bab 1, 2, 3, 4,5,6 daftar pustaka
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang
yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu,
pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar
proses menyusui dapat terlaksana dengan benar (Afifah, 2007). Selain itu,
pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi (Nurmiati, 2008).
Pemberian ASI eksklusif adalah langkah awal bagi bayi untuk tumbuh
sehat dan terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, karena bayi tidak
saja akan lebih sehat & cerdas, tetapi juga akan memiliki emotional quotion
(EQ) dan social quotion (SQ) yang lebih baik (Sentra Laktasi Indonesia,
2007). Berdasarkan laporan 500 penelitian, The Agency for Healthcare
Research and Quality menyatakan bahwa pemberian ASI berhubungan
dengan pengurangan resiko terhadap otitis media, diare, infeksi saluran
pernafasan bawah, dan enterokolitis nekrotikans (Massachusetts Department
of Public Health Bureau of Family Health and Nutrition, 2008).
Namun pada kenyataannya, pengetahuan masyarakat tentang ASI
eksklusif masih sangat kurang, misalnya ibu sering kali memberikan makanan
padat kepada bayi yang baru berumur beberapa hari atau beberapa minggu
seperti memberikan nasi yang dihaluskan atau pisang. Kadang- kadang ibu
mengatakan air susunya tidak keluar atau keluarnya hanya sedikit pada hari-
hari pertama kelahiran bayinya, kemudian membuang ASI-nya tersebut dan
menggantikannya dengan madu, gula, mentega, air atau makanan lain.
Di negara berkembang, lebih dari sepuluh juta balita meninggal dunia
pertahun, 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan masalah gizi yang
sebenarnya dapat dihindarkan. Penelitian di 42 negara berkembang
menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan
merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang mempunyai dampak positif
terbesar untuk menurunkan angka kematian balita, yaitu sekitar 13%.
2
Pemberian makanan pendamping ASI yang benar dapat menurunkan angka
kematian balita sebesar 6%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perilaku
memberikan ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan
dapat menurunkan angka kematian 30.000 bayi di Indonesia tiap tahunnya
(Sentra Laktasi Indonesia, 2007).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
2003, hanya 3, 7 % bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan
pemberian ASI pada usia 2 bulan pertama 64%, yang kemudian menurun pada
periode berikutnya umur 3 bulan 45,5 %, pada usia 4-5 bulan 13,9% dan umur
6-7 bulan 7,8 %. Sementara itu ada peningkatan penggunaan pengganti air
susu ibu (PASI) yang biasa disebut formula atau susu formula tiga kali lipat
dalam kurun waktu 1997 dari 10,8% menjadi 32,4 % pada tahun 2002, hali
ini mungkin diakibatkan kurangnya pemahaman, dukungan keluarga dan
lingkungan akan pemberian ASI secara eksklusif (Tjipta, 2009).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
” Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan Terhadap
Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun
2010”, sehingga nantinya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam upaya meningkatkan penyuluhan kepada ibu – ibu hamil mengenai
pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu
pasca melahirkan terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif di RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2010.
3
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan ibu-ibu pasca melahirkan terhadap pentingnya pemberian
ASI eksklusif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan – tujuan penelitian ini antara lain:
1 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan
karakteristik umur ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2010.
2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan
karakteristik jenjang pendidikan ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
3 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan
karakteristik jumlah anak ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan memberikan informasi bagaimana gambaran
tingkat pengetahuan ibu terhadap pentingnya pemberian ASI
eksklusif pada bayi.
2. Manfaat penelitian ini bagi masyarakat, ibu – ibu pasca melahirkan
sebagai responden, diharapkan dapat memperluas pengetahuan
terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi dan
sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan
4
pengetahuan ibu terhadap pentingya pemberian ASI eksklusif pada
bayi.
3. Bahan masukan dan evaluasi pertimbangan bagi RSUP H. Adam
Malik Medan dalam menyusun kebijakan pada masa mendatang
dalam upaya meningkatkan upaya pemberian ASI eksklusif.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Susu Ibu ( ASI)
2.1.1. Definisi ASI
Air susu ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, dan garam–garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar air susu
ibu. Penelitian telah membuktikan bahwa ASI merupakan makanan terbaik
pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia 6 bulan.
WHO menganjurkan pemberian ASI eksklusif, yakni bayi diberi ASI selama
6 bulan pertama tanpa mendapat tambahan apapun. Selama ASI eksklusif
pemantauan tumbu kembang bayi harus dilakukan rutin tiap bulan baik
posyandu atau di rumah sakit (Tjipta, 2009). ASI adalah standar utama
banyak susu formula bayi (Friedman, 2005).
ASI eksklusif adalah Pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan
makanan lainnya ataupun cairan lainnya seperti susu formula, jeruk, madu,
teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat apapun seperti pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim sampai usia enam bulan
(Roesli, 2000).
Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang
optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian
agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui
adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar ,teratur dan
eksklusif. Oleh karena itu, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah
bagaimana ibu dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif
sampai 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2(dua)
tahun. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO dan Pemerintah Indonesia
mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/MENKES/IV/2004
tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia
mulai tanggal 7 April 2004 ( Puslitbang Gizi dan Makanan, 2009).
6
2.1.2. Produksi ASI
Makanan utama dan pertama bagi bayi adalah ASI, khususnya ASI
eksklusif tidak dapat digantikan oleh susu manapun mengingat komposisi
ASI yang sangat ideal dan sesuai kebutuhan bayi disetiap saat serta
mengandung zat kekebalan yang penting mencegah timbulnya penyakit
(Juliani, 2009). Air susu ibu unik, spesifik, dan merupakan cairan nutrisi yang
kompleks yang terdiri dari kandungan imunologis dan faktor pertumbuhan.
Keunikan kandungan ASI sesuai perubahan kebutuhan bayi selama
pertumbuhan dan perkembangan(Wagner, 2009).
Selama masa gestasi kelenjar mamaria dan payudara, dipersiapkan
untuk laktasi (pembentukan susu). Selama kehamilan, konsentrasi estrogen
yang tinggi menyebabkan perkembangan duktus yang ekstensif sementara
kadar progesteron yang tinggi merangsang pembentukan lobulus alveolus.
Peningkatan kosentrasi prolaktin (suatu hormon hipofisis anterior yang
dirangsang oleh peningkatan kadar ekstrogen) dan human chorionic
somatomammotropin (suatu hormon peptida yang dikeluarkan oleh plasenta)
juga ikut berperan alam perkembangan kelenjar mamaria dengan
menginduksi pembentukan enzim–enzim yang diperlukan untuk
menghasilkan susu (Sherwood, 2001).
Setelah persalinan, laktasi dipertahankan oleh dua hormon penting: (1)
prolaktin, yang bekerja pada epitel alveolus untuk meningkatkan sekresi susu,
dan (2) oksitosin, yang menyebabkan penyemprotan susu, hal in mengacu
pada ekspulsi paksa susu dari lumen alveolus melalui duktus–duktus.
Pengeluaran kedua hormon tersebut dirangsang oleh refleks neuroendokrin
yang dipicu oleh rangsangan mengisap puting payudara (Sherwood, 2001).
Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
(Soetjiningsih, 1997)
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mama yang mengandung jaringan debris dan sisa - sisa
material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mamaria
7
sebelum dan segera sesudah melahirkan anak. Kolostrum disekresi
oleh kelenjar mamaria dari hari pertama sampai hari ketiga atau
keempat, dari masa laktasi. Komposisi kolostrum dari hari ke hari
berubah dan merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna
kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan ASI matur. Kolostrum
juga merupakan suatu laxatif yang ideal untuk membersihkan
mekoneum usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.
Kandungan protein kolostrum lebih tinggi dibandingkan ASI
matur, tetapi berbeda dengan ASI matur dimana protein yang utama
adalah kasein, pada kolostrum protein yang utama adalah globulin,
sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi.
Kolostrum juga lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI
matur yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan
pertama. Kadar karbohidrat dan lemaknya jika dibandingkan lebih
rendah dibandingkan dengan ASI matur. Total energi lebih rendah
dibandingkan ASI matur yaitu 58 kalori/100 ml kolostrum. Dan
mengandung vitamin larut lemak lebih tinggi, namun vitamin larut
dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari pada ASI matur .
Berikut ini merupakan ciri – ciri kolostrum :
1. Berwarna kekuning – kuningan, lebih kuning dari pada ASI
matur.
2. Bila dipanaskan menggumpal, ASI matur tidak.
3. PH lebih alkalis dibandingkan ASI matur.
4. Lemaknya lebih banyak mengandung kolestrol dan lesitin di
bandingkan ASI matur.
5. Terdapat trypsin inhibitor, sehingga hidrolisa protein di
dalam usus bayi kurang sempurna, yang akan menambah
kadar antibodi pada bayi.
6. Volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam.
8
b. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)
ASI ini merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI
matur. Disekresi dari hari ke-4 hingga hari ke-10 dari masa laktasi,
tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI matur baru akan terjadi
pada minggu ke-3 hingga ke-5. ASI transisi ini memiliki kadar protein
semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin
tinggi, dan volumenya semakin meningkat.
c. Air Susu Matur
ASI matur adalah ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan
seterusnya, yang memiliki komposisi relatif konstan, tetapi sebagian
peneliti berpendapat bahwa baru pada minggu ke-3 sampai ke-5 ASI
komposisinya baru konstan. ASI matur merupakan makanan yang
dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang mengatakan pada ibu yang
sehat ASI merupakan makanan satu-satunya yang diberikan selama 6
bulan pertama bagi bayi.
Berikut karakteristik ASI matur :
1. Merupakan cairan putih kekuning - kuningan, karena
mengandung kasienat, riboflaum dan karotin.
2. Tidak menggumpal bila dipanaskan.
3. Volume: 300 – 850 ml/24 jam.
4. Terdapat faktor – faktor anti mikrobakteria, yaitu:
a. Antibodi terhadap bakteri dan virus.
b. Cell (phagocyle, granulocyle, macrophag, lymhocycle
type T)
c. Enzim (lysozime, lactoperoxidese)
d. Protein (lactoferrin, B12 binding Protein)
e. Faktor resisten terhadap staphylococcus.
f. Komplemen ( C3 dan C4)
9
2.1.3. Komposisi ASI
Kandungan kolostrum berbeda dengan air susu yang matur, karena
kandungannya yang berbeda dengan air susu yang matur dan jumlah
kolostrum hanya sekitar 1% dalam air susu matur. Kolostrum lebih banyak
mengandung imunoglobin A (Ig A), laktoterin dan sel-sel darah putih, yang
semuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi, terhadap serangan
penyakit (infeksi), lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih
banyak, mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral
natrium (Na) dan seng (Zn) ( Siregar, 2004)
Berdasarkan sumber dari Food and Nutrition Board National research
Council diperoleh perkiraan komposisi kolostrum, ASI, dan susu sapi untuk
setiap 100 ml seperti tertera pada table berikut (Siregar, 2004):
Tabel 2.1Komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100ml
Zat – zat Gizi Kolostrum ASI Susu Sapi
Energi (K Cal)Protein (g)
- Kasein /whey- Kasein (mg)- Laktamil bumil (mg)- Laktoferin (mg)- Ig A (mg)
Laktosa (g)Lemak (g)
Vitamin- Vit A (mg)- Vit B1 (mg)- Vit B2 (mg)- Asam Nikotinik (mg)- Vit B6 (mg)- Asam pantotenik - Biotin- Asam folat- Vit B12 - Vit C- Vit D (mg)- Vit Z
592,3-
1402183303645,42,9
1511,93075-
1830,060,050,055,9-
1,5
700,9
1 : 1,51871611671427,34,2
751440160
12-152460,60,10,15
0,040,25
653,4
1 : 1,2----
4,83,9
414314582643402,81,30,61,10,020,07
10
- Vit K
Mineral- Kalsium (mg)- Klorin (mg)- Tembaga (mg)- Zat besi (ferrum)
(mg)- Magnesium (mg)- Fosfor (mg)- Potassium (mg)- Sodium (mg)- Sulfur (mg)
-
39854070414744822
1,5
354040100415571514
6
130212014558121201455830
Sumber : Food and Nutrition Board National research Council, dalam Siregar, 2004.
Perbandingan komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi dapat dilihat
pada tabel 2.1., dimana susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih banyak
protein daripada ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan
sisanya berupa protein whey yang larut. Kandungan kasein yang tinggi akan
membentuk gumpalan yang relatif keras dalam lambung bayi. Bila bayi
diberi susu sapi, sedangkan ASI walaupun mengandung lebih sedikit total
protein, namun bagian protein “whey”nya lebih banyak, sehingga akan
membetuk gumpalan yang lunak dan lebih mudah dicerna serta diserap oleh
usus bayi(Siregar, 2004).
Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal dari
lemak, yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi dibandingkan dengan
lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih banyak enzim pemecah lemak
(lipase). Kandungan total lemak sangat bervariasi dari satu ibu ke ibu lainnya,
dari satu fase lakatasi air susu yang pertama kali keluar hanya mengandung
sekitar 1 – 2% lemak dan terlihat encer. Air susu yang encer ini akan
membantu memuaskan rasa haus bayi waktu mulai menyusui. Air susu
berikutnya disebut “Hind milk”, mengandung sedikitnya tiga sampai empat
kali lebih banyak lemak. Ini akan memberikan sebagian besar energi yang
dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting diperhatikan agar bayi, banyak
memperoleh air susu ini (Siregar, 2004)
11
Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat
dalam air susu murni. Jumlahnya dalam ASI tak terlalu bervariasi dan
terdapat lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi. Disamping fungsinya
sebagai sumber energi, didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi
asam laktat. Didalam usus asam laktat tersebut membantu mencegah
pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan juga membantu penyerapan
kalsium serta mineral-mineral lain.
ASI mengandung lebih sedikit kalsium daripada susu sapi tetapi lebih
mudah diserap, jumlah ini akan mencukupi kebutuhan untuk bahan-bahan
pertama kehidupannya ASI juga mengandung lebih sedikit natrium, kalium,
fosfor dan chlor dibandingkan dengan susu sapi, tetapi dalam jumlah yang
mencukupi kebutuhan bayi.
Apabila makanan yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin yang
diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama kehidupannya
dapat diperoleh dari ASI. Hanya sedikit terdapat vitamin D dalam lemak
susu, tetapi penyakit polio jarang terjadi pada anak yang diberi ASI, bila
kulitnya sering terkena sinar matahari. Vitamin D yang terlarut dalam air
telah ditemukan terdapat dalam susu, meskipun fungsi vitamin ini merupakan
tambahan terhadap vitamin D yang terlarut lemak (Siregar, 2004)
ASI juga mengandung prebiotik (oligosakarida) yang menjadi faktor
tumbuh bagi koloni probiotik. Penelitian 5 tahun terakhir ini menunjukkan
bahwa ASI sebagai sumber utama Bifidobacteria dan Lactobacilli dalam usus
bayi yang spesifik meningkatkan perkembangan dan maturasi sistem imun
saluran cerna. Bifidobactleria dan Lactobacilli merupakan mikroflora yang
normal ditemukan dalam saluran cerna, dapat dikosumsi dalam bentuk
suplementasi makanan yang kita kenal dengan nama probiotik. Namun bayi
yang mendapat ASI tidak perlu diberikan probiotik ( Tjipta, 2009).
12
2.1.4. Keunggulan Asi dan Manfaat Menyusui
Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek
yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan,
neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan (Depkes RI, 2001).
1. Aspek Gizi.
Manfaat kolostrum antara lain:
a. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
b. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari
hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun
sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan pada bayi.
c. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan
mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai
dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
d. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang
pertama berwarna hitam kehijauan.
Manfaat ASI berdasarkan komposisinya antara lain:
a. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang
sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-
zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut.
b. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna
untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.
c. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki
perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi.
Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan
ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey
lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein
ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi
13
mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80,
sehingga tidak mudah diserap.
Selain itu, ASI kaya akan komposisi Taurin, DHA dan AA.
Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam
ASI yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting
untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang
menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya
gangguan pada retina mata.
Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA)
adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty
acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang
optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi
untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu
DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi
pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3
(asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).
2. Aspek Imunologik
a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.
b. Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya
cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat
melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada
saluran pencernaan.
c. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat
kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
d. Lisosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan
salmonella) dan virus. Jumlah lisosim dalam ASI 300 kali lebih
banyak daripada susu sapi.
e. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000
sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated
14
Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated
Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan
Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan
payudara ibu.
f. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,
menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini
menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat
pertumbuhan bakteri yang merugikan.
3. Aspek Psikologik
a. Meningkatkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui, bahwa ibu
mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk
bayi.
b. Interaksi ibu dan bayi, pertumbuhan dan perkembangan psikologik
bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.
c. Pengaruh kontak langsung ibu - bayi, ikatan kasih sayang ibu -
bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin
to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi
merasakan kehangatan tubuh ibu.
4. Aspek Kecerdasan
a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan
untuk perkembangan sistem saraf otak yang dapat meningkatkan
kecerdasan bayi.
b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI
memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6
point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada
usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.
15
5. Aspek Neurologis
Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap
dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.
6. Aspek Ekonomis
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan. Dengan demikian akan
menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan
peralatannya.
7. Aspek Penundaan Kehamilan
Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan,
sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara
umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).
2.1.5. Manajemen Laktasi
Manajemen laktasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai
pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui
selanjutnya (Arifin Siregar, 2004).
Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut(Arifin
Siregar, 2004):
a. Pada masa Kehamilan (antenatal):
1. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang manfaat dan
keunggulan ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun
bayinya, disamping bahaya pemberian susu botol.
2. Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara/keadaan
putting susu, apakah ada kelainan atau tidak. Disamping itu
perlu dipantau kenaikan berat badan ibu hamil.
3. Perawatan payudara mulai kehamilan umur enam bulan agar ibu
mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.
16
4. Memperhatikan gizi/makanan ditambah mulai dari kehamilan
trimester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat
belum hamil.
5. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal
ini perlu diperhatikan keluarga terutama suami kepada istri yang
sedang hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan
hatinya.
b. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal):
1. Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan
ditunjukkan cara menyusui yang baik dan benar, yakni
mengenai posisi dan cara melekatkan bayi pada payudara ibu.
2. Membantu terjadinya kontak langsung antara bayi-ibu selama
24 jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.
3. Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000S1)
dalam waktu dua minggu setelah melahirkan.
c. Pada masa menyusui selanjutnya (post-natal).
1. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama
usia bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa
makanan/minuman lainnya.
2. Perhatikan gizi/makanan ibu menyusui, perlu makanan 1 ½ kali
lebih banyak dari biasa dan minum minimal 8 gelas sehari.
3. Ibu menyusui harus cukup istirahat dan menjaga ketenangan
pikiran dan menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar
produksi ASI tidak terhambat.
4. Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting
untuk menunjang keberhasilan menyusui.
5. Rujuk ke posyandu atau puskesmas atau petugas kesehatan
apabila ada permasalahan menyusui seperti payudara bengkak
disertai demam.
17
6. Menghubungi kelompok pendukung ASI terdekat untuk
meminta pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui
bagi mereka.
7. Memperhatikan gizi/makanan anak, terutama mulai bayi 6
bulan, berikan MP ASI yang cukup baik kuantitas maupun
kualitas.
2.1.6 Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera
setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri
(tidak disodorkan ke puting susu). Inisiasi menyusu dini akan sangat
membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan
lama menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga
usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi.
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang
merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan ‘penyelamatan
kehidupan’, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22 persen
dari bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan. Menyusui satu jam
pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi
dinyatakan sebagai indikator global. Ini merupakan hal baru bagi Indonesia,
dan merupakan program pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga
kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik swasta, maupun
masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan mendukung
suksesnya program tersebut, sehingga diharapkan akan tercapai sumber daya
Indonesia yang berkualitas (Seksi Gizi Departemen Kesehatan Kabupaten
Kulon Progo Yogyakarta, 2009).
Berikut ini adalah proses inisiasi menyusu dini:
1. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak
menggunakan obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi
terlalu banyak, dikhawatirkan akan terbawa ASI ke bayi yang
nantinya akan menyusu dalam proses inisiasi menyusu dini.
18
2. Para petugas kesehatan yang membantu ibu menjalani proses
melahirkan, akan melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti
biasanya. Begitu pula jika ibu harus menjalani operasi caesar.
3. Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa
menghilangkan vernix (kulit putih). Vernix (kulit putih)
menyamankan kulit bayi.
4. Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit
bayi melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan,
kepala bayi dapat dipakaikan topi. Kemudian, jika perlu, bayi dan
ibu diselimuti.
5. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan untuk
mencari sendiri puting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke
puting susu). Pada dasarnya, bayi memiliki naluri yang kuat untuk
mencari puting susu ibunya.
6. Saat bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya, Ibu perlu
didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi sebelum
menyusu. Posisi ibu yang berbaring mungkin tidak dapat
mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi.
7. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersentuhan dengan
kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.
8. Setelah selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk
ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.
9. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung
memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja si bayi
menginginkannya, karena kegiatan menyusu tidak boleh dijadwal.
Rawat-gabung juga akan meningkatkan ikatan batin antara ibu
dengan bayinya, bayi jadi jarang menangis karena selalu merasa
dekat dengan ibu, dan selain itu dapat memudahkan ibu untuk
beristirahat dan menyusui.
19
2.1.7. Cara Memberikan ASI
Langkah – langkah menyusui yang benar adalah sebagai berikut
(Sarwono, 2008):
1. Cuci tangan dengan air yang bersih.
2. Ibu duduk dengan santai, kaki tidak boleh mengantung.
3. Perah sedikit ASI dan oleskan ke puting dan areola sekitarnya.
Manfaatnya adalah sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban
puting susu.
4. Posisikan bayi yang benar
a. Bayi dipegang dengan satu lengan. Kepala bayi diletakkan dekat
lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak
tangan ibu.
b. Perut bayi menempel ke tubuh ibu
c. Mulut bayi berada di depan puting ibu
d. Lengan yang di bawah merangkul tubuh ibu, jangan berada di
antara tubuh ibu dan bayi. Tangan yang di atas berada dalam
satu garis lurus.
5. Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar,
kemudian dengan cepat kepala bayi diletakkan ke payudara ibu dan
puting serta areola dimasukkan ke dalam mulut bayi.
6. Cek apakah perlekatan sudah benar
a. Dagu menempel ke payudara ibu
b. Mulut terbuka lebar
c. Sebagian besar areola terutama yang berada di bawah, masuk ke
dalam mulut bayi
d. Bibir bayi terlipat ke luar
e. Pipi bayi tidak boleh kempot ( karena bayi tidak menghisap,
tetapi memerah ASI)
f. Tidak boleh terdengar bunyi decak, hanya boleh terdengar bunyi
menelan
g. Ibu tidak kesakitan
20
h. Bayi tenang
7. Pemberian ASI ad libitium jangan dijadwal. Pada hari – hari
pertama ASI belum banyak sehingga bayi akan sering meminta
menyusu. Apabila ASI sudah banyak bayi akan mengatur sendiri
kapan ia ingin menyusu. Pada hari – hari pertama menyusu dari satu
payudara antara 5 -10 menit dan boleh dari kedua payudara karena
ASI belum banyak. Setelah ASI banyak bayi perlu menggosokkan
salah satu payudara baru menyusu pada payudara lainnya. Untuk
penyusuan berikut mulai dari payudara yang belum kosong.
Penggosongan payudara setiap kali menyusui mempunyai tiga
keuntungan:
a. Merupakan umpan balik untuk merangsang pembentukan
ASI kembali
b. Mencegah terjadi bendungan ASI dan komplikasinya
c. Bayi mendapatkan komposisi ASI yang lengkap ( susu awal
dan susu akhir)
8. Tidak memberikan minuman lain sebelum ASI keluar. Bayi sehat
cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat
mempertahankan metabolismenya selama 72 jam, dengan hisapan
bayi yang terus – menerus maka kolostrum akan cepat keluar.
Pemberian minuman lain sebelum ASI keluar akan mengurangi
keinginan bayi untuk menghisap, dengan akibat pengeluaran ASI
tertunda.
2.1.8 ASI Perah
Untuk bayi – bayi yang belum bisa menghisap ( bayi prematur/ bayi
sakit), ibu dapat diajarkan cara memerah ASI. Memerah ASI dapat dimulai 6
jam setelah melahirkan dan dilakukan paling kurang 5 kali dalam 24 jam
( Sarwono, 2008).
a. Cara memerah ASI :
1. Cuci tangan yang bersih
21
2. Siapkan wadah yang bermulut lebar yang mempunyai tutup dan
telah direbus.
3. Bentuk jari telunjuk dan ibu jari seperti membentuk hauruf C
dan diletakkan di batas areola mama. Tekan jari telunjuk dan
ibu jari ke arah dada ibu kemudian perah dan dilepas. Gerakan
perah dan lepas dilakukan berulang.
b. Cara menyimpan ASI perah :
1. ASI perah dapat disimpan pada suhu ruangan selama 6 – 8 jam.
2. Di dalam lemari es pendingin ( 40 C) tahan 2 x 24 jam.
3. Di dalam lemari es pembeku (- 40 C ) tahan sampai beberapa
bulan.
c. Cara memberikan ASI perah :
1. ASI yang sudah disimpan di dalam lemari pendingin,sebelum
diberikan kepada bayi perlu dihangatkan dengan merendam
dalam air panas.
2. ASI yang sudah dihangatkan bila bersisa tidak boleh
dikembalikan ke dalam lemari es. Oleh karena itu, hangatkanlah
ASI secukupnya sebanyak yang kira – kira bisa dihabiskan oleh
bayi dalam sekali minum.
3. ASI yang disimpan di lemari pembeku perlu dipindahkan ke
lemari pendingin untuk mencairkannya sebelum dihangatkan.
4. ASI perah sebaiknya tidak diberikan dengan botol karena akan
mengganggu penyusuan langsung dari payudara, berikanlah
dengan menggunakan sendok atau cangkir. Menghisap dari
botol berbeda dengan menyusu dari ibu.
22
2.1.9 Masalah – Masalah yang Dihadapi Ibu Menyusui
Masalah – masalah yang sering dihadapi ibu yang menyusui adalah :
1. Hisapan yang sangat kuat
Hisapan yang sangat kuat dapat menyebabkan rasa yang sangat
tidak nyaman bagi ibu. Penting sekali untuk kembali menyakinkan ibu
bahwa isapan yang kuat ini biasanya hanya berlangsung dalam 24 – 36
jam. Penanganannya adalah (Schwartz, 2005):
a. Tetap menyusui dengan sering.
b. Kompres hangat atau mandi sebelum menyusui dapat
mengurangi rasa tidak nyaman ini
c. Payudara dikompres dengan es setelah menyusui.
d. Pemberian Parasetamol dengan atau tanpa kodein dosis rendah
untuk menghilangkan rasa tidak nyaman.
e. Jika menggunakan pompa payudara, sebaiknya hanya sedikit
ASI saja yang boleh dipompa untuk menghindari meningkatnya
produksi ASI.
2. Puting Susu yang Nyeri/ Retak/ Berdarah
Penanganannya adalah (William, 2005):
a. Mengevalusi kembali posisi bayi pada puting susu. Puting
susu yang tidak masuk secara tepat dalam mulut bayi
merupakan penyebab paling umum rasa nyeri pada puting
susu.
b. Puting terpajan udara.
c. Pertama – tama berikanlah ASI dari payudara yang paling
sedikit terasa nyeri / retak / berdarah.
d. Minumlah parasetamol 20 menit sebelum menyusui ( tetapi
hanya setiap 4 jam).
23
e. Pada puting yang retak, oleskan ASI yang sudah ditampung
dan dibiarkan mengering. Tindakan ini akan menghasilkan
penyembuhan yang dramatis
f. Berikan ASI yang sudah ditampung secara manual terlebih
dahulu (untuk menenangkan ibu yang terlalu bersemangat
dalam memberi ASI).
g. Pada kasus yang berat, hentikan dahulu pemberian ASI dan
pemompaan ASI pada putting yang nyeri / retak / berdarah
untuk sementara waktu.
3. Duktus Alveolaris (Milk Duct) yang Tersumbat / Mastitis
Duktus alveolaris yang tersumbat (galaktokel) menunjukkan
adanya suatu pembengkakan yang keras, bulat atau linier yang
persisten, biasanya terdapat pada kuadran lateral dan inferior payudara.
Penanganannya adalah (William, 2005):
a. Gunakanlah tekanan yang hangat, lembab pada payudara
selama 20 menit sebelum menyusui.
b. Sewaktu melakukan tekanan, pijatlah payudara dari proksimal
ke distal (kearah puting), dengan memusatkan pada daerah
yang terkena.
c. Seringlah menyusui (setiap 1,5 – 2 jam) selama paling sedikit
10 menit pada setiap payudara. Menyusu pada sisi yang
terkena terlebih dahulu sampai sumbatannya hilang. Posisikan
bayi dengan dagu menghadap ke daerah yang terkena
( kauadran ini akan kosong dengan baik). Diperlukan beberapa
kali menyusui untuk mengosongkan duktus yang tersumbat.
4. Penambahan Berat Badan Awal yang Buruk
Bayi cukup bulan yang diberi ASI, secara normal akan kehilangan
berat lahirnya sebesar 10 – 12 % selama beberapa hari pertama
kehidupan, tetapi seharusnya berat badannya akan kembali normal pada
24
2 minggu. Menelepon atau melakukan kunjungan pada pasien dalam 42
jam setelah pulang dari rumah sakit merupakan hal yang penting untuk
mendeteksi masalah secara dini. Ibu harus ditanyai tentang (Schwartz,
2005):
a. Frekuensi dan lamanya menyusui.
b. Tanda – tanda laktasi yang berhasil (misalnya, berkurangnya
kepenuhan payudara setelah menyusui, keluarnya ASI dan
hilangnya rasa tidak nyaman pada putting setelah mulut bayi
melekat erat pada puting).
c. Bayi yang normal berkemih 6 – 8 kali sehari.
d. Seringnya buang air besar dalam sehari (3- 4 kali per hari pada
hari ke-3 sampai ke-4, 4-6 kali per hari pada hari ke- 4 sampai
ke-6, 8-10 per hari dari usia1 minggu hingga 1 bulan.
e. Apakah bayi terlihat pulas atau mengantuk setelah disusui.
2.2. Konsep Pengetahuan
Perilaku dalam bentuk pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
mengenai hal sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)
(Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru), didalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan yakni:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek
tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
25
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat, yakni: (Notoatmodjo, 2003)
1. Tahu (Know)
2. Memahami (Comprehension)
3. Aplikasi (Application)
4. Analisis (Analysis)
5. Sintesis (Synthesis)
6. Evaluasi (Evaluation)
26
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
ibu pasca melahirkan terhadap pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi.
Pengetahuan terhadap ASI eksklusif adalah pengetahuan yang meliputi
pengertian ASI Eksklusif, manfaat ASI eksklusif dan keunggulan menyusui,
komposisi ASI, cara memeras, menyimpan dan cara memberikan ASI perahan,
dan masalah – masalah yang dihadapi ibu dalam menyusui. Pengukuran dilakukan
dengan metode wawancara. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Hasil
pengukuran dinyatakan dalam tingkat pengetahuan, dan tingkat pengetahuan
dinyatakan dalam skala ordinal (rangking), yaitu kurang, sedang, dan baik.
Pengetahuan Ibu
Pasca MelahirkanASI Eksklusif
27
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai fenomena yang
ditemukan(Sastroasmoro, 2010). Dan penelitian ini didesain dengan desain
cross-sectional (potong lintang), dimana tiap subjek hanya diobservasi satu
kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan.
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober
2010 di lingkungan ruang Rindu B Obgyin RSUP H. Adam Malik Medan.
.
4.3. Populasi dan sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah ibu-ibu pasca melahirkan
yang dirawat inap di ruang Rindu B Obgyin RSUP H. Adam Malik
Medan.
4.3.2. Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah ibu pasca
melahirkan yang dirawat inap di ruang Rindu B Obgyin RSUP H.
Adam Malik Medan dan memenuhi kriteria inklusi serta tidak
termasuk dalam kriteria eksklusi.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam peneltian ini adalah
sebagai berikut.
a. Kriteria Inklusi
Ibu pasca melahirkan yang berumur lebih 18 tahun.
b. Kriteria Eksklusi
Ibu hamil dengan kondisi fisik dan jiwa yang tidak mungkin
dijadikan sampel penelitian.
28
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive
sampling dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang
diperlukan terpenuhi. Adapun besar sampel yang diperlukan adalah
dengan teknik total sampling.
4.4. Metode Pengumpulan Data
4.4.1. Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
primer, yaitu data yang didapat langsung dari responden. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara langsung dengan kuesioner kepada
sampel penelitian.
4.4.2. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005).
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner sebagai alat bantu
dalam pengumpulan data yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan semi
terbuka dan tertutup untuk mengumpulkan data tingkat pengetahuan
responden terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif.
4.4.3. Teknik Skoring dan Skala
Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
mengetahui tingkat pengetahuan ibu- ibu pasca melahirkan di RSUP
H. Adam Malik Medan terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif
pada bayi.
Setelah seluruh kuesioner dinilai, maka tingkat pengetahuan
dikelompokkan berdasarkan kategori berikut (Pratomo, 1990) :
1. Baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi
2. Sedang, apabila nilai yang diperoleh 40-75% dari nilai
tertinggi
29
3. Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari nilai tertinggi.
Berdasarkan skala pengukuran di atas, maka kategori
pengetahuan, sikap dan tindakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1. Kategori dari Kuesioner Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan Nilai
Baik Bila nilai yang diperoleh 12-16
Sedang Bila nilai yang diperoleh 7-11
Kurang Kurang, bila nilai yang diperoleh 0-6
4.5. Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditasan
atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah. Instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan. Berdasarkan hasil uji validitas angket dengan
menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS),
pengambilan keputusan jika r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut
valid, sebaliknya jika r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak
valid. Dari hasil perhitungan menggunakan 40 sampel menunjukkan bahwa
dari 16 pertanyaan kuesioner yang diuji cobakan semuanya valid.
Reliabilitas adalah suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk.
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Berdasarkan hasil uji reliabilitas
kuesioner dengan menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan
menggunakan rogram SPSS, pada lampiran menunjukkan bahwa dari 16 butir
pertanyaan kuesioner pengetahuan yang diuji cobakan, maka semua
30
pertanyaan valid dan reliabel dapat digunakan sebagai alat pengumpul data
karena r hasil > r tabel(0,312) dan nilai alpha > dari r tabel.
Uji validitas dan reabilitas ini dilakukan dengan melibatkan 40 sampel
dan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Hasil
uji validitas dan reabilitas dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner
Variabel Nomor
Pertanyaan
Total Pearson
Correlation
Status Alpha Status
Pengetahuan 1 0,463 Valid 0,718 Reliabel
2 0,330 Valid Reliabel
3 0,332 Valid Reliabel
4 0,613 Valid Reliabel
5 0,618 Valid Reliabel
6 0,352 Valid Reliabel
7 0,503 Valid Reliabel
8 0,516 Valid Reliabel
9 0,489 Valid Reliabel
10 0,422 Valid Reliabel
111213141516
0,4700,4650,5890,3810,5190,332
ValidValidValidValidValidValid
ReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabel
4.6. Metode Analisis Data
31
Data yang diperoleh dalam penelitian diolah yang meliputi:
1. Editing dilakukan untuk meneliti kembali setiap daftar pertanyaan yang
sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian
dankonsistensi dari setiap jawaban.
2. Coding, setiap data diteliti, selanjutnya adalah memberikan kode pada
jawaban ditepi kanan lembar pertanyaan. Pengisian berdasarkan jawaban
responden.
3. Skoring, setelah dilakukan pengkodean kemudian pemberian nilai sesuai
dengan skor yang ditentukan. Bila jawaban benar diberi skor 1, salah dan
tidak tahu diberi skor 0.
4. Tabulasi data adalah kelanjutan dari pengkodean pada proses pengolahan
data. Hal ini dilakukan agar lebih mudah penyajian data dalam bentuk
distribusi frekuensi.
5. Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan deskriptif.
Setelah data yang terkumpul selesai diolah, kemudian dianalisa secara
deskriptif dengan menggunakan Program SPSS for windows. Data yang telah
dianalisis disajikan dalam bentuk tabel.
BAB 5
32
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian
RSUP H. Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17,
Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan.
Letak RSUP H. Adam Malik ini agak berada di daerah pedalaman yaitu
berjarak +- 1 Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya
menuju ke arah Brastagi. Letak daerah yang di pedalaman ini sangat
mendukung bagi para pasien karena suasana tenang di daerah tersebut akan
semakin mempercepat proses penyembuhan dari pasien. Selain itu, RSUP H.
Adam Malik yang berada jauh dari pusat kota Medan, masih memiliki udara
yang sangat sejuk dan belum terpolusi oleh udara kendaraan bermotor.
RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan
SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H. Adam
Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang
meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP H.
Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September
1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari
1993.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada ibu – ibu pasca melahirkan
di ruang Rindu B Obgyn RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh data-data yang
dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel seperti yang diuraikan dibawah
ini.
5.1.2.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
33
Umur Frekuensi Persentase
<20 1 2,4
20-24 7 16,7
25-29 13 31,0
30-34 13 31,0
35-39 4 9,5
>39 4 9,5
Total 42 100.0
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden paling banyak berumur
antara 25-29 dan 30-34 dengan masing – masing 31,0%. Dan paling sedikit
berumur dibawah 20 tahun yaitu 2,4%.
5.1.2.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Persentase
Tidak Sekolah 1 2,4
SD/Sederajat 8 19.0
SMP/Sederajat 9 21.4
SMA/Sederajat 19 45,2
D3 2 4,8
S1 3 7,1
Total 42 100.0
Pendidikan responden merupakan salah satu unsur penting yang ikut
menentukan status pengetahuan pasien. Responden paling banyak memiliki
tingkat pendidikan SMA yaitu 45,2% sedangkan 2,4% di antaranya tidak pernah
mendapat pendidikan sekolah.
5.1.2.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
34
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 34 81,0
Petani
Pegawai Swasta
Wiraswasta
1
1
6
2,4
2,4
14,3
Total 42 100
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden paling banyak adalah
ibu rumah tangga yaitu 81%, sebagai wiraswasta 14,3% dan paling sedikit adalah
petani dan pegawai swasta, yaitu masing – masing 2,4%.
5.1.2.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak
Tabel 5.4. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak
Jumlah Anak Frekuensi Persentasi (%)
1 13 31,0
2 11 26,2
3 14 33,3
4 2 4,8
6 1 2.4
7 1 7,4
Total 42 100.0
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden paling banyak
memiliki jumlah anak tiga sebesar 33,3% dan yang paling sedikit adalah memiliki
jumlah anak enam dan tujuh dengan masing – masing 2,4%.
5.1.2.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Konseling
Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Konseling
35
Status Konseling Frekuensi Persentase (%)
Belum Pernah 42 100.0
Sudah Pernah 0 100.0
Total 100 100.0
Status konseling sangat mempengaruhi pengetahuan ibu terhadap ASI
eksklusif, berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa 100% responden belum pernah
mendapat konseling menyusui.
5.1.3 Deskripsi Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden terhadap ASI eksklusif dinilai dari
jawaban – jawaban yang diberi oleh responden terhadap 16 pertanyaan tentang
pengetahuan mengenai ASI eksklusif yang terdapat dalam keusioner. Pertanyaan
– pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap ASI
Eksklusif
No Pertanyaan Benar Salah/
Tidak Tahu
Jumlah
n % n % N %
1 Apa yang dimaksud dengan ASI
eksklusif?
22 52,4 20 47,6 42 100
2 Kapan sebaiknya bayi diberikan
ASI pertama kali?
28 66,7 14 33,3 42 100
3 Apakah warna ASI yang pertama
kali keluar(Kolostrum)?
32 76,2 10 23,8 42 100
4 Pada hari pertama sampai hari ke
berapa kolostrum keluar?
17 40,5 25 59,5 42 100
5 Apa manfaat diberikan ASI bagi
ketahanan bayi?
12 28,6 30 71,4 42 100
6 Apa manfaatnya diberikannya 14 33,3 28 66,7 42 100
Sambungan Tabel 5,6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap
ASI Eksklusif
36
ASI bagi kecerdasan bayi?
7 Apa manfaat diberikannya ASI
bagi ibu?
15 35,7 27 64,3 42 100
8 Apa yang dimaksud dengan
manajemen laktasi?
17 40,5 25 59,5 42 100
9 Berikut salah satu langkah
pemberian ASI yang benar?
5 11,5 37 88,1 42 100
10 Pada puting yang retak sebaiknya
ibu?
8 19 34 81 42 100
11 Proses pengeluaran ASI dimulai
dan dirangsang oleh kesembuhan
ibu pasca melahirkan. Apakah
pernyataan tersebut benar?
3 7,1 39 92,9 42 100
12 Pada proses inisiasi menyusui
bayi dibiarkan mencari sendiri
puting susu ibu. Apakah
pernyataan tersebur benar?
34 81 8 19 42 100
13 Taurin , AA, dan DHA hanya
terkandung pada susu formula.
Apakah pernyataan tersebut
benar?
17 40,5 25 59,5 42 100
14 Apakah pemberian ASI perlu
dijadwal?
16 38,1 26 61,9 42 100
15 Apakah ASI mungkin disimpan? 15 35,7 27 64,3 42 100
16 Apakah perah sebaiknya
diberikan dengan sendok. Apakah
pernyataan tersebut benar?
5 11,9 37 88,1 42 100
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah responden yang benar dalam
menjawab kuesioner dan paling banyak adalah pertanyaan mengenai inisiasi
37
menyusui dini (pertanyaan nomor 12) ada 34 responden (81%), dan dapat
diketahui pula bahwa jumlah responden yang benar dalam menjawab keusioner
dan paling sedikit adalah pertanyaan “Proses pengeluaran ASI dimulai dan
dirangsang oleh kesembuhan ibu pasca melahirkan. Apakah pernyataan tersebut
benar?” (pertanyaan nomor 11) dimana hanya 3 responden (7,1%) yang
menjawab dengan benar.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, maka tingkat pengetahuan
responden digolongkan kurang, sedang dan baik. Sebaran distribusi tingkat
pengetahuan tersebut dapat dilihat berupa frekuensi dan persentase dalam tabel
berikut :
Tabel 5.7 Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap ASI Eksklusif
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Kurang
Sedang
25
15
59,5
35,7
Baik 2 4,8
Total 42 100.0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan responden yang baik
terhadap ASI Eksklusif sangat rendah yaitu sebesar 4,8%, sedangkan pengetahuan
yang sedang sebesar 35,7%. Dan 59,5% responden memiliki pengetahuan yang
kurang terhadap ASI Eksklusif.
Tingkat pengetahuan responden juga dideskripsikan berdasarkan
karakteristik responden yaitu kelompok umur, jenjang pendidikan, dan jumlah
anak. Sebaran distribusinya berupa frekuensi dapat dilihat sebagai berikut:
5.1.3.1 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Kelompok Umur
Tabel 5.8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Kelompok Umur
38
Kelompok Umur
(Dalam Tahun)
Tingkat Pengetahuan Total
Kurang Sedang Baik
< 20
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
>39
0
5
7
8
4
1
1
2
5
5
0
2
0
0
1
0
0
1
1
7
13
13
4
4
Total 25 15 2 42
Dari tabel diatas, tampak bahwa dari kelompok umur yang dominan yaitu
antara 25 – 29 tahun terdapat 7 responden yang memiliki tingkat pengetahuan
baik, 5 responden yang berpengetahuan sedang dan hanya 1 responden yang
berpengetahuan baik. Sedangkan dari kelompok umur minoritas yaitu usia kurang
dari 19 tahun dengan hanya 1 responden dan memiliki tingkat pengetahuan
sedang.
5.1.3.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Jenjang Pendidikan
Tabel 5.9 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Jenjang
Pendidikan
Jenjang Pendidikan
Responden
Tingkat Pengetahuan Total
Kurang Sedang Baik
Tidak Sekolah
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
SMA/Sderajat
D3
S1
1
8
8
7
1
0
0
0
1
10
1
3
0
0
0
2
0
0
1
8
9
19
2
3
Sambungan Tabel 5.8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut
Jenjang Pendidikan
39
S1
Total 25 15 2 42
Dari tabel diatas tampak bahwa dari tingkat pendidikan mayoritas
responden yaitu SMA/Sederajat sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan
sedang yaitu 10 responden. Sedangkan tingkat pendidikan minoritas responden
yaitu tidak sekolah dengan hanya 1 responden yang memiliki pengetahuan
kurang.
5.1.3.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Jumlah Anak
Tabel 5.10 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Jumlah
Anak
Jumlah Anak
Responden
Tingkat Pengetahuan Total
Kurang Sedang Baik
1
2
3
4
6
7
6
8
9
0
1
1
5
3
5
2
0
0
2
0
0
0
0
0
13
11
14
0
1
1
Total 25 15 2 42
Dari tabel diatas tampak bahwa jumlah responden yang paling banyak adalah
responden yang memiliki 3 orang anak, yang memiliki tingkat pengetahuan
kurang yaitu 9 responden, sedang yaitu 5 responden. Dan responden yang paling
sedikit adalah responden yang memiliki 6 orang anak dan memiliki 7 orang anak,
dengan masing – masing 1 responden, dengan tingkat pengetahuan kurang.
5.2 Pembahasan
40
Dari hasil analisa tingkat pengetahuan responden penelitian diketahui
bahwa tingkat pengetahuan ibu – ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam
Malik Medan terhadap ASI eksklusif sebagian besar termasuk dalam kategori
kurang dengan persentase sebesar 59,5%, dalam kategori sedang sebesar
35,7% dan hanya 4,8% responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik.
Hal ini mirip dengan penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Jekulo
Kabupaten Kudus oleh Wahyuningrum dengan responden ibu – ibu, yang
diketahui bahwa 55% ibu – ibu memiliki tingkat pengetahuan terhadap ASI
eksklusif masih kurang, 27.5% memiliki tingkat pengetahuan terhadap ASI
eksklusif sedang, dan 17.5% memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI
eksklusif baik.
Dari tabel 5.6 terlihat bahwa mayoritas responden salah/ tidak tahu
dalam menjawab pertanyaan “Apakah proses pengeluaran ASI dimulai dan
dirangsang oleh kesembuhan ibu pasca melahirkan?, pertanyaan tentang
bagaimana langkah pemberian ASI yang benar, dan pertanyaan ” Apakah
pemberian ASI perah sebaiknya diberikan dengan sendok?”. Hal ini
menunjukkan bahwa responden belum mendapat informasi yang baik tentang
hal tersebut, meskipun sumber informasi responden dapat diperoleh atau
berasal dari keluarga/ tetangga, media cetak (surat kabar, majalah, selebaran),
media elektronik (televisi, radio, internet), dan media formal (kuliah, seminar,
dll). Namun perlu dilakukan upaya proaktif, seperti penyuluhan – penyuluhan,
agar pengetahuan responden mengenai hal tersebut menjadi lebih baik.
Pengetahuan diperoleh setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2003). Tingkat pengetahuan yang masing kurang pada responden mungkin
dipengaruhi latar belakang responden, seperti umur, jenjang pendidikan,
jumlah anak , status konseling dan lain sebagainya.
Umur merupakan hal yang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang, semakin dewasa dan berumur seseorang semakin banyak
41
pengalaman dan informasi yang diperoleh orang tersebut. Hal ini sesuai
penelitian pada tabel 5.8, dimana responden yang tergolong diatas 39 tahun
lebih banyak memiliki tingkat pengetahuan sedang dan baik dari pada tingkat
pengetahuan kurang, dimana 1 responden memiliki pengetahuan baik, 2
responden memiliki pengetahuan sedang, dan 1 responden memiliki
pengetahuan kurang. Hal ini mirip dengan penelitian yang dilakukan di
Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan oleh Tri Rahayuningsih dengan
responden ibu – ibu yang mempunyai bayi 4-6 bulan, dimana satu – satunya
responden yang berumur ≥ 36 tahun memiliki tingkat pengetahuan baik,
sedangkan 5 responden yang memiliki umur ≤20 tahun, 3 responden memiliki
pengetahuan kurang, sedangkan 2 responden lagi memiliki pengetahuan
sedang terhadap ASI eksklusif.
Dari hasil penelitian pada tabel 5.9 diketahui bahwa responden yang
memiliki jenjang pendidikan SMA memiliki pengetahuan lebih baik daripada
mereka yang memiliki jenjang pendidikan tidak sekolah, SD, dan SMP,
dimana semua responden yang memiliki pendidikan baik ( 2 responden)
memiliki pendidikan terakhir SMA, namun sayangnya hasil penelitian ini juga
menunjukkan responden dengan jenjang pendidikan D3 dan S1 tidak satu
responden pun yang memiliki pengetahuan baik.Hal ini berbeda dengan
penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus oleh
Wahyuningrum dengan responden ibu – ibu, dimana semua responden(100%)
dengan jenjang pendidikan perguruan tinggi memiliki pengetahuan baik dan
responden dengan jenjang pendidikan SD 83 % nya memiliki pengetahuan
kurang terhadap ASI Eksklusif. Perbedaan ini mungkin sesuai dengan
pendapat dari Suradi yang menyatakan bahwa walaupun seorang ibu yang
memiliki pendidikan formal yang rendah belum tentu tidak mampu menyusun
makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang yang
lebih tinggi pendidikan formalnya, tetapi Perlu menjadi pertimbangan bahwa
faktor tingkat pendidikan salah satu turut menentukan mudah tidaknya
menyerap dan memahami pengetahuan yang ibu peroleh( Suradi, 2008).
42
Sesuai tabel 5.10 diketahui bahwa kedua responden yang memiliki
pengetahuan baik memiliki 1 orang anak, dan responden yang memiliki 6 anak
dan 7 anak seluruhnya berpengetahuan kurang. Jumlah anak merupakan hal
yang sangat mempengaruhi pengetahuan responden, dimana semakin banyak
jumlah anak semakin sering ibu – ibu terpapar dengan pemberian ASI,namun
ini tidak lah bersifat mutlak, karena pengetahuan responden juga sangat
dipengaruhi oleh ketertarikan ibu – ibu dalam mencari informasi terhadap ASI
dan juga sangat dipengaruhi oleh benar atau tidaknya informasi – informasi
ASI yang diperoleh disekitarnya, misalnya dari keluarga dan tetangganya.
Konseling merupakan suatu bentuk wawancara untuk membantu orang
lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya dalam usahanya
untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya.
Konseling tidak sama dengan motivasi. Pada konseling, terbentuknya sikap
dan perilaku tertentu adalah atas dasar kepatuhan mandiri, sedangkan pada
motivasi, keputusan ditentukan secara sepihak oleh dokter. Namun dari hasil
penelitian yang sesuai tabel 5.5, seluruh responden (100 %) belum pernah
mendapat konseling menyusui. Rendahnya status konseling pada penelitian ini
menunjukkan bahwa masih sangat rendahnya kesadaran tenaga kesehatan,baik
dokter, bidan, perawat dan pihak terkait dalam melakukan konseling
menyusui.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
43
4.4 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan uraian dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan ibu – ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam Malik
Medan terhadap ASI eksklusif sebagian besar termasuk dalam kategori
kurang yaitu 59,5%, kategori sedang sebanyak 35,7% dan hanya 4,8 %
yang termaksud dalam kategori baik.
2. Berdasarkan distribusi umur ibu- ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam
Malik Medan terhadap ASI eksklusif, tampak bahwa dari kelompok umur
yang paling banyak yaitu antara 25 – 29 tahun, dimana terdapat 7
responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 5 responden yang
berpengetahuan sedang dan hanya 1 responden yang berpengetahuan baik
3. Berdasarkan distribusi jenjang pendidikan ibu- ibu pasca melahirkan di
RSUP H. Adam Malik Medan terhadap ASI eksklusif, tampak bahwa
tingkat pendidikan mayoritas responden yaitu SMA/Sederajat, dimana
termaksud dalam kategori kurang 7 responden, tingkat pengetahuan
sedang 10 responden dan 2 responden dalam kategori baik.
4. Berdasarkan distribusi umur ibu- ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam
Malik Medan terhadap ASI eksklusif, tampak bahwa jumlah responden
yang paling banyak adalah responden yang memiliki 3 orang anak,dimana
memiliki tingkat pengetahuan kurang 9 responden, dan tingkat
pengetahuan sedang 5 responden.
4.5 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian
ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
44
1. Perlu dilaksanakan penelitian yang lebih dalam tentang pemberian ASI
eksklusif dengan cakupan jumlah responden dan lokasi penelitian yang
lebih besar lagi.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut berupa analisis hubungan antara
pengetahuan ibu – ibu pasca melahirkan sebagai responden dengan
menggunakan karakteristik – karakteristiknya, misalnya tingkat pendidikan,
pekerjaan, jumlah anak, dan status konseling. Sehingga dapat diketahui
fakor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pengetahuan terhadap
ASI eksklusif.
3. Kepada direktur RSUP H. Adam Malik Medan dapat menjadikan program
konseling dan sosialisasi menyusui sebagai program tetap dibagian Obgyn
RSUP H. Adam Malik Medan sehingga diharapkan program konseling dan
sosialiasasi menyusui dilakukan pada ibu – ibu hamil, ibu pasca melahirkan
di RSUP H. Adam Malik Medan, agar nantinya terjadi peningkatan
pengetahuan masnyarakat, khususnya bagi ibu – ibu hamil dan pasca
melahirkan di RSUP H. Adam Malik Medan, dan dari hal ini diharapkan
terjadi peningkatan pemberian ASI Eklusif dalam masnyarakat.
4. Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik
bersalin, posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada
ibu hamil, ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang ASI eksklusif dan
menyusui.
5. Bagi dinas kesehatan untuk dapat menyebarluaskan informasi mengenai ASI
eksklusif baik melalui media massa (TV, radio, majalah, koran, internet) maupun
secara langsung melalui penyuluhan – penyuluhan.
45
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, D.N., 2007. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Pemberian ASI
Eklusif. Diperoleh dari :
http://www.magi.undip.ac.id/penelitian/31-versi-indonesia/83-faktor-yang-
berperan-dalam-kegagalan-praktik-pemberian-asi-eksklusif [Diakses
tanggal 2 April 2010]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001. Manajemen Laktasi. Direktorat
Gizi Masnyarakat.
Friedman, S.A., 2005. Pemberian Makanan pada bayi. In: Schwartz, M.W.,
Pedoman klinis Pediatri. Jakarta : EGC, 65-68
Massachusetts Department of Public Health Bureau of Family Health and
Nutrition, 2008. Breastfeeding Initiation and Support. Massachusetts
Department of Public Health Bureau of Family Health and Nutrition.
Available from:
http://www.mass.gov/Eeohhs2/docs/dph/com_health/nutrition/
breastfeeding_guidelines.pdf [Accessed 1 April 2010].
Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Rieneka Cipta, 87, 91.
Nurmiati dan Besral, 2008. Pengaruh ASI Terhadap Ketahanan Hidup Bayi Di
Indonesia, Universitas Indonesia. Diperoleh dari:
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/01_Nurmiati_PENGARUH
%20DURASI%20PEMBERIAN%20ASI_Layout.pdf [ Diakses tanggal 31
Maret 2010].
Pratomo, H., Sudarti, 1990. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Depdikbud, 24-27.
46
Puslitbang Gizi dan Makanan, 2009. Bayi Berhak ASI Eklusif. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Diperoleh dari :
http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=85 [ Diakses tanggal 31 M aret
2010]
Roesli, Oetami, 2000, Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Tubulus Agriwidya, 3.
Sastroasmoro, S., 2010, Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta: CV
Sagung Seto, 95.
Seksi Gizi Departemen Kesehatan Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta, 2009.
Inisiasi Menyusu Dini. Departemen Kesehatan Kabupaten Kulon Progo
Yogyakarta. Diperoleh dari:
http://dinkes.kulonprogokab.go.id/?p=150 [Diakses tanggal 23 April 2010]
Sentra Laktasi Indonesia, 2007. Pelatihan Konseling Menyusui. WHO dan
UNICEF.
Diperoleh dari :
http://selasi.net/download/pelatihankonseling.pdf [Diakses tanggal 2 April
2010]
Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC, 732.
Siregar, M.A., 2004. Pemberian ASI Eklusif dan Faktor – Faktor yang
Mempengaruhinya, Universitas Sumatera Utara. Diperoleh dari :
Soetjiningsih, 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta: EGC, 21-23.
Suradi, R., 2008. Penggunaan Air Susu Ibu dan Rawat Gabung, In: Prawihardjo,
S., Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka, 375-380
47
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin4.pdf [ Diakses tanggal 31
maret 2010]
Tjipta, G.D., Ali, M., Lubis, B.M., 2009. Ragam pediatrik Praktis. Medan : USU
Press, 136,137.
Wahyuningrum, Novi, 2007. Survey Pengetahuan Ibu Tentang Asi Eksklusif
Dengan Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi Di Kecamatan Jekulo Kabupaten
Kudus. Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Semarang.
Wagner, C.L., Human Milk and Lactation. Medical University of South Carolina.
Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/976504-overview [Accessed 1
April 2010].
Wahyuni, A.S. 2008, Statistika Kedokteran,Jakarta: Bamboedoea
Communication, 116-122.