bab 1. pendahuluan 1.1 latar belakang · pengambilan tanah terusik dan pengambilan contoh agregat...
TRANSCRIPT
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan bagian kerak bumi yang tersusun atas materi padat, cair dan
gas. Menurut Rinaldi dkk (2017), tanah merupakan hasil dari pelapukan secara
fisika, kimia dan organik. Tanah adalah salah satu penunjang yang membantu
kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi dan sangat mendukung
terhadap kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di muka bumi. Tanah
juga merupakan tempat hidup berbagai mikroorganisme yang ada di bumi dan
juga merupakan tempat berpijak bagi sebagian makhluk hidup yang ada di darat.
Tanah juga merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi
sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tegak
tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara, dan juga berfungsi
menyuplai hara dan nutrisi.
Menurut Advinda (2018), partikel-partikel tanah dapat berkumpul menjadi
satu dan membentuk struktur tanah. Struktur tanah terdiri ats gumpalan-gumpalan
dan butiran-butiran partikel penyusun tanah yang membentuk agregat. Ruang
yang terdapat antara partikel-partikel tersebut berperan sebagai sirkulasi air dan
udara. Air masuk dan tersedia dalam ruang pori dan berguna bagi kebutuhan
tanaman.
Tanah bersifat kompleks dan heterogen dimana materi penyusunnya terbentuk
dari campuran bahan organik dan non-organik atau mineral. Bahan mineral yang
terdapat pada tanah membentuk partikel atau fraksi-fraksi penyusun tanah. Tanah
tersusun atas 3 fraksi yaitu fraksi pasir, debu dan lempung. Ketiga fraksi ini
memiliki perbandingan yang berbeda pada setiap jenis tanah. Perbandingan relatif
ketiga fraksi tersebut dapat disebut juga sebagai tekstur tanah.
Menurut Sutanto (2005), sifat umum tanah sangat ditentukan oleh tekstur.
Tanah memiliki sifat fisik yang berbeda sesuai dengan jenis tekstur yang
dimilikinya. Tekstur tanah berkaitan erat dengan kemampuan tanah dalam
mengikat air, udara dan unsur hara baik bahan organik maupun bahan mineral.
2
Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap ruang atau pori untuk perakaran
tanaman,konsistensi dan keterolahan tanah.
Pengujian tekstur tanah dapat dilakukan di lapang dan di laboratorium.
Pengujian yang dilakukan pada praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium
Fisika dan Konservasi Tanah Universitas Jember. Contoh tanah yang diuji diambil
dari beberapa tempat yang berbeda, yaitu contoh tanah di Fakultas Teknik
Universitas Jember, di daerah Wirowongso dan Sucopangepok Kebupaten Jember.
Kelompok kami mengambil contoh tanah di daerah Sucopangepok dengan
melakukan 3 metode yaitu pengambilan contoh tanah utuh, pengambilan contoh
tanah terusik dan pengambilan contoh tanah agregat utuh. Contoh tanah yang
diambil digunakan untuk mewakili suatu areal dari keseluruhan wilayah yang
akan diuji.
1.2 Tujuan
Mengetahui kaitan sifat fisik tanah meliputi pengambilan contoh tanah,
penetapan kadar lengas, energi potensial air, konduktivitas hidrolik, stabilitas
agregat, konsistensi tanah, kepadatan tanah, infiltrasi, suhu tanah, dan pori total
tanah dengan tekstur tanah yang terdapat di daerah Sucopangepok, Kabupaten
Jember.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengambilan Contoh Tanah
Sample atau contoh diperlukan untuk mewakili sebagian dari populasi yang
akan diteliti. Pengambilan contoh tanah digunakan untuk meneliti sifat-sifat tanah
yang terdapat pada suatu wilayah. Teknik pengambilan contoh tanah atau
sampling dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pengambilan tanah secara utuh,
pengambilan tanah terusik dan pengambilan contoh agregat utuh yang dilakukan
berdasarkan sifat-sifat tanah yang akan diteliti. Menurut Prayogo dan Saptowati
(2016), pengambilan sampel tanah utuh diperlukan untuk menganalisa sifat fisik
tanah yang meliputi penentuan berat isi tanah atau bulk density, ruang pori total
atau porositas, permeabilitas, penentuan distribusi pori, serta banyaknya kadar air
yang tersedia bagi tanaman. Pengambilan contoh tanah terusik digunakan untuk
melakukan kepentingan analisa kimia, sedangkan pengambilan contoh tanah
agregat utuh dilakukan untuk melakukan penetapan stabilitas agregat.
Menurut Marwan dkk (2016), pengambilan contoh tanah utuh dilakukan
dengan menggunakan ring sampel sebanyak 2 buah pada kedalaman 0-20 cm.
Ring sampel pertama ditekan hingga tiga perempat bagiannya masuk ke dalam
tanah dengan sisi yang tajam menghadap tanah. Penekanan ring sampel dilakukan
pada tanah yang telah dibasahi terlebih dahulu. Ring sampel kedua ditempatkan
diatas ring sampel pertama dengan sisi yang tumpul menghadap ke bawah.
Pengambilan contoh tanah menggunakan ring sampel harus dilakukan secara hati-
hati agar struktur tanah tidak rusak.
Pengambilan sampel tanah terusik dilakukan dengan menggunakan bor tanah.
Menurut Evarnaz dkk (2014),sampel tanah terusik diambil dari kedalaman 0-30
cm. Tanah yang diambil untuk sampel adalah tanah yang terdapat di bagian kepala
bor. Sample tanah terusik berupa contoh tanah yang strukturnya sudah terganggu
atau tidak utuh lagi. Pengambilan contoh tanah agregat utuh dilakukan secara
langsung, yaitu dengan mengambil agregat utuh secara perlahan menggunakan
sekop atau cangkul.
4
2.2 Penetapan Kadar Lengas Tanah
Air merupakan reaktan yang penting dalam proses-proses hidrolik dan
fotosintesa. Air sebagai pelarut dari garam, gas, dan material yang bergerak ke
dalam tubuh tumbuhan melalui dinding sel dan jaringan esensial. Pergerakan
tersebut menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun,
proses membuka dan menutupnya stomata, serta kelangsungan gerak struktur
tumbuhan. Kekurangan air akan mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.
Defisiensi air yang terus menerus menyebabkan perubahan irreversible dan
tanaman nantinya akan mati (Siregar dkk.,2017).
Kadar air merupakan perbandingan antara berat air dengan berat butiran padat
di dalam massa tanah. Setiap jenis tanah mempunyai kapasitas mengikat atau
memegang air yang berbeda. Tanah gambut mempunyai kapasitas mengikat atau
memgang air relative sangat tinggi dengan mengacu berat kering namun berubah
menjadi hidrofob (menolak air) kalau terlalu kering. Kedalaman solum atau
lapisan tanah menentukan volume simpan air tanah, semakin dalam suatu lapisan
tanah maka tanah tersebut mampu memgang air lebih banyak. Kadar air tanah
pada kedalaman 100-150 cm memiliki kadar air yang lebih besar dibandingkan
pada kedalaman 50-100 cm. Kadar air tanah terendah yaitu pada kedalaman 0-50
cm (Susandi dkk., 2015).
Lengas tanah merupakan air yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pori
tanah dan teradsorpsi pada permukaan tanah. Menurunnya lengas tanah akan
menguarangi kemampuan mengimbangi kehilangan air akibat evapotranspirasi,
atau dalam kondisi titik layu permanen. Kemampuan menyimpan air pada tanah
ditentukan oleh porositas dan kadar bahan organik pada tanah. Porositas yang
tinggi akan menyimpan air lebih tinggi. Bahan organik berperan dalam
ketersediaan air dalam tanah karena dapat memegang air dengan baik sehingga
dapat meningkatkan porositas total tanah. Pori mikro merupakan pori yang
digunakan tanah untuk mengikat air yang dibentuk oleh bahan organik. Semakin
banyak pori mikro, maka daya simpan lengas tanah semakin tinggi, karena lengas
akan mengisi ruang pori-pori tanah dan ruang pori tanah yang biasanya terisi yaitu
pori-pori besar lalu mengisi pori-pori mikro (Hasibuan, 2015).
5
2.3 Energi Potensial Air (pF)
Air adalah salah satu unsur penting yang ada di bumi yang sangat dibutuhkan
untuk kehidupan dan semua jenis makhluk hidup. Air menutupi hampir 71%
dipermukaan bumi. Air mengendalikan hampir seluruh proses fisik, kimia, dan
biologi yang terjadi dalam tanah. Sifat fisik tanah pada berbagai penggunaan
lahan berpengaruh rendah terhadap air tersedia (21,5%) dan sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain. Air tanah juga berperan dalam melakukan pelapukan mineral
(Khalimi dan Kusuma, 2018).
Energi potensial air (pf) jumlah kerja atau Kurva pF adalah kurva yang
menggambarkan kemampuan tanah memegang air. Kurva pF dapat diketahui saat
tanah tersebut lebih cepat meloloskan air atau dapat menahan air dalam waktu
yang lebih lama. Semakin curam kurva pF, semakin cepat tanah tersebut
meloloskan air, dan semakin landai kurva pF semakin bagus tanah tersebut
menahan air. Pori-pori tanah dibedakan menjadi pori makro, mikro dan pori meso
yang mempunyai fungsi berbeda, sehingga tidak semua pori menyediakan air bagi
tanaman (Nita dkk., 2014).
2.4 Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat)
yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir,
fraksi debu dan fraksi liat. Tanah terdiri dari butir-butir pasir, debu, dan liat
sehingga tanah dikelompokkan kedalam beberapa macam kelas tekstur,
diantaranya kasar, agak kasar, sedang, agak halus,dan hancur (Hanafiah, 2014).
Tekstur tanah biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat
tanah yang paling sering ditetapka, hal ini disebabkan karena tekstur tanah
berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas,
berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface), dan kemudahan
tanah memadat (compressibility). Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi
pasir, debu dan liat, yaitu partikel tanah yang diameter efektifnya ≤ 2 mm. Cara
kualitatif biasa digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur tanah di
lapangan (Agus dkk., 2015).
6
Menurut tempatnya, penetapan tekstur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
metode penetapan tekstur di lapangan, dan metode penetapan tekstur
dilaboratorium. Penetapan tekstur tanah di lapangan dapat dilakukan dengan cara
merasakan atau meremas contoh tanah antara ibu jari dan telunjuk. Penetapan
tekstur di lapangan berdasarkan rasa kasar atau licin, gejala ciri dan atau gulungan
dan kelekatan. Penetapan tekstur di laboratorium dilakukan dengan cara pipet dan
metoda Bouyoucos (Hakim, 1986).
2.5 Konduktivitas Hidraulik
Konduktivitas hidraulik (Ks) biasa juga disebut dengan permeabilitas
menurut Handayani dan Dwiria (2016) didefinisikan sebagai parameter sifat fisika
tanah untuk menggambarkan kemampuan tanah meloloskan air dalam kondisi
jenuh. Ks sangat penting dalam penentuan drainase, irigasi, serta pembuatan
sumur bor. Pengukuran Ks dapat pula menunjukkan awal terjadinya perubahan
struktur pada tanah, hal ini dikarenakan air mengalir dari seluruh pori tanah yang
ada. Ks memiliki 2 lapisan berdasarkan kelajuan alirannya. Lapisan atas dengan
kisaran laju antara lambat hingga agak cepat yaitu 0,20-9,46 cm/jam dan lapisan
bawah dengan kisaran laju yang dapat digolongkan agak lambat hingga sedang
yaitu 1,10-3,62 cm/jam (Kusuma dan Yulfiah, 2017).
Ku adalah kemampuan tanah meloloskan air dalam kondisi tak jenuh. Ku
diperlukan untuk menentukan neraca air, suplai air untuk tanaman, evaporasi
tanah, dan menggambaekan perkembangan tanah. Ku juga memegang peranan
utama dalam mempelajari gerakan air dalam tanah dan transportasi solute (Prijono
dan Teguh, 2016).
Menurut Kusuma dan Yulfiah (2017), terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi permeabilitas (Ks), diantaranya adalah gravitasi, viskositas,
porositas, struktur, dan tekstur tanah. Gravitasi adalah gaya tarik yang berasal dari
dalam bumi. Gravitasi sangat menentukan permeabilitas tanah, karena
permeabilitas adalah gaya yang masuk ke tanah menurut gaya gravitasi.
Viskositas adalah tingkat kekentalan air yang ada pada tanah, semakin kental air
tersebut, maka semakin sulit juga kemampuan air menembus tanah. Porositas
7
merupakan proporsi ruang pori total yang terdapat dalam satuan volume tanah
yang dapat diisi oleh air dan udara. semakin besar pori yang terdapat dalam tanah
tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas yang terjadi pada tanah tersebut.
Struktur adalah kenampakan bentuk atau susunan partikel-partikel primer tanah
hingga partikel-partikel sekundernya. Semakin banyak ruang yang terdapat antar
struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas di dalam tanah tersebut.
Contohnya air akan lebih sulit menembus tanah yang strukturnya lempeng
daripada tanah yang strukturnya remah.
Kusuma dan Yulfiah (2017) juga menyatakan bahwa tekstur merupakan
perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat pada tanah. Tekstur sangat
mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan peristiwa permeabilitas
yang terjadi melewati tekstur tanah. Air akan lebih mudah melewati tanah yang
bertekstur pasir daripada tanah yang bertekstur lempung. Hal ini terkait dengan
pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori, dan luas
permukaan adsorbtive, dimana semakin halus ukuran partikelnya akan semakin
besar juga kapasitas simpan airnya, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar air tanah dan juga ketersediaan air tanah.
2.6 Stabilitas Agregat
Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi sangat baik bagi pertumbuhan
tanaman. Bahan organik tanah sangat penting dalam mempertahankan stabilitas
struktur tanah, membantu infiltrasi udara dan air, mempromosikan air retensi, dan
mengurangi erosi. Menurut Utomo dkk (2015) bahan organik berpengaruh
terhadap sifat fisik tanah yaitu dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah,
sehingga dapat menciptakan struktur tanah yang mantap dan ideal bagi
pertumbuhan tanaman. Peningkatan stabilitas agregat bisa dilakukan dengan
pengaplikasian pupuk organik, baik dari kompos, kotoran ternak, atau pupuk hijau.
Pupuk yang paling sering diaplikasikan pada lahan pertanaman yaitu pupuk
kandang. Pupuk kandang dapat berfungsi sebagai energi bagi mikroorganisme,
penyedia sumber hara, penambah kemampuan tanah menahan air dalam tanah dan
untuk memperbaiki struktur tanah. Semakin bagus struktur tanah maka kandungan
8
bahan organik tanah, KTK tanah dan dan kandunagn liat dalam dalam tanah,
ruang pori total dan air tersedia juga semakin bagus, sehingga stabilitas agregat
tanah tersebut semakin bagus (Mustoyo dkk, 2013).
Kerusakan agregat tanah dapat mengakibatkan tanah mudah padat, total ruang
pori yang rendah, permeabilitas yang lambat, dan daya pegang air yang rendah.
Rendahnya kemantapan agregat dapat menyebabkan daya simpan air yang rendah
sehingga kandungan air mudah hilang sehingga air tidak bertahan lama. Agregat
yang stabil dan baik dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik bagi tanaman
sehingga perkembangan akar tanaman dapat berkembang dengan baik. Tanah
dengan agregat kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut
akan mudah hancur, butir-butir halus akan menghambat pori-pori tanah sehingga
bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Salah
satu cara untuk mempermudah stabiltas agregat yaitu dengan memanfaatkan sisa
tanaman yang telah di panen, dan tidak membakar tanaman sisa tanaman tersebut.
Sisa tanaman dapat menghasilkan pupuk hijau yang dapat meningkatkan bahan
organik tanah, sehingga dapat meningkatkan kestabilan agregat tanah (Junedi dan
Fathia, 2015).
2.7 Penetapan Angka-angka Attenburg
Konsistensi tanah didefinisikan sebagai gaya adhesi dan kohesi pada
pelbagai kelembapan atau gaya penetang atau reaksi tanah bila mendapat
perlakuan atau tekanan yang akan menunjukkan gejala gelincir, kegemburan,
keliatan dan kelekatan. Menururt Sutanto (2005), dua faktor yang mempengaruhi
konsistensi tanah yakni kelengasan tanah dan tekstur tanah. Konsistensi tanah
merupakan partikel partikel tanah dan ketahanan massa tanah terhadap perubahan
bentuk oleh tekanan atau berbagai kekuatan yang dapat mempengaruhi tanah
tersebuti. Konsistensi tanah ditentukan oleh tekstur dan stuktur tanah.
Menurut Manik dkk (2015), batas cair (BL) adalah kadar air tanah antara
keadaan cair dan keadaan plastis. Batas cair (BC) juga merupakan jumlah air yang
dapat ditahan tanah. jika air lebih banyak tanah bersama air akan mengalir. Kadar
lengas yang menyebabkan tanah tepat dapat menggelincir dibawah pengaruh
9
standar getaran ketukan tertentu. Batas gulung (BG) merupakan kadar air dimana
gulungan tanah mulai tidak dapat di gulung- gulung lagi. Jika tetap di gulung –
gulung tanah akan pecah- pecah ke segala jurusan jika kadar air lebih kecil dari
batas gulung maka tanah akan sukar atau sulit diolah. Batas berubah warna
(BBW) merupakan titik ubah tanah yang telah mencapai bats menggolek masih
dapat terus keehilangan air, sehingga tanah lambat laun akan menjadi kering dan
pada suatu ketika tanah berubah menjadi berwarna lebih terang. Batas lekat (BL)
merupakan suatu keadaan kadar lengas lebih kecil dari pada batas cair yaitu saat
tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain.
2.8 Kepadatan Tanah
Kepadatan tanah adalah proses naiknya kerapatan tanah dengan
memperkecil jarak antara partikel sehingga tidak terjadi reduksi volume udara.
Menurut Ayu (2013), kepadatan tanah merupakan salah satu perubahan yang bisa
saja terjadi pada tanah akibat reaksi tanah terhadap gaya yang bekerja pada tanah.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepadatan tanah adalah air, ukuran
partikel, butiran tanah, serta jumlah dan jenis mineral lempung yang terdapat pada
tanah.
Uji kepadatan tanah dilakukan untuk mengetahui kepadatan suatu jenis
tanah karena tiap jenis tanah memiliki tingkat kepadatan yang berbeda-beda.
Tingkat kepadatan tanah yang diuji dilihat dari berat volume kering tanah yang
apabila nilainya semakin besar menunjukkan bahwa tanah makin padat. Dari
proses pengujian kepadatan tanah kemudian akan diperoleh tanah dengan keadaan
yang padat, permeabilitasnya rendah, kuat geser bertambah, sertaberat volume
yang meningkat sehingga kekuatan tanah untuk menahan beban meningkat pula
(Pudywardhana dan Sismiani, 2016).
Menurut Haridjaja dkk (2010), tingkat kepadatan tanah berkorelasi dengan
ruang pori tanah. Tanah yang terdapat ruang pori banyak memiliki tingkat
kepadatan tanah lebih rendah, sehingga kepadatan tanah pada tekstur berpasir
lebih rendah daripada berlempung. Tingkat kepadatan tanah yang menurun akan
membuat berat jenis tanah juga semakin menurun dan begitupun sebaliknya.
10
2.9 Pengukuran Infiltrasi
Khoirunnisa, dkk (2015) menerangkan bahwa Infiltrasi merupakan proses
masuknya air ke dalam tanah melalui permukaannya yang diakibatkan oleh
adanya gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Gaya kapiler merupakan gerakan air
yang arahnya vertikal. Infiltrasi sendiri dibagi menjadi 3 proses yang berurutan
satu sama lain, yaitu proses masuknya air pada permukaan tanah, proses
mengalirnya air di dalam tanah, dan perubahan tampungan yang ada di dalam
tanah (Harto, 2000 dalam Putra, dkk., 2014).
Putra, dkk., (2013) menyatakan bahwa dalam infiltrasi terdapat istilah
hujan lebih (rainfall excess). Hujan lebih merupakan besarnya nilai hujan setelah
dikurangi nilai dari infiltrasi. Hujan lebih yang berada di permukaan tanah dapat
mengakibatkan erosi dan banjir. Hujan yang berada di permukaan tanah ini selain
mengakibatkan erosi dan banjir juga dapat menimbulkan banyaknya genangan.
Faktor yang menyebabkan banjir ini salah satunya adalah adanya daerah
tangkapan hujan yang semakin berkurang dari waktu ke waktu yang diikuti
dengan rendahnya laju infiltrasi pada tanah. Tidak meratanya distribusi curah
hujan setiap tahunnya juga menjadi faktor pemicu terjadinya beberapa
permasalahan tersebut. Permasalahan-pemasalahn ini dapat diantisipasi dengan
beberapa alternatif seperti memperbesar laju infiltrasi tanah agar air hujan dapat
meresap ke dalam tanah dengan baik (Nanda dan Nurnawaty, 2015).
Budianto et al. (2014) menyatakan bahwa laju infiltrasi merupakan
banyaknya air yang masuk ke dalam tanah melalui permukaannya pada tiap satuan
waktu. Laju infiltrasi biasanya dinyatakan dalam satuan milimeter per jam
ataupun sentimeter per jam. Satuan ini sama dengan satuan yang digunakan untuk
intensitas curah hujan. Laju infiltrasi dapat ditingkatkan dengan mempengaruhi
salah satu fakto-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi itu sendiri. Tingginya
laju infiltrasi paa suatu wilayah dapat meningkatkan banyaknya jumlah air yang
tersimpan dalam tanah dan dapat pula mengurangi erosi dan banjir yang
diakibatkan run off.
Air yang mengalami peristiwa infiltrasi umumnya berasal dari air hujan,
namun air hujan yang jatuh ke permukaan bumi hanya sebagian saja yang
11
mengalami infiltrasi. Air hujan yang terinfiltrasi kemudian akan menjadi air tanah
lalu mengalir ke sungai, sedangkan air hujan yang tidak mengalami infiltrasi akan
menjadi aliran permukaan. Air yang mengalami peristiwa infiltrasi tidak
semuanya mengalir ke sungai, namun ada sebagian yang tetap bertahan di top soil
untuk diuapkan ke atmosfer nantinya melalui permukaan tanah serta vegetasinya.
Peristiwa diuapkannya air tanah ini biasa disebut dengan evapotranspirasi (Irawan
dan Slamet, 2016).
Pengaturan terhadap aliran permukaan dapat dilakukan dengan melakuka
perbesaran terhadap kemampuan tanah dalam menyimpan air, selain itu juga dapat
dilakukan dengan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. Kapasitas infiltrasi
adalah laju masuknya air ke dalam tanah secara maksimum. Hal ini terjadi pada
saat intensitas hujan lebih besar daripada kemampuan tanah untuk menyerap
kelembabannya. Sebaliknya, kapasitas infiltrasi melebihi intensitas hujan yang
ada, maka dapat dikatakan laju infiltrasi sama dengan curah hujan (Isnaini, dkk.,
2013).
2.10 Suhu Tanah
Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan
skala tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa
digunakan adalah derajat celcius (0C). Sedangkan di Inggris dan beberapa
Negara lainnya dinyatakan dalam derajat Fahrenheit (0F). Suhu juga bisa
diartikan sebagai suatu sifat fisika dari suatu benda yang menggambarkan Energy
kinetic rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Dengan suhu manusia
dapat mengetahui dan mengembangkan suatu informasi dan suhu diukur untuk
digunakan di banyak kebutuhan seperti pertanian, farmasi, klimatologi dan
geofisika (Adrinta dkk, 2017).
Suhu tanah merupakan suatu derajat ukuran panas atau dinginnya benda
dengan pengukuran berdasarkan skala yang telah ditentukan dengan
menggunakan thermometer. Satua suhu yang biasa digunakan adalah derajat
celcius (°C). Sedangkan di inggris dan beberapa Negara lainnya dinyatakan dalam
derajat Fahrenheit (°F), °C = 5/9 (F-32), °F = 9/5(°C)+32. Suhu tanah biasanya
12
diamati pada kedalaman 5,10, 20, 50, dan 100 cm, untuk keperluan ini telah
dibuat thermometer sesuai dengan kedalamannya. Prinsip kerja thermometer tanah
hampir sama dengan thermometer biasa, hanya bentuk dan panjangnya berbeda.
Pengukuran suhu tanah lebih teliti daripada suhu udara. Perubahannya lambat
sesuai dengan sifat kerapatan tanah yang lebih besar daripada udara (Sumini,
2013).
Suhu tanah pengaruhnya penting sekali pada kondisi tanah itu sendiri dan
pertumbuhan tanaman. Pengukuran dari suhu tanah biasanya dilakukan pada
kedalaman 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm, dan 100 cm. Faktor pengaruh suhu tanah
yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang dimaksud yaitu radiasi
matahari, awan, curah hujan, angin, kelembapan udara. Faktor dalamnya yaitu
faktor tanah, struktur tanda, kadar iar tanah, kandungan bahan organik, dan warna
tanah. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat pematangan pada tanaman
(Harisuryo dkk, 2015).
2.11 Penetapan Pori Total Tanah
Ruang pori total merupakan persentase volume pori (rongga) yang terisi
oleh udara dan air diantara partikel-partikel tanah dari nilai berat jenis volume
(bulk density) dan berat jenis partikel (particle density). Susunan pori yang
meliputi pori drainase cepat, pori drainase lambat, pori makro, pori daya menahan
air, dan ruang pori total dapat dipengaruhi oleh kedalaman tanah. susunan pori
tertinggi terdapat pada kedalaman 0-20 cm, hal ini terjadi karena pada kedalaman
0-20 cm merupakan tanah top soil. Top soil merupakan lapisan tanah atas yang
terdapat bahan organik lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan tanah lainnya.
Tingginya bahan organik dapat mempengaruhi ruang pori. Semakin tinggi bahan
organik didalam suatu tanah, semakin besar ruang pori yang terdapat pada tanah
tersebut (Holilullah dkk.,2015).
Peningkatan jumlah pori-pori tanah dapat dilakukan dengan meningkatkan
bahan organik yang ada pada tanah. Bahan organik tanah sangat berpengaruh
karena selain mengurangi kerapatan, massa tanah, bahan organik sebagai agen
perekat untuk partikel-partikel tanah membentuk agregat lebih besar. Kandungan
13
c-organik yang tinggi pada bahan organik dapat meningkatkan agregat tanah yang
stabil sehingga pembentukan pori tanah berubah dan porositas tanah meningkat.
Pengaplikasian pupuk kandang menjadi salah satu cara untuk meningkatkan
porositas tanah (Gama et al., 2018).
Volume pori tanah merupakan nisbah ruang pori terhadap volume bahan
padat. Volume pori tanah berperan penting terhadap gerakan air (lengas tanah),
gerakan udara (udara tanah), temperatur, hara tanaman, ruang perakaran, dan
pengolahan tanah. Total porositas yang terdiri dari pori besar, sedang, dan kecil
sangat berpengaruh terhadap gerakan air dan ketersediaan udara yang terjadi di
dalam tanah. Distribusi ukuran partikel dan kandungan bahan organik menjadi
faktor-faktor yang mempengaruhi porositas total dan disribusi ukuran pori.
Distribusi ukuran partikel pada tanah pasir yang memiliki pori berukuran besar
lebih banyak maka total pori sedikit begitupun sebaliknya jika partikel tanah halus
yang memiliki pori mikro lebih banyak, maka total pori banyak. Bahan yang
sebagian terdekomposisi oleh bahan organik mempunyai total porositas tinggi
karena bahan organik merupakan bahan yang sarang (porous) dan selalu
meningkatkan total porositas. Tanah yang ideal memiliki porositas total 50 %
(padat:pori = 1:1), pori besar (kapasitas udara), dan pori sedang sampai pori kecil
(kapasitas air) 2:3. Penetapan pori tanah dapat ditentukan dari menghitung berat
jenis partikel (BJP) dan berat jenis volume (BV). Berat jenis partikel bervariasi
tergantung kandungan bahan organiknya sedangkan berat jenis volume tergantung
pada berat jenis partikel, ruang pori tanah, dan kandungan lengas tanah sehingga
pengukuran berat jenis volume (BV) harus menentukan kadar lengasnya juga.
Tanah mineral mempunyai berat jenis partikel berkisar 2,60 – 2,75 g/cm3 dan
berat jenis volumenya 1,1 – 1,8 g/cm3 yang umumnya 1,3 – 1,5 g/cm3. Tanah
lapisan olah yang mengandung humus mempunyai BJ diantara 2,40-2,65 g/cm3
(Sutanto, 2005).
14
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mengenai sifat fisika tanah dilaksanakan pada Sabtu, 22
September 2018 hingga Jumat, 2 November 2018 pukul 11.40 – 14.00 di
Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Jember, pukul 11.40 – 14.00 di Fakultas Teknik, pukul 07.00 – 11.00
di Sucopangepok dan pukul 13.00 - 16.00 di Wirowongso Kabupaten Jember.
3.2 Alat dan Bahan
No. Acara Alat Bahan
1. Pengambilan
Contoh Tanah
1. Ring sampel
2. Kotak ring sampel
3. Bor tanah
4. Pisau
5. Sekop
6. Cangkul
7. Kantong plastik
1. Hamparan tanah
2. Air
2. Penetapan
Kadar Lengas
Tanah
1. Botol timbang atau
alumunium foil
2. Oven
3. Timbangan analitis
4. Eksikator
1. Sampel tanah kering
3. Energi Potensial
Air (pF)
1. Sand box
2. pF meter
1. Sample tanah utuh
dalam ring sampel
4. Tekstur Tanah 1. Timbangan
2. Pipet tekstur
3. Oven
4. Hot plate
5. Cawan alumunium
6. Botol semprot
1. Sample tanah kering
udara
2. Hidrogen peroksida
(H2O2) 30%
3. Natrium pyrophosphat
(Na2PO4O7)
15
7. Beaker glass
8. Tabung sedimentasi
9. Ayakan 0,05 mm
0,2 N
4. Air destilasi
5. Konduktivitas
Hidraulik (Ks)
1. Permeameter Haube
Ganda
2. Bak perendam
sampel
3. Kain penahan tanah
(10 cm x 10 cm)
4. Timbangan ketelitian
0,01 g
5. Beaker glass 600 ml
6. Stop Watch
1. Sample tanah utuh
dalam ring sampel
2. Air
6. Stabilitas
Agregat
1. Alat pengayak kering
2. Alat pengayak basah
3. Nampan
4. Timbangan
5. Penggaris
1. Agregat kering udara
2. Air
7. Penetapan
Angka-angka
Attenberg
Batas Cair Tanah :
1. Cassagrande
2. Cawan alumunium
3. Timbangan analitik
4. Colet
5. Botol timbang
6. Botol semprot
Batas Gulung Tanah :
1. Lempeng kaca seluas
telapak tangan
2. Botol timbang
Batas Cair Tanah :
1. Contoh tanah kering
angin diameter <5 mm
atau 100 gram
2. Air
Batas Gulung Tanah :
1. Pasta tanah sisa BL
atau BG
16
3. Timbangan analitik
4. Oven
5. Eksikator
6. Botol semprot
Batas Lekat Tanah :
1. Colet
2. Botol timbang
3. Botol semprot
4. Timbangan analitik
5. Oven
6. Eksikator
Batas Berubah Warna :
1. Papan kayu
permukaan rata
2. Colet
3. Botol timbang
4. Timbangan
analitik
5. Oven
6. Eksikator
Batas Lekat Tanah :
1. Pasta tanah sisa BC
Batas Berubah Warna :
1. Pasta tanah sisa BC
atau BL
8. Kepadatan
Tanah
1. Hand penetrometer 1. Hamparan tanah
9. Pengukuran
Infiltrasi
1. Double Ring
Infiltrometer
2. Balok kayu dan palu
untuk membenamkan
ring ke dalam tanah
3. Stop Watch
1. Air
17
4. Plastik packing
5. Penggaris
10. Suhu Tanah 1. Thermometer 1. Hamparan tanah
11. Penetapan Pori
Total Tanah
1. Ring sampel
2. Timbangan analitis
3. Oven
4. Eksikator
5. Picnometer kering
dan bersih
6. Hot plate
1. Contoh tanah utuh
dalam ring sampel
2. Tanah kering angin
halus
3. Aquadest
3.3 Metode Acara Praktikum
No. Acara Metode
1. Pengambilan Contoh
Tanah
Pengambilan contoh tanah utuh dengan ring
sample, pengambilan contoh tanah terusik,
dan pengambilan contoh tanah agregat utuh.
2. Penetapan Kadar Lengas
Tanah
Metode Gravimetri
3. Energi Potensial Air
(pF)
Penentuan pF 0 - 2,5 dan pF 4,2
4. Tekstur Tanah Metode Pipet dengan Pipet Tekstur
Apparatus
5. Konduktivitas Hidraulik
(Ks)
Permeameter Haube Ganda
6. Stabilitas Agregat Ayakan Basah dan Ayakan Kering
7. Penetapan Angka-angka
Attenberg
Penetapan batas cair dengan metode
cassagrande, penetapan batas gulung,
penetapan batas lekat dan penetapan batas
berubah warna
8. Kepadatan Tanah Hand Penetrometer
18
9. Pengukuran Infiltrasi Double Ring Infiltrometer
10 Suhu Tanah Thermometer
11. Penetapan Pori Total
Tanah
Metode ring sampel untuk berat jenis volume
dan metode picnometer untuk berat jenis
partikel.
19
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pengambilan Contoh Tanah
Tabel 4.1 Pengambilan Contoh Tanah
Sampel Vegetasi Koordinat Lokasi
C1/Teknik Jati x = -80 9’ 47,07407” S
y = 1130 43’ 15,02321” E
C2/Wirowongso Sengon x = 80 23’ 14,270” S
y = 1130 69’ 85,448” E
C3/Sucopangepok Sengon x = 80 03’ 22,5” S
y = 1130 44’ 04,0” E
C4/Sucopangepok Sengon x = 80 03’ 22,5” S
y = 1130 44’ 04,0” E
4.1.2 Penetapan Kadar Lengas
Tabel 4.2 Kadar Lengas
Sampel a (gr) b (gr) c (gr) % KA
C1/Teknik 0,71 6,02 5,57 9,25%
C2/Wirowongso 0,98 5,98 5,77 4,38%
C3/Sucopangepok 1,17 5,84 5,64 4,47%
C4/Sucopangepok 0,79 5,78 5,52 5,5%
4.1.3 Energi Potensial (pF)
Tabel 4.3 Energi Potensial
Sample
Kasa
&
Karet
(g)
Wa
(g)
Wb
(g)
We
(g)
Wf
(g)
ƟpF0
(%)
ƟpF1
(%)
C1/Teknik 1,42 258,73 246,53 215,45 96,55 44 31,6
20
C2/
Wirowongso
1,92 271,6 256,91 209,86 96,61 62,91 47,49
C3/
Sucopangepok
1,66 279,58 273,71 232,63 96,21 45,9 40,5
C4/
Sucopangepok
1,66 285,98 277,76 237,84 96,16 48,93 40,57
4.1.4 Tekstur Tanah
Tabel 4.4 Berat Pasir (a)
Sampel A (g)
Cawan (g) Cawan + Pasir (g) a (g)
C1/Teknik 5.4869 8.7117 3.2248
C2/Wirowongso 5.3326 10.6882 5.3556
C3/Sucopangepok 4.7688 7.0313 2.2625
C4/Socopangepok 5.2969 1.4125 3.1336
Tabel 4.5 Berat Lempung (b)
Sampel
B (g)
Cawan (g) Cawan + Pipet 2
(g) Pipet 2 (g) b (g)
C1/Teknik 4.7314 4.7713 0.0399 1.995
C2/Wirowongso 5.1491 5.1761 0.027 1.350
C3/Sucopangepok 5.1366 5.1954 0.0388 2.94
C4/Socopangepok 4.8242 4.8918 0.0696 3.48
Tabel 4.6 Berat Debu dan Lempung (c)
Sampel
C (g)
Cawan (g) Cawan + Pipet 1
(g) Pipet 1 (g) c (g)
C1/Teknik 4.7913 5.178 0.3805 19.025
21
C2/Wirowongso 5.4743 5.4745 0.0725 3.625
C3/Sucopangepok 5.0153 5.0153 0.1395 6.975
C4/Socopangepok 4.232 4.833 0.1239 6.195
Tabel 4.6 Kelas Tekstur
Sampel % Debu
(C-B) % Pasir % Lempung Kelas Tekstur
C1/Teknik 17.03 14.49 8.96 Silt Loam
C2/Wirowongso 2.275 59.64 15.03 Sandy Loam
C3/Sucopangepok 4.035 24.49 3.827 Clay Loam
C4/Socopangepok 2.715 33.60 37.30 Clay Loam
4.1.5 Penetapan Konduktivitas Hidraulik
Tabel 4.7 Konduktivitas Hidraulik
Sample V(cm3) t(s) ΔH
(cm)
L
(cm) F(cm2) Ks(cm/s)
C1/Teknik 8.62 1020 15 5 19.625 0.00014
C2/Wirowongso 12.96 2040 19 5 19.625 8.52x10-5
C3/Sucopangepok 6.79 840 21 5 19.625 0.000098071
C4/Sucopangepok 22.93 1140 19 5 19.625 0.000270
4.1.6 Stabilitas Agregat
Tabel 4.8 Berat dan Diameter Agregat
Ayakan X (mm) % WA
Kering
Xa = 45 mm
Xb = 14 mm
Xc = 7 mm
Xd = 2,5 mm
Wa = 62,732 %
Wb = 13,824 %
Wc = 10,434 %
Wd = 13,01 %
Basah Xa = 0,75 mm
Xb = 0,375 mm
Wa = 24,66 %
Wb = 39,01 %
22
Xc = 0,1875 mm
Xd = 0,0625 mm
Wc = 4,49 %
Wd = 3,51 %
Tabel 4.9 Indeks Stabilitas
Sample DMR
( Kering )
DMR
( Basah )
Indeks
Stabilitas
Kelas indeks
stabilitas
C1 Teknik 4,084 0.689 29,45 Tidak Stabil
C2 Wirowongso 3,705 0,181 28,37 Tidak Stabil
C3 Sucopangepok 2,593 0,0996 40,10 Kurang Stabil
C4 Wirowongso 3,4 0,2655 31,90 Tidak Stabil
4.1.7 Penetapan Angka-angka Attenburg
Tabel 4.10 Batas Cair, Batas Lekat, Batas Gulung dan Batas Berubah Warna
Sampel BC BL BG BBW
C1
Teknik
85,94 56,59 30,38 27,08
C2
Wirowongso
33,87 33,15 29,36 7,50
C3
Sucopangepok
36,44 32,299 27,856 27,319
C4
Sucopangepok
37,39 32,463 27,289 8,992
Tabel 4.11 Jangka Olah, Indeks Plastisitas, Surplus, dan Persediaan Air
Maksimum
Sampel JO IP S PAM
C1
Teknik
26,23 15,56 10,57 18,86
C2
Wirowongso
3,796 4,509 -0,713 26,368
C3
Sucopangepok
4,443 8,58 -4,144 9,12
C4
Sucopangepok
4,443 10,109 -4,93 28,406
23
4.1.8 Kepadatan Tanah
Tabel 4.12 Kepadatan Tanah
Sample Kepadatan tanah (kg/cm2)
Teknik 2,5
Wirowongso 3,5
Sucopangepok 3,5
4.1.9 Pengukuran Infiltrasi
Tabel 4.13 Infiltrasi Sampel Tanah Fakultas Teknik
No Waktu
(menit)
Kedalaman
(cm)
Infiltrasi
Kumulatif
(I)
Laju
Infiltrasi
(i)
Log I (Y) Log i (X)
1. 0 10 5,8 1,6 0,763427993 0,204119982
2. 5 4,2 4,2 4,2 0,62324929 0,62324929
3. 10 0 0 0 Math Error Math Error
Tabel 4.14 Infiltrasi Sampel Tanah Wirowongso
No Waktu
(menit)
Kedalaman
(cm)
Infiltrasi
Kumulatif
(I)
Laju
Infiltrasi
(i)
Log I (Y) Log i (X)
1. 0 10 6,5 5,5 0,812913356 0,740362689
2. 5 3,5 1 0,3 0 -0,522878745
3. 10 2,5 0,7 -0,7 -0,15490196 Math Error
4. 15 1,8 1,4 1 0,146128035 0
5. 20 0,4 0,4 0,4 -0,3979400008 -0,3979400008
6. 25 0 0 0 Math Error Math Error
24
Tabel 4.15 Infiltrasi Sampel Tanah Sucopangepok
No Waktu
(menit)
Kedalaman
(cm)
Infiltrasi
Kumulatif
(I)
Laju
Infiltrasi
(i)
Log I (Y) Log i (X)
1. 0 10 4 3 0,602059991 0, 477121254
2. 5 6 1 0,5 0 -0,301029995
3. 10 5 0,5 0 -0,301029995 Math Error
4. 15 4,5 0,5 0 -0, 301029995 Math Error
5. 20 4 0,5 0 -0, 301029995 Math Error
6. 25 3,5 0,5 0,1 -0, 301029995 -1
7. 30 3 0,4 0,1 -0,397940008 -1
8. 35 2,6 0,3 -0,2 -0,522878745 Math Error
9. 40 2,3 0,5 0,2 -0,301029995 -0,698970004
10. 45 1,8 0,3 -0,3 -0,522878749 Math Error
11. 50 1,5 0,6 -0,3 -0,221848749 Math Error
12. 55 0,9 0,9 0,9 -0,04575749 -0,04575749
13. 60 0 0 0 Math Error Math Error
4.1.10 Suhu Tanah
Tabel 4.16 Suhu Tanah
Sampel Suhu Tanah
Fahrenheit Celcius
Teknik 59°F 15°C
Wirowongso 62°F 16,67°C
Sucopangepok 60°F 15,57°C
4.1.11 Penetapan Pori Total Tanah
Tabel 4.17 Berat Jenis Volume / Bulk Density (BJV)
Sampel a (gr) b (gr) c (gr) Vol. Ring
(g/cm3)
BV
(g/cm3)
C1/Teknik 96,55 266,27 215,45 98,125 1,21
25
C2/Wirowongso 100,12 234,74 213,37 98,125 1,154
C3/Sucopangepok 100,14 257,08 232,63 98,125 1,35
C4/Sucopangepok 100,88 271,07 242,56 98,125 1,44
Tabel 4.18 Berat Jenis Partikel / Particle Density (BJP)
Kelompok/Sampel a (gr) b (gr) c (gr) d (gr) e (gr) BJP
(g/cm3)
C1/Teknik 19,05 24,33 47,31 44,41 23,84 2,53
C2/Wirowongso 18,34 28,39 51,16 45,31 27,95 2,556
C3/Sucopangepok 17,75 27,77 48,61 42,94 27,32 2,45
C4/Sucopangepok 24,84 34,85 56,60 50,71 34,30 2,65
Tabel 4.19 Ruang Pori Total Tanah (Porositas Total Tanah)
Kelompok/Sampel Porositas
C1/Teknik 52 %
C2/Wirowongso 54,8 %
C3/Sucopangepok 45 %
C4/Sucopangepok 45,7 %
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah pada praktikum dilakukan pada 4 lokasi yang
berbeda, yaitu di Fakultas Teknik Universitas Jember, di daerah Wirowongso dan
di dua titik pada daerah Sucopangepok. Keempat lokasi tersebut memiliki struktur
dan tekstur tanah yang berbeda. Contoh tanah yang diambil adalah contoh tanah
utuh, contoh tanah terusik dan agregat utuh. Pengambilan contoh tanah secara
utuh dilakukan dengan menggunakan ring sampel tanpa merusak strukturnya.
Tanah dengan fraksi liat yang lebih tinggi lebih mudah untuk mengambil contoh
26
tanah secara utuh berbeda dengan tanah dengan fraksi pasir yang tinggi, hal ini
dikarenakan tanah berpasir memiliki daya lekat yang rendah sesuai dengan
pernyataan Advinda (2018) bahwa tanah yang didominasi fraksi pasir akan
membentuk struktur yang mudah lepas. Tanah lempung lebih berbentuk
gumpalan-gumpalan utuh yang menyatu saat diberi air, sehingga pemberian air
pada tanah sangat diperlukan untuk memudahkan pengambilan contoh tanah.
Pengambilan contoh tanah agregat utuh yang didapat dari tanah berpasir
berupa agregat yang rapuh atau mudah hancur. Pengambilan contoh tanah agregat
dilakukan dengan menggunakan sekop atau cangkul dengan mengambil padatan
tanah yang utuh. Tanah yang diambil sebagai sampel agregat harus berupa
bongkahan alami yang tidak mudah pecah. Agregat harus dipertahankan dengan
hati-hati agar tidak rusak saat akan dilakukan pengujian.
Pengambilan tanah terusik dilakukan dengan menggunakan bor tanah.
Tanah yang akan dibor perlu diberi air terlebih dahulu dan dibersihkan dari
seresah atau sisa-sisa tanaman dan sampah yang terdapat pada permukaan tanah.
Tanah yang digunakan sebagai sampel diambil dari tanah yang terdapat pada mata
bor. Tanah yang diambil sebagai sampel harus bersih dari rumput, akar tanaman,
bebatuan atau kerikil dan sampah.
4.2.2 Penetapan Kadar Lengas
Tanah bertekstur lempung berdebu (silty loam) memiliki kemampuan
menahan air lebih tinggi daripada tanah lempung berpasir (sandy loam). Hal ini
sesuai dengan penelitian Achmad dan Putra (2016) bahwa, salah satu faktor yang
berpengaruh pada kemampuan tanah menahan air yaitu tekstur tanah. Setiap kelas
tekstur memiliki kemampuan menahan air yang berbeda. Kemampuan menahan
air lebih tinggi didapatkan pada tanah yang bertekstur lempung liat (clay loam)
dan lempung berdebu (silty loam) sedangkan terendah yaitu pada tanah pasir
(sand). Pengelolaan kelengasan tanah bertujuan untuk meningatkan kemampuan
tanah menahan air. Kedalaman tanah dan kondisi lahan berpengaruh terhadap
kadar lengas tanah pada musim kemarau dan hujan. Kadar lengas tanah pada
setiap kedalaman pada musim kemarau dapat dipertahankan dengan perlakuan
27
efektif yaitu perlakuan rorak. Perlakuan rorak mampu memberikan lebih besar
dalam peningkatan kadar lengas tanah dari vegetasi. Bahan organik merupakan
salah satu faktor yang dapat mempertahankan kadar lengas tanah.
Kadar lengas pada tanah bertekstur lempung berdebu (silty loam) lebih
besar daripada kadar air tanah bertekstur lempung berpasir (sandy loam) sehingga
derajat kejenuhan meningkat dan mengakibatkan perubahan kohesi pada tanah
tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prayogo dan Saptowati (2016)
yang menunjukkan bahwa semakin besar kadar lengas pada tanah akan
mengakibatkan derajat kejenuhan semakin meningkat, berat volume kering
menurun, pori akan membesar, dan tegangan air pada pori akan mengecil. Kadar
air juga dapat mengakibatkan perubahan pada kekuatan tanah lempung atau
kohesi tanah. Penambahan kadar lengas akan menurunkan nilai kohesi tanah
sedangkan pengurangan kadar lengas akan meningkatkan nilai kohesi tanah.
Jumlah kadar lengas tanah pada berbagai lokasi berbeda-beda karena
setiap lokasi memiliki tingkat ketinggian dan kelerengan lahan yang berbeda-
berbeda. Menurut Nita dkk.,(2014), lengas yang tersedia akan meningkat seiring
dengan kenaikan ketinggian dan kelerengan (topografi). Ketinggian tempat
menjadi faktor yang memberikan pengaruh positif yaitu setiap kenaikan
ketinggian tempat, maka persentase lengas tersedia akan meningkat. Persentase
lengas tersedia akan menurun ketika kemiringan lahan bertambah.
Lokasi yang sama memiliki kadar lengas yang berbeda-berbeda meskipun
penggunaan lahan sama yaitu ditanami tanaman tahunan atau hutan (jati dan
sengon). Menurut Ayu dkk., (2013) bahwa, perubahan kadar air tanah yang terjadi
berbeda pada penggunaan lahan dapat berbeda. Sifat-sifat fisika tanah menjadi
faktor yang menyebabkan perubahan tersebut. Sifat-sifat fisika tanah dipengaruhi
oleh penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang berbeda mempunyai sistem
perakaran, sisa serasah, dan penutupan kanopi yang akan menentukan sifat-sifat
fisika tanah di bawahnya. Hal tersebut berpengaruh terhadap sifat retensi dan
pergerakan air dalam tanah.
Kadar lengas berhubungan dengan porositas tanah. Kemampuan tanah
dalam menyerap air tidak bergantung pada total ruang pori namun dipengaruhi
28
oleh persentase sebaran ukuran pori. Tegakan hutan tidak berpengaruh nyata
karena ruang pori setiap tegakan tergolong banyak dan jumlah pori makro mikro
seimbang. Ruang pori seperti itu membuat udara dan air dapat bermobilisasi di
dalam tanah (Lubis dkk., 2016).
4.2.3 Energi Potensial (pF)
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di
bawah permukaan tanah. Kapasitas tanah tidak hanya menahan air namun juga
menahan air udara alat yang digunakan berbeda beda yaitu sand box untuk pF 0-
1,8 , kaolin box untuk 0-2,5 , pF meter untuk pF 0-3,5 dan pF meter untuk 0-4,2.
Penetapan pada praktikum mendapatkan hasil pF 0 dan pF 1 menunjukkan hasil
yang berbeda disetiap tempat. Nilai pF 0 pada sampel di wilayah teknik sebesar
44% dan untuk pf 1 sebesar 31,6%. Nilai pF 0 pada sampel wilayah wirowongso
sebesar 62,91% dan untuk pF 1 sebesar 47,49%. Nilai pF pada wilayah sampel
sucopangepok ada 2 dengan tempat yang berbeda. Kelompok 3 Sucopangepok
memiliki nilai pF 0 sebesar 45,9% dan untuk pF 1 sebesar 40,5%. Kelompok 4
Sucopangepok memiliki nilai pF 0 48,93% dan pF 1 40,57%.
Nilai pF berbeda beda yang disebabkan oleh pengambilan sampel yang
berbeda beda. Nilai pF juga berkaitan dan saling berhubungan dengan tekstur
tanah karena tekstur tanah berpengaruh dalam perananan menangkap air. jika
tanah dijenuhkan kandungan air yang mengisi pori tanah air akan semakin lebih
besar. Distribusi ukuran pori berhubungan erat dengan dengan pengikatan air.
Susunan dari pori terkecil yaitu clay, debu dan pasir. Susunan terkecil (clay) dapat
mengikat air lebih banyak dari pada susunan debu dan susunan pasir.
4.2.4 Tekstur Tanah
Berdasarkan tabel hasil pengamatan pada tekstur tanah bahwa pada sampel
C1 didapat % pasir sebesar 14,49%, % debu sebesar 76,54% dan persen liat
sebesar 8,96. Sampel C2 diperoleh % pasir sebesar 59,64%, % debu sebesar
25,33%, dan % liat sebesar 15,03%. Sampel C3 diperoleh % pasir sebesar
24,49%, % debu sebesar 43,68%, dan % liat sebesar 3.827%., sedangkan pada
29
Sampel C4 diperoleh % pasir sebesar 33.60% debu sebesar 29.10%, dan % liat
sebesar 37.30%. Hasil tersebut menunjukkan tekstur pada Sampel C1 bertekstur
lempung berdebu (silty loam), sampel 3 bertekstur lempung berpasir (sandy loam),
sedangkan sampel C3 dan C4 bertekstur lempung liat (clay loam).
Sampel C1 memiliki persentase fraksi debu lebih besar daripada
persentase fraksi pasir dan lempung, karena sampel tanah ini komposisi tanahnya
disebabkan oleh beberapa hal yaitu bahan organik yang disebabkan oleh
banyaknya sisa-sisa tumbuhan dan sisa pembuangan lainnya. Sampel C2 memiliki
fraksi Tanah lempung berpasir didominasi oleh partikel pasir. Tanah yang
didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro, tanah yang didominasi
debu akan mempunyai pori-pori meso (sedang), sedangkan didominasi liat akan
banyak mempunyai pori-pori mikro. Hal ini berbanding terbalik dengan luas
permukaan yang terbentuk, luas permukaan mencerminkan luas situs yang dapat
bersentuhan dengan air, energi atau bahan lain, sehingga makin dominan fraksi
pasir akan makin kecil daya tahannya untuk menahan tanah (Hakim, 1986).
Sampel C3 dan C4 memiliki fraksi yang sama yaitu lempung liat (clay loam)
karena pengambilan sampel tanah di desa atau daerah yang sama. Lempung
berliat akan terasa agak kasar, dapat membentuk bola agak teguh bila kering dan
membentuk gumpalan bila dipilin tetapi pilinan mudah hancur dan daya lekatnya
sedang.
4.2.5 Konduktivitas Hidraulik (Ks)
Berdasarkan data di atas terdapat 4 sampel tanah yang digunakan untuk
penetapan Ks. Keempat sampel tersebut memiliki nilai permeabilitas yang
berbeda-beda, diantaranya yaitu tanah yang berasal dari depan Fakultas Teknik
Universitas Jember dengan nilai Ks sebesar 0.00014 cm/s, Wirowongso senilai
0,0000852 cm/s, Sucopangepok 1 senilai 0.000098071 cm/s, dan Sucopangepok 2
dengan Ks sebesar 0.000270 cm/s. Hasil pengamatan pada masing-masing data
sampel yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel tanah dengan Ks paling tinggi
adalah yang berasal dari Sucopangepok 2 dan yang memiliki nilai Ks terrendah
adalah sampel tanah yang berasal dari Wirowongso.
30
Apabila dilihat dari data pengamatan tekstur, sampel tanah yang
seharusnya memiliki nilai Ks tertinggi adalah yang berasal dari Wirowongso
dengan tekstur sandy loam, sedangkan untuk sampel yang berasal dari daerah
Sucopangepok 2 bertekstur clay loam yang seharusnya memiliki nilai Ks yang
rendah. Semakin besar ukuran fraksi yang terdapat dalam tanah maka akan
semakin banyak pori makro yang dimiliki tanah tersebut, begitu pula sebaliknya.
Apabila tanah memiliki pori makro yang banyak maka akan semakin besar pula
kemampuan tanah tersebut mengalirkan air.
Kusuma dan Yulfiah (2017) juga menyatakan bahwa tekstur merupakan
perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat pada tanah. Tekstur sangat
mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan peristiwa permeabilitas
yang terjadi melewati tekstur tanah. Air akan lebih mudah melewati tanah yang
bertekstur pasir daripada tanah yang bertekstur lempung. Hal ini terkait dengan
pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori, dan luas
permukaan adsorbtive, dimana semakin halus ukuran partikelnya akan semakin
besar juga kapasitas simpan airnya, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar air tanah dan juga ketersediaan air tanah.
Tingginya nilai Ks pada sampel tanah Sucopangepok 2 dengan tekstur clay
loam bisa disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor yang membuat
ketidaksesuaian antara nilai Ks dan tekstur tanah ini salah satunya yaitu sampel
tanah yang berasal dari wilayah sucopangepok 2 ini memiliki kemantapan agregat
yang tinggi sehingga dapat memiliki nilai Ks yang tinggi meskipun teksturnya
berupa clay loam. Jika dilihat kembali pada tabel hasil pengamatan stabilitas
agregat dapat dilihat bahwa sampel yang memiliki nilai indeks stabilitas tertinggi
terdapat pada sampel Sucopangepok 1 dan yang nilai indeks stabilitas agregatnya
paling rendah adalah sampel dari daerah Wirowongso. Hal ini didukung oleh
adanya pernyataan dari Agus dan Suganda (2006) dalam Maharani, dkk. (2015)
yaitu, permeabilitas tanah dapat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah.
Tanah yang teksturnya didominasi oleh pasir akan mempunyai permeabilitas yang
tinggi, sedangkan tanah dengan tekstur lempung akan mempunyai permeabilitas
yang rendah, namun bila tanah bertekstur lempung mempunyai agregasi butir
31
tunggal yang mantap maka akan mempunyai permeabilitas tanah yang tinggi.
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh penjelasan dari Islami dan Utomo (1995)
dalam Rosyidah dan Ruslan (2013) bahwa perakaran tanaman sangat membantu
adanya pembentukan dan kemantapan agregat serta pori makro pada tanah dengan
melalui retakan-retakan yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas akar. Tanah-tanah
yang mempunyai agregat mantap menjamin lalu lintas air tetap lancar tanpa
terganggu oleh hancuran massa tanah ketika kandungan air tanah meningkat.
Berdasarkan data di atas terdapat 4 sampel tanah yang digunakan untuk
penetapan Ks. Keempat sampel tersebut memiliki nilai permeabilitas yang
berbeda-beda, diantaranya yaitu tanah yang berasal dari depan Fakultas Teknik
Universitas Jember dengan nilai Ks sebesar 0.00014 cm/s, Wirowongso senilai
0,0000852 cm/s, Sucopangepok 1 senilai 0.000098071 cm/s, dan Sucopangepok 2
dengan Ks sebesar 0.000270 cm/s. Hasil pengamatan pada masing-masing data
sampel yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel tanah dengan Ks paling tinggi
adalah yang berasal dari Sucopangepok 2, namun jika dilihat dari data tekstur,
sampel tanah yang seharusnya memiliki nilai Ks tertinggi adalah yang berasal dari
Wirowongso dengan tekstur sandy loam, sedangkan untuk sampel yang berasal
dari daerah Sucopangepok 2 bertekstur clay loam yang seharusnya memiliki nilai
Ks yang rendah.
Tingginya nilai Ks pada sampel tanah Sucopangepok 2 dengan tekstur clay
loam bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yang membuat
ketidakcocokan antara nilai Ks dan tekstur tanah ini yaitu sampel tanah yang
berasal dari wilayah sucopangepok 2 ini memiliki kemantapan agregat yang tinggi
sehingga dapat memiliki nilai Ks yang tinggi meskipun teksturnya berupa clay
loam, hal ini didukung oleh adanya pernyataan dari Agus dan Suganda (2006)
dalam Maharani, dkk. (2015) yaitu, permeabilitas tanah dapat dipengaruhi oleh
tekstur dan struktur tanah. Tanah yang teksturnya didominasi oleh pasir akan
mempunyai permeabilitas yang tinggi, sedangkan tanah dengan tekstur lempung
akan mempunyai permeabilitas yang rendah, namun bila tanah bertekstur lempung
mempunyai agregasi butir tunggal yang mantap maka akan mempunyai
permeabilitas tanah yang tinggi. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh
32
penjelasan dari Islami dan Utomo (1995) dalam Rosyidah dan Ruslan (2013)
bahwa perakaran tanaman sangat membantu adanya pembentukan dan
kemantapan agregat serta pori makro pada tanah dengan melalui retakan-retakan
yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas akar. Tanah-tanah yang mempunyai
agregat mantap menjamin lalu lintas air tetap lancar tanpa terganggu oleh
hancuran massa tanah ketika kandungan air tanah meningkat, namun
ketidaksesuaian antara nilai Ks dan tekstur tanah ini dapat pula disebabkan faktor
yang kedua, yaitu mungkin saja terjadi human error saat dilakukannya penetapan
Ks.
4.2.6 Stabilitas Agregat
Stabilitas agregat merupakan kemampuan tanah untuk bertahan dari suatu
proses flokulasi dan fregmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada
awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat.
Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan masif, kemudian
terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil . Stabilitas agregat memiliki
tingkatan yang penting bagi suatu tanaman karena tingkat agregat mempengaruhi
perakaran tanaman. Menurut Hafif (2014), Stabilitas agregat menentukan kualitas
tanah dan polisakarida adalah agen agregasi utama partikel tanah.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh data indeks
stabilitas berbeda beda dari setiap sampel tanah. Sampel tanah Sucopangepok
menunjukan kelas indeks stabilitas kurang stabil hingga stabil dengan indeks
stabilitas sebesar 40,10 %. Sampel tanah Teknik menunjukan kelas indeks
stabilitas yang tidak stabil dengan indeks stabilitas sebesar 29,45 % sedangkan
sampel tanah Wirowongso menunjukan kelas indeks stabilitas yang berbeda dari
sampel sebelumnya. Sampel tanah sucopangepok menujukan kelas indeks
stabilitas yang kurang stabil dengan indeks stabilitas sebesar 40,10 %. Sampel
tanah sucopangepok merupakan sampel tanah yang memliki indeks stabilitas yang
paling tertinggi sedangkan sampel tanah teknik merupakan sampel tanah yang
memiliki indeks stabilitas yang paling rendah.
33
Semakin tinggi tingkat stabilitas agregat yang dimiliki oleh sampel tanah
tersebut maka semakin baik tanah tersebut dalam bidang pertanian. Sampel tanah
yang memiliki tingkat stabilitas yang tinggi akan mempengaruhi struktur tanah
yang daerah pengambilan sampel tanah tersebut. Struktur tanah yang baik
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dikarenakan semakin besar stabilitas
agregat pada suatu daerah maka kandungan bahan organik. Bahan organic
merupakan bahan yang mempengaruhi kerekatan pada tanah karena mengandung
koloid.
4.2.7 Penetapan Angka-angka Attenburg
Konsistensi tanah adalah suatu sifat tanah yang menunjukkan derajat kohesi
dan adhesi antara partikel-partikel tanah dan ketahanan massa tanah terhadap
perubahan bentuk disebabkan oleh tekanan. Daya adhesi adalah gaya tarik
menarik antar molekul yang tidak sejenis. Angka atterberg merupakan angka yang
menunjukkan kadar air pada berbagai batas konsistensj yakni penetapan batas
batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan
air tanah.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diketahui bahwa batas cair (BC)
pada sampel berbeda karena diambil dari berbagai tempat yaitu di Fakultas Teknik,
di daerah Wirowongso, dan di daerah Sucopangepok sebanyak 2 tempat yang
berbeda. Batas cair (BC) menggunakan contoh tanah terusik dan menggunakan
alat cassagrande. Tanah dibuat menjadi pasta saat melakukan penetapan batas cair
menggunakan alat cassagrande dengan ketukan 2 kali per detik. Banyaknya
ketukan dihitung hingga tanah yang terbelah pada alat cassagrande menyatu
kembali sepanjang 3 cm. Jumlah ketukan yang dihasilkan harus sesuai dengan
ketentuan, jika jumlah ketukan kurang dari kisaran yang ditentukan berarti pasta
tersebut terlalu banyak air sehingga perlu menambahkan tanah, sebaliknya jika
jumlah ketukan melebihi ketentuan, maka pasta tersebut memerlukan tambahan
air. Besarnya batas cair tanah atau BC yang terdapat di wilayah Sucopangepok
termasuk dalam kategori sedang yaitu 36,44% dan 37,39%. BC pada desa
Wirowongso sebesar 33,87% dan juga tergolong sedang. Besarnya nilai BC pada
34
contoh tanah di Fakultas Teknik Universitas Jember sebesar 85,59% dan termasuk
dalam kategori sangat tinggi. Tanah di fakultas pertanian tergolong tinggi karena
tanahnya banyak mengandung liat yang dapat mengikat air dengan baik.
Batas Gulung (BG) tanah adalah kemampuan tanah yang memungkinkan
tanah dapat digulung-gulung menjadi batang atau benang kecil. Batas gulung
(BG) dilakukan dengan membuat pasta dan dan digulung diatas lempeng kaca
dengan membentuk menjadi batang atau benang kecil. Batas gulung (BG)
tertinggi yaitu pada tanah Fakultas Teknik.
Batas Lekat (BL) tanah adalah kemampuan tanah untuk melekat yang
berkaitan dengan kandungan air. Batas lekat (BL) tanah dibuat dengan sisa dari
BC dengan membentuk bola. Batas lekat (BL) tanah pada contoh tanah di
Sucopangepok memiliki nilai sebesar 32,299% yang didapat dari menusuk bola
tanah yang telah dibuat, dan kemudian dilakukan perhitungan tinggi bekas tanah
yang terdapat pada alat.
Batas berubah warna (BBW) dilakukan dengan membentuk tanah yang
dipipihkan pada lempengan kayu dengan daerah samping pada lempengan sangat
tipis dan didiamkan sampai daerah terluar dari tanah tersebut berubah warna dan
lempengan kayu tersebut harus tanpa terkena pancaran sinar matahari langsung.
Batas berubah warna pada daerah Sucopangepok memiliki nilai 27,319%. Batas
berubah warna yang memiliki nilai paling sedikit yaitu pada contoh tanah di
daerah Wirowongso, hal ini disebabkan kareana kadar lengas cukup rendah.
Jenis tanah juga berpengaruh terhadap batas berubah warna karena pada
setiap tanah memiliki penyerapan air yang berbeda. Tanah yang memiliki
kandungan fraksi lempung yang tinggi lebih bersifat elastis dan tidak mudah
pecah ketika diberi tekanan, berbeda dengan tanah yang memiliki fraksi pasir
yang tinggi akan sulit untuk digulung atau dibentuk menjadi bola karena tingkat
elastisitasnya rendah.
4.2.8 Kepadatan Tanah
Pada praktikum Fisika Tanah yang dilakukan dibeberapa penetapan titik
lokasi, yang terbagi menjadi 3 titik diantaranya adalah di Fakultas Teknik, di
35
daerah Wirowongso, dan di daerah Sucopangepok. Dilakukannya praktikum pada
kali ini yaitu untuk mengetahui atau mengukur kepadatan tanah yang ada pada
titik lokasi yang telah ditentukan tersebut. alat yang digunakan dalam mengetahui
atau mengukur kepadatan tanah adalah “Hand Peneterometer”.
Berdasarkan hasil praktikum lapang yang dilakukan dibeberapa titik lokasi
sampel mendapatkan data yang berbeda yaitu sebagai beikut : Besarnya nilai
kepadatan tanah di Fakultas Teknik sebesar 2,5 kg/cm2 sedangkan dua lokasi
lainnya yang berbeda yaitu Wirowongso dan Sucopangepok mendapatkan data
yang sama yaitu sebesar 3,5 kg/cm2. Hasil perolehan data tersebut dapat diketahui
bahwa kepadatan tanah pada suatu wilayah berbeda dengan satu wilayah yang
lainnya. Kepadatan tanah yang memiliki nilai tertinggi yaitu pada sampel tanah di
daerah Wirowongso dan Sucopangepok yang memiliki nilai sebesar 3,5 kg/cm2 ,
sedangkan kepadatan tanah yang terendah yaitu pada sampel tanah di Fakultas
Teknik yaitu sebesar 2,5 kg/cm2.
Tanah dapat didefinisikan sebagai mineral yang terdiri dari agregat atau
butiran mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu
sama lain dan dari bahan organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan
gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel pada tersebut.
Kepadatan tanah pada suatu wilayah memiliki keanekaragaman yang berbeda-
beda, perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jenis tanah, kadar
air, curah hujan dan topografi. Pengaruh jenis tanah terhadap kepadatan suatu
jenis tanah, seperti distribusi ukuran butiran, bentuk butiran, berat jenis dan
macam mineral lempung yang terdapat didalam tanah sangat memiliki pengaruh
pada berat jenis volume maksimum dan kadar air optimumnya. Kondisi tanah
pada kadar air yang rendah, tekanan kapiler dalam tanah yang berada didalam
rongga pori menghalangi kecenderungan partikel tanah untuk bergerak sehingga
butiran cenderung merapat (padat). Batas kadar air tanah yang mengakibatkan
perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal sebagai batas-batas konsistensi atau
batas-batas “atterberg”. Kadar air yang tergantung dalam tanah berbeda-beda
pada setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel
mineral lempung. Kandungan air yang berkurang menyebabkan ketebalan lapisan
36
kation akan berkurang, sehingga gaya tarik antar partikel bertambah. Kondisi
tanah yang sebaliknya saat kadar air snagat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek seperti cairan dan ruang pori rendah sehingga
menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase.
Menurut Muhdi (2016), pemadatan tanah menyebabkan peningkatan pori
pengikat air dan resistensi tanah, namun permeabilitas akan menurun seiring
dengan peningkatan kepadata tanah. Pemadatan merupakan masalah yang
kompleks dan mempunyai hubungan yang nyata dengan sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Pemadatan tanah akan memiliki efek terhadap pertumbuhan
tanaman yaitu pada pertumbuhan tanaman akan terhambat. Pemadatan tanah akan
memberikan tahanan mekanik bagi pertumbuhan tanman sehingga dapat
mengurangi perkecambahan, mencegah sistem perakaran, dan akibatnya dapat
mengurangi produktivitas tanaman.
4.2.9 Pengukuran Infiltrasi
Berdasarkan hasil pengamatan dari 3 lokasi diperoleh hasil bahwa tanah
dengan laju infiltrasi paling tinggi adalah yang berada di depan Fakultas Teknik,
kemudian yang kedua adalah daerah Wirowongso, dan yang terakhir adalah
Sucopangepok. Daerah Depan Fakultas Teknik memerlukan waktu 10 menit
untuk air setinggi 10 cm masuk ke dalam tanah, sedangkan di Wirowongso air
setinggi 10 cm memerlukan waktu 25 menit untuk masuk ke dalam tanah hingga
benar-benar habis. Tanah pada wilayah Sucopangepok memerlukan waktu yang
lebih lama lagi yaitu 1 jam untuk proses masuknya air ke dalam tanah.
Tekstur tanah berpengaruh terhadap laju infiltrasi pada lahan tersebut. Hal
ini dikarenakan tekstur tanah berkaitan erat dengan pori tanah. Laju infiltrasi
utamanya dipengaruhi oleh pori yang ukurannya besar. Semakin banyak terdapat
pori yang berukuran besar, semakin tinggi pula laju dan kapasitas infiltrasinya,
begitu pula sebaliknya. Tanah yang bertekstur liat sangat kaya akan pori yang
halus dan sedikit sekali terdapat pori besar, sedangkan tanah bertekstur pasir
memiliki banyak pori besar dan miskin pori halus, sehingga kapasitas dan laju
37
infiltrasi pada tanah bertekstur pasir memiliki nilai yang lebih besar daripada
tanah dengan tekstur liat (Achmad, 2011 dalam Irawan dan Slamet, 2016).
Hasil pengamatan infiltrasi ini kurang sesuai dengan hasil pengamatan
yang diperoleh pada acara tekstur. Tanah di daerah depan Fakultas Teknik
memiliki tekstur silty loam, pada wilayah Wirowongso memiliki tekstur sandy
loam, dan pada daerah Sucopangepok memiliki tekstur clay loam. Berdasarkan
data tersebut seharusnya yang memiliki laju infiltrasi tertinggi adalah tanah di
Wirowongso dan tanah di depan fakultas Teknik seharusnya berada pada urutan
ke 2. Kurang sesuainya hasil pengamatan ini bisa dikarenakan banyaknya seresah
yang terdapat di permukaan tanah Wirowongso sehingga menyebabkan laju
infiltrasi tidak optimal meskipun tanahnya bertekstur sandy loam. Laju infiltrasi
Tanah di depan Fakultas Teknik lebih tinggi daripada Wirowongso bisa
disebabkan oleh seresah yang ada di depan Fakuktas Teknik tidak sebanyak di
Wirowongso sehingga laju infiltrasinya dapat optimal meskipun tekstur tanahnya
silty loam. Tanah di wilayah Sucopangepok memiliki laju infiltrasi yang rendah
karena teksturnya adalah clay loam. Tanah dengan tekstur clay loam memiliki
pori yang sangat banyak namun berukuran mikro sehingga air sulit masuk ke
dalam tanah.
4.2.10 Suhu Tanah
Berdasarkan tabel diatas pengukuran sampel suhu tanah yang didapat dari
hasil pratikum yaitu berbeda-beda dari ketiga lokasi. Kelompok C1yang
mengukur di Fakultas Teknik memperoleh suhu 15°C, sedangkan kelompok C2
yang mengukur di Wirowongso memperoleh suhu 16,67°C dan kelompok C3 dan
C4 yang mengukur di Sucopangepok memperoleh suhu 15,57°C. Diketahui dari
hasil tabel diatas bahwa suhu tertinggi adalah di desa Wirowongso.
Perbedaan ketiga suhu tersebut dikarenakan tempat pengukuran sampel
suhu ditempat yang berbeda. Teknik mempunyai suhu yang paling rendah
dibandingkan dengan di Wirowongso dan di Sucopangepok dikarenakan tekstur
tanah yang ada di teknik adalah lempung berdebu (silt loam) terasa agak licin dan
berbentuk debu dan dapat membentuk bola yang agak teguh dan dapat melekat.
38
Tanah jenis ini tergolong tanah yang bertekstur halus memiliki kapasitas dalam
proses penyerapan unsur-unsur hara yang lebih besar dibandingkan dengan tanah
yang bertekstur kasar, namun pada tanah bertekstur lembut ini umumnya lebih
subur dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar. Karena banyak mengandung
unsure hara dan bahan organik yang dibutuhkan oleh tanaman serta mudah dalam
menyerap unsur hara.
Wirowongso mempunyai suhu yang paling tinggi dibanding suhu di teknik
dan sucopangepok. Suhu tanah yang tinggi diantara suhu tanah yang lain ini
dikarenakan tekstur tanah yang ada di wirowongso yakni lempung berpasir,
dimana rasa kasar pada tanah lempung berpasir akan terasa agak jelas dan juga
akan membentuk bola yang agak keras tetapi akan mudah hancur. Tanah lempung
berpasir didominasi oleh partikel pasir , tetapi cukup mengandung tanah liat dan
sedimen untuk menyediakan beberapa struktur dan kesuburan. Suhu di
wirowongso masih cocok untuk ditanami seperti tanaman cabe, terung, kakoi dan
lain-lain. Suhu tanah di daerah sucopangepok 15,57°C bertekstur clay loam
dimana didaerah ini termasuk daerah dataran tinggi. Clay loam tekstur tanah yang
terdiri dari 27-40% liat dan 20 –45% pasir. Tanaman yang cocok ditanam yaitu
tanaman sengon, tembakau, ubi jalar dan lain-lain.
4.2.11 Penetapan Pori Total Tanah
Porositas merupakan proporsi ruang pori total yang terdapat dalam satuan
volume tanah yang dapat diisi oleh air dan udara. Semakin besar pori yang
terdapat dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas yang terjadi
pada tanah tersebut. Struktur adalah kenampakan bentuk atau susunan partikel-
partikel primer tanah hingga partikel-partikel sekundernya. Semakin banyak ruang
yang terdapat antar struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas di dalam
tanah tersebut. Contohnya air akan lebih sulit menembus tanah yang strukturnya
lempeng daripada tanah yang strukturnya remah.
Tanah bertekstur lempung berliat (clay loam) memiliki berat jenis volume
lebih besar daripada yang lainnya. Menurut Sudomo dan Handayani (2013), berat
volume tanah ,menggambarkan tingkat kepadata suatu tanah yang mempengaruhi
39
pertumbuhan tanaman diatasnya. Tanah yang semakin padat akan mengganggu
pertumbuhan tanaman. Kandungan lempung pada tanah mudah mengalami
pemadatan akibat pengolahan tanah yang kurang tepat dan kandungan debu yang
tinggi menyebabkan tanah mudah tererosi. Faktor-faktor silvikultur seperti
pengolahan tanah dapat merubah kepadatan tanah. Pengelolaan tanah dapat
memperbaiki porositas tanah untuk memudahkan akar tanaman menyerap unsur
hara.
Berat volume tanah pada lahan yang ditanami sengon lebih tinggi
dibandingkan lahan yang ditanami jati. Menurut Rahmayuni dan Rosneti (2017)
bahwa, tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dapat
memperbaiki sifat fisika tanah yang berdampak terhadap penurunan berat volume
tanah tersebut. Tingginya total ruang pori disebabkan oleh sumbangan bahan
organik yang lebih banyak yang berasal dari guguran daun dan jaringan tanaman
yang telah mati. Fauna kecil yang terdapat di lahan juga dapat menjadi penyebab
tingginya total pori tanah. Lahan yang tanahnya diolah menyebabkan tanah
menjadi lebih padat karena kehilangan bahan organik sehingga dapat merusak
tanah yang dapat dilihat dari jumlah total ruang pori tanah. Keadaan terbuka
ketika tanah diolah, bahan organiknya akan cepat terdekomposisi akibat suhu
yang tinggi.
Berat volume pada tanah bertekstur lempung berliat (clay loam) lebih
besar, namun ruang pori total tanah tersebut rendah. Berat volume akan
mempengaruhi ruang pori total tanah. Nilai berat volume semakin rendah, ruang
pori total tanah akan semakin tinggi. Porositas pada penggunaan lahan
monokultur lebih besar dibandingkan pda penggunaan lahan tumpangsari. Ruang
pori merupakan bagian yang diisi oleh air dan udara. Jumlah ruang pori sebagian
besar ditentukan oleh susunan butir-butir padat. Susunan butir-butir relatif lebih
renggang pada lahan monokultur karena kandungan pasirnya lebih sedikit
sehingga porositasnya lebih besar. Semakin besar nilai porositasnya menyebabkan
daya simpan air secara maksimum akan besar pula (Juarti, 2016).
Pengaruh kandungan pasir pada berat jenis partikel lebih besar pada tanah
lempung berpasir (sandy loam) daripada lempung berliat (clay loam). Tanah
40
lempung cenderung memiliki berat jenis partikel lebih rendah dan porositasnya
lebih tinggi daripada tanah pasir. Berat jenis partikel secara tidak langsung
menentukan ukuran porositas tanah. Porositas tanah adalah perbandingan volume
pori-pori tanah dengan total volume tanah sehingga berat jenis partikel berbanding
terbalik dengan porositas. Kerapatan bahan organik tergantung pada makronutrien
dan mikonutrien yang tersedia di dalam tanah. kerapatan tersebut dapat
menyebabkan kandungan total makronutrien akan menurun atau kandungan
mikronutrien total dalam tanah meningkat (Chaudhari et al., 2013).
41
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan 3 cara, yaitu pengambilan
contoh tanah utuh menggunakan ring sampel, pengambilan contoh tanah
terusik menggunakan bor tanah dan pengambilan contoh tanah agregat
utuh menggunakan cangkul dan sekop.
2. Kemampuan menahan air lebih tinggi didapatkan pada tanah yang
bertekstur lempung liat (clay loam) dan lempung berdebu (silty loam)
sedangkan terendah yaitu pada tanah pasir (sand). Kadar lengas pada tanah
bertekstur lempung berdebu (silty loam) lebih besar daripada kadar air
tanah bertekstur lempung berpasir (sandy loam) sehingga derajat
kejenuhan meningkat dan mengakibatkan perubahan kohesi pada tanah
tersebut.
3. Nilai pF yang berbeda disebabkan oleh pengambilan sampel yang berbeda.
Nilai pF berkaitan dan saling berhubungan dengan tekstur tanah karena
tekstur tanah berpengaruh dalam perananan menangkap air, jika tanah
dijenuhkan kandungan air yang mengisi pori tanah air akan semakin lebih
besar. Distribusi ukuran pori berhubungan erat dengan dengan pengikatan
air. Susunan dari pori terkecil yaitu clay, debu dan pasir. Susunan terkecil
(clay) dapat mengikat air lebih banyak dari pada susunan debu dan
susunan pasir. Nilai pF di Wirawongso paling besar, karena memiliki
tekstur yang berpasir, yaitu sandy loam yang berpori besar.
4. Sampel C1 memiliki persentase fraksi debu lebih besar daripada
persentase fraksi pasir dan lempung, karena sampel tanah ini komposisi
tanahnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu bahan organik yang
disebabkan oleh banyaknya sisa-sisa tumbuhan dan sisa pembuangan
lainnya. Sampel C2 memiliki fraksi tanah lempung berpasir didominasi
oleh partikel pasir, dan mempunyai pori-pori makro. Tanah yang
didominasi debu akan mempunyai pori-pori meso (sedang), sedangkan
didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro. Sampel C3 dan
42
C4 memiliki fraksi yang sama yaitu lempung liat (clay loam) karena
pengambilan sampel tanah di desa atau daerah yang sama. Lempung
berliat akan terasa agak kasar, dapat membentuk bola agak teguh bila
kering dan membentuk gumpalan bila dipilin tetapi pilinan mudah hancur
dan daya lekatnya sedang.
5. Sampel tanah yang seharusnya memiliki nilai Ks tertinggi adalah tanah
dari Wirowongso dengan tekstur sandy loam, sedangkan untuk sampel
yang berasal dari daerah Sucopangepok 2 bertekstur clay loam yang
seharusnya memiliki nilai Ks yang rendah. Semakin besar ukuran fraksi
yang terdapat dalam tanah maka akan semakin banyak pori makro yang
dimiliki tanah tersebut. Tingginya nilai Ks pada sampel tanah
Sucopangepok 2 dengan tekstur clay loam bisa disebabkan oleh beberapa
faktor. Faktor pertama yang membuat ketidakcocokan antara nilai Ks dan
tekstur tanah ini yaitu sampel tanah yang berasal dari wilayah
Sucopangepok 2 ini memiliki kemantapan agregat yang tinggi sehingga
dapat memiliki nilai Ks yang tinggi meskipun teksturnya berupa clay loam.
Ketidaksesuaian antara nilai Ks dan tekstur tanah ini dapat pula
disebabkan faktor yang kedua, yaitu kemungkinan terjadi human error saat
dilakukannya penetapan Ks.
6. Sampel tanah Sucopangepok menunjukan kelas indeks stabilitas kurang
stabil hingga stabil dengan indeks stabilitas sebesar 40,10 %. Sampel tanah
Teknik menunjukan kelas indeks stabilitas yang tidak stabil dengan indeks
stabilitas sebesar 29,45 % sedangkan sampel tanah Wirowongso
menunjukan kelas indeks stabilitas yang berbeda dari sampel sebelumnya.
Sampel tanah sucopangepok menujukan kelas indeks stabilitas yang
kurang stabil dengan indeks stabilitas sebesar 40,10 %. Sampel tanah
Sucopangepok merupakan sampel tanah yang memliki indeks stabilitas
yang paling tertinggi sedangkan sampel tanah teknik merupakan sampel
tanah yang memiliki indeks stabilitas yang paling rendah.
7. Besarnya batas cair tanah atau BC yang terdapat di wilayah Sucopangepok
termasuk dalam kategori sedang yaitu 36,44% dan 37,39%. BC pada desa
43
Wirowongso sebesar 33,87% dan juga tergolong sedang. Besarnya nilai
BC pada contoh tanah di Fakultas Teknik Universitas Jember sebesar
85,59% dan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Batas gulung (BG)
tertinggi yaitu pada tanah Fakultas Teknik. Batas lekat (BL) tanah pada
contoh tanah di Sucopangepok memiliki nilai sebesar 32,299%. Batas
berubah warna pada daerah Sucopangepok memiliki nilai 27,319%. Batas
berubah warna yang memiliki nilai paling sedikit yaitu pada contoh tanah
di daerah Wirowongso, hal ini disebabkan kareana kadar lengas cukup
rendah. Tanah yang memiliki kandungan fraksi lempung yang tinggi lebih
bersifat elastis dan tidak mudah pecah ketika diberi tekanan, berbeda
dengan tanah yang memiliki fraksi pasir yang tinggi akan sulit untuk
digulung atau dibentuk menjadi bola karena tingkat elastisitasnya rendah.
8. Perbedaan kepadatan tanah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jenis
tanah, kadar air, curah hujan dan topografi. Pengaruh jenis tanah terhadap
kepadatan suatu jenis tanah, seperti distribusi ukuran butiran, bentuk
butiran, berat jenis dan macam mineral lempung yang terdapat didalam
tanah sangat memiliki pengaruh pada berat jenis volume maksimum dan
kadar air optimumnya. Kadar air yang tergantung dalam tanah berbeda-
beda pada setiap kondisi tersebut dan bergantung pada interaksi antara
partikel mineral lempung, sehingga tanah dengan kandungan fraksi
lempung yang tinggi memiliki kepadatan tanah yang tinggi karena mineral
lempung memiliki pori mikro yang tidak mampu meloloskan air.
9. Tanah yang bertekstur liat memiliki banyak pori halus dan sedikit sekali
terdapat pori besar, sedangkan tanah bertekstur pasir memiliki banyak pori
besar dan miskin pori halus, sehingga kapasitas dan laju infiltrasi pada
tanah bertekstur pasir memiliki nilai yang lebih besar daripada tanah
dengan tekstur liat. Tanah di Fakultas Teknik memiliki tekstur silty loam,
pada wilayah Wirowongso memiliki tekstur sandy loam, dan pada daerah
Sucopangepok memiliki tekstur clay loam. Banyaknya seresah yang
terdapat di permukaan tanah Wirowongso sehingga menyebabkan laju
infiltrasi tidak optimal meskipun tanahnya bertekstur sandy loam,
44
sehingga laju infiltrasi tidak sebanyak di Wirowongso yang bertekstur silty
loam. Tanah di wilayah Sucopangepok memiliki laju infiltrasi yang rendah
karena teksturnya adalah clay loam. Tanah dengan tekstur clay loam
memiliki pori yang sangat banyak namun berukuran mikro sehingga air
sulit masuk ke dalam tanah.
10. Tanah di Fakultas Teknik mempunyai suhu yang paling rendah
dibandingkan dengan di Wirowongso dan di Sucopangepok dikarenakan
tekstur tanah yang ada di teknik adalah lempung berdebu (silt loam) terasa
agak licin dan berbentuk debu dan dapat membentuk bola yang agak teguh
dan dapat melekat. Tanah di daerah Wirowongso mempunyai suhu yang
paling tinggi karena banyak mengandung unsure hara dan bahan organik
yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanah lempung berpasir didominasi oleh
partikel pasir, tetapi cukup mengandung tanah liat dan sedimen untuk
menyediakan beberapa struktur dan kesuburan. Suhu tanah di daerah
sucopangepok 15,57°C bertekstur clay loam dan berada di daerah dataran
tinggi.
11. Berat volume pada tanah bertekstur lempung berliat (clay loam) lebih
besar, namun ruang pori total tanah tersebut rendah. Berat volume akan
mempengaruhi ruang pori total tanah. Nilai berat volume semakin rendah,
ruang pori total tanah akan semakin tinggi. Pengaruh kandungan pasir
pada berat jenis partikel lebih besar pada tanah lempung berpasir (sandy
loam) daripada lempung berliat (clay loam). Tanah lempung cenderung
memiliki berat jenis partikel lebih rendah dan porositasnya lebih tinggi
daripada tanah pasir.
5.2 Saran
Praktikan disarankan untuk lebih disiplin lagi dan melaksanakan
praktikum sesuai dengan ketentuan untuk menghindari terjadi human error.
45
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S. R. dan R. C. Putra. 2016. Pengelolaan Lengas Tanah dan Laju
Pertumbuhan Tanaman Karet Belum Menghasilkan pada Musim Kemarau
dan Penghujan. Warta Perkaretan, 35(1) : 1-10.
Adrinta, M. A., Ihsan, M., Syahputra, A., Ghani, R. I., Siddiq, R. F., Ramadhani,
R. S., & Sitompul, D. (2017). Alat Ukur Suhu Udara Digital Berbasis
Atmega 32. Universitas Sumatera Utara, 1.
Agus, Cahyono. 2015. Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah Hutan. Fakultas
Kehutanan. Yogyakarta.
Ayu, I. W., S. Prijono, dan Soemarno. 2013. Evaluasi Ketersediaan Air Tanah
Lahan Kering di Kecamatan Unter Iwes, Sumbawa Besar. J-PAL, 4(1) : 18-
25.
Ayu, S.P.C. 2013. Kapasitas Maksimum Kepadatan Tanah pada Berbagai
Distribusi Ukuran Partikel dan Kadar Bahan Organik Tanah dalam Kondisi
Kering Udara dan Kapasitas Lapang. Skripsi. “Tidak diterbitkan”. Fakultas
Pertanian Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan. IPB: Bandung.
Budianto, P. T. H., Ruslan W., dan Bambang S. 2014. Perbedaan Laju Infiltrasi
Pada Lahan Hutan Tanaman Industri Pinus, Jati Dan Mahoni. Jurnal
Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. 1(1): 15-24.
Chaudhari, P. R., D.V. Ahire, V. D. Ahire, M. Chkravarty, and S. Maity. 2013.
Soil Bulk Density as related to Soil Texture, Organic Matter Content and
available total Nutrients of Coimbatore Soil. Scientific and Research
Publications, 3(2) : 1-8.
Evarnaz, N., B. Toknok dan S. Ramlah. Sifat Fisik Tanah di Bawah Tegakan
Eboni pada Kawasan Cagar Alam Pangi Binangga Kabupaten Parigi
Moutong. Warta Rimba, 2(2): 100-108.
Gama D. P., B Prasetya, and Soemarno. 2018. Application Of Organic Matter On
Entisol-Soil Affected Soil Moisture Capacity and Growth Of Maize (Zea
Mays L.). Granthaalayah Science, 6(1): 187-202.
Khalimi, F. Dan Zaenal K. 2018. Analisis Ketersediaan Air pada Pertanian Lahan
Kering di Gunungkidul Yogyakarta. Tanah dan Sumberdaya Lahan. 5(1):
721-725.
46
Hakim, N. M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. Ghani, Nugroho, M. R. Soul, M. A.
Diha, G. B. Hong, N. H. Balley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Universitas Lampung. Lampung.
Hanafiah,2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Jakarta : Rajawali Press
Handayani, T. dan Dwiria W. 2016. Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap
Konduktivitas Hidrolik Jenuh pada Lahan Pertanian Produktif di Desa
Arang Limbung Kalimantan Barat. Prisma Fisika. IV(1): 28 – 35.
Haridjaja O., Y. Hidayat, dan L.S. Maryamah. 2010. Pengaruh Bobot Isi Tanah
Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Perkecambahan Benih Kacang Tanah dan
Kedelai. Ilmu Pertanian Indonesia, 15(3): 147-152.
Harisuryo, R. Sumardi, dan B., Setiyono. 2015. Sistem Pengukuran Data Suhu,
Kelembaban, dan Tekanan Udara Dengan Telemetri Berbasis Frekuensi
Radio. Transient. 4(3) : 1-10.
Hasibuan, A. S. Z. 2015. Pemanfaatan Bahan Organik dalam Perbaikan Beberapa
Sifat Tanah Pasir Pantai Selatan Kulon Progo. Planta Tropika Journal of
Agro Science, 3(1) : 31-40.
Holilullah., Afandi, dan H. Novpriansyah. 2015. Karakteristik Sifat Fisik Tanah
pada Lahan Produksi Rendah dan Tinggi di PT Great Giant Pineapple.
Agrotek Tropika, 3(2) : 278-282.
Irawan, T. dan Slamet B. Y. 2016. Infiltrasi Pada Berbagai Tegakan Hutan Di
Arboretum Universitas Lampung. Sylva Lestari. 4(3): 21-34.
Isnaini, R., Sumono., dan Ainun R. 2013. Kajian Laju Infiltrasi Tanah Pada
Berbagai Penggunaan Lahan Di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi
Kabupaten Karo. Rekayasa Pangan Dan Pert. 1(2): 51-55.
Juarti. 2016. Analisis Indeks Kualitas Tanah Andisol Pada Berbagai Penggunaan
Lahan Di Desa Sumber Brantas Kota Batu. Pendidikan Geografi, 21(2) : 58-
71.
Junedi,H. dan N.M.E. Fathia. 2015. Peningkatan Kemantapan Agregat Tanah
Pada Ultisol Melalui Aplikasi Ara Sungsang (Asystasia gangetica (L.) T.
Anders.). Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, 1-7.
Khirunnisa, N., Zaid A. W., dan Siti A. S. 2015. Pengaruh Lubang Resapan
Biopori Terhadap Laju Infiltrasi Dan Kelimpahan Mikroorganisme Tanah.
Universty Research Coloquium 2014. Hal: 1-8.
Kusuma, M. N. dan Yulfiah. 2017. Penentuan Nilai Konduktivitas Hidrolik Tanah
Pada T 50 Untuk Penejernihan Air Pada Aplikasi Infiltration Gallery Di
47
Surabaya. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan V 2017 Institut
Teknologi Adhi Tama Surabaya. A25-A30.
Lubis, V. N., A. Rauf, dan Bintang. 2016. Karakteristik Fisika Tanah Pada
Beberapa Tegakan di Subdas Petani Kabupaten Deli Serdang Sumatera
Utara. Agroekoteknologi, 4(3) : 2048-2054.
Maharani, P. H., Bambang H. S. dan Eko H. 2015. Penggunaan Fungsi
Pedotransfer untuk Memperkirakan Permeabilitas Tanah di Sumatera
Selatan dan Riau. Ilmu Pertanian. 18(1): 37-43.
Marwan, Yusran dan H. Umar. 2015. Sifat Fisik di Bawah Tegakan Eboni di Desa
Kasimbar Barat Kecamatan kasimbar Kabupaten Parigi Moutong. Warta
Rimba, 3(2): 111-117.
Mustoyo, B.H. Simanjuntak dan Suprihati. 2013. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang
Terhadap Stabilitas Agregat Tanah Pada Sistem Pertanian Organik. Agric,
25(1): 51-57.
Nanda, A. R. dan Nurnawaty. 2015. Kapasitas Infiltrasi Tanah Timbunan Dengan
Tutupan Paving Blok (Uji Model Laboratorium). Prosiding Sntt Fgdt 2015.
Hal: 1-6.
Nita, C. E., Bambang S. dan Wani H. U. 2015. Pengaruh Pengolahan Tanah dan
Pemberian Bahan Organik (Blotong dan Abu Ketel) terhadap Porositas
Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Tebu pada Ultisol. Tanah dan
Sumberdaya Lahan. 2(1): 119-127.
Nita, I., E. Listyarini, dan Z. Kusuma. 2014. Kajian Lengas Tersedia Pada
Toposekuen Lereng Utara G. Kawi Kabupaten Malang Jawa Timur. Tanah
dan Sumberdaya Lahan, 1(2) : 53-62.
Prayogo K., dan H. Saptowati. 2016. Penyelidikan Struktur dan Karakteristik
Tanah Untuk Desain Pondasi Iradiator Gamma Kapasitas 2 MCi. 2016.
Perangkat Nuklir, 1(1): 30-39.
Prijono, S. dan Moh. Teguh S. L. 2016. Studi Laju Transpirasi Peltophorum
dassyrachis dan Gliricidia sepium Pada Sistem Budidaya Tanaman Pagar
Serta Pengaruhnya Terhadap Konduktivitas Hidrolik Tidak Jenuh. J-PAL.
7(1): 15-24.
Pudyawardhana, C., dan A. Sismiani. 2016. Penentuan Kepadatan Tanah di
Lapangan Menggunakan Borland Delphi 6. Techno, 17(2): 101-103.
48
Pujawan,M.,Afandi.,H.Novpriansyah dan K.E.S,Manik.2016.Kemantapan
Agregat Tanah Pada Lahan Produksi Rendah Dan Tinggi Di PT Great
Giant Pineapple.Agrotek Tropika, 4(1): 111-115.
Putra. A. E., Sumono, Nazif I., dan Edi S. 2013. Kajian Laju Infiltrasi Tanah Pada
Berbagai Penggunaan Lahan Di Desa Tongkoh Kecamatan Dolat Rayat
Kabupaten Karo. Rekayasa Pangan Dan Pert.1(2): 38-44.
Putra, H., Ahmad R., dan Joko S. 2015. Pengaruh Infiltrasi terhadap Parameter
Tanah Jenuh Sebagian dalam Analisis Stabilitas Lereng. - . Hal: 1-10.
Rahmayuni, E. dan H. Rosneti. 2017. Kajian Beberapa Sifat Fisika Tanah Pada
Tiga Penggunaan Lahan di Bukit Batabuh. Agrosains dan Teknologi, 2(1) :
1-11.
Rinaldi, A., Reza A. F. dan Lilik E. W. 2017. Karakterisasi Derajat Kejenuhan
Tanah Berdasarkana Pendekatan Logaritma Potensial Kapiler (pF). Semnas-
IPTEKS. Hal: 1-11.
Rosyidah, E. dan Ruslan W. 2013. Pengaruh Sifat Fisik Tanah Pada
Konduktivitas Hidrolik Jenuh Di 5 Penggunaan Lahan (Studi Kasus Di
Kelurahan Sumbersari Malang). Agritech. 33(3): 340-345.
Sihombing, E. P., Abdul R., Rahmawaty dan Erwin N. A. 2017. Evaluasi Sifat
Fisika Tanah Typic Hapludults pada Empat Generasi Tanam Kelapa Sawit
PT Socfin Indonesia di Kebun Aek Loba Kabupaten Asahan. Pertanian
Tropik. 4(2): 106-113.
Siregar, S. R., Zuraida, dan Zuyasna. 2017. Pengaruh Kadar Air Kapasitas Lapang
Terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe M3 Kedelai (Glycine max L.
Merr). Floratek, 12(1) : 10-20.
Sudomo, A. dan W. Handayani. 2013. Karakteristik Tanah Pada Empat Jenis
Tegakan Penyusun Agroforestry Berbasis Kapulaga. Penelitian
Agroforestry, 1(1) : 1-11.
Sumini, 2013. Pengukuran Suhu Tanah Menggunakan Termometer Digital dan
Termometer Biasa. Tanah dan Iklim, 3(27) : 8-9.
Susandi., Oksana, dan A. T. Arminudin. 2015. Analisis Sifat Fisika Tanah
Gambut pada Hutan Gambut di Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar
Provinsi Riau. Agroteknologi, 5(2) : 23-28.
Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Kanisius.
49
Utomo,B.S.,Y.Nuraini dan Widianto. 2015. Kajian Kemantapan Agregat Tanah
Pada Pemberian Beberapa Jenis Bahan Organik Di Perkebunan Kopi
Robusta. Tanah dan Sumberdaya Lahan. 2(1):11-117.
Yudistira, Y., S. Permana dan I. Farida. 2015. Analisa Kepadatan Tanah pada
Timbunan di Saluran Irigasi dengan Metode Pengujian Proctor dan Sand
Cone. Kontruksi Sekolah Tinggi Garut, 13(1): 1-18.