitation). Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang dialih ragamkan menjadi aliran sungai, baik melalui limpasan permukaan, aliran antara, maupun sebagai aliran air tanah.Untuk mendapatkan perkiraan besarnya banjir yang terjadi di suatu penampang sungai tertentu, maka kedalaman hujan yang terjadi pun harus dapat diketahui pula. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa yang diperlukan adalah besaran kedalaman hujan yang terjadi di seluruh DAS. Jadi, tidak hanya besaran hujan yang terjadi di satu sstasiun pengukuran hujan. Data yang diperlukan adalah data kedalaman hujan dari banyak stasiun hujan yang tersebar di seluruh DAS. Oleh karena itu diperlukan sejumlah stasiun hujan yang dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mewakili besaran hujan DAS tersebut. Terdapat dua faktor penting yang sangat menentukan ketelitian pengukuran hujan, yaitu jumlah dan pola penyebaran stasiun hujan (Wirastowo, 2007).Untuk melakukan pengukuran hujan diperlukan alat pengukur hujan (raingauge), yaitu:1. Penakar hujan biasa (manual raingauge).Merupakan alat ukur yang paling sering digunakan, yang terdiri dari corong dan bejana, sedangkan jumlah air hujan diukur dengan bilah ukur (graduated stick).

2. Penakar hujan otomatis (automatic raingauge).Pengukuran yang dilakukan dengan cara-cara di atas adalah untuk memperoleh data hujan yang terjadi pada satu tempat saja. Akan tetapi dalam analisis umumnya yang diinginkan adalah data hujan rata-rata DAS. Untuk menghitung besaran ini dapat ditempuh dengan cara yang sampai saat ini sangat lazim digunakan, yaitu:a. Rata-rata aljabarCara hitungan dengan aljabar ini adalah cara yang paling sederhana, akan tetapi memberikan hasil yang kurang teliti karena setiap stasiun hujan dianggap mempunyai bobot yang sama.

b. Polygon ThiessenCara ini memberikan bobot tertentu pada setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan.

c. IsohyetIsohyet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat yang bersamaan.

Klasifikasi DrainasePola Jaringan Drainasea. SikuPola jaringan ini dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari sungai, sehingga sungai yang berada ditengah kota dijadikan sebagai saluran pembuang akhir.

b. ParalelPada jaringan paralel, saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Apabila terjadi perkembangan kota, saluran- saluran tersebut akan dapat menyesuaikan diri.

c. Grid IronPola jaringan grid iron untuk daerah sungai terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran pengumpul.

d. AlamiahPola jaringan ini dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari sungai dan beban sungan pada pola jaringan alamiah lebih besar. Sungai yang berada ditengah kota dijadikan sebagai saluran pembuang akhir.

e. RadialPola jaringan radial berada pada daerah yang berbukit, sehingga pola saluran tersebut memencar ke segala arah.

f. Jaring-jaringPola jaringan jaring-jaring mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya, sehingga cocok untuk daerah dengan topografi datar.

2.5 Landasan Teori2.5.1 Pengenalan EPA SWMMNational Risk Management Research Laboratory Office of Research and Development U.S. Environmental Protection Agency mengembangkan software yang didesain untuk membuat model simulasi hujan limpasan dinamik.Software ini mampu mensimulasikan pengaruh hujan limpasan dari suatu wilayah pada sistim drainase untuk jangka pendek maupun panjang.

2.5.2 Obyek pada program EPA SWMM2.5.2.1 Rain GageRain gage menyuplai data presipitasi untuk satu atau lebih subcatchment area pada studi wilayah. Beberapa data hujan yang berbeda dapat dipakai sebagaimana format standar yang dibuat sendiri. Input data untuk rain gage meliputi tipe data hujan (contoh, intensitas, volume, atau volume kumulatif).

2.5.2.2 SubcatchmentSubcatchment adalah unit hidrologi dari tanah dengan topografi dan elemen sistem drainase menujukan permukaan runoff pada satu titik pelepasan. Subcatchment dapat dibagi ke dalam pervious dan impervious sub area. Infiltrasi air hujan dari pervious area dalam daerah tangkapan dapat digambarkan dengan tiga model berbeda :a. Horton infiltrationb. Green-Ampt infiltrationc. SCS Curve Number infiltration

2.5.2.3 JunctionJunction adalah titik sistem drainase dimana saluran- saluran bergabung. Secara fisik dapat mewakili pertemuan saluran air yang alami, lubang pada sistem pembuangan, atau sambungan pipa-pipa. Aliran masuk dari luar dapat memasuki aliran dari junction. Junction ditempatkan pada elevasi terendah (sungai) yang berbatasan dengan subcatchment lain. Junction dapat menampilkan pertemuan dari saluran permukaan alami, lubang got dari sistim pembuangan, atau pipa penghubung. Parameter input untuk junction meliputi:1. Elevasi / ketinggian,2. Kedalaman maksimum

2.5.2.4 ConduitConduit adalah pipa atau saluran yang memindahkan air dari satu junction ke junction yang lain dalam sistem pengairan. Penampang saluran untuk conduit dapat dipilih dari tipe saluran tertutup atau terbuka yang dapat dilihat pada tabel 2.4 pada halaman 28. Bentuk saluran yang tidak beraturan juga dapat dilihat pada tabel 2.4 halaman 28. Conduit dapat dihitung dengan mengukur panjang alur sungai. Parameter-parameter yang digunakan meliputi:1. Shape (bentuk saluran trapesium),2. Max depth (kedalaman maksimum saluran)3. Length (panjang saluran),4. Roughness (koefisien kekasaran saluran).

2.5.2.5 OutfallOutfall adalah titik terminal dari sistim drainase biasanya ditetapkan akhir dari batas hilir. Hanya satu saluran yang bisa tersambung ke titik outfall. Kondisi outfall bisa dijelaskan dengan salah satu dari tahap-tahap berikut:1. Kedalaman aliran normal/kritis pada saluran penghubung,2. Tingkat Elevasi yang telah ditentukan,3. Data hujan yang sudah ditentukan sendiri dan waktu.

2.5.2.6 Flow DividerFlow Divider adalah sistem drainase dengan inflow dialihkan pada conduit tertentu. Sebuah flow divider dapat memiliki tidak lebih dari dua conduit pada satu sistemnya.

2.5.2.7 Storage UnitsStorage Units adalah penyediaan volume tampungan. Fasilitas tampungan dapat sekecil kolam atau sebesar danau.. Parameter storage unit meliputi:1. Elevasi / ketinggian,2. Kedalaman maksimum.

Tabel 2.4 Bentuk Potongan Melintang Condiut dalam EPA SWMM 5.0

PumpsPumps digunakan untuk menaikkan air atau meninggikan elevasi air. Hidup dan mati pompa dapat diatur secara dinamik sepanjang pengaturan kontrol yang telah ditetapkan oleh pengguna.

2.5.2.7 Flow RegulationsFlow Regulators adalah struktur atau sarana yang digunakan untuk mengontrol atau mengalihkan aliran (Manual EPA SWMM). Sistem ini biasanya digunakan untuk :

1. mengontrol pelepasan dari fasilitas tampungan,2. mencegah kelebihan air yang tidak diharapkan. Macam flow regulator dalam SWMM :

a. OrificesOrifices digunakan sebagai outlet dan struktur pengalihan dalam sistim drainase. Biasanya terdapat di lubang got, fasilitas tampungan atau pintu kontrol. Aliran pada orifices dihitung dengan rumus :Q = CA 2gh............................................................(2.2)

denganQ = debit orifices (m/dtk) C = koefisien ChezyA = luas penampang orifices (m)g = percepatan gravitasi (m/dtk)h = tinggi orifices (m)

b. WeirsWeirs mirip seperti orifices, terdapat di lubang got sepanjang sisi saluran atau unit tampungan. Weirs dapat digunakan sebagai unit tampungan outlet.

Tabel 2.5 Hubungan Antara Weir Type, Cross Section Shape dan Flow FormulaSumber : EPA SWMM 5.0c. OutletsOutlets adalah sarana pengendali aliran dengan biasanya digunakan untuk mengontrol outflow dari unit tampungan.