ayat-ayat geologi dalam al-qur‟an -...
TRANSCRIPT
AYAT-AYAT GEOLOGI DALAM AL-QUR‟AN
(Studi Komparatif Tafsir Ilmi dan Teori Sains Modern)
Tesis
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Magister Agama Islam (M.Ag) Dalam Bidang Agama Islam
Oleh:
NIA AINIYAH
NIM: 215410622
Pembimbing:
Dr. H. Muhammad Ulinnuha, MA.
Dr. H. Ahmad Syukron, MA.
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PASCASARJANA MAGISTER
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
2020 M./1441 H.
1
AYAT-AYAT GEOLOGI DALAM AL-QUR’AN
(Studi Komparatif Tafsir Ilmi dan Teori Sains Modern)
Tesis
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Magister Agama Islam (M.Ag) Dalam Bidang Agama Islam
Oleh:
NIA AINIYAH
NIM: 215410622
Pembimbing:
Dr. H. Muhammad Ulinnuha, MA.
Dr. H. Ahmad Syukron, MA.
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PASCASARJANA MAGISTER
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
2020 M./1441 H.
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis persembahan kehadirat
Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan
lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan
salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi akhir zaman, Rasulullah
Muhammad SAW. Begitu juga kepada keluarganya, para sahabatnya, para
tabi‟in dan tabi‟i al-tabi‟in serta para umatnya yang senantiasa mengikuti
ajaran-ajarannya. Amin.
Penulisan tesis ini sebagai bagian dari tugas akhir penulis dalam
menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar magister dalam kajian Ilmu
Agama Islam program studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir pada Program
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta. Selanjutnya, penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak sedikit hambatan,
rintangan serta kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan dan motivasi
serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan tesis ini.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tidak
terhingga kepada
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA. Selaku Rektor Institut
Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta
2. Bapak Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana MA, Direktur Program
pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta
3. Bapak Dr. H. M. Ulinnuha, MA selaku pembimbing pertama penulis
yang telah memberikan bimbingan dan arahan demi terselesaikan tesis
ini.
4. Bapak Dr. H. Ahmad Syukron MA sebagai ketua/kepala prodi Ilmu
AlQur‟an dan Tafsir (IAT) Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-
v
Qur‟an (IIQ) Jakarta, sekaligus sebagai dosen pembimbing kedua
penulis.
5. Seluruh Dosen pascasarjana IIQ Jakarta yang telah memberikan
semangat dalam belajar sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas-
tugas sebagai mahasiswa.
6. Staf akademik, karyawan Perpusatakaan IIQ Jakarta, pimpinan dan
seluruh karyawan Perpustakaan Pascasarjana UIN Jakarta, pimpinan dan
karyawan perpustakaan Islam Iman Jama‟ serta pimpinan dan karyawan
pusat studi Al-Qur‟an yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan
kepada penulis untuk membaca dan melakukan penelitian dalam rangka
menyelesaikan tesis ini.
7. Kepada orang tua tercinta dan tersayang, Bapak dan Ibu, Ibu Siti
Muzayyanah dan Bapak Abdul Muhid tidak ada kata yang dapat penulis
sampaikan selain terimakasih yang sedalam-dalamnya atas segala kasih
sayang, support, do‟a, pengorbanan, dukungan moril dan materiil dan
bimbingan yang mereka berikan dengan keikhlasan dan kesabaran yang
tak terhingga.
Hanya do‟a yang dapat penulis persembahkan untuk keduanya.
8. Saudara-saudara tercinta, Nurul, Adib dan Aris
9. Ustadz H. Endang Husna Hadiawan dan Ibu Hj Arbiyah Mahfudz
Hadiawan selaku Pengasuh Pesantren Al-Qur‟an Nur Medina yang tidak
hentinya memberikan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini
meskipun beberapa tugas pesantren tidak dilaksanakan dengan baik.
10. Keluarga besar Pesantren Al-Qur‟an Nur Medina, Kakak-kakak dan
abang-abang yang senantiasa menemani perjalanan peneliti dikala suka
dan duka.
11. Keluarga besar MI MUmtaza Islamic School
vi
12. Teman-teman pascasarjana IIQ angkatan 2016 khususnya program studi
Ilmu Al-Qur‟an yang senasib dan seperjuangan
13. Ucapan ribuan terimakasih kepada seluruh pihak yang ikut terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu, semoga amal baik yang mereka berikan kepada penulis
mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT.
Dalam penulisan tesis ini berbagai upaya telah penulis lakukan untuk
memaksimalkannya agar menjadi karya ilmiah yang baik. Namun
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka tesis ini tentunya masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan saran dan kritik konstruktif dari para pembaca demi
karya yang lebih baik lagi.
Demikian skripsi ini peneliti persembahkan, semoga dapat memberikan
manfaat kepada peneliti khususnya dan semua pembaca pada umumnya.
Jakarta, 24 Mei 2020
Nia Ainiyah
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERSETUJUAN HASIL UJIAN TESIS ii
PERNYATAAN PENULIS iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vii
PEDOMAN TRANSLITERASI x
ABSTRAK xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Permasalahan 12
C. Tujuan Penelitian 14
D. Kegunaan Penelitian 14
E. Tinjauan Pustaka 15
F. Metode Penelitian 19
G. Sistematika Penulisan 25
BAB II. GEOLOGI DALAM PERSPEKTIF SAINS DAN AL-
QUR’AN
A. Sejarah Geologi dalam Perspektif Sains Modern dan
Islam
27
1. Pengertian Awal Tentang Geologi 27
2. Ruang Lingkup Geologi 30
3. Geologi Dalam Khazanah Islam 32
B. Gunung dalam Perspektif Sains dan Al-Qur‟an 40
1. Definisi dan Proses Pembentukan Gunung 40
2. Fungsi dan Peran Gunung 47
viii
3. Identifikasi Ayat-ayat Tentang Gunung 55
C. Laut dalam Perspektif Sains dan Al-Qur‟an 60
1. Definisi dan Proses Pembentukan laut 60
2. Identifikasi Ayat-ayat Tentang Laut 65
BAB III. PENAFSIRAN AYAT-AYAT GEOLOGI DAN
FENOMENA ALAM DI ERA MODERN
A. Penafsiran Ayat-Ayat tentang Gunung dalam Islam 72
1. Gunung Sebagai Pasak Bumi 72
2. Gunung Selalu Aktif dan Tidak Pasif 81
B. Penafsiran Ayat-Ayat tentang Laut dalam Islam 88
1. Segala Sesuatu Berasal dari Air 88
2. Pembatas Di Antara Dua Laut 94
3. Lautan Yang Berapi 100
C. Fenomena Alam tentang Gunung dan Laut dalam
Perspektif Sains Modern
104
BAB IV. ANALISIS TENTANG KESESUAIAN
PENJELASAN AYAT-AYAT GEOLOGI DALAM
AL-QUR’AN DENGAN TEORI SAINS MODERN
A. Kesesuaian Ayat tentang Gunung 115
1. Gunung Sebagai Pasak Bumi 115
2. Gunung Selalu Aktif dan Tidak Pasif 131
B. Kesesuaian Ayat tentang Laut 144
1. Segala Sesuatu Berasal dari Air 144
2. Pembatas Di Antara Dua Laut 154
3. Lautan Yang Berapi 167
ix
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan 179
B. Saran-Saran 181
DAFTAR PUSTAKA 182
BIOGRAFI 190
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
th : ط a : ا
zh : ظ b : ة
„ : ع t : ث
gh : غ ts : ث
f : ف j : ج
q : ق h : ح
k : ك kh : خ
l : ل d : د
m : و dz : ذ
n : ن r : ز
w : و z : ش
h : ي s : س
: ysء : ‟ ش
y : ي sh : ص
dh : ض
2. Vokal
Vokal tunggal Vokal panjang Vokal rangkap
Fathah :a أ: â ى ...´ : ai
Kasrah :i ى: î و ....´ : au
Dhammah :u و: û
xi
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
al-Baqarah : انبقسة
al-Madînah :انمديىت
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsyiah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال)
syamsyiah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang
digariskan didepan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
as-Sayyidah : انسيدة ar-Rajul : انسجم
ad-Dârimî :اندازمي asy-Syams :انشمس
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang (
◌ ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan
ini berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di
akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyah.
Contoh:
Âmannâbillâhi : آمىب ببلل
فهبء Âmana as-sufahâ‟u : آمه انس
Inna al-ladzîna : إن انريه
كع wa ar-rukka„i : وانس
d. Ta Marbûthah (ة)
Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na‟at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
al-Af‟idah : الفئدة
al-Jâmi„ah al-Islâmiyyah : انجبمعت الإسلاميت
xii
Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan
(diwashal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
Âmilatun Nâshibah„ : عبمهت وبصبت
الآيت انكبسي : al-Âyat al-Kubrâ
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan ejaan yang
disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,
seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: „Alî Hasan al-„Âridh, al-‟Asqallânî, al-Farmawî
dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur‟an dan namanama
surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur‟an, AlBaqarah,
Al-Fâtihah dan seterusnya.
xiii
ABSTRAK
Penelitian ini menemukan bahwa sebuah tafsir yang pada awalnya
dibangun berdasarkan asumsi bahwa Al-Qur‟an mengandung berbagai
macam ilmu, baik yang sudah diketahui maupun belum diketahui
mendapatkan konfirmasi dan legitimasi dalam penemuan sains modern. Hal
ini menunjukan bahwa penafsiran terhadap ayat-ayat saintifik dalam Al-
Qur‟an yang dilakukan mufasir mengacu pada dua macam pendekatan, yaitu
tekstual dan kontekstual. Pendekatan pertama dilakukan dengan cara
menemukan padanan arti dalam bahasa Arab dan mengaitkan konteks sosial-
historis ketika ayat tersebut diturunkan, sedangkan pendekatan kedua
dilakukan dengan cara mengaitkan perkembangan dan penemuan dalam
bidang ilmu sains modern.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
perbandingan tafsir dengan titik tekan pada penafsiran yang bersifat saintifik.
Pendekatan saintifik (saintific approach) digunakan untuk melihat fenomena
alami yang terdapat dalam Al-Qur‟an apabila disandingkan dengan
penemuan ilmiah oleh para saintis modern. Adapun sumber primer dalam
penelitian ini adalah tafsir Mafâtîḥ al-Ghayb, Al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qur’ân
dan Tafsir Ilmi Kemenag-LIPI. Sedangkan sumber sekunder adalah
penelitian yang memiliki relevansinya dengan penelitian ini dengan
dibandingkan dengan pandangan saintis modern yang berkaitan dengan lima
fenomena alam yang telah diteliti secara ilmiah.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama,
metodologi yang diterapkan ketiga tafsir menggunakan pendekatan tafsir
ilmi dengan menggunakan metode rasionalistik. Kedua, hasil penafsiran
yang dilakukan terhadap lima fenomena alam sebagaimana terdapat dalam
ketiga tafsir memiliki persamaan dan perbedaan yang tetap memiliki
relevansi dengan penelitian ilmiah. Ketiga, Persamaan antara ketiga tafsir
dan penemuan saintis modern terdapat dalam masalah fenomena gunung
sebagai pasak bumi dan segala sesuatu berasal dari air. Keempat, sedangkan
perbedaan antara ketiga tafsir dan penemuan saintis modern terdapat dalam
masalah fenomena gunung selalu bergerak dan tidak diam, pembatas di
antara dua laut, dan laut yang di bawahnya ada api. Kelima, terdapat
persamaan dan perbedaan di antara keduanya diakibatkan pendekatan
saintifik atau rasionalistik dalam tafsir menyesuaikan dengan pengetahuan
dan penemuan pada kurun waktu tertentu sedangkan kajian ilmiah tentang
fenomena alam selalu dinamis dan menemukan bentuk yang lebih akurat
sesuai dengan standar penelitian ilmiah di kalangan para saintis modern.
Kata Kunci: Tafsir Saintifik, Mafâtîḥ al-Ghayb, Al-Jawâhir fî Tafsîr al-
Qur‟ân, Tafsir Ilmi, Gunung, Laut.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an merupakan wahyu Allah yang memiliki kebenaran mutlak.
Kemutlakan kebenaran Al-Qur‟an dapat dilihat dari segi otentisitas ayat yang
diturunkan, bahasa yang digunakan, sampai materi yang dikandungnya.1
Materi yang dikandung dalam ayat-ayat Al-Qur‟an di antaranya berisi
tentang sejarah peristiwa terdahulu, kemukjizatan para Nabi, gaya dan diksi
bahasa, sastra, ilmu pengetahuan dan lainnya.2 Semua yang ada di dalam Al-
Qur‟an wajib diimani oleh orang yang beriman sebagai kebenaran yang
berasal dari Allah Swt. Namun demikian, manusia dituntut dalam Al-Qur‟an
untuk selalu dan senantiasa menggunakan akal untuk melihat tanda-tanda
kebesaran dan kebenaran Allah. Salah satu yang menarik dalam kajian tafsir
adalah menghubungkan kesesuaian ayat dalam Al-Qur‟an yang memiliki
muatan atau isi ilmu pengetahuan dengan fenomena alam yang mendapatkan
perhatian dari kalangan sainstis modern.
Ayat Al-Qur‟an banyak yang menceritakan tentang fenomena alam
seperti fenomena gunung sebagai pasak bumi (QS.al-Nabâ [78]:7), aktivitas
gunung dan bumi yang selalu bersifat dinamis (QS.al-Naml [27]:88), posisi
dan manfaat sentral dari air (QS.al-Anbiyâ [21]:30), lautan yang memiliki
potensi panas yang berada di bawahnya (QS.al-Furqân [25]:53) sampai pada
fenomena pembatas di antara dua lautan (QS.al-Thûr [52]:6). Semua
fenomena alam yang disebutkan tersebut juga mendapat perhatian khusus
dari kalangan saintis modern yang dianggap sebagai fenomena alam yang
1 Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2005), hal. 267. 2 A Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah (Jakarta: Paramadina, 2003).
2
masih menyimpan rahasia besar. Sehingga para saintis modern meneliti
dengan seksama tentang fenomena tersebut.3
Hasil dari penelitian dan kajian yang dilakukan oleh kalangan saintis
modern tentu mendapat legitimasi ilmiah karena dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip utama dalam ilmu pengetahuan yang menekankan pada
metode ilmiah. Kajian mereka atas peristiwa alam sering dipublikasikan
dalam bentuk buku atau jurnal bereputasi yang memiliki tingkat keilmiahan
tertinggi dan bergengsi. Sementara itu, ketika menafsirkan ayat Al-Qur‟an
yang berisi tentang fenomena alam, para ulama menjelaskannya dengan
bersandarkan pada kemampuan nalar mereka dalam memahami firman Allah
dengan melalui metode rasional (bi al-ra’y) dan berdasarkan kutipan dari
khazanah Islam seperti ayat Al-Qur‟an dan hadis Nabi (bi al-ma’tsur) dan
pendapat ulama (qawl al-‘ulama’).4
Pengamatan sekilas tentang metode yang digunakan oleh mufasir dan
saintis tentang fenomena alam terkesan berbeda dan akan menghasilkan
kesimpulan yang berbeda. Namun akan dilihat sebaliknya, bahwa banyak
kesesuaian yang dapat dilihat dari kesimpulan antara keduanya ketika
memandang tentang fenomena alam yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.
Hal ini dikarenakan manusia berusaha menemukan berbagai pendekatan
dalam upaya untuk menemukan pemahaman yang tepat dalam menyingkap
fenomena alam. Baik para mufasir maupun saintis sama-sama melakukan
pengamatan langsung terhadap fenomana alam kemudian dielaborasi dengan
penemuan-penemuan lain yang menghasilkan ilmu pengetahuan. Berbagai
macam pendapat yang menjelaskan fenomena alam tersebut dapat kita
3 Nadiah sering menyebut banyak kesesuaian pendapat dalam tafsir saintifik dengan
penemuan-penemuan ilmiah seperti proses pembentukan bumi, gunung dan laut. Lihat
selengkapnya dalam Nadiah Thayyarah, Buku Pintar sains dalam Al-Qur’an: Mengerti
Mukjizat Ilmiah Firman Allah (Jakarta: Zaman, 2013). 4 Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Quran dan Tafsir (Semarang: Pustaka Rizqi Putera,
2009), hal. 185.
3
temukan dalam beberapa teori yang dikemukakan oleh pakar khususnya
dalam ilmu geologi yang secara khusus membahas ilmu bumi dan unsur
pembentuknya. Penelitian ini berikhtiar untuk mencari kesesuaian antara
para mufasir dalam menafsirkan ayat Al-Qur‟an tentang fenomena alam
dalam ilmu geologi dan penemuan saintis modern yang berkaitan dengan hal
fenomena geologi yang ada di sekitar manusia yang dapat diamati dalam
aktivitas sehari-hari.
Bila dicermati, memang banyak ayat dalam Al-Qur‟an yang
memotivasi manusia untuk berpikir atau memfungsikan guna mengamati
fenomena-fenomena yang terdapat di alam raya ini termasuk juga
memfungsikan akal dan jiwa untuk memahami ayat Al-Qur‟an dengan segala
kebahasaannya, seperti menggunakan redaksi pada ayat afalâ tatafakkarûn,
afalâ ta’qilûn. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan kalau kemudian
Husein Nasr5 (lahir. 1933) menyatakan bahwa dalam perspektif Islam,
sebenarnya akallah yang memelihara manusia sehingga ia mengarah pada
jalan yang lurus. Namun perlu dikemukakan bahwa dalam Islam,
penggunaan akal tidak memiliki kebebasan mutlak. Sebagaimana yang
dikedepankan oleh Harun Nasution (w. 1998)6 bahwa penggunaan akal
tidaklah diberi padanya kebebasan mutlak agar para pemikir Islam tidak
keluar dari koridor yang telah ditetapkan oleh Al-Qur‟an dan Hadis dan
sebaliknya ia tidak pula dipasung atau diikat secara ketat agar pemikiran
Islam tetap dapat berkembang tanpa keluar dari ajaran Islam yang esensial.
Dengan situasi seperti itu maka Djohan Efendi menyatakan bahwa Al-
5 Husein Nasr adalah sosok pemikir Islam dan sosok ulama yang kharismatik serta
memiliki kepedulian dan daya kritis yang tinggi terhadap umat Islam. Beliau adalah seorang
filosof ilmu pengetahuan, teolog, sufistik dan tradisional perkembangan Iran. Hamza
Harun.blogspot.co.id, diakses tanggal 10 Mei 2017. 6 Harun Nasution adalah sosok filosof Muslim dari Sumatera Utara Pematangsiantar,
seorang pedagang dari Mandailing dan Qodhi pada pemerintahan masa Belanda, sekarang
beliau seorang ulama yang menguasai kitab kuning dengan berbahasa Melayu. Rumah
Dakwah Indonesia.blogspot.co.id
4
Qur‟an itu hendaknya dibedah dan ditelaah secara kritis, dikupas dan dicarik
secara serius dengan menggunakan sarana ilmu pengetahuan modern yang
berkembang dewasa ini. Jangan dibiarkan Al-Qur‟an hanya untuk dibaca dan
dihafal namun kering makna penalaran, gersang ide dan inspirasi, miskin
perspektif dan alternatif.7
Tafsir merupakan karya manusia dan hasil pemahamannya terhadap
kalam Ilahi. Menafsirkan Al-Qur‟an berarti manusia telah menangkap ide,
gagasan dan makna yang terkandung dalam ayat. Karena ia hasil karya
manusia, maka penafsiran Al-Qur‟an diwarnai dengan pemikiran
mufasirnya, komentar dan ulasannya mengenai suatu ayat merupakan
manifestasi dari apa yang sedang ada dalam pikirannya.
Karena tafsir merupakan karya manusia yang selalu diwarnai pikiran,
mazhab dan atau disiplin ilmu yang ditekuni oleh mufasirnya sehingga
berkembangnya kitab-kitab tafsir sesuai dengan corak pemikiran dan
mazhab, hal inilah yang disebut dengan latar belakang mufasir. Salah satu di
antaranya adalah corak tafsir „ilmi8, shufi, falsafi, fiqih, dan adabi ijtima‟i.
9
Pandangan ulama terhadap tafsir sains terbagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah kelompok yang melegalkan atau memperbolehkan
penggunaan tafsir sains, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok yang
melarang menggunakan tafsir sains. Kelompok pertama dengan landasan
pada surat Qâf [50] ayat 6; sebagaimana berikut:
ناها وزي ناها وما لا من ف روج ماء ف وق هم كيف ب ن ي أف لم ي نظروا إل الس
7 Malkan, Dimensi Ilmiah dalam Tafsir Al-Sha’rawi (Ciputat: Mazhab Ciputat,
2016), hal. 8-11. 8 Tafsir sains menurut pandang ulama adalah mengungkap makna ayat-ayat Al-
Qur‟an atau hadis yang kebenarannya didukung oleh teori-teori ilmu alam. Lihat Muzammil
Imran, Dhiyaut Taysir, 9 Kadar M.Yusuf, Studi Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 158.
5
„Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas
mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan
langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun?‟ (QS. Qâf [50]:6).
Di antara ulama tafsir yang memperbolehkan adalah Syaikh Thanthâwî
Jauharî, al-Ghazâlî, al-Suyûthî, Fakhr al-Dîn al-Râzî al-Râzî. Menurut Al-
Ghazâlî bahwa segala macam ilmu pengetahuan baik yang terdahulu maupun
yang kemudian, baik yang sudah diketahui dan belum diketahui semua
bersumber dari Al-Qur‟an.
Adapun ulama yang kontra dengan tafsir ilmu berargumen bahwa
mereka khawatir melenceng dari maksud asal diturunkannya Al-Qur‟an
sebagai petunjuk bagi manusia. Karena itu, jika kemudian diyakini bahwa
ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur‟an tidak bisa dipahami kecuali dengan
teori sains yang terus berkembang dari waktu ke waktu, itu sama saja
mendistorsi keyakinan yang telah final ini, karena teori ilmiah bersifat relatif
yang saat ini mendapatkan posisi kebenaran dan sangat mungkin kelak akan
dicampakkan.10
Selain itu Al-Qur‟an mengajak manusia untuk memperhatikan gunung-
gunung dalam QS. Al-Fâthir [35] ayat 27; disebutkan dalam firman-Nya
sebagaimana berikut :
ماء ماء فأخرجنا به ثرات متلفا ألوان ها ومن البال جد أل د بي ت ر أن الله أن زل من الس وحر متلف ألوان ها وغرابيب سود
„Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang
beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada
garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada
(pula) yang hitam pekat‟(QS.Al-Fâthir [35]:27).
10
Ahmad Quraisyi dan Achyat Ahmad, Menelaah Pemikiran Agus Musthofa
(Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2010), hal. 85-88.
6
Walau gunung sangat berfungsi bagi manusia dan kemanfaatan hidup
di bumi, tetapi sesekali Allah memperingatkan manusia melalui gunung.
Tidak mustahil karena keangkuhan pembuatan Kapal Titanic dan
kedurhakaan sebagian penumpangnya, sehingga Allah murka dan
mengakibatkan nahkoda kapal itu menabrak gunung es pada malam hari 14-
15 April 1912 M.11
Banyak dari ilmuan modern dari Islam yang membicarakan tentang
sains Islam yang bergiat melalui jurnalnya, meskipun gagasan-gagasan
mereka berbeda satu dengan yang lainnya. Kesemuanya berbagi kritik atas
sains modern. Yaitu secara singkat sains modern tidak dapat memuaskan
kebutuhan lahir dan batin umat Islam. Dalam pembahasan para penulis
tersebut ada upaya yang amat keras untuk menguliti dasar-dasar non-ilmiah
(metafisis,12
epistemologis13
) dalam sains modern.14
Para ulama Islam
mengoreksi mitos-mitos sains sebagai model ilmu yang paling handal yang
sepenuhnya rasional dan obyektif. Dari kritik-kritik itulah yang jika diterima,
kemudian menjadi argumen yang amat kuat untuk mengusung Islamisasi
atau penciptaan15
“sains Islam”.16
11
Quraish Shihab, Dia Di Mana-mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena
(Ciputat: Lentera Hati, 2008), hal. 71. 12
Terkait dengan tujuan ilmu pengetahuan dibangun atau dirumuskan. Lihat Agus
Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan (Bandung: Mizan, 2008),
hal. 190. 13
Cara bagaimana dan dengan apa kita mencapai ilmu pengetahuan yakni tangga
tujuan untuk mencapai ilmu atau sumber. Lihat Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi
Al-Quran yang Terlupakan, hal. 191. 14
Produk manusia dalam menyibak realitas. Berangkat dari pengertian ini maka sains
juga menjadi tidak tunggal atau dengan kata lain akan ada lebih dari satu sains, dengan
perbedaan makna realitas dan cara apa yang dapat diterima untuk mengetahui realitas
tersebut. Setiap bangunan ilmu pengetahuan atau sains selalu berpijak pada tiga pilar utama,
yakni pilar ontologis, aksiologis dan epistemologis. Lihat di Agus Purwanto, Ayat-ayat
Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan, hal. 188-189. 15
Mehdi Glosani, Filsafat-Sains Menurut Al-Quran (Bandung: Mizan, 2003), hal.
xii-xiii. 16
Tiga pilar sains Islam jelas harus dibangun dari prinsip Tauhid yang tersari dari
kalimat laa ilaaha illa Allah dan telah terdeskripsi dalam rukun iman dan Islam. Pilar
antologis yakni hal yang menjadi subjek ilmu, Islam harus menerima realitas material dan
7
Sains modern telah bergerak menuju deisme kepercayaan bahwa
Tuhan memulai alam semesta, tetapi kemudian membiarkannya berjalan
sendiri. Jika dianalogikan dengan jam, peran Tuhan hanyalah dibatasi hanya
pembuat jam belaka, setelah itu hanya diam dari kejauhan dan membiarkan
jam berjalan sendiri sampai rusak. Tuhan yang pensiun deus otiosus, karena
Tuhan tidak mempunyai pekerjaan lagi. Berbeda dengan tujuan sains Islam
untuk mengetahui watak sejati segala sesuatu sebagaimana yang diberikan
oleh Tuhan. Ia juga bertujuan untuk menyatukan hukum alam,
kesalinghubungan seluruh bagian dan aspeknya sebagai refleksi dari
kesatuan prinsip ilahi. Sains modern dan islami mengalami perdebatan yang
panjang. Jika epistemologi sains modern bersumber dari logika dan rasional
ilmiah serta observasi dan eksperimentasi, bahkan sains modern
mengabaikan dan menyangkal sebagai aspek metafisik, spiritual dan estetis
jagat raya. Maka sains Islam adalah bersumber pada wahyu Allah dan
sunnah yang mencakup segala ilmu termasuk ilmu pengetahuan modern
dengan petunjuk-petunjuk sains di dalamnya.17
Tidaklah mengherankan jika kaum muslimin sejak awal sejarah Islam
telah menunjukkan minat, gairah dan himmah yang kuat untuk mempelajari
ilmu geologi sebelum mereka beralih mempelajari ilmu selainnya. Selain itu,
berkat Al-Qur‟an para ilmuan muslim terbantu dan tidak pernah bekerja di
luar wilayah kerajaan Allah. Dan tidak perlu berputar pada rumus “evolusi
biologis-horisontal” seperti yang dilakukan oleh orang–orang sekuler untuk
mengisi kekosongan yang mereka ciptakan sendiri, karena menolak sebab
ilahiah di balik keteraturan alam semesta.18
non material. Lihat Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan,
hal. 189.
17
Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan, hal. 193. 18
Didin Hafidhuddin, Ensiklopedia Ilmu dalam Al-Quran (Bandung: Mizan, 2007),
hal. 1715.
8
Suatu ketika Napoleon Hill (w. 1883)19
menemui Pierre-Simon De
Laplace (w. 1827)20
kemudian berkata “Tuan Laplace, orang-orang
mengatakan kepada saya bahwa anda telah menulis buku besar mengenai
sistem alam semesta dan anda tidak pernah menyebut sang pencipta”.
Laplace memberi jawaban yang sangat terkenal, “saya tidak membutuhkan
hipotesis itu”. Jika sekedar hipotesis peran saja tidak diperlukan, maka jelas
musykil berharap kepada Tuhan menjadi tujuan dalam sains modern.21
Gunung atau Jabal sering disebutkan dalam Al-Qur‟an sebanyak 39
kali dengan sifat yang berbeda beda. Sebagaimana yang akan dijelaskan pada
bab ke ketiga dan empat pada pembahasan tafsir dalam perbandingan kajian
tafsir.
Perumpamaan pasak tampaknya tidak alami dari sudut pandang
temuan geologis abad terakhir. Gunung-gunung yang kita amati
dipermukaan bumi hanyalah sepenggal dari sastra yang sangat besar. Lapisan
di bawah permukaan bumi boleh jadi sampai sepuluh sampai lima belas kali
lebih besar dari pada bagian yang terdapat di atas permukaan. Selama ribuan
tahun, agama-agama terdahulu hanya takjub pada ketinggian gunung.
Namun, Al-Qur‟an mementahkan kekaguman mereka. Akar gunung
merupakan tempat mengalirnya magma, gas, dan produk-produk material
lainnya. Oleh karena itu gunung befungsi sebagai pasak untuk
meminimalkan guncangan litosfer ketika bergerak. Seperti yang telah
19
Napoleon Hill adalah seorang penulis Amerika Serikat yang beraliran pemikiran
baru yang menjadi salah satu produser genre sastra kesuksesan pribadi modern pertama.
Lihat Briley, Richard Gaylord, 1995, “The Seven Spiritual secret of Succses”, hal.151,
Thomas Nelson Publishers, ISBN 0-7852-8083-9 20
De Laplace adalah seorang ahli matematika dan astronom Prancis yang terkenal
dengan teori bahwa bumi dengan jutaan tahun yang terpisah oleh matahari dan secara
perlahan kulit mengering dan mengeras. 21
Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan, hal. 191.
9
dikatakan oleh Dr. Frank Press “The Mountain play an important role in
stabilizing the crust of the earth”.22
Beberapa kali menggunakan kata gunung dengan kata rawâsiya yang
bermakna gunung tetap yang menguatkan yakni pasak agar bumi tidak
bergerak dan berguncang serta memporak-porandakan bumi. Sehingga
perbedaan penggunaan rawâsiya dengan jabal dalam Al-Qur‟an terletak
pada maknanya.23
Hal ini dikuatkan bahwa bumi itu bergerak diakibatkan gunung yang
bergerak, dan jelas gerakan gunung mengikuti gerakan awan dengan gerakan
yang sangat tenang dan pelan sehingga bumi berputar dan bergerak dengan
teratur selama 23 jam dan 56 menit. Masyarakat Hindu kuno percaya bahwa
bumi itu bertahan pada sesuatu masa yang disebut “baqaratul um” yakni
masa sebelum bumi mengalami gempa. Adapun masyarakat Yunani mereka
percaya bahwa bumi itu tetap dan percaya bahwa matahari berputar
mengelilingi bumi, kepercayaan ini tetap berjalan sampai datang ilmu falak
yang dipopulerkan oleh Galileo (1564-1642) menjelaskan bahwa bumi
berputar sekitar matahari.24
Selain mengajak manusia untuk memperhatikan penciptaan gunung,
Allah juga mengajak manusia untuk memperhatikan penciptaan air atau laut.
Antara penciptaan gunung dan laut memiliki signifikansi pembahasan yang
sama yaitu sama-sama dapat dikategorikan dalam pembahasan ayat-ayat
geologis dalam Al-Qur‟an. Adapun ayat tentang laut yang dimaksud terdapat
dalam surat al-Furqân [25] ayat 53, yang berbunyi sebagai berikut:
ن هما ب رزخا وحجرا م را جو وهو الذي مرج البحرين هذا عذب ف رات وهذا ملح أجاج وجعل ب ي
22
Komaruddin Hidayat, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an (Bandung:
Mizan, 2008), hal. 186-187. 23
Samir Abdul Halim, Mukjizat Al-Qur’an (Beirut : Maktabah Al-Ihbab, 2000), hal.
41. 24
Hamid Najdi, Mukjizat Sains Al-Qur’an Al-Karim (Beirut: Jauhar al-Syam, 1414),
hal. 68.
10
„Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan);
yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin dan pahit; dan Dia
jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus‟ (QS.
al-Furqân [25]:53).
Pada ayat di atas secara jelas Allah menyebutkan bahwa Dia
menggerakkan dua buah laut yang berbeda, yang satu tawar dan yang lainnya
asin. Masing-masing bergerak berdampingan namun tidak mengalami
percampuran. Hal ini merupakan nikmat bagi umat manusia.
Berdasarkan penelitian, para ahli kelautan berhasil menyingkap adanya
batas antara dua lautan yang berbeda. Mereka menemukan bahwa ada
pemisah antara setiap lautan; pemisah itu bergerak di antara dua lautan dan
dinamakan dengan front (jabhah), hal ini dianalogikan dengan front yang
memisahkan antara dua pasukan. Dengan adanya pemisah ini setiap lautan
memelihara karakteristiknya sesuai dengan makhluk hidup yang tinggal di
lingkungan masing-masing. Di antara pertemuan dua laut itu terdapat
lapisan-lapisan air pembatas yang memisahkan antara keduanya.25
Dua contoh yang telah dijelaskan antara gunung dan laut di atas
memberi gambaran kepada kita bahwa ayat-ayat geologi dalam Al-Qur‟an
termasuk ke dalam ayat sainstifik karena mengandung interpretasi atau
penafsiran yang membutuhkan penjelasan dan pembuktian dari data-data
saintifik yang telah teruji. Dan kenyataannya adalah bahwa fenomena alam
yang terjadi dan diklaim baru ditemukan oleh para sarjana ternyata sudah
ditulis secara jelas di dalam Al-Qur‟an. Maka sudah tidak menjadi rahasia
bahwa banyak pula ulama ahli tafsir dari kalangan muslim yang memberikan
komentar sainstifik terkait dengan ayat-ayat geologis dalam Al-Qur‟an.
Mufasir klasik Islam yang mempunyai andil besar dalam menafsirkan
Al-Qur‟an dengan pendekatan tafsir ilmi adalah Fakhr al-Dîn al-Râzî (w.
25
Kementerian Agama, Samudra Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains (Jakarta:
Lajnah Pentashih Al-Qur‟an, Badan Litbang dan Diklat Kemenag, 2013), hal. 40.
11
1210 M.). Ia melakukan beberapa tafsiran yang berbasis pada ilmu
pengetahuan dalam tafsir Mafâtîḥ al-Ghayb.
Selain al-Râzî, mufasir pertengahan abad 20 yang menafsirkan ayat Al-
Qur‟an dengan pendekatan ilmu pengetahuan adalah ahli tafsir asal Mesir
yang bernama Thanthâwî Jauharî. Dalam Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur’ân al-
Karîm, ia mampu menafsirkan 750 ayat Al-Qur‟an dengan pendekatan ilmu
pengetahuan untuk menegaskan bahwa Al-Qur‟an lah yang lebih dahulu
mengungkapkan sains dengan penemuan terbaru oleh orang Barat sehingga
Al-Qur‟an adalah sumber segala ilmu. Jika ada penemuan terbaru itu hanya
rahmat dari Allah.
Negara Indonesia adalah negara yang paling banyak di kelilingi oleh
gunung-gunung dengan ragam gunung yang aktif dan pasif, dan memiliki
luas lautan terbesar di dunia. Wajar jika Kementrian Agama RI meluncurkan
pertama kali tafsir Al-Qur‟an yang berdasarkan tafsir sainstifik yang
bernama Tafsir Ilmi untuk lebih dekat dengan alam khususnya melalui Al-
Qur‟an.
Persoalan-persoalan yang ditampilkan di atas, menjadi hal menarik
untuk diteliti lebih lanjut. Setidaknya terdapat beberapa alasan mendasar
mengapa penelitian ini dilakukan: pertama, al-Râzî akan dijadikan sebagai
contoh paling awal dari seorang mufasir yang menggunakan pendekatan
tafsir ilmi. Kedua, merujuk pada hasil pemetaan tafsir Al-Jawâhir fî Tafsîr
Al-Qur’ân al-Karîm, eksistensi penafsiran sains ini urgen untuk diteliti lebih
lanjut, yakni sekitar 750 ayat yang ditafsirkan. Hal ini penting, karena tidak
diragukan lagi Thanthâwî termasuk syaikh di bidang tafsir sains. Ketiga,
dalam menjelaskan ayat sains, tafsir ilmi cukup mampu dan konsisten dalam
memaparkan penjelasannya. Keempat, sepanjang pengetahuan penulis,
belum ada yang melakukan kajian perbandingan tafsir sains terhadap
penafsiran sains ayat-ayat gunung dan laut dalam tafsir Mafâtîḥ al-Ghayb,
12
Al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qur’ân dan Tafsir Ilmi Kemenag RI. Kelima, telaah
sains terhadap penafsiran ayat perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana
eksistensi al-Râzî, Thanthâwî dan Kemenag terhadap sumber penafsiran
otentik dalam memaparkan sisi-sisi sains dalam tafsirnya.
Karena beberapa alasan tersebut, melalui penelitian ini, penulis ingin
mengkaji sains dalam Al-Qur‟an khususnya yang terkait dengan penafsiran
ayat-ayat gunung dan laut yang ada dalam khazanah tafsir Islam khususnya
dalam karya tafsir al-Râzî, Thanthâwî dan Kemenag RI. Selanjutnya penulis
akan mencoba menganalisis penafsiran tersebut dengan menggunakan
perspektif perbandingan antar tafsir ilmi dengan dipadukan dengan teori
sains modern.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berangkat dari kerangka dan latar belakang masalah, maka muncul
beberapa identifikasi sebagaimana berikut:
a. Al-Qur`an adalah teks multi interpretable.
b. Metodologi teori ilmu sains dan beberapa karya mufasir dengan
tafsir ilmi Kemenag RI.
c. Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi yang isyaratnya
ada dalam ayat Al-Qur‟an.
d. Gunung dan laut merupakan materi dari kajian geologi yang
termuat dalam beberapa ayat Al-Qur‟an
e. Penafsiran macam-macam ayat tentang fenomena alam dalam
karya beberapa mufasir meliputi penafsiran ayat-ayat tentang
gunung, laut dan berbagai peristiwa alam yang berkaitan
dengannya menjadi kajian menarik.
13
f. Teori sains (ilmu geologi) adalah landasan penelitian kami untuk
menjawab beberapa problematika fenomena alam dengan segala
teorinya untuk dikomparatifkan dengan Al-Qur‟an.
2. Pembatasan Masalah
Agar kajian dalam penelitian ini tidak terlampau luas dan melebar,
maka materi bahasan perlu dibatasi pada poin c, d, e yang mencakup masalah
berikut:
a. Kajian tentang geologi menerut perspektif Al-Qur‟an.
b. Penafsiran para ulama tentang gunung dan lautbeserta kejaidian
alam yang berkaitan dengannya.
c. Konklusi dan solusi penafsiran mufasir dalam memahami
fenomena alam dan antisipasi atas bahaya yang ditimbulkannya.
3. Perumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi acuan pembahasan mengenai ayat-ayat
geologi dalam Al-Qur‟an, penulis memberi rumusan masalah bahwa kajian
ini hanya menitikberatkan pada perbandingan dua teori sains modern dan
teori sains dalam Al-Qur‟an yang sama dalam ritme pembahasannya yakni
ilmu sains. Masalah utama dari kajian dan pembahasan ini adalah
“Bagaimana analisis ayat-ayat geologi dalam Tafsir Saintifik?”. Adapun
uraiannya dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan (research questions)
sebagaimana berikut:
1. Bagaimana metodologi dalam tafsir saintifik menjelaskan tentang
ayat-ayat geologi dalam Al-Qur‟an?
2. Apa persamaan dan perbedaan antara tafsir saintifik dalam
menjelaskan ayat-ayat geologi dalam Al-Qur‟an?
14
3. Bagaimana telaah kritis atas kesesuaian dalam tafsir saintifik
dalam menjelaskan ayat-ayat geologi dalam Al-Qur‟an dengan
penemuan sains modern?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana umumnya sebuah tindakan analisis yang dilakukan oleh
seseorang pasti memiliki arah dan tujuan tertentu. Maka demikian juga
dengan penulis yang memiliki arah dan tujuan dalam penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menguraikan metodologi dalam tafsir saintifik tentang ayat-ayat
geologi dalam Al-Qur‟an.
2. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan antara tafsir saintifik
dalam menjelaskan ayat-ayat geologi dalam Al-Qur‟an.
3. Menilai kajian atas kesesuaian dalam tafsir saintifik dalam
menjelaskan ayat-ayat geologi dalam Al-Qur‟an dengan
penemuan saintis modern.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun Signifikansi dan kegunaan yang diharapkan bisa dicapai dalam
penelitian ini secara teoritis adalah:
1. Penelitian ini diharapkan berguna untuk berkontribusi bagi
kegiatan tafsir Al-Qur‟an khususnya kajian sains dalam Al-
Qur‟an (tafsir ilmi).
2. Penelitian ini dapat dijadikan penelitian selanjutnya yang serupa
dengan mengembangkan pembahasan pada analisis, sehingga
dapat berkontribusi sedikit banyak pada bidang tafsir.
15
3. Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan
pengetahu-an ilmiah di bidang ilmu agama Islam dan tafsir.
Adapun kegunaan penelitian ini secara praktis adalah :
1. Penelitian terhadap ketiga tafsir di atas memang sudah banyak
dilakukan, tetapi dengan penelitian baru yang mengangkat sisi
berbeda dari sebelumnya, diharapkan akan menambah wawasan
baru pula terhadap ketiga tafsir dengan kaitannya dengan tafsir
ilmu, khususnya terkait penafsiran ayat-ayat geologi.
2. Dengan penelitian awal ini, diharapkan agar para peneliti lainnya
dapat merujuk hasil penelitian ini sebagai bahan tambahan dalam
pengkajiannya.
3. Dengan penelitian ini, diharapkan agar masyarakat khususnya
pengkaji ilmu semakin bijak dalam memandang setiap model
ataupun kecenderungan setiap karya tafsir.
E. Tinjauan Pustaka
Kajian kepustakaan pada dasarnya dilakukan untuk mendapatkan
gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan
penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya,
sehingga dapat dipastikan tidak terjadi pengulangan dalam penelitian
selanjutnya. Selain itu, kajian pustaka ini perlu dilakukan untuk mencari
celah atau peluang dari suatu penelitian yang akan dilakukan.26
Terkait dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yakni penelitian
tentang tafsir Mafâtîḥ al-Ghayb, Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur’ân al-Karîm,
dan Tafsir Ilmi Kemenag RI ini memang telah banyak dilakukan oleh para
peneliti terdahulu. Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapatkan
26
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal.
183-184.
16
beberapa penelitian yang memiliki sisi kajian yang sama, namun berbeda
pada sisi yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa
penelitian terdahulu yang berkaitan antara lain adalah:
Tesis Arif Rijalul Fikri, dengan judul “Tafsir Ilmi Kementrian agama
RI (Kajian Epistemologi Tafsir Ayat-ayat Kelautan” di Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Kalijaga 2016. Tulisan ini hanya membahas ayat-ayat kelautan
dalam Al-Qur‟an dengan pendekatan epistemologi tafsir ilmi Kementrian
Agama RI, namun penulis yang akan tulis adalah analisis perbandingan dari
tiga tafsir yang bercorak sains yaitu Mafâtîḥ al-Ghayb, Al-Jawâhir fî Tafsîr
al-Qur’ân dan Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI. Adapun kesamaannya
adalah analisis penulis menggunakan Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI,
untuk menjelaskan perbandingan interpretasi mufasir al-Râzî, Thanthâwî dan
Tafsir Ilmi.
Tesis ditulis oleh Fuad Taufiq Imran dengan judul “Konsep Gunung
dalam Kitab Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur‟ân al-Karîm (Perspektif Sains
Modern)” di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Agama UIN Walisongo
2016. Dalam penelitiannya Taufiq mengupas ayat-ayat gunung berikut
dengan tafsirnya meliputi fungsi gunung dan peran gunung. Titik perbedaan
dengan pembahasan di sini adalah terletak pada analisis kajian yang
digunakan, jika pembahasan ini dalam perspektif modern dalam tafsir Al-
Jawâhir fî Tafsîr al-Qur’ân maka pembahasan penulis menggunakan kajian
perbandingan antara tafsir Thanthâwî, al-Râzî, dan Tafsir Ilmi Kemenag RI.
Buku yang ditulis oleh Bambang Pranggono dengan Judul Sains
dalam Al-Qur’an, Menggali Inspirasi Ilmiah. Dalam buku ini penulis
menjelaskan sebagian dari sub judul kecil tentang gunung dalam Al-Qur‟an,
karena cakupan ilmiah dalam Al-Qur‟an cukuplah banyak maka kajian
gunung dalam buku hanya sekilas pengetahuan. Perbedaanya dengan
penulisan ini adalah bahwa penulisan sebelumnya mencakup segala aspek
17
ilmiah dalam Al–Qur‟an. Adapun persamaannya adalah penulis dahulu
dalam bukunya mengkaji sains ayat-ayat gunung.
Buku yang ditulis oleh Mardan dengan judul Wawasan Al-Qur’an
Tentang Malapetaka. Dalam buku ini penulis menjelaskan sebagian dari sub
judul kecil mengenai bencana alam (fenomena alam) dalam Al-Qur‟an,
karena Al-Qur‟an mencakup makna bencana sangatlah banyak maka kajian
fenomena alam terkait gempa bumi, gunung meletus dan tanah longsor
dalam buku ini hanya sekilas pengetahuan. Adapun perbedaannya dengan
penulisan ini adalah bahwa penulisan sebelumnya mencakup malapetaka
dalam Al-Qur‟an secara menyeluruh maka penulisan ini dibatasi hanya pada
fenomena alam tertentu dengan pendekatan dua teori yaitu teori sains dan
teori Al-Qur‟an.
Penelitian lain yang terkait adalah kumpulan tulisan yang diedit oleh
Kamarul Azmi Jasmi berjudul Geologi, Hidroogi, Oceanografi dan
Astronomi dari Perspektif Al-Qur’an. Dalam kumpulan tulisan tersebut
terdapat subtema dengan judul Al-Qur‟an dan Geologi. Jasmi
mengungkapkan bahwa konsep geologi yang terdapat dalam ayat Al-Qur‟an
memainkan peran penting bagi menjaga keseimbnagan bumi. Untuk
memperkuat statemen tersebut, Jasmi mengkaji beberapa tema seperti
gunung sebagai pasak, ciri fisik gunung, pergerakan gunung, dan
pembentukan gunung berapi di bawah laut. Jasmi kurang mengelaborasi
pendangannya tersebut dengan memadukan antara penafsiran ayat geologi
dalam Al-Qur‟an yang dilakukan oleh ulama dengan para pakar geolog
modern.27
Selanjutnya artikel yang ditulis Mohamad Athar “Buti Kebenaran Al-
Qur‟an dalam Beberapa bidang Ilmu Pengetahuan”. Dalam tulisan ini Athar
27
Kamarul Azmi Jasmi dan Noordyana Hassan, “Al-Qur‟an dan Geologi”, dalam
Geologi, Hidrologi, Oceanografi dan Astronomi dari Perspektif Al-Qur’an (Johor Bahru:
Universiti Teknologi Malaysia Press,2013 ), 1-19.
18
hendak membuktikan bahwa fakta ilmiah yang ada dalam ayat Al-Qur‟an
merupakan fenomena yang faktual dan mendapat pengakuan ilmiah dari para
ilmuan. Adapun obyek yang menjadi kajian Athar adalah fenomena lapisan-
lapisan atmosfer, fungsi gunung, pergerakan gunung, dan api di dasar laut.
Dalam tulisan ini, Athar kurang mengekpolrasi kajian ayat Al-Qur‟an dengan
pandangan ulama tafsir, sehingga tidak dapat membuktikan apakah
pemaknaan saintifik juga dilakukan oleh para ulama.28
Penelitian lain juga dilakukan oleh Sujiat Zubaidi Saleh yang berjudul
“Epistemologi Penafsiran Ilmiah Al-Qur‟an”. Dalam tulisan ini Saleh hendak
mencari epistemologi penafsiran dalam ayat-ayat Al-Qur‟an yang bernuansa
saintifik. Dalam kesimpulannya Saleh menjelaskan bahwa Al-Qur‟an
merupakan wahyu Allah yang bersifat mutlak kebenarannya, sedangkan
penasiran ilmiah atas ayat Al-Qur‟an bersifat temporar dan tidak mutlak.
Penemuan kekinian yang menunjukan keagungan dan kebenaran Al-Qur‟an
oleh bukti-bukti saintifik menunjukan bahwa di antara keduanya dapat
dipertemukan secara dialogis, namun semua tersebut tidak semata
menjadikan Al-Qur‟an sebagai kitab sains.29
Hal yang sama juga dilakukan oleh Binti Nasukah dalam penelitiannya
yang berjudul “Prospek Corak Penafsiran Ilmiah al-Tafsir al-„Ilmy dan al-
Tafsir bil al-„Ilmi dalam Menginterpretasikan dan Menggali Ayat-ayat ilmiah
dalam Al-Qur‟an”. Nasukah menjelaskan bahwa penjelasan yang dilakukan
oleh muifasir terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an yang menyimpan muatan ilmu
pengetahuan di dalamnya dapat digunakan sebagai sarana dakwah dalam
membuktikan kemukjizatan Al-Qur‟an. Selain itu, penjelasan terhadap ayat
28
Mohamad Athar, “Bukti Kebenaran Al-Qur‟an dalam Berbagai Bidang Ilmu
Pengetahuan”, dalam Tadrib, Vol. 17, No. 1 (Jan-Jun, 2019), hal. 83-110. 29
Sujiat Zubaidi Saleh, “Epistemologi Penafsiran Ilmiah Al-Qur‟an”, dalam
Tsaqafah, Vol. 7, No.1, (April, 2011), hal. 109-130.
19
Al-Qur‟an penting untuk mendorong para ilmuan dalam melakukan
penelitian ilmiah terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an.30
Dari kajian terdahulu yang penulis kemukakan dapat dilihat bahwa
penelitian ini memiliki signifikansi untuk menemukan metodologi tafsir yang
dilakukan oleh mufasir yang terkait dengan penafsiran terhadap ayat-ayat
saintifik dalam Al-Qur‟an. Dalam kaijan terdahulu tidak ada yang membahas
secara komprehensif terhadap bentuk penafsiran saintifik yang dibandingkan
dengan penemuan ilmiah para saintis modern, sebagaimana yang akan
penulis lakukan dalam penelitian ini.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian31
yang diterapkan dalam tesis ini adalah penelitian
kepustakaan (library research),32
dalam arti bahwa data yang menjadi obyek
penelitian merupakan bahan-bahan kepustakaan.33
Oleh karena itu, penelitian
ini lebih banyak mendasarkan pada bahan-bahan tulisan, telaah naskah atau
dokumen.34
Data yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah data-data
30
Binti Nasukah, “Prospek Corak Penafsiran Ilmiah al-Tafsir al-„Ilmy dan al-Tafsir
bil al-„Ilmi dalam Menginterpretasikan dan Menggali Ayat-ayat ilmiah dalam Al-Qur‟an”,
dalam Ta’dib, Vol.15, No.1, (Juni, 2010), hal. 17-38. 31
Dikutip dari George Theodorson dan Achilles G. Theodorson oleh Atang Abd.
Hakim dan Jaih Mubarok bahwa penelitian (research) adalah upaya sistematis dan obyektif
untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu,
penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah
pengetahuan. Lihat Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. Ke-2, hal. 55. 32
Penelitian kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.
Lihat Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), edisi ke-2, Cet. ke-1, hal. 3. 33
Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner (Yogyakarta:
Paradigma, 2010), hal. 36. 34
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental. Dokumen
yang berbentuk tulisan misalnya adalah catatan harian, biografi, dan lainnya. Lihat
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, hal. 240. Adapun penjelasan
lebih lanjut \mengenai metode penelitian naskah dan dokumentasi dapat dilihat dalam
20
terkait ayat-ayat kauniyyah (sains) dalam Al-Qur‟an di beberapa karya para
mufassir salaf, pertengahan dan kontemporer berikut dengan teori para ahli
hukum ilmu geologi.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam proses analisis data, penulis menggunakan dua pendekatan,
yakni pendekatan Sains dan ilmu pengetahuan Al-Qur‟an dalam tafsir dan
pendekatan sains atas keduanya dengan epistemologi ilmu geologi dalam Al-
Qur‟an.
Penelitian ini adalah penelitian terhadap penafsiran ayat-ayat sains
dalam tafsir beberapa tafsir Al-Qur‟an dan beberapa pendapat para pakar
ilmu pengetahuan sains terkait fenomena alam. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui sejauh mana Al-Qur‟an dan kajian teori para pakar
ilmu sains terkait fenomena alam konsisten terhadap sumber otentik dan
kaidah penafsiran yang telah ditetapkan oleh ulama. Oleh karena itu, pisau
analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan perbandingan tafsir
ilmi35
atas keduanya.
Selanjutnya, karena obyek dalam penelitian ini adalah ayat-ayat yang
terdapat dalam penafsiran ayat-ayat sains Al-Qur‟an. Maka, pendekatan lain
yang digunakan untuk menyelesaikan kinerja kritik perbandingan tafsir ialah
dengan pendekatan ilmu-ilmu sains (saintific approach).36
Secara
operasional, penelitian ini diawali dengan mengungkapkan beberapa
penafsiran ulama terhadap ayat Al-Qur‟an yang mengindikasikan terdapat
Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi (Jakarta: Yayasan Media Alo
Indonesia, 2001), hal. 30-43. 35
Tafsir ilmi adalah penjelasan atau perincian–perincian tentang ayat-ayat Al-Qur‟an
yang terkait dengan ilmu pengetahuan, khususnya ayat-ayat tentang alam dan realitas sosial.
Lihat di Nasaruddin Umar, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial (Jakarta: Amzah,
2007), hal. 47. 36
Yakni pendekatan untuk memahami ayat-ayat Al-Qur‟an melalui perspektif sains
dan ilmu pengetahuan, sehingga produk tafsir dengan pendekatan sains adalah disebut
dengan tafsir ilmi. Lihat di Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an
(Yogyakarta: Adab Press, 2012), hal. 136.
21
ayat-ayat saintifik dengan pendekatan bahasa dan konteks sosial-historis di
mana ayat tersebut diturunkan. Kemudian setelah mengetahui bentuk
penafsiran terhadap ayat tersebut oleh ulama kemudian akan dikonfirmasikan
kepada penemuan ilmiah yang dilakukan oleh para saintis modern yang
mempunyai pandangan yang sama dengan obyek kajian penafsiran para
ulama. Hasil perbandingan antara penafsiran ulama dengan para saintis
modern terhadap fenomena alam ini kemudian akan disimpulkan dalam
bentuk penelitian ini.
3. Sumber Data
Untuk mendapatkan data, maka penulis menggunakan sumber data
primer (primary resources) dan sekunder (secondary resources) yang
relevan dengan penulisan tesis ini. Untuk mendapatkan data primer, maka
teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah teknik pengumpulan
data analisis isi (content analysis). Sementara untuk mendapatkan data
sekunder, maka penulis melakukan teknik pengumpulan data di basis data.
Secara praktis, sumber data primer yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kitab Tafsir Mafâtîḥ al-Ghayb karya Fakhr al-Dîn al-Râzî al-Râzî,
Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur’ân al-Karîm karya Thanthâwî Jauharî, dan Tafsir
Ilmi Kementrian Agama RI. Sedangkan sumber lain yang merupakan sumber
data sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis ini seperti buku-buku
dan atau hasil penelitian tentang beliau dan karya tafsirnya. Buku-buku
terkait dengan Tafsir Ilmi dan ilmu pengetahuan modern juga menjadi bagian
urgen dalam melakukan penelitian ini. Tidak lupa terhadap buku-buku yang
berhubungan dengan ilmu-ilmu Al-Qur`an dan ilmu hadis.
22
4. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, maka
pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi.37
Teknik ini
biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai dokumen yang
berkaitan dengan penelitian melalui perpustakaan.38
Penelusuran kepustakaan penulis lakukan dengan sistem manual39
maupun dengan sistem komputerisasi.40
Sistem manual yang penulis maksud
adalah dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber di beberapa
perpustakaan terkait dengan penafsiran Fakhr al-Dîn al-Râzî al-Râzî,
Thanthâwî Jauharî dan Tafsir Ilmi Kementerian Agama, khususnya terkait
dengan data tafsir epistemologi ayat-ayat ilmi (gunung). Adapun sistem
komputerisasi adalah penulis mencari informasi terkait dari berbagai data di
internet. Setelah menemukan bahan, selanjutnya akan ditelaah secara intens
sehingga dapat membantu dalam memberi penjelasan terkait.
5. Analisis Data
Secara singkat, analisis data ialah menata, menyusun, dan memberi
makna pada kumpulan data.41
Pada definisi lain dijelaskan bahwa analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Cara
37
Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
observasi, interview (wawancara), kuisioner (angket), dokumentasi, dan triangulasi
(gabungan keempatnya). Lihat Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, hal. 225. 38
Bentuk dokumen ada yang berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental.
Contoh dokumen berbentuk tulisan yakni catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi,
dll. Lihat Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, hal. 240. 39
Yang dimaksud dengan sistem penelusuran secara manual ialah menemukan
kembali informasi yang pernah ditulis oleh orang lain mengenai suatu topik tertentu dengan
menggunakan terbitan tercetak seperti majalah abstrak, indeks, bibliografi, dan tinjauan
kepustakaan. Lihat Jusni Djatin, Penelusuran literatur (Jakarta: Universitas Terbuka, 1996),
hal. 281. 40
Cara penelusuran dengan komputer di antaranya meliputi; 1) Penelusuran dengan
akses langsung (online), 2) Penelusuran menggunakan CD-ROM (Compact Disk-Read Onli
Memory). Lihat Jusni Djatin, Penelusuran literatur, hal. 316. 41
Boy. S. Sabarguna, Analisis Data pada Penelitian Kualitatif (Jakarta: UI Press,
2008), hal. 31.
23
yang ditempuh adalah dengan mengelompokkan data ke dalam kategori,
menjabarkan secara detail, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting untuk dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.42
Adapun untuk menganalisis data pada penelitian ini, penulis
menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode deskriptif-analitis yaitu
penelitian yang menguraikan dan menganalisis data-data yang ada. Dengan
demikian penelitian ini tidak terbatas hanya pada pengumpulan data, namun
juga menganalisis dan menginterpretasi data guna memunculkan sebuah
gagasan baru.43
Penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh data yang kemudian
diolah dan disajikan secara deskriptif. Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif. Sementara penelitian analitis melanjutkan penelitian
deskriptif dengan studi analitik. Metode yang digunakan adalah metode
analitik kritis. Dalam studi analitik ini, biasanya dilakukan analisis yang
bersifat membandingkan, menghubungkan, dan mengembangkan model.44
Secara praktis, data-data yang sudah penulis kumpulkan kemudian
dilakukan interpretasi serta analisis mendalam. Data tersebut merupakan data
yang komprehensif mengenai biografi Fakhr al-Dîn al-Râzî Al-Râzî dalam
Mafâtîḥ al-Ghayb, Thanthâwî Jauharî dalam Al-Jawâhir. Selanjutnya,
penulis berusaha mendeskripsikan secara mendetail dan argumentatif
kemudian menganalisis dengan menggunakan perspektif Tafsir bil Ilmi
dalam menilai penafsiran epistemologi ayat-ayat kauniyah (gunung dan laut)
Al-Râzî, Thanthâwî dan Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI.
42
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2014), Cet. Ke-9,
hal. 89. 43
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), edisi ke-2, Cet. ke-1, hal. 7 44
Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, hal. 78
24
Dalam penelitian ini, penting untuk menganalisis secara ilmiah tentang
isi pesan suatu komunikasi melalui metode analisis isi atau content
analysis.45
Dengan analysis content ini, akan dilakukan analisis mendalam
terhadap makna yang terkandung dalam hadis-hadis tafsir epistemologi ayat-
ayat Kauniyyah (gunung dan laut) Al-Râzî, Thanthâwî, dan Tafsir ilmi
Kemenag untuk memudahkan menemukan sebuah kesimpulan yang sesuai
dengan data pada obyek penelitian.
6. Validitas Data
Untuk membuktikan penelitian ini adalah sebuah karya ilmiah yang
baik, maka dalam penelitian ini penulis melakukan validitasi data dengan
triangulasi.46
Triangulasi merupakan cara paling populer yang ditempuh
untuk mengawal kasahihan data penelitian. Triangulasi ini juga seringkali
disebut dengan istilah cross-check, yakni mengumpulkan dan mengecek data
dengan menggunakan beragam sumber, teknik, dan waktu.47
7. Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini pertama kali yang dilakukan adalah pencarian
ayat Al-Qur‟an yang di dalamnya terkait ayat-ayat fenomena alam. Langkah
berikutnya adalah setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dari
berbagai sumber pustaka, langkah penulis berikutnya adalah mengumpulkan
45
Penggunaan metode content analysis akan mampu menjadikan seorang peneliti
mahir dalam membuat prediksi yang benar-benar baik, dan melalui metode ini juga lebih
mampu manyajikan sebuah nuansa. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Yogyakarta: Rakersorasin, 1996), hal. 49 46
Triangulasi dapat diartikan sebagai ide bahwa melihat suatu hal dari beberapa
sudut pandang bisa meningkatkan keakuratan. Lihat W. Lawrence Neuman, Metodologi
Penelitian Sosial; Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, terj. Edina T. Sofia (Jakarta:
Indeks, 2013), hal. 186. 47
Beragam sumber digunakan lebih dari satu sumber untuk memastikan apakah
datanya benar atau tidak. Beragam teknik berarti penggunaan berbagai cara secara
bergantian untuk memastikan apakah datanya memang benar. Cara yang digunakan adalah
wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen. Beragam waktu berarti memeriksa
keterangan dari sumber yang sama pada waktu yang berbeda, pagi, siang, sore, atau malam.
Lihat Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Andi, 2014), hal. 76.
Bandingkan dengan Nusa Putra, Penelitian Kualitatif; Proses dan Aplikasi (Jakarta: Indeks,
2011), hal. 189.
25
semua buku-buku tentang sains dalam Al Qur‟an dan ulumul Qur‟an serta
artikel, jurnal sebagai acuan primer, dan sejumlah buku-buku yang masih ada
kaitannya dengan obyek penelitian seperti buku-buku atau kitab tafsir dari
masa ke masa dan sumber-sumber pengetahuan teori ilmiah terkait fenomena
alam dengan pendekatan historis-filosofis.48
Berikutnya dengan ensiklopedia serta buku-buku rujukan yang relevan
dengan obyek pembahasan yang akan dibahas, sebagai acuan sekunder.
Kemudian data-data tersebut akan dianalisis dan diklasifikasi untuk
menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan dalam suatu
pembahasan yang berdasarkan metode deskripsi analisis. Langkah yang
terakhir adalah analisis perbandingan mufassir dalam menafsirkan ayat-
ayat sains dalam Al-Qur‟an dengan menitikberatkan pada aspek ayat-ayat
tentang fenomena gunung dan laut. Hal ini dimaksud agar mendapat
informasi secara lengkap dan utuh untuk menemukan titik terang dari
kesimpulan yang akan penulis ambil secara sempurna dan ilmiah.
8. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan tesis ini penulis mengacu pada buku
Pedoman penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh IIQ
Jakarta Press pada tahun 2013 dan diterbitkan oleh Institut Ilmu Al-Qur‟an
Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan terbagi menjadi lima bab. Bab pertama berisi
tentang latar belakang masalah yang berisi tentang masalah-masalah seputar
kesesuaian antara pandangan mufasir Islam terhadap fenomena alam dengan
penemuan sains modern. Dalam bab ini juga akan diterangkan tentang
48
Metode yang menelaah sumber-sumber yang berisi informasi pada masa lampau
yang dilaksanakan secra sistematis, yaitu penelitian yang bertugas mendeskripsikan gejala
tetapi yang bukan terjadi pada saat penelitian dilakukan. Lihat di Nurul Zuriah, Metodologi
Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 51.
26
metode yang digunakan dalam penelitian serta kajian terdahulu yang relevan.
Selanjutnya bab ini akan menyajikan tentang sistematikan pembahasan
dalam penelitian.
Bab dua berisi tentang definisi geologi menurut beberapa sarjana baik
klasik maupun kontemporer. Setelah itu akan dijelaskan beberapa aspek
kajian dari geologi termasuk di dalamnya ilmu tentang gunung dan laut. Pada
bab ini juga akan memberi definisi tentang gunung dan laut dalam perspektif
sains dan Al-Qur‟an. Bab dua ini merupakan kerangka teori yang akan
digunakan untuk menganalisis pada bab-bab selanjutnya yang terkait dengan
pembahasan gunung dan laut dalam perspektif sains dan Al-Qur‟an.
Bab tiga berisi tentang pandangan dalam tafsir saintifik tentang
denomena alam, yang terdiri dari pembahasan gunung sebagai pasak bumi,
gunung selalu bersifat dinamis, air sebagai sumber kehidupan, pembatas di
antara dia lautan dan fenomena laut yang di alamnya terdapat api yang
menyala dan panas. Pada bab ini juga akan diterangkan tentang pandangan
sains modern tentang fenomena di atas.
Bab empat berisi tentang analisis-analisis yang telah dikemukakan
dalam tafsir saintifik yang telah dijelaskan dalam bab ketiga. Kemudian akan
membandingkannya dengan fakta positifistik yang akan dicek kevalidannya
dengan data saintifik melalui ilmuan modern.
Pada bab V hasil penelitian ini akan diberikan kesimpulan sebagai
jawaban atas bagaimana penjelasan ayat-ayat tentang fenomena alam yang
berkaitan dengan gunung dan laut dengan pendekatan dua teori yakni sains
dan Al-Qur‟an dan bagaimana perbandingan interpretasi keduanya dalam
menafsirkan ayat-ayat sainstifik dalam Al-Qur‟an meliputi persamaan atas
keduanya. Kemudian dalam bab ini akan diakhiri dengan penutup dan saran-
saran.
27
179
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Penafsiran terhadap ayat-ayat geologi dalam Al-Qur‟an yang dilakukan
oleh Fakhr al-Dîn al-Râzî dalam Mafâtîḥ al-Ghayb, Thanthâwî Jauharî
dalam Al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qur’ân, dan Tafsir Ilmi Kemenag-LIPI
menunjukan bahwa metode yang digunakan dalam penafsiran adalah
tafsir bi al-ra’y dengan dipadukan dengan tafsir bi al-ma’tsûr. Dalam
melakukan penafsiran seorang mufasir berusaha untuk memadukan
pemahaman keagamaan dalam khazanah klasik dengan penemuan-
penemuan ilmu pengetahuan yang berkembang pada zamannya. Sehingga
menunjukan bahwa penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an selalu
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di mana seorang mufasir hidup.
Selain itu, penafsiran terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena
alam, penafsiran seorang mufasir sangat dipengaruhi oleh penemuan-
penemuan saintis yang berkembang dalam ilmu perkembangan terbaru.
Walaupun Al-Qur‟an bukan merupakan kitab sains, namun banyak
penjelasan-penjelasan di dalam ayatnya yang menunjukkan fenomena-
fenomena alam yang dapat ditinjau dari sudut pandang sains.
2. Adapun persamaan yang dapat ditemukan dalam ketiga tafsir adalah
sama-sama mengacu pada lahiriyah ayat Al-Qur‟an dan menggunakan
konsep kuasa Mutlak Tuhan, bahwa segala sesuatu berasal dari Allah Zat
Maha Besar dan Maha Bergerak. Hal ini tercermin ketika ketiga tafsir
menjelaskan fenomena pembatas di antara dua laut yang menyebut
sebagai penghalang ketuhanan (ḥâjizun ilâhiyyun). Sedangkan perbedaan
dalam menafsirkan ayat Al-Qur‟an terletak pada keterpengaruhan
180
terhadap ilmu pengetahuan pada zamannya. Walaupun sama-sama
menggunakan metode saintifik-rasionalis dalam menjelaskan fenomena
alam, namun hasil penafsiran dalam ketiga tafsir terdapat dalam
perbedaan sudut pandang ilmu pengetahuan yang sedang berkembang.
Hal ini terlihat ketika ketiga tafsir menjelaskan fenomena gunung selalu
aktif dan dinamis. Ketiga tafsir sepakat hal tersebut disebabkan karena
gunung diciptakan oleh Zat Yang Maha Bergerak sehingga gunung
senantiasa bergerak. Sedangkan menurut sains modern, pergerakan
gunung disebabkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik dari dalam
bumi yang selalu bergerak. Hal ini menunjukan ada kontinuitas berupa
keseragaman dan kesamaan pemahaman dari ketiga tafsir tentang
fenomena alam.
3. Hasil dari penafsiran terhadap ayat-ayat geologi dalam Al-Qur‟an
sebagaimana dijelaskan dalam ketiga tafsir memiliki relevansi dengan
kajian-kajian ilmiah seperti yang dilakukan oleh para saintis modern yang
menggunakan metode positivistik dengan melakukan penelitian,
pengkajian dan penemuan ilmiah. Hal ini terlihat ketika menafsirkan
bahwa gunung sebagai pasak bumi, ketiga tafsir sepakat bahwa gunung
memiliki pasak atau akar yang berguna untuk menstabilkan bumi dari
berbagai macam guncangan. Sedangkan penemuan saintis modern
menyimpulkan hal yang sama berdasarkan metode heliografi dan
penelitian mendalam tentang struktur bagian dalam bumi. Antara ketiga
tafsir juga memiliki relevansi dengan pandangan sains modern dalam
memandang bahwa sesuatu berasal dari air. Relevansi selanjutnya dapat
dilihat dari pembahasan tentang fenomena api di bawah lautan. Ketiga
tafsir sepakat bahwa terdapat api dengan kadar panas yang sangat tinggi
berada di bawah lapisan laut. Penemuan sains modern membenarkan hal
181
tersebut bahwa terdapat unsur api yang sangat panas yang terdapat dalam
lapisan bumi yang berada di bawah laut.
B. Saran dan Rekomendasi
Penelitian yang memiliki fokus pada kajian saintifik dalam ayat-ayat
Al-Qur‟an masih merupakan bahan pembahasan yang menarik dan perlu
dilakukan terus menerus. Hal ini karena banyak isyarat-isyarat dalam Al-
Qur‟an yang memiliki tendensi ke arah saintifik yang tidak hanya dapat
ditafsirkan dengan pandangan keagamaan biasa, namun harus ditafsirkan
dengan pendekatan saintifik. Pendekatan yang disebutkan terakhir dapat
membantu para saintis Islam untuk dapat menyesuaikan antara pemahaman
dalam Al-Qur‟an dan penemuan-penemuan terbaru yang berasal dari saintis
modern. Penelitian yang penulis lakukan merupakan usaha kecil dalam
menemukan unsur-unsur saintifik dalam ayat Al-Qur‟an yang hanya terfokus
pada lima fenomena alam. Masih banyak fenomena alam lainnya yang dapat
diteliti dan belum banyak dikaji oleh para peneliti. Kajian demikian dapat
menjadi penelitian lanjutan yang dapat memperkaya khazanan tafsir saintifik
di Indonesia dan di kalangan akademisi pada umumnya.
182
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Muhammad Ibrahim, Manhaj Fakhr al-Râzî fi al-Tafsir Bayn
Manâhij Mu’ashiriyah. Madinah: Hafiz al-Badri, 1989.
Ahmad, Alimi Ibnu, Menyingkap Rahasia Mukjizat Al-Quran. Sidoarjo:
Mashun, 2008.
Ahmad, Yusuf al-Hajj, Ensiklopedi Kamukjizatan Ilmiah dalam Al-Qur’an
dan Sunah: Kemukjizatan Tentang Bumi dan Laut, terj. Masturi Irham,
dkk. Jakarta: PT. Kharisma Ilmu,t.th.
Ammari, Ali Muhammad Hasan al-„, Al-Imam Fakhr al-Dîn al-Râzî:
Hayatuhu wa Atharuhu. Kairo: Al-Majlis al-A„la li al-Syu‟un al-
Islamiyyah, 1969.
Anggara, Deki Ridho Adi, “Ru‟yatu Allah Perspektif Mu‟tazilah dan Ahl al-
Sunnah wa al-Jama‟ah (Studi Komparatif Tafsir al-Kassyaf Karya al-
Zamakhsyary dan Mafâtîḥ al-Ghayb Karya al-Râzî)”, dalam Studia
Quranika: Jurnal Studi Qur’an, Vol.3, No.2, (Januari, 2019).
Armstrong, Karen, Sepintas Sejarah Islam, terj. Ira Puspita Rini. Surabaya:
Ikon Teralitera, 2004.
Ayazi, Muhammad Ali, Al-Mufassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum. Kairo:
Mu‟assasah al-Thaba‟ah wa al-Nasyr, 1373 H.
Azra, Azyumardi (ed.), Ensiklopedia Al-Quran. Jakarta: Yayasan Bimantara,
1997.
Bahari, Hamid, Ensiklopedia Gunung Berapi Sedunia. Jakarta: Gramedia,
2009.
Baidan, Nasaruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar 2005.
_______, Metode Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Bankoff, Greg, “The Historical Geography of Disaster: Vulnerability and
Local Knowledge”, dalam Greg Bankoff, Georg Frerks dan Dorothea
Hilhorst, Mapping Vulnerability: Disasters, Development & People.
London, Earthscan, 2004.
183
Bronto, Sutikno, Geologi Gunung Api Purba. Bandung: Badan Geologi,
2010.
Bustani, Fuad Ifran al-, Munjid al-Thullab. Beirut: Dar al-Masyriq, 1986.
Daryono dan Dian Ayu Larasati, Tenaga Endogen. Jakarta: Ristekdikti,
2018.
Djatin, Jusni, Penelusuran literatur. Jakarta: Universitas Terbuka, 1996.
Dzahabi, Abu Abdillah al-, Siyar A‘lam al-Nubala. Beirut: Bayt al-Afkar al-
Dawliyah, 2004.
Dzahabi, Husayn al-, Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Dar al-Hadits, 2012.
Esposito, John L., Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, terj. Tim Mizan.
Bandung: Mizan, 2001.
Evan, Jo (ed.), Ensiklopedia Sains dan Teknologi, terj. Anis Apriliawati dan
yohanes Agustono. Jakarta: Lentera Abadi, 2007.
Fandy, Muhammad Jamaludin El-, Al-Qur’an tentang Alam Semesta.
Jakarta: PT.Bandung, 1991.
Farmawi, Abd al-Hay al-, Al-Bidâyah fî Tafsîr al-Mawdhu’î. Kairo:
Maktabah Jumhuriyah, 1976.
Garisson, Fielding H, An Introduction to the History of Mediciane.
Philadelphia dan london: W.B. Saunders Company, 1929.
Gerstner, Patsy A., “James Hutton‟s Theory of the Earth and His Theory of
Matter”, dalam Isis, Vol. 59, No. 1 (1968).
Giyarsih, Sri Rum, dkk, Aspek Sosial Banjir Lahar. Yogyakarta: UGM
Press, 2014.
Glosani, Mehdi, Filsafat-Sains Menurut Al-Quran. Bandung: Mizan, 2003.
Hafidhuddin, Didin, Ensiklopedia Ilmu dalam Al-Quran. Bandung: Mizan,
2007.
Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2000.
184
Halim, Samir Abdul, Ensiklopedia Sains Islam. Tangerang: PT.Kamil
Pustaka, 2015.
_______, Mukjizat Al-Qur’an. Beirut : Maktabah Al-Ihbab, 2000.
Harahap, Syahrin, Al-Qur’an dan Sekularisme. Yogyakarta: Tiara Wacana,
1994.
Hellman, Doris, “George Sarton, Historian of Science and New Humanist”,
dalam Science, New Series, Vol. 128, No. 3325 (September 1958).
Hidayat, Komaruddin, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an.
Bandung: Mizan, 2008.
Hutton, James, Theory of the Earth. London: Burlingtoe House, 1989.
Ibn Khallikân, Wafiyyat al-A‘yan wa Anba’ Abna’ al-Zaman. Beirut: Dar al-
Sadr, 1978.
Ibn Manẓûr, Lisân al-‘Arab. Kairo: Dar al-Ma‟arif, t.th.
Ibn Qayyim Al-Jauziyah, Belajar Mudah Ulumul Quran. Jakarta: PT.
Lentera Basritama, 2002.
Ilwani, Taha Jabir Al-„, Al-Imam Fakhr al-Dîn al-Râzî wa Musannafatuhu.
Kairo: Dar al-Salam, 2010).
Indariawati, Ciceu, Mengenal Bumi untuk Menjaga Kelestarian Bumi.
Jakarta: Graha Ilmu Muliah, 2009.
Ivanova, O Lange, General Geology. Moscow: Foreign Language Publishing
House, t.th.
J.A.Katili, Geologi. Jakarta: Madja, t.th.
Jauharî, Thanthâwî, Al-Qur’an dan Ilmu Modern, terj. Muhammdiyah Ja‟far.
Surabaya: Al-Ikhlas, 1984.
Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta:
Paradigma, 2010.
Khan, M.S., “Al-Bîrûnî on the Decline of Science in India”, dalam
Proceedings of the Indian History Congress, Vol. 48 (1987).
185
Khazin, „Ala al-Dîn al-, Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil. Beirut: Dar al-
Kutub al-„Ilmiyah, 2010.
Lajnah Min „Ulama al-Azhar, Tafsir al-Muntakhab. Kairo: T.tp, T,th.
Lower, J arthur, Ocean of Destiny: A Concise History of the North Pacific.
Paris: t.tp, 1978.
Lubis, Nabilah, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta:
Yayasan Media Alo Indonesia, 2001.
Lyell, Charles, Principles of Geology: Being an Attempt to Explain the
Former. New York: Penguin Classics, 1998.
Ma‟sumi, M.S.H., “Al-Bîrûnî Devotion to the Qur‟an”, dalam Islamic
Studies, Vol. 13, No. 1 (Maret 1974).
Malcomson, Scoot L., “Continental Drift”, transition, No. 61 (1993).
Malkan, Dimensi Ilmiah dalam Tafsir Al-Sha’rawi. Ciputat: Mazhab
Ciputat, 2016.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Rakersorasin, 1996.
Muhtasim, „Abdul Majid Abd al-Salam al-, Visi dan Paradigma Tafsir al-
Qur’an Kontemporer, terj. M. Minzhftir Wabid. Bangil: al-Izzah,
1997.
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia.
Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir, 2010.
Mustaqim, Abdul, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an. Yogyakarta: Adab
Press, 2012.
Najdi, Hamid, Mukjizat Sains Al-Qur’an Al-Karim. Beirut: Jauhar al-Syam,
1414.
Najjar, Zaghlul an-, Pembuktian Sains dalam Sunnah. Jakarta: Sinar Grafika,
2006.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011.
186
Noor, DJauharî, Pengantar Geologi. Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Permana,”Submarine Metallogenic Resources and its Management: Case of
Sunda Strait and Northern Sulawesi Waters”, Laporan Akhir Riset
Unggulan Terpadu Internasional. Jakarta: Kemenristek dan LIPI,
2004.
Prager, Ellen J dan Sylvia A. Earle, The Ocean. New York: McGraw-Hill,
2000.
Pragono, Bambang, Mukjizat Sains dalam Al-Qur’an: Mengenali Inspirasi
Ilmia. Bandung: Ide Islam, 2008.
_______, Percikan Sains dalam Al-Qur’an. Bandung: Media Percikan Iman,
2005.
Prawira, Chamim (dkk), Ensiklopedi Al-Qur’an Dunia Islam Modern.
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002.
Press, Frank dan Raymond Siever, Earth. New York: W.H. Freeman, 1985.
_______, Understanding Earth. New York: W.H. Freeman, 1991.
Purwanto, Agus, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan.
Bandung: Mizan, 2008.
Putra, Nusa, Penelitian Kualitatif; Proses dan Aplikasi. Jakarta: Indeks,
2011.
Quraisyi, Ahmad dan Achyat Ahmad, Menelaah Pemikiran Agus Musthofa.
Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2010.
Razi, Fakhr al-Dîn al-, Mafâtîḥ al-Ghayb. Kairo: Mu‟assasah al-Mathbu‟ah
al-Islamiyyah, t.th.
Rehaili, Abdullah M. Al-, Bukti Kebenaran Al-Qur’an. Yogyakarta: Tajdidu
Press, 2003.
Riyadi, Hendar, Tafsir Emansipasi Arah Baru Studi Tafsir al-Qur’an
.Bandung:Pustaka Setia, 2005.
Sabarguna, Boy. S., Analisis Data pada Penelitian Kualitatif. Jakarta: UI
Press, 2008.
187
Shiddieqy, Hasbi Ash-, Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizqi
Putera, 2009.
Shihab, M. Quraish, dkk, Sejarah dan Ulumul Quran. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2013.
_______, Membumikan Alquran. Jakarta: Lentera Hati, 2001.
_______, Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
_______, Dia Di Mana-mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena.
Ciputat: Lentera Hati, 2008.
Shouwy, Ahmad As-, Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah Tentang Iptek.
Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Siddiqi, Akhtar Husain, “Muslim Geographic thought and the Influence of
Greek Philosophy”, dalam Geo Journal, Vol. 37, No. 1 (September
1995).
Spate, O.H., Paradise Found anad Lost. Gluslaw: Britanian, 1988.
Stigall, Alycia, Danielle Dani, Sara Helfrich, dan Aaron Sickel, “Using
Observations of Fossils to Reconstruct Ancient Environments”, dalam
Science Scope, Vol. 39, No. 2, (Oktober 2015).
Subki, Taj al-Dîn al-, Thabaqât al-Syâfî’iyyah al-Kubrâ. Kairo: Dar al-Ihya
al-Kutub al-„Arabiyyah, t.th.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2014.
Supriyantini, Wiwik, Kupas Tuntas Atmosfer dan Hidrosfer Menurut Al-
Qur’an. Jakarta: Grasindo, 2014.
Sutoto, Geologi Dasar. Yogyakarta: Ombak, 2013.
Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi, 2014.
Terrell, J.E., Prehistory in the Pacifik Islands. London: t.tp., 1986.
Thabari, Ibn Jarir al-, Jami al-Bayan fi Ta’wil Ay al-Qur’an. Beirut: Dar al-
Fikr, 1988.
188
Thalhah, Hisham, Ensiklopedia Mukjizat Al-Qur’an dan Hadists. Bekasi:
Sapta Sentosa, 2008.
Thanthâwî Jauharî, Tafsir Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur’ân al-Karîm. Kairo:
Musthafa al-Babi al- Halabi Auladuhu, 1350.
Thayyarah, Nadiah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an, terj. Tim Zaman.
Jakarta: Zaman, 2013.
Tim Kepala Badan Geologi, Hidup di Atas Tiga Lempeng. Bandung: Badan
Geologi Kementerian Sumber Daya Mineral, 2002.
_______, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung:
Badan Geologi Kementerian Sumber Daya Mineral, 2002.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Tim penyusun Tafsir Ilmi Kemenag RI, Samudra dalam Perspektif Al-
Qur’an dan sains. Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an, 2013.
_______, Penciptaan Bumi Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta:
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Kemenag RI, 2012.
_______, Penciptaan Jagad Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains.
Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Kemenag RI, 2012.
_______, Samudra dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kemenag RI, 2013.
Toussaint, Auguste, The History of the Indian Ocean. London: Routledge &
K. Paul, 1966.
Tsa„labi, Abu Ishaq al-, al-Kasyf wa al-Bayan fî Tafsîr al-Qur’ân. Beirut:
Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, 2010.
Turcotte dan Schubert, Geodynamic Application of Continuum Physics. New
York: John Wiley & Sons Inc, 2014.
Umar, Nasaruddin, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta:
Amzah, 2007.
W. Lawrence Neuman, Metodologi Penelitian Sosial; Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif, terj. Edina T. Sofia. Jakarta: Indeks, 2013.
189
Weneger, Alfred, “The Origin of Continents and Oceans”, dalam Geol
Rundsch 3 (Februari, 2002).
Wibisono, M.S., Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: Gramedia, 2005.
Yahya, Harun, Al-Qur’an dan Sains. Bandung: Dzikra, 2004.
Yusuf, Kadar M., Studi Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2009.
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008.
Zuhayli, Wahbah al-, Tafsir al-Munir. Beirut: Dar al-Fikr, 1991.
Zuriah, Nurul, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.
190
BIOGRAFI PENULIS
Nia Ainiyah lahir di Mojokerto, 17 Februari 1987. Putri dari Bapak
Abdul Muhid dan Ibu Siti Muzayyanah. Ia menamatkan pendidikan formal
di MI Miftahul Karim Mojosari (1993-1999), KMI Gontor Putri I
Mantingan, Ngawi (1999-2005), SI Jurusan Tafsir Hadis IIQ, Jakarta (2007-
2012), dan S2 Jurusan Ilmu Al-Qur‟an, Jakarta (2015-2020). Ia juga pernah
mengenyam pendidikan non-formal di Pesantren Al-Hidayah Mojokerto
(1993-1999), Pondok Modern Darussalam, Gontor Putri 1 (1999-2005),
Asrama IIQ Jakarta (2007-2011), dan Pesantren Al-Quran Nur Medina
(2005-sekarang).
Ia pernah mengabdi di Pesantren Gontor Putri IV Kendari Sulawesi
Tenggara dan melanjutkan menjadi tenaga pengajar di Pesantren Amanatul
Ummah (2012-2014 Mojokerto Jawa Timur, LPPIQ Surabaya (2012-2014),
MI Mumtaza Islamic School (2015-sekarang), dan TPQ Nur Medina (2015-
sekarang). Dan untuk korespondensi dengannya dapat melalui no telp/wa.
081336484748 atau email [email protected].