bab 1 - bab 5

78
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu ortodonti telah berkembang pesat berkat pengalaman ortodonti dalam pencapaian hasil yang optimal. Semakin berkembang ortodontik, semakin banyak pula orang yang mencari pertolongan untuk memperbaiki posisi gigi mereka yang tidak teratur. Maloklusi atau ketidakteraturan gigi pada lengkung rahang merupakan masalah bagi beberapa individu karena bisa menyebabkan problem fungsi mulut, gangguan sendi temporomandibula, pengunyahan, penelanan dan bicara. 1 Pada awal konsultasi, setiap dokter gigi diputuskan untuk menjawab pertanyaan mengenai lama perawatan yang dianjurkan, jawaban pertanyaan ini biasanya tergantung pada faktor-faktor lain seperti pengalaman dokter, keterampilan klinis, dan metode manajemen praktik. 1

Upload: pheerman13

Post on 26-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah diskrepansi orto

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 - BAB 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu ortodonti telah berkembang pesat berkat pengalaman ortodonti dalam

pencapaian hasil yang optimal. Semakin berkembang ortodontik, semakin banyak pula

orang yang mencari pertolongan untuk memperbaiki posisi gigi mereka yang tidak

teratur. Maloklusi atau ketidakteraturan gigi pada lengkung rahang merupakan masalah

bagi beberapa individu karena bisa menyebabkan problem fungsi mulut, gangguan sendi

temporomandibula, pengunyahan, penelanan dan bicara.1 Pada awal konsultasi, setiap

dokter gigi diputuskan untuk menjawab pertanyaan mengenai lama perawatan yang

dianjurkan, jawaban pertanyaan ini biasanya tergantung pada faktor-faktor lain seperti

pengalaman dokter, keterampilan klinis, dan metode manajemen praktik. Pasien yang

diberikan informasi akurat akan menjadi konsumen yang lebih baik pada pelayanan

gigi, dengan harapan untuk hasil perawatan dan kepuasaan yang lebih besar dengan

perawatan mereka secara keseluruhan. Lembaga ortodontik inggris merekomendasikan

bahwa pasien harus menerima informasi yang cukup tentang perawatan yang dianjurkan,

termasuk perkiraan realistis mengenai skala waktu yang dibutuhkan. Banyak faktor yang

bisa mempengaruhi lama perawatan ortodontik yaitu salah satunya adalah tindakan

ekstraksi gigi.2 Perawatan ortodonti terkadang memerlukan pencabutan gigi untuk

1

Page 2: BAB 1 - BAB 5

merawat susunan gigi yang tidak teratur .pada perawatan ortodonti ada dua alasan untuk

mencabut gigi . pertama: mendapatkan ruangan untuk penyusunan gigi pada kasus gigi

berjejal dengan derajat berat, kedua : untuk menggerakkan gigi pada kasus protrusi

yang memerlukan retraksi.3 Pada kasus pencabutan gigi geligi untuk medapatkan ruang

dibutuhkan waktu untuk penutupun ruang bekas pencabutan tersebut.4

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan

antara ekstraksi gigi dengan waktu yang diperlukan dalam perawatan ortodonti.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara ekstraksi gigi dengan waktu yang diperlukan

dalam perawatan ortodonti?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan ekstraksi gigi dengan waktu yang diperlukan

dalam perawatan ortodonti.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan antara ekstraksi gigi dengan waktu yang diperlukan dalam

perawatan ortodonti.

2

Page 3: BAB 1 - BAB 5

1.5 Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dalam melakukan rencana perawatan.

2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dalam perawatan

ortodonti.

3

Page 4: BAB 1 - BAB 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Maloklusi

Pengertian Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi

lengkung geligi (rahang) diluar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga

bisa merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada bagian

tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan menggangu estetik

sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan.

Terdapat bukti bahwa prevalensi maloklusi meningkat, peningkatan ini sebagian

dipercayai sebagai suatu proses evolusi yang diduga akibat meningkatnya variabilitas

gen dalam populasi yang bercampur dalam kelompok ras1 atau bisa juga dikatakan

Maloklusi merupakan keadaan yang menyimpang dari oklusi normal.2

2.2 Etiologi Maloklusi

Kondisi maloklusi lebih banyak diakibatkan oleh faktor genetik yang

mengakibatkan ketidakseimbangan antara ukuran rahang dengan ukuran gigi secara

keselurahan.2 Namun dalam hal ini faktor lokal juga mempengaruhi etiologi dari

maloklusi.1

4

Page 5: BAB 1 - BAB 5

2.2.1. Faktor herediter

Pada populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa

disproporsi ukuran rahang dan gigi sedangkan relasi rahangnya menunjukan relasi yang

sama. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada populasi

primitif sehingga diduga karena adanya kawin campur menyebabkan peningkatan

prevalensi maloklusi. Cara yang lebih baik untuk mempelajari pengaruh herediter adalah

dengan mempelajari anak kembar monozigot yang hidup pada lingkungan yang sama.

Suatu penelitian menyimpulkan bahwa 40 persen variasi dental dan fasial dipengaruhi

faktor heriditer sedangkan penelitian yang lain menyimpulkan bahwa karakter skeletal

kraniofacial sangat dipengaruhi oleh faktor heriditer sedangkan pengaruh heriditer

terhadap gigi rendah. Pengaruh heriditer dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1)

disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi

berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun yang terakhir ini jarang

dijumpai, 2) disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang

menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofacial, ukuran dan

jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor genetik sedangkan ukuran dan jumlah gigi sangat

dioengaruhi faktor genetik sedangkan dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor

lokal. Urutan pengaruh genetik pada skelet yang paling tinggi adalah mandibula yang

prognatik, muka yang panjang serta adanya deformitas muka. Menurut Mossey (1999)

berbagai komponen ikut menentukan terjadinya oklusi normal ialah : 1) ukuran maksila

5

Page 6: BAB 1 - BAB 5

dan mandibula termasuk ramus dan korpus 2) faktor yang ikut mempengaruhi relasi

maksila dan mandibula seperti basis kranial dan lingkungan 3) jumlah, ukuran dan

morfologi gigi 4) morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir,lidah,dan pipi). Kelainan

pada komponen tersebut serta interaksinya dapat menyebabkan maloklusi. Implikasi

klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor heriditer adalah kasus

tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat ortodontik, namun

sayangnya sukar untuk dapat menentukan seberapa pengaruh faktor heriditer pada

maloklusi tersebut. Perkembangan pengetahuan genetik molekuler diharapkan mampu

menerangkan penyebab etiologi heriditer dengan lebih cepat.1

a. Etiologi maloklusi kelas 1 Angle

Pola skelet maloklusi kelas 1 biasanya kelas 1 tetapi dapat juga kelas II

atau kelas III ringan. Pola jaringan lunak pada maloklusi kelas 1 umumnya

menguntungkan kecuali pada maloklusi yang disertai proklinasi bimaksiler

(insisivi atas dan bawah proklinasi) yang mungkin merupakan ciri khas ras

tertentu. Kebanyakan maloklusi kelas 1 disebabkan faktor lokal yang dapat

berupa diskrepansi ukuran gigi dan lengkung geligi. Faktor lokal yang dapat

menyebabkan kelainan pada maloklusi kelas II dan kelas III.

b. Etiologi maloklusi kelas II :

1. kelas II divisi 1 Angle

6

Page 7: BAB 1 - BAB 5

Pada maloklusi kelas II divisi I sering didapatkan letak mandibula yang

lebih posterior daripada maloklusi kelas 1 atau maksila yang lebih anterior

sedangkan madibula normal. Kadang-kadang didapatkan ramus mandibula

yang lebih sempit dan panjang total mandibula juga berkurang. Terdapat

korelasi yang tinggi antara pasien dengan keluarga langsungnya sehingga

beberapa peneliti menyimpulkan bahwa pewarisan maloklusi kelas II divisi I

dari faktor poligenik. Selain faktor genetik maloklusi kelas II divisi I juga

disebabkan faktor lingkungan. Jaringan lunak, misalnya bibir yang tidak

kompeten dapat mempengaruhi posisi insisivus atas karena hilagnya

keseimbangan yang dihasilkan oleh bibir dan lidah sehingga insisivus atas

protrusi. Kebiasaan menghisap jari dapat menghasilkan maloklusi kelas II

divisi I meskipun relasi rahang atas dan bawah kelas I sehingga ada yag

menyebut maloklusi ini sebagai maloklusi kelas II divis I tipe dental. Pada

maloklusi kelas II divisi I insisivus atas dalam keadaan proklinasi sehingga

jarak gigit menjadi besar. Adanya diskrepansi skeletal dalam jurusan sagital

juga dapat menyebabkan jarak gigit yang besar. Dengan adanya jarak gigit

yang besar biasanya tidak terdapat stop bagi insisivus bawah sehingga terjadi

supra erupsi insisivus bawah dengan akibat terjadi gigitan dalam dan kurva

spee menjadi positif. Posisi bibir iku berperan pada maloklusi kelas II divisi

I. Pada bibir yang tidak kompeten pasien berusaha mendapatkan anterior oral

7

Page 8: BAB 1 - BAB 5

seal dengan cara muskulus sirkum oral berkontraksi dengan mengajukan

mandibula sehingga bibir atas dan bawah dapat berkontak pada saat isitrahat,

lidah berkontak dengan bibir bawah atau kombinasi keadaan-keadaan ini.

Bila mandibula diajukan kelainan relasi skeletal nampak tidak terlalu parah

tetapi bila bibir bawah terletak dipalatal inisisivus atas dapat berakibat

retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi insisivus atas sehingga jarak gigit

menjadi lebih besar.

2. Kelas II divisi 2 Angle

Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-fakto yang mempengaruhi

skelet dan jaringan lunak. Penelitian pada anak kembar monozigot

menunjukan bahwa maloklusi kelas II divisi 2 dipengaruhi oleh faktor

herediter autosomal yang dominan tetapi yang bersifat poligenik. Pola skelet

pada maloklusi kelas II divisi 2 biasanya kelas II ringan atau kelas 1 dan

meskipun sangat jarang bisa juga pola skelet kelas III ringan. Tinggi muka

yang berkurang disertai relasi skelet kelas II sering menyebabkan tidak

adanya stop antara insisivus bawah dengan insisivus atas sehingga insisivus

bawah bererupsi melebihi normal sehingga terjadi gigitan dalam. Pengaruh

bibir bawah sagat besar terutama bila didapatkan high lower lip line (bibir

bawah menutupi lebih dari sepertiga panjang mahkota insisivus) yang

menyebabkan posisi insisivus atas retroklinasi (lapatki dkk, Mitchell, 2007)

8

Page 9: BAB 1 - BAB 5

bila panjang mahkota insisivus laterla pendek maka gigi ini dapat terletak

normal sedangkan insisivus sentral retroklinasi dan bila panjang inisisivus

lateral normal gigi ini bisa juga terletak retroklinasi. Bisa juga didapatkan

retroklinasi insisivus atas maupun bawah bila bibir sangat aktif. Kadang –

kadang didapatkan letak gigi berdesakan dan insisivus lateral yang rotasi

mesiolabial disebabkan tekanan bibir pada insisivus sentral.

c. Etiologi maloklus Kelas III Angle

Contoh paling jelas dan terkenal adanya pengaruh faktor genetik adalah prognati

mandibula yang didapatkan pada dinasti Hasburg dikerajaan Austria yang

diturunkan dari generasi ke generasi dengan cara autosomal dominan. Maloklusi

kelas III dapat terjadi karena faktor skelet, yaitu maksila yang kurang tumbuh

sedangkan mandibula normal atau maksila normal dan mandibula yang tumbuh

berlebihan atau kombinasi kedua keadaan tersebut. Selain itu juga dipengaruhi

oleh panjang basis kranial serta sudut yang terbentuk antara basis kranial

posterior dan anterior. Kadang-kadang fossa glenoidal yang terletak anterior

menyebabkan mandibula terletak lebih anterior. Jaringan lunak tidak begitu

memainkan peranan dalam terjadinya maloklusi kelas III kecuali adanya tendens

tekanan dari bibir dan lidah yang mengompensasi relasi skelet kelas III sehingga

terjadi retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi insisivus atas. Faktor genetik

lebih mempengaruhi skelet ( misalnya, pada sindrom muka panjang yang

9

Page 10: BAB 1 - BAB 5

menyebabkan adanya gigitan terbuka ) sedangkan faktor lingkungan lebih

mempengaruhi letak gigi dalam lengkung geligi. Lengkung geligi atas yang

sempit menyebabkan terjadinya gigi berdesakan dan lengkung geligi bawah yang

lebar menyebabkan letak gigi yang normal atau bahkan kadang-kadang terdapat

diastema.

2.2.2. Faktor lokal

a. Gigi sulung tanggal prematur

Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi

permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur

gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivus sentral

dan lateral sulung yang taggal prematur tidak begitu berdampak tetapi

kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran garis median. Perlu

diusahakan agar kaninus sulung tidak tidak tanggal prematur. Sebagian

peneliti mengatakan bahwa bila terjadi tanggal prematur kaninus sulung

karena resobsi insisivus lateral atau karena karies disarankan dilakukan

balancing ekstraction, yaitu pencabutan kaninus sulung kontralateral agar

tidak terjadi pergeseran garis median dan kemudian dipasang space

mentainer. Molar pertama sulung yang tanggal prematur juga dapat

menyebabkan pergeseran garis median. Perlu tidaknya dilakukan balancing

ekstraction harus dilakukan terlebih dahulu. Molar kedua sulung terutama

10

Page 11: BAB 1 - BAB 5

rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal prematur

karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser kearah diastema

sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua

tumbuh sesuai letak benihnya. Gigi molar kedua sulung yang tanggal

prematur juga dapat menyebabkan asimetri lengkung geligi, gigi berdesakan

serta kemungkinan terjadi supra erupsi gigi antagonis. Bila kolar kedua

sulung tanggal prematur banyaknya pergeseran molar pertama permanen ke

mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjil gigi (bila tonjol gigi tinggi pergeseran

makin sedikit) dan waktu tanggal gigi tersebut (pergeseran paling banyak bila

molar kedua sulung tanggal sebelum molar permanen erupsi).

b. Persistensi gigi

Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth berarti

gigi sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Perlu

diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang

jelas menunjukan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen

pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi

persistensi gigi sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada dirongga mulut, perlu

diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada

orang tua pasien apakah dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk diregio

tersebut.

11

Page 12: BAB 1 - BAB 5

c. Trauma

Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen.

Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat

terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi gigi

permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang

mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang mengalami

dilaserasi biasanya tidak dapat mencapai oklusi yang normal bahkan kalau

parah tidak dapat dirawat ortodontik dan tidak ada pilihan lain kecuali

dicabut. Kalau ada dugaan terjadi trauma pada saat pembentukan gigi

permanen perlu diketahui anamnesis apakah pernah terjadi trauma disekitar

mulut untuk lebih memperkuat dugaan adanya trauma. Trauma pada salah

satu sisi muka pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri muka.

d. Pengaruh jaringan lunak

Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar

terhadap letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil

daripada tekanan otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama. Menurut

penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak

gigi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa bibir, pipi dan lidah yang

menempel terus pada gigi hampir selama 24 jam dapat sangat mempengaruhi

letak gigi. Tekanan dari lidah, misalnya karena letak lidah pada posisi istrahat

12

Page 13: BAB 1 - BAB 5

tidak benar atau karena adanya makroglosi dapat mengubah keseimbangan

tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga insisivus bergerak ke labial.

Dengan demikian patut dipertanyakan apakah tekanan lidah dapat

mempengaruhi letak insisivus karena meskipun tekanannya cukup besar yang

dapat menggerakkan gigi tetapi berlagsung dalam waktu yang singkat. Bibir

yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-langit kadang-kadang

mengandung jaringan parut yang selain tekanannya yang besar oleh karena

bibir pada keadaan tertentu menjadi pendek sehingga memberi tekanan yang

lebih besar dengan akibat insisivus tertekan ke palatal.

e. Kebiasaan buruk

Suatu kebasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup

tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi.

Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang

berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga faktor ini yang

paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan berlangsung.

Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak

pada gigi permanen bila kebiasaa tersebut telah berhenti sebelum gigi

permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanenn

erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisivus atas

proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas sempit serta

13

Page 14: BAB 1 - BAB 5

retroklinasi inisisvus bawah. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari

mana yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu

mengisap. Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi

insisivus atas disertai jarak gigit yang bertambah da retroklinasi insisivus

bawah. Kebiasaan mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan

tetapi lebih berupa adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena

mengisap jari. Dorongan lidah pada saat menelan tidak lebih beda daripada

yang tidak mendorongkan lidahnya sehingga kurang tepat untuk mengatakan

bahwa gigitan terbuka anterior terjadi karena adanya dorongan lidah pada

saat menelan. Kebiasaan menggigit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi

tetapi biasanya dampaknya hanya pada satu gigi.

f. Faktor iatrogenik

Pengertian kata iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan profesional.

Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan

iatrogenik. Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan

peranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat juga saat

menempatkan pegas tidak benar sehingga yag terjadi gerakan gigi kedistal

dan palatal. Contoh lain adalah pemakaian kekuatan yang besar untuk

menggerakkan gigi dapat menyebabkan resobsi akar gigi yang digerakkan,

resobsi yang berlebihan pada tulang alveolar selain kematian pulpa gigi.

14

Page 15: BAB 1 - BAB 5

Kelainan jaringan periodontal dapat juga disebabkan adanya perawatan

ortodontik, misalnya gerakkan bibir kearah labial/bukal yang berlebihan

dapat menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.1

2.3 Klasifikasi Maloklusi Menurut Angel

a. Kelas 1 : maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar tonjol

mesial terhadap molar pertama permanen atas. Relasi lengkung gigi semacam ini

biasa disebut juga dengan istilah netroklusi. Kelainan yang menyertai dapat

berupa gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior dan lain-lain.

b. Kelas II : maloklusi angle kelas II adalah hasil kelainan skeletal dan

dentoalveolar yaitu malrelasi antara maksila dan mandibula.7 lengkung bawah

minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari relasi yang normal terhadap

lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar. Relasi seperti ini biasa juga disebut

distoklusi.maloklusi kelas II dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi

insisivus atas :

Divisi 1 : insisivus atas proklinasi atau meskipun insisivus atas

inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit yang

bertambah.

Divisi 2: insisivus sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang insisivus

lateral proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiolabial. Jarak gigit

15

Page 16: BAB 1 - BAB 5

biasanya dalam batas normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah.

Tumpang gigit bertambah. Dapat juga keempat insisivus atas retroklinasi

dan kaninus terletak dibukal.

c. Kelas III : lengkung bwah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesial

daripada lengkung geligi atas bila dilihat dari relai molar pertama permanen.

Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut juga mesioklusi. Relasi anterior

menunjukan adanya gigitan terbalik. 1

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh foster dan day (1974) menemukan

bahwa penderita maloklusi klas 1 sebesar 44%, klas 2 divisi 1 sebesar 27%,

kals 2 divisi 2 sebesar 18%, klas 2 (tak pasti) 7%, klas 3 (sejati) 3 %, dan klas 3

(postural) sebesar 0,3%.2 Menurut winoto (1989) kasus maloklusi klas 1 sebesar 80

% yang terjadi di Indonesia.

2.4 Tujuan Perawatan Ortodontik

Tujuan perawatan ortodontik adalah :

a. Kesehatan gigi dan mulut

b. Estetik muka dan geligi

c. Fungsi kunyah dan bicara yang baik

d. Stabilitas hasil perawatan

16

Page 17: BAB 1 - BAB 5

Sebagian besar integral dari upaya mencapai kesehatan secara menyeluruhmakan

perawatan ortodontik harus dapat mengoreksi maloklusi dan meningkatkan kesehatan

gigi dan mulut. Kebanyakan pasien memerlukan perawatan orotodontik harus dapat

mengoreksi maloklusi dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan pasien

memerlukan perawatan orotodontik untuk memperbaiki estetik muka dan geligi yang

bisa diperoleh bila gigi-gigi terletak teratur dalam lengkung geligi yang menjadikan

muka pasien menyenangkan. Susunan geligi yang teratur dalam lengkung geligi tetapi

bila insisivus atas maupun bawah dalam keadaan proklinasi menyebabkan muka yang

tidak menyenangkan. Dengan adanya gigi-gigi yang terletak baik dalam lengkung dan

juga hubungannya dengan lengkung geligi antagonis memberikan fungsi yang lebih baik

daripada gigi yang tidak teratur. Hasil perawatan ortodontik harus menjamin bahwa

letak gigi-gigi sesudah perawatan ortodontik akan stabil dan tidak cenderung terjadi

relaps. Hal ini dapat dicapai dengan menempatkan gigi-gigi sesuai dengan ketentuan dan

mempunyai hubungan yang baik dengan gigi antogonisnya. 1

2.5 Indikasi Ekstraksi atau Non Ekstraksi Pada Perawatan Ortodonti

Penyedian tempat untuk koreksi letak gigi gigi yang berdesakan dapat diperoleh dari

enamel stripping, ekspansi lengkung geligi, distalisasi molar, memproklinasikan

insisivus dan pencabutan gigi permanen. 3

1. Tindakan Non ekstraksi

17

Page 18: BAB 1 - BAB 5

a. Enamel stripping

Pengurangan enamel dapat dilakukan pada sisi distal/mesial gigi sulung

atau permanen. Enamel stripping selain menyediakan ruangan juga dapat

membentuk gigi permanen ke bentuk yang lebih baik atau memperbaiki titik

kontak. Enamel stripping dilakukan dengan menggunakan metal abrasive

strip atau dengan menggunakan bur yang dipasang pada high speed air-

turbine handpiece. Untuk memudahkan pengurangan enamel didaerah

posterior dapat dipasang separator diantara molar dan premolar selama 3-5

hari sehingga didapatkan diastema diantara gigi-gigi tersebut. Banyaknya

enamel yang dibuang tanpa membahayakan gigi tersebut adalah 0,25 mm

tiap sisi gigi. Enamel stripping bila dilakukan dengan baik tidak memberikan

efek negatif pada gigi yang dikurangi enamelnya. Bila enamel stripping

dilakukan pada semua gigi insisivus maka akan didapat ruangan 2 mm di

regio anterior sedangkan bila dilakukan pada seluruh rahang akan didapat

ruagan sebesar 5-6 mm di rahang tersebut. Perlu diupayakan bahwa enamel

stripping juga tetap mempertahankan bentuk gigi dan kontak dengan gigi

yang berdekatan. Harus diingat bahwa sesudah dilakukan enamel stripping

gigi harus diulas dengan bahan aplikasi topikal yag mengandung flour untuk

mencegah terjadinya karies pada gigi tersebut.

b. Ekspansi

18

Page 19: BAB 1 - BAB 5

Ekspansi adalah suatu prosedur untuk melebarkan lengkung gigi, dan

dapat dilakukan baik dalam arah sagital (protraksi) maupun transversal.

Gejala klinis yang terlihat pada defisiensi lengkung gigi adalah kontraksi

lengkung gigi, gigitan silang (anterior maupun posterior), gigi yang berjejal

serta koridor bukal yang lebar. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan

ekspansi pada lengkung giginya. Ekspansi dapat mengatasi kekuarangan

ruang 3-8 mm dengan melebarkan jarak intermolar lengkung gigi atas sekitar

4-10 mm dan lebar intermolar lengkung gigi bawah sekitar 4-6 mm. Adkins

dkk menyatakan bahwa tiap penambahan 1 mm lebih intermolar, akan

menambah panjang lengkung gigi sebesar 0,77 mm. Bila diperlukan

ekspansi kurang dari 4 mm, pada periode gigi bercampur, dapat digunakan

alat ekspansi lepasan dengan spring dan screw ekspansi yang diaktivasi

sebesar 1-2 putaran per minggu yang menghasilkan pergerakan 0,20-0,50

mm. Pada periode gigi permanen, alat eksoansi yang digunakan dapat berupa

quad helix, w-spring TPA atau arc-wire. Bila ekspansi diperlukan sekitar 5-

12 mm diindikasikan alat ekspansi cekat. Aktivasi sebesar 0,5-1 mm atau 2

kali putaran per hari. RPE dapat mengekspansi tidak hanya pada lengkung

gigi tetapi juga lengkung rahang denga usia optimal penggunaan RPE adalah

pada puncak masa pertumbuhan. Pada kasus skeletal ekstrem, bila

19

Page 20: BAB 1 - BAB 5

diperlukan ekspansi lebih dari 12 mm diindikasikan alat ekspansi cekat

dikombinasi dengan bedah.

c. Distalisasi Gigi Molar atas

Distalisasi gigi molar aas bertujuan untuk memperoleh ruangan guna

memperbaiki susunan gigi geligi atau memperbaiki hubungan gigi molar.

Pergerakan yang diinginkan adalah pergerakan bodili semaksimal mungkin

dengan minimalnya resiko resorpsi akar dan loss of anchorage gigi anterior

ke labial. Indikasi distalisasi molar atas adalah pada kasus maloklusi klas II

ringan hingga sedang, terutama pada kasus yang disebabkan oleh prematur

loss, pada kasus gigi berjejal ringan hingga sedang, baik untuk tipe wajah

mesofacial atau brachifacial, profil wajah lurus atau flat dan masih

mempunyai potensi pertumbuhan. Alat untuk distalisasi gigi molar dapat

intraoral atau ekstraoral. Headgear merupakan alat distalisasi molar ekstra

oral yang paling sering digunakan. Kelebihan headgear selain menghasilkan

efek ortodonti juga efek ortopedik pada usia pertumbuhan, tidak

menyebabkan hilangnya penjangkaran pada gigi anterior, dapat digunakan

pada kasus asimetri, dan memiliki kontrol vertikal. Headgear mendistalisasi

gigi molar sebesar 3 mm dalam 3 bulan. Banyak macam alat distalisasi

molar intra oral. Hilger’s pendulum adalah salah satu alat intra oral yang

sering dipakai. Alat ini terdiri atas plat palatal akrilik berdiameter 25 mm

20

Page 21: BAB 1 - BAB 5

dengan kawat distalisasi dari beta-titanium berdiameter 0,032 yang tertanam

didalamnya, kemudian ujung kawat distalisasi lainnya disolder atau

dimasukkan kelingual palatal sheath dari cincin gigi molar. 3

2. Tindakan Ekstraksi

Pencabutan gigi permanen perlu dilakukan apabila diskrepansi total menunjukan

kekurangan tempat lebih dari 8 mm. Diskrepansi total terdiri atas diskrepansi

model, diskrepansi sefalometrik, kedalaman kurva spee dan perkiraan banyaknya

keholangan penjangkaran. Untuk mendatarkan kurva spee yang kedalamannya

kurang dari 3 mm diperlukan tempat 1 mm, bila lebih besar daripada 5

mmdiperlukan tempat 2 mm. Sebelum dilakukan pencabutan gigi permaen pada

masa geligi pergantian perlu diperhatikan bahwa gigi permanen yang lain ada

meskipun saat itu masih belum erupsi. Pemilihan gigi yang akan dicabut

membutuhkan pertimbangan yang kompleks yang menyangkut semua aspek

perawatan ortodontik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mencabut

gigi permanen antara lain sebagai berikut :

Prognosis gigi, misalnya adanya karies yang besar disertai kelainan

patologis pada apikal yang seandainya dirawat prognosis gigi tersebut

dalam jangka lama masih diragukan.

Letak gigi yang kadang-kadang sangat menyimpang dari letak yang

normal

21

Page 22: BAB 1 - BAB 5

Banyaknya tempat yang dibutuhkan dan dimana letak kekurangan tempat

tersebut.

Relasi insisivus

Kebutuhan penjangkaran apakah perlu digunakan penjangkaran

maksimum atau tidak

Profil pasien apakah pencabutan yang dilakukan dapat menyebabkan

perubahan profil pasien, misalnya pasien dengan profil yang lurus dengan

adanya pencabutan dapat menyebabkan profil menjadi cekung.

Tujuan preawatan apakah perawatan komprehensif ataukah perawatan

kompromo atau bahkan hanya penunjang.1

22

Page 23: BAB 1 - BAB 5

2.6 Faktor-faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Mencabut Beberapa

Komponen Individual Dari Gigi Geligi

2.6.1 Insisivus atas

Insisivus sentral atas jarang dicabut untuk menghilangkan susunan yang berjejal,

kecuali kondisinya merupakan faktor pengindikasi, seperti misalnya jika gigi ini fraktur

parah. Pada kasus semacam itu, insisivus lateral bisa digeser dan diberi mahkota

selubung agar mirip dengan insisivus sentral yang dicabut pada situasi yang

menguntungkan. Alasan mencabut insisivus lateral atas adalah : 1)malposisi gigi yang

parah, khususnya jika apeksnya terlalu dipalatal 2) malformasi gigi, yang paling sering

adalah mahkotanya berbentuk konus. Kadang-kadang gigi ini juga dicabut untuk gigi

kaninus, jika gigi kaninus ini berjejal ke bukal, keluar dari lengkung rahang.4

2.6.2 Insisivus bawah

Seringkali gigi insisivus bawah tampaknya seolah-olah gigi yang perlu dicabut

untuk menghilangkan susunan yang berjejal, khususnya jika keadaan berjejal ini terbatas

pada segmen anterior dari lengkung gigi. Meskipun demikian, secara umum hasil

pencabutan insisivus bawah mengecewakan, kecuali pada situasi-situasi khusus yang

tertentu. Ada kecenderungan bahwa sesudah insisivus bawah dicabut, gigi-gigi anterior

yang tersisa akan bergeser, dan meskipun susunan yang berjejal bisa diperbaiki dalam

waktu yang singkat, pergerakan ke depan dari gigi-gigi bukal akan menghasilkan kontak

23

Page 24: BAB 1 - BAB 5

dan posisi insisivus yang tidak ideal. Ada dua keadaan dimana pencabutan gigi insisvus

bawah merupakan indikasi, diluar pemikiran mengenai kondisi gigi-gigi, yaitu : 1) jika

insisivus sama sekali terletak diluar lengkung rahang 2) jika gigi kaninus bawah

mempunyai inklinasi distal yang besar. Pada kasus kedua ini, pencabutan gigi disebelah

mesial gigi kaninus akan memungkinkan gigi ini diperbaiki letaknya, karena

menggerakkan mahkota lebih mudah daripada menggerakkan bagian apika. Bahkan

pada situasi ini, pencabutan gigi premolar dan memperbaiki susunan gigi-gigi anterior

dengan terapi pesawat sering kali merupakan pilihan yang lebih sesuai.

2.6.3 Kaninus

Kaninus atas normalnya haya dicabut jika letaknya sangat malposisi. Keadaan ini

bisa merupakan malposisi perkembangan, atau malposisi akibat susunan gigi yang

berjejal. Posisi apeks merupakan faktor pertimbangan utama. Kaninus adalah gigi yang

besar dan pencabutan gigi ini akan meninggalkan ruangan yang lebih besar daripada

pencabutan inisisivus lateral maupun gigi premolar. Dari segi penampilan, kaninus bisa

digantikan dengan baik oleh gigi premolar pertama, asalkan gigi ini berada pada posisi

yang baik dan tidak terotasi. Pencabutan gigi kaninus bawah hanya bisa

dipertimbangkan jika gigi ini diperkirakan sangat sulit diperbaiki susunannya. Ini

biasanya terjadi jika gigi terletak sama sekali diluar lengkung gigidan apeksnya sangat

24

Page 25: BAB 1 - BAB 5

malposisi. Insisivus lateral bawah-kontak premolar pertama seringkali buruk, dan

sumber peradanagan gingiva serta penyakit periodontal.

2.6.4 Premolar pertama

Seperti sudah disebutkan terdahulu, premolar pertama adalah gigi yang paling

sering dicabut untuk memperbaiki susunan yang berjejal 9. Gigi ini terletak didekat

bagian tengah setiap kuadran lengkung gigi, dan karena itu, normalnya terletak didekat

daerah yang berjejal. Faktor lain yang penting adalah gigi ini bis digantikan dengan

premolar kedua, yang mempunyai bentuk sama, dan membentuk hubungan kontak yang

sama dengan kaninus. Jadi, tanggalnya gigi premolar pertama tidak akan mempengaruhi

kualitas hidup antar gigi.

2.6.5 Premolar kedua

Pencabutan gigi premolar kedua untuk menghilangkan susunan yang berjejal

biasanya dilakukan jika gigi itu sendiri malposisi selain juga berjejal. Karena gigi

premolar kedua bererupsi sesudah premolar pertama dan molar pertama permanen, gigi

ini bisa saja terletak sama sekali diluar lengkung gigi. Jika dicabut, gigi ini bisa

digantikan denga baik oleh gigi premolar pertama kecuali jika gigi molar pertama tetap

miring atau rotasi kedepan, dimana pada kasusus ini kontak antara kedua gigi akan

menjadi tidak benar.

25

Page 26: BAB 1 - BAB 5

2.6.6 Molar pertama permanen

Molar pertama permanen merupakan subyek perdebatan dan perbedaan pendapat

menyangkut kegunaan gigi ini didalam lengkung gigi, khususnya karena sejak dahulu

gigi ini merupakan gigi permanen yang paling rentan terhadap karies dimasa kanak-

kanak. Gigi molar pertama permanen juga dianggap sebagai kunci dari lengkung gigi,

dan tidak boleh dicabut atau dikatakan bahwa molar pertama permanen bisa dicabut

sebagai tindakan rutin, yang bermanfaat bagi lengkung gigi pada beberapa kasus. Kedua

pendapat yang berbeda tersebut tentu saja tidak bisa benar dua-duanya, dan kelihatan

karena adanya variasi kondisi oklusal yang luas, maka tidak ada satu aturan tunggal

mengenai molar pertama yang bisa diterpkan pada semua individu. Seperti halnya

dengan gigi-gigi yang lain, situasi yang ada harus dilihat secara individual. Cara yang

rasional untuk melakukannya adalah dengan memeriksa hasil yang bisa diperoleh dari

pencabutan molar pertama permanen. Meskipun demikian, gigi molar pertama sering

juga dicabut jika kondisinya buruk. Pada kasus semacam ini, ada dua aturan umum

untuk menentukan waktu pencabutan yang paling cocok, yaitu : 1) jika tidak ada

susunan yang berjejal, atau bila keadaan ini terbatas pada segmen premolar, dan tidak

dibutuhkan ruangan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi anterior. Pada kondisi ini,

adalah merupakan kebiasaan untuk mencabut molar pertama sebelum molar kedua

erupsi, sehingga gigi molar kedua akan bisa bergeser kedepan selama erupsinya dan

menempati posisi molar pertama, asalkan gigi premolar yang berjejal sudah diperbaiki

26

Page 27: BAB 1 - BAB 5

terlebih dahulu. Pada praktiknya, molar pertama bawah biasanya perlu dicabut lebih

cepat daripada molar pertama atas, karena molar kedua berjalan kedepan dengan lebih

cepat pada rahang bawah. 2) jika dibutuhkan ruangan untuk mengatur susunan gigi-gigi

anterior. Pada kondisi ini, ruang yang diperoleh dengan mencabut gigi molar pertama

dibutuhkan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi anterior. Oleh karena itu perlu

menunggu sampai molar kedua erupsi sebelum mencabut molar pertama, sehingga

penutupan ruang karena pergeseran kedepan dari molar kedua, bisa dicegah. Pada

susunan gigi geligi yang berjejal, jika gigi molar pertama kondisinya buruk, kadang-

kadang gigi ini perlu dicabut lebih dini, untuk memungkinkan terjadinya penutupan

ruangan, dan kemudian gigi premolar digerakkan masing-masing kuadran untuk

memperbaiki susunan gigi yag berjejal.

2.6.7 Molar kedua permanen

Gigi molar kedua permanen tidak sering dicabut untuk memperbaiki susunan

yang berjejal. Posisinya yang berada diakhir lengkung gigi pada masa kanak-kanak

membuat gigi ini biasanya terletak jauh dari daerah berjejal, dan tidakbenar-benar

malposisi meskipun ada susunan gigi yang berjejal. Meskipun demikian, Richardsno

(1983) melaporkan hasil suatu studi klinis dimana pencabutan molar kedua bawah

mengurangi berjejal-jejalnya susunan gigi-gigi anterior bawah. Gigi molar kedua bawah

kadang-kadang dicabut jika molar pertama tetap sudah bergeser kedepan, meninggalkan

27

Page 28: BAB 1 - BAB 5

ruang yang tidak memadai untuk erupsi premolar kedua. Pencabutan gigi molar kedua

memang dianjurkan untuk mencegah terjadinya impaksi molar ketiga bawah, namun

cara perawatan ini tidak bisa diterapkan untuk semua kasus. Satu-satunya kondisi

dimana pencabutan molar kedua bawah bisa menghasilkan posisi molar ketiga bawah

yang baik adalah : 1) jika molar ketiga letaknya lurus, tidak miring ke mesial lebih dari

30 derajat 2) jika pencabutan dilakukan hanya jika mahkota gigi molar ketiga sudah

terkalsifikasi. Pencabutan molar kedua juga menjadi alternatif perawatan pada pasien

dengan gigitan terbuka yang hanya berkontak pada gigi molar kedua dengan pembukaan

bidang oklusal yang besar.(prinsip perawatan dan pemilihan mekanik)

2.6.8 Molar ketiga permanen

Dahulu gigi ini dicabut untuk menghindari gigi berdesakan diregio anterior 7

tetapi sekarang banyak yang berpendapat bahwa pencabutan molar ketiga hanya untuk

mencegah gigi berdesakan diregio anterior tidak dianjurkan .

2.7 Penutupan Ruang Sesudah Pencabutan

Sudah banyak dilakukan penelitian mengenai penutupan spontan dari ruangan

sesudah pencabutan gigi. Seipel ( 1946 ) menemukan bahwa pada gigi geligi susu,

penutupan ruang terjadi lebih sedikit pada regio insisivus daripada diregio molar, dan

lebih banyak dirahang atas atas daripada dirahang bawah. Ia juga menemukan bahwa

pada gigi geligi susu, penutupan ruang sesudah pencabutan berjalan progresif sampai 28

28

Page 29: BAB 1 - BAB 5

bulan sesudah pencabutan, tetapi pada gigi geligi tetap, penutupan ruang terjadi paling

cepat selama 3 bulan pertama, agak melambat sampai 9 bulan, dan kemudian makin

melambat, dan hanya sedikit penutupan sesudah bulan ke 9. Secara umum disepakati

bahwa penutupan ruang sesudah pencabutan pada lengkung gigi yang berjejal atau

berpotensi berjejal terjadi dari kedua sisi ruang pencabutan, yaitu baikberupa pergerakan

mesial dari gigi yang terletak dibelakangnya maupun pergerakan ke distal dari gigi-gigi

yang terletak di depan ruang tersebut ( northway dkk, 1984 ). Pergerakan ke mesial

biasanya berlangsung lebih besar daripada pergerakan ke distal, bahkan

perbandingannya bias 2:1. 4

29

Page 30: BAB 1 - BAB 5

BAB III

KERANGKA KONSEP

Keterangan:

Variabel bebas Variabel tidak terkendali

Variabel terikat Variabel antara

Variabel terkendali Hub.antar variabel

Hubungan variabel terkendali / tidak terkendali

30

USIA Maloklusi Kelas 1

PERGERAKAN GIGI

-ekstraksi gigi/ non ekstraksi

Lama perawatan

ETIOLOGI MALOKLUSI

RESPON PASIEN

PENERAPAN MEKANIKA

PERAWATAN ORTODONTIK

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI

Page 31: BAB 1 - BAB 5

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik

4.2 Rancangan Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional

4.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dibagian RSGM Kandea

4.4 Waktu Penelitian

Maret 2012 – April 2012

4.5 Populasi Penelitian

a) Populasi : pasien yang telah selesai menjalani perawatan ortodontik dengan alat

ortodontik lepasan dibagian ortodontik RSGMP Kandea.

b) Sampel : sampel penelitian ini adalah model gigi dan kartu status dari pasien

yang telah selesai menjalani perawatan ortodonti

31

Page 32: BAB 1 - BAB 5

4.6 Kriteria Sampel

a) Perawatan ortodonti dengan alat ortodonti lepasan.

b) Model gigi sebelum dan sesudah perawatan ortodonti dalam keadaan baik.

c) Fase gigi permanen

d) Maloklusi kelas 1

e) Kartu status pasien

4.7 Variabel

a. Variabel bebas : Ekstraksi gigi

b. Variabel terikat : Lama waktu perawatan

c. Variabel terkendali : Usia dan maloklusi kelas 1

d. Variabel tidak terkendali :

a) Etiologi maloklusi

b) Tingkat keparahan maloklusi

c) Penerapan mekanika perawatan ortodontik

d) Respon pasien terhadap perawatan ortodontik

e. Variabel antara : Pergerakan gigi

4.8 Devinisi Operasional

32

Page 33: BAB 1 - BAB 5

a) Ekstraksi gigi adalah tindakan pencabutan gigi yang dilakukan untuk

mendapatkan ruang pada perawatan ortodonti.

b) Waktu yang diperlukan selama perawatan : waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan kasus maloklusi.

4.9 Alat dan Bahan

a) Model gigi rahang atas dan bawah sebelum dan sesudah perawatan.

b) Kartus status pasien.

c) Alat tulis

4.10 Kriteria Penilaian

a) Melihat keadaan model yang non ekstraksi dan kartu status pasien.

b) Melihat keadaan model yang di lakukan ekstraksi dan kartu status pasien.

c) Melakukan analisis terhadap kedua waktu perawatan ortodontik baik non

ekstraksi maupun ekstraksi.

4.11 Analisis Data

a) Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

b) Pengolahan data :

Dilakukan secara manual dan menggunakan SPSS.

33

Page 34: BAB 1 - BAB 5

c) Penyajian data :

Tabulasi ( distribusi tabel ) dan hasil olahan SPSS.

34

Page 35: BAB 1 - BAB 5

4.12 Alur Penelitian

35

Lokasi di RSGMP Kandea

Pengambilan sampel sesuai

kriteria penilaian

Maloklusi kelas 1

Sampel (model & kartu status

pasien) sebelum perawatan

Ekstraksi /non ekstraksi

Sampel (model & kartu status pasien) sesudah

perawatan

Analisis data

Kesimpulan

Page 36: BAB 1 - BAB 5

BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara ekstraksi gigi dengan

waktu yang diperlukan dalam perawatan ortodontik. Lama perawatan ortodontik dalam

penelitian ini dinilai dengan menggunakan satuan bulan. Penelitian ini dilakukan pada

bulan maret 2012 di Bagian Ilmu Orthodontik Rumah Sakit Gigi Mulut Hj. Halimah

Daeng Sikati, Kandea (RSGMP Kandea). Penelitian ini mengambil 60 model studi dan

kartu status pasien yang telah berhasil menjalani perawatan ortodontik sebagai sampel

penelitian. Sampel penelitian harus memenuhi kriteria seleksi sampel yang ditetapkan

sebelumnya untuk dijadikan sebagai sampel.

Pengambilan data dilakukan melalui pemeriksaan kartu status dan model studi

pasien yang telah berhasil dalam perawatan ortodontik. Kartu status dan model studi

pasien diperiksa sebelum dan setelah menjalani perawatan. Data yang diambil berupa

status sosio-demografi pasien, seperti usia dan jenis kelamin, kelas maloklusi pasien,

tanggal awal perawatan, dan tanggal selesai perawatan. Melalui data tanggal awal dan

tanggal selesai perawatan, akan diperoleh lama perawatan ortodontik. Kelas maloklusi

dalam penelitian ini dibatasi hanya pada kelas 1 maloklusi Angle. Selanjutnya, hasil

penelitian akan dikumpulkan, diolah, dan dianalisis menggunakan program SPSS (versi

16), serta ditampilkan melalui tabel distribusi sebagai berikut.

36

Page 37: BAB 1 - BAB 5

Tabel 1. Distribusi karakteristik subjek (N=60)

Karakteristik sampel Frekuensi (n)Persen

(%)Mean ± SD

Jenis kelamin

Laki-laki 18 30,0

Perempuan 42 70,0

Usia 20,78 ± 3,71

Kelas Maloklusi

Kelas 1 tipe 1 26 43,3

Kelas 1 tipe 2 7 11,7

Kelas 1 tipe 3 1 1,7

Kelas 1 tipe 6 26 43,3

Kelompok pencabutan

Ekstraksi 30 50,0

Non-ekstraksi 30 50,0

Lama Perawatan (bulan) 11,41 ± 7,37

Tabel 1 memperlihatkan distribusi karakteristik sampel penelitian dengan

jumlah sebanyak 60 model studi dan kartu status pasien. Terlihat pada tabel 1

bahwa model studi yang dijadikan sampel terdiri dari 42 perempuan dan 18 laki-

laki, dengan rata-rata usia yang dijadikan sampel adalah 20 tahun. Kelas

maloklusi yang dijadikan sebagai sampel dibatasi pada kelas 1, tanpa batasan tipe.

37

Page 38: BAB 1 - BAB 5

Namun, pada penelitian ini tidak ada model studi yang dijadikan sampel dengan

tipe 4 dan tipe 5. Pada tabel 1 terlihat, jumlah kelas maloklusi yang paling banyak

adalah kelas 1 tipe 1 dan kelas 1 tipe 6, masing-masing dari tipe ini berjumlah 26

model studi. Adapun, model studi yang dijadikan sampel dibagi dalam dua

kelompok yang sama banyak (30 model studi), yaitu kelompok ekstraksi dan non

ekstraksi. Rata-rata lama perawatan ortodontik dihitung dalam satuan bulan. Lama

perawatan ortodontik diperoleh melalui pengurangan tanggal selesai perawatan

dengan tanggal awal perawatan. Tabel 1 memperlihatkan rata-rata lama perawatan

adalah 11 bulan.

38

Page 39: BAB 1 - BAB 5

Tabel 2. Distribusi karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik sampelJenis Kelamin

TotalLaki-laki Perempuan

Kelompok pencabutan

Ekstraksi 9 (50%) 21 (50%) 30 (100%)

Non-ekstraksi 9 (50%) 21 (50%) 30 (100%)

Kelas Maloklusi

Kelas 1 tipe 1 8 (44,4%) 18 (42,9%) 26 (100%)

Kelas 1 tipe 2 2 (11,1%) 5 (11,9%) 7 (100%)

Kelas 1 tipe 3 0 (0) 1 (2,4%) 1 (100%

Kelas 1 tipe 6 8 (44,4%) 18 (42,9%) 26 (100%)

Lama Perawatan

1-10 bulan 10 (55,6%) 23 (54,8%) 33 (100%)

11-20 bulan 5 (27,8%) 12 (28,6%) 17 (100%)

>20 bulan 3 (16,7%) 7 (16,7%) 10 (100%)

Total 18 (100%) 42 (100%) 60 (100%)

39

Page 40: BAB 1 - BAB 5

Tabel 3. Distribusi karakteristik sampel berdasarkan kelompok pencabutan

Karakteristik sampelKelompok Pencabutan

TotalEkstraksi Non-ekstraksi

Jenis kelamin

Laki-laki 9 (30%) 9 (30%) 18 (100%)

Perempuan 21 (70%) 21 (70%) 42 (100%)

Kelas Maloklusi

Kelas 1 tipe 1 24 (80%) 2 (6,7%) 25 (100%)

Kelas 1 tipe 2 6 (20%) 1 (3,3%) 24 (100%)

Kelas 1 tipe 3 0 (0) 1 (3,3%) 1 (100%

Kelas 1 tipe 6 0 (0) 26 (86,7%) 26 (100%)

Lama Perawatan

1-10 bulan 6 (20%) 27 (90%) 33 (100%)

11-20 bulan 15 (50%) 2 (6,7%) 17 (100%)

>20 bulan 9 (30%) 1 (3,3%) 10 (100%)

Total 30 (100%) 30 (100%) 60 (100%)

Tabel 2 dan tabel 3 memperlihatkan hal yang hampir sama. Pada tabel 2

terlihat distribusi karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin, sedangkan pada

tabel 3 terlihat distribusi karakteristik sampel berdasarkan kelompok pencabutan.

Melalui tabel 2, dapat terlihat bahwa perempuan lebih banyak dibandingkan laki-

laki baik pada kelompok ekstraksi maupun non-ekstraksi, yang terdiri dari 9 laki-

40

Page 41: BAB 1 - BAB 5

laki maupun 21 perempuan. Hal yang sama juga ditunjukkan pada tabel 3.

Adapun, kelas maloklusi tertinggi, baik untuk laki-laki maupun perempuan adalah

kelas 1 tipe 1 dan tipe 6. Tabel 2 memperlihatkan kelas 1 tipe 3 tidak terdapat

sama sekali pada laki-laki, sedangkan pada perempuan hanya satu orang. Lama

perawatan tertinggi, baik pada laki-laki maupun perempuan adalah 1-10 bulan,

dengan jumlah 10 untuk laki-laki dan 23 untuk perempuan. Pada tabel 3 terlihat

bahwa kelas maloklusi tertinggi untuk kelompok ekstraksi adalah kelas 1 tipe 1

(24 orang) dan untuk kelompok non-ekstraksi adalah kelas 1 tipe 6 (26 orang).

Tabel 3 juga menunjukkan lama perawatan tertinggi pada kelompok ekstraksi

adalah 11-20 bulan (15 orang) dan untuk kelompok non-ekstraksi adalah 1-10

bulan (27 orang).

41

Page 42: BAB 1 - BAB 5

Tabel 4. Distribusi rata-rata usia dan lama perawatan ortodontik

Karakteristik sampelFrekuens

i (n)

Usia Lama Perawatan (bulan)

Mean ± SD Mean ± SD

Jenis kelamin

Laki-laki 18 20,17±4,12 11,08±7,67

Perempuan 42 21,05±3,54 11,55±7,33

Kelas Maloklusi

Kelas 1 tipe 1 26 21,00±3,74 15,45±5,83

Kelas 1 tipe 2 7 20,00±2,16 16,71±7,87

Kelas 1 tipe 3 1 22±0 4,9±0

Kelas 1 tipe 6 26 20,73±4,13 6,19±4,96

Lama Perawatan

1-10 bulan 33 21,27±4,523 5,49±2,40

11-20 bulan 17 19,35±2,29 16,05±2,51

>20 bulan 10 21,60±1,65 23,04±2,35

Kelompok pencabutan

Ekstraksi 30 20,50±2,37 16,70±5,57

Non-ekstraksi 30 21,07±4,71 6,12±4,65

Total 60 20,78±3,71 11,41±7,37

Tabel 4 memperlihatkan distribusi rata-rata usia dan lama perawatan

ortodontik. Rata-rata usia laki-laki adalah 20 tahun dan untuk perempuan adalah

42

Page 43: BAB 1 - BAB 5

21 tahun. Adapun, berdasarkan kelas maloklusi, kelas 1 tipe 3 memiliki rata-rata

usia paling tinggi, yaitu 22 tahun. Pada kategori lama perawatan, kelompok >20

bulan memiliki rata-rata usia tertinggi dengan 21 tahun dan berdasarkan kelompok

pencabutan, non-ekstraksi gigi memiliki rata-rata usia lebih tinggi dari ekstraksi

gigi dengan 21 tahun juga. Selain usia, tabel 4 juga memperlihatkan rata-rata lama

perawatan ortodontik. Baik laki-laki, maupun perempuan memiliki rata-rata lama

perawatan yang sama, yakni 11 bulan. Berdasarkan kelas maloklusi, kelas 1 tipe 2

memburuhkan waktu yang paling lama, yaitu 16 bulan, dan kelas 1 tipe 3 yang

paling sedikit, yaitu 5 bulan. Dari segi kelompok pencabutan, ekstraksi gigi

memerlukan waktu yang lebih lama dari non-ekstraksi.

Tabel 5. Hubungan antara ekstraksi gigi dengan lama perawatan ortodontik

Kelompok PencabutanLama Perawatan

Total p value1-10 bulan 11-20 bulan >20 bulan

Ekstraksi 6 (18,2%) 15 (88,2%) 9 (90%) 30 (100%)0,000*

Non-ekstraksi 27 (81,8%) 2 (11,8%) 1 (10%) 30 (100%)

Total 33 (100%) 17 (100%) 10 (100%) 60 (100%)

*Chi-square test: p<0,001; very high significant

Tabel 5 memperlihatkan hubungan antara ekstraksi gigi dengan lama

perawatan ortodontik. Melalui tabel 5 terlihat bahwa perawatan ortodontik dengan

pencabutan membutuhkan waktu yang lebih banyak dibandingkan tanpa

pencabutan. Terlihat pada kelompok ekstraksi, lama perawatan tertinggi terletak

43

Page 44: BAB 1 - BAB 5

pada 11-20 bulan, sedangkan pada kelompok non-ekstraksi, lama perawatan

tertinggi terletak pada 1-10 bulan. Berdasarkan uji chi-square, terlihat p<0,001,

yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ekstraksi gigi dengan

waktu yang diperlukan dalam perawatan ortodontik. Nilai p value yang sangat

kecil menunjukkan hubungan yang sangat signfikan. Jadi, melalui hasil penelitian

ini dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pencabutan gigi dengan lama

perawatan ortodontik.

44

Page 45: BAB 1 - BAB 5

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan ekstraksi gigi

dengan lama perawatan orthodonti di RSGM kandea. Seperti yang sudah di bahas

sebelumnya, jelas bahwa jika susunan gigi yang berjejal terletak disalah satu

lengkung gigi, susunan ini akan bisa diperbaiki dengan lebih mudah jika

dilakukan pencabutan pada bagian lengkung tersebut, daripada dibagian lain yang

jauh letaknya dari tempat gigi yang berjejal. Meskipun demikian, prinsip ini

bukanlah sesuatu yang absolut. Susunan insisvus yang berjejal biasanya diperbaiki

dengan mencabut gigi premolar, sehingga bisa diperoleh penampilan akhir yang

lebih memuaskan dan keseimbangan oklusal daripada jika gigi insisivus yang

dicabut. Selanjutnya, posisi akhir dari gigi dan khususnya, rincian kontak

interdental, harus juga dipertimbangkan. Premolar pertama, pada kenyataannya,

adalah gigi yang paling sering dicabut untuk memperbaiki susunan berjejal.

Karena letaknya ditengah pada setiap kuadran rahang, gigi premolar pertama

biasanya terletak cukup dekat dengan daerah berjejal, baik di segmen anterior

maupun bukal. Faktor pertimbangan yang lain adalah posisi gigi itu sendiri. Gigi-

gigi yang sangat malposisi dan sulit diperbaiki susunannya adalah gigi yang

paling sering dipilih dicabut. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan pada

gigi-gigi perorangan yaitu :

45

Page 46: BAB 1 - BAB 5

a. Insisivus atas dan kaninus : biasanya dicabut hanya jika kondisi gigi-gigi

ini sudah rusak atau malposisi parah.

b. Insisivus bawah dan kaninus :pencabutan biasanya dihindarkan, kecuali

jika posisi gig-gigi ini sama sekali keluar dari lengkung atau gigi kaninus

mempunyai inklinasi distal yang sangat besar.

c. Premolar pertama : gigi yang paling sering dicabut. Dapat digantikan

dengan mudah oleh premolar kedua, dan karena merupakan pusat dari tiap

kuadran, gigi ini biasanya terletak dekat dengan daerah yang berjejal.

d. Premolar kedua : biasanya dicabut hanya jika malposisi. Bisa digantikan

dengan baik oleh premolar pertama, kecuali jika molar pertama miring

atau berotasi.

e. Molar pertama : biasanya bukan gigi yang dipilih untuk dicabut. Jika

pencabutan perlu dilakukan akibat karies, ada situasi umum yang

menentukan saat pencabutan :

Jika tidak dibutuhkan ruang untuk memperbaiki susunan segmen

anterior, cabut gigi ini sebelum molar kedua erupsi.

Jika ruang dibutuhkan untuk memperbaiki susunan segmen

anterior, cabut gigi ini sesudah molar kedua erupsi.

f. Molar kedua : pencabutan tidak memungkin terjadinya perbaikan spontan

dari kondisi berjejal, tetapi bisa menghilangkan impaksi molar ketigajika :

Molar ketiga tidak terlalu miring ke distal

46

Page 47: BAB 1 - BAB 5

Perkembangan molar ketiga belum melampaui tahap kalsifikasi

mahkota pada saat pencabutan.

g. Molar ketiga : kadang-kadang dicabut dini, meskipun ada keraguan apakah

pencabutan ini bisa ikut membantu menghilagkan atau mencegah kondisi

berjejal anterior.4

Pencabutan gigi-gigi biasanya dilakukan untuk dua alasan utama yaitu untuk

menghilangkan susunan gigi yag berjejal dan mendapatkan ruangan demi

memperbaiki penyimpangan lengkung antero-posterior. Dari hasil penelitian yang

dilakukan bahwa terlihat pada kelompok ekstraksi, lama perawatan tertinggi

terletak pada 11-20 bulan, sedangkan pada kelompok non-ekstraksi, lama

perawatan tertinggi terletak pada 1-10 bulan. Berdasarkan uji chi-square, terlihat

p<0,001, yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ekstraksi

gigi dengan waktu yang diperlukan dalam perawatan ortodontik. Nilai p value

yang sangat kecil menunjukkan hubungan yang sangat signfikan. Jadi, melalui

hasil penelitian ini dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pencabutan gigi

dengan lama perawatan ortodontik.

47

Page 48: BAB 1 - BAB 5

BAB VII

PENUTUP

6.1KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Makassar pada tanggal 8

maret 2012-9 maret 2012, maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Perbedaan lama perawatan jelas ketika pasien ekstraksi dan non ekstraksi

dibandingkan.

b. Lama perawatan juga berhubungan dengan jumlah gigi yang diesktraksi

c. Gigi premolar pertama merupakan gigi yang paling banyak diekstraksi

karena merupakan pusat dari tiap kuadran

d. Pencabutan gigi-gigi biasanya dilakukan untuk dua alasan utama yaitu

untuk menghilangkan susunan gigi yag berjejal dan mendapatkan ruangan

demi memperbaiki penyimpangan lengkung antero-posterior.

6.2SARAN

a. Dalam mengambil keputusan tindakan ekstraksi maupun tindakan non

ekstraksi, seorang dokter gigi harus melakukannya dengan teliti agar tidak

terjadi kesalahan dalam melakukan perawatan.

48

Page 49: BAB 1 - BAB 5

b. Pasien yang kooperatif juga dapat membantu dlam menentukan lama

perawatan ortodonti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Susilowati, Sulastry. Korelasi antara lebar mesiodistal gigi dengan

kecembungan profil jaringan lunak wajah orang bugis-makassar.

Dentofacial 2007 Okt; 2(6): 73

2. Mavreas dimitrious, Athanasiou Arhanasiouus E. Factor affecting the

duration of orthodontic treatment: a systemic review. University of

theddoloniki 2008 Des; (30): 387, 393

3. Erliera, Anggani Haru setyo. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam

menentukan indikasi ekstraksi atau non ekstraksi pada perawatan

orthodonti. Dentika dental journal 2006; 2(11): 198-201

4. Foster, T.D. Buku ajar ortodonsi edisi III. Jakarta: EGC; 1997, p. 134-156

5. Rahardjo, P. Ortodonti Dasar. Surabaya: AUP; 2009, p. 112-131

6. Rahmadhan Ardyan Gilang. Kesehatan gigi dan mulut . Kawah media.

Jakarta. 2010 hal 155

49

Page 50: BAB 1 - BAB 5

7. Yohana, Winny. Perawatan ortodonti pada geligi campuran. Fakultas

kedokteran gigi universitas padjajaran. Bandung. Hal : 1

8. Margo A, Krisnawati, dkk. Evaluasi lebar antar kaninus dan antarmolar

pada perawatan kasus maloklusi dengan pencabutan premolar pertama.

M.I. Kedokteran gigi 2006 Des; 4(21): 133-132, 135

9. Sakinah, sutardjo iwa, dkk. Perawatan maloklusi angle kelas II divisi 1

dengan pre ortodontik trainer individual hidrophilic vinye polysiloxine.

M.I. Kedokteran gigi 2008 Mar; 1(23) : 22

10. Budianto Erly, Purbiati maria. Prinsip perawatan dan pilihan mekanik

kasus gigitan terbuka anterior. M.I. Kedokteran gigi 2007 Sept; 3 (22) :

104-108

11. Metalita murtia, pencabutan gigi molar ketiga untuk mencegah terjadinya

gigi berdesakan anterior rahang bawah. M.I. Kedokteran gigi 2007 Mar 2

(23) : 1

50