bab 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/bab i.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa...

42
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Pengantar 1.1.1 Latar Belakang Pemanasan global dan efek rumah kaca menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang selalu berulang setiap tahunnya baik di negara maju dan negara berkembang. Berbagai negara selalu melakukan cara-cara untuk mengurangi permasalahan tersebut. Dewasa ini telah banyak konferensi lingkungan internasional dan persetujuan difokuskan pada fenomena mengenai perubahan iklim global. Perhatian yang tersebar luas atas menurunnya kualitas udara dan potensi pemanasan global telah menjadi acuan perhatian umum pada paru-paru dunia, yakni kondisi hutan. Media telah memusatkan kerusakan hutan tropis sebagai simbol yang hidup dari krisis ekosistem global. Misalnya, pertengahan bulan September 1989, baik majalah Time maupun The Economist gambar covernya adalah kebakaran tahunan dari hutan tropis basah Amazon. Sesungguhnya media Barat tidak fair di dalam mempublikasi faktor-faktor utama pergantian iklim dalam hal kerusakan hutan di ke-14 negara berkembang, dengan hutan tropis basah memberi kontribusi untuk mengurangi produksi karbon dioksida (zat asam arang) dibandingkan dengan negara-negara maju. Sekarang ini, negara industri maju merupakan negara yang melepaskan jumlah karbondioksida, yang kemudian menyebar luas melalui atmosphir yang mendorong bagian problematik pemanasan global (Hidayat, Herman. 2008). Salah satu cara untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu dengan mempertahankan keutuhan hutan alami dan meningkatkan kerapatan populasi pepohonan di luar hutan. Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam arang (CO) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon (C)

Upload: vuongdat

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Pengantar

1.1.1 Latar Belakang

Pemanasan global dan efek rumah kaca menjadi salah satu

permasalahan lingkungan yang selalu berulang setiap tahunnya baik di

negara maju dan negara berkembang. Berbagai negara selalu melakukan

cara-cara untuk mengurangi permasalahan tersebut. Dewasa ini telah banyak

konferensi lingkungan internasional dan persetujuan difokuskan pada

fenomena mengenai perubahan iklim global. Perhatian yang tersebar luas

atas menurunnya kualitas udara dan potensi pemanasan global telah menjadi

acuan perhatian umum pada paru-paru dunia, yakni kondisi hutan. Media

telah memusatkan kerusakan hutan tropis sebagai simbol yang hidup dari

krisis ekosistem global. Misalnya, pertengahan bulan September 1989, baik

majalah Time maupun The Economist gambar covernya adalah kebakaran

tahunan dari hutan tropis basah Amazon. Sesungguhnya media Barat tidak

fair di dalam mempublikasi faktor-faktor utama pergantian iklim dalam hal

kerusakan hutan di ke-14 negara berkembang, dengan hutan tropis basah

memberi kontribusi untuk mengurangi produksi karbon dioksida (zat asam

arang) dibandingkan dengan negara-negara maju. Sekarang ini, negara

industri maju merupakan negara yang melepaskan jumlah karbondioksida,

yang kemudian menyebar luas melalui atmosphir yang mendorong bagian

problematik pemanasan global (Hidayat, Herman. 2008).

Salah satu cara untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan

mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu dengan mempertahankan keutuhan

hutan alami dan meningkatkan kerapatan populasi pepohonan di luar hutan.

Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam

arang (CO) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah

menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan

akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon (C)

Page 2: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

2

dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C-

sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah karbon yang disimpan

dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat

menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman.

Pengukuran cadangan karbon yang masih tersimpan dalam bagian

tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung

menggambarkan CO yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.

(Hairiah et all,. 2011).

Vegetasi yang tumbuh di atas permukaan tanah salah satunya adalah

hutan. Hutan memiliki peranan yang sangat penting dalam menyerap karbon

guna menghasilkan sebuah konsep perdagangan karbon. Perdagangan

karbon diawali dengan disepakatinya Kyoto Protocol bahwa negara-negara

penghasil emisi karbon harus menurunkan tingkat emisinya dengan

menerapkan teknologi tinggi dan juga menyalurkan dana kepada negara-

negara yang memiliki potensi sumberdaya alam untuk mampu menyerap

emisi karbon secara alami misalnya melalui vegetasi (hutan). Indonesia

dengan luas hutan terbesar ketiga di dunia, bisa berperan aktif untuk

mengurangi emisi dunia melalui carbon sink. Hal ini bisa terjadi jika hutan

yang ada dijaga kelestariannya dan melakukan penanaman (afforestasi)

pada kawasan bukan hutan (degraded land). Serta melakukan perbaikan

kawasan hutan yang rusak (degraded forest) dengan cara penghutanan

kembali (reforestasi) (Suryatmojo, H. 2006).

Peran karbon pada tanaman, dapat digunakan untuk sumber

karbohidrat bagi kehidupan tanaman. Tanaman memiliki komponen

biomassa di atas dan di bawah permukaan tanah tetapi komponen biomassa

terbesar terdapat pada atas permukaan tanah (Hairiah dalam Arga P, 2011).

Pada bagian bawah permukaan tanaman akan menyimpan karbohidrat yang

akan diubah menjadi makanan untuk keberlangsungan hidup tanaman. Hal

ini akan baik terjadi apabila semakin banyak tanaman yang menyerap

karbon untuk diproses keberlangsungan hidup, proses fotosintesis yang

dihasilkan tanaman (tanaman hutan) akan sangat mempengaruhi jumlah

biomassa pada hutan. Jumlah biomassa pada tanaman ada yang diserap pada

Page 3: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

3

tanaman atau dapat disebut juga simpanan karbon pada tanaman. , apabila

jumlah simpanan karbon pada tanaman semakin banyak yang dapat diserap,

maka karbon yang terlepas di udara tidak dapat langsung merusak lapisan

atmosfer hal ini dapat terjadi seiring pula dengan bertambahnya luas areal

tanaman. Kemampuan tanaman menyerap karbon dengan jumlah yang besar

seperti fungsi peran hutan secara alami yang dapat menyerap karbon, oleh

karena itu areal hutan yang luas perlu dipertahankan. Hal demikian

dimaksudkan supaya dapat mengurangi pemanasan global dan gas efek

rumah kaca yang terus menjadi problematik akibat karbon.

Berkaitan dengan hal tersebut maka patut dikhawatirkan keadaan

yang akan terjadi di planet ini seandainya pemanasan global terus berlanjut.

Salah satu alternatif yaitu dengan cara mempertahankan luas hutan yang ada

di permukaan bumi ini yang didasarkan pada fungsi ekologi hutan sebagai

penyangga kehidupan. Salah satu cara yang paling efektif dalam penurunan

emisi gas rumah kaca yaitu dengan memanfaatkan sifat alami pohon sebagai

penyerap C02 (Musdiyarso dalam Erwin, 2013).

Perubahan iklim yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem

merupakan salah satu permasalahan yang selalu dikaji agar kondisi

lingkungan tidak semakin memburuk. Efek rumah kaca yang berkaitan

dengan jumlah emisi karbon yang diserap dan disimpan oleh vegetasi di atas

permukaan tanah, belum keseluruhan terserap oleh vegetasi sehingga masih

ada yang terlepas ke atmosfer. Karbon yang terlepas tersebut dapat merusak

lapisan atmosfer jika terlalu banyak yang terlepas secara langsung ke

atmosfer.

Pentingnya menganalisis jumlah emisi cadangan karbon yang

tersimpan pada vegetasi dapat membantu mengurangi jumlah karbon yang

dapat terlepas secara langsung ke atmosfer. Salah satu manfaat hutan adalah

mampu mengikat karbon sebagai karbohidrat. Negara di Asia Tenggara

yang salah satunya kaya areal hutan merupakan Negara Indonesia.

Indonesia memiliki luas hutan yang tersebar di berbagai pulau. Pulau Jawa

merupakan salah satu pulau yang memiliki areal hutan rakyat serta memiliki

peran penting dalam mengikat karbon. Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 4: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

4

memiliki potensi dibudidayakan untuk memperluas areal hutan. Areal hutan

yang dilestarikan dan dibudidayakan salah satunya adalah hutan rakyat,

areal hutan rakyat sebagian besar tersebar di Kabupaten Gunungkidul

(42.569,96 ha) dan Kabupaten Bantul (8.595 ha). Karbon yang diikat pada

masing-masing vegetasi pada areal hutan rakyat tidak sama karena ada

berbagai jenis pohon yang tumbuh dan dilestarikan sebagai hutan rakyat,

seperti : kayu jati, pinus, mahoni, meranti, sengon, dan akasia. Jenis-jenis

pohon yang ditanam pada areal hutan rakyat masing-masing Kabupaten di

Daerah Istimewa Yogyakarta dapat di lihat pada Tabel 1.1 Data Sebaran

Vegetasi Hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tiap jenis pohon memiliki

jumlah cadangan karbon yang berbeda-beda, dimana semakin besar jumlah

cadangan karbon yang terikat oleh tanaman, maka semakin sedikit karbon

yang terlepas secara langsung ke atmosfer. Perkembangan hutan rakyat di

Pulau Jawa masih belum secara keseluruhan dapat dikelola oleh masyarakat

dengan standart pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari.

Tabel 1.1 Data Sebaran Vegetasi Hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta

No Kabupaten Jenis Pohon

1 Kulonprogo

Jati

Mahoni

Sengon

Rimba

2 Bantul

Jati

Pinus

Mahoni

Sengon

Rimba

3 Sleman

Jati

Mahoni

Sengon

Rimba

4 Kota Yogyakarta -

5 Gunungkidul

Jati

Kayu Putih

Mahoni

Rimba (Sumber : LKPJ GUBERNUR DIY 2015)

Page 5: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

5

Berdasarkan Tabel 1.1 Data Sebaran Vegetasi Hutan di Daerah

Istimewa Yogyakarta dapat diperoleh informasi bahwa Kabupaten Bantul

memiliki macam vegetasi yang beragam dibanding tiga kabupaten lainnya

yaitu sebanyak 5 jenis pohon antara lain: jati, pinus, mahoni, sengon dan

rimba. Informasi lain yang diperoleh dari Lembar Kerja Pertanggung

Jawaban (LKPJ) Gubernur DIY tahun 2015 adalah capaian peningkatan

produksi hasil hutan. Peningkatan luas hutan di DIY tahun 2015 terjadi

akibat bertambahnya luasan hutan rakyat, sejumlah 667,59 ha dibandingkan

tahun 2014. Peningkatan luas hutan rakyat tersebut juga memberikan

implikasi adanya penurunan luas lahan kritis. Luas lahan kritis di DIY tahun

2015 sebesar 25.378,25 ha dibandingkan tahun 2014. Peningkatan luas

hutan rakyat dan berkurangnya lahan kritis, menunjukkan bahwa kesadaran

masyarakat terhadap pentingnya fungsi hutan lestari, semakin baik dari

waktu ke waktu. Berikut ini adalah tabel data perubahan lahan kritis yang

terus menurun luas arealnya diiringi penambahan luas areal hutan rakyat.

Informasi peningkatan luas hutan rakyat dan perubahan lahan kritis dapat

dilihat pada Tabel 1.1 Adapun Tentang Perubahan Areal Lahan Kritis dan

Hutan Rakyat di Daerah Yogyakarta tahun 2012 – tahun 2015.

Tabel 1.2 Perubahan Areal Lahan Kritis dan Hutan Rakyat di Daerah

Istimewa Yogyakarta tahun 2012 – tahun 2015

No Areal 2012 (ha) 2013 (ha) 2014 (ha) 2015 (ha)

1 Lahan Kritis 29,000 27.291,87 25.789,75 25.378,25

2 Hutan Rakyat 16.690,52 75.120,31 76.012,41 76.680,48

TOTAL 45.690,52 102.412,18 101.802,16 102.058,73

Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur D.I.Y tahun 2012 –

tahun 2015

Luas hutan rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data

LKPJ Gubernur adalah seluas 76.680,48 hektar atau setara dengan 24,07%

dan sisanya merupakan hutan negara seluas 18.715,06 hektar atau 5,87%.

Adapun tabel luas hutan rakyat dan hutan negara tiap kabupaten di DIY

pada tahun 2015.

Page 6: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

6

Tabel 1.3 Luas Hutan di DIY Berdasarkan Status dan Kewilayahan Tahun

2015

No. Kabupaten Hutan Negara

(ha)

Hutan Rakyat

(ha)

Total Luas

Hutan (ha)

%Total Luas

Hutan

1 GunungkiduL 14.895,50 42.569,96 57.465,46 60,24

2 Bantul 1.052,60 8.595,00 9.647,60 10,11

3 Sleman 1.729,46 4.756,11 6.485,57 6,80

4 Kulon Progo 1.037,50 20,759,41 21.796,91 22,85

Hutan di D.I.Y 18.715,06 76.680,48 95.395,54 100,00 Sumber: Analisis data Dishutbun DIY & BPS DIY, 2016 dalam LKPJ Gubernur D.I.Y

Berdasarkan data Tabel 1.3 Luas Hutan di DIY berdasarkan status

dan kewilayahan tahun 2015 bahwa Kabupaten Bantul memiliki hutan

rakyat sebesar 8.595 ha dan luas hutan negara sebesar 1.052,60 ha.

Kecamatan - kecamatan di Kabupaten Bantul saat ini telah dapat bersaing

untuk tetap menjaga kelestarian areal hutan rakyat seperti di Kabupaten

Gunungkidul. Salah satu Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pajangan.

Kecamatan Pajagan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul

yang mampu bersaing melestarikan areal hutan rakyat setelah kecamatan

Dlingo. Kecamatan Pajangan juga memiliki Unit Manajemen Hutan Rakyat

(UMHR) untuk mengelola areal hutan rakyat.

Tabel 1.4 Luas Hutan Rakyat di Kabupaten Bantul Tahun 2010 – Tahun

2013

No. Kecamatan

Luas Hutan

Rakyat (Ha)

th 2010

Luas Hutan

Rakyat (Ha) th

2011

Luas Hutan

Rakyat (Ha) th

2012

Luas Hutan

Rakyat (Ha)

th 2013

1 Sedayu 398 398 398 398

2 Pajangan 2.621 2.621 2.621 2.621

3 Kasihan 272 272 272 272

4 Srandakan 45 45 45 45

5 Pandak 75 75 75 75

6 Sanden 62.5 62.5 63 63

7 Bantul - - - -

8 Sewon - - - -

9 Jetis 18 18 18 18

10 Pundong 350 350 350 350

11 Kretek 115 115 140 140

12 Bambanglipuro 40 40 40 40

Page 7: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

7

No. Kecamatan

Luas Hutan

Rakyat (Ha)

th 2010

Luas Hutan

Rakyat (Ha) th

2011

Luas Hutan

Rakyat (Ha) th

2012

Luas Hutan

Rakyat (Ha)

th 2013

13 Dlingo 1.598 1.598 1.598 1.598

14 Piyungan 415 395 395 395

15 Imogiri 2.180 2.180 2.180 2.180

16 Pleret 375 375 375 375

17 Banguntapan - - - -

Jumlah 8.502 8.482 8.570 8.570 Sumber: Data Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Bantul

Tahun 2010- Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 1.4 Luas Hutan Rakyat di Kabupaten Bantul

Tahun 2010 – Tahun 2013 menunjukkan bahwa Kecamatan Pajangan

mampu bersaing mempertahankan areal hutan rakyat lebih besar dari

Kecamatan Dlingo dan lima belas kecamatan lainnya. Adapun luas areal

hutan rakyat di Kecamatan Pajangan dari tahun 2010 hingga tahun 2013

sebesar 2.621 hektare. Berbeda dengan kecematan lainnya yang mengalami

fluktuasi luas areal hutan rakyatnya, seperti Kecamatan Piyungan luas hutan

rakyat pada tahun 2010 sebesar 415 hektare kemudian mengalami

penurunan pada tahun 2011 sampai tahun 2013 menjadi sebesar 395

hektare. Kecamatan sanden mengalami kenaikan luas hutan rakyat sebesar

0,5 hektare pada tahun 2012 dan tahun 2013 menjadi sebesar 63 hektare.

Tiga unit manajemen hutan rakyat di Kecamatan Pajangan,

Kabupaten Bantul telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan berbasis

masyarakat lestari menurut Pejabat Dinas Pertanian dan Kehutanan

Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Unit Manajemen Hutan

Rakyat (UMHR) tersebut yaitu UMHR Wono Lestari dengan hutan seluas

900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa

Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR Jasema singkatan

dari jati sengon mahoni (jenis pohon) di Desa Terong Kecamatan Dlingo

seluas 500 ha, serta UMHR Wonorejo di Desa Argorejo Kecamatan Sedayu

dengan lahan seluas 250 ha. UMHR Wonorejo yang paling terakhir

(bersertifikasi), sementara yang UMHR Wono Lestari lokasinya lebih dari

satu desa, sehingga yang dibantu tidak kecil luasannya (Nusarinna, 2016).

Lanjutan Tabel 1.4 Luas Hutan Rakyat di Kabupaten Bantul

Page 8: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

8

UMHR Wono Lestari di Kecamatan Pajangan memiliki hutan rakyat

yang telah dikelola oleh UMHR Wono Lestari dan bersertifikat pengelolaan

hutan berbasis masyarakat lestari. (BPS Kecamatan Pajangan dalam Angka

2015). Aspek kelembagaan pengelolaan hutan rakyat di kalangan

masyarakat belum tersebar secara merata di Pulau Jawa. Wilayah yang

memiliki areal hutan rakyat belum tentu mampu berkembang dengan baik

untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya. Pengelolaan individual areal

hutan rakyat memiliki kecenderungan pengelolaan yang disesuaikan dengan

keinginan pemilik areal hutan rakyat, jika pemilik membutuhkan untuk

pemenuhan kebutuhan yang besar bisa menjual areal hutan yang dimiliki

atau menjual kayu hutan rakyat. Terdapat beberapa pola tanam yang dipilih

untuk mengelola areal hutan rakyat. Oleh karena itu menurut Suprapto

(2010), keputusan teknis pengelolaan hutan seperti penanaman,

pemeliharaan dan pemanenan bergantung pada keluarga yang pada

umumnya dengan pertimbangan kondisi ekonomi keluarga. Dalam sistem

hutan rakyat terkenal istilah „„tebang butuh‟‟ dimana kegiatan penebangan

menyangkut pohon mana yang ditebang dan berapa jumlahnya tergantung

pada kebutuhan masing-masing keluarga. Begitu juga dengan pilihan pola

tanam. Pada keluarga yang memiliki lahan pertanian cukup luas atau

memiliki berbagai sumber pendapatan selain menerapkan pola agroforestry

juga memungkinkan penanaman dengan pola monokultur.

Informasi yang diperoleh dari data statistik Kecamatan Pajangan

Tahun 2015 bahwa terdapat topografis yang bukit dan areal hutan rakyatnya

ditanami tanaman keras kehutanan seperti tanaman jati dan mahoni. Pola

tanam pada berbagai tipology hutan rakyat memiliki jenis tanaman yang

beragam pula. Masing-masing jenis tanaman memiliki kemampuan

menyerap karbon yang berbeda-beda. Perhitungan karbon yang diasumsikan

dari 50% emisi karbon, dapat mengetahui jumlah cadangan karbon pada

satu pola agroforestry hutan rakyat di Kecamatan Pajangan.

Petani hutan rakyat akan terbantu dengan informasi pola tanam

sesuai jenis tanaman hutan rakyat serta memperoleh informasi cadangan

Page 9: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

9

karbon yang dapat diserap oleh areal hutan rakyat yang sedang dikelola.

Masyarakat mampu melestarikan lingkungan dan tetap meningkatkan taraf

hidup serta perekonomian dengan memanfaatkan kayu hutan rakyat dan

kemampuan alami penyarapan karbon pada hutan rakyat.

Satelit penginderaan jauh dan sensor-sensor yang bisa memberikan

informasi vegetasi diantaranya TM, SPOT, IRS, IKONOS, ASTER dan

lain-lain. Informasi vegetasi yang bisa didapatkan seperti konsentrasi

klorofil, biomassa, kandungan air, phytoplankton (Radiagita, 2006).

Penelitian ini menggunakan citra SPOT 6 dengan resolusi 5 meter, citra

yang digunakan merupakan hasil mozaik citra SPOT dari tahun 2013 hingga

tahun 2015. Penggunaan citra SPOT 6 dapat memetakan areal hutan, karena

memiliki resolusi spasial yang tinggi dan dapat digunakan untuk pemetaan

hingga skala 1:25.000 sedangkan untuk skala 1:10.000 resolusi spasial

satelit SPOT 6/7 dengan resolusi spasial 1,5 meter.

1.1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan

masalah yang penting untuk penelitian ini adalah:

1. Bagaimana potensi penyerapan emisi karbondioksida areal hutan

rakyat di Kecamatan Pajangan?

2. Berapa cadangan karbon areal hutan rakyat di Kecamatan

Pajangan ?

3. Berapa besar pengaruh pola tanaman terhadap penyerapan emisi

karbondioksida di areal hutan rakyat Kecamatan Pajangan?

4. Bagaimana peta cadangan karbon areal hutan rakyat di

Kecamatan Pajangan?

1.1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Menentukan potensi penyerapan emisi karbondioksida areal

hutan rakyat di Kecamatan Pajangan.

2. Menentukan cadangan karbon areal hutan rakyat di Kecamatan

Pajangan.

Page 10: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

10

3. Menganalisis pengaruh pola tanaman terhadap penyerapan emisi

karbondioksida di areal hutan rakyat Kecamatan Pajangan.

4. Memetakan cadangan karbon areal hutan rakyat di Kecamatan

Pajangan.

1.1.4 Kegunaan Penelitian

Maksud dari kegiatan mengetahui analisis cadangan karbon pada

berbagai tipology hutan rakyat di Kecamatan Pajangan, ini adalah :

1. Mengetahui pemanfaatan data satelit SPOT 6 untuk mengetahui

cadangan karbon hutan rakyat.

2. Dapat memberikan informasi data spasial pemetaan areal hutan

rakyat yang telah bersertifikat dan telah memiliki informasi

cadangan karbon.

3. Membantu kelompok tani agar dapat memperoleh data cadangan

karbon serta menjaga keseimbangan cadangan karbon dari tiap

tipologi hutan rakyat pada masing-masing areal hutan rakyat di

Kecamatan Pajangan.

4. Dapat melengkapi data informasi mengenai jumlah cadangan

karbon hutan rakyat di Balai Pemantapan Kawasan Hutan

Wilayah XI Jawa-Madura (BPKH XI Jawa-Madura).

I.2 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

I.2.1 Telaah Pustaka

1.2.1.1 Penggunaan Lahan

Pengertian penggunaan lahan oleh Arsyad (1989:207 dalam

Anggorowati, Fitri. 2010), “Penggunaan lahan (land use) adalah setiap

bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual”.

Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu

penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.

Kenampakan penggunaan lahan berubah berdasarkan waktu, yakni

keadaan kenampakan penggunaan lahan dapat terjadi secara sistematik dan

Page 11: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

11

non-sistematik. Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena

yang berulang, yakni tipe perubahan penggunaan lahan pada lokasi yang

sama. Kecenderungan perubahan ini dapat ditunjukkan dengan peta

multiwaktu. Fenomena yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu,

sehingga perubahan penggunaan lahan dapat diketahui. Perubahan non-

sistematik terjadi karena kenampakan luasan lahan yang mungkin

bertambah, berkurang, ataupun tetap. Perubahan ini pada umumnya tidak

linear karena kenampakannya berubah-ubah, baik penutup lahan maupun

lokasinya (Murcharke dalam Anggorowati, Fitri. 2010).

1.2.1.2 Pengertian Hutan

Berdasarkan UU No. 41/1999, hutan adalah suatu ekosistem berupa

hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan

dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya

tidak dapat dipisahkan. Hutan merupakan sumber kekayaan alam yang

sangat berperan penting dalam pembangunan aspek kehidupan dan

peradapan manusia. Hutan memiliki berbagai aspek manfaat bagi kehidupan

berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

Manfaat hutan diperoleh bila manfaat dan fungsi hutan terjamin

eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi, yaitu fungsi

ekologi, ekonomi, dan sosial dari hutan akan memberikan peran nyata

apabila pengelolaan sumberdaya hutan seiring dengan upaya pelestarian

guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan (Dephut, 1989).

1.2.1.3 Pengertian Hutan Rakyat

Pengertian hutan rakyat pada dasarnya hutan milik baik secara

perorangan, kelompok, marga maupun badan hukum yang merupakan hutan

buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Hutan rakyat adalah

hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik, baik secara

perorangan maupun kelompok dengan status di luar kawasan hutan Negara.

Biasanya luas minimum adalah 0,25 hektar dengan penutupan tajuk

tanaman kayu, yaitu kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun

pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Menurut Undang- Undang Nomor

41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan hak adalah hutan yang berada pada

Page 12: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

12

tanah yang dibebani hak atas tanah. Dengan demikian hutan hak dapat

disebut sebagai hutan rakyat atau tanaman rakyat (Dephut, 1989)

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan bahwa yang disebut

hutan rakyat mempunyai luas minimal 0,25 Ha atau setara dengan 4 piksel.

Level detil informasi yang digunakan adalah berasal dari citra revolusi

medium (citra landsat) sehingga untuk dapat membentuk satu poligon

terkecil diperlukan luasan minimum 0,27 Ha atau 4 piksel. (Is mugiono,

2009). Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat yang luas

minimal 0,25 Ha, dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan atau jenis

lainnya, lebih dari 50% atau jumlah tanaman pada tahun pertama minimal

500 tanaman tiap Ha (Keputusan Menhut Nomor. 49/Kpts II/ 97 tanggal 20

Januari 1997).Adapun menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999

tentang kehutanan, yang termasuk ke dalam hutan rakyat adalah hutan yang

statusnya berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

Batasan hutan rakyat tersebut diatas adalah batasan yang bersifat

induktif empiris. Artinya jauh sebelum tahun 1999, Undang-Undang

kehutanan, hutan rakyat sudah ada lebih dahulu. Batasan tersebut lebih

mengacu pada isi, luasan dan status hutan, bukan mengacu pada manfaat,

kegunaan bagi rakyat. Ada tiga hal yang mendorong masyarakat

membangun Hutan Rakyat, yaitu : Hutan Rakyat pada umumnya dibangun

pada lahan-lahan yang kritis, yang tidak baik untuk komoditi lain. Kondisi

sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan yang pada umumnya sangat

terbatas atau minim atau pendapatannya dari hasil usaha tani lainnya sangat

terbatas atau minim. Masyarakat setempat membutuhkan hasil hutan (kayu

bakar, kayu perkakas, dan hasil hutan lainnya seperti ketersediaan sumber

air, madu, binatang buruan, untuk pertahanan, komunitas dari serangan

musuh atau binatang buas dan lain-lain) (J. Herman, 2009 dalam Balai

Pemanfaatan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura ).

Pengertian hutan rakyat menurut Simon (2004) adalah hutan yang

dibangun pada lahan milik atau gabungan dari lahan milik yang ditanami

pohon, yang pembinaan dan pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau

Page 13: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

13

suatu badan usaha seperti koperasi dengan berpedoman kepada ketentuan-

ketentuan yang digariskan oleh pemerintah.

1.2.1.4 Penggunaan Lahan Hutan Rakyat

UUPK No.5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan, di

dalam undang-undang tersebut istilah yang digunakan adalah hutan milik,

yaitu lahan milik rakyat yang ditanami dengan pepohonan (Simon, 1998

dalam Arief,Mochamad et al. 2008). Definisi ini sesungguhnya hanyalah

untuk membedakan hutan yang tumbuh di lahan negara dan lahan milik

rakyat. Sedangkan menurut Kamus Kehutanan (1990 dalam

Arief,Mochamad et al. 2008), hutan rakyat adalah :“Lahan milik rakyat atau

milik adat atau ulayat yang secara terus menerus diusahakan untuk usaha

perhutanan yaitu jenis kayu-kayuan, baik tumbuh secara alami maupun

hasil tanaman”.

Tujuan penggunaan lahan hutan rakyat adalah : ( Jaffar, 1993 )

1. Meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak

produktif secara optimal dan lestari.

2. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan

masyarakat.

3. Membantu masyarakat dalam penyediaan kayu dan bangunan

dan bahan baku industri serta kayu bakar.

4. Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan

sekaligus meningkatkan kesejahteraannya.

1.2.1.5 Karakteristik Hutan Rakyat

Beberapa karakteristik hutan rakyat bila ditinjau dari aspek manjemen

hutan yaitu (Awang et. al., 2007):

a. Hutan rakyat berada di tanah milik dengan alasan tertentu, seperti

lahan yang kurang subur, kondisi topografi yang sulit, tenaga

kerja terbatas, kemudahan pemeliharaan, dan faktor resiko

kegagalan yang kecil.

b. Hutan rakyat tidak mengelompok dan tersebar berdasarkan letak

dan luas kepemilikan lahan, serta keragaman pola wanatani pada

berbagai topografi lahan.

Page 14: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

14

c. Pengelolaan hutan rakyat berbasis keluarga yaitu masing-masing

keluarga melakukan pengembangan dan pengaturan secara

terpisah.

d. Pemanenan hutan rakyat berdasarkan sistem tebang butuh,

sehingga konsep kelestarian hasil belum berdasarkan kontinuitas

hasil, yang dapat diperoleh dari perhitungan pemanenan yang

sebanding dengan pertumbuhan (riap) tanaman.

e. Belum terbentuk organisasi yang profesional untuk melakukan

pengelolaan hutan rakyat.

f. Belum ada perencanaan pengelolaan hutan rakyat, sehingga tidak

ada petani hutan rakyat yang berani memberikan jaminan

terhadap kontinuitas pasokan kayu bagi industri.

g. Mekanisme perdagangan kayu rakyat di luar kendali petani hutan

rakyat sebagai produsen, sehingga keuntungan terbesar dari

pengelolaan hutan tidak dirasakan oleh petani hutan rakyat.

Karekter tersebut mengisyaratkan rentannya kelestarian hutan rakyat

akibat adanya peningkatan kebutuhan industri berbasis kehutanan, terutama

bahan baku kayu. Hal ini diperparah dengan menurunnya produktifitas kayu

dari hutan negara yang disebabkan oleh penebangan liar dan kegagalan

pembuatan tanaman. Secara lebih jelas permasalahan yang mengancam

kelestarian hutan rakyat digambarkan dalam pohon permasalahan hutan

rakyat oleh Awang et. al. (2007) seperti pada Gambar 1.1 Pohon

Permasalahan dalam Pengelolaan Hutan.

Page 15: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

15

Sumber: Laporan Kebijakan Hutan Rakyat Pulau Jawa, Balai Pemantapan

Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura, 2009

Gambar 1.1 Pohon Permasalahan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

1.2.1.6 Pertumbuhan hutan tropis mempercepat biomassa

Fungsi hutan tropis ialah memproduksi „karbon sink‟ (zat asam). Ia

menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan menghasilkan karbon. Hutan-

hutan tropis, dengan pertumbuhan yang cepat sebagai tanaman biomassa,

telah membuktikan efisiennya dalam proses pengganti yang lebih awal.

Ketika hutan dibakar, mereka melepas gudang karbon kembali ke dalam

atmosfer, mempercepat menghasilkan karbon dioksida, gas rumah kaca

yang menghasilkan pemanasan global (Wood, 1990:23 dalam Herman.

2008). Oleh karena ini, ilmuwan dunia dan pembuat kebijakan berada di

bagian terdepan untuk mengundang di dalam mengakhiri atas

penghancuran hutan tropis basah. Meskipun, pergantian iklim global hanya

hal salah satu kerusakan hutan yang sangat besar jumlahnya, dikatkan

dengan isu yang berlangsung, merupakan salah satu yang paling banyak

menarik perhatian. Sebaliknya, gas emisi yang menghasilkan karbon

dioksida di negara-negara idustri maju tidak memperhatikan akibat serius

seperti karbon dioksida pada pemanasan global. Negara Indonesia

Page 16: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

16

merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki akibat dampak

buruk pergantian iklim global (Herman, 2008).

1.2.1.7 Pembangunan Hutan Rakyat

Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu bentuk nyata dari

mitigasi perubahan iklim yang sudah dilakukan oleh para petani hutan

rakyat. Hutan rakyat berperan penting untuk mengurani emisi gas rumah

kaca karena hutan dapat menyerap karbon dioksida di udara yang kemudian

disimpan dalam pohon. Namun petani hutan rakyat tidak menyadari betapa

pentingnya hutan rakyat dalam mitigasi perubahan iklim, mereka juga tidak

mengetahui berapa banyak kabon dioksida yang sudah terserap oleh hutan

rakyat mereka (ARuPA, 2014)

1.2.1.8 Hutan rakyat berdasar jenis tanaman

Menurut Lembaga Penelitian IPB (1983) dalam Nur A. 2013, hutan

rakyat dibagi kedalam tiga bentuk menurut jenis tanamannya, yaitu hutan

rakyat monokultur, hutan rakyat polikultur, dan hutan agroforestri.

a. Hutan Rakyat Monokultur

Hutan rakyat monokultur yaitu, hutan rakyat yang hanya terdiri satu

jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau

monokultur. Pola monokultur biasanya dikembangkan oleh petani

yang pendapatan utamanya bukan dari lahan yang ditanami pohon

hutan rakyat. Definisi lain dari monokultur yang dikemukakan Zain,

(2003) (dalam Nur A. 2013) adalah suatu kelompok hutan yang

hanya terdiri atas satu jenis tanaman pohon-pohonan tertentu.

b. Hutan Rakyat Polikultur

Hutan rakyat polikultur yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai

jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.

c. Hutan Rakyat Agroforestri

Hutan rakyat agroforestri yaitu, yang mempunyai bentuk usaha

kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya

seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan

lain-lainnya yang dikembangkan secara terpadu. Pola agroforestri

Page 17: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

17

biasanya dikembangkan petani pada lahannya disamping sebagai

penghasil kayu juga digunakan untuk menghasilkan produk

pertanian untuk memenuhi kebutuhan industri atau kebutuhan makan

ternaknya.

1.2.1.9 Kemampuan Tanaman sebagai Penyerap Emisi Karbon dan

Cadangan Karbon

Kemampuan secara alami yang dimiliki oleh tanaman memiliki peran

penting terkait jumlah emisi dan cadangan karbon dalam kehidupan.

Menurut Hairiah et al (2011), proses penyerapan gas CO2 dari udara dan

penimbunan karbon dalam tubuh tanaman. Proses penyerapan gas hidup

dinamakan proses sekuestrasi. Dengan demikian mengukur jumlah karbon

yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup dalam suatu lahan banyaknya

CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Semakin banyak dan semakin

lama karbon disimpan dalam tanaman maka sekuestrasi karbon akan

semakin besar. Sedangkan jumlah karbon yang hilang dari lahan kita karena

panen dan pembakaran dihitung sebagai misi. Keberadaan pohon besar

dalam suatu lahan dapat mempertahankan jumlah karbon yang disimpan,

namun demikian keradaan pohon yang berukuran kecil sampai sedang akan

membantu menyerap CO2 di atmosfir dan menjadi penyerap karbon dimasa

depan.

Kemamampuan tanaman secara alami tersebut dapat digambarkan pada

siklus karbon yang dapat dilihat pada Gambar 1.2 Siklus Karbon di Udara,

dalam Tanaman dan di dalam Tanah (Hairiah et al, 2011).

Page 18: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

18

Gambar 1.2 Siklus Karbon di Udara, dalam Tanaman dan di dalam Tanah

(Hairiah et al, 2011)

1.2.1.10Biomassa Total

Biomassa suatu tanaman di atas permukaan tanah dapat dilakukan

pengukuran dengan dua metode, yaitu metode non-destructive dan

destructive. Penelitian ini menggunakan metode destructive, yaitu metode

pengukuran biomassa total pada jenis tanaman yang telah diukur sudah

diketahui rumus allometrik. Rumus allometrik yang dimaksud adalah

penggunaan rumus yang telah digunakan pada pengukuran peneliti

sebelumnya. Biomassa total tanaman dapat memberikan dugaan sumber

karbon, karena 50% biomassa adalah karbon.

1.2.1.11Cadangan Karbon

Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan, baik di atas

permukaan tanah dan di dalam tanah. Hutan memiliki peran penting sebagai

penyerap karbon yang disimpan pada organ-organ tanaman. Tanaman dapat

menyimpannya sebagai biomassa tanaman (biomassa vegetasi). Cadangan

Page 19: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

19

karbon suatu tanaman dipengaruhi oleh cadangan karbon di atas tanah

(biomassa tanaman). Menurut Hairiah et al (2011) cadangan karbon

disimpan dalam tiga komponen pokok, yaitu biomassa, nekromassa dan

bahan organik tanah. Berdasarkan keberadaannya dibagi menjadi dua

kelompok yaitu di atas permukaan tanah dan di dalam tanah.

1.2.1.12Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh (Remote Sensing) merupakan ilmu dan seni untuk

memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan cara

menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat, tanpa kontak

langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan

Kiefer dalam Sutanto, 1999). Komponen yang ada pada sistem

penginderaan jauh diantaranya yaitu sumber tenaga (aktif dan pasif),

panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, interaksi panjang

gelombang dengan obyek, obyek itu sendiri, atmosfer dan sensor satelit.

Setiap obyek di permukaan bumi akan memberikan reaksi yang

berbeda-beda terhadap sumber tenaga dalam salah satu komponen

penginderaan jauh. Ada obyek yang menyerap (absorption), memantulkan

(reflection) dan meneruskan (transmition) tenaga-tenaga tersebut. Sifat-sifat

obyek/interaksi terhadap gelombang elektromagnetik tersebutlah yang

ditangkap oleh sensor satelit penginderaan jauh untuk bisa dimanfaatkan

dalam berbagai bidang (Jatmiko dalam Diah, 2014).

Penggunaan kamera yang dipasang pada pesawat tanpa awak dalam

bidang penginderaan jauh telah banyak digunakan menjadi salah satu

alternatif dan kreatifitas yang digunakan untuk memudahkan pemotretan

objek lebih detail dan menghemat biaya serta waktu dibandingkan

penggunaan satelit.

Pengguna Unnamed Air Vehicle (UAV) pada bidang pemetaan atau

penginderaan jauh yang sering disebut dengan foto udara. Pesawat tanpa

awak dalam bidang foto udara telah terpasang kamera untuk memotret objek

yang berada pada jalur terbang pesawat tersebut. Berdasarkan arah sumbu

kamera, foto udara dibagi menjadi foto udara vertikal dan condong.

Page 20: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

20

1.2.1.13SIG dan PJ untuk kehutanan

Potensi karbon hutan dapat juga ditaksir dengan menggunakan

instrumen penginderaan jauh (citra satelit), walaupun tidak ada satupun citra

penginderaan jauh yang dapat mengukur potensi karbon hutan secara

langsung, sehingga tetap memerlukan pengecekan atau pengukuran di

lapangan (Rosenqvist et al 2003a, Drake et al 2003 dalam Heru Santoso,

2008). Dengan adanya suatu pendekatan sampling bisa digunakan untuk

menaksir potensi karbon hutan pada seluruh areal. Pada bidang kehutanan,

SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk

memecahkan permasalahan keruangan, mulai dari tahap perencanaan,

pengelolaan sampai dengan pengawasan (Jaya dalam Heru, 2008).

1.2.1.14 Citra satelit SPOT 6 dalam monitoring hutan

Citra satelit SPOT mengikuti perkembangan teknologi, dapat

digunakan untuk monitoring hutan. Resolusi spasial 5 meter pada citra

satelit SPOT 6, mampu mengamati areal vegetasi lebih baik dibandingkan

citra resolusi menengah seperti Landsat resolusi 30 meter. Pengamatan

vegetasi tetap harus membutuhkan survei lapangan, supaya menilai tingkat

keakuratan vegetasi. Hal ini dikarenakan walaupun memiliki keunggulan

tetapi pengamatan vegetasi khususnya untuk menunjukkan besar cadangan

karbon, data vegetasi pada citra satelit hanya menunjukkan pemrosesan

secara pengolahan spasial. Perolehan data parameter untuk perhitungan

karbon tetap diperlukan kegiatan survei.

SPOT singkatan dari Systeme Pour I.Observation de la Terre.

SPOT-1 diluncurkan pada tahun 1986. SPOT dimiliki oleh konsorsium yang

terdiri dari Pemerintah Prancis, Swedia dan Belgia. SPOT pertama kali

beroperasi dengan pushbroom sensor CCD dengan kemampuan off-track

viewing di ruang angkasa. Saat itu, resolusi spasial 10 meter untuk

pankromatik dan 20 meter daerah tampak (visible). Pada Maret 1998 sebuah

kemajuan signifikan SPOT-4 diluncurkan: sensor HRVIR mempunyai 4 di

samping 3 band dan instumen VEGETATION ditambahkan.

VEGETATION didesain untuk hampir tiap hari dan akurat untuk

memonitor bumi secara global (Nana Suwargana, 2013). SPOT 4

Page 21: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

21

diluncurkan pada 24 Maret 1998. Memiliki kemajuan yang cukup besar dari

satelit sebelumnya (SPOT1, 2, dan 3). Perubahan yang utama adalah

modifikasi dari HRV (High Resolution Visible) menjadi High Resolution

Visible and Infrared Instrument (HRVIR). Kemampuan tambahan yang

dimiliki dalam mendeteksi gelombang tengah inframerah adalah digunakan

untuk keperluan survei geologi, survei vegetasi dan survei tutupan salju.

SPOT 5 diluncurkan pada 4 Mei 2002 dengan kemampuan resolusi tinggi

yang berkisar pada level 2,5 meter, 5 meter, dan 10 meter (Fatma, 2014).

Penyajian data berupa tabel karakteristik citra satelit SPOT 6,

sebagai berikut:

Tabel 1.5 Karakteristik citra Satelit SPOT 6

No. Karakteristik Keterangan

1 Tanggal Peluncuran

9 September tahun 2012 bersamaan dengan

SPOT-7

2 Resolusi Spasial Pada Nadir dan

Jangkauan Spektral

1.5m GSD pada nadir (450 – 745 nm ); 5m

GSD pada nadir (Biru (455 – 525nm), Hijau

(530 – 590nm), Merah (625 – 695nm), IR dekat

(760 – 890nm))

3 Lebar Sapuan 60 km pada nadir

4 Pencitraan Off-Nadir

30 derajat (standar) - 40 derajat (extended);

Gyroscop dapat merekam berbagai arah sesuai

permintaan

5 Jangkauan Dinamik 12 bit per piksel

6 Masa Aktif Satelit ±10 tahun

7 Waktu Pengulangan 1-3 hari bersamaan dengan SPOT-7

8 Ketinggian Orbit 694 km

9 Waktu Lintasan Equatorial 10:00 A.M descending mode

10 Luas Pemesanan Arsip min.250 sq.km, Tasking min.100 sq.km,

Lebar area min.5km di setiap sisi

11 Tingkat Akurasi 35m CE 90 tanpa GCP (dengan sudut

perekaman 30 d

12 Penggunaan

Penggunaan lahan, perencanaan wilayah,

pemetaan, sumberdaya alam, pertambangan dan

eksplorasi, minyak dan gas, pertanian

13 skala pemetaan

akurasi lokasi yang lebih baik dari 10 meter

(CE90) dan resolusi 1,5 meter, SPOT 6 dan

SPOT 7 adalah solusi ideal untuk nasional 1:25

000 seri peta

Page 22: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

22

14 Keunggulan

memiliki 4 fitur CMG (Control Moment

Gyroscope) pada sistem kontrol, sehingga

mampu melakukan manuver lebih cepat

dibanding satelit sebelumnya Sumber: Data Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara tahun 2015, LAPAN

1.2.1.15 Software ENVI 5.x

ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu

image processing sistem yang revolusioner yang dibuat oleh Research

System, Inc (RSI). Dari permulaannya ENVI dirancang untuk kebutuhan

yang banyak dan spesifik di mereka yang secara teratur menggunakan data

penginderaan jauh dari satelit dan pesawat terbang. ENVI menyediakan data

visualisasi yang menyuluruh dan analisa untuk citra dalam berbagai ukuran

dan npe, semuanya dalam suatu lingkungan yang mudah dioperasikan dan

inovatif untuk digunakan (Diah F, 2015).

Penggunaan ENVI dalam penelitian ini, terdapat pemrosesan

pengolahan citra satelit menjadi hitam putih proses NDVI (Normalized

Difference Vegetation Index), masking citra dan pengklasifikasian citra hasil

NDVI. Pemilhan klasifikasi citra secara supervised mampu mempermudah

proses pembagian kerapatan vegetasi. Tiga kelas kerapatan yaitu rendah,

sedang, dan tinggi. Penggunaan ENVI menjadi pilihan karena sering

digunakan pada penelitian yang berkaitan dengan pengolahan data hutan

khususnya pemrosesan NDVI.

1.2.1.16 Klasifikasi Citra

Klasifikasi citra penginderaan jauh (inderaja) bertujuan untuk

menghasilkan peta tematik, dimana tiap warna mewakili sebuah objek,

misalkan hutan laut, sungai, sawah dan lain-lain (Agus zainal Anggorowati,

Fitri. 2010). Klasifikasi citra digital merupakan proses pengelompokan

piksel ke dalam kelas-kelas tertentu. Hal ini sesuai dengan asumsi yang

digunakan dalam klasifikasi multispektral ialah bahwa setiap objek dapat

dibedakan dari yang lainnya berdasarkan nilai spektralnya (Projo

Danoedoro dalam Anggorowati, Fitri. 2010). Pada umumnya klasifikasi

citra digital yang digunakan adalah klasifikasi supervised. Menurut Projo

Lanjutan Tabel 1.5 Karakteristik Citra SPOT 6

Page 23: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

23

Danoedoro dalam Anggorowati, Fitri (2010) adalah klasifikasi supervised

ini melibatkan interaksi analisis secara intensif, dimana analis meuntun

proses klasifikasi dengan identifikasi objek pada citra (training area)

(Ike,2011).

1.2.1.17 Interpretasi Citra

Interpretasi citra pada dasarnya terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu

1) penyadapan data dari citra dan 2) penggunaan data tersebut untuk tujuan

tertentu. Penyadapan data dari citra berupa pengenalan objek yang

tergambar pada citra serta penyajiannya ke tabel, grafik, dan peta tematik.

Urutan pekerjaannya dimulai dari menguraikan atau memisahkan objek

yang rona atau warnanya berbeda, diikuti oleh delineasi atau penarikan garis

batas bagi objek yang memiliki rona atau warna sama. Objek yang telah

dikenali jenisnya kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tujuan

interpretasi dan digambarkan pada peta (Sutanto, 1999).

Interpretasi visual yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan sistem Klasifikasi Penutup Lahan (23 klas) yang digunakan

dalam juknis penafsiran Balai Pemantapan Kawasan Hutan Jawa Madura

Wilayah XI. Lihat pada tabel 1.5 Sistem Klasifikasi Penutup Lahan (23

klas):

Tabel 1.6 Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan (23 klas)

No Kode Klasifikasi

1 Hp/2001 Hutan Lahan Kering Primer

2 Hs/2002 Hutan Lahan Kering Sekunder

3 Hrp/2005 Hutan Rawa Primer

4 Hrs/20051 Hutan Rawa Sekunder

5 Hmp/2004 Hutan Mangrove Primer

6 Hms/20041 Hutan Mangrove Sekunder

7 Ht/2006 Hutan Tanaman

8 Pk/2010 Perkebunan

9 B/2007 Semak Belukar

10 Br/20071 Semak Belukar Rawa

11 S/3000 Savanna / Padang rumput

12 Pt/20091 Pertanian Lahan Kering

Page 24: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

24

No Kode Klasifikasi

13 Pc/20092 Pertanian Lahan Kering Campur Semak

14 Sw/20093 Sawah

15 Tm/20094 Tambak

16 Pm/2012 Permukiman

17 Tr/20122 Transmigrasi

18 T/2014 Lahan Terbuka

19 Tb/20141 Pertambangan

20 A/5001 Tubuh Air

21 Rw/50011 Rawa

22 Aw/2500 Awan

23 Bdr/Plb/20121 Bandara / Pelabuhan Sumber : juknis penafsiran dengan Arcgis, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Jawa Madura Wilayah XI.

1.2.1.18 Klasifikasi Terselia (supervised classification)

Pendekatan yang diterapkan dalam klasifikasi terselia, pertama-tama

obyek dipilih menurut tujuan studi, informasi dari pengetahuan yang

dimiliki untuk daerah tersebut. Pengetahuan tentang obyek-obyek yang

terdapat dalam citra sangat bermanfaat untuk mempelajari obyek di daerah

tersebut dengan menggunakan teknik penjamanan dan analisis kluster.

Hasilnya dapat digunakan untuk menetapkan ulang kelas-kelas yang dipilih.

Penetapan kelas spektral yang memuaskan, termasuk uji histogram untuk

setiap kelas, menunjukkan bahwa kelas-kelas tersebut telah siap untuk

diproses dalam langkah selanjutnya yakni klasifikasi (Howard, 1996).

1.2.1.19 Transformasi NDVI

Penelitian ini menggunakan transformasi indeks vegetasi yaitu

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) (Rouse et al dalam Prima

2012), dengan rumus :

(

)

NDVI mempunyai nilai berkisar antara -1 hingga +1 (Danoedoro

dalam Prima 2012)

Pembedaan kerapatan hutan rakyat dengan menggunakan analisis

indeks vegetasi (Normalized Difference Vegetation Index/NDVI) (Balai

Lanjutan Tabel 1.6 Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan (23 klas)

Page 25: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

25

Pemantapan Kawasan Hutan dalam Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat

di Pulau Jawa tahun 1990-2008). Secara umum rumus NDVI yang

diterapkan adalah sebagai berikut :

NDVI = (NP inframerah – NP merah) / (NP inframerah dekat + NP merah)

`

Hasil dari proses NDVI merupakan citra dengan range -1 sampai

dengan +1. Nilai antara -1 sampai dengan 0 selanjutnya dapat di-elimnir

karena rentang nilai ini sesuai teori merupakan rentang nilai areal tak

bervegtasi atau penonjolan informasi areal terbuka (tanah terbuka).

Klasifikasi selanjutnya lebih difokuskan untuk rentang nilai 0 – 1. Kelas

klasifikasi yang dibangun dilakukan dengan melakukan deteksi ulang

kawasan berair untuk dihilangkan sehingga diperoleh citra dengan rentang

0,n – 1 dimana merupakan rentang nilai tanpa kawasan berair yang

kemudian dikelaskan dengan kelas equal interval.

Adapun kelas yang digunakan untuk analisis kerapatan dapat

disajikan pada Tabel 1.6 Kelas Kerapatan dan Nilai NDVI untuk Analisis

Kerapatan. Strata kerapatan yang digunakan terdiri dari kerapatan vegetasi

rendah, sedang dan tinggi. Masing-masing strata kerapatan menyajikan

informasi tipe hutan rakyat yang berbeda-beda. Tipe hutan rakyat alami atau

alas maksud dalam tipe strata kerapatan tinggi yaitu penggunaan lahan

hanya digunakan ditanami tanaman hutan rakyat.

Tabel 1.7 Kelas Kerapatan dan Nilai NDVI untuk Analisis Kerapatan

Kelas

Kerapatan Nilai NDVI

Nilai NDVI dikonversi

ke integer Keterangan

Rendah 0,0 - 0,35 128-163

Hutan rakyat

bercampur dengan

permukiman

Sedang 0,36 - 0,6 164-210

Hutan rakyat

bercampur dengan

tegalan/pertanian dan

permukiman

Page 26: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

26

Kelas

Kerapatan Nilai NDVI

Nilai NDVI dikonversi

ke integer Keterangan

Tinggi >0,6 211-255 Hutan rakyat murni

tipe alas (full tress)

Sumber : Laporan Hutan Rakyat BPKH wilayah XI Jawa dan Madura, 2009

1.2.2 Penelitian Sebelumnya

1.2.2.1 Deskripsi Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berikaitan dengan karbon telah banyak

dilakukan. Obyek karbon dapat diteliti untuk berbagai kepentingan,

salah satunya untuk lingkungan hidup. Penelitiam yang berkaitan

dengan karbon diantaranya pernah dilakukan oleh Erwin (2013),

untuk mengetahui potensi cadangan karbon permukaan pada masing-

masing jenis pola tanam pohon jati monokultur, agroforestry dan

hutan rakyat campuran. Penelitian dilakukan di lokasi Desa Labuaja,

Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros. Penelitian yang berlangsung

dari bulan Februari sampai bulan Maret tahun 203, menggunakan

metode non destructive sampling.

Pengambilan data yang dibutuhkan dalam penelitian Erwin

(2013), menggunakan teknik survei lapangan sehingga data yang

digunakan sebagai data primer. Data diameter pohon digunakan

untuk pengukuran biomassa dengan design plot 20 x 20 meter.

Pembuatan plot tersebut menggunakan metode purposive sampling

berdasarkan pertimbangan tingkat kerapatan (rapat, sedang dan

jarang) pada beberapa jenis pola tanam. Pengambilan data seresah

dan tumbuhan bawah menggunakan sub plot ukuran 1 m x 1 m yang

berada dalam design plot 20m x 20m. Kemudian data hasil

pengukuran biomassa akan dibawa ke laboratorium untuk dioven,

dilakukan pengukuran kadar air hingga mengkonversi berat bersih ke

berat kering. Jika proses tersebut sudah selesai dilakukan ke tahap

akhir yaitu menghitung cadangan karbon menggunakan persamaan

allometrik yang sudah ada.

Lanjutan Tabel 1.7 Kelas Kerapatan ..

Page 27: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

27

Penelitian Erwin (2013) menunjukkan bahwa pola tanam

memiliki pengaruh terhadap potensi dan cadangan karbon di hutan

rakyat. Potensi biomassa dan cadangan karbon di hutan rakyat pada

pola tanam agroforestry merupakan paling tinggi dibandingkan pola

tanam campuran dan monokultur sebagai berikut : potensi karbon

(104,41 ; 103,02 ; 74,34 ton/ha), dan cadangan karbon (49,07 ; 48,42

; 34,94 ton/ha).

Penelitian lainnya yang sejenis diantaranya, dilakukan oleh

Ris Hadi dkk (2012) yaitu potensi biomassa dan simpanan karbon

jenis-jenis tanaman berkayu di hutan rakyat. Lokasi penelitian di

Desa Nglanggeran, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jenis-jenis tanaman berkayu penyusun hutan rakyat yang digunakan

pada penelitian ini adalah jenis tanaman mahoni, sonokeling, jati,

sengon dan akasia. Lokasi hutan rakyat di daerah penelitian

memanfaatkan lahan yang telah disesuaikan dengan jarak lokasi

hutan rakyat dengan tempat tinggalnya, yakni pekarangan, tegalan

dan alas.

Ris Hadi dkk (2012) menentukan cara pengumpulan data

dengan cara survei. Pemilihan responden digunakan untuk

memperoleh data lahan milik petani sampel dan potensi kayu (sensus

untuk fase tiang dan pohon). Batas administrasi terkecil wilayah desa

atau dusun menjadi unit pencatatan, pengambilan data juga

dilakukan sevara acak atau random untuk menghindari unsur

subjectivitas peneliti. Peroleh data lainnya seperti luas areal, jenis

tanaman berkayu tingkat tiang, pohon hingga diameter batang

setinggi dada serta tinggi diperoleh di lapangan.

Analisis yang digunakan ada dua yaitu analisis kandungan

biomassa dan analisis kandungan karbon. Analisis biomassa untuk

menghitung seluruh organ tanaman hiduo yang berada di atas

permukaan tanah seperti organ batang, cabang atau ranting dan daun.

Pengukuran organ tanaman disebut juga pengukuran biomassa

pohon. Analisis kandungan karbon pada penelitian ini melakukan

Page 28: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

28

perhitungan berdasarkan tiap jenis tanaman di hutan rakyat

menggunakan rumus allometrik yang diacu dari author yang

menggunakan pada penelitian sebelumnya.

Menurut Ris dkk (2012), hasil dari inventarisasi menunjukkan

terdapat 25 jenis berkayu yang dikembangkan oleh masyarakat

petani yang terdiri dari jenis tanaman mahoni (41,70 %), akasia

(23.23 %), sonokeling (15,33 %), jati (5,56 %), semgom (1,87 %)

dan jenis lain (12,32 %). Perhitungan stock karbon di hutan rakyat

tergolong stock rendah yaitu sebesar 19,053 ton C/ha, hal ini karena

perhitungan stock karbon hanya terfokus pada pertmbuhan berkayu

yang memiliki diameter batang di atas atau sama dengan 10 cm,

sedangkan untuk sumber karbon lainnya tidak dihitung maka

hasilnya akan tetap under estimated.

Penelitian lainnya yang pernah dilakukan oleh Ahadiati

(2015), untuk mengetahui pendugaan, kandungan biomassa dan

karbon hutan tanaman jati hutan rakyat dalam mengabsorbsi

karbondioksida. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kare,

Kecamatan Kare, Madiun. Kemampuan satu pohon dalam

mengarbosrsi dapat diamati dari beberapa organ (parameter) yaitu

akar, batang, cabang dan daun. Teknik pengambilan sampel yang

dilakukan adalah survei lapangan untuk mendapatkan data primer,

dimana sampel pohon ditebang selanjutnya di bawa ke laboratorium,

kemudian dilakukan pengukuran pada masing-masing organ

(parameter) . untuk mengetahui biomassa batang, biomassa cabang

(dahan dan ranting pohon). Hasil dari laboratorium akan digunakan

pada pembuatan persamaan allometrik pada masing-masing organ

(parameter). Selain data tersebut, terdapat data primer yang dipeoleh

yaitu: volume pohon berdiri, luas bidang dasar, diameter pohon

(Dbh), dan tinggi pohon.

Penggunaan rumus allometrik digunakan oleh Ahadiati

(2015) untuk mengetahui bentuk model hubungan antara Dbh

dengan potensi biomassa dari masing-masing organ (parameter).

Page 29: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

29

Ahadiati (2015) membuat model hubungan antara Dbh dengan

potensi biomassa komponen pohon dan Dbh dengan total potensi

biomassa pohon. Dbh yang digunakan sebagai variabel pembuka

(dependent). Hubungan korelasi dapat diperjelas menggunakan garis

regresi dengan data hasil pengukuran untuk total biomassa terhadap

diameter setinggi dada (Dbh) menggunakan SPSS. Gambaran visual

hasil pengolahan data menggunakan SPSS berupa bentuk grafik atau

diagram pencar (scatter plot) pada Gambar 1.3 Grafik Hubungan

Dbh dengan Total Potensi Biomassa. Biomassa yang dimaksud

adalah biomassa total organ-organ pohon (cabang, batang, daun) dan

Dbh yang terkait adalah untuk menentukan karakteristik pohon

seperti volume kayu.

Gambar 1.3 Grafik Hubungan Dbh dengan Total Potensi Biomassa

Menurut penelitian Ahadiati (2015), estimasi potensi

penyerapan karbondioksida tanaman jati hutan rakyat Desa Kare

memiliki potensi yang besar, serta sangat dipengaruhi oleh

kemampuan daun menyerap karbondioksidan di dalam proses

fotosintesis. Hasil yang diperoleh yaitu kandungan C pohon 131,31

Kg, potensi penyerapan karbondioksida sebesar 3,67 dengan potensi

penyerapan karbondioksida sekitar 11.656 ton. Hasil angka potensi

tersebut apabila dikonversikan ke jumlah tanaman sebanyak 24

pohon.

Page 30: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

30

Penelitian lainnya dilakukan oleh Evi (2012) dengan tujuan

penelitian adalah menganalisis secara ex ante terhadap besarnya

peluang partisipasi petani dalam suatu proyek hutan rakyat setidaknya

dapat mengurangi kegagalan proyek. Penelitian tersebut dilakukan di

Desa Tempurejo, Kabupaten Wonosobo menggunakan data survei

ebanyak 117 orang petani hutan rakyat. Besarnya tingkat partisipasi

petani berpengaruh besar untuk hasil yang dicapai pada penelitian ini,

karena dapat menunjukkan tingkat kegagalan dan keberhasilan program

yang akan dilaksanakan pemerintah kepada masyarakat desa pada

umunya dan petani hutan rakyat pada khususnya.

Analisis yang digunakan adalah analisis ex ante partisipasi

dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: umur,

penguasaan lahan dan pekerjaan. Metode penelitian menggunakan data

hasil survei yang dilakukan oada bulan Juni Tahun 2010 terhadap 117

orang petani hutan rakyat. Pengambilan sampel dilakukan dengan

metode acak sederhana (simple random sampling method).

Hutan rakyat menurut Evi (2010) umumnya diusahakan dengan

pola campuran (polyculture) dan menggunakan sistim wanatani

(agroforestry). Petani biasanya memanen tanaman kayu ketika

umumnya telah mencapai 5 tahun atau lebih setelah itu ditebang. Hasil

survei menunjukkan bahwa terdapat 3 sistim penebangan kayu hutan

rakyat yaitu sistim tebang habis, sistim tebang pilih dan sistim tebang

butuh. Sebagian besar petani di daerah penelitian menerapkan sistim

tebang butuh (73%), sementara sisanya menerapkan sistim tebang pilih

(15%) dan sistim tebang habis (12%). Pada sistim yang digunakan

memiliki kriteria yang berbeda-beda, antara lain: sistim tebang butuh

dari kriteria kebutuhan keuangan (ekonomi), sistim tebang pilih dari

kriteria umur dan volume kayu (diameter dan tinggi pohon).

Hasil dari penelitian Evi (2010) mengenai partisipasi petani

hutan rakyat yaitu menunjukkan bahwa dari 117 petani hutan rakyat

yang menjadi responden, 97 orang menyatakan bersedia berpatisipasi

dan sisanya menolak berpatisipasi dalam proyek hutan rakyat untuk

mitigasi perubahan iklim. Perbandingan antara karakteristik petani yang

Page 31: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

31

tidak berpatisipasi dikarenakan pertimbangan dari faktor ekonomi,

karena apabila dalam proyek tersebut belum ada konpensasi yang pasti

untuk mejamin kehidupan sehari –hari dan stabilitas ekonomi rumah

tangga maka kemungkinan besar akan enggan berpatisipasi. Hasil

analisis berdasarkan variabel umur, jumlah anggota keluarga

pendidikan, dan pengalaman usaha hutan rakyat yaitu bahwa

peningkatan umur petani akan cenderung meningkatkan peluang untuk

berpartisipasi sama dengan variabel pendidikan yang akan

meningkatkan tingkat partisipasi petani, tetapi perlu dipertimbangkan

lebih teliti, rerata umur petani responden lebih dari 40 tahun maka

peningkatan pendidikan melalui pendidikan formal barangkali bukanlah

kebijakan yang tepat, sebaiknya lebih banyak dilakukan penyuluhan

yang dapat diterima baik dan mudah dipahami untuk di realisasikan

oleh petani hutan rakyat serta masyarakat desa pada umunya.

Penelitian lainnya pernah dilakukan oleh Athar (2016),

pendugaan cadangan karbon di atas permukaan pada hutan rakyat

dengan memanfaatkan data synthetic aperture radar sentinel-1.

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. Metode yang

digunakan adalah metode survei dengan teknik purposive sampling

untuk melengkapi data penginderaan jauh terkait biomassa dan

cadangan karbon. Perhitungan biomassa dan cadangan karbon akan

diolah lebih lanjut menggunakan persamaan allometrik. Pemilihan

analisis yang digunakan adalah analisis statistic untuk memperoleh

persamaan pendugaan cadangan karbon berdasarkan data SAR dan

data lapangan. Penyajian data hasil penelitian menggunakan Sistem

Informasi Geografi (SIG) untuk menyajikan data secara spasial serta

memberikan informasi jumlah cadangan karbon di atas permukaan

tanah.

Penelitian Athar (2016), menunjukkan bahwa nilai hamburan

balik data SAR (Synthetic Aperture Radar) Sentinel-1 polarisasi VV

dan VH dengan nilai cadangan karbon di atas permukaan pada hutan

rakyat memiliki hubungan yang signifikan dan berbanding terbalik,

sehingga semakin tinggi nilai backscatter semakin rendah nilai

Page 32: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

32

cadangan karbon di atas permukaan pada hutan rakyat hasil pendugaan.

Adapun keeratan hubungan nilai hamburan balik polarisasi VH lebih

tinggi dibanding backscatter polarisasi VV. Citra SAR Sentinel-1 dapat

dimanfaatkan untuk menduga agihan cadangan karbon di atas

permukaan pada hutan rakyat Kabupaten Sukoharjo dengan cara

menggunakan persamaan regresi linear sederhana Y = -493,268 + -

61,499 X berdasarkan nilai backscatter polarisasi VH dengan nilai

RMSE yang lebih kecil dibanding berdasarkan nilai backscatter

polarisasi VV ataupun rasio (VV/VH). Hasil jumlah cadangan karbon

di atas permukaan hasil estimasi yang diperoleh dari penelitiannya yaitu

sebesar 228.456,36 Ton pada 7.738,287 Ha hutan rakyat.

Tabel 1.7 menyajikan ringkasan dari 4 penelitian sebelumnya

dengan penelitian ini sehingga dapat dilihat persamaan dan

perbedaannya. Secara umum persamaan pada masing-masing peneliti

menggunakan persamaan allometrik untuk menurunkan informasi

biomassa dan cadangan karbon, dan obyek tanaman yang menjadi

penelitian yaitu hutan rakyat. Perbedaan pada masing-masing penelitian

adalah penggunaan analisis yang digunakan untuk memperkuat hasil

penelitian dan teknik survei yang digunakan untuk melengkapi

informasi data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan masing-masing

peneliti, karena data-data yang dibutuhkan selain data biomassa dan

cadangan karbon terdapat data yang terkait lainnya seperti penelitian

Athar (2016) menggunakan data SAR (Synthetic Aperture Radar),

penelitian Erwin (2013) menggunakan data jenis pola tanam.

Page 33: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

33

1.8 Tabel Ringkasan Penelitian Sebelumnya

Nama

Penelitian

Judul

Penelitian

Tujuan

Penelitian

Metode

Penelitian

Hasil

Penelitian

RIS Hadi

Purwanto,

Rohman,

Ahmad

Maryudi, Teguh,

Dwiko,Makmun

(2012)

Potensi

biomassa dan

simpanan

karbon jenis-

jenis tanaman

berkayu di

hutan rakyat

Desa

Nglanggeran,

Gunungkidul,

Daerah

Istimewa

Yogyakarta

Untuk

mengetahui jenis-

jenis tanaman

Berkayu,

karakteristik

pertumbuhan

tanaman berkayu

dan kandungan

biomasa dan

Karbon hutan

rakyat.

Penelitian ini

menggunakan

metode survei

secara random

untuk

menghindari

unsur

subjektivitas dari

peneliti. metode

allometrik dalam

penentuan

biomasa pohon,

perhitungan

karbon

menerapkan

menggunakan

angka asumsi

50%

untuk menaksir

kandungan

karbon dari berat

biomasanya.

Menunjukkan

ada 25 jenis

tanaman

berkayu yang

ditanam,

jumlah pohon

terdapat 162

pohon per

hektar, dan

hasil simpanan

biomassa,

cadangan

karbon di hutan

rakyat Desa

Ngalanggeran.

Erwin Eka

Saputra (2013)

Potensi

Cadangan

Karbon

Permukaan

Pada Berbagai

Jenis Pola

Tanam di

Hutan Rakyat

Desa Labuaja

Kecamatan

Cenrana

Kabupaten

Maros

Mengetahui

potensi cadangan

karbon

permukaan pada

masing jenis pola

tanam pada jati

monokultur,

agroforestry dan

hutan rakyat

campuran

Penelitian

menggunakan

metode survei dan

metode non

destructive

sampling (tidak

melakukan

penebangan).

Perhitungan

pendugaan

biomassa total

pohon di atas

permukaan tanah

dilakukan dengan

menggunakan

persamaan

allometrik.

Menunjukan

bahwa pola

tanam

berpengaruh

terhadap

potensi dan

cadangan

karbon di

Hutan Rakyat

Desa Labuaja,

Potensi

biomassa dan

cadangan

karbon pada

Hutan Rakyat

pada pola

agroforestry

lebih tinggi

dibandingkan

dengan pola

campuran dan

monokultur.

Page 34: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

34

Ahadiati

Rohmatiah

(2015)

Pendugaan,

Biomassa Dan

Karbon

Tanaman Jati

Hutan Rakyat

Dalam

Mengabsorsi

Karbondioksida

(CO2) Desa

Kare

Kecamatan

Kare

Kabupaten

Madiun

Untuk

mengetahui

volume pohon,

potensi biomassa,

mengetahui

kemampuan hutan

sebagai penyerap

atau

mengabsorbsi

karbondioksida,

serta menentukan

persamaan

alometri biomassa

dan karbon.

Melakukan

survei

pengukuran

lapanan dan

pengukuran

biomassa dengan

metode

pengukuran tidak

langsung dengan

metode konversi

biomassa.

Menunjukkan

potensi

penyerapan

CO2 tanaman

jati hutan

rakyat Desa

Kare

Kecamatan

Kare

Kabupaten

Madiun, Data

hasil hubungan

biomassa dan

kandungan

Karbon dengan

diameter

setinggi dada

(Dbh).

Athar

Abdurrahman

Bayanuddin

(2016)

Pendugaan

cadangan

karbon di atas

permukaan

pada hutan

rakyat dengan

memanfaatkan

data synthetic

aperture radar

sentinel-1

(studi kasus di

kabupaten

sukoharjo)

mengetahui

cadangan karbon

di atas permukaan

pada hutan rakyat

di Kabupaten

Sukoharjo

Metode yang

digunakan dalam

penelitian ini

adalah metode

survei dengan

teknik purposive

sampling,

perhitungan

biomassa dan

cadangan karbon

menggunakan

persamaan

alometrik.

cadangan

karbon

diperoleh dari

data SAR

Sentinel-1

menggunakan

polarisasi VH

dengan

persamaan

regresi linear

sederhana

terpilih (R2=

0,375;

RMSE=101,16

48) yaitu Y = -

493,268 + -

61,499 X; 3).

Jumlah

cadangan

karbon di atas

permukaan di

Kabupaten

Sukoharjo yaitu

sebesar

228.456,36 Ton

pada 7.738,287

Ha hutan rakyat

serta memiliki

Lanjutan Tabel 1.8 Tabel Ringkasan Penelitian Sebelumnya

Page 35: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

35

pola agihan

menyebar

secara acak dan

mengelompok.

Evi Irawan

(2010)

Prospek

Partisipasi

Petani dalam

Program

Pembangunan

HUtan Rakyat

untuk Mitigasi

Perubahan

Iklim di

Wonosobo

Menganalisis

secara ex ante

faktor-faktor yang

mempengaruhi

keputusan petani

dalam

berpatisipasi

suatu proyek

hutan rakyat

untuk mitigasi

perubahan iklim

Penelitian ini

menggunakan

metode survei

dengan teknik

simple random

sampling.

Pengambilan

sampling

dilakukan melalui

wawancara

langsung

Menunjukkan

sebanyak 97

orang

responden

petani hutan

rakyat ikut

berpartisipasi

dan sisanya

tidak

berpartiipasi,

Kecenderungan

petani ikut

berpartisipasi

dipengaruhi

oleh umur,

pendidikan,

jumlah anggota

keluarga dan

pengalaman

usaha hutan

rakyat.

Diah Fitriyani

Witanti (2017)

Analisis

Cadangan

Karbon Pada

Berbagai

Tipology Hutan

Rakyat Di

Kecamatan

Pajangan,

Kabupaten

Bantul Daerah

Istimewa

Yogyakarta

Tahun 2017

Mengetahui

potensi

penyerapan emisi

karbondioksida

pada berbagai

tipologi hutan

rakyat,

Mengetahui

simpanan karbon

pada berbagai

tipologi hutan

rakyat,

Menganalisis

seberapa besar

pengaruh pola

tanaman terhadap

penyerapan emisi

karbondioksida di

areal hutan

rakyat

Penelitian ini

menggunakan

metode survei

dengan teknik

purposive

sampling.

Pengambilan

sampling dengan

metode non

destructive

sampling (tidak

melakukan

penebangan).

Perhitungan

biomassa dan

cadangan karbon

menggunakan

persamaan

allometrik.

Menunjukkan

jumlah

cadangan

karbon pada

berbagai

tipology hutan

rakyat,

mengetahui

berbagai

tipology hutan

rakyat yang ada

di Kecamatan

Pajangan.

Sumber: Jurnal Penelitian Internasional dan jurnal ilmu kehutanan

Lanjutan Tabel 1.8 Tabel Ringkasan Penelitian Sebelumnya

Page 36: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

36

1.2.3 Kerangka Penelitian

Menurunnya kualitas udara dan pemanasan global mengakibatkan

perubahan iklim yang ekstrim. Pemanasan global, kualitas udara tercemar

dan efek rumah kaca merupakan permaslahan yang sering diungkit akibat

dari perubahan iklim tersebut. Karbon menjadi salah satu faktor yang

mengakibatkan ekosistem tidak seimbang dan mengakibatkan siklus iklim

berubah ekstrim. Suhu panas pada siang hari mampu membuat kulit iritasi

merupakan salah satu akibat lapisan atmosfer yang menipis. Bertambah

jumlah karbon yang terlepas bebas di atmosfer akan mengakibatkan dampak

negatif bagi kehidupan dan membuat lapisan atmosfer menipis. Lahan kritis

dapat memperburuk keadaan iklim dan tidak memberikan manfaat bagi

kehidupan di sekelilingnya. Penanaman vegetasi seperti hutan rakyat dapat

memberikan manfaat bagi kehidupan dan alam. Potensi alami hutan

menyerap karbon dapat mengolah karbon sebagai bahan karbohidrat

makanan untuk tanaman. Sehingga hutan merupakan salah satu obyek di

atas permukaan bumi yang dapat dijadikan salah satu alternative mitigasi

untuk mengurangi jumlah karbon. Hutan juga memiliki fungsi lain, yaitu

menjaga kualitas udara tetap baik dikonsumsi oleh makhluk hidup

disekelilingnya. Melestarikan hutan juga dapat membantu memperbaiki

ekosistem dan mengurangi lahan kritis.

Hutan rakyat yang ada di Kecamatan Pajangan merupakan hutan rakyat

yang memiliki areal yang paling luas dari 16 kecamatan lainnya di

Kabupaten Bantul. Hutan rakyat di Kecamatan Pajangan juga telah memiliki

sertifikat pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari, Kabupaten Bantul

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Antusias masyarakat yang tinggi

untuk mengurangi lahan kritis di Kecamatan Pajangan dengan menanami

tanaman hutan rakyat mengakibatkan bertambah luas areal hutan rakyat,

sehingga menurunkan tingginya lahan kritis.

Hutan rakyat akan menghasilkan salah satu jenis biomassa yaitu biasa

disebut sebagai biomassa diatas permukaan, maka jumlah karbon yang

tersimpan pada jenis biomassa ini disebut cadangan karbon di atas

permukaan. Perhitungan cadangan karbon akan diperoleh dari data-data

hasil lapangan seperti data diameter batang, tinggi total pohon, jenis pohon

Page 37: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

37

yang dibudidayakan. Sebelum dapat dilakukan perhitungan ke dalam rumus

allometrik, perhitungan biomassa menjadi langkah awal sebagai tahap yang

berkaitan untuk mengetahui besar emisi pada tiap pohon. Kemudian

hasilnya akan dihitung dan menghasilkan besarnya cadangan karbon dalam

ton/ha.

Data-data berkaitan dengan data diameter batang, tinggi total pohon,

nama jenis pohon, dan diameter setinggi dada (dbh) akan diperoleh

dilapangan berdasarkan sampel plot. Pengambilan sampel disesuaikan

dengan design sampel seluas 5 m x 5 m di lapangan. Penggunaan luas areal

5 meter dikarenakan resolusi citra satelit SPOT 6 yang digunakan penelitian

ini sebesar 5 meter. Pengambilan areal 5m x 5m mewakili satu pixel untuk

dilakukan survei lapangan.

Salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh nilai biomassa

adalah cara non-destructive kemudian pengolahan data hasil survei

menggunakan persamaan Allometrik sesuai dengan jenis pohon. Teknologi

penginderaan jauh menggunakan citra satelit untuk kegiatan monitoring

objek hutan. Citra SPOT 6 memiliki resolusi spasial 5 meter, sehingga lebih

baik jika digunakan untuk kegiatan monitoring hutan dibandingkan

penggunaan citra satelit menengah seperti Landsat8. Balai Pemantapan

Kawasan Hutan di wilayah Jawa-Madura menggunakan citra SPOT 6 untuk

membantu memperoleh informasi keperluan monitoring dan inventarisasi

hutan.

Penyerapan karbon pada tanaman hutan rakyat akan dikaitkan dengan

pola tanam berbagai tipology yang diterapkan oleh petani hutan rakyat.

Penggunaan analisis yang digunakan untuk memperoleh hasil korelasi yaitu

analisis statistik, analisis akurasi dan analisis spasial serta analisis deskriptif

kuantitaf. Penggunaan statistik diharapkan mampu memberikan hubungan

keeratan antara variabel pola tanam sebagai variabel independen terhadap

variabel cadangan karbon sebagai variabel dependen.apakah kedua variabel

tersebut memberikan hasil nilai positif atau negatif. Penggunaan analisis

korelasi pada analisis statistic diharapkan mampu memberikan pengaruh

dari kedua variabel yakni apakah pola tanam dari berbagai tipology hutan

Page 38: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

38

rakyat berpengaruh terhadap jumlah cadangan karbon yang diserap

tanaman. Analisis akurasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar

akurasi data hasil survei dengan klasifikasi NDVI (Normalized Difference

Vegetation Index) pengolahan data software ENVI. Penggunaan analisis

spasial, diharapkan mampu memberikan persebaran agihan yang mampu

menyerap jumlah cadangan karbon serta membantu mengetahui letak

wilayah penelitian. Penggunaan analisis deskriptif kuantitatif, diharapkan

mampu memberikan informasi lebih jelas dan detail mengenai besar jumlah

cadangan karbon yang diserap, persebaran tipology tanaman yang

digunakan, serta informasi jenis tanaman yang paling banyak menyerap

cadangan karbon.

Gambar 1.4 Alur Kerangka Penelitian yang dapat dibuat alur kerangka

penelitian dalam cadangan karbon pada berbagai hutan rakyat di atas

permukaan :

Perubahan iklim ekstrim

Pemanasan Global, Efek Rumah

Kaca, Kualitas udara

Kerusakan Alam (ekosistem

diatas permukaan bumi)

Lahan kritis akibat vegetasi

berkurang

Potensi hutan rakyat untuk

menyerap karbon

Biomassa diatas permukaan

Cadangan karbon

Cadangan karbon pada berbagai

tipology hutan rakyat Analisis

Penginderaan Jauh (Citra Satelit

SPOT6)

Pemrosesan digital

Band Komposit

Jumlah Cadangan Karbon Berbagai Tipology Hutan Rakyat

Gambar 1.4 Alur Kerangka Penelitian

Page 39: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

39

1.2.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Potensi penyerapan emisi karbondioksida areal hutan rakyat di

Kecamatan Pajangan akan memiliki Hubungan positif kaitannya

antara variable jumlah emisi karbon terhadap semakin besar

jumlah cadangan karbon pada hutan rakyat. Besaran yang

dimaksud adalah potensi kemampuan tanaman dalam menyerap

emisi karbondioksida. Kemungkinan adanya hubungan positif

antara jumlah cadangan karbon tanaman di atas permukaan

dengan besar ukuran diameter pohon yang berbeda-beda.

Diameter pohon yang berbeda-beda akan memengaruhi

kemampuan penyerapan jumlah biomassa total tiap pohon.

2. Jumlah cadangan karbon areal hutan rakyat di Kecamatan

Pajangan diperoleh berdasarkan hasil pengolahan data lapangan

tergantung dari pengolahan rumus allometrik tiap jenis pohon

akan menghasilkan besar emisi karbon yang berbeda begitu pula

jumlah besar cadangan karbon.

3. Pengaruh pola tanaman terhadap penyerapan emisi

karbondioksida di areal hutan rakyat Kecamatan Pajangan

memiliki pengaruh yang kuat terkait jumlah cadangan karbon

yang dihasilkan dari turunan emisi karbondioksida pola tanaman

monokultur akan memiliki jumlah cadangan karbon yang lebih

besar disbanding pola tanaman polikultur dan agroforestri.

4. Peta cadangan karbon areal hutan rakyat di Kecamatan

Pajangan memiliki infromasi yang dapat menyajikan data

persebaran cadangan karbon dengan berdasarkan stratifikasi

pertimbangan kerapatan vegeatsi (tinggi, sedang, rendah).

Page 40: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

40

ENVI

ARCGIS

Peta Cadangan Karbon Hutan

Rakyat

Data Raster Data Vector

Citra SPOT 6 Kab.

Bantul

Shp Admin Kec.

Pajangan

Masking Citra

Perhitungan NDVI

Tampilan Histogram

Density slice

(klasifikasi)

Peta Indeks Kerapatan Vegetasi

Citra SPOT 6 Kab. Bantul

Komposit

Data Shp Kec. Pajangan

Pengaturan Sistem Proyeksi

Proses Clip (Geoprocessing)

Penafsiran

Citra SPOT 6 Kab. Bantul

Pengaturan Sistem Proyeksi

Definition Query

Export Data

Proses Clip (Geoprocessing)

Membangun Geodatabase

Topology

Peta Tentatif Hutan Rakyat (HR) Peta Tentatif Penggunaan Lahan

Cek Lapangan

Reinterpretasi dan reklasifikasi

Peta Kerapatan

Vegetasi HR

Peta Hutan Rakyat

Kec. Pajangan

Peta Penggunaan

Lahan HR dan NON-HR

Peta Citra Cadangan Karbon pada Hutan Rakyat di Kec. Pajangan

Peta Tentatif

Kerapatan Vegetasi HR

Perhitungan Karbon menggunakan rumus

Allometrik

Pengambilan Sampel Survei (Purposive

Sampling)

Keterangan:

Input/output

Proses

Arah Aliran

Gambar 1.5 Diagram Alir Penelitian

Page 41: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

41

1.3 Batasan Operasional

Biomassa merupakan jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada

pohon (ranting, cabang, batang utama, dan kulit) yang dinyatakan dalam berat

kering ton per unit area (Brown dalam Athar, 2016).

Biomassa tumbuhan merupakan jumlah berat kering dari seluruh bagian

tumbuhan yang hidup dan untuk memudahkannya kadang-kadang dibagi

menjadi biomassa di atas permukaan tanah (daun, bunga, buah, ranting, cabang

dan batang) dan biomassa di bawah permukaan tanah (akar) (Anwar et al

dalam Hania, 2011).

Cadangan karbon di atas permukaan adalah karbon yang tersimpan dalam

biomassa tegakan pohon bagian atas (Athar, 2016).

Carbon sink yaitu istilah yang digunakan pada bidang perubahan iklim

mengenai fungsi hutan, dimana hutan berfungsi sebagai penyerap (sink) karbon

(Hania, 2011).

Diameter setinggi dada (dbh/diameter at breast height) adalah diameter

pohon yang diukur pada ketinggian 1.3 m di atas permukaan tanah atau sesuai

kaidah pengukuran yang ditentukan (SNI 7724:2011 dalam Athar, 2016).

GIS (Geographic Information System) merupakan sebagai suatu sistem

berbasis komputer untuk menangkap, menyimpan, memanggil kembali,

menganalisis, dan mendisplay data spasial, sehingga efektif dalam menangani

permasalahan yang kompleks baik untuk kepentingan penelitian, perencanaan,

pelaporan, maupun untuk pengelolaan sumber daya dan lingkungan (Star

dalam Taufik, 2005 ).

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-

Undang No 41 Tahun 1999 BAB I Pasal 1 Ayat 2).

Hutan Rakyat dikaitkan dalam Undang-Undang No 41 Tahun 1999, istilah

yang bisa dikaitkan dengan hutan rakyat adalah Hutan Hak yang merupakan

hutan yang dibebani hak atas tanah. Pengertian semacam itu kurang

mempertimbangkan keadaan yang berkembang di lapangan. Hutan rakyat tidak

bisa hanya dimaknai sebagai kumpulan tanaman berkayu semata tetapi harus

mempertimbangkan kondisi dan pengetahuan lokal. Tidak ada definisi tunggal

terhadap pemahaman tentang hutan rakyat (Suprapto,2010).

Page 42: BAB 1 - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/56129/3/BAB I.pdf · 900 ha yang tersebar di tiga desa Kecamatan Pajangan, yaitu Desa Sendangsari, Guwosari dan Triwidadi. Kemudian UMHR

42

Karbon merupakan unsur kimia dengan nomor atom 6 dan unsur bukan

logam. Jika terlepas di udara dan terikat dengan oksigen maka karbon akan

menjadi CO2 (TimARuPA, 2014).

Metode Non-destructive merupakan metode pengukuran biomassa karbon

pada vegetasi hutan menggunakan pendekatan kerapatan jenis kayu dan

volume kayu pada rumus allometrik yang telah ada untuk tiap jenis tanaman

hutan (pohon) (I Wayan, 2014).

Simpanan karbon dalam hutan yaitu Karbon yang disimpan di tanaman

(pohon) hutan dalam bentuk : (1) biomassa dalam tanaman hidup yang terdiri

dari kayu dan non-kayu, (2) massa mati (kayu mati dan serasah) dan (3) tanah

dalam bahan organic dan humus (Wahyuningrum dalam Hania,2011).

Persamaan Allometrik adalah persamaan regresi yang menyatakan hubungan

antara dimensi pohon dengan biomassa dan digunakan untuk menduga

biomassa pohon (I Wayan,2014).

Penginderaan Jauh merupakan ilmu, seni, dan teknologi mengenai proses

memperoleh informasi tentang objek area, atau fenomena melalui analisis data

yang diakuisisi oleh suatu alat tanpa adanya kontak langsung dengan objek,

area, atau fenomena tersebut (Lillesand dan Kiefer dalam Sutanto,1999).

Tegakan adalah komunitas tumbuhan (pohon) pada area tertentu (Peraturan

Kepala badan peneitian dan pengembangan Kehutanan Nomor: P.01/VII-

P3KR/201 dalam Athar, 2016).

Tinggi Total Pohon yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah

sampai puncak pohon (Athar, 2016)..