bab 1 bab 2 bab 3

58
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menentukan kualitas kehidupan suatu bangsa. Menurut Mulyasa (2008) tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa depan yang cerah, damai dan sejahtera (Siti dkk, 2009:1). Pembaharuan pendidikan yang selalu dilakukan akan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektivitas metode pembelajaran. Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk belajar membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (BSNP, 2006:4). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kurikulum KTSP menuntut peserta didik untuk

Upload: ayuu-suurya-aguustin

Post on 29-Nov-2015

164 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 BAB 2 BAB 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menentukan kualitas kehidupan suatu bangsa. Menurut

Mulyasa (2008) tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa

depan yang cerah, damai dan sejahtera (Siti dkk, 2009:1). Pembaharuan

pendidikan yang selalu dilakukan akan meningkatkan kualitas pendidikan

nasional. Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu

disoroti yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan

efektivitas metode pembelajaran. Panduan pengembangan kurikulum disusun

antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk belajar

membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,

efektif dan menyenangkan (BSNP, 2006:4).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kurikulum

KTSP menuntut peserta didik untuk aktif, kreatif, efektif dan berfikir kritis. Untuk

menyelenggarakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum maka guru perlu

merancang perencanaan pembelajaran yang bervariasi, media yang menarik, dan

alat evaluasi yang baik sesuai dengan tuntutan kurikulum (Siti dkk, 2012:2).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

siswa secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual

Page 2: BAB 1 BAB 2 BAB 3

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dalam Perarturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006

tentang Standar Komponen Lulusan dijelaskan bahwa Standar Kompetensi

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk

SMA/MA/SMALB/Paket C adalah membangun dan menerapkan informasi dan

pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam mengambil keputusan

dan menunjukkan kemampuan untuk menganalisis dan memecahkan masalah

kompleks.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi (SI) memuat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar

(KD). SK dan KD harus dikuasai oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran dan

pada akhirnya dapat memenuhi Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Agar siswa

dapat memenuhi SK, KD dan SKL yang diharapkan, perlu didukung oleh standar

lain, yaitu Standar Proses dan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Dalam perarturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41

Tahun 2007 tentang Standar Proses, antara lain mengatur tentang perencanaan

proses pembelajaran yang mensyaratkan pendidik pada setiap satuan jenjang

pendidikan untuk mengembangkan Silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis. RPP adalah salah satu

komponen dari perangkat pembelajaran yang diharapkan mampu dikembangkan

untuk proses pembelajaran. Sehingga guru dapat melakukan pembelajaran yang

mengembangkan kemampuan berfikir kritis bagi peserta didik.

Page 3: BAB 1 BAB 2 BAB 3

Saat ini kesulitan yang sering dihadapi guru dalam proses perencanaan

kegiatan pembelajaran adalah membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan baik. Silabus dan

RPP hanya dituliskan secara garis besar saja sehingga tahap demi tahap di dalam

proses pelaksanaan pembelajaran tidak maksimal. Selain itu kebanyakan buku

yang beredar di pasaran saat ini tidak dibuat dengan menggunakan model

pembelajaran tertentu, lebih mengedepankan banyaknya contoh dan latihan soal,

sehingga siswa tidak bisa berfikir kreatif dan kritis. Penyajian materi cenderung

langsung diberikan tanpa banyak proses mencari tahu. Materi juga disajikan secara

langsung tanpa pendahuluan yang mengantarkan materi dengan masalah-masalah

pada kehidupan nyata.

Salah satu model pembelajaran inovatif yang memberikan kondisi tersebut

adalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan

pembelajaran yang paling tepat digunakan dalam perangkat pembelajaran yang

sesuai dengan tuntutan kurikulum yaitu proses pembelajaran yang aktif dan dapat

menanamkan kemampuan berfikir kritis yang siap digunakan dengan tujuan

pembelajaran yang lengkap dan indikator yang utuh dengan model yang tepat

sehingga memudahkan guru dalam proses pembelajaran.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Ahfidatul (2012), Ratna

Noviana(2010), membuktikan bahwa model Problem Based Learning (PBL)

dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis.

Page 4: BAB 1 BAB 2 BAB 3

Menurut (Yuliati, 2008:2) Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu

Pengetahuan Alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuan

yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode

ilmiah. Salah satu pokok bahasan pada pelajaran Fisika SMA adalah Fluida. Pokok

bahasan ini merupakan konsep yang sangat dekat dengan fenomena yang sering

ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian pada kenyataannya

masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari fluida dan

mengaplikasikannya dalam permasalahan sehari-hari.

Pelajaran fisika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit bagi

siswa, karena mereka beranggapan bahwa fisika hanya berhubungan dengan

rumus-rumus yang membingungkan. Sebagian dari mereka merasa kesulitan

dalam memahami dan menyelesaikan soal-soal fisika. Hal tersebut membuktikan

bahwa mereka belum dapat menguasai konsep fisika dengan baik. Selain itu

pembelajaran saat ini cenderung berpusat pada guru (Teacher Centered), siswa

tidak dituntut untuk aktif dan kreatif dalam kegiatan belajar mengajar.

Hal tersebut sangat bertentangan dengan Kurikulum dan pembelajaran

yang seharusnya mengutamakan peserta didik untuk aktif dalam kegiatan belajar

mengajar atau sering disebut Student Centered. Pembelajaran Student Centered

tidak mengandalkan guru sebagai pemberi ilmu pengetahuan, namun guru sebagai

fasilitator. Oleh karena itu siswa memerlukan bantuan pendampingan kognitif

dalam belajar fisika. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan

menggunakan Paket Scaffolding. Paket Scaffolding berbentuk Lembar Kerja yang

berisi suatu kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk menyelidiki,

mempelajari dan memahami dengan memberikan suatu bantuan dalam bentuk

Page 5: BAB 1 BAB 2 BAB 3

menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan masalah, sehingga

siswa dapat memahami, mengerjakan soal-soal fisika, dan dapat menanamkan

kemampuan berfikir kritis. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Aning

(2012) membuktikan bahwa pengembangan modul pembelajaran berbasis

scaffolding dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis.

Berdasarkan pemikiran diatas, maka pembuatan perangkat pembelajaran

perlu dikembangkan agar dapat menjadi motivasi dan media pembelajaran bagi

guru dan peserta didik. Oleh karena itu, pengembang mengambil judul

“Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Model Problem Based

Learning (PBL) berbasis Paket Scaffolding untuk meningkatkan

Kemampuan Berfikir Kritis pada Pokok Bahasan Fluida”.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan perangkat pembelajaran fisika dengan menggunakan Model

Problem Based Learning (PBL) berbasis Paket Scaffolding untuk

meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada Materi Fluida.

2. Mengetahui tingkat kelayakan produk pengembangan perangkat pembelajaran

fisika dengan menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) berbasis

Paket Scaffolding untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada materi

fluida.

C. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran Fisika dengan

menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) berbasis Paket Scaffolding

Page 6: BAB 1 BAB 2 BAB 3

untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada materi dengan spesifikasi

yaitu:

1. Perangkat pembelajaran fisika yang dikembangkan adalah perangkat

pembelajaran yang terdiri atas Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP), Bahan Ajar peserta didik, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Tes Hasil

Evaluasi Belajar peserta didik.

2. Komponen Silabus yang dikembangkan yaitu: Satuan pendidikan, Mata

Pelajaran, Kelas/Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Ranah

Kognitif, Materi, Kegiatan Pembelajaran, Indikator Pencapaian, Ranah

Indikator Pencapaian, Penilaian, Alokasi Waktu dan Sumber Belajar.

3. Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan

yaitu: Satuan Pendidikan, Mata Pelajaran, Kelas/Semester, Materi Pokok,

Alokasi Waktu, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, Tujuan

Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Model Pembelajaran, Sumber Belajar,

Alat-Alat, Langkah Pembelajaran dan Teknik Penilaian.

4. Komponen yang ada pada bahan ajar ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian

awal, isi dan penutup. Bagian awal terdiri dari halaman muka, kata pengantar,

daftar isi, sekilas isi buku, dan petunjuk penggunaan buku. Bagian isi terdiri

dari Pendahuluan Bab, Problem, Hipotesis, Detektif Fisika, Penjelasan Materi,

Contoh Soal, Latihan Soal, Tahukan Kamu, Tokoh Fisika, Discussion Area

(scaffolding), Kolom Mengingat, Penting, Uji Kompetensi. Bagian akhir

terdiri dari Peta Konsep, Rangkuman, Evaluasi, dan Glosarium.

5. Komponen lembar kerja siswa yang dikembangkan ada dua jenis, yaitu: LKS

untuk eksperimen dan LKS untuk diskusi dengan paket Scaffolding.

Page 7: BAB 1 BAB 2 BAB 3

a. LKS untuk eskperimen terdiri dari : Judul eksperimen, masalah, alat dan

bahan, langkah kerja, data pengamatan dan kesimpulan

b. LKS untuk diskusi dengan tahapan scaffolding berisi suatu kegiatan/tugas

yang harus dilakukan oleh siswa untuk mempelajari, menyelidiki dan

memahami suatu konsep yang sedang dipelajari.

6. Pada tes hasil belajar terdapat 10 pertanyaan yang disesuaikan dengan

kemampuan berfikir kritis peserta didik.

D. Pentingnya Penelitian dan Pengembangan

Pentingnya pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Siswa

a) Peserta didik dapat memotivasi, menggali konsep dan menemukan konsep

tentang Fluida secara mudah dan menyenangkan.

b) Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan

berfikir kritis fisika pada materi Fluida berbasis masalah.

2. Guru

a) Memberikan masukan bagi guru dalam memilih model pembelajaran yang

sesuai dalam upaya memperbaiki dan memudahkan pembelajaran fisika

sehingga pemahaman peserta didik dapat ditingkatkan.

b) Sebagai referensi belajar saat melaksanakan pembelajaran khususnya

meteri fluida.

3. Peneliti lain

Page 8: BAB 1 BAB 2 BAB 3

a) Menyediakan informasi tentang pengalaman pelaksanaan penelitian untuk

mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model Problem Based

Learning berbasis paket scaffolding untuk meningkatkan kemampuan

berfikir kritis.

E. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian Dan Pengembangan

Asumsi dalam penelitian dan pengembangan produk ini adalah perangkat

pembelajaran dengan Model Problem Based Learning (PBL) berbasis Paket

Scaffolding, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis fisika dan

mempunyai kelayakan digunakan untuk proses pembelajaran. Keterbatasan dari

penelitian dan perangkat pembelajaran fisika adalah:

1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa silabus, RPP, Bahan ajar,

LKS dan alat evaluasi hasil belajar.

2. Perangkat pembelajaran fisika yang dikembangkan terbatas pada materi Fluida

yang menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) berbasis paket

Scaffolding.

3. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan diharapkan dapat melatih siswa

untuk memecahkan masalah dan berfikir kritis.

4. Bahan ajar ini hanya digunakan untuk SMA kelas XI semester 2

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah utama yang digunakan dalam tulisan ini sebagai berikut.

1. Perangkat pembelajaran fisika adalah sekumpulan sumber belajar yang

memungkinkan peserta didik dan guru melakukan kegiatan pembelajaran

Page 9: BAB 1 BAB 2 BAB 3

fisika di kelas. Perangkat pembelajaran fisika yang akan dikembangkan dalam

penelitian ini berupa Silabus, RPP, Bahan Ajar, LKS, dan Alat Evaluasi Hasil

Belajar peserta didik.

2. Perangkat pembelajaran fisika dengan model Problem Based Learning (PBL)

adalah perangkat pembelajaran fisika yang didesain dengan menfasilitasi

peserta didik sebagai pembelajar yang aktif melalui masalah yang diberikan

diawal pembelajaran kemudian masalah dipecahkan melalui eksperimen dan

diskusi.

3. Paket Scaffolding merupakan bantuan pendampingan kognitif yang diberikan

kepada siswa untuk membimbing dalam belajar dan memecahkan masalah.

Bantuan yang dimaksud dalam LKS berupa penguraian masalah-masalah ke

dalam langkah-langkah pemecahan memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Bantuan scaffolding ini diberikan dalam bentuk lembar kerja yang berisi suatu

kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mempelajari,

menyelidiki, dan memahami suatu konsep yang sedang dipelajari.

4. Validasi perangkat pembelajaran fisika dilakukan dengan menggunakan

angket validasi dosen dan guru untuk aspek materi dan kelayakannya.

5. Validasi perangkat pembelajaran fisika pada materi fluida adalah tindakan

pembuktian atas kelayakan isi bahan ajar untuk digunakan dalam

pembelajaran fisika oleh 7 orang validator.

6. Validasi pada uji terbatas untuk mengetahui kemenarikan bahan ajar dari segi

tampilan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan ajar yang dibuat.

Page 10: BAB 1 BAB 2 BAB 3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran merupakan suatu perangkat yang dipergunakan

dalam proses belajar mengajar. Suhadi (dalam Trianto 2007) mengemukakan

bahwa “Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media petunjuk dan

pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran”. Menurut Depdiknas

(2008:11),

Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajarn interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

Dalam penelitian, jenis bahan ajar yang akan digunakan adalah bahan ajar

cetak antara lain modul dan LKS. Suatu perangkat pembelajaran minimal

memiliki lima komponen pokok sebagai berikut.

1. Silabus

Perarturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 41 Tahun

2007 tentang standar proses menyatakan.

“Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu,

Page 11: BAB 1 BAB 2 BAB 3

dan sumber belajar. Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”.

Dalam KTSP, silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan

kompetensi dasar ke dalam materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator

pencapaian kompetensi untuk penilaian hasil belajar (Mulyasa, 2007:190). Silabus

adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema

tertentu, yang mencangkup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang

dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan (Mulyasa,2007:199).

Pengembangan silabus dalam KTSP diserahkan sepenuhnya kepada setiap

satuan pendidikan dan disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan masing-

masing.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu KD

yang ditetapkan dalam standar isi yang dijabarkan dalam silabus (Mulyasa,

2007:212). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41

Tahun 2007 tentang Standar Proses, antara lain mengatur tentang perencanaan

proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan

untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

RPP merupakan komponen penting dari Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), yang dalam pengembangannya guru diberi kewenangan

secara leluasa untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik dan

kondisi sekolah, serta kemampuan guru itu sendiri. Pada hakekatnya, RPP adalah

Page 12: BAB 1 BAB 2 BAB 3

perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan dan memproyeksikan tindakan

yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran serta dikembangkan untuk

mengkoordinasi komponen pembelajaran, yakni standar kompetensi, kompetensi

dasar, indikator hasil belajar, tujuan pembelajaran, materi, model pembelajaran,

metode pengajaran, alat dan bahan, langkah pembelajaran dan penilaian. Dalam

KTSP, RPP mempunyai dua fungsi yaitu.

1. RPP hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan

pembelajaran dengan perencanaan yang matang (Mulyasa, 2007:217).

2. RPP berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran sesuai dengan apa

yang direncanakan. Dengan pengembangan KTSP, RPP harus disusun secara

sistematis dan sistemik, utuh dan menyeluruh, dengan beberapa kemungkinan

penyesuaian dalam situasi pembelajaran yang aktual.

Menurut Mulyasa (2007:219) disebutkan beberapa prinsip yang

diperhatikan dalam mengembangkan RPP untuk menyukseskan implementasi

KTSP yaitu.

1. Kompetensi yang dirumuskan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran harus

jelas, makin konkret kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat

kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi

tersebut.

2. Rencana pelaksanaan pembelajaran harus sederhana dan fleksibel, serta dapat

dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan pembentukan kompetensi

peserta didik.

3. Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam rencana pelaksanaan

pembelajaran belajaran harus menunjang, dan sesuai dengan kompetensi dasar

Page 13: BAB 1 BAB 2 BAB 3

yang akan diwujudkan.

4. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan harus utuh dan

menyeluruh, serta jelas penyampaiannya.

5. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksana program pembelajaran

3. Bahan Ajar Peserta Didik

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

guru atau instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas

(Yuliati, 2010:2). Menurut National Center for Vocational Education Research

Ltd/National Center for Competency Based Training, bahan ajar adalah segala

bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas (Danu, 2013:2).

Bahan ajar bisa berupa tertulis maupun yang tidak tertulis. Bahan ajar atau

teaching material terdiri atas dua kata yaitu teaching atau mengajar dan material

atau bahan. Dalam penelitian ini, bahan ajar yang dimaksud adalah buku teks

yang pokok pada bahasan tertentu. Untuk itu pengertian bahan ajar di sinipun,

terkait dengan buku teks. Dalam Perarturan Menteri Pendidikan Nasional No. 2

Tahun 2008 tentang Buku Teks Pelajaran Pasal 1 dinyatakan bahwa.

“Buku teks pelajaran pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi yang selanjutnya disebut buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan”.

Page 14: BAB 1 BAB 2 BAB 3

Standar Nasional Pendidikan ditetapkan oleh Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP). Pasal 35 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 (dalam BSNP, 2006)

menyebutkan bahwa BSNP bertugas membuat acuan untuk pengembangan

kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan

pembiayaan termasuk standarisasi terhadap kualitas buku teks pelajaran.

Penyusunan bahan ajar cetak, khususnya buku dimulai dari latar belakang

penulisan, definisi/pengertian dari judul yang dikemukakan, penjelasan ruang

lingkup bahasan dalam buku, hukum atau aturan yang dibahas, contoh-contoh

yang diperlukan, hasil penelitian, data dan interpretasinya, berbagai argumen yang

sesuai disajikan. Lebih lanjut diuraikan langkah-langkah yang harus dilakukan

guru dalam menulis buku sebagai pelengkap perangkat yang harus dilakukan guru

dalam menulis buku sebagai pelengkap perangkat pembelajaran adalah: (1)

menganalisis kurikulum, (2) menentukan judul buku, (3) merancang outline buku

agar memenuhi aspek kecukupan, (4) mengumpulkan referensi sebagai bahan

penilisan, (5) menulis buku dengan memperhatikan kebahasaan yang sesuai

dengan pembacanya, (6) mengedit dan merevisi hasil tulisan, (7) memperbaiki

tulisan, (8) menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan (Depdiknas,

2008).

Keuntungan bahan ajar cetak dikemukakan oleh Steffen Peter Ballstaedt

(dalam Yuliati, 2010:13) seperti: Pertama, bahan tertulis biasanya menampilkan

daftar isi, sehingga memudahkan bagi seorang guru untuk menunjukkan kepada

peserta didik bagian mana yang sedang dipelajari. Kedua, biaya untuk

penggandaannya relatif sedikit. Ketiga, bahan tertulis cepat digunakan dan dapat

dipindah-pindahkan secara mudah. Keempat, susunannya menawarkan

Page 15: BAB 1 BAB 2 BAB 3

kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu. Kelima, bahan tertulis relatif

ringan dan dapat dibaca di mana saja. Keenam, bahan ajar yang baik akan dapat

memotivasi pembaca untuk melakukanaktivitas, seperti menandai, mencatat, dan

membuat sketsa. Ketujuh, bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen

yang bernilai besar. Kedelapan, pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri.

4. Lembar Kerja Siswa

LKS merupakan lembaran-lembaran yang berisikan pedoman bagi peserta

didik untuk melaksanakan kegiatan belajar pada pokok kajian tertentu. Sedangkan

menurut (Siti dkk, 2012:13) Lembar Kerja Siswa (student worksheet) adalah

lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Berdasarkan

pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan lembaran-

lembaran yang berupa panduan peserta didik untuk memecahkan masalah yang

dipelajari secara mandiri pada materi tertentu.

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar

yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk memaksimalkan pemahaman dalam

upaya membentuk kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar

yang harus ditempuh. Lembar Kerja Siswa (LKS) digunakan sebagai media

pembelajaran untuk menarik minat dan motivasi peserta didik untuk mempelajari

suatu materi sehingga mudah dipahami. Keuntungan adanya lembar kerja siswa

bagi guru adalah memudahkan dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan

bagi peserta didik akan belajar secara mandiri dan belajar memahami dan

menjalankan suatu tugas tertulis (Siti dkk, 2012:14).

Menurut Trianto (2007:73-74) ada beberapa manfaat dan tujuan Lembar

Kerja Siswa (LKS) antara lain: (a) mengaktifkan peserta didik dalam proses

Page 16: BAB 1 BAB 2 BAB 3

belajar mengajar; (b)membantu proses peserta didik dalam mengembangkan

konsep; (c) melatih peserta didik untuk menemukan dan mengembangkan proses

belajar mengajar; (d) membantu guru dalam menyusun pembelajaran; (e) sebagai

pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran; (f)

membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari

melalui kegiatan pembelajaran; (g) membantu peserta didik untuk menambah

informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara

sistematis.

5. Tes Evaluasi Hasil Belajar

Untuk mengetahui tingkat ketercapaian dari indikator yang dibuat maka

disusun suatu alat ukur atau evaluasi yang dapat mengetahui sampai sejauh mana

kemampuan peserta didik dalam menyerap materi yang diajarkan atau

keberhasilan guru dalam menyampaikan materi.

Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan

berhasil apabila kompetensi dasarnya dapat dicapai. Untuk mengetahui tercapai

tidaknya KD, guru perlu mengadakan tes setiap selesai menyajikan suatu bahasan

kepada peserta didik. Fungsi penilaian ini adalah memberikan umpan balik kepada

guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan

program berikutnya bagi peserta didik belum berhasil.

Tes hasil belajar menurut Trianto (2007) adalah butir tes yang digunakan

untuk mengetahui hasil belajar peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar

mengajar. Tes ini dibuat mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai,

dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan

Page 17: BAB 1 BAB 2 BAB 3

kisi-kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya serta lembar

observasi penilaian psikomotor kinerja peserta didik.

Perangkat pembelajaran juga dilengkapi dengan alat evaluasi berupa tes

hasil belajar yang dapat digunakan untuk mengukur ketuntasan belajar peserta

didik. Tes hasil belajar yang baik, mencangkup: (1) soal-soal yang disajikan

sesuai dengan tujuan tes; 2) batasan soal-soal dirumuskan dengan jelas; 3) materi

pembelajaran representif; 4) petunjuk mengerjakan soal dinyatakan dengan jelas;

5) kalimat soal tidak menimbulkan penafsiran ganda; 6) rumusan pertanyaan soal

menggunakan kalimat tanya/perintah yang jelas; 7) gambar, grafik, tabel, atau

diagram terbaca dengan jelas; 9) penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa

Indonesia yang benar; 10) penggunaan bahasa, sederhana, dan mudah dimengerti;

11) waktu yang digunakan sesuai.

B. Model Problem Based Learning (PBL)

1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) dikembangkan untuk pertama kali oleh

Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di

McMaster University Canada (Amir, 2009). Problem Based Learning (PBL)

merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menolong peserta didik

untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada era globalisasi saat ini.

Menurut Arends (dalam Trianto, 2007), Problem Based Learning (PBL)

merupakan suatu pendekatan nyata yang berhubungan dengan kehidupan sehari-

hari sehingga diharapkan mereka dapat menyususun pengetahuannya sendiri,

mengembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan. Glazer

Page 18: BAB 1 BAB 2 BAB 3

(dalam Trianto, 2007), mengemukakan Problem Based Learning (PBL)

merupakan suatu strategi pengajaran dimana peserta didik secara aktif dihadapkan

pada masalah dalam situasi yang nyata dan terjadi pada kehidupan sehari-hari.

2. Tahap-Tahap Model Problem Based Learning (PBL)

Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Fase-Fase Perilaku Pendidik

Fase 1: memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik

Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran, mendiskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2 : mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti

Pendidik membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahan.

Fase 3 : membantu investigasi mandiri dan kelompok

Pendidik mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

Fase 4 : mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Pendidik membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta membantu mereka menyampaiakan-nya kepada orang lain

Fase 5 : menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Pendidik membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

(Trianto, 2007)

3. Keunggulan dan kelemahan Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Sanjaya (2006), model Problem Based Learning (PBL) memiliki

kelebihan dan kelemahan, diantaranya:

1. Menantang kemampuan peserta didik serta memberikan keputusan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik

2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik

Page 19: BAB 1 BAB 2 BAB 3

3. Membantu peserta didik dalam mentransfer pengetahuan peserta didik untuk

memahami masalah dunia nyata.

4. Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu.

PBM dapat mendorong peserta didik untuk melakukan evaluasi sendiri baik

terhadap hasil maupun proses belajarnya.

5. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berfikir kritis dan

mengembanagkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru.

6. Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

7. Mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus-menerus belajar

sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

8. Memudahkan peserta didik dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari

guna memecahkan masalah dunia nyata.

Disamping kelebihan, model PBL juga memiliki kekurangan, diantaranya.

1. Jika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan

merasa enggan untuk mencobanya.

2. Sebagian peserta didik beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai

materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus

berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan

belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Page 20: BAB 1 BAB 2 BAB 3

C. Scaffolding

Menurut Fadillah (2011) teori scaffolding pertama kali diperkenalkan di

akhir 1950-an oleh Jerone Bruner, seorang psikolog kognitif. Istilah scaffolding

digunakan pertama kali oleh Wood, dkk dengan pengertian bahwa scaffolding

merupakan dukungan pembelajar kepada peserta didik untuk membantunya

menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikannya sendiri.

Scaffolding merupakan metode pembelajaran yang didasarkan pada konsep

Vygotsky. Menurut Vygotsky peserta didik yang banyak tergantung pada

dukungan pebelajar untuk mendapatkan pemahaman berada di luar Zone Of

Proximal Development-nya, sedang peserta didik yang bebas atau tidak

bergantung dari dukungan pembelajar telah berada dalam daerah ZPD-nya. Zona

perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-

kemampuan yang belum matang yang masih berada di dalam proses pematangan.

Kemampuan-kemampuan ini akan menjadi matang apabila berinteraksi dengan

orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih berkompeten.

Peserta didik mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi ketika

mendapat bimbingan (scaffolding) dari seseorang yang lebih ahli atau melalui

teman sebaya yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Scaffolding adalah salah

satu prinsip pembelajaran yang efektif yang memungkinkan para pembelajar

untuk mengakomodasikan kebutuhan peserta didik masing-masing (Fadillah,

2011). Menurut Destiawaty (2012) scaffolding merupakan bantuan yang diberikan

kepada siswa untuk membimbing dalam belajar dan memecahkan masalah.

Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan

Page 21: BAB 1 BAB 2 BAB 3

masalah-masalah kedalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan

tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Paket scaffolding yang dikembangkan dalam LKS ini berbentuk lembar

kerja yang berisi suatu kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk

mempelajari, menyelidiki, dan memahami suatu konsep yang sedang dipelajari.

Dalam paket scaffolding ini, bantuan kepada siswa diberikan dalam bentuk

menguraikan masalah-masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan dengan

lembar kerja berscaffold tersebut, kondisi belajar yang berpusat pada guru dapat

diubah menjadi berpusat pada siswa.

D. Kemampuan Berfikir Kritis

Duron (2006) berfikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis dan

mengevaluasi informasi (Danu, 2013:29). Ennis (1996) mendefinisikan ranah

dasar berfikir kritis sebagai dasar interaksi yang sangat penting untuk diterapkan.

Berfikir kritis sebagai dasar interaksi yang sangat penting untuk diterapkan.

Berfikir kritis memiliki kecenderungan sikap untuk lebih peka terhadap orang lain

dan mengetahui esensi suatu permasalahan. Menurut Ennis (1996) indikator

kemampuan berfikir kritis dibagi menjadi 5 kelompok. Yaitu (1) memberikan

penjelasan sederhana (elementary clarification), (2) membangun keterampilan

dasar (basic support), (3) membuat kesimpulan (advanced clarification), (4)

membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), (5) mengatur strategi

dan taktik (strategies and tactics). Kelima indikator tersebut diuraikan lebih lanjut

dalam tabel.

Page 22: BAB 1 BAB 2 BAB 3

Tabel 2.2 Indikator Berfikir Kritis

Kemampuan Berfikir Kritis Indikator1. Menfokuskan

pertanyaana) Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaanb) Mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk

mempertimbangkan jawaban yang mungkinc) Menjaga pikiran

2. Menganalisis argumen a) Mengidentifikasi kesimpulanb) Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan

(eksplisit)c) Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan

(implisit)d) Mengidentifikasi ketidakrelevanan dan

kerelevanane) Mencari persamaan dan perbedaanf) Mencari struktur dari suatu argumeng) Merangkum

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan

a) Mengapab) Apa intinya, apa artinyac) Apa contohnya, apa yang bukan contohnyad) Bagaimana menerapkannya dalam kasus tersebute) Perbedaan apa yang membedakanf) Akankah anda menyatakan lebih dari satu

4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria suatu sumber)

a) Ahlib) Tidak hanya konflik interestc) Kesepakatan antar sumberd) Reputasie) Menggunakan prosedur yang adaf) Mengetahui resikog) Kemampuan memberi alasanh) Kebiasaan hati-hati

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

a) Ikut terlibat dalam menyimpulkanb) Dilaporkan oleh pengamat sendiric) Mencatat hal-hal yang diinginkand) Penguatan dan kemungkinan penguatane) Kondisi akses yang baikf) Penggunaan teknologi kompeteng) Kepuasan observer atas kredibilitas kriteria

6. Melakukan deduksi a) Kelompok yang logisb) Kondisi yang logisc) Interpretasi pertanyaan

7. Melakukan induksi a) Membuat generalisasib) Membuat kesimpulan dan hipotesis

8. Membuat nilai keputusan

a) Latar belakang faktab) Konsekuensic) Penerapan prinsip-prinsipd) Memikirkan alternatife) Menyeimbangkan, memutuskan

9. Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi

Ada tiga dimensia) Bentuk : sinonim, klasifikasi, rentang, ekspresi

yang sama, operasioanal, contoh dan nobcontohb) Strategi definisi (tindakan mengidentifikasi

persamaan)c) Konten (isi)

10. Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan

a) Penalaran yang implisitb) Asumsi yang diperlukan, rekonstruksi argumen

Page 23: BAB 1 BAB 2 BAB 3

definisi11. Memutuskan suatu

tindakana) Mendefinisikan masalahb) Menyelesaikan kriteria untuk membuat solusic) Merumuskan alternatif yang memungkinkand) Menentukan hal-hal yang akan dilakukan secara

tentatife) Mereviewf) Memonitor implementasi

12. Berinteraksi dengan orang lain

(Ennis, 1996)

E. Kelayakan Perangkat Pembelajaran dengan Model Problem Based

Learning (PBL) berbasis Paket Scaffolding

Setiap perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, RPP, Bahan Ajar,

LKS dan Tes Hasil Evaluasi diharapkan memenuhi kebutuhan siswa dan guru,

sesuai dengan kurikulum yang berlaku, yakni kurikulum tingkat satuan

pendidikan (KTSP), perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat,

serta memenuhi standar tertentu yang ditetapkan dalam dunia pendidikan

Indonesia. Standar yang dimaksud adalah standar penilaian modul (bahan ajar)

yang disebut kelayakan modul. Kelayakan modul (bahan ajar) dengan model

Problem Based Learning berbasis Paket Scaffolding disesuaikan dengan standar

penilaian buku teks dari BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).

Berdasarkan Perarturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 43, kelayakan bahan ajar dibagi

menjadi empat uji kelayakan yaitu, kelayakan isi, kelayakan kebahasaan,

kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikan. Kelayakan perangkat

pembelajaran dalam penelitian dan pengembangan hanya 3 kelayakan yaitu

kelayakan isi, kebahasaan, dan penyajian. Kelayakan isi, kelayakan kebahasan,

dan kelayakan penyajian dapat dijabarkan sebagai berikut.

Page 24: BAB 1 BAB 2 BAB 3

1. Kelayakan isi

Menurut Muslich (2009) dalam hal kelayakan isi ada tiga indikator yang

harus diperhatikan, yaitu (1) kesesuai materi dengan standar kompetensi (SK) dan

(KD) yang terdapat dalam kurikulum mata pelajaran yang bersangkutan meliputi

kelengkapan materi, keluasaan materi, dan kedalaman materi; (2) keakuratan

materi meliputi akurasi konsep dan definisi, akurasi prinsip, akurasi prosedur,

akurasi contoh, akurasi fakta, akurasi ilustrasi, dan akurasi sosial; (3) materi

pendukung pembelajaran meliputi kesesuaiannya dengan perkembangan ilmu dan

teknologi, keterkinian fitur, keterkinian contoh, keterkinian rujukan, penalaran,

pemecahan masalah, mendorong untuk mencari informasi lebih lanjut, dan materi

pengayaan.

Sedangkan menurut Depdiknas (2008) komponen kelayakan isi

mencangkup antara lain: kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar, kebenaran

substansi materi pembalajaran, manfaat untuk penambahan wawasan, kesesuaian

dengan nilai moral, dan nilai-nilai sosial.

2. Kelayakan kebahasaan

Menurut Muslich (2009) dalam hal kelayakan kebahasaan ada tiga

indikator yang harus diperhatikan, yaitu (1) kesesuaian dengan tingkat

perkembangan siswa, meliputi kesesuaian dengan tingkat perkembangan

intelektual dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional; (2)

kekomunikatifan, meliputi keterbacaan pesan dan ketepatan kaidah bahasa; (3)

keruntunan dan keterpaduan alur piket, meliputi keruntutan dan keterpaduan antar

bab serta keruntutan dan keterpaduan antar paragraf.

Page 25: BAB 1 BAB 2 BAB 3

Sedangkan menurut Depdiknas (2008) komponen kebahasaan antara lain

mencangkup: keterbacaan, kejelasan informasi, kesesuaian dengan kaidah bahasa

indonesia yang baik dan benar, serta pemanfaatan bahasa secara efektif dan

efisien (jelas dan singkat).

3. Kelayakan penyajian

Menurut Muslich (2009) dalam hal kelayakan penyajian, ada tiga indikator

yang harus diperhatikan, yaitu (1) tenik penyajian, meliputi sistematika penyajian,

keruntunan penyajian, dan keseimbangan antar bab; (2) penyajian pembelajaran

meliputi berpusat pada siswa, mengembangkan keterampilan proses,

memperhatikan aspek keselamatan kerja; (3) kelengkapan penyajian, meliputi

bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup.

Menurut Depdiknas (208) komponen penyajian antara lain mencangkup:

kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai; urutan sajian; pemberian motivasi,

daya tarik; interaksi (pemberian stimulus dan respon); kelengkapan informasi.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus disajikan secara lengkap dan

menarik.

F. Perangkat pembelajaran Berbasis Problem Learning (PBL) dengan paket

Scaffolding

Perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, RPP, Bahan Ajar, LKS

dan tes evaluasi hasil belajar dibuat dengan disesuaikan sintak pada PBL berbasis

Scaffolding kecuali silabus yang komponennya disesuaikan dengan standar isi

pada KTSP. RPP yang dikembangkan komponennya disesuaikan dengan standar

Page 26: BAB 1 BAB 2 BAB 3

isi, namun sintak yang ada pada model PBL berbasis paket scaffolding juga

dimasukkan dalam kegiatan guru dan peserta didik pada langkah pembelajaran.

Bahan ajar pada penelitian ini hanya pada materi fluida namun isi yang ada pada

bahan ajar juga disesuaikan dengan model PBL berbasis paket scaffolding. Selain

itu bahan ajar dibuat dengan disesuaikan dengan RPP sehingga dapat

mempermudah guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Bahan ajar berbasis problem based learning berbantuan paket scaffolding

disajikan dengan menampilkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitar

kehidupan sebelum menjelaskan materi. Dengan menampilkan permasalahan yang

terjadi di sekitar kehidupan sehari-hari sehingga bisa meningkatkan kemampuan

berfikir kritis. Dengan begitu akan tercipta suatu pembelajaran sesuai tuntutan

kurikulum yaitu menciptakan kondisi belajar aktif kepada siswa dan

meningkatkan kemampuan berfikir kritis.

Masalah dalam bahan ajar ini diajukan dalam situasi kehidupan nyata yang

autentik, dan menghindari jawaban sederhana.masalah ditampilkan pada bagian

“Problem”.

Setelah menampilkan suatu masalah, kemudian siswa diberi kesempatan

untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelidikan autentik

untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah tersebut.

Dalam penyelidikan autentik siswa disediakan LKS praktikum. LKS

praktikum berisi serangkaian kegiatan sisiwa untuk mengeksplorasi konsep

(menyelesaikan permasalahan yang ada pada pendahuluan). Setelah itu disajikan

materi dan jawaban untuk membahas LKS dan menyelesaikan masalah serta

Page 27: BAB 1 BAB 2 BAB 3

menyajikan soal-soal latihan. Dalam bahan ajar, LKS praktikum ditampilkan

bagian “ceck your problems”.

Dalam bahan ajar ini juga terdapat lembar kerja berbantuan paket

scaffolding yang ditampilkan pada bagian “ceck your problem, contoh soal, dan

diskusi”. Paket scaffolding berbentuk lembar kerja yang berisi suatu

kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mempelajari, menyelidiki,

dan memahami suatu konsep yang sedang dipelajari akan memberikan bantuan

kepada siswa dalam bentuk menguraikan masalah-masalah ke dalam langkah-

langkah pemecahan masalah sehingga siswa dapat memahami dan mengerjakan

soal-soal fisika.

G. Kerangka Berfikir

Saat ini kesulitan yang sering dihadapi guru dalam proses perencanaan

kegiatan pembelajaran adalah membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari

silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan baik. Silabus dan

RPP hanya dituliskan secara garis besar saja sehingga tahap demi tahap di dalam

proses pelaksanaan pembelajaran tidak maksimal. Buku Ajar yang digunakan saat

ini mengedepankan banyaknya latihan soal, penyajian materi cenderung secara

langsung tanpa pendahuluan yang mengantarkan materi dengan kehidupan nyata,

sehingga siswa tidak terbiasa dengan memecahkan suatu permasalahan sehingga

tidak menanamkan kemampuan berfikir kritis. Padahal berdasarkan Perarturan

Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 dan nomor 22 tahun 2006 bahwa

pembelajaran harus menciptakan kondisi aktif kepada siswa dan menanamkan

kemampuan berfikir kritis. Pengembangan suatu perangkat pembelajaran yang

Page 28: BAB 1 BAB 2 BAB 3

terdiri dari silabus, RPP, bahan ajar, LKS dan tes hasil evaluasi dengan

menggunakan model Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan

pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa

untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan yang esensial dari materi

pelajaran.

PP Nomer 19 Tahun 2005 Pasal 20, guru diharapkan mampu

mengembangkan materi pelajaran. Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang

Standar Proses, guru diharapkan mengembangkan perangkat pembelajaran. Salah

satu komponen perangkat pembelajaran adalah bahan ajar. Diharapkan guru

mampu mengembangkan bahan ajar sesuai dengan tuntutan kurikulum, yaitu

KTSP. Meskipun menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan

kurikulum, tapi masih saja siswa yang kesulitan dalam mengerjakan soal fisika,

dan pembelajaran masih berorientasi pada Teacher centered. Sehingga paket

scaffolding merupakan bantuan pendampingan kognitif yang tepat diberikan.

Paket scaffolding berbentuk lembar kerja yang berisi suatu kegiatan/tugas yang

harus dilakukan oleh siswa untuk menyelidiki, mempelajari dan memahami

dengan memberikan suatu bantuan dalam bentuk menguraikan masalah ke dalam

langkah-langkah pemecahan sehingga siswa dapat memahami dan mengerjakan

soal-soal fisika. Berdasarkan uraian diatas, untuk melatih siswa memecahkan

suatu masalah dan menanamkan kemampuan berfikir kritis serta dapat memahami

dan mengerjakan soal-soal fisika diperlukan suatu perangkat pembelajaran dengan

model problem based learning berbantuan paket scaffolding. Untuk lebih jelasnya,

kerangka berfikir dalam mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model

problem based learning berbasis paket scaffolding dapat dilihat pada Gambar.

Page 29: BAB 1 BAB 2 BAB 3

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model Penelitian dan Pengembangan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Research & Development yang

bertujuan menghasilkan produk berupa perangkat pembelajaran fisika dengan

menggunakan model Problem Based Learning (PBL) berbasis paket scaffolding

khusus materi Fluida. Penelitian dan pengembangan perangkat pembelajaran ini

mengadaptasi dari langkah-langkah penelitian Borg & Gall.

Menurut Borg & Gall penelitian dan pengembangan dilakukan dengan 10

tahap yaitu (1) penelitian dan pengumpulan informasi; (2) perencanaan; (3)

mengembangkan bentuk produk pendahuluan ; (4) uji coba pendahuluan; (5)

revisi produk utama; (6) uji coba produk utama; (7) revisi produk operasional;

(8) uji coba produk operasional; (9) revisi produk terakhir ; (10) desiminasi dan

implementasi. Langkah yang digunakan dalam penelitian ini sampai tahap ke lima

dimana uji coba produk utama hingga implementasi produk tidak dilakukan pada

penelitian ini.

Langkah-langkah diatas bukanlah langkah baku yang harus dilakukan.

Langkah-langkah tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dalam

penelitian dan keterbatasan waktu penelitian. Berikut ini beberapa langkah hasil

modifikasi dari prosedure Borg & Gall:

Page 30: BAB 1 BAB 2 BAB 3

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Pengembangan Perangkat Pembelajaran(Dimodifikasi dari Borg & Gall, 1983)

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan

Prosedur dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini mengadaptasi

tahap-tahap penelitian dan pengembangan Borg dan Gall sampai tahap kelima

yaitu merevisi hasil uji coba. Langkah-langkah yang ditempuh dalam

mengembangkan perangkat pembelajaran ini adalah sebagai berikut.

1. Studi Pendahuluan

a. Studi kepustakaan

1) Studi Kurikulum

Studi kurikulum dilakukan dengan mengidentifikasi standar kompetensi

dan kompetensi dasar mata pelajaran Fisika SMA materi Fluida. Berdasarkan

Perarturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar

isi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dari Materi Fluida disajikan dalam

Tabel 3.1

Page 31: BAB 1 BAB 2 BAB 3

Tabel 3.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menerapkan Konsep dan Prinsip Mekanika Klasik dan Sistem Kontinu dalam Menyelesaikan Masalah.

2.2 Menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statick dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari hari.

2) Analisis Sumber Belajar

Analisis sumber belajar dilakukan dengan menganalisis buku-buku teks

tentang fluida yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya untuk melihat

kesesuaian isi buku dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

dicapai siswa. Buku-buku yang telah sesuai akan digunakan sebagai acuan

penyusunan konsep dan contoh soal serta latihan soal pada bahan ajar dalam

perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan.

b. Survey Lapangan

Survey lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data

dilakukan dengan memberi angket kepada siswa kelas XI semester II untuk

mengetahui metode pembelajaran dan keadaan bahan ajar yang digunakan serta

wawancara terhadap beberapa guru fisika SMA kelas XI.

3. Pengembangan Produk

a. Penyusunan Indikator

Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata-

kata kerja operasional yang dapat diamati, diukur, tidak bermakna ganda, yang

mencangkup pengetahuan, sikap dan keterampilan. Penyusunan indikator harus

disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam KTSP.

Page 32: BAB 1 BAB 2 BAB 3

b. Pembuatan Silabus

Penyusunan silabus dan RPP didasarkan pada standar kompetensi dan

kompetensi dasar dari materi fluida.

c. Pembuatan Peta Konsep

Peta konsep merupakan gambaran dari konsep-konsep utama yang disusun

untuk menunjukkan pemahaman seseorang tentang suatu konsep. Disusun dari

konsep umum ke khusus yang dilengkapi dengan garis-garis penghubung yang

sesuai dan terdapat kata penghubung.

d. Penyusunan Outline

Outline terdiri dari sub-sub materi/kata kunci yang dibuat menjadi bahan

ajar dalam sebuah format yang terorganisir.

e. Penyusunan LKS

LKS dalam bahan ajar ini terdiri dari LKS praktikum dan Lembar Kerja

dengan tahapan scaffolding. LKS digunakna untuk mempermudah pemahaman

siswa terhadap konsep materi.

f. Penyusunan Modul (Bahan Ajar)

Komponen yang ada pada bahan ajar ini terdiri dari tiga bagian yaitu

bagian awal, isi dan penutup. Bagian awal terdiri dari halaman muka, kata

pengantar, daftar isi, sekilas isi buku,dan petunjuk penggunaan buku. Bagian isi

terdiri dari pendahuluan bab, Problem, hipotesis, detektif fisika, penjelasan materi,

contoh soal, latihan soal, tahukan kamu, tokoh fisika, discussion area

(scaffolding), kolom mengingat, penting, uji kompetensi. Bagian akhir terdiri dari

peta konsep, rangkuman, evaluasi, dan glosarium.

Page 33: BAB 1 BAB 2 BAB 3

3. Uji Produk

a. Validasi oleh para ahli

Tahap ini dilakukan dengan memberikan angket kepada ahli (dosen dan

guru fisika). Validasi yang dilakukan meliputi validasi isi, kelayakan penyajian

dan kelayakan bahasa. Apabila pada tahap validasi pertama belum mencapai

tingkat kevalidan yang diharapkan, maka perlu dilakukan revisi. Jika dalam tahap

validasi produk telaj mencapai tingkat kevalidan yang diharapkan maka dapat

dilakukan tahap uji coba terbatas.

b. Uji coba terbatas

Uji coba terbatas dilakukan untuk mengetahui keterbacaan siswa terhadap

bahan ajar yang dikembangkan. Hasilnya dijadikan bahan dalam memperbaiki dan

menyempurnakan produk. Uji coba melibatkan 9 orang siswa kelas XI. Bila

dalam tahap uji coba ini belum mencapai tingkat kelayakan yang diharapkan,

maka dilakukan revisi berdasarkan hasil angket dan masukan dari siswa demi

penyempurnaan bahan ajar yang dikembangkan.

c. Produk akhir

Produk akhir dalam pembelajaran ini adalah sebuah perangkat

pembelajaran yang telah memenuhi kriteria valid dan layak.

C. Uji Coba Produk

1. Desain Uji Coba

Desain uji coba penelitian dan pengembangan terbagi dalam dua bagian yaitu

uji kelayakan dan uji keterbacaan oleh reviewer. Uji kelayakan berupa

Page 34: BAB 1 BAB 2 BAB 3

penilaian terhadap produk melalui angket. Desain uji coba dapat dilihat pada

gambar 3.2.

Gambar 3.2 Desain Uji Coba Produk

2. Subjek uji Coba

Produk yang telah dikembangkan ini akan di ujicoba oleh pengguna

dengan kriteria sebagai berikut.

a) Karakteristik Pengguna (Guru)

1) Menjabat sebagai guru SMA

2) Mengajar mata pelajaran Fisika di SMA

b) Karakteristik Subyek Uji Siswa

1) Siswa tersebut merupakan siswa kelas XI IPA SMA

2) Kesembilan siswa tersebut memiliki kemampuan kognitif yang berbeda

Tabel 3.2 Subjek Uji Coba

No Subyek Uji Coba Jumlah (orang)

1 Guru 1

2 Siswa SMA 9

Jumlah 10 subjek uji coba

3. Jenis Data

Page 35: BAB 1 BAB 2 BAB 3

Data yang diperoleh dari ujicoba produk pengembangan perangkat

pembelajaran digunakan untuk menyempurnakan hasil pengembangan. Data yang

diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif.

a. Data kuantitatif menunjukkan hasil penilaian dari validator yang

menggunakan skala Likert. Penilaian skala Likert menggunakan rentang

angka 1, 2, 3 dan 4. Angka-angka tersebut dianalisis dan disesuaiakan dengan

kriteria yang sudah ditentukan. Data kuantitatif berupa skor penilaian hasil

validasi uji kelayakan dan uji keterbacaan oleh siswa terhadap komponen

produk pengembangan .

b. Data kualitatif berasal dari saran, tanggapan dan kritik dari validator

(reviewer) dan siswa. Saran, tanggapan dan kritik dari validator dan siswa

digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan revisi perangkat

pembelajaran.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang

diberikan kepada validator. Angket berisi pertanyaan-pertanyaan yang

berhubungan dengan perangkat pembelajaran. Angket dilengkapi dengan rubrik

penilaian sehingga memudahkan reviewer dalam melakukan penilaian.

Instrumen angket terdiri dari beberapa macam:

a. Angket observasi awal yang diberikan kepada siswa kelas XI mengenai

pelaksanaan pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan

b. Angket penilaian tentang kelayakan isi, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan

penyajian.

Page 36: BAB 1 BAB 2 BAB 3

c. Angket lembar kritik dan saran secara umum terhadap perangkat

pembelajaran. Saran dan masukan dianalisis dan digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam merevisi produk.

d. Angket keterbacaan bahan ajar yang diberikan kepada siswa SMA kelas XI.

Angket ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dengan

menggunakan skala Likert yaitu berupa rentang angka 4, 3, 2, 1.

Rentang skala Likert dengan kategori pilihan sebagai berikut.

a. Angka 4 berarti layak/sesuai/sangat setuju

b. Angka 3 berarti cukup layak/kurang sesuai/cukup tepat/setuju

c. Angka 2 berarti kurang layak/kurang sesuai/kurang tepat/kurang setuju

d. Angka 1 berarti sangat kurang layak/sangat kurang sesuai/sangat kurang

tepat/sangat kurang setuju

5. Teknis Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam pengembangan perangkat

pembelajaran ini adalah sebagai berikut.

a. Analisis deskriptif kualitatif

Analisis ini digunakan untuk menganalisis hasil pengumpulan data dari

tinjauan para reviewer menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh

dari rewiewer berupa data kualitatif yang berupa kritik, saran, tanggapan dan

masukan untuk perbaikan.

b. Analisis deskriptif kuantitatif berupa presentase

Teknik analisis presentasi yang berupa sekor penilaian digunakan untuk

mengetahui presentase data yang dipeorleh dari hasil validasi uji kelayakan dan

Page 37: BAB 1 BAB 2 BAB 3

uji keterbacaan untuk siswa. Penentuan teknik analisis ini mengacu pada sugiyono

(2010:418-419) dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

P=∑ x

∑ x i

x100 %

Keterangan:

P = Presentase kevalidan

∑ x = jumlah jawaban seluruh validator dalam 1 butir pertanyaan

∑ x i = jumlah nilai maksimun dalam 1 butir pertanyaan

Kriteria validasi yang digunakan dalam menilai presentase produk yang

dikembangkan dapat dilihat dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 kriteria Validasi Analisis Presentase

% Jawaban Kriteria Penilaian Kategori80-100 Valid Tidak Revisi66-79 Cukup valid Revisi Sebagian56-65 Kurang valid Revisi≤ 55 Tidak valid Revisi Total

Arikunto (2003:245)

c. Teknik perhitungan nilai rata-rata

Teknik perhitungan nilai rata-rata dilakukan untuk mengetahui skor akhir

untuk butir soal pada aspek yang dinilai. Jumlah nilai tersebut harus dibagi

dengan banyaknya responden (rewiewer) yang menjawab angket. Nilai rata-rata

dari data yang diperoleh dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

x=∑ x

n

Keterangan :

X : nilai rata-rata

∑ x : jumlah nilai yang diperoleh

Page 38: BAB 1 BAB 2 BAB 3

n : jumlah responden

Pada penelitian ini, skala penilaian yang digunakan adalah 1 sampai 4

dimana 1 sebagai skor terendah dan 4 sebagai skor tertinggi. Penentuan klasifikasi

dapat diketahui melalui rentang skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi skor

tertinggi dan diperoleh rentang 0,75. Kriteria validitas analisis rata-rata yang

digunakan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.2 Kriteria Validitas

Rata-Rata Kriteria Penilaian Kategori

3,26-4,00 Layak Tidak Revisi

2,51-3,25 Cukup Layak Revisi Sebagian

1,76-2,50 Kurang Layak Revisi

1,00-1,75 Tidak Layak Revisi Total

(Sukmadinata, 2006:113)