bab 1 pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) terkenal sebagai daerah tujuan wisata domestik dan mancanegara.
Hal ini tidak lepas dari beragamnya kekayaan wisata DIY, baik wisata alam dan
wisata budaya, berbagai predikat yang dimiliki DIY sebagai kota pendidikan, kota
budaya, kota perjuangan, dan kota pariwisata serta visi pembangunan pariwisata DIY
2012-2025 yaitu terwujudnya Yogyakarta sebagai destinasi wisata berkelas dunia,
memiliki keunggulan saing dan banding, berwawasan budaya, berkelanjutan, mampu
mendorong pembangunan daerah dan berbasis kerakyatan sebagai pilar utama
perekonomian (Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Yogyakarta pada tahun
2013 jumlah kunjungan mencapai 2,6 juta wisatawan domestik dari target 2,2 juta
orang dan kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 1,8 juta wisatawan. Kondisi
ini tentu saja menjadi indikator yang dapat menggambarkan berkembangnya kegiatan
pariwisata DIY (Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2014).
Berkembangnya kegiatan pariwisata berpengaruh positif terhadap industri
perhotelan. Industri perhotelan memang tidak bisa dipisahkan dari sektor pariwisata.
Kegiatan pariwisata tidak akan bisa berkembang dengan baik apabila tidak didukung
industri perhotelan. Tumbuhnya industri perhotelan yang terjadi di DIY tidak lepas
dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah ini. Berdasarkan data yang
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
terlihat pada Tabel 1.1 mengenai jumlah akomodasi hotel, kamar, dan tempat tidur di
DIY 2004-2013, selama tahun 2013 akomodasi hotel berbintang tercatat sebanyak 61
unit, jumlah tersebut meningkat sebanyak 7 unit dibanding tahun 2012. Akomodasi
hotel non bintang tercatat sebanyak 1109 unit pada tahun 2013, meningkat dari
jumlah 1100 unit pada tahun 2012 (Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2014).
Tabel 1.1 Jumlah Akomodasi Hotel, Kamar, dan Tempat Tidur di DIY,
2004-2013 (Unit)
Tahun
Bintang Non Bintang
Akomodasi Kamar Tempat
Tidur
Akomodasi Kamar Tempat
Tidur
2004 36 3.416 5.555 1.092 11.221 17.307
2005 36 1.415 5.573 1.089 11.221 17.228
2006 37 3.458 5.640 1.046 11.307 17.459
2007 38 3.458 5.640 1.039 11.307 17.459
2008 34 3.297 5.439 1.095 12.158 18.270
2009 34 3.373 5.633 1.092 12.091 17.735
2010 36 3.631 5.807 1.098 12.519 18.293
2011 41 3.953 6.389 1.063 12.407 18.586
2012 54 5.150 8.171 1.100 13.309 21.720
2013 61 5.801 9.280 1.109 13.547 21.549
Sumber: Badan Pusat Statistik DIY (2014)
Tabel 1.1 memperlihatkan data mengenai jumlah akomodasi hotel, kamar, dan
tempat tidur di DIY 2004-2013. Peningkatan hotel bintang secara signifikan terjadi
sejak tahun 2010. Jumlah kamar yang tersedia di hotel bintang pada tahun 2013
mencapai 5.801 unit dengan tempat tidur sebanyak 9.280 unit. Sedangkan jumlah
kamar yang tersedia di hotel non bintang tercatat sebanyak 13.549 unit dengan
kapasitas tempat tidur sebanyak 21.549 unit. Jika dibandingkan dengan tahun 2012,
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
jumlah kamar hotel non bintang meningkat, namun kapasitas tempat tidurnya
mengalami penurunan karena beberapa hotel non bintang berubah statusnya menjadi
hotel bintang (Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2014).
Hotel yang merupakan sarana pokok kepariwisataan (main tourism
superstructures) memiliki peranan penting bagi daerah tujuan wisata. Fungsi utama
hotel adalah sebagai sarana akomodasi bagi wisatawan untuk menginap. Minat
pengunjung yang semakin tinggi untuk berwisata ke DIY tentunya mendorong
kebutuhan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) Hotel. Pola perkembangan TPK hotel
pada Tabel 1.2 selama tahun 2005-2013 mengalami fluktuasi. Tercatat dua kali
jumlah TPK mengalami penurunan, yaitu tahun 2006 sebagai dampak gempa bumi
yang terjadi di DIY dan tahun 2011 sebagai dampak dari erupsi Gunung Merapi
(Badan Pusat Statistik DIY, 2014).
Tabel 1.2 TPK Hotel di DIY menurut Jenis Hotel, 2005-2013 (Persen)
Tahun Hotel Bintang Hotel Non
Bintang
Jumlah
2005 40,99 21,50 26,13
2006 37,86 19, 51 23,07
2007 45,85 24,18 29,29
2008 49,26 30,97 35,73
2009 49,44 57,15 55,54
2010 48,83 31,59 35,34
2011 50,65 34,55 37,82
2012 55,19 36,56 40,72
2013 56,20 30,02 36,41
Sumber: Badan Pusat Statistik DIY (2014)
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Data Tabel 1.2 mengenai TPK hotel di DIY menurut jenis hotel 2005-2013
menunjukkan bahwa pada tahun 2013, TPK hotel bintang tercatat 56,20 dan
meningkat dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 55,19 persen. Sementara
TPK hotel non bintang tercatat sebesar 30,02 persen dan cenderung menurun jika
dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu sebesar 36,72 persen (Badan Pusat Statistik
DIY, 2014). Fenomena ini menggambarkan perkembangan kecenderungan wisatawan
untuk menginap di hotel bintang yang lebih tinggi dibandingkan dengan hotel non
bintang. Untuk memenuhi kebutuhan akomodasi wisatawan yang terus bertambah,
selama tahun 2013 pembangunan hotel-hotel di DIY berjalan cukup pesat. Hal ini lah
yang mengakibatkan persaingan bisnis perhotelan semakin ketat dan perlu diiringi
dengan perkembangan sumber daya manusianya, baik secara kualitas karyawan
maupun kuantitas, untuk dapat memenangkan persaingan yang ada.
Pertumbuhan di sektor industri perhotelan DIY membuat manajer SDM (Sumber
Daya Manusia) ditantang oleh kenaikan kebutuhan tenaga kerja berkualitas. Realitas
saat ini mengenai meningkatnya pekerjaan berbasis pengetahuan, kekurangan
pelamar yang kompeten dan berkualitas, beragamnya tenaga kerja, serta kesulitan
menarik dan mempertahankan karyawan yang berbakat merupakan tantangan yang
harus segera dihadapi untuk dapat mencapai keberhasilan organisasi dalam
memenangkan persaingan.
Diantara faktor-faktor yang menentukan keberhasilan organisasi, membangun
hubungan kerja yang baik antara perusahaan dan karyawan kini menjadi perhatian
utama. Hubungan kerja berkaitan dengan kesepakatan yang dibuat mengenai apa
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
yang ditawarkan perusahaan dan bagaimana karyawan dapat memberikan
kontribusinya untuk mencapai tujuan perusahaan. Kesepakatan ini tidak hanya berupa
kontrak yang bersifat legal, seperti sistem penggajian maupun sistem penilaian kerja
karyawan, namun ada kontrak lain yang dinilai lebih penting yaitu mengenai
hubungan kepercayaan diantara keduanya yang disebut sebagai kontrak psikologis.
Kontrak psikologis merupakan komponen dasar dalam membangun hubungan kerja
(The Work Foundation, 2009).
Employer branding secara langsung dikaitkan dengan tawaran pengalaman kerja
berbeda dengan mempertimbangkan berbagai manfaat yang nantinya akan digunakan
untuk membentuk kesepakatan antara karyawan dan perusahaan. Employer branding
didefinisikan sebagai suatu paket dari manfaat fungsional, ekonomi, dan psikologi
yang disediakan oleh perusahaan serta diidentifikasi dengan pekerjaan yang
disediakan oleh perusahaan tersebut (Ambler dan Barrow, 1996). Teori kontrak
psikologis mendukung strategi employer branding dalam menawarkan suatu
pengamalan kerja yang unik dan berbeda bagi karyawan (Backhaus dan Tikoo, 2004).
Brand sering digunakan untuk membedakan produk dan perusahaan dalam
rangka membangun nilai ekonomi bagi konsumen dan perusahaan (Sokro, 2012).
Salah satu pemahaman yang paling dasar tentang brand berasal dari American
Marketing Association yang mendefinisikan brand sebagai nama, tanda, simbol,
desain, atau kombinasi diantaranya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang
dan jasa dari suatu kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para
pesaing (Backhaus dan Tikoo, 2004).
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Brand merupakan aset tidak berwujud perusahaan yang paling berharga.
Meskipun perusahaan biasanya fokus pada upaya branding untuk mengembangkan
produk dan perusahaan mereka, branding juga dapat digunakan dalam bidang
manajemen SDM (Sokro, 2012). Ambler dan Barrow (1996), pertama kali
menerapkan konsep brand untuk bidang manajemen SDM, melihat perusahaan
sebagai brand dan karyawan sebagai pelanggan. Employer branding merupakan
pendekatan yang relatif baru bagi perusahaan sebagai pemberi kerja untuk merekrut
dan mempertahankan bakat terbaik dalam lingkungan yang semakin kompetitif.
Backhaus dan Tikoo (2004), mendefinisikan employer branding sebagai proses
membangun identitas perusahaan yang terdiferensiasi dan unik sebagai konsep
perusahaan untuk membedakannya dari pesaing. Employer branding merupakan
strategi jangka panjang yang ditargetkan untuk mengelola persepsi dan kesadaran
karyawan, karyawan potensial, dan stakeholder terkait dengan perusahaan tertentu
(Sullivan, 2004).
Employer branding dihasilkan oleh perusahaan itu sendiri sebagai identitas untuk
menciptakan daya tarik bagi pihak internal maupun pihak eksternal. Dalam
percakapan sehari-hari terkadang kita melihat antusiasme berbeda setiap orang ketika
sedang membicarakan suatu perusahaan. Rasa ingin tahu dan kagum yang
ditunjukkan oleh orang lain terhadap suatu perusahaan tentunya akan menciptakan
rasa kebanggaan tersendiri bagi karyawan dan bagi calon karyawan, semakin tinggi
reputasi perusahaan akan menjadikan ketertarikan untuk bekerja juga semakin tinggi.
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Menurut Backhaus dan Tikoo (2004) perusahaan membentuk employer branding
melalui tiga tahapan, yaitu mengembangkan Employment Value Proposition (EVP),
memasarkan EVP tersebut kepada calon aplikan, dan mengkomunikasikan brand
kepada karyawan perusahaan. Pertama, perusahaan memgembangkan konsep EVP
yang menjadi bagian dari employer brand. Menurut Eisenberg et.al. (2001) dalam
Backhaus dan Tikoo (2004), EVP merupakan pesan utama yang disampaikan oleh
brand tentang image perusahaan. Hal ini menjadi kunci penting bahwa EVP berasal
dari audit menyeluruh dari karakteristik yang membuat perusahaan menjadi tempat
yang baik untuk bekerja.
Kedua, perusahaan memasarkan EVP tersebut kepada karyawan potensial yang
menjadi target perekrutan (Backhaus dan Tikoo, 2004). Brand merupakan janji yang
dibuat dalam perekrutan dan bagian dari budaya organisasi. Sehingga, perusahaan
harus mampu memberikan preview pekerjaan dengan realistis sehingga tidak
menimbulkan harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Tahap kedua dalam
proses pembentukan employer branding ini menggunakan strategi external
marketing. External marketing membentuk persepsi perusahaan sebagai employer of
choice sehingga memungkinkan perusahaan untuk memperoleh calon-calon karyawan
terbaik (Backhaus dan Tikoo, 2004). Perusahaan membangun employer of choice di
dalam industri perusahaan tersebut berada sebagai salah satu strategi yang dapat
digunakan oleh manajer SDM dalam menghadapi persaingan untuk mendapatkan dan
mempertahankan karyawan yang berkualitas serta menekan tingkat turnover
(Lenaghan dan Eisner, 2006). Perusahaan yang menjadi employer of choice tidak
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
hanya mampu memastikan bahwa karyawannya bergabung dan tetap tinggal di
perusahaan, tetapi juga mampu mengidentifikasi visi perusahaan, nilai-nilai dan
memberikan loyalitas, komitmen, serta kinerjanya (Sehgal dan Malati, 2013).
Asumsinya adalah keunikan yang ditawarkan oleh perusahaan melalui employer
branding akan mampu menarik karyawan yang memiliki potensi unik dan unggul
untuk membuat perusahaan selangkah lebih maju dibandingkan pesaingnya.
Ketiga, perusahaan harus melakukan internal marketing dengan cara
mengkomunikasikan brand secara efektif kepada karyawan perusahaan dengan tujuan
menciptakan tenaga kerja yang akan sulit ditiru oleh perusahaan lain (Backhaus dan
Tikoo, 2004). Karyawan dengan potensi unik merupakan salah satu sumber daya
yang mampu membawa keunggulan kompetitif bagi perusahaan di mana ia bekerja.
Internal marketing juga berkontribusi dalam mempertahankan karyawan (Ambler dan
Barrow, 1996) dengan menggunakana brand perusahaan untuk memperkuat
hubungan kerja sehingga karyawan tetap tinggal dalam organisasi.
Data dari The Economist (2003) menunjukkan bahwa dengan pengelolaan cermat
atas praktik employer branding dapat memberikan manfaat yang nyata. Data tersebut
menunjukkan peningkatan 20 persen atas ketersediaan pekerja, peningkatan
komitmen sebesar empat kali lipat, dan penurunan 10 persen atas biaya gaji. Studi
yang dilakukan oleh The Society of Human Resources Management menemukan
bahwa disaat employer branding secara tepat merepresentasikan budaya perusahaan,
hal tersebut lebih memungkinkan bagi perusahaan untuk mempertahankan karyawan
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mereka, menghemat biaya rata-rata sejumlah $2,915 untuk setiap proses perekrutan
karyawan (The Society for Human Resources Management, 2007).
Backhaus dan Tikoo (2004) mengungkapkan bahwa hasil akhir yang ingin
dicapai oleh organisasi melalui employer branding adalah brand equity organisasi,
yaitu efek dari brand knowledge terhadap karyawan potensial dan karyawan yang
sudah dimiliki perusahaan. Brand equity perusahaan mendorong calon karyawan
potensial untuk mendaftar di perusahaan tersebut. Bagi karyawan perusahaan saat ini,
brand equity yang dimiliki perusahaan tempat mereka bekerja mendorong karyawan
untuk tetap bertahan dan mendukung perusahaan. Brand equity ini selanjutnya akan
menghasilkan dua aset penting, yaitu brand association dan brand loyalty (Backhaus
dan Tikoo, 2004). Employer brand association membentuk image organisasi yang
pada akhirnya akan berdampak pada ketertarikan calon aplikan terhadap organisasi
tersebut. Sementara employer brand loyalty merupakan komitmen yang diberikan
karyawan terhadap organisasi yang akan berdampak pada produktivitas kerja
karyawan.
Brand berfungsi sebagai janji. Perusahaan dengan employer branding yang
sukses adalah mereka yang secara konsisten memenuhi janji yang melekat pada
brand di seluruh siklus hidup perusahaan (The Work Foundation, 2009) berkaitan
dengan image perusahaan sebagai organisasi terbaik untuk bekerja. Selanjutnya, janji
ini yang akan menjadi pedoman untuk membentuk kontrak hubungan kerja antara
perusahaan dan karyawan. The Work Fundation (2009) mengemukakan bahwa
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
organisasi yang mampu menawarkan kontrak menarik akan memperoleh kembali
kontribusi lebih seperti kinerja tinggi, fleksibilitas, keahlian, dan discretionary effort.
Manajemen SDM dinyatakan berhasil apabila mampu menujukkan adanya
peningkatan kontribusi yang diberikan karyawan atas ketercapaian tujuan organisasi.
Discertionary effort merupakan upaya yang tidak diminta, berasal dari keinginan
individu untuk terlibat dalam suatu kegiatan karena menikmati, tertarik, dan bersedia
untuk memberikan tambahan usahanya pada kegiatan tersebut (Katoma, 2011).
Menurut Yankelovich dan Immerwahr (1983) discretionary effort merupakan upaya
sukarela karyawan melebihi apa yang disyaratkan oleh pekerjaaannya.
Pada kenyataannya efektivitas dan produktivitas organisasi sangat dipengaruhi
oleh discretionary effort karyawan. Perusahaan membutuhkan karyawan untuk
mengeluarkan potensinya secara maksimal dan memberikan kinerja terbaiknya.
Tuntutan atas discretionary effort semakin tinggi terutama pada industri yang
memiliki hubungan dekat dan timbal balik dengan pelanggan seperti industri
keuangan dan perhotelan (April dan Katoma, 2009). Meningkatnya perubahan dari
fokus bisnis manufaktur menjadi bisnis orientasi pelayanan menjadikan human effort
menjadi lebih penting dalam pembentukan nilai. Pembentukan nilai ini mencakup
mempertahankan pelanggan karena membangun pelayanan pelanggan dikembangkan
dari discretionary behaviour karyawan (Katoma 2011). Lebih dari itu, pelanggan
puas secara emosional adalah pelanggan yang puas dengan produk dan pelayanan
yang diberikan perusahaan sehingga menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan
perusahaan.
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan menarik perhatian peneliti
untuk melakukan penelitian. Hubungan kerja tersebut berkaitan dengan kesepakatan
yang dibuat mengenai apa yang ditawarkan perusahaan, berupa employer branding,
dan bagaimana karyawan dapat memberikan discretionary effort sebagai wujud atas
kontribusinya untuk mencapai tujuan perusahaan. Neil (2012) menyatakan terdapat
pengaruh employer branding terhadap discretionary effort. Employer branding yang
baik harus mampu menyelaraskan ke arah perusahaan dan menjelaskan mengapa
karyawan berbakat harus memberikan discretionary effort untuk mendorong
kesuksesan tujuan perusahaan (Neil, 2012).
Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti pengaruh employer branding
terhadap internal perusahaan (existing employee). Employee engagement digunakan
sebagai variabel mediasi untuk meneliti pengaruh employer branding terhadap
discretionary effort. Kahn (1990) mendefinisikan employee engagement sebagai
perilaku yang menunjukkan bahwa individu karyawan melaksanakan perannya sesuai
jabatan dalam organisasi secara penuh dan menanggalkan peran lain yang
disandangnya selama berada dalam lingkungan kerja dan pelaksanaan tugas
jabatannya. Selain itu, Saks (2006) mengungkapkan engagement sebagai sebuah
konstruksi yang unik dan berbeda yang terdiri dari komponen kognitif, emosional,
dan perilaku yang berkaitan dengan peran kinerja individu.
Beberapa alasan dipilihnya employee engagement sebagai variabel mediasi
adalah pertama, terdapat pengaruh yang kuat employer branding terhadap employee
engagement. Pada tahun 2007, Brain Heger mengadakan studi empiris menggunakan
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
data dari 614 responden, untuk mengidentifikasi pengaruh antara EVP, komponen
utama dari employer branding, terhadap tingkat engagement responden (Park dan
Zhou, 2013). Studi tersebut mengungkapkan bahwa employee engagement
dipengaruhi oleh EVP organisasi, dalam atribut EVP (unsur daya tarik bagi
karyawan) tersebut bertindak untuk memotivasi karyawan sebuah perusahaan (Heger,
2007). Survey yang dilakukan oleh Corporate Leadership Council juga menemukan
bahwa karyawan yang mempersepsikan EVP perusahaan tempatnya bekerja kurang
kompetitif dibandingkan dengan perusahaan lainnya memungkinan disengage dengan
mengurangi kontribusi atau meninggalkan perusahaan (Corporate Leadership
Council, 2006). Studi empiris lain yang dilakukan pada 113 perusahaan lintas industri
mengungkapkan bahwa di perusahaan yang mengembangkan employer branding,
karyawan lebih cepat engaged dalam pembuatan keputusan dan proses manajemen
(Kucherov & Zavyalova, 2011).
Kedua, employee engagement merupakan variabel yang penting untuk
mengindikasikan discretionary effort. Menurut Schaufeli dan Bakker (2004) serta
Saks (2006) mengungkapkan bahwa karyawan yang merasa engaged lebih
memungkinkan untuk bekerja lebih keras melalui bertambahnya tingkat discretionary
effort dan memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk meninggalkan perusahaan
dibandingkan karyawan yang disengage. Discretionary effort adalah perwujudan
perilaku dari keputusan kognitif dan emosional untuk engagement (Macey dan
Schneider, 2008; Saks, 2006).
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Ketiga, employer branding mempengaruhi discretionary effort melalui employee
engagement. Beberapa praktisi dari Chartered Institute of Personnel and
Development mengemukakan bahwa employer branding dapat memainkan
peranannya dalam membangun engagement dengan cara meyakinkan karyawan untuk
memberikan discretionary effort selama bekerja, melebihi persyaratan minimal untuk
menyelesaikan pekerjaan (Chartered Institute of Personnel and Development, 2008).
Employer branding memiliki tujuan untuk meyakinkan karyawan bahwa organisasi
yang mereka pilih merupakan tempat kerja yang baik, untuk mempertahankan
karyawan, dan memastikan pemahaman mereka tentang tujuan organisasi serta
komitmen untuk mencapai tujuan organisasi tersebut (Sullivan, 2004) yang pada
akhirnya akan mempersepsikan organisasi sebagai employer terbaik. Employer
terbaik dapat dibedakan dari pesaing dengan tingkat employee engagement yang
tinggi (Aon Hewitt, 2011), menghubungkan pada tingginya discretionary effort yang
pada akhirnya akan mengarahkan pada tingginya pendapatan, laba, dan kembalinya
investasi yang selanjutnya menghasilkan keunggulan kompetitif perusahaan (Ritson,
2002; Backhaus dan Tikoo, 2004; Barrow dan Mosley, 2005).
Motivasi perlunya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kerja antara
perusahaan dan karyawan adalah pertama, beberapa studi mengungkapkan pengaruh
employer branding terhadap employee engagement, sementara beberapa studi lain
mengungkapkan pengaruh employee engagement terhadap discretionary effort.
Meskipun demikian, beberapa pengaruh tersebut tidak memperhatikan teori-teori
yang memunculkannya dan diteliti secara unidimensional. Kedua, studi secara
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
multidimensional mengenai pengaruh antara employer branding, employee
engagement, dan discretionary effort merupakan studi yang langka, khususnya
melalui pendekatan akademis. Ketiga, dalam industri jasa seperti perhotelan,
karyawan memainkan peranan penting dalam menjaga hubungan perusahaan dengan
pelanggan. Meningkatnya jumlah hotel dari tahun ke tahun di DIY menyebabkan
perusahaan harus mampu membedakan dengan pesaingnya untuk memperoleh dan
mempertahankan karyawan yang berbakat, serta membangun kepuasan pelanggan
atas layanan perusahaan. Employer branding merupakan salah satu strategi yang
dapat digunakan untuk memenangkan persaingan tersebut.
Dari penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengaruh employer branding terhadap discretionary effort dan employee engagement
memediasi pengaruh employer branding terhadap discretionary effort. Selanjutnya
penelitian ini akan dikemas dengan judul “Pengaruh Employer Branding terhadap
Discretionary Effort dengan Employee Engagement sebagai Variabel Mediasi”.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan di atas, secara umum pertanyaan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apakah employer branding berpengaruh terhadap discretionary effort?
1.2.2 Apakah employer branding berpengaruh terhadap employee engagement?
1.2.3 Apakah employee engagement berpengaruh terhadap discretionary effort?
1.2.4 Apakah employee engagement memediasi pengaruh employer branding
terhadap discretionary effort?
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
1.3 Batasan Masalah
1.3.1 Penelitian ini terbatas pada satu organisasi yang menjadi objek penelitian
yaitu Wisma MM UGM Yogyakarta.
1.3.2 Analisis yang diteliti pada penelitian ini terbatas pada variabel-variabel yang
diteliti dalam penelitian ini, meskipun ada beberapa kemungkinan terdapat
variabel-variabel lain diluar model yang berpengaruh terhadap variabel-
variabel yang diteliti.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
1.4.1 Pengaruh employer branding terhadap discretionary effort;
1.4.2 Pengaruh employer branding terhadap employee engagement;
1.4.3 Pengaruh employee engagement terhadap discretionary effort;
1.4.4 Employee engagement memediasi pengaruh employer branding terhadap
discretionary effort.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak perusahaan,
akademisi, dan peneliti lain. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1.5.1 Pihak perusahaan
Bagi pihak perusahaan, penelitian ini dapat memberikan tambahan
informasi empiris mengenai pengaruh employer branding terhadap
discretionary effort dengan employee engagement sebagai variabel
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mediasi sehingga dapat menjadi bahan pertimbanan sebagai dasar
pengambilan keputusan.
1.5.2 Pihak akademisi
Bagi pihak akademisi, hasil penelitian ini dapat menambah informasi
mengenai pengaruh employer branding terhadap discretionary effort
dengan employee engagement sebagai variabel mediasi yang dapat
digunakan sebagai acuan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan
model .
1.5.3 Pihak peneliti
Bagi pihak peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman
yang lebih mendalam mengenai pengaruh employer branding terhadap
discretionary effort dengan employee engagement sebagai variabel
mediasi.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bagian yang
utama:
BAB I PENDAHULUAN
Bab I menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab II merupakan telaah literatur yang berisi argumen-argumen konseptual
yang akan diuji dalam penelitian dan pengembangan hipotesis.
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB III METODE PENELITIAN
Bab III menjelaskan tentang pengambilan sampel dan teknik pengolahan data.
Pengolahan data yang dilakukan terdiri atas beberapa tahapan mulai dari
penjelasan jenis penelitian, metode pengumpulan data, penjelasan variabel-
variabel penelitian, rumus yang digunakan, dan metode analisis data melalui
pengujian statistik.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab IV merupakan analisis data, dalam bab ini menjelaskan hasil penelitian
berdasarkan analisis yang telah dilakukan, meliputi model estimasi dan pengujian
hipotesis. Hasil penelitian dianalisis sesuai dengan teori dalam Bab II.
BAB V PENUTUP
Bab V berisi penutup yang menyimpulkan hasil pembahasan dari penelitian
yang telah dilakukan, implikasi serta kemungkinan keterbatasan-keterbatasan
yang ditemui penulis selama melakukan penelitian, serta memberikan saran yang
mampu menunjang atau menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian ini berisi buku teks, artikel jurnal, dan bacaan lain yang digunakan
sebagai referensi dalam membahas permasalahan.
PENGARUH EMPLOYER BRANDING TERHADAP DISCRETIONARY EFFORT DENGAN EMPLOYEEENGAGEMENT SEBAGAI VARIABELMEDIASIANITA TRI WIDYANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/