bab 1-3.doc

55
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan zaman yang terus berkembang, tantangan dan permasalahan yang timbul dalam lingkungan masyarakat akan semakin rumit. Untuk itu setiap masyarakat dituntut dapat menjawab segala permasalahan yang timbul, terutama dalam pendidikan. Pendidikan adalah hal yang tidak mungkin lepas dari kehidupan masyarakat. Setiap individu harus mempunyai bekal pendidikan yang cukup kompeten agar mampu menjawab permasalahan tersebut. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah kualitas lulusan siswa dari lembaga pendidikan formal yang selama ini dirasa masih belum mampu mewujudkan sumber daya manusia yang sesuai harapan, yakni mampu menjawab tantangan zaman. Pendidikan nasional sebagai upaya mencerdaskan bangsa mempunyai visi mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan warga negara Indonesia menjadi masyarakat yang berkembang dan berkualitas sehingga proaktif dalam menjawab tantangan zaman yang tentunya akan berubah dari waktu ke waktu (Kemendiknas, 2012). Kurikulum 2013 diterapkan agar peserta didik dapat mempunyai kesempatan yang lebih untuk mengembangkan serta meningkatkan potensi siswa dalam aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup bermasyarakat dan turut berkontribusi pada kesejahteraan hidup manusia. Permendiknas No. 23 Tahun 2013, menjelaskan bahwa kurikulum 2013

Upload: iraanuraini

Post on 12-Feb-2016

27 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan zaman yang terus berkembang, tantangan dan permasalahan yang timbul

dalam lingkungan masyarakat akan semakin rumit. Untuk itu setiap masyarakat dituntut dapat

menjawab segala permasalahan yang timbul, terutama dalam pendidikan. Pendidikan adalah

hal yang tidak mungkin lepas dari kehidupan masyarakat. Setiap individu harus mempunyai

bekal pendidikan yang cukup kompeten agar mampu menjawab permasalahan tersebut. Dalam

hal ini yang perlu diperhatikan adalah kualitas lulusan siswa dari lembaga pendidikan formal

yang selama ini dirasa masih belum mampu mewujudkan sumber daya manusia yang sesuai

harapan, yakni mampu menjawab tantangan zaman. Pendidikan nasional sebagai upaya

mencerdaskan bangsa mempunyai visi mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial

yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan warga negara Indonesia menjadi masyarakat

yang berkembang dan berkualitas sehingga proaktif dalam menjawab tantangan zaman yang

tentunya akan berubah dari waktu ke waktu (Kemendiknas, 2012).

Kurikulum 2013 diterapkan agar peserta didik dapat mempunyai kesempatan yang lebih

untuk mengembangkan serta meningkatkan potensi siswa dalam aspek sikap, pengetahuan dan

keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup bermasyarakat dan turut berkontribusi pada

kesejahteraan hidup manusia. Permendiknas No. 23 Tahun 2013, menjelaskan bahwa

kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan saintifik yang berorientasi pada metode

ilmiah. Metode ilmiah didasarkan pada keterampilan proses yang melatihkan keterampilan

untuk melakukan kerja ilmiah. Keterampilan yang termasuk dalam pendekatan saintifik

yang ditekankan pada kurikulum 2013 yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengasosiasi atau mengolah informasi, mengkomunikasikan dan mencipta.

Pendekatan keterampilan proses selain melatihkan kerja ilmiah, juga tetap menekankan

pada pentingnya penguasaan konsep.

Akan tetapi realita pendidikan saat ini seringkali pembelajaran cenderung berpusat pada

guru dan mengacu pada buku. Pendidikan di sekolah cenderung hanya menyalurkan

pengetahuan kepada peserta didik melalui kemampuan verbal dan berorientasi pada

penguasaan mata pelajaran. Kemudian hasil belajar dievaluasi melalui penilaian soal-soal

2

secara kognitif tanpa melihat aspek keterkaitan materi pelajaran dengan aplikasinya pada

kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik tidak mengetahui manfaat dari pelajaran yang

telah dipelajari bahkan sampai lulus seringkali tidak tahu bagaimana menerapkan ilmu yang

telah dimiliki pada kehidupan sehari-hari.

Melihat permasalahan tersebut, pendidikan formal harus mempunyai solusi yang tepat

untuk mengatasinya. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah dengan melatihkan

kecakapan hidup (life skill) pada peserta didik. Kecakapan hidup (life skill) merupakan

kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menjalani hidup dalam statusnya sebagai makhluk

individu dalam konteks alam sekitar (Rudiyanto, 2003). Tujuan utama pendidikan kecakapan

hidup adalah untuk mempersiapkan serta meningkatkan kemampuan peserta didik agar

memiliki kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan dalam menjaga

kelangsungan hidup dan mengembangkan dirinya. Life skill dibagi menjadi beberapa macam,

akan tetapi hanya kecakapan berpikir (thinking skill) dan kecakapan akademik (academic

skill) saja yang dilatihkan. Kecakapan berpikir meliputi kecakapan menggali informasi,

mengolah informasi, mengambil keputusan, memecahkan masalah. Sedangkan keterampilan

akademik meliputi mengidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan antar variabel,

merumuskan hipotesis serta merancang percobaan. Kedua kecakapan life skill tersebut erat

kaitannya dengan keterampilan proses pada kurikulum 2013. Kecakapan hidup atau life skill

lebih melatihkan peserta didik agar mampu menerapkan ilmu dalam kehidupan nyata sehingga

saat lulus dari jenjang pendidikan peserta didik diharapkan siap terjun langsung dalam

kehidupan masyarakat. Atas dasar pentingnya melatihkan kecakapan hidup (life skill) maka

life skill harus diberikan dalam pembelajaran terutama dalam pembelajaran biologi.

Pembelajaran biologi erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari terutama dalam materi

bioteknologi. Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk

hidup (bakteri, fungi, virus dan lainnya) maupun produk dari makhluk hidup (enzim) dalam

proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Perkembangan bioteknologi pada masa

sekarang tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan

murni seperti biokimia, komputer, biologi molekuler, mikrobiologi, dan genetika sehingga

untuk mendapatkan pemahaman pada materi bioteknologi cukup sulit karena perlu

pengintegrasian terhadap ilmu-ilmu yang mendukung bioteknologi tersebut. Hal ini

3

menyebabkan bioteknologi merupakan materi yang dianggap cukup sulit bagi peserta didik

maupun guru. Pada KD 4.10. bioteknologi, siswa merencanakan dan melakukan percobaan

dalam penerapan prinsip-prinsip bioteknologi konvensional untuk menghasilkan produk dan

mengevaluasi produk yang dihasilkan serta prosedur yang dilaksanakan. Tetapi selama ini

mayoritas guru hanya menyampaikan materi bioteknologi dengan metode ceramah serta

penugasan terkait materi tersebut dan jarang melakukan kegiatan praktikum implementasi

bioteknologi. Padahal materi implikasi bioteknologi konvensional banyak dihasilkan produk

yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Selama ini siswa hanya mengetahui produk

bioteknologi hanya terbatas pada tempe, tape, kecap, yoghurt dan lainnya padahal banyak

produk inovasi yang memanfaatkan bioteknologi. Akan tetapi karena tidak mempraktikkan

secara langsung peserta didik terasa asing dengan produk bioteknologi konvensional. Hal ini

mencerminkan bahwa peserta didik belum bisa mengembangkan keterampilan kecakapan

hidup (life skill) yang terdapat dalam materi bioteknologi.

Berdasarkan realita tersebut diperlukan suatu konsep pembelajaran yang dikemas untuk

mengajarkan materi bioteknologi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dalam

mengajarkan keterampilan hidup (life skill). Kegiatan praktikum memberikan peserta didik

pengalaman untuk melakukan percobaan sehingga peserta didik diharapkan dapat menemukan

konsep untuk diri mereka sendiri. Melalui kegiatan praktikum, peserta didik diberi

pengalaman untuk melakukan eksperimen dengan melibatkan seluruh inderanya yang

didukung oleh LKS praktikum. Lembar kegiatan siswa (LKS) merupakan salah satu sumber

belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.

LKS dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran oleh guru untuk meningkatkan keterlibatan

siswa atau aktivitas dalam proses belajar mengajar. Diharapkan dengan menggunakan LKS,

peserta didik dapat melatih kemampuannya secara mandiri, saling bekerjasama dan

mengembangkan kemampuan berpikir dan penalarannya.

Kediri merupakan salah satu daerah yang terkenal sebagai penghasil buah nanas (Ananas

comosus (L) Merr). Selama ini masyarakat sekitar tidak banyak yang mengetahui bahwa

limbah nanas dapat dijadikan bahan dasar sebagai pembuatan produk bioteknologi yaitu Nata

de Pina. Oleh karena itu, peneliti ingin mengajarkan implementasi bioteknologi konvensional

di SMAN 1 Wates, Kediri yakni melalui kegiatan praktikum pembuatan nata dari limbah

4

nanas untuk melatihkan life skill peserta didik. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip

pelaksanaan life skill education yakni pengembangan potensi wilayah dapat direfleksikan

dengan penyelenggaraan pendidikan sehingga menghasilkan pengalaman belajar secara

konkrit (Anwar, 2012).

Pengembangan LKS yang dilakukan dapat mengkondisikan peserta didik untuk

memahami bioteknologi dengan memanfaatkan aspek lingkungan dari masyarakat sekitar

sebagai sumber belajar bioteknologi, yakni memanfaatkan limbah nanas yang melimpah di

lingkungan masyarakat untuk dijadikan sebagai salah satu produk bioteknologi konvensional.

Berdasarkan penelitian “Pengembangan LKS berbasis Life Skill pada sub pokok Bahasan

Daur Ulang Limbah untuk Siswa Kelas X-3 SMAN 6 Surabaya” menunjukkan bahwa

aktivitas siswa selama kegiatan belajar yang dipandu dengan LKS berorientasi life skill

mendapatkan skor rata-rata 3,39 dengan kategori baik (Johan, 2009). Oleh karena itu, peneliti

mencoba mengembangkan LKS yang berjudul “Pengembangan LKS Nata de Pina untuk

Melatihkan Kecakapan Hidup (Life Skill) pada Materi Implikasi Bioteknologi Konvensional”

dengan harapan dapat mengembangkan keterampilan hidup siswa dalam memanfaatkan

potensi lingkungan sekitar menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang terdapat pada penelitian

ini adalah:

1. Bagaimanakah kelayakan empiris lembar kegiatan siswa (LKS) Nata de Pina untuk

melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di

kelas XII SMA?

2. Bagaimanakah kelayakan teoritis lembar kegiatan siswa (LKS) Nata de Pina untuk

melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di

kelas XII SMA?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan kelayakan empiris LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan

hidup (Life Skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di kelas XII SMA.

5

2. Mendeskripsikan kelayakan teoritis LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan

hidup (Life Skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di kelas XII SMA.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Bagi Sekolah:

Dapat digunakan sebagai salah satu panduan pembelajaran materi dan praktikum

pada pokok bahasan bioteknologi konvensional untuk melatihkan life skill di SMAN 1

Wates, Kediri kelas XII dengan harapan sekolah mampu mencetak lulusan yang memiliki

keterampilan kecakapan hidup agar siap terjun dalam kehidupan masyarakat.

2. Bagi Pendidik:

a. Dapat digunakan sebagai alternatif dalam menggunakan LKS praktikum yang

dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pokok bahasan bioteknologi

konvensional.

b. Dapat memotivasi pendidik untuk lebih kreatif dan inovatif dalam

mengembangkan kegiatan pembelajaran terutama dalam hal kecakapan hidup (life

skill).

c. Dapat memotivasi pendidik untuk mampu mengembangkan life skill peserta didik

sehingga peserta didik diharapkan memiliki keterampilan jangka panjang dalam

hidupnya.

d. Dapat memberikan wawasan kepada pendidik dalam memanfaatkan potensi

lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

3. Bagi Peserta Didik:

a. Dapat melatihkan keterampilan berbasis life skill dalam membuat Nata de Pina

sehingga dapat mempraktikkan secara langsung salah satu produk bioteknologi.

b. Dapat mengenalkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dalam biologi

terutama untuk materi bioteknologi.

4. Bagi Peneliti:

6

Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mengadakan penelitian lebih

lanjut tentang pengembangan LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan hidup (life

skill) pada materi implikasi bioteknologi kelas XII SMA.

E. Batasan Penelitian

Berdasarkan cakupan masalah yang akan diuji dalam penelitian ini, terdapat pembatasan

masalah, antara lain:

1. Penelitian ini hanya dikembangkan hingga tahap develop dengan rancangan penelitian

menggunakan 4-D model.

2. Uji coba terbatas LKS dilakukan pada siswa kelas XII SMAN 1 Wates, Kediri pada 1

kelas dengan 15 peserta didik.

3. Materi bioteknologi yang akan dibahas adalah konsep penting bioteknologi yang

menitikberatkan pada implikasi bioteknologi konvensional dalam produksi pangan

melalui kegiatan praktikum pembuatan Nata de Pina.

4. Life Skill atau kecakapan hidup yang dilatihkan pada penelitian ini hanya meliputi 2 life

skill yakni kecakapan berpikir rasional (thinking skill) yang terdiri dari kemampuan

menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, memecahkan masalah

serta kecakapan akademik (academic skill) yang terdiri dari serangkaian kegiatan

melakukan eksperimen dimulai dari merumuskan masalah, menyusun hipotesis,

mengidentifikasi variabel percobaan, mendefinisikan variabel percobaan,

menginventarisasi alat dan bahan, mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik

kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan.

F. Asumsi Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada masalah yang sering dijumpai pada proses pembelajaran

yakni pembelajaran pada materi bioteknologi hanya terfokus pada penguasaan materi dan

penugasan semata sedangkan keterkaitan manfaat materi yang dipelajari dengan penerapan

dalam kehidupan sehari-hari dalam memecahkan masalah kurang mendapat perhatian. Siswa

tidak diberi kesempatan untuk menerapkan secara langsung produk yang dihasilkan pada

7

bioteknologi konvensional. Sehingga siswa tidak mendapatkan keterampilan life skill yang

berdampak pada kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, peneliti berusaha

mengembangkan solusi berupa pengembangan LKS Nata de Pina dengan harapan dapat

meningkatkan keterampilan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didik.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kecakapan Hidup (Life Skill)

Life skill atau dalam bahasa Indonesia diartikan kecakapan hidup. Istilah hidup pada life

skill, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun harus

memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis,

menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja

dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori, 2002).

Kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang dalam

menjalani kehidupannya sebagai mahkluk individu dalam konteks alam sekitar (Rudiyanto,

2003). Indikator seseorang telah memiliki kecakapan hidup adalah yang mampu bertahan

dengan segala permasalahan dalam lingkungan masyarakat serta mampu secara produktif

untuk mencapai kesuksesan (Ibrahim, 2003).

Pendidikan kecakapan hidup (life skill) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja,

apalagi sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep

pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki keberanian

menghadapi masalah dan menemukan solusi untuk mengatasinya.

Kecakapan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan merupakan kecakapan

yang harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem kehidupan dengan wajar

tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi

sehingga mampu mengatasinya. Tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah untuk

mempersiapkan serta meningkatkan kemampuan peserta didik agar memiliki kemampuan,

kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan dalam menjaga kelangsungan hidup dan

8

mengembangkan dirinya. Pendidikan harus dapat mensinergikan berbagai bidang studi

menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang. Dengan bekal kecakapan hidup

diharapkan para lulusan mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupannya, termasuk

mencari atau menciptakan pekerjaan (Anwar, 2012).

1. Macam-Macam Kecakapan Hidup (Life Skills)

Menurut Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2002) kecakapan hidup (life

skill) terdiri atas dua macam yaitu :

1. Kecakapan Hidup Generik (General life skill, GLS)

Kecakapan hidup generik atau kecakapan yang bersifat umum, adalah kecakapan

untuk menguasai dan memiliki konsep dasar keilmuan. Kecakapan hidup generik

berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut sehingga memungkinkan untuk

mempelajari kecakapan hidup lainnya. Kecakapan hidup generik terdiri dari:

a. Kecakapan Personal (Personal Skill), yang terdiri dari :

1) Kecakapan Mengenal Diri (Self-Awarness Skill)

Kecakapan mengenal diri meliputi kesadaran sebagai makhluk Tuhan,

kesadaran akan eksistensi diri, dan kesadaran akan potensi diri. Kecakapan

mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk

Tuhan, makhluk sosial, bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri

kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus meningkatkan diri agar

bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.

Mengenal diri akan mendorong seseorang untuk beribadah sesuai

agamanya, berlaku jujur, bekerja keras, disiplin, terpercaya, toleran terhadap

sesama, suka menolong serta memelihara lingkungan. Sikap-sikap tersebut tidak

hanya dapat dikembangkan melalui pelajaran agama dan kewarganegaraan saja,

tetapi dapat pula dikembangkan pada pelajaran lainnya.

2) Kecakapan Berpikir (Thinking Skill)

Kecakapan berpikir merupakan kecakapan menggunakan pikiran atau

rasio secara optimal. Kecakapan berpikir meliputi:

a) Kecakapan Menggali dan Menemukan Informasi (Information Searching)

9

Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan

keterampilan dasar seperti membaca, menghitung, dan melakukan observasi.

b) Kecakapan Mengolah Informasi (Information Processing)

Informasi yang telah dikumpulkan harus diolah agar lebih bermakna.

Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi suatu

kesimpulan. Untuk memiliki kecakapan mengolah informasi ini diperlukan

kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi

sampai membuat analisis sesuai informasi yang diperoleh.

c) Kecakapan Mengambil Keputusan (Decision Making)

Setelah informasi diolah menjadi suatu kesimpulan, tahap berikutnya

adalah pengambilan keputusan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang selalu

dituntut untuk membuat keputusan dalam segala hal. Oleh karena itu siswa

perlu belajar mengambil keputusan dan menangani resiko dari pengambilan

keputusan tersebut.

d) Kecakapan Memecahkan Masalah (Creative Problem Solving Skill)

Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup

akurat. Siswa perlu belajar memecahkan masalah sesuai dengan tingkat

berpikirnya sejak dini. Selanjutnya untuk memecahkan masalah ini dituntut

kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir

sistem dan sebagainya. Karena itu pola-pola berpikir tersebut perlu

dikembangkan di sekolah, dan selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk

pemecahan masalah.

b. Kecakapan Sosial (Social Skill)

Kecakapan sosial disebut juga kecakapan antar-personal (inter-personal skill),

yang terdiri atas:

1) Kecakapan Berkomunikasi

Kecakapan berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi

komunikasi dengan empati. Empati, sikap penuh pengertian, dan seni komunikasi

dua arah perlu dikembangkan dalam keterampilan berkomunikasi agar isi

pesannya sampai dan disertai kesan baik yang dapat menumbuhkan hubungan

10

harmonis. Berkomunikasi dapat melalui lisan atau tulisan. Untuk komunikasi

lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu

dikembangkan. Berkomunikasi lisan dengan empati berarti kecakapan memilih

kata dan kalimat yang mudah dimengerti oleh lawan bicara. Kecakapan ini sangat

penting dan perlu ditumbuhkan dalam pendidikan. Berkomunikasi melalui tulisan

juga merupakan hal yang sangat penting dan sudah menjadi kebutuhan hidup.

2) Kecakapan Bekerjasama (Collaboration Skill)

Sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu

memerlukan dan bekerjasama dengan manusia lain. Kecakapan bekerjasama

bukan sekedar bekerja sama tetapi kerjasama yang disertai dengan saling

pengertian, saling menghargai, dan saling membantu. Kecakapan ini dapat

dikembangkan dalam semua mata pelajaran.

2. Kecakapan Hidup Spesifik (Specific life skill, SLS)

Kecakapan hidup spesifik terkait dengan bidang pekerjaan (occupational) atau

bidang kejuruan (vocational) tertentu. Kecakapan hidup spesifik diperlukan seseorang

untuk menghadapi masalah bidang tertentu. Kecakapan hidup spesifik ini meliputi:

a. Kecakapan Akademik (Academic Skill)

Kecakapan akademik disebut juga kecakapan intelektual atau kemampuan

berpikir ilmiah dan merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir. Kecakapan

akademik sudah mengarah ke kegiatan yang bersifat akademik atau keilmuan.

Kecakapan ini penting bagi orang yang menekuni bidang pekerjaan yang

menekankan pada kecakapan berpikir. Oleh karena itu kecakapan ini harus

mendapatkan penekanan mulai jenjang SMA dan terlebih pada program akademik di

universitas. Kecakapan akademik ini meliputi antara lain kecakapan:

Mengidentifikasi variabel

Menjelaskan hubungan variabel-variabel

Merumuskan hipotesis

Merancang dan melakukan percobaan

b. Kecakapan Vokasional / Kejuruan (Vocational Skill)

11

Kecakapan vokasional disebut juga kecakapan kejuruan, yaitu kecakapan yang

dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan

ini lebih cocok untuk siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih

mengandalkan keterampilan psikomotor. Kecakapan vokasional meliputi:

1) Kecakapan Vocasional Dasar (Basic Vocational Skill)

Kecakapan vokasional dasar antara lain: kecakapan melakukan gerak

dasar, menggunakan alat sederhana, atau kecakapan membaca gambar.

2) Kecakapan Vocational Khusus (Occupational Skill)

Kecakapan ini memiliki prinsip dasar menghasilkan barang atau jasa.

Sebagai contoh, kecakapan memperbaiki mobil bagi yang menekuni bidang

otomotif dan meracik bumbu bagi yang menekuni bidang tata boga.

B. Kecakapan Hidup (Life Skill) yang Dilatihkan

Berdasarkan uraian macam-macam life skill, dalam penelitian yang dilakukan tidak

semua macam life skill dilatihkan. Kecakapan hidup (life skill) yang dilatihkan meliputi

kecakapan berpikir (thinking skill) dan kecakapan akademik (academic skill). Kecakapan

berpikir terdiri atas kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah

informasi, kecakapan mengambil keputusan, serta kecakapan memecahkan masalah.

Kecakapan akademik (academic skill) mencakup keterampilan dasar dalam melakukan

eksperimen, yaitu mengidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan antar variabel,

merumuskan hipotesis serta merancang dan melakukan percobaan.

Diharapkan dengan melatih kecakapan berpikir (thinking skill), peserta didik terlatih

untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang ada di sekitarnya serta dapat

mengembangkan potensi yang telah didapatkan selama proses pembelajaran sehingga peserta

didik telah siap nantinya untuk terjun ke masyarakat. Selain itu, dengan melatihkan kecakapan

akademik (academic skill) diharapkan peserta didik memiliki keterampilan dasar dalam

melakukan eksperimen atau kegiatan praktikum sehingga mereka akan mempunyai

pengalaman secara kontekstual bukan hanya teoritis semata.

C. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

1. Pengertian Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

12

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan untuk

melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS dapat berupa panduan

untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua

aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demontrasi. LKS merupakan

lembar kegiatan yang memberikan petunjuk-petunjuk belajar tentang topik atau materi

pelajaran tertentu dan disertai dengan pertanyaan atau latihan sehingga dalam lembar

kegiatan siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh

siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar

sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.

Selain itu, LKS dapat diartikan sebagai materi ajar yang sudah dikemas

sedemikaan rupa, sehingga siswa diharapkan mempelajari materi ajar tersebut secara

mandiri (Prastowo, 2010). LKS dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran oleh guru

meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas dalam proses belajar mengajar. Diharapkan

dengan menggunakan LKS, peserta didik dapat melatih kemampuan secara mandiri, saling

bekerjasama dan mengembangkan kemampuan berpikir dan penalarannya. LKS juga

membantu guru dalam memudahkan proses belajar mengajar dan mengarahkan peserta

didik untuk dapat menemukan konsep- konsep melalui aktivitasnya sendiri dalam

kelompok kerja.

2. Tujuan Penyusunan LKS

Menurut Prastowo (2010) adapun tujuan yang terdapat dalam penyusunan LKS adalah:

a. Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan

materi yang diajarkan.

b. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan pemahaman peserta didik

terhadap materi yang diajarkan.

c. Melatih kemandirian belajar peserta didik.

d. Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.

3. Manfaat Penggunaan LKS

Menurut Widjajanti (2008) LKS memiliki beberapa manfaat, diantaranya:

1) Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan

suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar.

13

2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat waktu

penyajian suatu topik.

3) Dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai siswa

4) Mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas

5) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar

6) Membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi, sistematis mudah dipahami

oleh siswa sehingga mudah menarik perhatian siswa

7) Menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan

rasa ingin tahu

8) Mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal karena siswa

dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan belajarnya

9) Melatih siswa menggunakan waktu seefektif mungkin

10) Meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

4. Macam – Macam Bentuk LKS

Menurut Prastowo (2010), berdasarkan maksud dan tujuan pengemasan materi pada LKS,

terdapat lima macam bentuk LKS, yakni:

a) LKS yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep

LKS jenis ini sesuai dengan prinsip konstruktivisme yang menyatakan bahwa

seseorang akan belajar aktif dengan mengkonstruksi pengetahuan di dalam otaknya.

LKS ini memiliki ciri-ciri menggambarka suatu fenomena yang bersifat konkret,

sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Melalui pengamatan, siswa

akan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan pengalaman belajar yang

dialaminya. LKS ini memuat apa yang harus dilakukan siswa meliputi melakukan,

mengamati, dan menganalisis.

b) LKS yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep

yang telah ditemukan.

Jenis LKS ini diberikan saat siswa telah memperoleh konsep dan melatihkan

peserta didik untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari dan dipraktekkan di

kehidupan sehari-hari.

14

c) LKS yang berfungsi sebagai penuntun siswa belajar.

LKS jenis ini memuat pertanyaan atau isian yang jawabannya terdapat dalam

buku. Fungsi LKS ini adalah membantu siswa menghapal dan memahami materi

pelajaran yang terdapat dalam buku. LKS jenis ini juga digunakan untuk remidiasi.

d) LKS yang berfungsi sebagai penguatan.

LKS jenis ini diberikan setelah siswa mempelajari materi tertentu. Tujuan LKS ini

adalah sebagai pendalaman dan penerapan materi yang didapatkan atau disebut juga

bahan pengayaan.

e) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.

LKS jenis ini dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan

LKS, sehingga tidak memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku sendiri. LKS ini

berisi prosedur kerja yang sistematis untuk melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan

materi ajar yang diberikan.

5. Syarat Penyusunan LKS

LKS yang layak untuk digunakan sebagai sumber belajar peserta didik harus memenuhi

syarat yang telah ditetapkan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis.

Syarat didaktik lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep dan yang

terpenting dalam LKS terdapat variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa.

LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial,

emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh

tujuan pengembangan pribadi siswa. Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan

bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS.

Sedangkan syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan

penampilannya dalam LKS (Widjajanti, 2008).

Oleh karena itu, agar LKS memenuhi syarat dan tujuan yang telah ditetapkan maka

format penyusunan LKS haruslah tepat dan sesuai dengan tingkat kemampuan dan

penalaran siswa. Kesesuaian format LKS sangatlah penting, sebab hal ini dapat

mempengaruhi minat dan motivasi belajar siswa.

Menurut Depdiknas (2004), syarat atau kriteria dalam memilih LKS adalah sebagai

berikut:

15

a. Substansi materi memiliki relevansi dengan kompetensi dasar atau materi pokok yang

harus dikuasai peserta didik serta disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.

b. Dilengkapi dengan petunjuk buku bagi guru maupun siswa.

c. Memiliki daya pikat terutama dari segi penyajian tulisan, tugas-tugas, dan

penulisannya.

d. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang memudahkan siswa dalam

mengajar/belajar.

e. Lembar kegiatan siswa seharusnya memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber

belajar, hal ini harus tertuang dalam petunjuk.

f. Kalimat yang disajikan singkat dan jelas.

g. Substansi materi dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan siswa.

D. Bioteknologi

Bioteknologi berasal dari kata bios (hidup), teuchos (alat) dan logos (ilmu). Bioteknologi

dapat diartikan sebagai cabang ilmu biologi yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup

(bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (protein bioaktif,

enzim, vitamin, asam basa organik, alkohol, dan lain lain) dalam proses produksi untuk

menghasilkan barang dan jasa (Gaffar, 2007). Bioteknologi pada dasarnya merupakan

prinsip–prinsip ilmiah dan teknologi dengan menggunakan agen biologi untuk menghasilkan

barang dan jasa sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Ciri utama dari

bioteknologi adalah penggunaan makhluk hidup yang hanya dapat dilihat dengan bantuan

mikroskop, yaitu bakteri maupun sel yang diambil dari jaringan tumbuhan, hewan, mikroba,

jamur, dan lain-lain. Selain itu, ciri utama biologi adalah adanya agen biologi berupa

mikroorganisme, tumbuhan dan hewan, adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri

maupun produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian (Nurcahyo, 2011).

Perkembangan bioteknologi saat ini tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga

didasari pada ilmu-ilmu terapan dan murni yang lain, seperti biokimia, komputer, biologi

molekuler, mikrobiologi, dan genetika. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan

yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.

Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Pada

bidang medis, penerapan bioteknologi ditandai dengan adanya vaksin, antibiotik dan insulin

16

meskipun dalam jumlah yang terbatas. Pada bidang pangan, telah ada pembuatan bir, roti,

yoghurt maupun keju yang telah dikenal sejak abad ke -19. Hal ini membuktikan bahwa

penerapan bioteknologi dengan kebutuhan hidup masyarakat sangatlah erat.

Bioteknologi terdiri atas bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern.

Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme.

Proses yang dibantu mikroorganisme, misalnya dengan fermentasi, hasilnya antara lain tempe,

tape, kecap, dan sebagainya termasuk keju dan yoghurt. Sedangkan bioteknologi modern

adalah bioteknologi yang menggunakan teknik rekayasa genetika, seperti DNA rekombinan.

Salah satu manfaat penerapan bioteknologi konvensional adalah di bidang pangan. Proses

bioteknologi konvensional pada bidang pangan meliputi proses fermentasi. Secara garis besar

bioteknologi dalam bidang pangan meliputi teknologi sel mikroba untuk produksi pangan

yang mengalami fermentasi. Tujuan dari teknologi sel mikroba ini adalah untuk menghasilkan

pengawetan pangan yang menghasilkan berbagai jenis pangan diantaranya yoghurt, tauco,

tape, nata dan sebagainya.

E. Nata de Pina

Nanas (Ananas comosus) merupakan salah satu tanaman yang banyak diusahakan oleh

petani di Indonesia, terutama di daerah Sumatera dan Jawa. Selama ini nanas hanya 53%

bagian saja yang dikonsumsi sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah. Limbah nanas

semakin lama semakin menumpuk dan terbuang sia-sia. Padahal jika kita ketahui limbah

nanas berupa kulit, empulur, dan mata buah nanas memiliki kandungan nutrisi yang cukup

tinggi dan jika diolah akan menjadi produk yang bermanfaat. Kandungan komposisi limbah

kulit nanas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Hasil Analisis Limbah Kulit Nanas Berdasarkan Berat Basah (Kusumanto, 2013).

No. Komposisi Rata-Rata Berat Basah (%)

1. Air 6,7

2. Protein 0,69

3. Lemak 0,02

4. Abu 0,48

5. Serat basah 1,66

6. Karbohidrat 10,54

17

Salah satu alternatif pengolahan invovasi limbah nanas yang dapat dilakukan adalah

melalui fermentasi dengan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk nata (Nata de Pina)

sebagai bahan makanan.

Nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Sedangkan pina diambil dari

kata pineapple yaitu nanas. Nata merupakan jenis makanan penyegar atau pencuci mulut (food

dessert). Nata adalah kumpulan serat selulosa terbentuk dari proses fermentasi yang bersifat

anabolik pada media cair untuk menghasilkan senyawa kompleks selulosa dari pembentukan

senyawa sederhana (gula). Pada proses fermentasi tersebut, bakteri Acetobacter xylinum

berperan penting untuk pembentukan selulosa (Sutanto, 2012).

Acetobacter xylinum memproduksi nata apabila tumbuh di media yang mengandung

karbon dan nitrogen. Untuk memperkaya kandungan nitrogen, pada pembuatan Nata de pina

dapat ditambahkan larutan ammonium phospat 10 gram per 5 liter pada media. Acetobacter

xylinum bekerja pada lingkungan dengan kondisi asam. Pada kondisi ini, Acetobacter xylinum

memproduksi enzim ekstraseluler yang dapat mengubah glukosa menjadi selulosa. Nata yang

terbentuk memiliki kualitas yang berbeda tergantung dari substrat yang digunakan (Sutanto,

2012).

Lapisan kental dan transparan pada permukaan media terbentuk pertama kali pada hari

ke-2 dan ke-3 fermentasi. Pada hari ke-3 hingga ke-5 terdapat gelembung udara pada

permukaan media. Kemudian gelembung udara akan menjadi lapisan tipis berwarna putih

secara bertahap. Selanjutnya kira-kira 14 hari fermentasi lapisan polimer bakteria padat

setebal 2-3 cm terbentuk pada cairan media. Lapisan ini kemudian diambil dan dipotong

menjadi ukuran lebih kecil, dicuci, dan didihkan hingga asam asetat hilang (Pambayun, 2002).

Produk nata merupakan bahan makanan yang banyak digunakan sebagai pencampur es

teller, es buah, sirup dan jelly. Kandungan gizi yang terdapat pada nata cukup tinggi.

Kandungan terbesar adalah air sehingga produk makanan ini banyak digunakan sebagai

sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet serta mengandung serat yang bermanfaat

untuk memperlancar proses pencernaan (Lathifah, 2013).

a. Cara Pembuatan Nata de Pina

18

Langkah-langkah pembuatan Nata de Pina menurut Tahir (2008) adalah sebagai berikut:

1) Pembuatan starter

Kupas nanas matang sebanyak satu buah, lalu cuci hingga bersih.

Potong kecil-kecil nanas tersebut, masukan ke dalam blender (atau alat

penghancur lainnya seperti parutan).

Setelah dihancurkan, peras air nanas dan saring

Pakai ampas nanas hasil saringan, lalu tambahkan gula pasir dan air

dengan perbandingan ampas nanas:gula pasir:air = 6:3:1

Aduk campuran tersebut sampai rata, kemudian masukan ke dalam botol

yang tertutup rapat.

Diamkan selama 2-3 minggu sampai terbentuk lapisan putih di atas

campuran tersebut. Simpan di dalam temperatur kamar,

Bagian yang digunakan untuk membuat nata adalah air dari campuran

tersebut yang mengandung bakteri Acetobacter xylinum.

Untuk starter atau bibit nata dimasukkan ke dalam botol yang sudah

disterilkan.

2) Pembuatan Nata de Pina

Bahan yang digunakan adalah buah atau limbah nanas yang berupa kulit,

empulur dan mata nanas serta buah nanas masak optimum. Limbah nanas

dikupas dan dibersihkan mata serta empulurnya kemudian dicuci.

Limbah nanas yang sudah dicuci hingga bersih kemudian dibelah dan

dipotong kecil-kecil. Potongan-potongan ini dihancurkan dengan blender,

selanjutnya disaring dengan kain saring. Hasil saringan didiamkan selama

satu jam untuk mengendapkan padatan yang masih ada, kemudian filtrat

diambil.

Hasil saringan ditambah gula atau sukrosa 10 gram per liter dan sebagai

alternatif bisa ditambahkan ammonium phospat 10 gram per 5 liter untuk

memperkaya kandungan nitrogen dalam media, kemudian dididihkan lagi.

Sumber C dan N ini sebagai makanan untuk pertumbuhan  A. xylinum

19

Setelah mendidih biarkan 10 menit dan ditambah asam asetat glasial

sebanyak 30 ml per liter atau sampai pH 4,5 kemudian dimasukkan ke dalam

nampan plastik yang sudah disterilkan dengan cara diberi alkohol dan ditutup

dengan kertas koran yang sudah disterilkan dan diikat sampai rapat.

Setelah dingin atau sekitar 7 – 8 jam, masukkan cairan starter ke dalam

loyang atau nampan sebanyak 20 % dan ditutup kembali. Loyang tersebut

ditutup dengan koran yang sudah disterilkan.

Biarkan selama 7 – 15 hari (fermentasi), setelah terjadi penggumpalan

dinamakan pelikel (nata) dipotong-potong kecil, ditiriskan dan direndam

dalam air selama 2 – 3 hari untuk menghilangkan asamnya. Selama

perendaman air harus sering diganti.

Setelah pemeraman selesai dengan terbentuk lapisan nata siap dipanen,

lapisan nata diangkat secara hati-hati dengan menggunakan garpu atau

penjepit yang bersih supaya cairan dibawah lapisan tidak tercemar.

Kemudian cuci lalu peras dengan kain saring (agar tidak licin). Iris dengan

ukuran sesuai selera, lalu masak dengan air sampai mendidih. Tiriskan dan

peras lagi dengan kain saring, lalu dimasak lagi. Pemasakan dilakukan

sampai bau asam hilang.

Potongan pelikel (nata) direbus selama 30 menit lalu ditiriskan.

F. Kerangka Berpikir

LKS yang Baik: Substansi materi relevan

dengan KD dan kurikulum yang berlaku

Kalimat yang disajikan singkat dan jelas

Dilengkapi dengan petunjuk belajar

Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar

Nata de Pina:.Merupakan inovasi dari produk bioteknologi konvensional melalui fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. Produk memanfaatkan limbah nanas berupa kulit, empulur, mata nanas yang selama ini hanya dibuang sia-sia.

Life Skill:Kecakapan yang harus dimiliki siswa untuk berani menghadapi tantangan kehidupan dan menemukan solusi atas suatu permasalahan. Kecakapan hidup dibagi menjadi beberapa macam. Namun, hanya kecakapan berpikir (thinking skill) dan kecakapan akademik (academic skill) saja yang dilatihkan.

20

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

H0 = Penggunaan LKS Nata de Pina dapat melatihkan keterampilan Life Skill siswa yaitu

keterampilan berpikir dan keterampilan akademik dalam proses pembelajaran pada

materi bioteknologi.

Ha = Penggunaan LKS Nata de Pina tidak dapat melatihkan keterampilan Life Skill siswa

yaitu keterampilan berpikir dan keterampilan akademik dalam proses pembelajaran

pada materi bioteknologi.

Karakteristik LKS yang akan dikembangkan: Substansi materi relevan dengan KD dan

kurikulum yang berlaku Kalimat yang disajikan singkat dan jelas Memotivasi dan menarik minat siswa dari

segi penyajian, tugas dan penulisan Dilengkapi dengan petunjuk praktikum

dan informasi pendukung Memanfaatkan lingkungan sekitar

sebagai sumber belajar yaitu potensi nanas yang berlimpah untuk dijadikan produk Nata de Pina

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Penelitian

pengembangan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan desain penelitian

yang digunakan yaitu one shot case study.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu Jurusan Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya guna tahap persiapan,

pengembangan LKS, dan validasi. Sedangkan tahap uji coba pengembangan LKS akan

dilaksanakan di kelas XII SMAN 1 Wates, Kediri pada semester genap 2016/2017.

C. Sasaran Penelitian

22

Sasaran penelitian adalah LKS (lembar kegiatan siswa) praktikum Nata de Pina untuk

melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional. LKS

yang dihasilkan divalidasi oleh dosen ahli biologi serta guru biologi SMA dan diuji cobakan

secara terbatas pada siswa SMAN 1 Wates, Kediri dengan jumlah 15 siswa.

D. Desain Penelitian

Tahap awal yang dilakukan adalah melakukan observasi terhadap sasaran penelitian

untuk mendiagnostik keterampilan hidup (life skill) peserta didik. Setelah itu guru

menyampaikan materi beserta prosedur praktikum Nata de Pina yang akan dilakukan oleh

siswa. Hasil yang diharapkan berupa keterampilan hidup (life skill) siswa dapat terlatih dan

dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah di daerahnya.

Desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan melalui pola berikut:

Desain penelitian one shot case study

Keterangan:

O : Observasi

X : Perlakuan

E. Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:

1. Validitas LKS, meliputi:

a. Komponen isi

b. Komponen penyajian

c. Komponen kebahasaan

2. Kepraktisan LKS

a. Keterlaksanaan LKS

b. Kesulitan atau hambatan yang muncul

3. Keefektivan LKS

a. Hasil belajar siswa

X O

23

b. Ketuntasan tujuan pembelajaran

c. Respon siswa

F. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) nata de pina untuk melatihkan kecakapan hidup (life skill)

pada materi implikasi bioteknologi konvensional adalah LKS yang memuat serangkaian

kegiatan untuk melatihkan kecakapan hidup berupa kecakapan berpikir rasional yang

meliputi kegiatan menggali informasi, mengolah informasi dan memecahkan masalah

secara kreatif serta kecakapan akademik yang meliputi kegiatan merencanakan dan

melaksanakan eksperimen (praktikum) dimulai dari merumuskan masalah, menyusun

hipotesis, mengidentifikasi variabel percobaan.

2. Kelayakan LKS adalah deskripsi kualitas LKS yang terdiri dari kelayakan secara teoritis

maupun kelayakan secara empiris. Kelayakan secara teoritis yakni kelayakan hasil validasi

yang dilakukan oleh dua pakar biologi UNESA dan guru biologi SMA untuk mengetahui

layak tidaknya LKS yang telah dikembangkan meliputi isi, penyajian dan kebahasaan.

Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala kelayakan yaitu: 1 = kurang baik, 2 =

cukup baik, 3= baik, 4= sangat baik. Kelayakan secara empiris merupakan kelayakan yang

dihasilkan dari uji coba yang telah dilakukan. Kelayakan ini didapatkan berdasarkan

pengamatan sikap berbasis kecakapan hidup (life skill), hasil belajar dan respon siswa.

3. Pengamatan sikap adalah pengamatan yang dilakukan observer terhadap peserta didik

selama mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mengamati aktivitas siswa sehubungan

dengan pelaksanaan kecakapan hidup (life skill) siswa dengan rubrik terlampir.

4. Hasil belajar adalah hasil ketuntasan belajar siswa yang dilakukan dengan memberikan

soal tes setelah melaksanakan kegiatan dalam LKS yang dikembangkan, yang meliputi

penilaian produk dan penilaian kecakapan hidup (life skill) siswa. Hasil belajar digunakan

untuk mengetahui ketercapaian indikator dan kecakapan hidup yang dilatihkan.

5. Respon siswa adalah tanggapan siswa yang didapatkan setelah mengisi angket respon

terhadap LKS yang dikembangkan dengan menjawab “ya” atau “tidak” yang diberikan

saat akhir pembelajaran.

G. Prosedur Penelitian

24

Prosedur pada penelitian menggunakan desain pengembangan 4-D model yang diadaptasi

dari Thiagarajan, dkk., dalam Trianto (2007). Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan

yaitu define (pendefinisian), design (perencanaan), develop (pengembangan) dan disseminate

(penyebaran). Namun pada penelitian ini tidak menggunakan tahap disseminate (penyebaran).

Berikut ini adalah uraian dari rancangan penelitian:

1. Tahap Define (Pendefinisian)

Tahap ini bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat

pembelajaran. Menurut Thiagarajan, dkk (1974) dalam Ibrahim (2002) tahap ini terdiri

atas lima langkah pokok, yaitu analisis kurikulum, analisis siswa (learner analysis),

analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept anlaysis) dan perumusan indikator

pembelajaran (specifying instructional objectives).

a. Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar

yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Masalah dasar dalam penelitian ini

adalah belum pernah dilakukan praktikum pada materi bioteknologi konvensional

yang melatihkan kecakapan hidup (life skill) sehingga peneliti ingin melatihkannya

melalui pembuatan Nata de Pina agar siswa dapat belajar langsung dari lingkungan

dan segala kondisi di sekitar sekolah dan tempat tinggalnya.

Kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013

terdapat kompetensi inti (KI) yang terdiri atas empat aspek terkait yaitu sikap

keagamaan (KI 1), sikap sosial (KI 2), pengetahuan (KI 3) dan keterampilan (KI 4)

Berdasarkan keempat KI ini, maka LKS yang disusun dapat dikembangkan untuk

mencapai keempat KI tersebut. Sedangkan kompetensi dasar pada bioteknologi yang

termuat dalam kurikulum 2013 adalah:

1) Kompetensi Dasar

1.1. Menyadari dan mengagumi pola pikir ilmiah dalam kemampuan mengamati

bioproses.

1.2. Peka dan peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup, menjaga dan

menyayangi lingkungan sebagai manisfestasi pengamalan ajaran agama yang

dianutnya.

25

2.1. Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur terhadap data dan fakta, disiplin,

tanggung jawab, dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan

santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan,

gotong royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan

kritis, responsif dan proaktif dalam dalam setiap tindakan dan dalam

melakukan pengamatan dan percobaan di dalam kelas/laboratorium maupun

di luar kelas/laboratorium.

2.2. Peduli terhadap keselamatan diri dan lingkungan dengan menerapkan prinsip

keselamatan kerja saat melakukan kegiatan pengamatan dan percobaan di

laboratorium dan di lingkungan sekitar.

3.10. Memahami tentang prinsip-prinsip bioteknologi yang menerapkan bioproses

dalam menghasilkan produk baru untuk meningkatkan kesejahteraan

manusia dalam berbagai aspek kehidupan.

4.10. Merencanakan dan melakukan percobaan dalam penerapan prinsip-prinsip

bioteknologi konvensional untuk menghasilkan produk dan mengevaluasi

produk yang dihasilkan serta prosedur yang dilaksanakan.

2) Indikator

1.1.1. Menunjukkan rasa kagum terhadap kemampuan mikroorganisme dalam

melakukan kegiatan bioproses pada bioteknologi.

1.1.2. Memanfaatkan potensi lingkungan berupa limbah nanas sebagai wujud rasa

syukur terhadap karunia Tuhan.

2.1.1. Menunjukkan kemampuan bekerjasama dengan anggota kelompok selama

kegiatan pembelajaran.

2.1.2. Menunjukkan sikap jujur dan bertanggungjawab sesuai prosedur yang

ditentukan selama melakukan pembelajaran.

2.1.3. Menunjukkan sikap keselamatan kerja selama melakukan praktikum

pembuatan nata.

3.10.1. Menjelaskan konsep penting bioteknologi.

3.10.2. Menganalisis perbedaan bioteknologi konvensional dan modern.

26

3.10.3. Menjelaskan alternatif permasalahan pengolahan limbah nanas pada produk

bioteknologi konvensional.

4.10.1.Merencanakan kegiatan praktikum bioteknologi konvensional dengan limbah

nanas.

4.10.2.Melaksanakan praktikum bioteknologi konvensional melalui pembuatan

Nata de Pina.

4) Kecakapan hidup (life skill) yang dilatihkan

3.10.1. Menggali informasi: Menjelaskan informasi atau konsep penting (thinking

skill).

3.10.2. Mengolah informasi: Menganalisis atau membandingkan informasi

(thinking skill).

3.10.3. Memecahkan masalah: menjelaskan alternatif untuk pemecahan masalah

(thinking skill).

4.10.1. Merencanakan dan melaksanakan percobaan (academic skill).

27

b. Analisis Siswa (learner analysis)

Objek pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Wates, Kediri kelas XII

IPA yang berjumlah 15 siswa, jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan kisaran

umur 17-18 tahun.

Analisis siswa meliputi antara lain: kemampuan akademik, usia dan tingkat

kedewasaan, motivasi terhadap mata pelajaran, pengalaman, keterampilan

psikomotor, keterampilan sosial dan sebagainya.

c. Analisis Konsep (concept analysis)

Kompetensi inti yang ditekankan pada penelitian ini adalah KI 3 dan KI 4.

Analisis konsep berisi pengidentifikasian konsep-konsep penting dalam materi

bioteknologi. Hasil analisis berupa peta konsep sebagai berikut:

inovasi

Gambar 3.1. Analisis Konsep Bioteknologi

d. Analisis Tugas (task analysis)

Analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan utama yang akan

dikaji oleh peneliti untuk dikerjakan oleh siswa. Analisis tugas dilakukan dengan

menyesuaikan berdasarkan materi pokok yaitu bioteknologi konvensional terutama

Bioteknologi

Bioteknologi Konvensional

Bioteknologi Modern

Pengolahan Pangan

Tempe Nata de coco

Yoghurt

Nata de Pina

Rekayasa Genetika

Kultur Jaringan

28

pada implikasinya. Dalam hal ini peneliti mengemasnya dalam sebuah LKS

praktikum dengan mengintegrasikan keterampilan kecakapan hidup (life skill) yang

memanfaatkan produksi limbah nanas yang melimpah di lingkungan tempat

tinggalnya untuk dijadikan Nata de Pina.

Dalam penelitian ini tugas yang diberikan kepada siswa diintegrasikan dengan

keempat KI dalam kurikulum 2013.

e. Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)

Kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) pada kurikulum 2013 dianalisis

untuk menemukan indikator dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam suatu

proses pembelajaran. Berdasarkan indikator yang telah ditetapkan dapat dirumuskan

tujuan pembelajaran sebagai berikut:

1. Dengan membaca bahan bacaan yang diberikan, siswa dapat menunjukkan rasa

kagum terhadap kemampuan mikroorganisme dalam melakukan kegiatan

bioproses pada bioteknologi.

2. Dengan diberikan orientasi permasalahan, siswa dapat memanfaatkan potensi

lingkungan berupa limbah nanas sebagai wujud rasa syukur terhadap ciptaan

Tuhan.

3. Dengan diberikan bahan bacaan, siswa dapat menggali informasi mengenai

konsep penting bioteknologi.

4. Dengan diberikan bahan bacaan, siswa dapat menggali informasi mengenai agen

biologi yang berperan dalam bioteknologi.

5. Dengan diberikan bahan bacaan, siswa dapat menjelaskan pentingnya

bioteknologi bagi kehidupan.

6. Dengan diberikan bahan bacaan, siswa dapat menggali informasi untuk

menganalisis lima perbedaan bioteknologi konvensional dan bioteknologi

modern.

7. Dengan diberikan beberapa alternatif, siswa dapat memecahkan masalah dengan

memilih alternatif pengolahan limbah nanas pada produk bioteknologi

konvensional.

29

8. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat merumuskan masalah

percobaan yang akan dilakukan.

9. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat menyusun hipotesis

percobaan.

10. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat mengidentifikasi variabel

percobaan.

11. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat merumuskan variabel

percobaan.

12. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat menginventarisasi alat

dan bahan yang diperlukan untuk percobaan pembuatan nata.

13. Siswa dapat melaksanakan percobaan praktikum pembuatan Nata de Pina.

14. Siswa dapat menganalisis data hasil percobaan dengan jujur dan tanggung jawab.

15. Siswa dapat menjelaskan prinsip bioteknologi pada proses pembuatan nata.

16. Siswa dapat menjelaskan peran bakteri Acetobacter xylinum pada proses

pembuatan nata.

17. Siswa dapat menyimpulkan hasil percobaan yang dilakukan terkait menginovasi

limbah nanas menjadi Nata de Pina.

2. Tahap Design (Perancangan)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang LKS yang dikembangkan.

Terdapat 3 langkah yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: pemilihan media yang

dikembangkan (LKS) sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran, pemilihan format,

desain awal. LKS yang dikembangkan berisi:

a. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tujuan

pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang

kemudian dirancang ke dalam petunjuk praktikum, pertanyaan serta informasi

pendukung pada LKS.

b. Bagian Isi

30

Bagian isi berisi uraian singkat materi pokok, bahan bacaan, pertanyaan yang

disesuaikan dengan kecakapan hidup yang akan diamati serta petunjuk praktikum

pembuatan Nata de Pina.

c. Bagian Akhir

Bagian akhir terdiri atas daftar pustaka yang memuat literatur yang digunakan

sebagai acuan dalam mengembangkan LKS praktikum Nata de Pina untuk

melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi

konvensional kelas XII IPA SMAN 1 Wates, Kediri.

3. Tahap Develop (Pengembangan)

Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk pengembangan

yang dilakukan melalui dua langkah, yaitu: penilaian ahli yang diikuti revisi serta uji

coba pengembangan. Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk

akhir media pembelajaran setelah melalui revisi berdasarkan saran dan masukan dari para

ahli dan data hasil uji coba. Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Validasi ahli atau praktisi (Expert Appraisal)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974) dalam Ibrahim (2002), penilaian para ahli atau

praktisi terhadap pengembangan LKS mencakup format, bahasa, ilustrasi dan isi.

Berdasarkan saran para ahli, LKS pengembangan di revisi agar lebih tepat, efektif,

serta memiliki kualitas yang tinggi. Dalam hal ini validasi dilakukan oleh dosen ahli

biologi Universitas Negeri Surabaya dan guru biologi SMAN 1 Wates, Kediri.

b. Uji coba pengembangan (Developmental Testing)

Uji coba lapangan dilakukan di SMAN 1 Wates, Kediri untuk menerapkan LKS

yang telah dikembangkan, memperoleh masukan berupa respon, reaksi, komentar

siswa dan para pengamat terhadap media pembelajaran yang telah dikembangkan.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lembar telaah LKS pembuatan Nata de Pina untuk melatihkan life skill siswa pada

materi bioteknologi konvensional di kelas XII adalah lembar telaah berbentuk lembaran

dan berisi pernyataan – pernyataan yang digunakan oleh penelaah, baik dosen biologi

maupun guru biologi di sekolah tersebut. Lembar telaah LKS diberikan dengan mengisi

31

skor penilaian sesuai dengan rubrik terlampir untuk mengetahui kelayakan LKS yang

dikembangkan.

2. Lembar pengamatan sikap digunakan untuk mengetahui segala kegiatan yang dilakukan

siswa secara berkelompok dalam melatihkan kecakapan hidup (life skill) saat melakukan

percobaan pada LKS yang dikembangkan.

3. Tes (evaluasi) digunakan untuk mengetahui ketercapaian atau ketuntasan hasil belajar

siswa sekaligus kecakapan hidup (life skill) setelah melakukan percobaan pada LKS yang

dikembangkan. Tes diberikan pada pertemuan terakhir dengan menggunakan soal uraian

objektif.

4. Lembar angket respon siswa terhadap LKS pembuatan Nata de Pina untuk melatihkan

life skill pada materi bioteknologi kelas XII SMA adalah lembar respon atau tanggapan

yang diisi siswa dengan memberi jawaban “ya” atau “tidak” berdasarkan pernyataan yang

terdapat pada angket yang diberikan.

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah:

1. Teknik Telaah dengan Lembar Validasi

Teknik ini digunakan untuk mengetahui kelayakan LKS yang telah dikembangkan

untuk diuji cobakan. Telaah ini dilakukan oleh dosen ahli dan guru biologi. Melalui

lembar validasi akan diperoleh draft yang akan membantu peneliti untuk mengetahui

kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan LKS Nata de Pina yang dikembangkan

agar selanjutnya dilakukan proses perbaikan (revisi).

2. Teknik Observasi

Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data pengamatan sikap yaitu

dengan cara mengamati aktivitas peserta didik secara berkelompok berkaitan dengan life

skill melalui kegiatan yang dipandu LKS praktikum Nata de Pina untuk melatihkan life

skill pada materi implikasi bioteknologi konvensional.

3. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik dengan

tujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar dan kecakapan hidup (life skill) yang

32

dikuasai peserta didik. Selain itu, teknik tes juga untuk menentukan tingkat kelayakan

LKS secara empiris.

4. Teknik Angket

Lembar angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap LKS

pembuatan Nata de Pina untuk melatihkan life skill yang dikembangkan dari segi

penyajian, isi, dan bahasa yang digunakan serta kaitannya dengan masalah yang otentik.

Data yang diperoleh dari angket digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk

penyusunan kesimpulan.

J. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Analisis Telaah Pengembangan LKS

Lembar kegiatan siswa yang dikembangkan divalidasi dengan memberi skor 1-4

pada tiap aspek yang dinilai. Analisis meliputi kelayakan isi, kelayakan penyajian dan

kelayakan bahasa. Rentang skala dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.1. Kriteria skala penilaian Likert (Riduwan, 2012)

Penilaian Nilai Skala

Kurang 1

Cukup 2

Baik 3

Sangat Baik 4

Dari hasil telaah tersebut dihitung persentase kelayakan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

Presentase (%)= ∑ skor hasil pengumpulan data x 100 %

∑ skor maksimal telaah

Hasil analisis lembar validasi ahli digunakan untuk mengetahui kelayakan

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan dengan menggunakan skor

sebagai berikut:

Tabel 3.2. Kriteria Penilaian (modifikasi dari Riduwan, 2012)

Persentase Kategori

33

25 % - 43 % Kurang layak

44 % - 62 % Cukup layak

63 % - 81 % Layak

82 % - 100 % Sangat layak

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dikatakan layak apabila respon dosen dan guru

bidang studi memberikan skor ≥ 63%.

2. Analisis Pengamatan Sikap

Lembar kegiatan siswa yang dikembangkan diujicobakan kepada siswa melalui

pengamatan sikap selama pembelajaran dengan memberikan skor 1-4 pada tiap aspek

yang dinilai. Rentang skala dalam pengamatan sikap dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3. Kriteria skala penilaian Likert (Riduwan, 2012)

Penilaian Skala

Kurang 1

Cukup 2

Baik 3

Sangat Baik 4

Dari hasil telaah tersebut kemudian dihitung persentase kelayakan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Presentase (%)= ∑ skor hasil pengumpulan data x 100 %

∑ skor maksimal telaah

Hasil perhitungan persentase dari lembar pengamatan pada ujicoba terbatas

diinterpretasikan ke dalam kriteria pada tabel berikut:

Tabel 3.4. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)

Persentase Kategori

25 % - 43 % Kurang baik

44 % - 62 % Cukup baik

63 % - 81 % Baik

82 % - 100 % Sangat baik

34

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dikatakan layak apabila hasil pengamatan sikap

siswa memberikan respon sebesar ≥ 63%.

3. Hasil Kognitif

a. Kognitif produk

Hasil belajar merupakan salah satu kelayakan LKS secara empiris. Siswa

dikatakan tuntas belajar apabila telah menguasai kompetensi atau indikator

pembelajaran dengan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah yaitu

hasil tes ≥ 75. Standar yang digunakan terkait kelayakan LKS yang telah

dikembangkan adalah layak secara empiris. LKS layak secara empiris apabila

persentase jumlah siswa yang tuntas mencapai 61%.

Presentase (%)= ∑ siswa yang tuntas x 100 %

∑ seluruh siswa

Tabel 3.5. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)

Persentase Kategori

0 % - 20 % Tidak layak

21 % - 40 % Kurang layak

41 % - 60 % Cukup layak

61 % - 80 % Layak

81 % - 100 % Sangat layak

b. Hasil Kecakapan Hidup (Life Skill)

Berdasarkan hasil tes kognitif yang diberikan, maka dapat dianalisis hasil

penguasaan kecakapan hidup siswa berdasarkan jawaban siswa. Hasil dianalisis

menggunakan skala likert dan dihitung nilai persentase menggunakan rumus

berikut:

Tabel 3.6. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)

Penilaian Nilai Skala

Sangat baik 4

Baik 3

Cukup baik 2

35

Kurang baik 1

Presentase (%)= ∑ skor hasil pengumpulan data x 100 %

∑ skor maksimal

Hasil pemberian nilai kecakapan hidup kemudian diinterpetasikan ke

dalam kriteria pada tabel berikut:

Tabel 3.7. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)

Persentase Kategori

25 % - 43 % Kurang baik

44 % - 62 % Cukup baik

63 % - 81 % Baik

82 % - 100 % Sangat baik

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan dikatakan layak jika

nilai hasil kecakapan hidup yang dilatihkan memperoleh persentase sebesar ≥

63%.

4. Analisis Angket Respon Siswa

Respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan berpedoman pada LKS

yang dikembangkan dapat diketahui melalui kategori “ya” atau “tidak” kemudian

dihitung persentase menggunakan rumus sebagai berikut:

Tabel 3.8. Kriteria Skala Guttman (Riduwan, 2012)

Jawaban Skor

Ya 1

Tidak 0

Presentase (%)= ∑ skor hasil pengumpulan data “ya” x 100 %

∑ skor maksimal

Persentase kelayakan dapat dikonversikan dalam kategori penilaian sebagai

berikut:

36

Tabel 3.9. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)

Persentase Kategori

0 % - 25 % Kurang baik

26 % - 50 % Cukup

51 % - 75 % Baik

76 % - 100 % Sangat baik

Indikator yang digunakan untuk mengetahui kelayakan pengembangan LKS

adalah lembar angket berisi respon yang telah diisi oleh siswa SMA kelas XII IPA 1

sebagai uji cobanya. Pengembangan LKS dapat dikatakan layak apabila siswa

memberikan respon baik sebesar ≥ 51 % (Riduwan, 2012).

37

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2012. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit Alfabeta.Depdiknas. 2004. Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah Atas. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2002. Pendidikan Berbasis Luas dengan Pembekalan

Kecakapan Hidup di SMU: Konsep Dasar dan Pola Pelaksanaannya. Jakarta: Depdiknas.Gaffar, Shabarni. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung: Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Padjajaran. Ibrahim, Marwah. 2003. Basic Life Skills: Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan.

Jakarta: MHMMD Production. Ibrahim, Muslimin. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran

Biologi Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Johan, Ervan Wicaksono 2009. “Pengembangan LKS berbasis Life Skill pada sub pokok Bahasan Daur Ulang Limbah untuk Siswa Kelas X-3 SMAN 6 Surabaya”. Skripsi (Tidak diterbitkan). Surabaya: Unesa.

Kemendiknas. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kusumanto, Ismu. 2013. “Pemanfaatan Limbah Kulit Nanas untuk Pembuatan Produk Nata De Pina Menggunakan Metode Eksperimen Taguchi” Jurnal Kutubkhanah, Vol. 16, No. 1 Januari – Juni 2013. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suska Riau.

Lathifah, Nur. 2013. Pembuatan Nata de Pina dari Limbah Bonggol Buah Nanas Menggunakan Sumber Nitrogen Ekstrak Kacang Hijau. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Indonesia.

Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Yogyakarta: Kanisius. Permendiknas. 2013. Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 81 A tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Prastowo, Andi. 2010. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.Riduwan, 2012. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.Rudiyanto, R. 2003. “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan

Kecakapan Hidup”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus.

Satori, D. 2002. “Implementasi Life Skills dalam Konteks Pendidikan di Sekolah”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Volume 2, Nomor 1, Juni 2002.

Sutanto, Agus. 2012. “Pineapple Liquid Waste as Nata de Pina Raw Material.” Jurnal Makara Teknologi, Vol. 16, No.1, April 2012: 63-67. Universitas Muhammadiyah Metro Lampung.

Tahir, Ikmal, dkk. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah Nenas Lokal (Ananas comosus L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata. Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM. Yogyakarta: Disampaikan pada 10 Juli 2008.

Widjajanti, Endang. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Makalah. Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian pada masyarakat dengan Judul “Pelatihan Penyusunan LKS Mata Pelajaran

38

Kimia Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Guru SMK/MAK” di Ruang Sidang Kimia FMIPA UNY pada tanggal 22 Agustus 2008. Yogyakarta: FMIPA Kimia UNY.