bab 1-8 full kwn pak sem

Upload: moh-zulmi

Post on 15-Jul-2015

267 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Dewasa ini seperti yang kita ketahui bahwa keadaan moral mahasiswa sangat memprihatinkan. Terjadinya degradasi atau penurunan kualitas moral serta watak yang tidak menghargai nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat, sikap acuh tak acuh terhadap nasib bangsa dan negaranya, kurangnya peran serta sebagai warga negara, serta hilangnya rasa memiliki negara Indonesia kini kian memburuk. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kajian pendidikan yang meningkatkan kecintaan kita terhadap tanah air, yaitu melalui pendidikan kewarganegaraan berbasis pendidikan karakter yang berlandaskan UUD 1945. Namun, permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah sikap mahasiswa yang mengesampingkan mata kuliah kewarganegaraan dan berpendapat bahwa pendidikan kewarganegaraan dikalangan mahasiswa itu semacam hal yang tidak penting serta berguna untuk pendidikan akademisnya (bagi mahasiswa jurusan non-government related) serta menganggap bahwa pendidikan kewarganegaraan hanya diperuntukkan pada siswa Sekolah Dasar saja. Berdasarkan masalah yang kita hadapi tersebut, penulis mengajukan pentingnya pendidikan kewarganegaraan serta nilai-nilai kepatuhan yang terkandung dalam UUD 1945 melalui upaya peningkatan kesadaran akan pentingnya hal itu terhadap kehidupan kampus. Langkah pertama yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah pengenalan sistem. Kemudian yang harus dilakukan adalah pengimplementasian dalam kehidupan kampus. Dimulai dari metode pembelajaran formal yang berbasis pendidikan karakter, kemudian pembelajaran informal yang melibatkan lebih banyak interaksi secara langsung antar individu sebagai warga negara. Konfigurasi atau kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut. Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Pendidikan Kewarganegaraan

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 1

bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang wajib diberikan di semua jenjang pendidikan termasuk jenjang pendidikan tinggi. Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara (Winataputra dan Budimansyah, 2007). Jika memperhatikan uraian tersebut, maka tampak bahwa PKn merupakan program pendidikan yang sangat penting untuk upaya pembangunan karakter bangsa. Sebagai suatu program pendidikan yang amat strategis bagi upaya pendidikan karakter, PKn perlu memperkuat posisinya menjadi subjek pembelajaran yang kuat (powerful learning area) yang secara kurikuler ditandai oleh pengalaman belajar secara kontekstual dengan ciri-ciri: bermakna (meaningful), terintegrasi (integrated), berbasis nilai (valuebased), menantang (challenging), dan mengaktifkan (activating). Melalui pengalaman belajar, mahasiswa difasilitasi untuk dapat

membangun pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang demokratis dalam koridor psiko-pedagogis-konstruktif. Salah satu model adaptif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran PKn sebagai wahana pendidikan karakter adalah melalui Project Citizen Bhinneka Tunggal Ika. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menghasilkan kompetensi kewarganegaraan yang memberikan bekal menuju to be a good citizens. Dengan demikian, kompetensi kewarganegaraan dapat dimaknai sebagai pengetahuan, nilai dan sikap, serta ketrampilan mahasiswa yang mendu-kungnya menjadi warga negara yang partisipatif dan bertanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 2

Mengacu pada SK Dirjen Dikti No. 43 tahun 2006 pada pasal 3 tentang kompetensi dasar ayat 2b, menyebutkan tentang kompetensi mahasiswa dengan menempuh Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah: Menjadi ilmuwan dan professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air; demokratis dan berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. Pengembangan kompetensi kewarganegaraan yang bercirikan multi-kultural diarahkan sebagai upaya pengembangan

warganegara multikultural melalui pendidikan kewarganegaraan. Pada konteks ini, kompetensi kewarganegaraan multikultural yang dimaksud dapat didasarkan pada empat dimensi kewarganegaraan sebagaimana dikemukakan Cogan (1998), yaitu the personal, social, spatial, dan temporal dimension untuk selanjutnya dirumuskan dalam tiga komponen kewarganegaraan sebagaimana dikemukakan Branson (1998), yaitu civic knowledge, civic skill, and civic disposition. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah Pendidikan Kewaraganegaraan yang Berlandaskan Undang-undang Dasar 1945 dan Berbasis Pendidikan Karakter adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik pada tingkat lokal maupun nasional, maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah kompetensi

kewarganegaraan 1.3 Manfaat 1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara terdidik dalam kehidupannya selaku warga negara republik Indonesia yang bertanggung jawab. 2. Menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional secara kritis dan bertanggung jawab. 3. Mempupuk sikap dan perilaku yang sesuai denan nilai-nilai kejuangan serta patriotisme yang cinta tanah air, rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 3

BAB 2 DEFINISI DAN FUNGSI UUD 1945

2.1 Uraian Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum

ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum dasar. Kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan sebagainya. Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan peraturan perundangundangan menurut TAP MPR No. III/MPR/ 2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan peraturan perundang-undangan. 2.2 Pengertian UUD 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis,dan juga konstitusi

pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. Pada kurun waktu tahun 19992002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Latar belakang terbentuknya UUD 1945 bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji tinggalah janji, setelah Jepang berhasil memukul mundur tentara Belanda, malah mereka sendiri yang menindas kembali bangsa Indonesia, bahkan lebih sadis dari sebelumnya.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 4

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. 2.3 Kedudukan UUD 1945 UUD 1945 adalah: Hukum dasar yang tertulis (di samping itu masih ada hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu Konvensi) 1. Sebagai (norma) hukum : a. UUD bersifat mengikat terhadap: Pemerintah, setiap Lembaga

Negara/Masyarakat, setiap WNRI dan penduduk di RI. b. Berisi norma-norma: sebagai dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara harus dilaksanakan dan ditaati. 2. Sebagai hukum dasar: a. UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) Setiap produk hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap kebijaksanaan Pemerintah berlandaskan UUD 1945.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 5

b. Sebagai Alat Kontrol Yaitu mengecek apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945. 2.4 Sifat UUD 1945 1) UUD 1945 bersifat supel (elastis), hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat itu terus berkembang dan dinamis. Negara Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus tetap menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar tidak ketinggalan zaman. 2) Rigid, mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain, serta hanya dapat diubah dengan cara khusus dan istimewa. 2.5 Fungsi UUD 1945 Di atas telah dibahas tentang apa yang dimaksud dengan UUD 1945. Dari pengertian tersebut dapatlah dijabarkan bahwa UUD 1945 mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma, dan aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas. Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, dan pada

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 6

akhirnya apakah norma-norma hukum tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan UUD 1945. Selain itu UUD 1945 juga memiliki fungsi sebagai pedoman atau acuan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam UUD 1945 juga terkandung : 1. Materi pengaturan sistem pemerintahan, termasuk pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang dan hubungan antara lembaga-lembaga negara 2. Hubungan negara dengan warga negara baik dibidang politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun hankam. (sumber : www.gunadarma.ac.id)

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 7

BAB 3 DEFINISI DAN FUNGSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI

3.1 Definisi Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan yang dilakanakan di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman.Pembekalan kepada peserta didik di Indonesia berkenaan dengan pemupukan nilai-nilai, sikap dan kepribadian yang sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi negara, menumbuhkan sikap cinta tanah air, sera berwawasan kebangsaan yang luas, diandalkan dalam Pendidikan

Kewarganegaraan, yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi sekolah mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pada tahun ajaran 2002/2003 mahasiswa semua jurusan pada semester tertentu yang ditetapkan fakultasnya, menerima sajian mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Mata kuliah ini sebelumnya tidak pernah mereka ketahui, karena kakak-kakak tingkat merekapun tidak memperoleh mata kuliah ini, sehingga para mahasiswa menganggap PKn adalah mata kuliah baru. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) terdiri dari dua kata yaitu Pendidikan dan Kewarganegaraan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ( pasal 1 UU No.20 Tahun 2003 ). Masyarakat dan pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup, terutama kepada generasi penerus bangsa untuk hidup lebih berguna dan

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 8

bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. Hal ini sangat memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan , teknologi dan seni yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Kewarganegaraan dalam bahasa latinnya disebut CIVIS selanjutnya dari kata CIVIS dalam bahasa Inggris timbul kata CIVIC yang artinya warga negara atau kewarganegaraan. Akhirnya dari kata CIVIC lahir kata CIVICS yang artinya ilmu kewarganegaraan atau Civic Education, Pendidikan

Kewarganegaraan, menurut kansil (2002:3). Civics atau Civic Education atau Pendidikan Kewarganegaraan sebagian ahli berpendapat merupakan bagian dari ilmu politik. Sepeti dijelaskan oleh Prof Dr. Achmad Sanusi, S.H. MPA , dalam Seminar Pengajaran Civics di Tawangmangu, Surakarta tahun 1972. Sejauh Civics dapat dipandang sebagai disiplin dalam ilmu politik, maka fokus studinya adalah mengenai kedudukan dan peran warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara yang bersangkutan (2002:4), sehingga isi dan manfaat dari Civics menurut beliau yang merupakan bagian dari ilmu politik, diambil demokrasi politiknya. Sedangkan menurut undang-undang pendidikan yang lama, undangundang Nomor 2 tahun 1989 menyebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara ( PPBN ). Sedang menurut UU Sisdiknas yang baru yaitu UU No. 20 tahun 2003, pada penjelasan pasal 37 dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memilikiu rasa kebangsaan dan cinta tanah air ( 2003 : 66 ) Berkaitan dengan pengertian di atas seperti ditulis oleh Noor MS Bakry (2002 : 2 ) DALAM BUKU Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam mengembangkan kecintaan, kesetiaan, keberanian untuk berkorban membela bangsa dan tanah air Indonesia.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 9

Jadi tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa,wawasan nusantara dan ketahanan nasional kepada siswa,mahasiswa, calon ilmuwan warga negara Republik Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan seni yang dijiwai dan berdasarkan Pancasila. Kemampuasn warga negara untuk hidup berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya sangat tergantung pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar negara akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan serta pegangan hidup warganegara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu peserta didik seyogyanya memiliki motivasi bahwa pendidikan kewarganegaraan yang diberikan kerpada mereka berkaitan erat dengan penanaman dan kedudukan serta kepentingan mereka sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan sebagai warganegara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia mewujudkannya. Di dalam buku Prendidikan Kewarganegaraan (Kewiraan) ditulis olerh NoorMs Bakry (2002:7) mengatakan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan secara umum adalah memupuk kesadaran bela negara dan berpikir komprehensif integral di kalangan mahasiswa dalam rangka ketahanan Nasional dengan didasari: 1. Kecintaan kepada tanah air. 2. Kesadaran berbangsa dan bernegara. 3. Memupuk rasa persatuan dan kesatuan. 4. Keyakinan akan ketangguhan pancasila. 5. Rela berkorban demi bangsa dan negara. 6. Kemampuan awal bela negara. Tujuan di atas sesuai dengan visi, kewarganegaraan: 1. Visi Pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan progran studi dalam mengantarkan misi dan kompetensi pendidikan

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 10

mahasiswea mengembangkan kepribadiannya selaku warganegara yang berperan aktif menegakkan demokrasi menuju masyarakat madani. 2. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi membantu mahasiswa selaku warganegara agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa 3. Indonesia serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan. 4. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional, dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual, serta mengantarkan mahasiswa selaku warganegara RI memilik : a. Wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dengan perilaku cinta tanah air. b. Wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa demi ketahanan nasional. c. Pola pikir, sikap, yang komprehensif integral pada seluruh aspek kehidupan nasional. 3.2 Fungsi Berdasarkan Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan mencakup: 1. Tujuan Umum: Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara. 2. Tujuan Khusus: a. Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung jawab. b. Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 11

mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional c. Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Dari uraian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Pendidikan Kewarganegaraan (civic Education) adalah usaha sadar untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan menumbuhkan sikap serta wawasan kebangsaan, cinta tanah air yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi negara. 2. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bukanlah mata kuliah yang baru, karena sudah ada sejak dulu, hanya perubahan nama dan istilah yang digunakan mengalami perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. 3. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dan di Perguruan Tinggi merupakan salah satu cara penanaman nilai-nilai fundamental bangsa.

Keberhasilan Pendidikan Kewarganegaraan akan melahirtkan warga negara yang baik dan betanggungjawab, karena kualitas warga negara tergantung terutama pada keyakinan dan pegangan hidup mereka dalam bermasyarakat , berbangsa dan bernegara, disamping pada tingkat serta mutu penguasaannya atas ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 12

BAB 4 DEFINISI DAN FUNGSI PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER

4.1 Konsep

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, danKemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta Page 13

individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development. Dalam

pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan,

termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,

pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan berkarakter. Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within. harus

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 14

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga atau

masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat

bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia

sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 15

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter. Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan tentang

pendekatan,

sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik. Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 16

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi. Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. 4.2 Fungsi Pendidikan berbasis karakter dibutuhkan (setidaknya pada saat ini) sebab banyak orang yang berpendidikan tinggi dan jabatannya tinggi masuk penjara, tertangkap KPK, terbukti korupsi dan bertindak asusila. Selama masih ada orang yang masih memiliki karakter negatif atau perilaku negatif maka selama itu pula pendidikan karakter masih dibutuhkan. Konsep pendidikan karakter di Indonesia

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 17

tidak perlu dibuat yang aneh-aneh. Kita sudah memiliki dasar negara pancasila yang

didalamnya sudah mengandung ajaran tentang karakter. Pancasila sebagai dasar negara sudah mampu membedakan bangsa kita

dibandingkan dengan bangsa Dengan pendidikan karakter

yang lain. berbasis

pancasila maka manusia indonesia berkarakter yang berketuhanan yang maha esa,

berkemanusiaan yang beradab, kebersamaan dalam persatuan, bermasyarakat, bermusayawarah dalam

dan berkeadilan sosial antar sesama. Dalam perspektif

keberbakatan maka pendidikan karakter adalah menyangkut : Bakat (potensi dasar alami), Harkat (derajat melalui penguasaan ilmu dan teknologi) dan Martabat (harga diri melalui etika dan moral).

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 18

BAB 5 UUD 1945 SEBAGAI LANDASAN KEPRIBADIAN

5.1 Uraian Mencermati kondisi bangsa Indonesia yang kebanyakan moralnya sudah kurang peduli terhadap aturan undang-undang dan hukum akibat sistem dan kepentingan pemerintah yang tidak aspiratif terhadap suara hati rakyat sejak dipimpin oleh almarhum Presiden Soekarno sampai pada pemerintahan sekarang. Sehingga terpikirkan, sadarkah bahwa negeri ini bisa terperosok dalam jurang keterpurukan jika tidak terdapat sebuah perubahan sistem dan program ketatanegaraan yang harus dipimpin oleh kecerdasan sosok pemimpin negara yang mampu mengartikan pengabdian bagi kepentingan nusa bangsa dan menghormati pejuang kemerdekaan yang telah menggagas falsafah PANCASILA dan menetapkan BHINNEKA TUNGGAL IKA serta membentuk UUD 1945 sebagai landasan kepribadian bangsa Indonesia yang telah dianugerahi Tuhan dengan berbagai sumber daya alam di Indonesia sebagai awal pembangunan ekonomi mandiri yang bersistem kedaulatan rakyat gotong royong seperti yang tercantum dalam PANCASILA dan Pasal-33 UUD 1945 asli, dan oleh karena itulah wajib memiliki keberanian dalam menegakkan aturan undang-undang dan hukum untuk mengadili yang salah tanpa tebang pilih, agar terdapat sebuah pemerintahan bersih dari budaya suap menyuap, kolusi maupun korupsi, serta terdapatnya suatu kepribadian bangsa Indonesia yang mampu mengendalikan negara Nusantara sebagai Negara Kesejahteraan dan berkekuatan ekonomi mandiri yang tidak tergantung pada Investor asing. Seharusnya bangsa Indonesia siap berjuang mewakili kepentingan bangsa dan negara untuk mengusulkan suatu perubahan sistem dan program tata negara yang diawali dari sebuah konsep (1) PENGUNCI MORAL BANGSA dan HALUAN EKONOMI kembali ke UUD 1945 pasal 33 asli yang disebut EKONOMI GOTONG ROYONG INDONESIA serta terbentuknya KABINET DAULAT RAKYAT sebagai alat penanggulangan berbagai krisis multi dimensi yang sudah berkepanjangan, berdasarkan konsep yang bisa dipertanggung jawabkan dan siap diterapkan bagi siapapun presiden pemenangnya untuk

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 19

merubah kondisi bangsa dan negara ini berbalik 180 derajat lebih amanah dari sekarang, agar terdapat suatu kesejahteraan dan kecerdasan rakyat dalam mewujudkan negara adil makmur sentosa lahir batin seperti cita-cita seluruh rakyat Indonesia. Sebagai penopang strategik, HALUAN POLITIK IDEOLOGI bermasyarakat, berbangsa dan bernegara perlu diluruskan berdasarkan Jiwa Benteng Pancasila, dan HALUAN POLITIK PEMBANGUNAN WATAK Anak Bangsa perlu diarahkan bertumpu pada SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technic).

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 20

BAB 6 ETIKA,WATAK, DAN TABIAT MAHASISWA SEBAGAI MODALITAS KEWARGANEGARAAN 6.1 Pengertian Etika Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut : 1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. 2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika sosial) 6.2 Pengertian Moral Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam

masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. 6.3 Peranannya Sebelum lebih mendalami makna atau pengertian dari etika, saya akan memberikan contoh kasus yang berhubungan dengan etika dan mahasiswa. Peristiwa ini terjadi di Makasar, pelaku dari peristiwa ini adalah mahasiswa UMI (Universitas Muslim Indonesia) yang pada saat itu mengenakan jas almamater berwarna hijau sedang berdemonstrasi. Para mahasiswa UMI tadi ramai-ramai

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 21

memukuli salah seorang professor yang saat itu dalam kondisi sakit hendak diantar ke rumah sakit, hanya kerena anak beliau hendak memindahkan pagar penghalang jalan utama karena hendak buru-buru mengantar sang professor ke rumah sakit. Memalukan! Mungkin itu yang Anda katakan ketika mengetahui peristiwa yang melibatkan para mahasiswa ini. Dimanakah etika mereka semua? Apakah mereka berpikir apakah dampak yang akan mereka terima setelah mereka menganiaya perofessor itu? Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti yaitu tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Jadi, etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika tidak sama dengan etiket, Etika berarti moral dan Etiket berarti sopan santun. Etika berkaitan dengan nilai, norma, dan moral. Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai dan pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaandambaan dan keharusan. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat

dikelompokkan dalam empat tingkatan yaitu: 1. Nilai-nilai kenikmatan: Dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak. 2. Nilai-nilai kehidupan: Dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum. 3. Nilai-nilai kejiwaan: Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Misalnya nilai keindahan, kebenaran maupun lingkungan.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 22

4. Nilai-nilai kerohanian: Dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci. Misalnya nilai-nilai pribadi. Ada empat macam nilai nilai kerohanian, yaitu: a. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia. b. Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada perasaan manusia. c. Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia. d. Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Jadi norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Antara norma dan etika memiliki hubungan yang sangat erat yaitu etika sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas. Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu: 1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia 2. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa 3. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang. 4. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan aktivitas kemahasiswaanya. 5. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.

6.4 Hubungan Etika dengan Mahasiswa Antara etika dengan mahasiswa memiliki hubungan yang sangat erat. Dalam contoh kasus mahasiswa Universitas Muslim Indonesia yang sudah diceritakan di atas, dapat kita nilai bahwa etika sangat berperan penting terhadap diri mahasiswa maupun orang lain, dengan memahami peranan etika mahasiswa

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 23

dapat bertindak sewajarnya dalam melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa misalnya di saat mahasiswa berdemonstrasi menuntut keadilan etika menjadi sebuah alat kontrol yang dapat menahan mahasiswa agar tidak bertindak anarkis. Dengan etika mahasiswa dapat berperilaku sopan dan santun terhadap siapa pun dan apapun itu. Islam telah mengajarkan kepada bahwa kita harus berperilaku sopan terhadap orang yang lebih tua dari kita dan etika juga sudah di jelaskan di dalam Islam, etika di dalam Islam sama dengan akhlaq, dan mahasiswa sebagai mahluk Allah SWT. yang telah diberikan karunia berupa akal, akhlaq yang baik ditujukan bukan hanya kepada manusia saja melainkan kepada semua mahluk baik mahluk hidup ataupun benda mati. Sebagai seorang mahasiswa yang beretika, mahasiswa harus memahami betul arti dari kebebasan dan tanggung jawab, karena banyak mahasiswa yang apabila sedang berdemonstrasi memaknai kebebasan dengan kebebasan yang tidak bertangung jawab. Beberapa ilmuwan yang menjelaskan berbagai definisi karakter yang dihubungkan dengan moralitas seperti menurut Lawrence bukunya The Psychology of Moral terhadap Development perkembangan penelitian empiriknya

Kohlberg dalam

(1927) menyimpulkan hasil

moralitas anak-anak dari berbagai latar belakang agama, yaitu Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, dan Islam, bahwa agama dan institusi agama tidak memiliki pengaruh terhadap perkembangan moral seseorang, penelitian Kohlberg dikenal dengan teori kognitif-developmental, yaitu 3 (tiga) tingkatan dan 6 (enam) tahapan perkembangan moral yang menegaskan bahwa pada intinya moralitas mewakilil seperangkat pertimbangan dan putusan rasional yang berlaku untuk setiap kebudayaan, yaitu prinsip kesejahteraan dan prinsip keadilan. Menurutnya, prinsip keadilan merupakan komponen pokok dalam proses perkembangan moral yang kemudian diterapkan dalam proses pendidikan moral. Pendekatan Kohlberg yang sangat empirik tersebut tidak

mempertimbangkan potensi suci (homo devinans and homo religious) yang dimiliki oleh setiap manusia yang sangat berpengaruh dalam proses

perkembangan moral dan pembentukan perilaku. Kohlberg lebih menitikberatkan pada adanya interaksi sosial dan perkembangan kognitif seseorang. Ini dapat

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 24

dimaklumi sebagai tradisi ilmiah Barat yang hanya menumpukan pada konsep empirisme, apa yang terlihat oleh analisis penelitian. Kemudian Sigmund Freud memiliki pendapat tentang potensi pada diri manusia yang sangat berpengaruh terhadap karakternya, yaitu: id, ego, dan superego (es, ich, ueberich). Menurutnya, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psiko-seksual tertentu pada enam tahun pertama dalam kehidupannya. Berdasarkan teorinya tersebut, Freud menyimpulkan bahwa moralitas merupakan sebuah proses penyesuaian antara id, ego, dan superego. Dari uraian tersebut artinya kita sebagai mahasiswa tidak cukup hanya menyelesaikan semua tugas-tugas kampus, dengan title mahasiswa, menjalani hari-hari dan lulus dengan menyandang gelar sarjan. Inilah yang harus kita rubah, bahwa kita perlu merombak orientasi kita. Kita sebagai penerus bangsa. Tidak ada salahnya berfikir besar, karena kita sebagai cendekiawan harus mampu menhasilkan karya yang bisa berguna di masyarakat. Di Kampus dapat kita ikuti program PKM sebagai wujud andil kita sebagai mahasiswa yang cendikiawan. Mandiri sering juga disebut dengan tidak bergantung, menjadi mandiri adalah sebuah proses. Kita yang sangat bergantung dari bantuan orang tua, maka mulai dari sekarang kita harus mulai belajar menjadi mandiri. Kita harus bisa mandiri secara utuh, artinya kita mampu menyelesaikan masalah yang kita hadapi baik masalah pribadi, maupun masalah-masalah umum. Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa istilah citizenship education lebih luas cakupan pengertiannya daripada civic education. Dengan cakupan yang luas ini maka citizenship education meliputi di dalamnya PKn dalam arti khusus (civic education). Citizenship education sebagai proses pendidikan dalam rangka menyiapkan warga negara muda akan hak-hak, peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, sedang civic

education adalah citizenship education yang dilakukan melalui persekolahan. Untuk konteks di Indonesia, citizenship education atau civic

education dalam arti luas oleh beberapa pakar diterjemahkan dengan istilah pendidikan kewarganegaraan (Somantri, 2001; Winataputra, 2001) atau

pendidikan kewargaan (Azra, 2002). Secara terminologis, PKn diartikan sebagai

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 25

pendidikan politik yang yang fokus materinya peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (Cholisin, 2000 dalam Samsuri, 2011). Dilihat secara yuridis, kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi wajib memuat PKn yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pasal 37 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a) Pendidikan Agama, b) Pendidikan Kewarganegaraan, c) Bahasa dan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a) Pendidikan Agama; b) Pendidikan Kewarganegaraan; c) Bahasa. Dengan demikian, secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan memiliki landasan yang kuat untuk dibelajarkan kepada setiap warga negara. Secara paradigmatik Winataputra (2001), mengemukakan bahwa

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga komponen, yakni (1) kajian ilmiah pendidikan ilmu kewarganegaraan; (2) program kurikuler Pendidikan

Kewarganegaraan; dan (3) gerakan sosial-kultural kewarganegaraan, yang secara koheren bertolak dari esensi dan bermuara pada upaya pengembangan

pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai, sikap dan watak kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skill). Kajian keilmuan PKn, program kurikuler PKn, dan aktivitas sosial-kultural PKn yang tercakup di dalamnya memberi ciri multifasetisitas atau

multidimensionalitas. Sifat multidimensionalitas inilah yang membuat PKn dapat disikapi sebagai: pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak azasi manusia, dan pendidikan demokrasi. Hal itu tergantung dari aspek ontologi mana kita berangkat, dengan metode kerja epistemologi mana pengetahuan itu dibangun, dan untuk arah tujuan aksiologis mana kegiatan itu akan membawa implikasi.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 26

Sebagai program kurikuler, mata kuliah PKn di perguruan tinggi adalah bentuk perubahan dari Pendidikan Kewiraan yang terlalu condong atau lebih berorientasi pada aspek bela negara dalam konteks memenuhi kebutuhan pertahanan. Karena itu, pengembangan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai sosial kemasyarakatan, penyadaran tentang ketaatan pada hukum, serta disiplin sosial bukanlah tujuan pendidikan kewiraan. Metode pengajaran yang diterapkan lebih bersifat indoktrinatif yang hanya menyentuh aspek kognitif, sedangkan aspek sikap danperilaku berlum tersentuh (Cipto, at all, 2002:ix). Jauh sebelum diselenggarakannya PKn, pada jenjang perguruan tinggi, pernah ada mata kuliah Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD 1945 (sekitar tahun 1960-an), Filsafat Pancasila (tahun 1970-an sampai sekarang), Pendidikan Pancasila (1980-an sampai sekarang), Pendidikan Kewiraan (1989-1990-an) dan Pendidikan Kewarganegaraan (2000 sampai sekarang) (Tukiran, dkk. 2009:12). Pendidikan Kewiraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam mengembangkan kecintaan, kesetiaan, keberanian untuk berkorban membela bangsa dan tanah air Indonesia (Lemhanas, 1994:4). Pada tahunn 2000, substansi mata kuliah Pendidikan Kewiraan sebagai pendidikan pendahuluan bela negara direvisi dan selanjutnya namanya diganti menjadi PKn berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum. Substansi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan makin disempurnakan dengan keluarnya Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 38/Dikti/2002 dan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Menurut Tukiran, dkk (2009:12) kekurangberhasilan pendidikan kewiraan paling tidak disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, secara substantif, Pendidikan Kewiraan tidak secara terencana dan terarah mencakup materi dan pembahasan yang lebih terfokus pada pendidikan demokrasi dan kewarganegaraan. Materi-materi yang ada umumnya terpusat pada pembahasan yang idealistik, legalistik, dan normatif. Kedua, kalaupun materi-materi yang ada pada dasarnya potensial bagi pendidikan demokrasi dan PKn, potensi itu tidak berkembang karena pendekatan dan pembelajarannya bersifat indoktrinatif, regimentatif, monologis dan tidak partisipatif. Ketiga, ketiga subjek itu lebih bersifat teoretis daripada praktis.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 27

Menurut Pasal 3 Keputusan Dirjen Dikti tersebut, PKn dirancang untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara sebagai bekal agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Sedangkan dalam Pasal 4 Keputusan Dirjen Dikti tersebut menyebutkan bahwa tujuan PKn di perguruan tinggi adalah sebagai berikut: 1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara terdidik dalam kehidupannya selaku warga negara republik Indonesia yang bertanggung jawab. 2. Menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional secara kritis dan bertanggung jawab. 3. Mempupuk sikap dan perilaku yang sesuai denan nilai-nilai kejuangan serta patriotisme yang cinta tanah air, rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Selanjutnya bagaimana strategi PKn untuk pembangunan karakter bangsa? Mengutip pendapat Winataputra (2005), agar paling PKn dapat benar-benar memberikan kontribusi dalam rangka pembangunan karakter bangsa, tiga hal perlu kita cermati, yaitu curriculum content and instructional strategies; civic education classroom; and learning environment. Pertama, dilihat dari content kurikulum, berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 obyek pembahasan Pendidikan kewarganegaraan ialah: Filsafat Pencasila, Identitas Nasional, Negara dan Konstitusi, Demokrasi Indonesia, HAM dan Rule of Law,Hak dan Kewajiban Warga Negara, Geopolitik Indonesia, dan Geostrategi Indonesia. Substansi PKn tersebut menjadi dasar dalam pembangunan karakter warga negara yang pada gilirannya dapat terakumulasi menjadi karakter bangsa. Tugas para guru/dosen mengembangkan materi-materi tersebut sehingga benarbenar sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Kedua, kelas PKn seyogyanya dilihat dan diperlakukan sebagai laboratorium demokrasi. Menurut Winataputra (2005) laboratory for

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 28

democracy where the spirit of citizenship and humanity emanating from the ideals and values of democracy are put into the actual practice by learners and teachers as well. In such a classroom learners and teachers should collaboratively develop and share democratic climate where decision making process is acquired and learned. Profil konseptual kelas PKn yang digagaskan di atas, harus dikembangkan untuk menggantikan kelas PKn saat ini yang bersifat lebih dominatif dan indoktrinatif. Untuk itu maka proses pembelajaran PKn perlu dikembangkan dengan menerapkan pendekatan belajar yang

bersifat memberdayakan siswa/mahasiswa. Dengan demikian kelas PKn akan berubah dari yang selama ini bersifat dominatif menjadi

integratif. Pendekatan pembelajaran yang disarankan untuk dikembangkan adalah yang berorientasi pada proses berpikir kritis dan pemecahan masalah atau critical thinking-oriented and problem solving-oriented modes. Dan ketiga, pada saat bersamaan lingkungan masyarakat sekolah dan masyarakat yang lebih luas seyogyanya, juga dikondisikan untuk menjadi spiral global classroom (CICED, 1999:7). Dengan demikian kesenjangan yang melahirkan kontroversi atau paradoksal antara yang dipelajari di sekolah dengan yang sunggu-sungguh terjadi dalam kehidupan masyarakat secara sistimatis dapat diminimumkan. Perlu disadari bahwa pembangunan karakter merupakan tugas dari semua pihak, mulai dari unsur sekolah (lembaga pendidikan), orang tua, maupun lingkungan masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu dibangun kerjasama antara sekolah (lembaga pendidikan) dengan orang tua dan sekolah (lembaga pendidikan) dengan lingkungan masyarakat. Sehingga melalui kerjasama tersebut tidak akan terjadi lempar tanggung jawab kewenangan untuk melakukan pembinaan karakter, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Semua komponen merasa bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan karakter.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 29

BAB 7 HAK DAN KEWAJIBAN MAHASISWA TERHADAP PENDIDIKAN KWARGANEGARAAN

7.1 Uraian Menurut Prof. Dr. Notonegoro, hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang semestinya diterima atau dilakukan secara turus menerus oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut paksa olehnya. Menurut pengertian tersebut individu maupun kelompok ataupun elemen lainnya jika menerima hak hendaknya dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain jadi harus pihak yang menerimannya lah yang melakukan itu. Dari pengertian yang lain hak bisa berarti sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunanya tergantung kepada kita sendiri contohnya hak mendapatkan pengajaran. Dalam hak mendapatkan pengajaran ini adalah tergantung dari diri kita sendiri, kalau memang menganggap bahwa pengajaran itu penting bagi kita pasti kita akan senagtiasa akan belajar atau sekolah atau mungkin kuliah. Tapi kalau ada yang menganggap itu tidak penting pasti tidak akan melakukan hal itu. Menurut Prof. Dr. Notonegoro, wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban pada intinya adalah sesuatu yang harus dilakukan. Disini kewajiban berarti suatu keharusan maka apapun itu jika merupakan kewajiban kita harus melaksaakannya tanpa ada alasan apapun itu. Dari pengertian yang lain kewajiban berarti sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Contoh Hak Warga Negara Indonesia : 1) Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum 2) Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak 3) Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 30

4) Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai 5) Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran 6) setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh 7) Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undangundang yang berlaku. Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia : a. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh b. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) c. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaikbaiknya d. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia e. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik. Pengertian warga negara Warga Negara: adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 30 UUD 1945 berbunyi : 1. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. 2. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisisan Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 31

3. TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara. 4. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum. 5. Susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang.

Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. Unsur Dasar Bela Negara : 1. Cinta Tanah Air 2. Kesadaran Berbangsa & bernegara 3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara 4. Rela berkorban untuk bangsa & negara Setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan Negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing. Asas demokrasi di bidang bela Negara dapat terwujud bila setiap warga Negara menyadari akan hak dan kewajibannya itu. Kesadaran bela negara tidak tumbuh dan tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus disiapkan dalam arti ditananamkan, ditumbuh kembangkan. Untuk itu perlu ada upaya memasyarakatkan bela Negara

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 32

kepada segenap warga negara. . Dengan mengerti hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando lagi mereka dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti : o Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling) o Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri o Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn o Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG atau ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI. Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara : 1. Terorisme Internasional dan Nasional. 2. Aksi kekerasan yang berbau SARA. 3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa. 4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru. 5. Kejahatan dan gangguan lintas negara. 6. Pengrusakan lingkungan. Berdasarkan pembahasan diatas dapat dibuat suatu kesimpulan, bahwa tiap tiap warga Negara juga harus ikut andil didalam mempertahankan keamanan dan ketahanan Negara ini, Tidak hanya Tentara Nasiona Indonesia dan juga Kepolisian Negara Republik Indonesia saja yang harus menjaga ketahanan nasional ini, namun kita sebagai warga Negara Indonesia juga harus berpartisipasi didalam mempertahankan wilayah Negara Republik Indonesia ini agar bangsa ini

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 33

dapat menjadi bangsa yang maju dengan adanya kedasaran dari para warga negaranya untuk membela dan mempertahankan keutuhan negaranya. Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/2000, tujuan

Pendidikan Kewarganegaraan antara lain: Tujuan umum: Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar dapat menjadi warga diandalkan oleh bangsa dan negara. Tujuan khusus: y Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara Republik Indonesia yang terdidik dan bertanggungjawab. y Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggungjawab yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. y Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilainilai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa. negara yang dapat

(sumber : Azra, Azyumardi. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Demokrasi di Indonesia, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial UNISIA No.

57/XXVIII/III/2005.)

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 34

BAB 8 PELUANG, TANTANGAN DAN KENYATAAN UUD 1945 SEBAGAI PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER

8.1 Uraian Saat ini sebaiknya kita maknai Hari Pendidikan Nasional tahun 2010 yakni melalui Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa. Karena Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Nagara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama. Dari mana asalmu tidak penting, Ukuran tubuhmu juga tidak penting, Ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu bertutur kata dan bertindak Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah memadai wahana pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap; kejujuran, integritas, komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian. Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat, dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka. Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar Sumpah Pemuda menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 35

kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol Bhineka Tunggal Ika pada lambang negara Indonesia. Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa. Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa, adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pesan akhir tulisan ini, berikan layanan yang terbaik kepada Pendidik dan Tenaga Kependidikan sehingga terwujud masyarakat yang beradab yang mengimplementasikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka. http://pusbangprodik.org/?p=12 8.2 Pancasila dalam Membangun Karakter Bangsa Jika dirasa Pancasila tidak mampu berkontribusi positif terhadap perubahan moral di Indonesia sebenarnya kesalahannya tidaklah terletak pada Pancasila itu sendiri, tetapi terletak pada cara dan implementasinya di lapangan. Peluang homeschooling untuk lebih aplikatif dalam pembelajaran Pancasila sebagai upaya pembangunan karakter bangsa bisa lebih terbuka dan lebih intensif demikian pula dengan pembelajaran agama yang juga melandasi seseorang dalam

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 36

berperilaku bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, Rakyat tidak pernah diajak membangun karakter bangsa. Singkronisasi amanat Undang-Undang dengan implementasi nyata lebih diutamakan daripada implementasi secara diskrit. Intinya adalah secara integrated dan menyeluruh isi UU yang dibuat memerlukan pemahaman tuntas para Untuk itu, lebih baik para pelaku kebijakan dan politikus, serta pemerintah merujuk saja kembali ke rumusan UU no 2 Th 2008, Bab XIII, Pasal 31. (*). Previous.

Pendidikan Pancasila dalam Hegemoni Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa Tapi oksigen yang diselipkan dalam mata pelajaran dan budaya di sekolah. Pendidikan karakter sangat erat dan dilatar belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Dari bunyi pasal tersebut, bahwa telah terdapat 5 dari 8 potensi peserta didik yang implementasinya sangat lekat dengan tujuan pembentukan pendidikan karakter. Kelekatan inilah yang menjadi dasar hukum begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter. Dari bunyi pasal tersebut, Wamendiknas mengungkapkan bahwa telah terdapat 5 dari 8 potensi peserta didik yang implementasinya sangat lekat dengan tujuan pembentukan pendidikan karakter. Kelekatan inilah yang menjadi dasar hukum Prihal pengembangannya sendiri, Wamendiknas melihat bahwa kearifan lokal dan pendidikan di pesantern dapat dijadikan bahan rujukan mengenai pengembangan pendidikan karakter, mengingat ruang lingkup pendidikan karakter sendiri sangatlah luas.

Implementasi Pancasila dalam kehidupan keamanan nasional. l. Sikap dan perilaku Naskah ini dilampiri dengan Bahan Dasar Pengembangan Materi Pembinaan Karakter Bangsa Istilah dasar negara ini kemudian disamakan dengan fundamen, filsafat, pemikiran yang mendalam, serta jiwa dan hasrat yang mendalam, serta perjuangan suatu bangsa senantiasa memiliki karakter sendiri

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 37

yang berasal dari kepribadian bangsa. . Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa untuk memberikan masukan

implementasi sila-sila Pancasila dalam kehidupan yaitu, berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi dan mempunyai karakter Lembaga Pengkajian dan Pengembangan nilai yang terkandung dalam Pancasila PROGRAM

MEMPERKOKOH KARAKTER DAN JATIDIRI BANGSA; PEDOMAN UMUM IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM Dalam hal pelaksanaan hakhak asasi manusia dalam Pancasila yang perlu mendapat dan kesatuan bangsa Indonesia dewasa ini serta penyimpangan implementasi Pancasila dalam paradigma reformasi (1) fdi era reformasi ancaman terhadap pancasila sumbernya : kelemahan dalam pengembangan, penjabaran, dan implementasi Lembaga Pengkajian dan Pengembangan mana saja yang terdapat dalam Pancasila. Masalah terakhir adalah bagaimana implementasi bangsa dari sudut karakter atau Pengembangan sumber kekayaan alam dalam pelaksanaan otonomi hukum berlandaskan Pancasila dalam Implementasi hukum laut internasional dalam pelaksanaan otonomi 2006 STUDI PERAN SERTA WANITA DALAM PENGEMBANGAN yang efektif atau superior di dalam suatu pekerjaan atau karakter Reassessing the Pancasila and Pancasila Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik . Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 38

bertanggung jawab atas Dalam rangka membangun jati diri Manusia Pancasila, setiap manusia Indonesia wajib memahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila, untuk difahami, didalami, serta diimplementasikan dalam kehidupan yang nyata. Dalam rangka implementasi program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa diperlukan berbagai tenaga seperti fasilitator yang mendapat tugas membimbing masyarakat dalam mengadakan diskusi dan dialog mengenai upaya memperkokoh karakter dan Berbagai kenyataan tersebut di atas, mendorong Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara untuk menyusun Pedoman Umum Implementasi Pancasila dalam Kehidupan

Bernegara, dengan harapan dapat dimanfaatkan oleh segenap dan negara harus diawali dengan pembangunan moral dan karakter bangsa, yaitu mendorong penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai Pancasila oleh masyarakat sendiri dan selanjutnya mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. http://rivaladhitya.wordpress.com/2011/05/22/pancasila-dalam-membangunkarakter-bangsa/

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter . Jakarta

Page 39