azhar anas - repository.ipb.ac.id · mengacu pada pedoman penuntun praktikum anatomi ... sementara...
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK BILAH BAMBU DAN BULUH UTUH
PADA BAMBU TALI DAN BAMBU AMPEL
AZHAR ANAS
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
Azhar Anas. E24070049. Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh padaBambu Tali dan Bambu Ampel. Di bawah bimbingan Dr. Ir. NaresworoNugroho, M.Sc. dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si.
Bambu merupakan sumberdaya alam yang dapat digunakan sebagai sumberbahan baku pengganti kayu. Salah satu jenis bambu yang banyak digunakan olehmasyarakat Indonesia adalah bambu tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.)Kurz) dan bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad.). Sebelum menentukankegunaan suatu bahan baku, perlu diperhatikan sifat-sifat dasar bahan bakutersebut, yaitu sifat anatomi, sifat fisis, dan sifat mekanis. Beberapa penelitiansifat-sifat dasar bambu untuk engineering telah banyak dilakukan, namunpenelitian tersebut sebagian besar menggunakan contoh uji berupa bilah bambu.Sementara itu, bambu sering digunakan dalam bentuk buluh utuh, sehingga perludilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah pengujian dengan bilah bambusetara dengan nilai bambu utuhnya.
Penelitian ini menggunakan bambu tali dan ampel. Pengujian anatomimengacu pada Pedoman Penuntun Praktikum Anatomi dan Identifikasi Kayu yangdisusun oleh Pandit (1991), sedangkan sifat fisis berdasarkan Nuryatin (2000).Sementara contoh uji sifat mekanis pada bilah bambu mengacu pada standarASTM D 143 – 94, sedangkan contoh uji sifat mekanis pada buluh utuhberdasarkan pada ISO 22157-1: 2004 yang dimodifikasi.
Pengamatan sifat anatomi menunjukkan ikatan vaskuler pada bambu talidan ampel memiliki ikatan bertipe III dan IV. Jumlah vaskuler/ mm2 dan proporsiluas vaskuler bambu tali dan bambu ampel menurun dari tepi ke dalam danmeningkat dari pangkal ke ujung. Pada bagian ruas bambu memiliki rata-rata KA17,54%, BJ 0,69, kerapatan 0,81 g/cm3, penyusutan tebal 4,81%, penyusutan lebar4,48%, pengembangan tebal 4,07%, pengembangan lebar 2,16%, MOE 126.438kgf/cm2, MOR 1.264 kgf/cm2, kekuatan tekan sejajar serat 466 kgf/cm2, kekuatantarik sejajar serat 2.627 kgf/cm2, dan kekuatan geser sejajar serat 101 kgf/cm2.Sedangkan bagian buku bambu memiliki rata-rata KA 18,52%, BJ 0,71, kerapatan0,84 g/cm3, penyusutan tebal 4,32%, penyusutan lebar 5,68%, pengembangantebal 2,48%, pengembangan lebar 1,64%, MOE 112.190 kgf/cm2, MOR 1.176kgf/cm2, kekuatan tekan sejajar serat 387 kgf/cm2, kekuatan tarik sejajar serat 959kgf/cm2, dan kekuatan geser sejajar serat 89 kgf/cm2. MOE pada buluh utuh lebihkecil 109,67% dari bilahnya dan MOR buluh utuh lebih kecil 228,69% daribilahnya. Sedangkan kekuatan sejajar serat buluh utuh lebih besar 14,53% daribilahnya.
Kata Kunci: sifat dasar bambu, ruas, buku, bilah bambu, dan buluh utuh.
The Characteristic of Bamboo Blade and WholeBamboo on Tali and Ampel
By:Azhar Anas 1), Naresworo Nugroho 2),
Effendi Tri Bahtiar 3)
INTRODUCTION : Bamboo is a natural resources that can be used as the sourceof basic commodity to substitute a wood. Bamboo spesies that widely used byIndonesian people are tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz) and ampel(Bambusa vulgaris Schrad.). Before we determine the use of one basiccommodity, we need to pay more attention on the basic characteristic of bamboo,that are the anatomy, physical, and mechanical properties. Some research of thattopic, especially for engineering purpose has been done, but the majority of thoseresearch are used sample experiment in form of bamboo culm, so we need toevaluate in order to find out whether the experiment that used bamboo strip,equivalent with the value of the bamboo culm.MATERIALS AND METHOD : This research used tali and ampel. The test ofanatomy according to Manual Guide Practical Work of Anatomy and WoodIdentification arranged by Pandit (1991), while the test of physical characteristicbased on the Nuryatin’s research (2000). Sample experiment of mechanicalcharacteristic on the bamboo were meanwhile based on ASTM D 143-94 andmodified of ISO 22157-1:2004.RESULT AND DISCUSSION : The observation of anatomy characteristicshows that the vascular on tali and ampel have the type III and IV. The number ofvascular/mm2 and the proportion area of vascular of tali and ampel decrease fromthe edge to inside and increase from the base to the top. On the internode ofbamboo has the average of MC 17,54%, SG 0,69, density 0,81 g/cm3, theshrinkage on of thick 4,81%, the shrinkage of wide 4,48%, the swelling of thick4,07%, the swelling of wide 2,16%, MOE 126.438 kgf/cm2, MOR 1.264 kgf/cm2,τTk// 466 kgf/cm2, τTr// 2.627 kgf/cm2, and τGs// 101 kgf/cm2. While the node ofbamboo has the average of MC 18,52%, SG 0,71, density 0,84 g/cm3, theshrinkage of thick 4,32%, the shrinkage of wide 5,68%, the swelling of thick2,48%, the swelling of wide 1,64%, MOE 112.190 kgf/cm2, MOR 1.176 kgf/cm2,τTk// 387 kgf/cm2, τTr// 959 kgf/cm2, and τGs// 89 kgf/cm2. The MOE on thebamboo culm was smaller 109,67% than the bamboo strip and the MOR of thebamboo culm was smaller 228,69% than the bamboo strip. While τTk// of thebamboo culm was bigger 14,53% than the bamboo strip.
Keywords: the basic characteristic of bamboo, internode, node, bamboo strip, andbamboo culm
1)Student of Forest Products Department,, Faculty of Forestry, IPB2) Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB
E/THH
KARAKTERISTIK BILAH BAMBU DAN BULUH UTUHPADA BAMBU TALI DAN BAMBU AMPEL
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
AZHAR ANAS
E24070049
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik
Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada Bambu Tali dan Bambu Ampel” adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen Dr. Ir. Naresworo
Nugroho, M.Sc. dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si. dan belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2012
Azhar Anas
NRP. E24070049
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada Bambu
Tali dan Bambu Ampel
Nama Mahasiswa : Azhar Anas
NRP : E24070049
Menyetujui:
Komisi Pembimbing,
Ketua,
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M. Sc.NIP. 19650122 198903 1 002
Anggota
Effendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si.NIP. 19760212 200012 1 002
Mengetahui:
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.NIP. 19660212 199103 1 002
Tanggal:
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah memberikan
hidayah, karunia, cinta, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada
Bambu Tali dan Bambu Ampel merupakan laporan akhir dari penelitian yang
dilaksanakan pada bulan November 2011-April 2012, disusun sebagai salah satu
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan
dalam penulisan skripsi ini. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan
adanya harapan besar dari penulis atas kritik dan saran yang dapat disampaikan
untuk pengembangan karya ilmiah ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Bogor, Mei 2012
Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tapanuli, pada tanggal 17 Juni 1988 sebagai anak
kelima dari enam bersaudara dari pasangan Oloan dan Rosminah. Penulis
memulai jenjang pendidikan formal di SDN Karet Jaya (1995-2001), SLTP N 1
Buay Pemaca (2001-2004), dan SMA N 1 Muaradua (2004-2007). Pada tahun
2007 penulis lulus Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Institut Pertanian
Bogor dan mendapatkan kesempatan untuk menekuni mayor Departemen Hasil
Hutan Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu anggota Divisi Perekonomian
LDK Al-Hurriyyah (2007-2008), ketua Departemen Kewirausahaan Organisasi
Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya (OMDA IKAMUSI)
(2007-2008), ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Mahasiswa (2008-2009),
anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) (2008), staf
Departemen Rumah Tangga LDF DKM ‘Ibaadurrahmaan (2008-2009), ketua
LDF DKM ‘Ibaadurrahmaan (2009-2010), staf Divisi Kaderisasi Jaringan
Intelektual Mahasiswa Muslim Kehutanan Indonesia (JIMMKI) (2010-2011),
dan Majelis Syuro’ LDF DKM ‘Ibaadurrahmaan (2010-2011), serta sejumlah
kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan IPB dari tahun 2007-2011.
Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Sancang Timur dan Papandayan tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH)
di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) di Sukabumi tahun 2010 serta
Praktek Kerja Lapang di PT. Intracawood Manufacturing di Tarakan
Kalimantan Timur tahun 2011.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan
penelitian dengan judul: “Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada
Bambu Tali dan Bambu Ampel” dibawah bimbingan Dr. Ir. Naresworo
Nugroho, M.Sc. dan Efendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si.
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah
memberikan hidayah, karunia, cinta dan kasih sayang sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dapat diselesaikan atas kerja keras dan
bantuan serta dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Oloan, Ibunda Rosminah, Bang Hendri, Bang Wadi, Kak
Siah, Kak Ida dan adikku tersayang Nopi serta keluarga lainnya atas
do’a, motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan.
2. Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Sc dan Bapak Effendi Tri
Bahtiar, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, nasehat dan dukungan selama penulis melakukan penelitian
dan penyusunan skripsi.
3. Bapak Dr. Ir. Muhdin, M.Sc selaku dosen penguji dan Ibu Dr. Lina
Karlinasari, S.Hut., M.Sc. F.Trop selaku ketua sidang yang telah
memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf di Fakultas Kehutanan IPB,
khususnya Departemen Hasil Hutan.
5. Seluruh teman-teman HI 44: Hafidz, Arief, Agus, V-del, Haris, Rirey
(Ria), Eji (Age), Nut (Fina), dan Bundo (Lilis), serta adik-adik Asy-
Syajaroh 45, Macaca 46 dan Risalah 47 atas kebersamaan dan
ukhwahnya selama-lamanya.
6. Oci, Kindi, Dayat, bayu, Ridho, Aep, Akhir, Endang, Destia, Mega,
Sarah, Puspa, Retno, Sidik, Ridwan, Ka Hafizh, Ka Oki, Ka Ari, Ka
Okta, Ka Dani, teman-teman Patriot 44, Pengurus Al-Hurriyyah 07,
Pasukan Padi 09 dan Pasukan Bintang 11, TIME 1430-1432, serta
teman-teman IKAMUSI atas persahabatan dan ukhwah selama-
lamanya.
7. Seluruh Keluarga besar DKM ‘Ibaadurrahmaan.
8. Penghuni Wisma Krakatau dan Rakata atas canda-tawanya selama
tinggal di Bogor.
9. Ust. Apip, Nasir, Kuspri, Firman, Ka Hafizh, dan Ka Iman atas
pertemuan tiap pekannya.
10. Satria dan Mb E (Ria) sebagai rekan satu bimbingan, Prof, Baron
(Rudi), Vetri, Rima, Agustiana, Desi, Linda, Ferry, Iftor, Ana, Dina,
Ika, Topik, Ikhsan, Esi, Harisfan, Gilang dan rekan- rekan THH 44
“lebih punya taste” yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas
bantuan, dukungan dan do’a yang telah diberikan selama ini. Serta
semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan dan penyusunan skripsi ini.
Bogor, April 2012
Penulis
i
DAFTAR ISIDAFTAR ISI .................................................................................................... i
DAFTAR TABEL............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 1
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Bambu .................................................................................... 3
2.2 Potensi Bambu di Indonesia...................................................... 4
2.3 Bambu Tali ............................................................................... 5
2.4 Bambu Ampel............................................................................ 6
2.5 Sifat Anatomi Bambu................................................................ 7
2.6 Sifat Fisis Bambu...................................................................... 8
2.6.1 Kadar Air....................................................................... 8
2.6.2 Berat Jenis (BJ) dan Kerapatan..................................... 9
2.6.3 Penyusutan dan Pengembangan Dimensi..................... 9
2.7 Sifat Mekanis Bambu ............................................................ 10
2.7.1 MOE dan MOR............................................................ 11
2.7.2 Keteguhan Tekan Sejajar Serat.................................... 11
2.7.3 Keteguhan Tarik Sejajar Serat..................................... 11
2.7.4 Keteguhan Geser Sejajar Serat.................................... 12
BAB III METODELOGI PENELITIAN................................................ 13
3.1 Waktu dan Tempat................................................................. 13
3.2 Alat dan Bahan....................................................................... 13
3.3 Metode Penelitian.................................................................. 13
3.3.1 Persiapan Bambu........................................................ 13
3.3.2 Pembuatan Contoh Uji................................................ 14
3.3.2.1 Contoh Uji Sifat Anatomi.............................. 15
3.3.2.2 Contoh Uji Sifat Fisis..................................... 15
3.3.2.3 Contoh Uji Sifat Mekanis.............................. 15
3.3.3 Pengujian Bambu........................................................ 17
3.3.31 Pengujian Sifat Anatomi................................. 17
ii
3.3.3.2 Pengujian Sifat Fisis....................................... 18
3.3.3.3 Pengujian Sifat Mekanis................................ 20
3.4 Analisis Data.......................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 22
4.1 Sifat Anatomi Bambu............................................................. 22
4.1.1 Bentuk Batang Bambu................................................ 22
4.1.2 Ikatan Vaskuler Bambu.............................................. 23
4.1.3 Distribusi Vaskuler Bambu........................................ 24
4.2 Sifat Fisis Bambu.................................................................. 27
4.2.1 Kadar Air.................................................................... 27
4.2.2 BJ dan Kerapatan....................................................... 28
4.2.3 Penyusutan Dimensi................................................... 30
4.2.4 Pengembangan Dimensi............................................ 33
4.3 Sifat Mekanis Bambu........................................................... 34
4.3.1 MOE.......................................................................... 34
4.3.2 MOR.......................................................................... 37
4.3.3 Tarik Sejajar Serat..................................................... 38
4.3.4 Tekan Sejajar Serat................................................... 40
4.3.5 Geser Sejajar Serat.................................................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 44
5.1 Kesimpulan.......................................................................... 44
5.2 Saran..................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 45
LAMPIRAN............................................................................................. 47
iii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1 Sifat fisis dan mekanis bambu................................................................... 10
2 Kelas kuat kayu berdasarkan PKKI........................................................... 10
3 Pembagian contoh uji................................................................................. 14
4 Tipe ikatan vaskuler pada masing-masing bagian bambu tali dan bambu
ampel......................................................................................................... 23
5 Jumlah dan luas proporsi vaskuler............................................................. 24
6 Kadar air kering udara bambu tali dan bambu ampel pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung........................................................................ 27
7 BJ dan kerapatan bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal,
tengah, dan ujung....................................................................................... 29
8 Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung........................................................................ 31
9 Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada
bagian pangkal, tengah, dan ujung............................................................. 33
10 MOE buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, dan
ujung bambu tali dan bambu ampel........................................................... 34
11 MOR buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, dan
ujung bambu tali dan bambu ampel........................................................... 37
12 Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung........................................................................ 39
13 Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung........................................................................ 40
14 Kekuatan geser sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung........................................................................ 42
iv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Diagram sebaran bambu di Indonesia........................................................ 5
2 Tipe ikatan pembuluh pada bambu............................................................ 8
3 Pembagian batang bambu.......................................................................... 13
4 Contoh uji anatomi..................................................................................... 15
5 Contoh uji KA, BJ, kerapatan, susut dan pengembangan.......................... 15
6 Contoh uji MOE dan MOR pada bilah bambu dan bulu utuh................... 16
7 Contoh uji tekan sejajar serat pada bilah bambu dan bulu utuh................. 16
8 Contoh uji tarik sejajar serat...................................................................... 17
9 Contoh uji geser sejajar serat..................................................................... 17
10 Batang Bambu tali...................................................................................... 22
11 Batang bambu ampel.................................................................................. 22
12 Tipe ikatan vaskuler bambu tali................................................................. 23
13 Tipe ikatan vaskuler bambu ampel............................................................ 24
14 Jumlah vaskuler /mm2 pada arah horizontal.............................................. 25
15 Proporsi luas vaskuler pada arah horizontal.............................................. 25
16 Jumlah vaskuler /mm2 pada arah vertikal.................................................. 26
17 Proporsi luas vaskuler pada arah vertikal.................................................. 27
18 KA bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan
Ujung......................................................................................................... 28
19 BJ bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung........... 29
20 Kerapatan bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan
ujung........................................................................................................... 30
21 Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal,
tengah, dan ujung....................................................................................... 31
22 Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung........................................................................ 33
23 MOE bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan
ujung........................................................................................................... 35
24 Grafik elastisitas buluh utuh dan bilah bambu........................................... 36
25 Bentuk kerusakan buluh utuh pada pengujian MOE dan MOR................. 37
26 MOR bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung...... 38
27 Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian
v
pangkal, tengah, dan ujung........................................................................ 39
28 Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal,
tengah, dan ujung....................................................................................... 40
29 Bentuk kerusakan bambu pada pengujian kekuatan tarik.......................... 41
30 Nilai geser sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal,
tengah, dan ujung....................................................................................... 42
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Karakteristik bentuk batang bambu tali dan bambu ampel ....................... 48
2 Data hasil pengamatan sifat anatomi bambu tali dan bambu ampel ......... 49
3 Data hasil pengujian KA, BJ, dan kerapatan bambu tali dan bambu
ampel ......................................................................................................... 51
4 Data hasil pengujian penyusutan dimensi bambu tali dan bambu
ampel.......................................................................................................... 52
5 Data hasil pengujian pengembangan dimensi bambu tali dan bambu
ampel.......................................................................................................... 53
6 Penurunan rumus MOE dan MOR pada pengujian one pointloading buluh utuh.......................................................................... 54
7 Data hasil pengujian MOE dan MOR pada bilah dan buluh utuh bambu
tali dan bambu ampel................................................................................. 56
8 Data hasil uji korelasi MOE buluh utuh dengan jumlah buku, MOE
bilah pada ruas dan buku............................................................................ 57
9 Data hasil uji korelasi MOR buluh utuh dengan jumlah buku, MOE
bilah pada ruas dan buku............................................................................ 58
10 Data hasil pengujian kekuatan tari sejajar serat bambu tali dan bambu
ampel.......................................................................................................... 59
11 Data hasil pengujian kekutan tekan pada bilah dan buluh utuh bambu
tali dan bambu ampel................................................................................. 60
12 Data hasil pengujian kekuatan geser buluh utuh pada bambu tali dan
bambu ampel.............................................................................................. 61
13 Anatomi bambu tali.................................................................................... 62
14 Anatomi bambu ampel............................................................................... 63
15 Dokumentasi penelitian.............................................................................. 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia mengakibatkan
kebutuhan akan sumberdaya kayu semakin meningkat. Namun produksi kayu dari
hutan alam dan hutan tanaman belum mampu menutupi kebutuhan tersebut.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2007) diacu dalam Winarno dan
Waluyo (2007), kebutuhan kayu nasional saat ini sebesar 57,1 juta m3 per tahun,
sedangkan hutan alam dan hutan tanaman hanya mampu menyediakan 45,8 juta
m3 per tahun, sehingga terjadi kekurangan pasokan kayu sebesar 11,3 juta m3 per
tahun.
Untuk memenuhi kekurangan kayu tersebut perlu dicari bahan baku
alternatif pengganti kayu. Bambu merupakan sumberdaya alam yang dapat
digunakan sebagai sumber bahan baku pengganti kayu. Beberapa kelebihan
bambu yaitu pertumbuhannya cepat dan mudah dibentuk (Kurz 1876 diacu dalam
Dransfield dan Widjaja 1995). Salah satu jenis bambu yang banyak digunakan
adalah bambu tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz) dan bambu ampel
(Bambusa vulgaris Schrad.).
Penggunaan bahan baku yang sesuai dengan sifat dasarnya, yaitu sifat
anatomi, fisis, dan mekanis akan memberikan manfaat yang lebih besar, sehingga
penggunaan bahan baku akan menjadi lebih efisien dan efektif. Beberapa
penelitian mengenai sifat dasar bambu untuk rekayasa bangunan telah banyak
dilakukan, antara lain Lestari (1994), Nuryatin (2000), dan Damayanti (2006).
Namun penelitian tersebut menggunakan contoh uji berupa bilah bambu.
Sementara itu, bambu sering digunakan dalam bentuk buluh utuh, sehingga perlu
dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah kekuatan pengujian dengan bilah
bambu setara dengan kekuatan pengujian bambu utuhnya.
1.2 Tujuan:
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui sifat anatomi bambu tali dan bambu ampel, yaitu tipe ikatan
veskuler, jumlah vaskuler/mm2, dan proporsi luas vaskuler pada arah
2
horizontal (tepi, inti, dan dalam) dan arah vertikal (pangkal, tengah, dan
ujung).
2. Membandingkan sifat fisis dan mekanis pada bagian buku (node) dan ruas
(internode) pada bambu tali dan bambu ampel.
3. Membandingkan nilai hasil pengujian sifat mekanis bilah bambu tali dan
bambu ampel dengan buluh utuhnya.
1.3 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi sifat-sifat dasar (anatomi, fisis dan mekanis) pada
buku (node) dan ruas (internode) bambu tali dan bambu ampel. Penelitian ini juga
sangat penting untuk aplikasi rekayasa bangunan, karena dapat digunakan untuk
menentukan faktor koreksi dari sifat mekanis bilah ke buluh utuhnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bambu
Bambu termasuk ke dalam famili Graminae, sub famili Bambusoidae dan
suku Bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berongga, akar yang
kompleks, serta daun berbentuk pedang dan pelepah yang menonjol. Bambu
adalah tumbuhan yang batang-batangnya berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku,
berongga, mempunyai cabang, berimpang, dan mempunyai daur buluh yang
menonjol (Dransfield dan Widjaja 1995).
Kurz (1876) diacu dalam Dransfield dan Widjaja (1995) menyatakan
bahwa bambu merupakan salah satu sumberdaya alam tropis dengan sebaran yang
luas. Selain itu, bambu memiliki pertumbuhan yang cepat, mudah dibentuk, dan
telah digunakan secara luas oleh masyarakat Asia.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari kerusakan pada
rumpun bambu adalah teknik penebangan. Waktu penebangan bambu yang baik
adalah pada akhir musim hujan dan awal musim kemarau. Bila penebangan
dilakukan di luar waktu tersebut akan menggangu pertumbuhan tunas-tunas muda,
sehingga merusak rumpun bambu (Wijaya et al. 1988).
Di Indonesia minimal terdapat 10 jenis bambu yang cocok untuk dijadikan
bahan baku anyaman. Umur bambu yang paling baik untuk bahan baku anyaman
adalah ketika berumur 1-1,5 tahun. Bila bambu terlalu tua akan sulit untuk diraut,
sedangkan bila bambu terlalu muda akan mudah mengerut dan dimakan bubuk
(Wijaya et al. 1988). Sedangkan menurut Sutiyono (2006), bambu baru akan
dipanen pada usia 4 tahun. Setelah 4 tahun, pemanenan bambu baru bisa
dilakukan secara keberlanjutan, yang artinya bambu dapat dipanen setiap
tahunnya.
Selain teknik penebangan, teknik pengawetan bambu juga harus
diperhatikan agar batang bambu tidak diserang bubuk. Ada beberapa cara
tradisional untuk mengawetkan bambu, yaitu direndam dalam air mengalir,
diangin-anginkan di tempat yang teduh, dan direbus di dalam air yang mendidih.
Selain dengan pengawetan tradisional, ada juga pengawetan dengan menggunakan
bahan kimia, antara lain formaldehid, belerang, dan boraks (Wijaya et al. 1988).
4
Saat ini, bambu digunakan sebagai bahan baku material untuk pulp dan
kertas, papan semen, papan partikel, sumpit, flower stick, tusuk gigi, keranjang
buah, lumbung padi, bangunan restoran tradisional, bahan kontruksi bangunan di
area perkotaan dan kota kecil (Sutiyono 2006).
Menurut Mc Clure (1953) diacu dalam Nuryatin (2000), sifat-sifat yang
menentukan kegunaan bambu adalah rata-rata dimensi batang, keruncingan
batang, kelurusan batang, ukuran dan distribusi cabang, panjang ruas batang,
bentuk dan proporsi ruas, proporsi relatif jaringan yang ada, kerapatan dan
kekuatan kayu, serta kemudahan diserang jamur dan serangga.
2.2 Potensi Bambu di Indonesia
Sumberdaya alam bambu berasal dari hutan bambu, bambu masyarakat
dan perkebunan bambu. Hutan bambu adalah tanaman bambu yang tumbuh secara
alami di hutan, sangat potensial, dan memiliki banyak buluh dalam satu rumpun.
Sedangkan bambu masyarakat merupakan tanaman bambu yang tumbuh di
halaman dan lapangan, dengan ciri berpotensi besar, batang yang bagus, mudah
dikontrol, dan pertumbuhan teratur. Serta perkebunan bambu adalah tanaman
bambu yang ditanam secara intensif di suatu tempat dengan pemilihan jenis
unggulan, jarak tanam yang teratur, serta produksi batang yang terkontrol
(Sutiyono 2006).
Menurut Sutiyono (2006), Indonesia memiliki 76 spesies bambu dari 17
genus. Genus Arundinaria memiliki 1 spesies, Bambusa (19 spesies),
Cephalostachyum (1 spesies), Chimonobambusa (2 spesies), Dendrocalamus (6
spesies), Dinochloa (1 spesies), Gigantochloa (18 Spesies), Melocana (1 spesies),
Nastus (3 spesies), Neololeba (1 spesies), Phyllostachys (3 spesies), Pleioblatus (2
spesies), Pseudosasa (1 spesies), Schizostachyum (14 spesies), Semiarundinaris (1
spesies), Shibatea (1 spesies), dan Thytsostachys (1 spesies).
Hasil listing sensus pertanian menunjukkan bahwa di Indonesia tercatat
sekitar 4,73 juta rumah tangga yang memiliki tanaman bambu dengan
populasi mencapai 37,93 juta rumpun atau rata-rata per rumah tangganya sebesar
8,03 rumpun. Dari total sebanyak 37,93 juta rumpun tanaman bambu, sekitar
27,88 juta rumpun atau 73,52 % diantaranya adalah merupakan tanaman bambu
yang siap tebang (Dephut dan BPS 2004).
5
Menurut Dephut dan BPS (2004), tanaman bambu lebih banyak ditanam di
Jawa, yaitu mencapai 29,14 juta rumpun atau sekitar 76,83 % dari total populasi
bambu di Indonesia, sedangkan sisanya sekitar 8,79 juta rumpun (23,17 %)
berada di luar Jawa. Tanaman bambu di Jawa terkonsentrasi di tiga propinsi,
yaitu Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %), dan Jawa Timur (19,38 %),
sementara di Luar Jawa, tanaman bambu terdapat di propinsi Sulawesi Selatan
(3,69 %), seperti disajikan pada Gambar 1. Meskipun persentase jumlah rumah
tangga yang memiliki tanaman bambu di Jawa jauh lebih besar dibanding di Luar
Jawa, tetapi rata-rata pengusahaan tanaman per rumah tangga tidak ada
perbedaan yang berarti yaitu 8,15 rumpun (di Jawa) dan 7,65 rumpun (di Luar
Jawa).
Gambar 1 Sebaran bambu di Indonesia.Sumber: Dephut dan BPS (2004)
2.3 Bambu Tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz)
Bambu tali merupakan jenis bambu yang memiliki batang tegak dan
banyak anakan. Ciri-ciri batang bambu tali antara lain tinggi 10-20 m, memiliki
panjang buku 30-60 cm, dan tebal dinding batangnya 0,6-1,3 cm. Selain itu,
bambu tali memiliki pelepah dengan miang berwana coklat kehitaman yang
mengkilap. Pelepah ini tidak mudah jatuh, walau batangnya sudah tua (Sudarnadi
1996).
Bambu ini diduga berasal dari Burma dan sekarang tersebar luas di seluruh
Indonesia. Umumnya bambu tali tumbuh di dataran rendah dan dapat juga tumbuh
dengan baik di daerah pegunungan sampai ketinggian 1000 m dpl. Jenis bambu
Jawa Barat28%
Jawa Tengah22%Jawa Timur
19%
Sulawesi Selatan4%
Lainnya27%
6
ini merupakan jenis yang banyak dibudidayakan, karena memiliki kegunaan yang
sangat banyak. Kegunaan bambu tali antara lain untuk kerajinan anyaman seperti
nyiri, kukusan, besek, bilik, kipas dan lain-lain (Sudarnadi 1996). Selain itu,
kegunaan bambu tali lainnya adalah sebagai bahan baku kerajianan hiasan rumah
tangga (Sastrapradja et al. 1987).
Beberapa ahli pernah mencoba bambu ini untuk bahan baku pembuatan
kertas tetapi hasilnya kurang memuaskan sebab kertas yang dihasilkan tidak
berwarna putih (Sastrapradja et al. 1987). Bambu tali merupakan jenis yang paling
baik untuk dijadikan bahan baku anyaman, karena memiliki serat-serat yang
panjang, halus, dan mudah lentur. Namun jenis bambu ini tidak baik digunakan
untuk membuat alat musik bambu, karena mempunyai buku-buku atau (node)
yang cekung, sehingga menyebabkan terjadinya gaung yang tidak beraturan
(Wijaya et al. 1988).
Selain memiliki banyak kegunaan, bambu ini juga memiliki kekurangan.
Bambu tali tidak tahan terhadap serangan serangga tertentu. Salah satu cara
tradisional untuk meningkatkan keawetan bambu tali adalah dengan melakukan
perendaman selama 30 hari (Sudarnadi 1996).
Perbanyakan yang umum dilakukan yaitu dengan rimpang atau potongan
buluh. Perbanyakan dengan biji belum pernah dilakukan karena biji-biji jarang
ditemukan (Sastrapradja et al. 1987). Perbanyakan bambu tali dapat dilakukan
dengan menggunakan rimpang, stek cabang, stek buluh, dan biji. Perbanyakan
yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan rimpang, karena selain
keberhasilannya tinggi juga cepat diperoleh ukuran buluh dengan diameter
maksimum. Jika menggunakan stek buluh, hasil yang baik adalah dengan
mengunakan buluh yang berumur 1-2 tahun dengan 2 buku dan ditanam secara
rebah (Handoko 1996).
2.4 Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad.)
Bambu ampel merupakan bambu yang memiliki banyak anakan. Ciri
batang bambu ampel antara lain tinggi 15-20 m, panjang buku antara 20-45 cm,
diameter 4-10 cm, dan tebal dinding 1-1,5 cm (Sudarnadi 1996). Buluhnya
berwarna kuning, hijau bertotol coklat, hijau mengkilat atau kuning bergaris hijau.
Percabangan terdapat pada buku-buku bagian atas, tapi tidak jarang dijumpai
7
percabangan pada buku-buku bagian bawah. Bambu ampel memiliki cabang yang
terletak berselang seling. Cabang primer lebih besar dibandingkan cabang yang
lain. Pelepah buluhnya bermiang hitam, dengan pelepah buluh yang menempel.
Daun pelepah buluh berbentuk bundar telur melebar.
Jenis ini ditanam dengan tujuan sebagai tanaman hias dan dapat dipakai
untuk campuran obat penyakit kuning. Buluhnya sangat kuat, akan tetapi bambu
ini tidak tahan serangan serangga Dinoderus (Sastrapraja et al. 1987). Menurut
Farrely (1984), kandungan pati pada B. vulgaris tergolong tinggi, sehingga sangat
rentan terhadap serangan serangga. Meskipun demikian pemanenan atau
penebangan setelah tanaman berumur tiga tahun lebih dapat mengurangi serangan
serangga.
Bambu ini dapat menghasilkan bubur kayu yang baik untuk bahan
pembuatan kertas (Sastrapraja et al. 1987). Sedangkan menurut Sudarnadi (1996),
bambu ampel biasanya digunakan sebagai bahan baku alat rumah tangga (kursi
dan meja), kerajinan tangan, dan lantai rumah.
2.5 Sifat Anatomi Bambu
Hasil penelitian sifat anatomi (panjang serabut, diameter sel, diameter
lumen, dan tebal dinding sel) bambu betung yang berasal dari Darmaga dan
Bekasi telah diteliti oleh Lestari (1994). Hasil penelitian menunjukan bahwa
panjang serabut pada bagian tengah batang paling panjang (4,42 mm), sedangkan
tebal dinding sel pada bagian pangkal lebih tebal (2,91 µm) jika dibandingkan
bagian tengah dan ujung.
Menurut Liese dan Groser (1973) diacu dalam Setiadi (2009), pada umumnya
jenis bambu mempunyai ikatan serabut (fibre bundle) yang terpisah pada sisi
dalam atau sisi luar ikatan vaskular pusat. Ada empat tipe ikatan pembuluh
(Gambar 2), yaitu:
a. Tipe I, ikatan pembuluh terdiri atas satu bagian yaitu ikatan pembuluh pusat
(central vascular strand) yang hanya didukung oleh jaringan selubung
sklerenkim dan ruang interseluler.
b. Tipe II, ikatan pembuluh terdiri atas satu bagian yaitu ikatan pembuluh pusat
yang hanya didukung oleh jaringan seperti selubung sklerenkim dan selubung
ruang interseluler yang lebih besar dari ketiga tipe lainnya.
8
c. Tipe III, ikatan pembuluh terdiri atas dua bagian yaitu ikatan pembuluh pusat
dan satu ikatan serabut. Ikatan serabut terletak di sebelah dalam ikatan vaskular
pusat. Selubung ruang interseluler umumnya lebih kecil dari yang lain.
d. Tipe IV, ikatan pembuluh terdiri atas tiga bagian yaitu ikatan pembuluh pusat
dan dua ikatan serabut yang terletak di sebelah dalam dan luar dari ikatan
vaskular pusat.
Gambar 2 Tipe ikatan pembuluh pada bambu, a = Tipe I, b = Tipe II, c = Tipe III,dan d = Tipe IV. Sumber: Liese dan Groser (1973) diacu dalamSetiadi (2009).
2.6 Sifat Fisis Kayu Bambu
Menurut Frick (2004) diacu dalam Bachtiar (2008), sifat fisis dan mekanis
bambu tergantung pada jenis, tempat tumbuh, umur, waktu penebangan,
kelembaban udara (kadar air kesetimbangan), dan bagian bambu yang diteliti
(pangkal, tengah, atau ujung serta bagian dalam atau bagian tepi/luar).
2.6.1 Kadar Air
Menurut Haygreen dan Bowyer (1993) kadar air bambu adalah berat air
yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (BKT). Air
a b
c d
9
dalam bahan berkayu terdapat pada dinding sel berupa air terikat dan lumen sel
berupa air bebas.
Kadar air batang bambu merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi sifat-sifat mekanis. Kadar air batang bambu segar berkisar 50-99%
dan pada bambu muda 80-150%, sementara pada bambu kering bervariasi antara
12-18 % (Dransfield dan Widjaja 1995).
2.6.2 Berat Jenis (BJ) dan Kerapatan
Menurut Brown et al. (1949) diacu dalam Pandit (2002), berat jenis
merupakan nilai perbandingan antara kerapatan kayu terhadap kerapatan benda
standar. Sedangkan kerapatan adalah perbandingan massa atau berat benda
terhadap volumenya (IAWA 2008). Berat kayu meliputi berat kayu sendiri, berat
zat ekstraktif, berat air yang konstan, sedangkan jumlah airnya berubah-ubah.
Semakin tinggi berat jenis dan kerapatan, semakin kuat bahan berkayu tersebut
(Mardikanto et al. 2011).
Hasil pengukuran BJ bambu menunjukkan BJ bambu pada tiap ruas
bertambah besar dengan bertambahnya ketinggian ruas batang, kemudian nilainya
konstan (Subiyanto et al. 1994). Menurut Brown (1952) diacu dalam Ganie
(2008) pada dasarnya sifat-sifat fisik kayu ditentukan oleh faktor-faktor yang
inheren pada struktur kayu. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Banyaknya zat dinding sel yang ada pada sepotong kayu.
b. Susunan serta arah mikrofibril dalam sel-sel dan jaringan-jaringan.
c. Susunan kimia zat dinding sel.
2.6.3 Penyusutan dan Pengembangan Dimensi
Menurut Prawiroatmodjo (1976) diacu dalam Ganie (2008), perubahan
dimensi bambu tidak sama dari ketiga arah stuktur radial, tangensial, dan
longitudinal sehingga bambu bersifat anisotropis. Kedua jenis perubahan dimensi
mempunyai arti yang sama penting, tetapi berdasarkan pengalaman praktis yang
lebih sering menggunakan bambu dalam keadaan basah, maka pengerutan bambu
menjadi perhatian yang lebih besar dibanding pengembangannya. Angka
pengerutan total untuk kayu atau bambu normal berkisar antara 4,5% - 14% dalam
arah radial, 2,1% - 8,5% dalam arah tangensial dan 0,1% - 0,2% dalam arah
longitudinal.
10
2.7 Sifat Mekanis
Sifat mekanis adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan gaya
yang datang dari luar yang biasa disebut gaya luar atau beban. Sifat-sifat mekanis
tersebut meliputi kekuatan kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser,
kekuatan lentur, sifat kekakuan, sifat keuletan, sifat kekerasan dan sifat ketahan
belah (Mardikanto et al. 2011). Sifat-sifat mekanis bambu dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain jenis bambu, umur, kelembaban (KA kesetimbangan),
bagian buluh bambu (pangkal, tengah, dan ujung), serta letak dan jarak ruas.
Bambu yang dapat digunakan bahan banguan adalah bambu dengan KA 12%
(Frick 2004).
Tabel 1 Sifat fisis dan mekanis bambu
No. Sifat yang diuji Jenis BambuBetung Kuning Tali
1 Berat Jenis 0,61 0,52 0,652 Penyusutan Volume (%)
Basah-KU 10,62 11,29 12,45KU-KT 4,99 4,74 4,60Penyusutan tebal (%)Basah-KU 6,02 4,31 5,83KU-KT 4,30 5,47 5,32Penyusutan lebar (%)Basah-KU 4,81 3,19 6,30KU-KT 4,83 4,19 3,60
3 MOR (kgf/cm2) 1638 1148 -*)
4 MOE (kgf/cm2) 131192 76205 -*)
5 Tekan // (kgf/cm2) 605 455 -*)
6 Tarik // (kgf/cm2) 2127 1322 2004Sumber: Syafi’i (1984) diacu dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994)Catatan: *) tidak dapat dibuat spesimen percobaan karena dinding bambu tali terlalu tipis
Berdasarkan sifat fisis dan mekanis bambu pada Tabel 1, bila
dibandingkan dengan kelas kuat kayu pada Tabel 2 yang dikeluarkan PKKI
(1961), maka bambu betung, bambu kuning, dan bambu tali termasuk pada kelas
kuat II. Namun kekuatan MOR bambu betung mampu mencapai kelas kuat I.
Tabel 2 Kelas kuat kayu berdasarkan berat jenis, kekuatan lentur, dan kekuatantekan
KelasKuat
Berat JenisKering Udara
Kukuh Lentur Mutlak(kgf/ cm2)
Kukuh Tekan Mutlak(kgf/ cm2)
I ≥ 0,90 ≥ 1100 ≥ 650II 0,90 – 0,60 1100 – 725 650 – 425III 0,60 – 0,40 725 – 500 425 – 300IV 0,40 – 0,30 500 – 360 300 – 215V ≤ 0,30 ≤ 360 ≤ 215
Sumber : PKKI 1961
11
2.7.1 Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR)
Menurut Haygreen dan Bowyer (1993) kekakuan atau Modulus of
Elasticity (MOE) adalah suatu nilai yang konstan dan merupakan perbandingan
antara tegangan dan regangan dibawah batas proporsi. Tegangan didefinisikan
sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan renggangan adalah perubahan
panjang per unit panjang bahan. Modulus elastisitas (MOE) berkaitan dengan
regangan, defleksi, dan perubahan bentuk. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh
besar dan lokasi pembebanan, panjang, dan ukuran balok serta MOE kayu itu
sendiri. Makin tinggi MOE akan semakin kurang defleksi balok atau gelagar
dengan ukuran tertentu pada beban tertentu dan semakin tahan terhadap
perubahan bentuk. Sedangkan kekuatan lentur patah atau Modulus of Rupture
(MOR) hasil dari beban maksimum dalam uji lentur. Modulus of Rupture (MOR)
dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji keteguhan lentur
dengan menggunakan pengujian yang sama untuk MOE (Haygreen dan Bowyer
1993).
Jansen (1990) diacu dalam Dransfield dan Widjaja (1995) memaparkan
semua nilai sifat-sifat kekuatan bambu meningkat seiring dengan menurunnya
kadar air dan berkolerasi positif dengan berat jenis. MOE bambu berhubungan
secara langsung dengan jumlah serat. Oleh karena itu pada batang, nilai parameter
ini menurun dari sisi luar menuju bagian dalam. Kisaran normal untuk bambu
kering udara adalah 170.000-200.000 kgf/cm2 dan untuk batang segar 90.000-
100.100 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR adalah 0,14 x kerapatan (dalam kg/m3)
untuk kondisi kering udara (KA 12%) dan 0,11 x kerapatan untuk bambu basah.
2.7.2 Kekuatan Tekan Sejajar Serat
Keteguhan tekan batang bambu berbeda-beda pada bagian buku dan
bagian ruas. Kekuatan tekan bambu pada ruas lebih besar 8-45% daripada bagian
buku (Frick 2004). Bagian ruas memiliki kekuatan tekan dipengaruhi oleh
persentase sel-sel skelenkrim, kadar air, dan posisi dalam batang. Sedangkan
keteguhan lenturnya dipengaruhi oleh dalamnya batang dan keberadaan buku
(Janssen 1980 diacu dalam Haris 2008).
12
2.7.3 Kekuatan Tarik Sejajar Serat
Kekuatan tarik serat bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal
kemampuannya untuk menahan gaya-gaya yang cederung menyebabkan bambu
itu terlepas satu sama lain. Mardikanto et al. (2011), menyatakan bahwa
keteguhan tarik adalah kemampuan benda untuk menahan beban tarik. Besarnya
kekuatan tergantung sifat kohesi benda tersebut. Ada 2 macam pengujian yang
dilakukan yaitu tarik tegak lurus serat dan tarik sejajar serat. Keteguhan tarik
dipengaruhi ukuran /dimensi bambu, kekuatan serat, dan susunan serat. Kekuatan
tarik pada bagian ujung bambu lebih kuat 12% daripada bagian pangkal (Frick
2004).
2.7.4 Keteguhan Geser Sejajar Serat
Kekuatan geser adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan
gaya yang cenderung untuk menggeser satu bagian dengan bagian yang lain pada
bahan yang sama (Mardikanto et al. 2011). Kekuatan geser dipengaruhi oleh
tebalnya dinding batang bambu dan posisi ruas (internode) atau buku (node).
Kekuatan geser pada dinding bambu 10 mm menjadi 11% lebih rendah dari pada
dinding bambu setebal 6 mm, serta bagian ruas memiliki kekuatan geser lebih
besar 50% daripada bagian buku (Frick 2004).
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di
Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi
dan Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain timbangan elektronik, desikator, oven,
kaliper, mikroskop, UTM (Universal Testing Machine) merk Instron, arm circular
saw, dan circular saw. Sedangkan bahan baku yang digunakan adalah bambu tali
dan bambu ampel yang berjumlah 3 batang dengan rata-rata diameter pangkal 9 –
10 cm dan usia 4 tahun, yang berasal dari Arboretum Bambu Kampus IPB
Darmaga.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Persiapan Bambu
Bambu yang digunakan adalah bambu tali dan ampel yang diambil dari
arboretum bambu IPB Darmaga dengan panjang buluh sekitar 10-10,5 m. Masing-
masing jenis diambil 3 batang sebagai pengulangan. Batang bambu dibagi
menjadi 3 bagian: bagian pangkal, bagian tengah, dan bagian ujung. Masing-
masing bagian dibagi kembali menjadi tiga bagian lagi, yaitu pangkal (a), tengah
(b), dan ujung (c). Pembagian batang bambu dapat dilihat pada Gambar 3.
Keterangan:Pa : Bambu pangkal bagian pangkalPb : Bambu pangkal bagian tengahPc : Bambu pangkal bagian ujung
Ta : Bambu tengah bagian pangkalTb: Bambu tengah bagian tengahTc : Bambu tengah bagian ujung
Ua : Bambu ujung bagian pangkalUb : Bambu ujung bagian tengahUc : Bambu ujung bagian ujung
Gambar 3 Pembagian batang bambu.Selanjutnya bambu Pb, Tb, dan Ub dipisahkan untuk dilakukan pengujian
sifat dasar bambu berupa bilah bambu pada buku (node) dan ruas (internode).
Pengujian sifat dasar meliputi pengamatan struktur anatomi, pengukuran KA, BJ,
Pa Pb Pc Ta Tb Tc Ua Ub Uc
14
kerapatan, penyusutan dimesi, pengembangan dimensi, Modulus of Elasticity
(MOE), Modulus of Rupture (MOR), kekuatan tekan, dan kekuatan tarik. Bambu
yang tersisa dipisahkan kembali untuk dilakukan pengujian Modulus of Elasticity
(MOE), Modulus of Rupture (MOR), kekuatan tekan sejajar serat, dan kekuatan
geser sejajar serat dengan menggunakan buluh utuh. Pembagian contoh uji buluh
bambu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Pembagian contoh uji bambu
No Kode
Bilah Bambu Buluh UtuhAnatomi, KA, BJ,
Kerapatan,Pengembangan,
Penyusutan, MOE,MOR, Tekan, dan Tarik
Geser Tekan MOE danMOR
Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas1 Pa1 X2 Pb1 X X3 Pc1 X X X X4 Ta1 X X X X5 Tb1 X X6 Tc1 X7 Ua1 X8 Ub1 X X9 Uc1 X X X X10 Pa2 X X X X11 Pb2 X X12 Pc2 X13 Ta2 X14 Tb2 X X15 Tc2 X X X X16 Ua2 X X X X17 Ub2 X X18 Uc2 X19 Pa3 X20 Pb3 X X21 Pc3 X X X X22 Ta3 X X X X23 Tb3 X X24 Tc3 X25 Ua3 X26 Ub3 X X27 Uc3 X X X X
3.3.2 Pembuatan Contoh Uji
Contoh uji sifat anatomi mengacu pada Pedoman Penuntun Praktikum
Anatomi dan Identifikasi Kayu (Pandit 1991 diacu dalam Nuryatin 2000),
sedangkan sifat fisis berdasarkan penelitian Nuryatin (2000). Sementara contoh
uji sifat mekanis pada bilah mengacu pada standar ASTM D 143 – 94 (2008).
15
Sedangkan contoh uji sifat mekanis pada buluh utuh penelitian ini berdasarkan
modifikasi ISO 22157-1: 2004.
3.3.2.1 Contoh Uji Sifat Anatomi
Contoh uji sifat anatomi berukuran 3 x 2 x tebal bambu seperti terlihat
pada Gambar 4.
(a) (b)
Gambar 4 (a) contoh uji anatomi pada buku dan (b) contoh uji anatomi pada ruas.
3.3.2.2 Contoh Uji Sifat Fisis
Contoh uji sifat fisis untuk uji KA, BJ, Kerapatan, dan penyusutan bambu
berukuran 3 x 2 x tebal bambu, sedangkan contoh uji sifat fisis untuk uji
pengembangan berukuran 4 x 2 x tebal bambu. Untuk lebih jelas dapat dilihat
Gambar 5.
(a) (b) (c) (d)Gambar 5 (a) Contoh uji KA, BJ, kerapatan dan penyusutan pada buku, (b)
Contoh Uji KA, BJ, kerapatan dan penyusutan pada ruas, (c) Contohuji pengembangan pada buku, dan (d) Contoh uji pengembanganpada ruas.
3.3.2.3 Contoh Uji Sifat Mekanis
1. Contoh Uji MOE dan MOR
Contoh uji MOE dan MOR pada bilah bambu berukuran 30 x 2 x tebal
bambu. Sedangkan contoh uji MOE dan MOR pada buluh utuh yang seharusnya
berukuran tinggi (diameter) x panjang (15 kali diameter = ± 150 cm), namun
dikarenakan panjang contoh uji tidak mencukupi, maka panjang contoh uji MOE
dan MOR pada buluh utuh dibuat menjadi 100 cm. Untuk lebih jelas, contoh uji
MOE dan MOR pada bilah dan buluh utuh dapat dilihat Gambar 6.
16
(a)
(b)
(c)Gambar 6 (a) Contoh uji MOE dan MOR pada buku bilah bambu, (b) Contoh uji
MOE dan MOR pada ruas bilah bambu, dan (c) Contoh uji MOE danMOR pada buluh utuh.
2. Contoh Uji Tekan Sejajar Serat
Contoh uji tekan sejajar serat pada bilah berukuran 4 x 2 x tebal bambu,
sedangkan contoh uji pada buluh utuh berbentuk tabung dengan tinggi = diameter
bambu. Pada pengujian ini contoh uji buluh utuh terjadi modifikasi pada contoh
uji. Hal ini disebabakan alat UTM merk Instron hanya mampu memberi beban
maksimal kurang dari 5000 kgf, sedangkan beban maksimal yang bisa ditahan
buluh utuh lebih dari 5000 kgf. Sehingga contoh uji dibagi menjadi 4 seperti pada
Gambar 7 (c) dan (d).
(a) (b) (c) (d)
Gambar 7 (a) Contoh uji tekan sejajar serat pada buku bilah bambu (b) Contoh ujitekan sejajar serat pada ruas bilah bambu (c) Contoh uji tekan sejajarserat pada buku buluh utuh dan (d) Contoh uji tekan sejajar serat padaruas buluh utuh.
3. Contoh Uji Tarik Sejajar Serat
Contoh uji tarik sejajar serat didasarkan pada ASTM D 143 – 94. Contoh
uji tarik sejajar serat dapat dilihat pada Gambar 8 (a) dan (b).
17
Keterangn:a: Lebar terkecil b: Tebal terkecil
(a)
Keterangn:a: Lebar terkecil b: Tebal terkecil
(b)Gambar 8 (a) Contoh uji tarik sejajar serat pada buku dan (b) Contoh uji tarik
sejajar serat pada ruas.
4. Contoh Uji Geser Sejajar Serat
Pada contoh uji geser sejajar serat terjadi dimodifikasi. Hal ini dikarenakan
ketidaktersediaan alat, sehingga contoh uji bulat dibagi menjadi 2. Contoh uji
geser sejajar serat dapat dilihat pada Gambar 9 (a) dan (b).
(a) (b)Gambar 9 (a) Contoh uji geser sejajar serat pada buku dan (b) Contoh uji geser
sejajar serat pada ruas.
3.3.3 Pengujian Contoh Uji
3.3.3.1 Sifat Anatomi Bambu
Contoh uji anatomi yang berukuran 3 x 2 x tebal bambu yang disayat
bagian cross sectionnya, kemudian diletakkan di atas mikroskop. Sampel diamati
dengan mikroskop perbesaran 10 kali, kemudian difoto dengan software Motic
Images Plus 2.0 ML. Pengukuran yang dilakukan pada uji anatomi meliputi
penentuan tipe ikatan vaskuler, jumlah vaskuler/mm2, dan proporsi luas vaskuler
pada arah horizontal (tepi, inti, dan dalam) dan vertikal (pangkal, tengah, dan
ujung). Vaskular yang terdapat pada sampel dihitung jumlahnya dan diukur
diameternya. Perhitungan jumlah dilakukan pada seluruh vaskuler yang terdapat
pada penampang, sedangkan pengukuran diameter vaskuler untuk menghitung
luas proporsi vaskuler hanya diambil sebagian.
18
3.3.3.2 Sifat Fisis Bambu
1. Kadar Air
Contoh uji KA berukuran 3 x 2 x tebal bambu, ditimbang beratnya (BB)
dengan timbangan digital, selanjutnya dioven pada suhu 103±2 oC hingga
mencapai berat konstan. Setelah dioven, contoh uji diletakkan dalam desikator
hingga suhunya mencapai suhu ruangan, selanjutnya ditimbang berat kering
tanurnya (BKT). Nilai kadar air (KA) dihitung menggunakan rumus:
KA(%) = BB − BKTBKT x 100%
Keterangan : BB = berat basah (g)
BKT = berat kering tanur (g)
2. Berat Jenis
Penentuan berat jenis bambu tali dan ampel dilakukan dengan contoh uji
berukuran 3 cm x 2 cm x tebal bambu. Contoh uji diukur dimensi panjang, lebar,
dan tebal, kemudian dioven pada suhu 103±2oC hingga beratnya konstan, lalu
ditimbang berat kering tanur (BKT) . Berat Jenis dihitung berdasarkan rumus :
BJ = BKTp x l x t
Keterangan : BJ = Berat Jenis
BKT = Berat Kering Tanur (g)
p = panjang contoh uji (cm)
l = lebar contoh uji (cm)
t = tebal contoh uji (cm)
3. Kerapatan
Penentuan kerapatan bambu tali dan ampel dilakukan dengan contoh uji
berukuran 3 cm x 2 cm x tebal bambu. Contoh uji tersebut ditimbang pada
keadaan kering udara (BKU), kemudian diukur dimensi panjang, lebar dan tebal.
Kerapatan dihitung berdasarkan rumus :
Kr = BKUp x l x t
19
Keterangan : Kr = Kerapatan (g/ cm3)
BKU = Berat Kering Udara (g)
P = panjang contoh uji (cm)
l = lebar contoh uji (cm)
t = tebal contoh uji (cm)
4. Penyusutan Dimensi
Contoh uji diukur dimensi lebar (L1) dan tebal (T1) dalam keadaan kering
udara dengan kaliper. Kemudian dioven pada suhu 103±2oC hingga beratnya
konstan, lalu diukur kembali dimensi lebar (L2) dan tebal (T2). Penyusutan
dimensi dihitung dengan menggunakan rumus:ST = x 100% SL = x 100%Keterangan : ST = Penyusutan dimensi tebal (%)
T1 = Tebal saat BKU (cm)
T2 = Tebal saat BKT (cm)
SL = Penyusutan dimensi lebar (%)
T1 = Lebar saat BKU (cm)
T2 = Lebar saat BKT (cm)
5. Pengembangan Dimensi
Contoh uji diukur dimensi tebal (T1) dan lebar (L1) dalam keadaan kering
udara dengan kaliper. Selanjutnya dilakukan perendaman selama 7 x 24 jam (satu
minggu). Setelah direndam, ukur kembali dimensi tebal (T2) dan lebar (L2). Nilai
pengembangan dihitung menggunakan rumus :PT = x 100% PL = x 100%Keterangan : PT = Pengembangan dimensi tebal (%)
T1 = Tebal saat kering udara (cm)
T2 = Tebal setelah perendaman (cm)
PL = Pengembangan dimensi lebar (%)
L1 = Lebar saat kering udara (cm)
L2 = Lebar setelah perendaman (cm)
20
3.3.3.3 Sifat Mekanis Bambu
1. Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian ini dilakukan menggunakan Universal Testing Machine (UTM)
merk Instron. Laju pembebanan tidak melebihi 6 mm per menit. Span yang
digunakan adalah 28 cm untuk bilah bambu dan 90 cm untuk buluh utuh.
Pengujian MOE dan MOR dengan menggunakan center point loading.
Nilai MOE dan MOR pada bilah bambu dapat dihitung menggunakan rumus:MOE = ΔPL34Δybh3 MOR = 3 Pmaks L2bh2Nilai MOE dan MOR pada contoh bambu utuh dapat dihitung menggunakan
rumus: = 312 ( 4 − 4) MOR = Pmaks L Rπ (R4 − r4)Keterangan : MOE = keteguhan lentur (kg/cm2)
MOR = keteguhan patah (kg/cm2)
∆P = selisih beban (kgf)
∆y = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm)
Pmaks = beban maksimum (kgf)
L = panjang bentang (cm)
b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
π = 3,14
R = jari-jari luar
r = jari-jari dalam
2. Keteguhan Tekan sejajar serat
Contoh uji kecil berukuran 3 x 2 x tebal bambu. Lalu dicari luas
penampang cross sectionnya dengan mengalikan lebar dan tebal bambu.
Sedangkan pengujian tekan pada buluh utuh contoh uji diambil dari bambu bulat
yang dibelah empat. Untuk menghitung besar keteguhan tekan sejajar serat
menggunakan rumus:
τ // = PA
21
Keterangan: τTk// = Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm2)
Pmaks = Beban tekan maksimum (kg)
A = Luas penampang (cm2)
3. Keteguhan tarik sejajar serat (τtr//)
Bambu dibentuk seperti Gambar 8 (a) dan 8 (b). Lalu dicari luas
penampang terkecilnya dengan mengalikan tebal terkecil dan lebar terkecil. Untuk
menghitung besar keteguhan tarik sejajar serat menggunakan rumus:
τ // = PA
Keterangan: τ Tr // = Keteguhan tarik sejajar serat (kg/cm2)
Pmaks = Beban tarik maksimum (kg)
A = Luas penampang terkecil (cm2)
4. Keteguhan geser sejajar serat
Bambu dibentuk seperti Gambar 9 (a) dan 9 (b). Lalu dicari luas
penampangnya dengan mengalikan terbal bambu dan a (a = x tinggi bambu).
Untuk menghitung besar keteguhan geser sejajar serat menggunakan rumus:
τ // = PA
Keterangan: τGs // = Keteguhan tarik sejajar serat (kg/cm2)
Pmaks = Beban tarik maksimum (kg)
A = Luas penampang terkecil (cm2)
3.4 Analisis Data
Pada penelitian ini, analisis data dilakukan dengan metode deskriptif
melalui pemaparan grafik yang ada. Grafik dihasilkan dari pengolahan data
dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Sedangkan hubungan antara sifat
mekanis buluh utuh dengan bilahnya dilakukan dengan menggunakan regresi
berganda.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sifat Anatomi Bambu
4.1.1 Bentuk Batang Bambu
Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga
memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode). Jarak antar
buku pada bambu tali lebih besar dibandingkan jarak antar buku pada bambu
ampel. Bentuk penampakan bambu tali dan ampel dapat dilhat pada Gambar 10
dan 11.
(a) (b) (c)Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan
(c) Bambu tali bagian ujung.
(a) (b) (c)Gambar 11 (a) Bambu ampel bagian pangkal, (b) Bambu ampel bagian tengah,
dan (c) Bambu ampel bagian ujung.Bambu memiliki diameter luar yang semakin besar dari pangkal ke ujung.
Selain itu, bambu tali dan ampel juga memiliki tebal yang semakin kecil dari
pangkal ke ujung. Karakteristik bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada
Lampiran 1.
23
4.1.2 Ikatan Vaskuler Pembuluh
Keberadaan ikatan pembuluh bervariasi dalam jumlah dan bentuk, baik
arah horizontal maupun aksial (vertikal) dari batang. Ikatan pembuluh mempunyai
ukuran yang semakin besar ke arah bagian dalam. Jumlah total ikatan pembuluh
menurun dari pangkal ke bagian ujung (Liese 1980). Hasil pengamatan tipe ikatan
vaskuler dengan mikroskop terhadap penampang melintang bambu tali dan ampel
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Tipe ikatan vaskuler pada masing-masing bagian bambu tali dan bambuAmpel
JenisBambu
BagianHorizontal
Bagian VertikalPangkal Tengah Ujung
Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
TaliTepi III III III III III IIIInti III IV III III III III
Dalam III IV III III III III
AmpelTepi IV III IV III III IIIInti IV III IV III III III
Dalam IV III IV III III III
Pola ikatan vaskuler pada bambu tali berbeda pada bagian horizontal dan
vertikal. Ikatan vaskuler bambu tali didominasi oleh vaskuler dengan ikatan tipe
III dan IV. Ikatan vaskuler dengan tipe IV hanya terdapat pada bagian inti dan
dalam ruas pangkal bambu, sedangkan bagian lainnya memiliki vaskuler dengan
ikatan bertipe III. Untuk membedakan ikatan vaskuler tipe III dan IV pada bambu
tali dapat dilihat pada Gambar 12 (a), 12 (b), dan 12 (c).
(a) (b) (c)Gambar 12 (a) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian ujung sebelah
dalam bambu tali, (b) Vaskuler dengan ikatan tipe IV pada ruasbagian pangkal sebelah inti bambu tali, dan (c) Vaskuler denganikatan tipe III pada buku bagian tengah sebelah tepi bambu tali.
Pada bambu ampel, ikatan vaskulernya lebih teratur. Ikatan vaskuler
bambu ampel terdiri dari ikatan bertipe III dan IV. Vaskuler dengan ikatan tipe IV
terdapat pada buku pangkal dan tengah bagian tepi, inti, dan dalam. Sedangkan
D T D T D T
24
bagian lainnya memiliki vaskuler dengan ikatan bertipe III. Untuk membedakan
ikatan vaskuler tipe III dan IV pada bambu ampel dapat dilihat pada Gambar 13
(a), 13 (b), dan 13 (c).
(a) (b) (c)Gambar 13 (a) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada ruas bagian pangkal
sebelah dalam bambu ampel, (b) Vaskuler dengan ikatan tipe IVpada ruas bagian tengah sebelah inti bambu ampel, dan (c)Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian ujung sebelah tepibambu ampel.
4.1.3 Distribusi Vaskuler Pembuluh
Distribusi vaskuler meliputi jumlah vaskuler/mm2 dan proporsi luas
vaskuler pada arah horizontal dan vertikal dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah dan luas proporsi vaskuler
Parameter Jenisbambu
ArahHorizontal
Arah VertikalBagianpangkal Bagian tengah Bagian ujung Rata-
rataBuku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
JulmahVaskuler
/mm2
Tali
Tepi 3,79 3,23 3,51 7,02 4,92 4,87 4,56Inti 1,67 1,42 1,84 1,67 1,33 1,95 1,65
Dalam 0,83 1,00 0,91 1,42 0,58 1,59 1,06Rata-rata 1,99 2,73 2,54 2,42
Ampel
Tepi 3,02 3,79 3,27 2,93 2,24 3,19 3,07Inti 0,78 1,81 1,55 1,98 1,98 2,58 1,78
Dalam 0,69 1,03 1,03 1,38 1,03 2,07 1,20Rata-rata 1,85 2,02 2,18 2,02
Proporsiluas
vaskuler(%)
Tali
Tepi 65,85 77,04 71,2 79,6 76,29 80,82 75,13
Inti 52,94 61,37 59,95 69,54 58,3 76,02 63,02
Dalam 42,05 46,49 38,52 58,44 41,11 77,98 50,765
Rata-rata 57,62 62,88 68,42 62,97
Ampel
Tepi 69,44 77,61 67,89 75,38 64,49 81,4 72,70Inti 33,39 64,69 49,74 73,99 72,19 75,2 61,53
Dalam 31,3 45,97 40,42 63,41 54,1 71,18 51,06Rata-rata 53,73 61,80 69,76 61,77
D T D T D T
25
Dari Tabel 5 terlihat bambu tali memiliki rata-rata jumlah vaskuler dan
proporsi luas vaskuler lebih besar dibandingkan bambu ampel. Perbedaan jumlah
vaskuler/mm2 bambu tali dan bambu ampel pada arah horizontal dapat dilihat
pada Gambar 14.
Gambar 14 Jumlah vaskuler / mm2 pada arah horizontal.
Dari Gambar 14 terlihat bahwa bambu tali dan ampel memiliki jumlah
vaskuler/mm2 yang semakin banyak dari dalam ke tepi. Begitu juga bagian ruas
bambu tali dan bambu ampel memiliki jumlah vaskuler/mm2 lebih banyak
dibandingkan dengan bagian buku. Sedangkan proporsi luas vaskuler bambu tali
dan bambu ampel pada arah horizontal dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Proporsi luas vaskuler pada arah horizontal.
Dari Gambar 15 terlihat pola yang sama dengan Gambar 14. Bagian tepi
memiliki luas proporsi yang lebih besar dibandingkan bagian tengah dan dalam,
namun selisih jumlah vaskuler/mm2 bagian tepi ke dalam lebih curam
dibandingkan proporsi luas vaskuler. Hal ini dikarenakan bagian tepi memiliki
ukuran vaskuler yang lebih kecil dibandingkan bagian tengah dan ujung. Hal ini
senada dengan Liese (1980) yang menyatakan bahwa pada bagian tepi, ikatan
0
2
4
6
8
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
Jum
lah
Vas
kule
r/m
m2
Jenis dan Bagian Bambu
Tepi
Inti
Dalam
020406080
100
Buku Ruas Buku Ruas
Tali AmpelProp
orsi
Lua
s Vas
kule
r(%
)
Jenis dan Bagian Bambu
Tepi
Inti
Dalam
26
pembuluh berukuran kecil dan berjumlah banyak. Sedangkan Pada bagian dalam
ikatan pembuluh berukuran besar dan berjumlah sedikit. Perbedaan jumlah
vaskuler/mm2 dan proporsi luas vaskuler juga terjadi pada arah vertikal.
Perbedaan jumlah vaskuler/mm2 dan proporsi luas vaskuler pada arah vertikal
dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 Jumlah vaskuler /mm2 pada arah vertikal.
Dari Gambar 16 terlihat pola sebaran jumlah vaskuler/mm2 tidak sama
pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Pada buku bambu tali dan ampel
memiliki pola yang berbeda dengan ruas bambu tali dan ampel. Pada buku bambu
tali dan ampel memiliki pola semakin ke atas semakin banyak jumlah
vaskuler/mm2. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tebal buluh yang semakin
kecil dari pangkal ke ujung. Menurut Grosser dan Liese (1971) diacu dalam
Nuryatin (2012), semakin sempit dinding buluh bambu maka terlihat ukuran dan
jumlah ikatan vaskuler juga akan semakin kecil, sehingga nilai kerapatan akan
semakin meningkat dari pangkal ke ujung buluh. Sedangkan pada bagian ruas
bambu tali dan ampel memiliki pola jumlah vaskuler/mm2 yang mengalami
peningkatan dari pangkal ke tengah, namun mengalami sedikit penurunan pada
bagian ujung. Hal ini diduga, pertumbuhan vaskuler pada bambu mengalami
puncak pada bagian tengah dan menurun pada ujung buluh.
Selain itu, pada bambu tali dan ampel memiliki standar deviasi yang
sangat tinggi. Bahkan pada bagian ujung buku bambu tali memiliki standar
deviasi yang lebih besar dibandingkan rata-rata jumlah vaskuler /mm2. Hal ini
disebabakan perbedaan jumlah vaskuler/mm2 yang begitu besar pada bagian tepi
dan dalam, sehingga menyababkan standar deviasi menjadi besar. Proporsi luas
vaskuler bambu tali dan ampel pada arah vertikal dapat dilihat pada Gambar 17.
0
2
4
6
8
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
Jum
lah
Vas
kule
r/m
m2
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
27
Gambar 17 Proporsi luas vaskuler pada arah vertikal.
Dari Gambar 17 terlihat bahwa porporsi luas vaskuler pada semua bagian,
baik bambu tali maupun ampel memiliki pola yang sama. Proporsi luas vaskuler
mengalami peningkatan dari pangkal ke ujung. Jika dibandingkan dengan Gambar
16 dengan Gambar 17, terlihat pola yang berbeda antara keduanya. Pada Gambar
16, jumlah vaskuler/mm2 tidak selalu mengalami peningkatan dari bagian pangkal
ke ujung. Namun pada Gambar 17, proporsi luas vaskuler mengalami peningkatan
dari bagian pangkal ke ujung pada semua posisi bambu tali dan ampel.
4.2 Sifat Fisis Bambu
4.2.1 Kadar air (KA)
Hasil perhitungan KA kering udara pada bagian pangkal, tengah, dan
ujung baik pada buku maupun ruas, tersaji pada Tabel 6 dan Gambar 18.
Tabel 6 Kadar air kering udara bambu tali dan bambu ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung
Jenisbambu
Kadar Air (%)Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung
Rata-rataBuku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
Tali 20,77 19,20 19,18 17,75 17,58 16,82 18,55Ampel 19,29 17,87 17,74 16,42 16,56 16,02 17,32
Dari Tabel 6 terlihat adanya perbedaan KA pada masing-masing bagian.
Bambu tali memiliki KA 16,82% hingga 20,77% denga rata-rata 18,55%.
Sedangkan pada bambu ampel, KA-nya berkisar 16,02 hingga 19,29% dengan
rata-rata 17,32%. Selain terdapat perbedaan antar jenis, terdapat pula perbedaan
KA antar bagian bambu. Untuk memperjelas perbedaan antar bagian dapat dilihat
pada Gambar 18.
020406080
100
Buku Ruas Buku Ruas
Tali AmpelProp
orsi
Lua
s Vas
kule
r(%
)
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
28
Gambar 18 KA bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.
Berdasarkan Gambar 18, pada bambu tali dan ampel terlihat bahwa
terdapat penurunan KA dari bagian pangkal ke ujung. Menurut Nuryatin (2000),
hal ini diakibatkan pada bagian ujung memiliki proporsi ikatan serabut yang lebih
banyak dan didukung oleh proses lignifikasi yang lebih banyak sehingga lebih
stabil dan mengakibatkan kandungan KA yang relatif lebih rendah dibandingkan
bagian tengah dan pangkal.
Bagian buku bambu tali dan ampel memiliki KA lebih besar daripada
bagian ruas. Selain itu, KA bambu tali lebih besar dibandingkan KA bambu
ampel. Menurut Sattar (1995) diacu dalam Nuryatin (2000), perbedaan ini diduga
karena adanya perbedaan struktur anatomi dan komposisi kimia antar jenis yang
mempengaruhi besarnya volume udara dalam batang bambu.
Nilai KA pada penelitian ini cenderung lebih tinggi dibandingkan
penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Nuryatin (2000), nilai KA pada bambu
tali sebesar 13,93% pada bagian pangkal dan 12,02% pada bagian ujung. Selain
itu, hasil penelitian ini juga jauh lebih kecil dibandingkan hasil penelitian
penelitian Bachtiar (2008) yang memperoleh KA pada pangkal sebesar 12,20%
dan pada tengah sebesar 12,15%. Perbedaan ini diduga disebabakan oleh pada saat
pengujian curah hujan di Bogor sangat tinggi, sehingga mempengaruhi nilai KA.
Menurut Habib (2010), Bambu cenderung menyerap jumlah air yang besar bila
terendam atau tertimpa hujan dan bila hal ini berlangsung pada waktu yang cukup
lama, bambu dapat menyerap hingga 100% dari berat keringnya.
4.2.2 BJ dan Kerapatan
Hasil pengujian BJ dan kerapatan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung
tersaji pada Tabel 7, Gambar 19, dan Gambar 20.
05
10152025
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
KA
(%)
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
29
Tabel 7 BJ dan kerapatan bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal,tengah, dan ujung
Sifat FisisJenisbambu
Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujungRata-rata
Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
BJTali 0,66 0,67 0,70 0,72 0,70 0,73 0,70Ampel 0,78 0,70 0,71 0,64 0,73 0,65 0,70
Kerapatan(g/cm3)
Tali 0,79 0,80 0,83 0,85 0,83 0,85 0,83Ampel 0,92 0,83 0,83 0,79 0,85 0,76 0,83
Besarnya BJ pada bambu tali adalah 0,66-0,73 dengan rata-rata 0,70.
Sedangkan pada bambu ampel BJ-nya berkisar 0,65-0,78 dengan rata-rata 0,70.
Sedangkan kerapatan pada masing-masing bambu adalah 0,79-0,85 g/cm3 dengan
rata-rata kerapatan 0,83 g/cm3 pada bambu tali dan 0,76-0,92 g/cm3 dengan rata-
rata kerapatan 0,83 g/cm3 pada bambu ampel. Perbedaan BJ pada masing-masing
bagian bambu yang dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 BJ bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, danujung.
Menurut Nuryatin (2012), BJ bambu dipengaruhi oleh kandungan
sklerenkim pada bambu. Vaskuler dengan ikatan bertipe III dan IV relatif
memiliki sklerenkim yang hampir sama, walaupun memiliki jumlah rantai serabut
yang berbeda. Sehingga vaskuler dengan tipe ikatan III dan IV tidak memiliki
perbedaan BJ yang signifikan.
Dari Gambar 19, pada bambu tali terlihat bahwa BJ semakin meningkat
dari bagian pangkal ke bagian ujung. Struktur anatomi bambu erat kaitannya
dengan sifat-sifat fisis dan mekanis bambu. Bila dikaitkan dengan proporsi luas
vaskuler, maka BJ bambu tali memiliki pola yang sama dengan pola proporsi luas
vaskuler, yaitu semakin meningkat dari pangkal ke ujung.
00.20.40.60.8
1
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
BJ
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
30
Hal berbeda terjadi pada bambu ampel yang memilki BJ cenderung
menurun dari bagian pangkal ke ujung. Sedangkan pada buku bambu ampel
memiliki BJ yang lebih besar dibandingkan ruasnya. Jika dikaitkan dengan
proporsi luas vaskuler, BJ bambu ampel memiliki pola yang berbeda dengan
proporsi luas vaskuler. Pada bambu ampel, mengalami penurunan dari bagian
pangkal ke bagian ujung. Sedangkan proporsi luas vaskuler mengalami
peningkatan dari bagian pangkal ke bagian ujung. Hal yang sama juga terlihat
pada perbadingan BJ antara bagian buku dan bagian ruas. Pada bagian buku
bambu ampel memiliki BJ yang lebih besar dibandingkan ruasnya. Hal ini diduga
disebabkan oleh kandungan zat ekstaktif bambu ampel mengalami penurunan dari
pangkal ke ujung. Zat ekstraktif bambu ampel pada pangkal dan buku diduga
lebih besar dibandingkan tengah dan ujung, serta ruas. Sehingga menyebabkan BJ
bagian pangkal lebih besar dibandingkan bagian tengah dan ujung, serta BJ bagian
buku lebih besar dibandingkan bagian ruas. Perbedaan besarnya kerapatan pada
masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Kerapatan bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, danujung.
Berdasarkan Gambar 20, besar kerapatan bambu tali dan ampel memiliki
pola yang sama dengan BJ-nya. Menurut Dransfield dan Widjaja (1995), susunan
serat pada ruas memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas
sementara parenkimnya berkurang, sehingga mentebabkan kerapatan yang
semakin besar dari pangkal ke ujung.
4.2.3 Penyusutan Dimensi
Penyusutan adalah penurunan dimensi akibat penurunan kadar air di
bawah titik jenuh serat (Haygreen dan Bowyer 1993). Besar penyusutan tebal dan
lebar bambu tali dan ampel dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 21.
00.20.40.60.8
1
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
Ker
apat
an (g
/cm
3 )
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
31
Tabel 8 Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung
JenisBambu
Arahpenyusutan
Penyusutan Dimensi Bambu (%)Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Rata-
rataBuku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
TaliTebal 4,80 2,89 3,78 4,95 4,65 6,38 4,58
Lebar 4,27 4,29 5,19 4,75 5,29 3,74 4,59
AmpelTebal 3,17 3,73 5,37 5,98 4,18 4,13 4,43
Lebar 5,77 4,69 4,84 4,61 8,71 4,79 5,57
Dari Tabel 8 terlihat bahwa rata-rata penyusutan tebal bambu tali dan
ampel lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata penyusutan lebarnya. Selain itu,
rata-rata penyusutan tebal bambu tali lebih besar dibandingkan dengan rata-rata
penyusutan tebal bambu ampel. Sedangkan rata-rata penyusutan lebar bambu tali
lebih kecil dibandingkan rata-rata penyusutan lebar bambu ampel. Rata-rata
penyusutan tebal bambu tali dan ampel adalah 4,58% dan 4,43%. Sedangkan rata-
rata penyusutan lebar bambu tali dan ampel adalah 4,59% dan 5,57%. Untuk
melihat perbedaan penyusutan dimensi pada masing-masing bagian, dapat dilihat
pada Gambar 21.
Gambar 21 Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung.
Dari Gambar 21 terlihat bahwa penyusutan dimensi pada masing-masing
bagian bambu tali dan ampel memiliki pola yang berbeda-beda pada masing-
masing dimensi. Hasil pengamatan Yap (1967) diacu dalam Nuryatin (2000),
untuk bambu yang ditebang pada musim penghujan penyusutan hingga kondisi
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
Peny
usut
an (
%)
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
32
kering udara besarnya adalah sekitar 10-20% (penyusutan tangensial atau
penyusutan lebar) dan 15-30% (penyusutan radial atau penyusutan tebal).
Sedangkan pada bambu dewasa, dengan KA 20%, penyusutan bambu sebesar 4-
14% pada bagian tebal dan 3-12% pada bagian diameter/tebal (Dransfield dan
Widjaja 1995).
Hasil penelitian Nuryati (2000), besarnya penyusutan tebal bambu tali
sebesar 19,85% pada bagian pangkal dan 12,48% pada bagian ujung. Selain itu
penyusutan lebar sebesar 19,19% pada bagian pangkal dan 12,69% pada bagian
ujung. Sedangkan pada bambu ampel besar penyusutan hingga KA 11,3% adalah
9,7-14% pada penyusutan tebal dan 6,0-11,9 % pada penyusutan lebar (Dransfield
dan Widjaja 1995).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), Perbedaan dalam penyusutan
contoh uji dari spesies yang sama di bawah kondisi yang sama diakibatkan oleh
tiga faktor, yaitu:
a. Ukuran dan bentuk potongan. Hal ini mempengaruhi orientasi serat dalam
potongan dan keseragaman kandungan air di seluruh tebal.
b. Kerapatan contoh uji. Semakin tinggi kerapatan contoh uji, semakin banyak
kecenderungannya untuk menyusut.
c. Laju pengeringan contoh uji. Di bawah kondisi pengeringan yang cepat,
terjadi tegangan internal karena perbedaan penyusutan. Hal ini sering
mengakibatkan penyusutan yang lebih besar bila dibandingkan saat tidak
terjadi tegangan internal.
Penyusutan pada bambu berbeda jika dibandingkan penyusutan kayu.
Karena pada bambu, penyusutan dimulai pada saat pengeringan atau di atas titik
jenuh serat. Hal ini diduga karena adanya perbedaan struktur anatomi antara kayu
dan bambu. Pada bambu strukturnya didominasi oleh parenkim sebagai jaringan
dasar yang dindingnya cukup tipis sehingga pada saat pengeringan (masih di atas
titik jenuh serat), air bebas yang keluar dari rongga sel parenkim mengakibatkan
tahanan dalam lumen akan menjadi berkurang. Sehingga dinding sel parenkim
yang tipis akan melisut (collapse) dan proses penyusutan akan dimulai sebelum
dinding sel menyusut. Dengan demikian pada tanaman bambu, besarnya
penyusutan akan lebih besar dibandingkan kayu (Nuryatin 2000).
33
4.2.4 Pengembangan Dimensi
Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), Pengembangan merupakan proses
saat air memasuki struktur dinding sel. Secara sederhana pengembangan adalah
kebalikan dari proses penyusutan. Besar pengembangan tebal dan lebar bambu tali
dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung dapat dilihat pada Tabel 9 dan
Gambar 22.
Tabel 9 Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung
Pengembangan Dimensi Bambu (%)
JenisBambu
Arahpengembangan
Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Rata-rataBuku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
TaliTebal 2,96 2,65 2,37 3,35 2,32 3,19 2,97Lebar 2,42 3,09 1,31 1,92 1,62 1,55 1,99
AmpelTebal 2,39 1,96 1,54 4,26 3,33 6,50 3,33Lebar 0,92 1,85 1,79 3,10 1,75 1,45 1,81
Terlihat pada Tabel 9, rata-rata pengembangan lebar bambu tali dan ampel
lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata pengembangan tebalnya. Selain itu,
rata-rata pengembangan tebal bambu tali lebih kecil dibandingkan dengan ampel.
namun rata-rata pengembangan lebar bambu tali lebih besar dibandingkan lebar
ampel. Rata-rata pengembangan tebal bambu tali dan bambu ampel adalah 2,97%
dan 1,99% dan rata-rata pengembangan lebar bambu tali dan ampel adalah 3,33%
dan 1,81%. Perbedaan pengembangan dimensi pada masing-masing bagian dapat
dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung.
0
2
4
6
8
10
12
Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
Peng
emba
ngan
(%
)
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
34
Dari Gambar 22 terlihat bahwa kecenderungan pengembangan tebal lebih
besar dari pada pengembangan lebar,serta pengembangan pada bagian ruas lebih
besar dari pada bagian buku.
4.3 Sifat Mekanis Bambu
4.3.1 Modulus of Elastisity (MOE)
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bambu adalah berat
jenis bambu. Berat jenis bambu merupakan ungkapan banyaknya zat kayu atau sel
dinding sel. Bambu yang mempunyai berat jenis besar berarti mempunyai jumlah
zat dinding sel persatuan volume yang besar. Selanjutnya zat kayu ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain tebal dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel
berdinding tebal. Jumlah sel berdinding pada bambu berarti jumlah sel sklerenkim
pada bambu tersebut. Besar nilai MOE pada masing-masing bagian pada bambu
tali dan ampel disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 MOE buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, danujung bambu tali dan bambu ampel
JenisBambu Bentuk
Nilai MOE (kgf/cm2)Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Rata-
rataBuku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
TaliBilah 105.237 116.724 122.500 140.980 118.482 155.541 126.577Buluh 28.431 41.702 46.178 38.770
AmpelBilah 117.975 107.776 106.167 128.414 102.776 109.194 112.050Buluh 53.809 69.617 101.683 75.036
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa MOE bilah bambu tali berkisar
105.237-155.541 kgf/cm2 dengan rata-rata 126.577 kgf/cm2 dan MOE pada bilah
bambu ampel nilai MOE berkisar 102.776-128.414 kgf/cm2 dengan rata-rata
112.050 kgf/cm2. Sedangkan rata-rata MOE pada buluh utuh bambu tali dan
bambu ampel adalah 38.770 kgf/cm2 dan 75.036 kgf/cm2.
Bila dikaitkan dengan BJ, besar BJ bambu tali sama dengan BJ bambu
ampel. Namun kekuatan MOE bilah bambu tali cenderung lebih besar dari pada
bilah bambu ampel. Hal ini diduga disebabkan bambu ampel lebih banyak
mengandung zat ekstraktif dibandingkan bambu tali. Hasil penelitian Gusmalina
dan Sumadiwangsa (1988) diacu dalam Krisdianto et al. (2007), menyebutkan
bahwa kandungan silika dan abu pada bambu tali sebesar 0,37% dan 2,75%, jauh
35
lebih kecil dibandingkan kandungan silika dan abu pada bambu ampel sebesar
1,78% dan 3,09%. Besarnya kadungan zat ekstraktif pada bambu ampel
menyebabkan bambu ampel memiliki BJ yang besar namun MOE yang lebih
kecil, karena zat ekstraktif tidak memberikan tambahan kekuatan pada bambu
ampel. Perbedaan besar nilai MOE pada masing-masing bagian pangkal, tengah
dan ujung, serata bagian buku dan ruas dapat terlihat jelas pada Gambar 23.
Gambar 23 MOE bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.Mengamati perbedaan besarnya MOE pada Gambar 23, pada bambu tali
terdapat kecendrungan bagian ujung bambu memiliki nilai MOE lebih besar
daripada pangkal. Hasil yang sama juga diperoleh Nuriyatin (2000) yang
menunjukan kecenderungan peningkakan nilai MOE dari bagian pangkal ke ujung
pada 4 dari 5 jenis bambu yang diuji. Menurut Liese (2003) diacu dalam Nuryatin
(2012), panjang serabut berkolerasi sangat kuat terhadap MOE. Serabut tersusun
dari sejumlah lapisan dengan berbagai orientasi mikrofibril. Susunan sel serabut
tersebut akan memberikan kotribusi yang besar terhadap fleksibelitas bambu.
Perbedaan besar MOE juga berbeda pada bagian buku dan ruas. Pada
bambu tali, ruas bambu memiliki MOE lebih besar dari pada bagian buku.
Namun kecendrungan yang berbeda terdapat pada bambu ampel. Pada bambu
ampel, bagian pangkal meliliki kecendrungan MOE lebih besar dari pada bagian
ujung. Menurut Jansen (1981) diacu dalam Nuryatin (2000), nilai MOE
ditentukan oleh % skelerenkim. Karena adanya perbedaan % skelerenkim ini
dicermin kan oleh perbedaan BJ. Sedangkan menurut Liese (1980), batang bambu
terdiri atas bagian buku dan ruas. Pada bagian ruas, orientasi sel semuanya aksial
tidak ada yang radial sedangkan sklerenkim pada buku dilengkapi oleh sel radial.
0300006000090000
120000150000180000
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel Tali Ampel
Bilah Buluh
MO
E (k
gf /
cm2 )
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
36
MOE buluh bambu tali lebih kecil dibandingkan dengan buluh bambu
ampel. Sedangkan bilah bambu ampel memiliki MOE yang lebih kecil dari bilah
bambu tali. Hal ini dikarenakan jarak antar buku pada bambu ampel lebih pendek
dibandingkan bambu tali. Sehingga diduga menyebabkan MOE pada buluh utuh
bambu ampel menjadi lebih besar dibandingkan dengan bambu tali.
Pola yang berbeda juga terjadi antara besar MOE bilah bambu ampel
dengan buluhnya. MOE bilah bambu ampel memiliki kecenderungan semakin
kecil dari pangkal ke ujung, sedangkan MOE buluh bambu ampel memiliki
kecenderungan semakin besar dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga dipengarugi
oleh jarak antar buku pada contoh uji.
Saat membandingkan besar MOE pada buluh utuh dengan bilah bambu,
terlihat bahwa MOE pada buluh utuh lebih kecil dibandingkan dengan bilahnya.
Hal ini diduga disebabkan oleh kekuatan belah bambu yang sangat lemah.
Sehingga menyebabkan sebelum bambu mengalami kerusakan patah, bambu
sudah mengalami kerusakan belah. Hal ini terlihat dari pola grafik elastisitas
pengujian buluh utuh yang menyerupai gergaji. Grafik elastisitas buluh utuh dapat
dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24 Grafik elastisitas buluh utuh dan bilah bambu.
Gambar 24 memperlihatkan bahwa saat bilah bambu mengalami
kerusakan, yaitu ketika beban mencapai maksimum, beban akan langsung turun.
Sedangkan pada grafik elastisitas buluh utuh, terlihat bahwa setelah buluh
mengalami kerusakan pada saat beban mencapai maksimum, beban akan jatuh
0
100
200
300
400
500
600
700
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Beb
an (k
gf)
Defleksi (cm)
Bilah Buluh Utuh 1 Buluh Utuh 2
37
namun mampu naik kembali bahkan mampu melewati beban maksimum
sebelumnya (Gambar 24 pada buluh utuh 2). Hal ini diduga kerusakan yang
terjadi pada bambu saat beban maksimum berupa belah pada bambu bukan patah
pada bambu, sehingga bambu masih mampu menahan beban yang ada. Bentuk
kerusakan pada buluh utuh dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25 Bentuk kerusakan buluh utuh pada pengujian MOE dan MOR..Bila dikaitkan dengan jumlah buku, MOE pada ruas, dan MOE pada buku
bilah, maka rumus regresi yang dapat digunakan untuk menduga kekuatan MOE
buluh utuh adalah Y = 4507,09 + 18191,48 X1 – 021 X2 +0,34 X3, dengan Y
adalah MOE pada buluh utuh, X1 adalah jumlah buku, X2 adalah MOE pada ruas
bilah, dan X3 adalah MOE pada buku bilah. Namun dari ketiga faktor ini, tidak
ada faktor yang berpengaruh nyata terhadap MOE buluh utuh. Diduga masih ada
faktor lain yang lebih mempengaruhi kekuatan MOE buluh utuh.
4.3.2 Modulus of Rupture (MOR)
Tegangan pada batas patah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu
bahan pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya
kerusakan. Besarnya nilai MOR pada bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11 MOR buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, danujung bambu tali dan bambu ampel
JenisBambu Bentuk
Nilai MOR (kgf/cm2)Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Rata-
rataBuku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
TaliBilah 1.025 1.070 1.256 1.317 1.213 1414 1.216
Buluh 312 232 234 259
AmpelBilah 1.324 1.275 1.196 1.384 1.040 1126 1.224
Buluh 402 447 601 483
Berdasarkan Tabel 11, MOR pada bilah bambu tali berkisar antara 1.025-
1.444 kgf/cm2 dengan rata-rata 1.216 kgf/cm2. Pada bilah bambu ampel MOR
38
berkisar antara 1.040-1.284 kgf/cm2 dengan rata-rata 1.224 kgf/cm2. Sedangkan
rata-rata MOR pada buluh bambu tali adalah 260 kgf/ cm2 dan rata-rata MOR
pada bulug bambu ampel adalah 483 kgf/ cm2. Untuk mengetahui perbedaan
MOR pada masing-masing bagian bambu dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26 MOR bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.Dari Gambar 26 terlihat bahwa pada bilah dan buluh bambu tali dan ampel
memiliki kecenderungan pola yang sama dengan pola nilai MOE. Menurut
Nuryatin (2000), beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan
yang kuat antara nilai MOE dan MOR, sehingga pendugaan MOR dengan MOE
dapat dilakukan.
MOR buluh utuh juga bisa diduga dengan mengaitkan jumlah buku, MOR
pada ruas bilah, dan MOR pada buku bilah. Persamaan regresi yang dapat
digunakan untuk menduga MOR buluh utuh adalah Y = -286,70 + 153,05 X1 –
0,28 X2 + 0,56 X3, dengan Y adalah MOR pada buluh utuh, X1 adalah jumlah
buku, X2 adalah MOE pada ruas bilah, dan X3 adalah MOE pada buku bilah. Dari
ketiga faktor tadi, jumlah buku dan MOR pada buku bilah memberikan pengaruh
nyata, sedangkan MOR pada ruas bilah tidak berpengaruh nyata.
4.3.3 Tekan sejajar serat
Besarnya kekuatan tekan yang dialami bambu tergantung pada luasan
daerah tekan atau potongan melintang bambu yang ditekan. Tekan sejajar arah
serat pada batang perlu mempertimbangkan gejala terjadinya tekuk (buckling).
Besarnya nilai kekuatan tekan sejajar serat pada bambu tali dan ampel dapat
dilihat pada Tabel 12.
0300600900
1200150018002100
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel Tali Ampel
Bilah Buluh
MO
R (k
gf /
cm2 )
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
39
Tabel 12 Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung
JenisBambu Bentuk
Nilai Tekan sejajar serat (kgf/cm2)Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Rata-
rataBuku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
TaliBilah 347 379 302 508 339 412 381Buluh 408 467 446 481 472 500 462
AmpelBilah 328 400 518 543 428 486 451Buluh 529 544 464 511 498 395 490
Dari Tabel 12 terlihat bahwa besar kekuatan tekan sejajar serat pada bilah
bambu tali berkisar 302-508 kgf/cm2 dengan rata-rata 381 kgf/cm2 dan besar
kekuatan tekan sejajar serat pada buluh utuhnya berkisar antara 408-500 kgf/cm2
dengan rata-rata 462 kgf/cm2. Sedangkan pada bambu ampel besar nilai kekuatan
tekan sejajar serat pada bilah berkisar antara 328-543 kgf/cm2 dengan rata-rata
451 kgf/cm2 dan kekuatan tekan sejajar serat pada buluh utuhnya berkisar antara
464-544 kgf/cm2 dengan rata-rata 490 kgf/cm2. Perbedaan besar nilai kekuatan
tekan sejajar serat pada masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27 Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung.
Dari Gambar 27 terlihat bahwa kekuatan tekan sejajar serat bilah bambu
tali dan lebih kecil dibandingkan kekuatan tekan buluh utuhnya. Hal ini
dikarenakan pada buluh utuh bambu tali dan ampel memiliki kekuatan tekuk yang
lebih besar sehingga menyebabkan kekuatan buluh utuh bambu tali dan bambu
ampel lebih besar.
0
200
400
600
800
Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel Tali Ampel
Bilah Buluh
Teka
n Se
jaja
r Se
rat (
kgf /
cm
2 )
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
40
Selain itu, kekutan tekan bagian buku bambu tali dan ampel memiliki
kekuatan tekan lebih kecil dibandingkan pada bagian ruas. Pada buku, serat-serat
ini saling bertautan dan sebagian memasuki diafragma dan cabang-cabang.
Sebagai akibat dari diskontinyuitas ini buku-buku pada umumnya merupakan titik
terlemah dari batang bambu (Ghavami 1988 diacu dalam Habib 2010).
4.3.4 Tarik Sejajar Serat
Kekuatan tarik sejajar serat bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu
dalam hal kemampuannya untuk menahan gaya-gaya yang cederung
menyebabkan bambu itu terlepas satu sama lain. Besarnya kekuatan tarik sejajar
serat pada bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung
JenisBambu
Nilai tarik sejajar serat (kgf/cm2)Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung
Rata-rataBuku Ruas Buku Ruas Buku Ruas
Tali 756 2563 777 2954 1034 2941 1837Ampel 1056 2255 938 2256 1193 2555 1709
Dari Tabel 13 terlihat bahwa kisaran kekuatan tarik sejajar serat bambu tali
adalah 756 - 2954 kgf/cm2 dengan rata-rata 1837 kgf/cm2. Sedangkan pada bambu
ampel kekuatan tarik sejajar serat berkisar anrata 938 - 2.555 kgf/cm2 dengan rata-
rata 1.709 kgf/cm2. Perbedaan kekuatan tarik sejajar serat pada masing-masing
bagian dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28 Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
Tari
k Se
jaja
r Se
rat
(kgf
/ cm
2 )
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
41
Besarnya nilai kekuatan tarik pada bambu tali memiliki kecenderungan
yang yang serupa dengan nilai kecenderungan nilai MOE. Hal ini dikarenakan
luas proporsi vaskuler dan BJ bambu tali memiliki pola yang sama. Sedangkan
pada bambu ampel memiliki kecenderungan yang agak berbeda dengan pola MOE
namun pada bagian ruas bambu ampel memiliki pola yang sama dengan proporsi
luas vaskuler bambu ampel.
Kekutan tarik bagian buku bambu tali lebih kecil bila dibandingkan
dengan kekuatan tarik bambu ampel. Hal ini diduga disebabkan ikatan serabut
yang terjadi pada buku bambu ampel lebih kuat dibandingkan dengan ikatan
serabut pada bambu tali. Menurut Wangaard (1950) diacu dalam Nuryatin (2000)
menyatakan bahwa keteguhan tarik sejajar serat sangat tergantung pada kekuatan
serabut (sifat kohesi) dan dipengaruhi oleh dimensi kayu, elemen penyusun dan
susunannya dalam kayu. Kekuatan tarik terbesar akan diperoleh spesimen dengan
serabut lurus serta berdinding tebal. Serat miring akan mengurangi kekuatan tarik.
Menurut Liese (1980), pada bagian ruas (internode) memiliki sel-sel yang
berorientasi aksial. Sedangkan pada bagian buku (node), orientasi seratnya adalah
transversal interkoneksi. Hal ini dapat dilihat dari kerusakan contoh tarik sejajar
serat pada Gambar 29.
(a) (b) (c)Gambar 29 (a) Kerusakan uji tarik sejajar serat pada buku, (b) Kerusakan uji tarik
sejajar serat pada ruas bambu tali, (c) Kerusakan uji tarik sejajarserat pada ruas bambu ampel.
Dari Gambar 29 terlihat bahwa kerusakan pada contoh uji tarik sejajar
serat berupa buku (a), kerusakan terjadi tepat di tengah (buku). Sedangkan
kerusakan contoh uji tarik sejajar serat pada ruas tidak terjadi tepat di tengah.
Pada bambu tali, yang memiliki pangjang ruas rata-rata lebih besar dari panjang
contoh uji tarik sejajar serat, kerusan terjadi pada spanjang areal tertipis.
Sedangkan kerusakan contoh uji tarik sejajar serat pada ruas bambu ampel terjadi
42
pada buku. Hal ini dikarenakan rata-rata panjang ruas bambu ampel lebih pendek
dibandingkan pangjang contoh uji dan titik terlemah dari bambu berada di buku.
4.3.5 Geser Sejajar Serat
Kekuatan geser pada bambu lebih besar dibandingkan kekuatan geser pada
kayu. Besarnya nilai kekuatan geser sejajar serat pada bambu tali dan bambu
ampel dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Kekuatan geser sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung
JenisBambu
Nilai Tekan sejajar serat (kgf/cm2)Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Rata-
rataBuku Ruas Buku Ruas Buku RuasTali 74 86 70 88 70 96 81
Ampel 106 109 96 113 104 117 108
Dari Tabel 14 terlihat bahwa rata-rata kekuatan geser sejajar serat bambu
tali lebih kecil dibandingkan kekutan geser bambu ampel. Kekuatan geser sejajar
serat bambu tali sebesar 81 kgf/cm2, sedangkan kekuatan geser bambu ampel
sebesar 108 kgf/cm2. Perbedaan kekuatan geser sejajar serat pada masing-masing
bagian bambu dapat dilihat pada Gambar 30.
Gambar 30 Kekuatan geser sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagianpangkal, tengah, dan ujung.
Dari Gambar 30 terlihat bahawa kekuatan geser pada bagian ruas lebih
besar dibandingkan kekutan geser pada bagian buku. Hal ini diduga disebakan
oleh orientasi serat pada buku bambu memiliki orientasi yang transversal
interkoneksi. Selain itu, perbedaan kekuatan geser juga terjadi pada bagian
020406080
100120140160
Buku Ruas Buku Ruas
Tali Ampel
Ges
er S
ejaj
ar S
erat
(kgf
/ cm
2 )
Jenis dan Bagian Bambu
Pangkal
Tengah
Ujung
43
pangkal, bagian tengah, dan bagian ujung. Pada bagian ruas bambu tali dan bambu
ampel, kekuatn geser semakin meningkat dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga
disebabkan oleh proporsi luas vaskuler yang semakin besar dari bagian pangkal ke
bagian ujung. Sedangkan pada bagian buku bambu memiliki kecenderungan yang
berlawanan. Pada bagian buku bambu kekutan geser serat memiliki
kecenderungan semakin kecil dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga disebabkan
oleh perbedaar ikan serat yang terjadi pada buku bambu.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengamatan sifat anatomi menunjukkan vaskuler pada bambu tali dan
bambu ampel memiliki ikatan bertipe III dan IV. Jumlah vaskuler/ mm2
dan proporsi luas vaskuler bambu tali dan bambu ampel menurun dari tepi
ke dalam dan meningkat dari pangkal ke ujung.
2. Sifat fisis pada bagian ruas bambu tali cenderung baik buruk daripada
bagian buku, namun sifat fisis pada bagian ruas bambu ampel cenderung
lebih baik daripada bagian buku. Sedangkan sifat mekanis pada bagian
ruas bambu tali dan ampel lebih baik daripada bagian buku.
3. MOE dan MOR buluh utuh lebih kecil dibandingkan bilahnya, namun
kekuatan tekan sejajar serat buluh utuh lebih besar dibandingkan bilahnya.
MOE pada buluhutuh lebih kecil 109,67% dari bilahnya dan MOR buluh
utuh lebih kecil 228,69% dari bilahnya. Sedangkan kekuatan sejajar serat
buluh utuh lebih besar 14,53% dari bilahnya.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian terhadap sifat kimia bambu tali dan bambu
ampel pada bagian buku (node) dan ruas (internode) bambu agar
melengkapi hasil penelitian ini.
2. Perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh perlakuan pengawetan
tehadap sifat dasar bambu tali dan ampel.
3. Perlu dilakukan penelitian serupa terhadap jenis bambu yang berbeda agar
diketahui potensi diversivikasi kayu ke bambu ditinjau dari sifat fisis dan
mekanisnya.
45
DAFTAR PUSTAKA
ASTM. 2008. Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber.Serial Designation D 143-94. ASTM. Philladelphia.
Bachtiar G. 2008. Pemanfaat Buluh Bambu Tali Sebagai Komponene padaKonstruksi Rangka Batang Ruang [Disertasi]. Program Pasca SarjanIPB. Bogor.
Damayanti E. 2006. Sifat Fisik dan Mekanik Bambu untuk Penajo pada Sero doTanjung Pasir Tangerang [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan IPB. Bogor.
Dephut dan BPS. 2004. Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003. Jakarta.
Dransfield S, Widjaja EA. 1995. Plant Resources of South East Asia (PROSEA)No.7: Bamboos. Leiden: Backhuys Publisher.
Farrely D. 1984. The Book of Bamboo. Sierra Club Book. San Fransisco.
Frick H. 2004. Ilmu Kontruksi Bangunan Bambu. KANISIUS. Yogyakarta.
Ganie CN. 2008. Pengaruh Isian Mortar Terhadap Kuat Tekan Bambu Wulung[Skripsi]. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas IslamIndonesia. Yogyakarta.
Habib. 2010. Bambu. Diakses http://habib00ugm.wordpress.com/2010/06/05/bambu/ [16 Maret 2012].
Handoko J. 1996. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F TerhadapPersentase Tumbuh Stek Buluh Satu Buku bambu Ampel (Bambusavulgaris), Bambu Tali (Gigantochloa apus), dan Bambu Betung(Dendrocalamus asper) pada Kultur Air [Skripsi]. Fakultas PertanianIPB. Bogor.
Haris A. 2008. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Buluh Bambu SebagaiKonstruksi Menggunakan ISO 22157-1: 2004 [Skripsi]. FakultasKehutanan IPB. Bogor.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. UGM Press.Yogyakarta
IAWA. 2008. Ciri Mikroskopis untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. PusatPenelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Badan Litbang Kehutanan.Bogor.
ISO 22157-1: 2004 (E). Laboratory Manual on Testing Methods forDetermination of physical and mechanical properties of bamboo.Published Switzerland.
Krisdianto, Sumarni G., Ismanto A..2007. Sari Hasil Penelitian Bambu. Diakses.http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/1241
Lestari B. 1994. Hubungan Sifat Anatomi terhadap Sifat Fisis dan MekanisBambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) [Skripsi]. FakultasKehutanan IPB. Bogor.
46
Liese W. 1980. Anatomy of Bamboo. Dalam: Bamboo Research in Asia.Proceeding of a Workshop Held in Singapore, 28-30 May 1980.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. IPB Press.Bogor.
Nuryatin N. 2000. Studi Analisa Sifat-Sifat Dasar Bambu pada Beberapa TujuanPenggunaan [Tesis]. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
--------------. 2012. Pola Ikatan Pembuluh Bambu sebagai Penduga PemanfaatanBambu [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor
Pandit IKN, Hikmah R. 2002. Anotomi Kayu. Bogor. Yayasan penerbit FakultasKehutanan IPB. Bogor.
PKKI. 1961. Peraturan Kontruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI-1961. YayasanPenyelidik Masalah bangunan. Bandung.
Sastrapraja S, Wijaya E A, Prawiroatmojo S, Soenarko S. 1987. Beberapa JenisBambu. Peroyek Sumberdaya Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan.Bogor.
Setiadi A. 2009. Sifat Kimia Beberapa Jenis bambu pada Empat Tipe IkatanPembuluh [Skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Subiyanto B, Subyakto, Prasetya B, Sudiono. 1994. Pengembangan Papan BambuKomposit. Dalam Strategi Penelitian Bambu Indonesia. YayasanBambu Lingkungan Lestari. Bogor.
Sudarnadi H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya. Jakarta.
Surjokusumo S, Nugroho N. 1994. Pemanfaatan Bambu Sebagai BahanBangunan. Dalam Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan BambuLingkungan Lestari. Bogor.
Sutiyono. 2006. Bamboo Cultivation. Proceeding of the International Seminar onPalntation Forest Researech and Development in Yogyakarta. Campus ofFORDA. Bogor.
Wijaya EA, Mahyar UW, Utomo SS. 1988. Tumbuhan Anyaman di Indonesia.Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Winarno B, Waluyo EA. 2007. Potensi Pengembangan Hutan Rakyat denganJenis Tanaman Kayu Lokal. Departemen Kehutanan. Jakarta.
47
LAMPIRAN
48
Lampiran 1 Karakteristik bentuk batang bambu tali dan bambu ampel
JenisBambu Parameter
Bagian BambuPangkal Tengah Ujung
Maks Min Rata-rata St. Dev Maks Min Rata-rata St. Dev Maks Min Rata-rata St. Dev
Tali
DiameterPangkal
(cm)
Luar 9,94 9,24 9,47 0,40 9,17 8,44 8,84 0,37 8,92 7,32 7,98 0,83
Dalam 7,43 7,24 7,35 0,10 7,43 6,87 7,23 0,42 7,30 5,77 6,53 0,76
DiameterUjung(cm)
Luar 9,81 8,76 9,16 0,57 8,63 8,44 8,57 0,11 8,60 7,26 7,83 0,69
Dalam 7,65 6,68 7,07 0,51 7,11 6,58 6,84 0,26 7,27 6,13 6,53 0,64
Tebal(cm)
Pangkal 1,25 0,92 1,06 0,17 1,03 0,65 0,81 0,20 0,81 0,60 1,06 0,17Ujung 1,12 0,94 1,04 0,10 0,93 0,76 0,86 0,09 0,76 0,54 1,04 0,10
Taper(%)
Luar 0,48 0,13 0,31 0,17 0,54 0,00 0,28 0,27 0,32 0,06 0,15 0,15Dalam 0,55 -0,23 0,28 0,44 0,85 -0,24 0,39 0,56 0,38 -0,42 -0,01 0,40
Ampel
DiameterPangkal
(cm)
Luar 8,44 7,74 8,05 0,36 8,60 7,10 7,78 0,76 7,01 5,73 6,37 0,64
Dalam 6,91 5,55 6,08 0,73 7,23 5,84 6,42 0,72 5,91 4,75 5,33 0,58
DiameterUjung(cm)
Luar 8,12 7,39 7,77 0,37 8,12 6,59 7,45 0,78 6,53 4,94 5,73 0,80
Dalam 6,33 5,09 5,57 0,66 6,60 5,47 6,00 0,57 5,28 3,91 4,65 0,69
Tebal(cm)
Pangkal 1,10 0,76 0,98 0,19 0,73 0,63 0,68 0,05 0,55 0,49 0,52 0,03Ujung 1,26 0,90 1,10 0,18 0,85 0,56 0,73 0,15 0,63 0,49 0,54 0,07
Taper(%)
Luar 0,34 0,16 0,27 0,07 0,51 0,00 0,33 0,28 0,79 0,48 0,64 0,16Dalam 0,58 0,46 0,51 0,07 0,62 0,24 0,41 0,20 0,83 0,58 0,68 0,13
48
49
Lampiran 2 Data hasil pengamatan sifat anatomi bambu tali dan bambu ampel
Parameter JenisBambu
BagianBambu
Posisi BambuPangkal Tengah Ujung
Luar Tengah Dalam Luar Tengah Dalam Luar Tengah Dalam
LuasPenampangfoto (mm2)
TaliBuku 8,44 12,01 12,01 5,99 5,99 12,02 9,15 11,99 12,02Ruas 8,99 12,01 11,99 5,98 5,98 12,01 5,13 5,13 10,68
AmpelBuku 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61Ruas 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61
Jumlahvaskulerbundel(buah)
Tali Buku 32 20 10 21 11 11 45 16 7Ruas 29 17 12 42 10 17 23 10 17
Ampel Buku 35 9 8 38 18 12 26 23 12Ruas 44 21 12 34 23 16 37 30 24
Jumlahvaskulerbundel
(buah/mm2)
Tali Buku 3,79 1,67 0,83 3,50 1,82 0,92 4,92 1,34 0,58Ruas 3,23 1,42 1,00 7,02 1,67 1,42 4,88 1,95 1,59
Ampel Buku 3,02 0,78 0,69 3,27 1,55 1,03 2,24 1,98 1,03Ruas 3,79 1,81 1,03 2,93 1,98 1,38 3,19 2,58 2,07
Diameterterkecil(mm)
Tali Buku 0,40 0,67 0,64 0,38 0,62 0,70 0,23 0,59 0,81Ruas 0,31 0,57 0,75 0,20 0,69 0,64 0,34 0,65 0,70
Ampel Buku 0,35 0,66 0,49 0,38 0,56 0,65 0,49 0,61 0,79Ruas 0,37 0,57 0,46 0,36 0,50 0,70 0,36 0,41 0,60
Diameterterbesar(mm)
Tali Buku 0,69 0,81 0,86 0,60 0,69 0,76 0,60 0,89 0,85Ruas 0,24 0,43 0,46 0,11 0,42 0,41 0,18 0,39 0,49
Ampel Buku 0,72 0,82 0,90 0,61 0,74 0,80 0,71 0,80 0,84Ruas 0,20 0,36 0,44 0,26 0,37 0,46 0,26 0,29 0,34
Luas rata-rata (mm2)
Tali Buku 0,17 0,32 0,50 0,20 0,33 0,42 0,16 0,44 0,71Ruas 0,24 0,43 0,46 0,11 0,42 0,41 0,18 0,39 0,49
Ampel Buku 0,23 0,43 0,45 0,21 0,32 0,39 0,29 0,36 0,52Ruas 0,20 0,36 0,44 0,26 0,37 0,46 0,26 0,29 0,34
Luas total(mm2) Tali Buku 5,56 6,36 5,05 4,26 3,59 4,63 6,98 6,99 4,94
Ruas 6,92 7,37 5,57 4,76 4,16 7,02 4,14 3,90 8,33
49
49
50
Lampiran 2 (Lanjutan)
Parameter JenisBambu
BagianBambu
Posisi BambuPangkal Tengah Ujung
Luar Tengah Dalam Luar Tengah Dalam Luar Tengah DalamLuas total
(mm2) Ampel Buku 8,06 3,88 3,63 7,88 5,77 4,70 7,48 8,38 6,28Ruas 9,01 7,51 5,34 8,75 8,59 7,36 9,45 8,73 8,26
Proporsi luas(%)
Tali Buku 65,85 52,94 42,05 71,20 59,95 38,52 76,29 58,30 41,11Ruas 77,04 61,37 46,49 79,60 69,54 58,44 80,82 76,02 77,98
Ampel Buku 69,44 33,39 31,30 67,89 49,74 40,42 64,49 72,19 54,10Ruas 77,61 64,69 45,97 75,38 73,99 63,42 81,40 75,20 71,18
Proporsi luasrata-rata (%)
Tali Buku 53,61 56,55 58,56Ruas 61,63 69,19 78,27
Ampel Buku 44,709 52,68 63,59Ruas 62,756 70,93 75,93
50
51
Lampiran 3 Data hasil pengujian KA, BJ dan kerapatan bambu tali dan bambu ampel
No. KodeRuas Buku BKU BKT Volume KA BJ Kerapatan
Tebal Pj Lb Tebal pj lb Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku1 2 1 2 3
1 TLP1 1,20 1,26 3,13 1,98 1,39 1,55 1,48 3,09 2,00 6,27 7,09 5,26 5,89 7,62 9,09 19,19 20,33 0,69 0,65 0,82 0,78
2 TLT1 0,75 0,76 3,14 2,03 1,12 1,23 1,06 3,02 1,97 4,32 5,82 3,68 4,86 4,80 6,75 17,55 19,77 0,77 0,72 0,90 0,86
3 TLU1 0,61 0,60 3,09 1,97 1,31 1,20 1,24 3,08 1,99 3,13 6,99 2,67 5,93 3,70 7,63 16,87 17,93 0,72 0,78 0,85 0,92
4 TLP2 0,99 0,99 3,12 1,95 1,17 1,22 1,12 3,14 2,00 4,51 5,94 3,77 4,92 6,00 7,35 19,45 20,83 0,63 0,67 0,75 0,81
5 TLT2 0,68 0,68 3,12 1,99 1,09 1,34 1,28 3,11 2,01 3,50 6,12 2,94 5,14 4,22 7,75 19,00 19,08 0,70 0,66 0,83 0,79
6 TLU2 0,62 0,60 3,13 1,88 1,02 1,11 0,93 3,14 2,01 3,06 4,75 2,61 4,05 3,55 6,44 17,21 17,27 0,74 0,63 0,86 0,74
7 TLP3 0,92 0,92 3,14 1,88 1,36 1,44 1,23 3,14 1,92 4,53 6,41 3,81 5,29 5,43 8,07 18,95 21,16 0,70 0,66 0,84 0,79
8 TLT3 0,78 0,71 3,12 1,99 1,04 1,16 1,01 3,11 2,11 3,82 5,96 3,27 5,02 4,61 7,04 16,70 18,69 0,71 0,71 0,83 0,85
9 TLU3 0,54 0,54 3,10 1,90 0,80 0,81 0,73 3,10 1,92 2,67 3,87 2,30 3,29 3,18 4,64 16,38 17,53 0,72 0,71 0,84 0,83
10 AMP1 0,91 0,91 2,92 2,08 1,24 1,40 1,18 3,19 2,01 3,93 6,92 3,36 5,71 5,53 8,17 16,96 21,20 0,61 0,70 0,71 0,85
11 AMT1 0,65 0,66 3,11 1,96 0,83 1,15 1,00 3,11 2,03 2,76 4,49 2,34 3,83 3,97 6,24 17,66 17,37 0,59 0,61 0,70 0,72
12 AMU1 0,53 0,54 3,14 2,03 0,61 0,74 0,67 3,11 1,96 2,47 3,48 2,13 3,00 3,40 4,11 16,26 16,06 0,63 0,73 0,73 0,85
13 AMP2 0,94 0,94 3,06 2,05 1,43 1,53 1,19 3,09 2,15 4,96 8,45 4,14 7,06 5,90 9,19 19,62 19,66 0,70 0,77 0,84 0,92
14 AMT2 0,71 0,71 3,18 1,99 0,94 1,06 0,85 3,21 1,97 3,36 5,32 2,90 4,43 4,50 6,00 15,91 19,96 0,64 0,74 0,75 0,89
15 AMU2 0,53 0,53 3,13 2,02 0,84 1,01 0,62 3,14 2,12 2,47 4,60 2,14 3,94 3,35 5,47 15,37 16,59 0,64 0,72 0,74 0,84
16 AMP3 1,08 1,09 3,11 2,07 1,16 1,42 1,35 3,25 2,08 6,49 8,88 5,55 7,59 6,98 8,84 17,03 17,00 0,80 0,86 0,93 1,00
17 AMT3 0,74 0,72 3,15 1,91 0,95 1,17 0,96 3,13 2,05 3,53 5,82 3,06 5,02 4,40 6,56 15,68 15,88 0,70 0,77 0,80 0,89
18 AMU3 0,51 0,51 3,14 1,91 0,78 0,96 0,79 3,03 2,12 2,44 4,63 2,10 3,96 3,04 5,41 16,42 17,02 0,69 0,73 0,80 0,86
Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel,P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung,pj = Panjang, lb = Lebar,1, 2, 3 = urutan contoh uji .
51
52
Lampiran 4 Data hasil pengujian penyusutan dimensi bambu tali dan bambu ampel
No. KodeRuas Buku Penyusutan
Sebelum Oven (KU) Setelah Oven (KT) Sebelum Oven (KU) Setelah Oven (KT) Ruas BukuTebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar
1 TLP1 1,21 1,98 1,175 1,875 1,51 2,00 1,45 1,93 2,89 5,30 3,98 3,502 TLT1 0,765 2,025 0,725 1,915 1,18 1,97 1,15 1,87 5,23 5,43 1,98 5,083 TLU1 0,625 1,97 0,575 1,89 1,24 1,99 1,16 1,89 8,00 4,06 6,47 5,034 TLP2 1 1,945 0,95 1,86 1,22 2,00 1,17 1,89 5,00 4,37 4,09 5,675 TLT2 0,71 1,99 0,67 1,9 1,24 2,01 1,19 1,92 5,63 4,52 4,02 4,806 TLU2 0,62 1,875 0,585 1,815 1,04 2,01 0,98 1,89 5,65 3,20 5,45 6,147 TLP3 0,94 1,875 0,91 1,815 1,37 1,92 1,28 1,85 3,19 3,20 6,33 3,658 TLT3 0,75 1,985 0,72 1,9 1,12 2,11 1,06 1,99 4,00 4,28 5,34 5,699 TLU3 0,545 1,895 0,515 1,82 0,82 1,92 0,80 1,83 5,50 3,96 2,04 4,69
10 AMP1 0,91 2,075 0,88 1,975 1,27 2,01 1,26 1,90 3,30 4,82 0,53 5,7911 AMT1 0,65 1,96 0,6 1,86 0,99 2,03 0,94 1,93 7,69 5,10 5,07 4,9312 AMU1 0,54 2,03 0,52 1,945 0,72 1,96 0,70 1,86 3,70 4,19 2,33 4,9313 AMP2 0,96 2,045 0,915 1,95 1,41 2,15 1,35 2,04 4,69 4,65 4,48 5,1214 AMT2 0,725 1,99 0,685 1,91 0,93 1,97 0,90 1,89 5,52 4,02 3,58 4,2215 AMU2 0,52 2,02 0,5 1,915 0,80 2,12 0,77 1,81 3,85 5,20 4,17 14,6016 AMP3 1,09 2,065 1,055 1,97 1,33 2,08 1,27 1,95 3,21 4,60 4,50 6,4117 AMT3 0,74 1,91 0,705 1,82 1,03 2,05 0,95 1,94 4,73 4,71 7,47 5,3718 AMU3 0,515 1,91 0,49 1,815 0,83 2,12 0,78 1,98 4,85 4,97 6,05 6,60
Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel,P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung,1, 2, 3 = urutan contoh uji.
52
53
Lampiran 5 Data hasil pengujian pengembangan dimensi bambu tali dan bambu ampel
No. Kode Ruas Buku PengembanganSebelum perendaman Setelah Perendaman Sebelum perendaman Setelah Perendaman Ruas Buku
Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar1 TLP1 1,13 2,01 1,16 2,05 1,42 2,02 1,46 2,06 2,65 1,99 2,82 1,982 TLT1 0,785 2,035 0,815 2,075 1,10 1,99 1,13 2,01 3,82 1,97 2,11 1,003 TLU1 0,615 1,95 0,63 1,965 1,01 1,90 1,02 1,92 2,44 0,77 1,32 1,234 TLP2 1,01 2,04 1,055 2,15 1,21 1,98 1,24 2,02 4,46 5,39 2,47 2,025 TLT2 0,825 2,12 0,855 2,16 1,07 1,90 1,09 1,94 3,64 1,89 2,19 1,936 TLU2 0,59 2,075 0,61 2,115 0,94 1,87 0,97 1,91 3,39 1,93 3,18 2,147 TLP3 0,935 1,855 0,985 1,89 1,21 1,84 1,26 1,90 5,35 1,89 3,57 3,258 TLT3 0,805 2,085 0,85 2,125 1,07 2,00 1,10 2,02 5,59 1,92 2,80 1,009 TLU3 0,535 2,04 0,555 2,08 0,81 2,00 0,83 2,03 3,74 1,96 2,47 1,5010 AMP1 1,025 1,93 1,055 1,985 1,12 2,06 1,14 2,09 2,93 2,85 2,09 1,7811 AMT1 0,615 2 0,66 2,1 0,81 2,10 0,82 2,14 7,32 5,00 0,82 1,7512 AMU1 0,5 2,105 0,55 2,145 0,69 2,04 0,71 2,07 10,00 1,90 2,42 1,8013 AMP2 0,995 2,03 1,015 2,075 1,30 2,01 1,36 2,02 2,01 2,22 4,62 0,5014 AMT2 0,73 1,955 0,755 1,98 0,88 1,98 0,91 2,03 3,42 1,28 3,03 2,1815 AMU2 0,53 2 0,56 2,015 0,80 1,96 0,81 1,98 5,66 0,75 1,24 1,0216 AMP3 1,075 2,035 1,085 2,045 1,41 2,06 1,42 2,07 0,93 0,49 0,47 0,4917 AMT3 0,74 1,99 0,755 2,05 0,87 2,07 0,88 2,10 2,03 3,02 0,76 1,4518 AMU3 0,52 2,06 0,54 2,095 0,74 2,06 0,78 2,11 3,85 1,70 6,33 2,42
Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel,P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung,1, 2, 3 = urutan contoh uji.
53
54
Lampiran 6 Penurunan rumus MOE dan MOR pada pengujian one point loadingbuluh utuh
1. MOEMOE = ∆ ...................... (1)
I = π ( ) ..........................(2)
Substitusi persamaan (2) ke persamaan (1)MOE = ∆ π ( )MOE = ∆ π ( ) ...........(3)
2. MORMOR = ...........................(1)
Untuk 0 < X < LM = PL ...........................(2)
Untuk L < X < LM = 12 Px − P x − 12 LM = Px − Px + PLM = PL − PxM = P (L − x) ................(3)M terjadi saat x = LM menggunakan persamaan (2)atau persamaan (3)
55
Lampiran 6 (Lanjutan)M = 12 P X 12 LM = PL ..................(4)
Centroid pada buluh utuh berada pada DC = R ......................(5)I = π ( ) ......................(6)
Substitusi persamaan (4), (5), dan (6) ke persamaan (1)
MOR = 14 P L Rπ (R − r )4MOR =π ( ) ................(7)
Keterangan: MOE = keteguhan lentur (kg/cm2)
MOR = keteguhan patah (kg/cm2)
∆P = selisih beban (kgf)
∆y = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm)
Pmaks = beban maksimum (kgf)
L = panjang bentang (cm)
b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
π = 3,14
R = jari-jari luar
r = jari-jari dalam
56
Lampiran 7 Data hasil pengujian MOE dan MOR pada bilah dan buluh utuh bambu tali dan bambu ampel
No. KodeRuas Buku Span
(L)Δp/Δy P maks MOE MOR
Tbp Tbu Lebar Tbp Tbb Tbp Lebar Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku1 TLP1 1,12 1,12 2,08 1,06 1,46 1,01 2,01 28 67,99 62,85 74 72 126914 105035 1185 10922 TLT1 0,95 0,75 2,06 0,79 1,12 0,77 2,17 28 29,80 35,27 46 52 128723 125586 1310 12823 TLU1 0,61 0,65 2,04 0,56 0,90 0,64 2,01 28 14,28 18,06 33 31 153384 142165 1698 13144 TLP2 1,13 1,14 2,00 1,05 1,39 1,04 1,95 28 51,75 56,55 67 57 96693 102136 1082 9165 TLT2 0,68 0,71 2,11 0,80 1,17 0,81 1,97 28 19,40 32,59 28 46 150070 115113 1164 11516 TLU2 0,55 0,59 1,93 0,66 1,07 0,70 2,10 28 10,02 22,41 18 39 156853 110200 1246 11937 TLP3 0,87 1,01 1,91 0,88 1,27 0,84 1,95 28 36,65 38,31 38 49 126565 108540 943 10698 TLT3 0,75 0,78 1,98 0,68 1,14 0,76 2,04 28 23,17 29,70 41 47 144146 126802 1476 13369 TLU3 0,59 0,53 1,91 0,67 1,07 0,63 1,99 28 9,41 18,46 18 33 156386 103082 1300 1131
10 AMP1 0,82 1,04 2,05 1,02 1,38 0,96 2,03 28 33,45 56,15 40 69 111748 107870 939 113611 AMT1 0,72 0,61 2,02 0,60 0,96 0,61 1,97 28 12,58 13,85 20 23 116219 101949 948 92412 AMU1 0,53 0,52 2,01 0,50 1,22 0,49 1,92 28 7,13 10,46 17 20 134439 75600 1256 79113 AMP2 1,04 1,23 2,00 0,95 1,27 0,91 1,98 28 57,22 49,26 91 68 106268 119656 1472 131614 AMT2 0,77 0,95 2,08 0,71 1,11 0,68 2,08 28 23,70 22,00 49 43 97742 101273 1321 126915 AMU2 0,67 0,55 2,00 0,55 1,22 0,56 2,03 28 10,28 14,37 23 26 126126 82432 1291 88716 AMP3 1,14 1,17 2,04 0,99 1,42 0,94 2,08 28 60,94 66,40 92 94 105312 126398 1415 152017 AMT3 0,85 0,74 2,04 0,75 1,14 0,70 2,09 28 31,79 28,25 58 52 171280 115279 1884 139418 AMU3 0,66 0,66 2,08 0,48 0,68 0,50 2,15 28 7,31 10,02 18 23 67016 150294 830 1439
Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel,P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung,Tbp = Tebal bagian pangkal Tbb = Tebal bagian buku Tbu = Tebal bagian ujung,1, 2, 3 = urutan contoh uji.
56
57
Lampiran 8 Data hasil uji korelasi MOE buluh utuh dengan jumlah buku, MOE bilah pada ruas dan buku
SUMMARYOUTPUT
Regression StatisticsMultiple R 0.690222R Square 0.476406Adjusted R Square 0.16225Standard Error 29152.76Observations 9
ANOVADf SS MS F Significance F
Regression 3 3866449231 1288816410 1.516463 0.318531181Residual 5 4249417322 849883464.4Total 8 8115866553
Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%Intercept -48695.8 117840.8163 -0.413233379 0.69656 -351615.2205 254223.7 -351615 254223.7Jumlah Buku 38568.76 23581.05058 1.63558277 0.162854 -22048.26025 99185.78 -22048.3 99185.78MOE pada Ruas -0.28923 0.427052082 -0.677279375 0.528293 -1.387005892 0.808539 -1.38701 0.808539MOE pada Buka 0.457872 0.538711989 0.849938021 0.43416 -0.926931451 1.842675 -0.92693 1.842675
57
58
Lampiran 9 Data hasil uji korelasi MOR buluh utuh dengan jumlah buku, MOE bilah pada ruas dan buku
SUMMARYOUTPUT
Regression StatisticsMultiple R 0.78372R Square 0.614217Adjusted R Square 0.53155Standard Error 134.5074Observations 18
ANOVA
Df SS MS FSignificance
FRegression 3 403273.7 134424.6 7.429959 0.003251Residual 14 253291.3 18092.24Total 17 656565
Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%Intercept -286.697 238.3395 -1.20289 0.248966 -797.885 224.4903 -797.885 224.4903Jumlah Buku 153.0488 43.53881 3.515227 0.00343 59.66732 246.4303 59.66732 246.4303MOR pada Ruas -0.28022 0.132609 -2.11311 0.05303 -0.56463 0.004201 -0.56463 0.004201MOR pada Buka 0.56444 0.176007 3.206925 0.006333 0.186943 0.941936 0.186943 0.941936
58
59
Lampiran 10 Data hasil pengujian kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan bambu ampel
No. KodeRuas Buku Luas P maks Kekuatan Tarik
a b a b Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku1 TLP1 0,28 0,95 0,3 0,88 0,27 0,26 639 212 2403 8012 TLT1 0,27 0,9 0,37 0,91 0,24 0,34 669 233 2753 6933 TLU1 0,27 0,99 0,28 0,88 0,27 0,25 856 283 3202 11504 TLP2 0,28 0,81 0,36 0,85 0,23 0,31 552 183 2434 5995 TLT2 0,29 1,06 0,35 0,88 0,31 0,31 901 314 2931 10216 TLU2 0,28 0,95 0,41 1,02 0,27 0,42 716 444 2692 10627 TLP3 0,24 0,96 0,37 0,86 0,23 0,32 657 276 2852 8688 TLT3 0,29 1,07 0,43 0,92 0,31 0,40 986 244 3178 6169 TLU3 0,26 0,99 0,41 0,92 0,26 0,38 754 336 2930 89010 AMP1 0,29 0,94 0,36 0,83 0,27 0,30 771 379 2829 126911 AMT1 0,28 0,93 0,42 0,79 0,26 0,33 660 261 2536 78812 AMU1 0,29 0,84 0,44 0,79 0,24 0,35 657 399 2697 114813 AMP2 0,31 0,89 0,39 0,89 0,28 0,35 548 346 1988 99514 AMT2 0,26 0,92 0,38 0,88 0,24 0,33 408 246 1704 73715 AMU2 0,3 0,94 0,37 0,89 0,28 0,33 771 307 2736 93116 AMP3 0,3 1,06 0,42 0,88 0,32 0,37 620 334 1949 90417 AMT3 0,39 0,99 0,44 0,87 0,39 0,38 976 493 2528 129018 AMU3 0,31 0,85 0,36 0,87 0,26 0,31 776 469 2943 1499
Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel,P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung,a = Lebar terkecil, b = Tebal terkecil,1, 2, 3 = urutan contoh uji.
59
60
Lampiran 11 Data hasil pengujian kekutan tekan pada bilah dan buluh utuh bambu tali dan bambu ampel
No. Kode
Bilah Buluh Luas Pmaks Kekuatan tekanRuas Buku Ruas Buku Bilah Buluh Bilah Buluh Bilah Buluh
T L T L Diameter Diameter Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas BukuLuar Dalam Luar Dalam1 TLP1 1,14 1,98 1,58 2,00 9,92 8,01 9,77 7,32 2,26 3,17 26,91 32,90 1117 1177 12799 13858 495 371 476 4212 TLT1 0,91 2,09 1,29 2,22 9,59 7,88 9,41 7,58 1,90 2,86 23,47 24,40 902 757 10085 11026 476 264 430 4523 TLU1 0,72 2,09 1,27 1,85 7,31 5,76 7,65 6,13 1,61 2,34 15,92 16,44 847 949 8378 7942 528 405 526 4834 TLP2 0,98 1,95 1,37 1,98 8,85 6,90 8,69 6,72 1,92 2,71 24,09 23,80 694 960 11290 9552 362 354 469 4015 TLT2 0,81 2,31 1,24 2,10 8,24 6,81 8,51 6,71 1,86 2,61 16,90 21,47 894 644 7815 9191 480 247 462 4286 TLU2 0,60 2,02 0,98 2,10 7,94 6,68 7,22 5,87 1,21 2,05 14,46 13,93 409 721 6802 5808 337 351 470 4177 TLP3 0,97 1,91 1,26 2,03 8,83 7,08 8,85 6,80 1,85 2,57 21,91 25,11 766 815 10012 10110 413 317 457 4038 TLT3 0,74 2,08 1,16 2,03 8,79 7,27 8,78 6,99 1,51 2,37 19,14 22,16 857 931 10529 10147 569 393 550 4589 TLU3 0,63 2,07 0,84 1,93 7,17 5,97 6,67 5,39 1,29 1,63 12,40 12,17 478 423 6238 6295 370 260 503 51710 AMP1 1,00 2,06 1,33 2,03 6,37 5,18 7,71 5,50 2,04 2,69 10,77 22,95 953 1170 5881 11276 467 435 546 49111 AMT1 0,68 1,98 0,98 1,97 7,48 6,28 7,46 6,17 1,34 1,93 12,95 13,71 545 725 5999 5787 407 376 463 42212 AMU1 0,55 2,07 0,74 1,94 6,93 5,76 7,13 5,91 1,15 1,44 11,69 12,44 472 659 5022 5542 410 457 430 44613 AMP2 0,98 2,23 1,35 2,04 7,72 6,11 7,95 6,33 2,15 2,74 17,48 18,15 1206 1581 9730 9106 562 576 557 50214 AMT2 0,66 1,96 0,92 2,09 7,37 5,93 7,62 6,07 1,30 1,93 15,04 16,69 740 899 7596 8086 569 467 505 48415 AMU2 0,54 2,05 0,80 2,11 5,36 3,06 6,75 5,44 1,10 1,68 15,19 12,58 466 449 4003 6874 422 268 264 54616 AMP3 1,10 2,27 1,29 2,09 7,05 4,56 6,85 4,24 2,47 2,70 22,77 22,71 1480 1464 12079 13493 600 542 530 594
17 AMT3 0,83 1,96 0,97 2,23 6,84 5,37 6,94 5,11 1,69 2,17 14,06 17,29 819 957 7948 8381 484 442 565 485
18 AMU3 0,54 2,02 0,77 1,98 4,88 3,89 6,58 5,24 1,07 1,54 6,84 12,42 484 676 3372 6237 450 440 493 502
Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel,P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung,1, 2, 3 = urutan contoh uji.
60
61
Lampiran 12 Data hasil pengujian kekuatan geser buluh utuh pada bambu tali dan bambu ampel
No. Kode
Ruas Buku Luas P maks KekuatanGeser
1 2 1 2Ruas Buku Ruas Buku Ruas BukuTebal Tinggi Tebal Tinggi Tebal Tinggi Tebal Tinggi
1 2 3 1 2 1 2 3 1 21 TLP1 0,94 5,84 6,15 6,39 2,42 1,18 0,98 2,61 4,93 2,17 1,53 1,10 1,98 5,03 11,87 14,86 975 1016 82 682 TLT1 1,13 6,14 6,05 6,56 2,01 1,42 1,21 1,93 5,31 1,86 1,32 1,17 1,92 4,99 13,47 14,62 1076 988 80 683 TLU1 0,67 4,37 4,41 3,25 1,51 1,09 0,68 1,23 4,39 1,90 1,06 0,60 1,46 4,27 6,17 8,90 557 697 90 784 TLP2 1,10 6,49 6,09 7,33 2,01 1,49 1,25 1,72 5,07 1,80 1,41 1,17 1,69 6,14 14,46 16,04 1023 1161 71 725 TLT2 0,70 5,06 4,88 3,19 1,82 0,99 0,68 1,50 5,36 1,70 0,95 0,78 1,49 5,45 6,74 10,73 689 905 102 846 TLU2 0,65 4,79 5,14 3,25 1,88 1,13 0,63 1,21 5,01 1,93 1,05 0,63 1,56 5,08 6,37 10,42 606 654 95 637 TLP3 0,98 4,93 4,93 4,25 1,79 1,25 0,93 2,30 5,94 1,85 1,20 0,89 1,50 5,84 9,09 14,30 961 1147 106 808 TLT3 0,72 4,91 5,96 4,61 1,53 1,31 0,91 1,59 4,95 1,62 1,35 0,92 2,65 4,57 8,13 12,08 652 707 80 589 TLU3 0,54 3,89 4,39 2,67 1,44 0,97 0,55 1,63 4,73 1,56 1,26 0,53 1,63 4,72 4,76 9,35 483 653 102 7010 AMP1 0,96 5,74 5,80 6,46 1,84 1,50 1,11 1,38 5,49 1,92 1,08 0,90 1,26 5,56 11,94 13,83 1337 1678 112 12111 AMT1 0,62 5,61 5,56 3,01 1,33 0,77 0,57 0,96 5,07 1,26 0,96 0,57 1,51 5,49 6,50 8,48 582 768 90 9112 AMU1 0,64 3,46 4,38 2,49 1,69 1,00 0,56 1,02 4,65 1,71 0,91 0,57 1,20 4,55 4,68 8,24 465 647 99 7813 AMP2 0,72 5,09 4,81 3,94 1,71 1,29 0,84 1,56 5,83 1,75 1,02 0,73 1,47 5,34 7,61 12,32 760 1252 100 10214 AMT2 0,63 4,78 4,92 3,74 2,00 1,40 0,72 1,61 4,44 1,50 1,07 0,70 1,21 4,72 6,73 10,40 878 825 130 7915 AMU2 0,54 3,87 3,95 1,95 1,07 0,79 0,52 1,63 4,53 1,66 1,00 0,58 2,78 4,47 4,03 8,45 523 901 130 10716 AMP3 0,99 5,34 5,29 6,91 2,01 1,47 0,98 1,50 5,07 2,26 1,70 1,24 1,99 5,02 12,22 15,36 1401 2057 115 13417 AMT3 0,63 5,33 5,45 3,39 1,45 0,95 0,62 1,85 5,29 1,59 0,97 0,60 1,56 5,14 6,76 9,74 813 1153 120 11818 AMU3 0,55 3,63 3,68 2,18 1,48 0,77 0,57 1,25 3,52 1,37 0,87 0,60 1,22 3,88 4,18 6,23 507 788 121 126
Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel,P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung,1, 2, 3 = urutan contoh uji .
61
62
Lampiran 13 Anatomi bambu tali
Posis Bambu Dalam Inti Tepi
Pangkal
Buku
(a) (b) (c)
Ruas
(d) (e) (f)
Tengah
Buku
(g) (h)
Ruas
(i) (j)
Ujung
Buku
(k) (l) (m)
Ruas
(n) (0)
63
Lampiran 14 Anatomi bambu ampel
Posis Bambu Dalam Inti Tepi
Pangkal
Buku
(a) (b) (c)
Ruas
(d) (e) (f)
Tengah
Buku
(g) (h) (i)
Ruas
(j) (k) (l)
Ujung
Buku
(m) (n) (o)
Ruas
(p) (q) (r)
64
Lampiran 15 Dokumentasi penelitian
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(g) (h)(a) Penyiapan bambu,(b) Pengujian tekan sejajar serat pada buluh utuh,(c) Contoh uji geser sejajar serat,(d) Pengujian tarik sejajar serat,(e) Pengujian MOE dan MOR buluh utuh,(f) Pengujian MOE dan MOR bilah bambu,(g) Kerusakan pada pengujian MOE dan MOR bilah bambu,(h) Pengujian tekan sejajar serat pada bilah bambu.