bab 1 pendahuluanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/s1... · dibandingkan dengan...

12
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah suatu proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri untuk menyusu sesegera dalam satu jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu (Depkes RI, 2008). Kebijakan inisiasi menyusu dini telah disosialisasikan di Indonesia sejak Agustus 2007 (Roesli, 2008). World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan kepada semua bayi untuk mendapatkan kolostrum yaitu ASI pada hari pertama dan kedua untuk melawan berbagai infeksi dan mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan (Kemenkes, 2012). Kebijakan pelaksanaan inisiasi menyusu dini tersebut juga diharapkan dapat menurunkan kematian bayi (AKB) sesuai dengan pencapaian Millineum Development Goals (MDGs) sebanyak 23 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2015 (Depkes, 2013). Inisiasi menyusu dini telah terbukti mampu menurunkan angka kematian neonatus. Penelitian yang dilakukan oleh Ghana terhadap 10.947 bayi lahir menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan menyusu dalam waktu satu jam pertama dan membiarkan kontak kulit ke kulit antara bayi dengan ibu, maka dapat mengurangi 22% kematian bayi di 28 hari pertamanya. Penundaan dalam melakukan inisiasi menyusu dini akan meningkatkan risiko kematian pada masa neonatus yaitu bayi usia 0-18 hari (Edmond et al., 2006). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 melaporkan bahwa 95% anak di bawah umur 5 tahun di Indonesia telah mendapat

Upload: lebao

Post on 30-Apr-2018

237 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah suatu proses membiarkan bayi dengan

nalurinya sendiri untuk menyusu sesegera dalam satu jam pertama setelah lahir,

bersamaan dengan kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu (Depkes RI, 2008).

Kebijakan inisiasi menyusu dini telah disosialisasikan di Indonesia sejak Agustus

2007 (Roesli, 2008). World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan

kepada semua bayi untuk mendapatkan kolostrum yaitu ASI pada hari pertama

dan kedua untuk melawan berbagai infeksi dan mendapatkan ASI eksklusif

selama 6 bulan (Kemenkes, 2012). Kebijakan pelaksanaan inisiasi menyusu dini

tersebut juga diharapkan dapat menurunkan kematian bayi (AKB) sesuai dengan

pencapaian Millineum Development Goals (MDGs) sebanyak 23 per 1000

kelahiran hidup di tahun 2015 (Depkes, 2013).

Inisiasi menyusu dini telah terbukti mampu menurunkan angka kematian

neonatus. Penelitian yang dilakukan oleh Ghana terhadap 10.947 bayi lahir

menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan menyusu dalam waktu satu jam

pertama dan membiarkan kontak kulit ke kulit antara bayi dengan ibu, maka dapat

mengurangi 22% kematian bayi di 28 hari pertamanya. Penundaan dalam

melakukan inisiasi menyusu dini akan meningkatkan risiko kematian pada masa

neonatus yaitu bayi usia 0-18 hari (Edmond et al., 2006).

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007

melaporkan bahwa 95% anak di bawah umur 5 tahun di Indonesia telah mendapat

Page 2: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

2

ASI. Namun, hanya 44% yang mendapat ASI dalam satu jam pertama setelah

lahir dan hanya 62% yang mendapat ASI dalam hari pertama setelah lahir

(SDKI, 2007). Data UNICEF tahun 2003 menyebutkan bahwa angka cakupan

praktik inisiasi menyusu dini di dunia sebesar 42% dalam kurun waktu 2005-

2010. Prevalensi inisiasi menyusu dini di Indonesia sendiri masih lebih rendah

yaitu 39%. Angka ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain

di sebagian negara Asia Tenggara misalnya Myanmar (76%), Thailand (50%), dan

Filipina (54%) (UNICEF, 2013). Hal ini menunjukkan program inisiasi menyusu

dini di Indonesia belum sepenuhnya terlaksana secara optimal.

Saat ini, pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat rendah, padahal

ASI eksklusif memiliki manfaat yang besar bagi ibu maupun bayi. Manfaat bagi

ibu salah satunya untuk menurunkan resiko kanker payudara serta sebagai alat

kontrasepsi alamiah sedangkan bagi bayi ASI mengandung nutrisi yang optimal,

meningkatkan kesehatan dan kecerdasan bayi (Rosita, 2008). Berdasarkan hasil

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 angka cakupan

ASI eksklusif di Indonesia pada bayi umur 4-5 bulan hanya 27 %. Angka cakupan

tersebut masih sangat rendah namun setidaknya telah mengalami peningkatan

dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (SDKI, 2012).

Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah satunya adalah dengan pelaksanaan

inisiasi menyusu dini. Inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif sejak lahir hingga

usia enam bulan merupakan dua praktik pemberian ASI yang penting untuk

kelangsungan hidup dan pertumbuhan optimal bayi (Noer, 2011). Inisiasi

menyusu dini menjadi sangat penting dalam kaitannya menjaga produktivitas ASI.

Page 3: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

3

Isapan bayi dapat meningkatkan kadar hormon prolaktin yaitu hormon yang

merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Isapan itulah yang akan

meningkatkan produksi susu 2 kali lipat (Yuliarti, 2010). Pemberian ASI secara

dini atau inisiasi menyusu dini, memberikan kemungkinan delapan kali lebih

besar dalam meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama enam

bulan (Aprilia, 2010). Menurut Tamara dan Adjie (2011) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p=0,033) antara pasien

yang berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dengan keberhasilan ASI

eksklusif. Penelitian di Jakarta pada tahun 2003 juga menunjukkan bahwa bayi

yang diberikan kesempatan menyusu secara dini lebih tinggi persentase

menyusunya pada enam bulan pertama (59%) daripada yang tidak (19%)

(Fikawati dan Syafiq, 2003).

Keberhasilan inisiasi menyusu dini sangat dipengaruhi oleh sikap,

pengetahuan, dan motivasi baik ibu hamil, tenaga kesehatan atau penolong

persalinan itu sendiri (Lin-lin Su, 2007). Selain itu salah satu aspek yang

mempengaruhi pelaksanaan praktik inisiasi menyusu dini antara lain banyak ibu

yang belum dibekali pengetahuan yang cukup tentang manajemen laktasi,

pengaruh budaya dan norma yang berkembang di kalangan anggota keluarga,

rekan, dan masyarakat secara umum (Dinkes, 2005). Oleh karena itu sikap

petugas kesehatan khususnya perawat yang didasari pengetahuan tentang inisiasi

menyusu dini besar pengaruhnya terhadap keberhasilan inisiasi menyusu dini.

Penelitian Hartatik (2012) di Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa

pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini adalah baik (17,2%) ,cukup

Page 4: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

4

(57,1%), dan kurang (25,7%). Menurut Anggraini (2010) mayoritas ibu hamil

(59,7%) di Yogyakarta memiliki sikap tidak mendukung atau negatif tentang

inisiasi menyusu dini. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan

sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini yang kurang masih perlu

ditingkatkan lagi. Wahyuningsih (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

salah satu keberhasilan inisiasi menyusu dini yaitu pengetahuan ibu hamil. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa dari 25 responden sebanyak 19 diantaranya

(76%) melakukan inisiasi menyusu dini karena memiliki pengetahuan yang baik.

Jadi, dapat disimpulkan semakin baik pengetahuan ibu bersalin maka semakin

baik pula sikap ibu bersalin dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini.

Pada kenyataannya penyampaian informasi tentang inisiasi menyusu dini

kepada masyarakat belum menyebar secara luas pada masa sekarang ini.

Penyebaran informasi tentang inisiasi menyusu dini di media tidak segencar

informasi tentang ASI eksklusif atau isu-isu lain dalam kesehatan ibu dan bayi

padahal pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki delapan kali lebih

berhasil apabila diawali dengan menyusu dini (Anggraini, 2010). Oleh sebab itu

informasi mengenai inisiasi menyusu dini perlu ditingkatkan lagi salah satunya

dengan memberi pendidikan kesehatan.

Peran perawat, salah satunya adalah sebagai pendidik, dimana perawat

membantu klien dalam meningkatkan kesehatannya melalui pemberian

pengetahuan (Kusnanto, 2003). Perawat sebagai pendidik perlu memahami

metode dan media yang tepat dalam penyampaian informasi agar target atau

subjek dapat menerima asupan informasi dengan baik. Pemilihan metode dan

Page 5: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

5

media yang tepat dapat mempengaruhi tingkat pemahaman seseorang atau

kelompok dalam menerima informasi (Maulana, 2009).

Penelitian tentang penggunaan media yang digunakan untuk memberikan

pendidikan kesehatan telah banyak dilakukan misalnya ceramah, diskusi

kelompok, leaflet, poster, atau media audiovisual. Akan tetapi data yang

dipaparkan memberikan adanya perbedaan hasil. Hasil penelitian Wijayanti

(2001) menyimpulkan bahwa media poster dan leaflet kurang efektif dalam

meningkatkan pengetahuan dan sikap. Menurut Roestiyar (2001) dan Adrian

(2010) teknik ceramah adalah cara mengajar yang paling tradisional, kadang

membosankan, sehingga memerlukan keterampilan tertentu dalam pelaksanannya

sedangkan teknik diskusi kelompok informasi yang didapat terbatas dan biasanya

hanya dikuasai oleh orang-orang yang suka bicara. Penelitian oleh Pandiangan

(2005) menyatakan bahwa pengaruh pendidikan kesehatan melalui metode

ceramah ternyata tidak lebih baik dari media audiovisual. Oleh sebab itu, salah

satu media yang tepat sasaran, efektif, serta menarik untuk digunakan dalam

memberikan informasi pada masyarakat salah satunya adalah media audiovisual

(Dermawan & Setiawati, 2008).

Media audiovisual merupakan media pendidikan kesehatan yang mampu

menstimulasi indera pendengaran dan penglihatan sehingga hasil yang diperoleh

lebih maksimal (Suliha et al., 2002). Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan

manusia 75% diperoleh melalui indera penglihatan, sehingga apabila indra

tersebut digunakan secara optimal maka semakin mempermudah manusia untuk

menerima informasi. Menurut Sadiman et al., (2009) kelebihan dari media ini

Page 6: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

6

antara lain dapat menarik perhatian, memberikan gambaran yang lebih nyata, dan

meningkatkan retensi memori serta mudah diingat. Keefektifan media audiovisual

dapat dibuktikan dengan Penelitian oleh Sandhi (2011) yang menyatakan adanya

peningkatan yang signifikan pada pengetahuan responden sebelum dan sesudah

mendapatkan pendidikan kesehatan dengan media audiovisual.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, angka prevalensi

inisiasi menyusu dini di Yogyakarta sebesar 47,19% dari total angka kelahiran

hidup sebesar 4.658 bayi. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan inisiasi menyusu

dini masih belum terlaksana secara optimal. Berdasarkan hasil wawancara di

Puskesmas Jetis, Yogyakarta bahwa masih banyak ibu hamil yang tidak

mengetahui tentang inisiasi menyusu dini karena pemberian edukasi yang kurang

adekuat dari tenaga kesehatan di puskesmas. Selain itu, kebanyakan ibu hamil

tidak pernah mengikuti berbagai penyuluhan yang telah tersedia di puskesmas

walaupun hanya dilakukan kurang lebih dua kali dalam masa kehamilan. Menurut

tenaga kesehatan di puskesmas tersebut bahwa salah satu faktor keberhasilan

pemberian edukasi di komunitas adalah penyediaan media penyampaian informasi

yang efektif seperti media audiovisual. Dengan tersedianya media audiovisual ini

dapat memberikan kemudahan baik pada tenaga kesehatan dalam pemberian

edukasi di masyarakat dan masyarakat dalam mendapatkan berbagai informasi.

Peneliti memilih untuk melakukan penelitian di Puskesmas Jetis dengan

justifikasi fasilitas rawat inap sehingga memudahkan peneliti untuk melaksanakan

penelitian. Selain itu, puskesmas tersebut memiliki cakupan angka kelahiran

tinggi yaitu sebesar 395 pertahun sedangkan prevalensi inisiasi menyusu dini

Page 7: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

7

sebesar 47,59%. Berdasarkan fakta tersebut peneliti ingin lebih mengoptimalkan

pelaksanaan inisiasi menyusu dini dengan memberikan suatu bentuk pendidikan

kesehatan dengan menggunakan metode audiovisual kepada para ibu hamil.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut: Adakah pengaruh pendidikan kesehatan

dengan media audiovisual terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang

inisiasi menyusu dini di Puskesmas Jetis, Yogyakarta ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

pendidikan kesehatan dengan media audiovisual dalam meningkatkan

pengetahuan dan sikap ibu hamil mengenai inisiasi menyusu dini di

Puskesmas Jetis, Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini

sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan media

audiovisual di Puskesmas Jetis, Yogyakarta.

b. Mengetahui sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini sebelum dan

sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan media audiovisual di

Puskesmas Jetis, Yogyakarta.

Page 8: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

8

c. Mengetahui hubungan karakteristik responden dengan pengetahuan dan

sikap ibu hamil sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan

dengan media audiovisual di Puskesmas Jetis, Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan, ilmu

pengetahuan, serta informasi dalam dunia kesehatan terutama keperawatan

maternitas tentang penerapan iniasi menyusu dini.

2) Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam praktik penelitian

secara ilmiah serta menjadikan suatu motivasi untuk lebih meningkatkan

pemahaman mengenai penerapan inisiasi menyusu dini dalam komunitas.

b. Bagi ibu hamil

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah suatu informasi

bagi ibu hamil mengenai manfaat dan pentingnya inisiasi meyusu dini

untuk meningkatkan angka harapan hidup bayi. Selain itu dapat

menjadikan suatu motivasi ibu untuk menerapkan inisiasi menyusu dini.

c. Bagi Institusi Pelayanan kesehatan (Puskesmas)

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan dan evaluasi

kebijakan penerapan inisiasi menyusu dini serta menambah pengetahuan

dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman pada tenaga kesehatan

Page 9: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

9

tentang mencapai keberhasilan inisiasi menyusu dini dengan prinsip dan

tatacara yang benar.

d. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi pemerintah untuk

lebih mengoptimalkan program inisiasi menyusu dini agar dapat

terealisasikan secara baik dan merata sehingga kualitas kesehatan ibu dan

bayi dapat meningkat.

e. Bagi Peneliti lain

Penelitian ini dapat menjadi wawasan dan sumber informasi untuk

mengembangkan penelitian-penelitian lain dalam rangka meningkatkan

mutu dan kualitas ilmu kesehatan di Indonesia terutama mengenai inisiasi

menyusu dini.

E. Keaslian Penelitian

Adapun beberapa penelitian lain yang mirip dengan penelitian ini antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari pada tahun 2010 yaitu

“Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Inisiasi Menyusui

Dini oleh Bidan di Ruang Bersalin RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten“.

Penelitian menggunakan jenis penelitian kuantitatif non-eksperimental dan

rancangan deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Hasil dari penelitian

ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan bidan tentang inisiasi menyusu

dini sebagian besar dalam rentang baik. Sebagian besar bidan bersikap positif

terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di ruang bersalin RSUP dr.

Page 10: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

10

Soeradji Tirtonegoro Klaten. Selain itu, tindakan yang dilakukan bidan sudah

sesuai dengan ketentuan namun tingkat keberhasian inisiasi menyusu dini

masih sangat rendah. Persamaan penelitian yang akan dilakukan peneliti

adalah variabel penelitian yaitu tingkat pengetahuan dan sikap. Perbedaannya

dengan penelitian ini terletak pada metode penelitian dan populasi yang

digunakan. Pada penelitian ini menggunakan metode quasi experimental

sedangkan populasinya ibu hamil.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Setiyowati pada tahun 2011 yaitu “ Efektifitas

Media Audiovisual pada Pendidikan Kesehatan Personal Hygiene Terhadap

Pengetahuan dan Sikap Siswa SD Negeri Pusmalang, Wukirsari,

Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan jenis

penelitian pra-eksperimen (pre-experimental design) dengan one group

pretest-postest dengan tidak adanya kelompok kontrol. Penelitian ini diikuti

oleh 46 responden yang sebelumnya berjumlah 50 orang, hal ini dikarenakan

4 orang anak masuk ke dalam kriteria eksklusi yaitu tidak hadir saat

dilakukan pendidikan kesehatan. Hasil dari penelitian ini adalah adanya

peningkatan pengetahuan setelah pemberian pendidikan kesehatan tentang

personal hygiene melalui media audiovisual pada siswa SD Negeri

Pusmalang, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman,

Yogyakarta. Persamaannya dengan penelitian ini terletak pada media yang

digunakan yaitu audiovisual dalam pemberian intervensi pendidikan

kesehatan dan metode penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak pada

variabel, populasi, dan lokasi penelitian.

Page 11: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

11

3. Penelitian yang dilakukan oleh Goma pada tahun 2012 yaitu “Pengaruh

Pemberian Pamflet Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil mengenai

Inisiasi Menyusu Dini”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian

eksperimental posttest only control group design dengan responden terdiri

dari 30 orang pada kelompok kontrol dan 30 orang pada kelompok perlakuan

sehingga didapatkan jumlah total sampel 60 orang. Hasil dari penelitian ini

dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan yang

bermakna pada ibu hamil yang diberi pengetahuan mengenai inisiasi menyusu

dini melalui pamphlet dengan yang tidak diberi pamphlet (p=0,023).

Persamaan penelitian disini terletak pada variabel yang diteliti yaitu

pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Sedangkan

perbedaan penelitian terletak pada metode, populasi, dan media yang

digunakan untuk pemberian pendidikan kesehatan dan dalam penelitian ini

menggunakan media audiovisual.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Khresheh, et.al. pada tahun 2011 di Jordan

dengan judul yaitu “The Effect of a Postnatal Education and Support

Program on Breastfeeding among Primiparous Women: A Randomized

Controlled Trial”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental

pretest and posttest design. Penelitian ini diikuti oleh 90 wanita primigravida

yang telah melahirkan bayi secara normal, kemudian seluruh responden ini

dibagi menjadi dua kelompok secara acak yaitu kelompok intervensi yang

diberi edukasi postnatal tentang berbagai informasi tentang ASI eksklusif 6

bulan, dan kelompok kontrol yang menerima pelayanan postnatal sesuai

Page 12: BAB 1 PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73612/potongan/S1... · dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 % (S DKI, 2012). Faktor keberhasilan ASI eksklusif salah

12

prosedur rumah sakit. Dari hasil yang didapatkan menyatakan bahwa edukasi

postnatal sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang

informasi ASI Eksklusif selama 6 bulan serta memiliki prevalensi yang lebih

tinggi pada kelompok intervensi dalam memberikan ASI selama 6 bulan

dibandingkan kelompok kontrol. Persamaan pada penelitian ini terletak pada

jenis penelitian yaitu pretest posttest design serta pemberian pendidikan

kesehatan pada ibu hamil sebagai bentuk intervensi. Sedangkan perbedaannya

terletak pada metode, variabel, dan populasi penelitian.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Carfoot, et.al. pada tahun 2005 di rumah

sakit Warrington, Inggris Utara dengan judul “A Randomised Controlled Trial in

The North of England Examining The Effects of Skin-to-skin care on

Breastfeeding”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan

diikuti oleh 204 ibu, yang terbagi menjadi dua kelompok secara acak yaitu

kelompok intervensi yang diberikan perlakuan inisiasi menyusu dini atau early

skin-to-skin care dan kelompok kontrol dengan perlakuan sesuai rutinitas di

rumah sakit. Hasil penelitian didapatkan bahwa inisiasi ini memberikan angka

yang signifikan pada kelompok intervensi yaitu lebih mensukseskan dalam hal

melaksanakan ASI Eksklusif selama 4 bulan, mempertahankan temperature bayi,

meningkatkan kenyamanan dan perasaan puas dalam menyusu dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Penelitian Carfoot (2005) mendukung penelitian ini

sebagai landasan pentingnya inisiasi menyusu dini. Perbedaan penelitian terletak

pada variabel, metode, dan populasi.