ayam hutan 2

52
AYAM HUTAN MERAH NENEK MOYANG AYAM PELIHARAAN Dalam dunia ilmu pengetahuan, ayam hutan digolongkan ke dalam suku Phasianidae, suatu kelompok burung berbadan besar yang banyak menghabiskan waktunya di permukaan tanah. Jantan berbulu sangat indah. Sebaliknya, betina berwarna suram. Saat musim berbiak, pejantan akan sibuk berlenggak-lenggok, memperlihatkan keelokan bulunya dengan gerakan tertentu, untuk memikat sang betina pujaan hati. Selain bulunya yang indah, burung dalam familia Phasianidae juga sering mengeluarkan suara yang nyaring dan merdu. Kaki dilengkapi taji yang runcing untuk mengais permukaan tanah dan bertarung memperebutkan betina. Sarang dibangun dari ranting dan daun-daun kering di atas tanah. Saat senja, burung jantan dan betina yang tidak mengeram, akan terbang ke atas pohon untuk tidur sekaligus menghindari pemangsa. Kerabat dekat ayam hutan dalam suku ini meliputi: burung Puyuh, Sempidan, Kuau dan Merak. Saat ini terdapat 4 spesies ayam hutan yang semuanya hanya tersebar di Asia (Gambar 1). Keempat jenis ayam hutan tersebut adalah: 1. Ayam hutan merah/Red Junglefowl (Gallus gallus, Linnaeus, 1758) 2. Ayam hutan abu-abu/Grey Junglefowl (Gallus sonneratii Temminck, 1813)

Upload: ciptocahyadi

Post on 16-Aug-2015

237 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ayam hutan 2

AYAM HUTAN MERAH NENEK MOYANG AYAM PELIHARAAN

Dalam dunia ilmu pengetahuan, ayam hutan digolongkan ke

dalam suku Phasianidae, suatu kelompok burung berbadan

besar yang banyak menghabiskan waktunya di permukaan

tanah. Jantan berbulu sangat indah. Sebaliknya, betina

berwarna suram. Saat musim berbiak, pejantan akan sibuk

berlenggak-lenggok, memperlihatkan keelokan bulunya

dengan gerakan tertentu, untuk memikat sang betina pujaan

hati.

Selain bulunya yang indah, burung dalam familia Phasianidae

juga sering mengeluarkan suara yang nyaring dan merdu. Kaki

dilengkapi taji yang runcing untuk mengais permukaan tanah

dan bertarung memperebutkan betina.

Sarang dibangun dari ranting dan daun-daun kering di atas

tanah. Saat senja, burung jantan dan betina yang tidak

mengeram, akan terbang ke atas pohon untuk tidur sekaligus

menghindari pemangsa. Kerabat dekat ayam hutan dalam suku

ini meliputi: burung Puyuh, Sempidan, Kuau dan Merak.

Saat ini terdapat 4 spesies ayam hutan yang semuanya hanya

tersebar di Asia (Gambar 1). Keempat jenis ayam hutan

tersebut adalah:

1. Ayam hutan merah/Red Junglefowl (Gallus gallus, Linnaeus,

1758)

2. Ayam hutan abu-abu/Grey Junglefowl (Gallus

sonneratii Temminck, 1813)

3. Ayam hutan Srilangka/Ceylon Junglefowl (Gallus lafayetii,

Lesson 1831)

Page 2: Ayam hutan 2

4. Ayam hutan hijau/Green Junglefowl (Gallus varius Shaw,

1798)

Gambar 1. Jenis-jenis ayam hutan Jantan. Searah jarum jam:

Ayam hutan abu-abuGallus sonneratii (kiri atas), Ayam hutan

merah Gallus gallus (kanan atas), Ayam hutan Srilangka Gallus

lafayetii (kanan bawah) dan Ayam hutan hijau Gallus

varius (kiri bawah).

Ayam hutan jantan dan betina, mempunyai bentuk tubuh yang

sangat berbeda (sexual dimorfism). Untuk memikat betina saat

musim berbiak, jantan dilengkapi warna bulu dan ornamen

tubuh yang sangat indah oleh Sang Pencipta.

Kepala ayam hutan dilengkapi dengan jengger/pial beraneka

rupa bak mahkota raja. Satu atau dua gelambir tumbuh

menjuntai indah di bawah dagu yang menambah wibawa. Bulu

di leher, punggung dan sayap tumbuh memanjang dengan

Page 3: Ayam hutan 2

kombinasi warna merah, kuning dan hijau yang sangat cerah.

Warna gelap yang berkilauan menjadi latar belakang,

mendominasi bagian bawah tubuh.

Bulu di ekor terbentuk sangat rapi, berwarna gelap dengan

deretan bulu besar yang tersusun sedemikian rupa. Dua bulu

yang berada di puncak ekor tumbuh sangat panjang dan

melengkung berbentuk bulan sabit yang indah. Sepasang taji

yang sangat runcing, tumbuh di kedua kaki sebagai senjata

andalan. Ayam betina pun, dijamin akan “klepek-klepek“ alias

terkesima, melihat penampilan sang pejantan yang demikian

tampan, seperti tampak pada Gambar 1 di atas.

Gambar 2. Jenis-jenis ayam hutan betina. Ayam hutan abu-

abu Gallus sonneratii (kiri) dan Ayam hutan merah Gallus

gallus (kanan).

Berbeda dengan jantan, tampilan ayam hutan betina terlihat

begitu suram. Warna tubuh didominasi oleh kombinasi warna

coklat, kuning gelap dengan sedikit campuran warna hitam

dan putih di sekujur tubuh.

Warna bulu betina yang suram ini, merupakan adaptasi untuk

memudahkan penyamaran (kamuflase), agar terhindar dari

predator seperti kucing hutan, musang, ular sanca dan

binatang buas lainnya. Warna bulu betina yang serupa warna

tanah ini sangatlah menguntungkan, terutama saat ayam

Page 4: Ayam hutan 2

betina harus diam mengerami telurnya, dalam sarang yang

berada di atas tanah.

Gambar 3. Jenis-jenis ayam hutan betina. Ayam hutan

hijau Gallus varius (kiri) dan Ayam hutan Srilangka Gallus

lafayetii (kanan).

1. Ayam hutan Merah/Red Junglefowl (Gallus

gallus Linnaeus, 1758)

Ayam hutan merah adalah jenis ayam liar yang paling dikenal.

Daerah sebarannya sangat luas, mulai dari bagian timur

Pakistan, India utara dan timur, Myanmar, barat daya Yunnan

(RRC), Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Guangxi dan Pulau

Hainan (tenggara RRC) hingga Semenanjung Malaya,

Sumatera, Jawa dan Bali. Ayam ini kemudian diintroduksi ke

Kalimantan, Filipina, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Tepian

hutan dengan semak terbuka diselingi perdu, menjadi habitat

favorit bagi ayam hutan merah.

Page 5: Ayam hutan 2

Gambar 4. Bagian-Bagian tubuh Ayam hutan merah yang Asli.

Bulu penutup ekor (lingkaran kuning) harus berjumlah 4. 

Ayam hutan merah termasuk jenis burung berukuran sedang

hingga besar. Panjang total jantan berkisar antara 65-75 cm

dengan kisaran berat 0,7 kg – 1,5 kg. Sedangkan betina

memiliki panjang 40-45 cm dengan berat 0,5 – 1 kg.

Menurut MacKinnon et al. (2002), ciri-ciri ayam hutan merah

jantan adalah jengger, muka dan gelambir berwarna merah,

bulu leher terdiri dari kombinasi warna kuning, jingga, coklat

dengan strip hitam vertikal di tengah, bulu tengkuk (tidak

kelihatan diGambar 4), penutup ekor dan penutup sayap

berwarna hitam bercampur hijau atau biru perunggu.

Bulu mantel berwarna coklat berangan, bulu ekor panjang,

dengan warna hitam bercampur hijau berkilauan. Tubuh

Page 6: Ayam hutan 2

bagian bawah juga berwarna hitam kehijauan. Kaki abu-abu

kebiruan dengan taji yang melengkung dan runcing.  Secara

sederhana, bagian-bagian tubuh ayam merah dapat dilihat

pada Gambar 4 di atas.

Gambar 5. Sepasang Ayam hutan merah. Jantan (kiri) dan

betina (kanan).

Sumber:http://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm

Ayam hutan merah betina berwarna coklat suram. Bulu leher

kuning kecoklatan dengan coretan hitam vertikal di tengah

bulu. Ayam hutan betina yang masih asli sama sekali tidak

memiliki jengger, gelambir dan taji.  Kalaupun ada, ukuran

jengger dan gelambirnya sangat kecil. Profil ayam hutan

merah jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 5 di atas.

Page 7: Ayam hutan 2

Gambar 6. Ayam hutan merah jantan sedang berkokok di atas

pohon.

Sumber:http://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm

Kukuruyuuuuuuk….. Ayam hutan jantan akan berkokok

nyaring dari atas pohon, saat mentari mulai muncul di batas

cakrawala. Kokoknya keras tapi tidak sepanjang kokok ayam

kampung. Kokok ayam hutan juga tidak sepagi ayam kampung

yang mulai berkokok sejak dinihari. Hal ini untuk menghindari

datangnya hewan pemangsa, saat hari masih gelap. Jika tanah

sudah benar-benar terang, ayam hutan akan turun menuju

semak terbuka untuk mencari makan.

Ayam jantan memiliki beberapa macam suara kokokan dan

panggilan yang kompleks. Kokok yang nyaring berfungsi untuk

menegaskan kehadiran ayam jantan di tempat tertentu atau

sebagai peringatan terhadap ayam jantan lain agar tidak

melanggar batas teritorial. Saat menemukan makanan, ayam

jantan akan memanggil betinanya dengan suara tertentu untuk

mendekat agar lebih mudah dirayu. Jika melihat burung elang

atau hewan pemangsa lainnya, ayam jantan akan memekik

keras mengeluarkan nada peringatan.

Gambar 7. Ayam hutan merah jantan asli dengan tipe cuping

berwarna merah, sedang mengais tanah mencari makan.

Sumber:http://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm

Page 8: Ayam hutan 2

Setelah turun dari pohon, ayam hutan akan segera sibuk

mengais tanah dan serasah dedaunan untuk mencari

serangga, biji-bijian, bunga, buah-buahan yang jatuh dari

pohon, pucuk rumput dan hewan kecil lainnya (Gambar 7).

Kadang-kadang, ayam hutan akan menelan beberapa butir

pasir, untuk membantu mencerna biji-bijian dalam

temboloknya.

Ayam jantan dewasa yang dominan, biasanya akan mencari

makan dengan beberapa selir betinanya. Ayam betina yang

memiliki anak yang baru menetas, cenderung agresif dan

sedikit menjaga jarak dari ayam dewasa lainnya. Sedangkan

pejantan dan betina muda, kadang-kadang soliter atau

berkelompok menurut jenis kelaminnya masing-masing.

Gambar 8. Dua ekor ayam hutan jantan sedang bertarung.

Sumber:http://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm.

Saat musim berbiak tiba, ayam jantan akan bertarung

memperebutkan betina atau mempertahankan daerah

teritorialnya (Gambar 8). Ayam jantan terkuat akan

mendapatkan daerah teritorial yang lebih baik dan menarik

perhatian beberapa ekor ayam betina.

Ayam jantan dominan akan lebih sering berkokok di daerah

kekuasaannya. Daerah teritorial ini berukuran antara 500 m²

hingga 1 km². Ayam jantan yang berpengalaman cenderung

menghindari perkelahian dan tidak akan melewati batas

Page 9: Ayam hutan 2

teritori pejantan lainnya, meskipun itu hanya berjarak 1 m dari

batas daerah kekuasaannya.

Kemampuan berkelahi ayam hutan jantan tergolong sangat

baik. Serangannya cepat. Gerakan kakinya juga gesit saat

menghindar. Kelihaiannya dalam melompat dan bertempur di

udara, jauh di atas rata-rata ayam domestik. Gaya

bertarungnya sangat indah seperti ayam Filipina. Namun,

bobot tubuhnya yang ringan menyebabkan ayam hutan tidak

tahan pukul. Ayam hutan juga takut menghadapi ayam

domestik yang berukuran jauh lebih besar seperti ayam

kampung atau ayam Bangkok.

Perkelahian umumnya terjadi antara pejantan dominan dan

pejantan muda dari kelompok yang sama atau pejantan muda

dari luar kelompok saat musim kawin. Jika pejantan muda

mulai sering berkokok, pejantan dominan akan segera

mengusir pejantan muda dari daerah kekuasaannya. Jika

pejantan muda cukup kuat, akan terjadi perkelahian. Tidak

jarang, perkelahian ini akan berakhir dengan kematian salah

satu pejantan, akibat hujaman taji lawan.

Bagi ayam betina, memilih pejantan yang paling kuat adalah

syarat mutlak untuk hidup di alam liar.  Pejantan terkuat akan

menghasilkan keturunan yang lebih baik, dapat memberikan

perlindungan dari predator karena tingkat kewaspadaannya

yang tinggi dan memperoleh akses bahan makanan yang lebih

banyak di daerah teritorial yang lebih luas.

Berdasarkan siklus reproduksinya, Ayam hutan merah

menjalani 3 fase berbiak. Fase pertama adalah musim kawin,

Page 10: Ayam hutan 2

fase kedua musim bertelur/mengeram dan fase ketiga adalah

fase membesarkan anak.

Pada musim kawin, bulu tumbuh sempurna dan berwarna

indah. Konsentrasi hormon testoteron pejantan meningkat.

Ayam menjadi lebih agresif, sering berkokok untuk menarik

perhatian betina dan mudah terprovokasi pejantan lain. Pada

musim ini, ayam hutan jantan sangat mudah ditangkap dengan

umpan ayam pekatik.

Agresifitas pejantan akan menurun saat musim bertelur tiba.

Pejantan lebih sering mendampingi ayam betina menjelajah

daerah teritori, mengais tanah dan mencari makan. Seringkali,

pejantan mengabaikan provokasi pejantan lain, sehingga pada

fase ini para penangkap ayam hutan dengan umpan pekatik

akan pulang dengan tangan hampa.

Memasuki fase mengeram, ayam betina lebih banyak berdiam

di sarang. Sedangkan  pejantan memasuki fase gugur bulu

pada bagian lehernya. Bulu-bulu leher yang panjang berwarna

kuning keemasan akan rontok digantikan bulu pendek

berwarna hitam. Pejantan jarang berkokok dan lebih banyak

mengawasi sarang dari kejauhan.

Page 11: Ayam hutan 2

Gambar 9. Sarang ayam hutan merah di habitat aslinya.

Sumber:http://rimbundahan.org/(2005).

Ayam hutan merah membuat sarangnya di atas tanah

(Gambar 9). Sarang ini berada di dalam semak-semak, 

tertutup oleh serasah daun dan ranting yang kering, agar

terlindung dari sengatan cahaya matahari dan hujan. Betina

akan bertelur sebanyak 2-12 butir setiap musim berbiak

(tergantung sub-spesiesnya). Telur ini akan dierami selama 21

hari atau lebih hingga menetas.

Gambar 10. Dua anak ayam hutan dan tiga anak ayam

kampung umur satu pekan. Perhatikan bulu sayap yang

tumbuh sangat cepat pada anak ayam hutan. Bulu sayap ini

berwarna putih abu-abu. Sayap anak ayam kampung tumbuh

Page 12: Ayam hutan 2

lebih lambat dan tetap berwarna coklat.

Sumber: http://ayamhutan.tripod.com/junglefowl.html.

Anak ayam yang baru menetas berwarna kuning gelap dengan

garis coklat besar di punggung dan kepalanya untuk

berkamuflase. Bulu sayap tumbuh cepat berwarna coklat abu-

abu keputihan (Gambar 10). Anak ayam umur satu pekan

sudah mampu terbang dalam jarak pendek. Dalam beberapa

pekan, anak ayam ini dapat terbang dengan cepat untuk

menghindari pemangsa.

Menurut Dr. Shaik Mohamed Amin Babjee, seorang peneliti

ayam hutan dari Malaysia, anak ayam hutan sangat sensitif

terhadap gangguan sehingga mudah mengalami stress.

Ketahanan tubuh juga tidak sekuat anak ayam kampung

sehingga rentan terhadap berbagai macam penyakit.

Ayam hutan betina akan mengasuh anaknya hingga mampu

mandiri dan mencari makan sendiri. Ayam betina mencapai

umur dewasa dan siap kawin saat berumur 8-10 bulan.

Sedangkan ayam jantan, mencapai usia dewasa sepenuhnya

saat berumur sekitar 12 bulan. Dibandingkan jenis ayam

lainnya, ayam hutan memiliki laju pertumbuhan yang lambat.

Sub-spesies Ayam hutan Merah

Berdasarkan daerah sebaran dan morfologinya, William Beebe

(1877-1962), seorang naturalis asal New York, Amerika

Serikat, dalam publikasi risetnya A Monograph of the

Pheasants, ditambah dengan beberapa ahli burung lainnya,

membagi ayam hutan merah (Gallus gallus) menjadi 5-6 sub-

spesies yang berbeda:

-Ayam Hutan Cochin-China (Gallus gallus

gallus Linnaues, 1758), tersebar di Vietnam, Laos selatan dan

timur, Thailand timur. Ayam ini memiliki bulu leher yang

Page 13: Ayam hutan 2

sangat panjang dengan warna merah-jingga hingga keemasan

dengan ujung bulu meruncing berwarna jingga. Di tengah bulu

terdapat strip tipis berwarna coklat. Cuping telinga umumnya

besar dan berwarna putih.

–Ayam Hutan Burma (Gallus gallus spadiceus Bonnaterre,

1792), tersebar mulai dari Yunnan barat daya (RRC), Burma,

Laos utara, Thailand, Semenanjung Malaya hingga Sumatera

bagian utara. Sub-spesies ini memiliki ciri yang sama dengan

sub-spesies sebelumnya dengan pengecualian pada bulu leher

dan cuping telinganya yang berukuran sedang sampai besar

berwarna putih atau merah.

–Ayam Hutan India (Gallus gallus murghi Robinson dan

Kloss, 1920), tersebar mulai dari Pakistan timur ke India

tengah dan  hingga daerah Assam di timur India. Ciri khas dari

subspesies ini adalah adanya strip berwarna hitam yang lebar

di tengah bulu leher. Namun, seringkali ayam dengan ciri

seperti sub-spesies sebelumnya juga banyak ditemukan di

India. Bulu leher ayam hutan India juga sangat panjang,

berwarna merah jingga hingga keemasan dengan ujung

meruncing berwarna orange (jingga).

-Ayam Hutan Tonkin (Gallus gallus jabouillei, Delacour

dan Kinnear, 1928), tersebar di Guangxi, Kwangtung dan

Pulau Hainan (RRC) dan Vietnam bagian utara. Sub-spesies ini

dikenali dari bulu lehernya yang pendek,  berwarna merah

jingga gelap dengan ujung meruncing dan ukuran jengger/pial

dan cuping telinga yang berwarna merah yang kecil.

–Ayam Hutan Jawa (Gallus gallus bankiva, Temminck,

1813) tersebar di Pulau Sumatera bagian selatan, Jawa dan

Bali. Ayam ini termasuk sub-spesies yang paling unik karena

bulu lehernya yang pendek, lebar, dengan ujung membulat.

Sayap berukuran besar. Bulu lehernya berwarna jingga gelap

dengan warna merah yang pendek dibandingkan warna

Page 14: Ayam hutan 2

jingganya. Jengger dan cuping telinga berukuran kecil dan

berwarna merah. Analisis genetik menunjukkan ayam hutan

Jawa merupakan sub-spesies tertua dengan karakter gen yang

sangat berbeda dibandingkan dengan sub-spesies lainnya.

–Ayam Peliharaan (Gallus gallus domesticus, Linnaeus,

1758), dari nama ilmiahnya, ayam hutan merah dan ayam

peliharaan masih terhitung satu spesies, bukan 2 spesies yang

berbeda. Saat ini, terdapat ratusan kultivar atau varian ayam

peliharaan yang tersebar di seluruh dunia. Kultivar atau varian

tersebut muncul sebagai hasil seleksi dan budidaya manusia

selama ribuan tahun, untuk mendapatkan ayam dengan sifat-

sifat unggul yang diinginkan. Ratusan varietas ayam

peliharaan dari seluruh dunia, dapat dilihat di situs

web: http://www.feathersite.com/.

Penelitian filogenetik yang dilakukan terhadap 3 subspesies

ayam hutan merah (G. g. gallus, G. g. spadiceus dan G. g.

bankiva) yang dibandingkan dengan spesies ayam hutan

lainnya, mendapatkan hasil yang menarik. Ayam hutan merah,

ternyata memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayam

hutan hijau. Sedangkan ayam hutan abu-abu lebih dekat

kekerabatannya dengan ayam hutan Srilangka. Hal tersebut

diungkapkan oleh peneliti LIPI, Sulandari dkk (2006) dalam

Dywyanto dan Prijono (2007).

Kesimpulan ini, sesuai dengan kenyataan di lapangan yang

menunjukkan bahwa secara alami, ayam yang daerah

sebarannya lebih dekat, cenderung untuk memiliki hubungan

kekerabatan yang lebih erat pula.

Peneliti dari Jepang Fumihito dkk (1994) serta peneliti LIPI

Sulandari dkk (2006)  dalam Dywyanto dan Prijono (2007),

menyatakan bahwa ayam hutan merah adalah nenek moyang

Page 15: Ayam hutan 2

dari ayam peliharaan. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil

riset terhadap susunan DNA mitokondria ayam peliharaan

(ayam ras dan ayam kampung) yang lebih mirip dengan DNA

mitokondria ayam hutan merah dibandingkan spesies ayam

hutan lainnya. Salah satu berita yang memuat penemuan ini

dapat dilihat dihttp://www.antaranews. com/view/?

i=1201011680&c=TEK&s=

Hasil riset juga menunjukkan bahwa ayam kampung yang

tersebar luas di Indonesia, memiliki hubungan yang lebih

dekat dengan ayam hutan Cochin-China (G. g. gallus) dan

Ayam hutan Burma (G. g. spadiceus) dibandingkan dengan

ayam hutan Jawa (G. g. bankiva).

Gambar 11. Beberapa varietas ayam lokal nusantara (Gallus

gallus domesticus). Sumber:http://www.kaskus.us

Page 16: Ayam hutan 2

Menurut LIPI, di Indonesia setidaknya terdapat 31 varietas

lokal ayam peliharaan. Beberapa varietas lokal yang terkenal,

diantaranya adalah: Ayam Kedu/Ayam Cemani (Magelang-

Temanggung), Ayam Pelung (Cianjur-Sukabumi), Ayam Sentul

(Ciamis), Ayam Banten, Ayam Ciparage (Karawang), Ayam

Bali, Ayam Wareng (Jateng-Jatim), Ayam Delona (Klaten),

Ayam Balenggek (Sumbar), Ayam Sumatera (populer di

Amerika), Ayam Merawang (Bangka), Ayam Gaok (Pulau

Puteran-Sumenep), Ayam Nunukan (Tarakan-Kaltim), Ayam

Sedayu (Bantul-Jateng), Ayam Tolaki (Kendari), Ayam Tukong

(Kalbar), Ayam Kalosi (Enrekang-Sulsel), Ayam Ketawa

(Sidrap-Sulsel) dan Ayam Ayunai (Merauke) (Gambar 11).

Analisis DNA dan analisis Filogenetik yang telah dilakukan

oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI bekerja sama

dengan International Livestock Research Institute di Nairobi,

Kenya,  menunjukkan, bahwa ayam lokal Indonesia memiliki

ciri dan karakter unik yang sangat berbeda dengan ayam dari

negara lain. Dengan demikian, Indonesia termasuk salah satu

area yang menjadi pusat domestikasi ayam di dunia, selain

China dan India.

Ciri-Ciri Ayam Hutan Merah yang Asli

Ayam hutan merah memiliki variasi ciri fisik yang sangat

beraneka ragam. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor

terutama faktor lingkungan seperti habitat, ketinggian, kondisi

geografis dan lain-lain.

Di India, ayam hutan merah (sub-spesies murghii) dari daerah

utara yang didominasi oleh pegunungan bersuhu dingin,

memiliki rata-rata ukuran tubuh yang lebih besar dengan bulu

leher yang lebih lebat dan panjang, dibandingkan dengan

ayam hutan merah (sub-spesies murghii), dari dataran yang

lebih rendah di selatan.

Page 17: Ayam hutan 2

Satu-satunya sub-spesies ayam hutan merah yang paling kuat

karakter fisiknya, adalah ayam hutan merah subspesies

bankiva, dari Indonesia. Ciri fisik yang paling menonjol dari

ayam ini adalah bulu leher yang pendek, dengan ujung bulu

membulat (tidak runcing).

Akibat isolasi selama ribuan tahun, subspesies bankiva juga

memiliki komposisi genetik unik,  yang agak jauh berbeda dari

subspesies ayam hutan lainnya. Di duga, subspesies bankiva

merupakan varian ayam hutan yang berumur lebih tua.

Salah satu kendala utama dalam usaha konservasi ayam hutan

merah, adalah makin langkanya ayam hutan yang masih benar-

benar berdarah murni atau asli. Hal ini disebabkan oleh

adanya kontaminasi genetik dari sub-spesies ayam yang lain,

terutama ayam kampung (Gallus gallus domesticus).

Perkawinan antara 2 subspesies ayam yang berbeda, dalam

hal ini: ayam hutan merah vs ayam kampung, sangat mungkin

terjadi, karena 2 ayam tersebut berasal dari satu spesies yang

sama (Gallus gallus). Ayam hasil perkawinan silang (hybrid)

ini, di Jawa dan Sumatera Selatan, dikenal sebagai

ayam Brugo atau Bruga atau Bruge (istilah ayam Brugo akan

terus kami gunakan dalam postingan kali ini).

Perkawinan silang (cross breeding) antara ayam hutan merah

dengan ayam kampung, seringkali terjadi secara alami di tepi

hutan yang berbatasan dengan pemukiman penduduk.

Dari sisi konservasi, “perselingkuhan” ini sangat merugikan,

karena akan menurunkan kualitas genetik dan menyebabkan

hilangnya sumber plasma nutfah asli, dari populasi ayam

hutan di daerah tersebut. Kontaminasi gen ayam hutan oleh

ayam kampung ini dikenal sebagai: polusi genetik.

Bagi kebanyakan orang, membedakan ayam jantan hasil kawin

silang (Brugo) dengan ayam hutan jantan yang asli, agak sulit

dilakukan, karena kedua ayam tersebut seringkali memiliki ciri

Page 18: Ayam hutan 2

fisik yang nyaris serupa. Meskipun demikian, sebagai burung

liar,  ayam hutan asli masih memiliki ciri khusus yang tidak

ditemukan pada ayam Brugo.

Gambar 12. Profil ayam hutan asli yang ideal. Bentuk kepala

kecil, jengger dan gelambir juga kecil, bulu lebat, mengkilap

dan tersusun rapi. Kaki ramping abu-abu kebiruan. Ayam

hutan tidak harus selalu bercuping putih. Pada gambar ayam

hutan di atas, cuping telinga berwarna merah.

Sumber: Burrard-Lucas.com

Berikut ini beberapa ciri-ciri ayam hutan asli yang kami kutip

darihttp://ayamhutan.tripod. com/junglefowl.html dan

beberapa website lainnya. Jika salah satu saja, dari ciri ayam

hutan yang diuraikan di bawah ini, tidak ditemukan pada

tubuh ayam yang diperiksa, maka hampir dapat dipastikan,

ayam tersebut adalah ayam Brugo   .

a. Bentuk tubuh yang ramping

Page 19: Ayam hutan 2

Ayam hutan yang masih berdarah murni (asli), memiliki bentuk

tubuh yang ramping. Rata-rata ukuran tubuhnya jauh lebih

kecil dibandingkan dengan ayam kampung.Gerakannya gesit

dan cepat. Memiliki kemampuan terbang yang baik.

Kewaspadaan nya tinggi.  Kemampuan seperti ini sangat

penting bagi ayam hutan yang hidup di alam liar, karena

banyaknya ancaman dari hewan pemangsa.

Sebaliknya, ayam Brugo atau ayam kampung, memiliki tubuh

yang lebih gempal, lebih berotot dengan bobot yang lebih

berat.

Akibat proses domestikasi selama ratusan bahkan ribuan

tahun, ayam kampung sudah tidak lagi memiliki ciri-ciri

seperti ayam hutan. Ayam kampung boleh dikatakan, hidup di

habitat yang lebih nyaman dan “modern”.

Ayam kampung tidak perlu bersusah payah mencari makanan,

karena setidaknya pemiliknya akan memberi makan setiap

hari. Jika tidak diberi makan, makanan sisa yang dibuang atau

sumber makanan yang lain, juga masih dapat ditemukan

dengan mudah di sekitar perkampungan/pemukiman.

Ayam kampung juga merasa lebih aman hidup dekat dengan

manusia. Predator alami ayam hutan seperti kucing hutan,

burung elang, ular, musang dan lain-lain, nyaris tidak

ditemukan di sekitar perkampungan. Oleh sebab itu,

kewaspadaan dan kemampuan terbang yang baik juga tidak

diperlukan.

Banyaknya makanan dan kurangnya gerak, menyebabkan

ayam kampung bertubuh lebih gempal dan lamban. Jika ayam

kampung kawin dengan ayam hutan, gen gempal dari ayam

Page 20: Ayam hutan 2

kampung akan diturunkan ke ayam brugo. Itulah sebabnya,

mengapa ayam Brugo tidak selangsing ayam hutan.

Gambar 13. Perbedaan bentuk tubuh dari pejantan ayam

kampung atau ayam Brugo (kiri) dengan ayam hutan merah

(kanan).

b. Kepala,Jengger/Pial dan Pial berukuran kecil

Ayam hutan merah yang asli memiliki bentuk kepala yang

kecil. Jenggernya selalu berpial bilah atau pial tunggal

bergerigi yang tipis. Sepasang gelambir yang menggantung di

dagu berukuran kecil. Cuping telinga juga kecil atau sedang,

berwarna putih atau merah. Ayam hutan yang asli, tidak harus

selalu bercuping putih (Gambar 12). Bulu leher ayam hutan

sangat lebat dan berwarna lebih cerah. Warna jengger,

gelambir dan muka terlihat agak pucat (merah jambu

atau pink) di luar musim berbiak. Sedangkan saat musim

kawin tiba, bagian muka, jengger dan gelambirnya berwarna

merah cerah. Kemungkinan konsentrasi hormon reproduksi

berpengaruh terhadap warna jengger ini.

Ayam kampung atau ayam Brugo, sebaliknya memiliki kepala,

pial dan gelambir yang besar dan kasar. Bulu leher lebat

dengan warna yang agak kusam. Perbedaan kepala ayam

hutan jantan yang asli dengan ayam jantan Brugo dapat dilihat

pada Gambar 14 di bawah ini.

Page 21: Ayam hutan 2

Gambar 14. Perbedaan kepala Ayam hutan jantan (kiri)

dengan ayam kampung jantan atau ayam Brugo (kanan).

Ayam hutan betina yang asli, tidak pernah memiliki jengger

dan gelambir sedikit pun.Kalaupun ada, ukurannya sangat

kecil. Wajah berwarna merah jambu (pink) dengan warna bulu

coklat kuning keemasan yang melingkar di sekeliling wajah.

Bulu leher berwarna hitam dengan tepi bulu berwarna kuning

emas yang tipis. Penutup telinga berwarna kuning kecoklatan.

Bulu dada berwarna coklat emas kemerahan. Kepala ayam

hutan betina yang asli dapat dilihat pada Gambar 15 (kiri) di

bawah ini.

Gambar 15. Ciri spesifik ayam hutan betina. Kepala ayam

hutan betina yang asli (kiri), kepala betina Brugo dengan

warna bulu berwarna putih keperakan (tengah), kepala betina

Brugo dengan jengger/pial dan sepasang gelambir serta warna

bulu leher yang lebih cerah (kanan).

Sumber: http://ayamhutan.tripod.com/junglefowl.html

Page 22: Ayam hutan 2

c. Terjadinya gugur bulu (moulting) di leher

Salah satu perbedaan yang paling menyolok dan sangat jelas

antara ayam hutan asli dengan ayam hasil silangan (Brugo)

adalah adanya periode gugur bulu ( moulting ) di leher , yang

hanya ditemukan pada jenis ayam hutan asli.

Sebagai burung liar, ayam hutan jantan hanya memiliki bulu

leher yang sangat lebat, selama musim berbiak/musim kawin

saja. Selain musim itu, ayam hutan hanya memiliki bulu leher

pendek berwarna hitam (Gambar 16 kiri). Ayam Brugo atau

ayam kampung tidak pernah mengalami periode gugur bulu

leher seperti ini.

Gambar 16. Pertumbuhan bulu leher pada ayam hutan asli.

Ayam hutan jantan dengan bulu leher pendek berwarna hitam

(kiri). Bulu leher yang mulai tumbuh (tengah). Bulu leher yang

sudah tumbuh sempurna pada musim kawin (kanan). Ketiga

ayam jantan di atas adalah ayam yang sudah dewasa

sepenuhnya (bukan ayam muda). Perhatikan bentuk kepala

dan jengger kecil yang menjadi ciri khas ayam hutan asli.

Sumber:http://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm

d. Bulu tubuh dan bulu ekor yang tersusun sangat rapi

Page 23: Ayam hutan 2

Ayam hutan jantan yang asli memiliki susunan bulu ekor yang

sangat rapi, teratur dan mengkilap. Hal ini sangat penting

bagi pejantan, sebagai modal untuk menarik hati betina. Saat

musim berbiak, betina biasanya akan jual mahal dan berusaha

mencari pejantan berpenampilan paling trendy dan paling kuat

untuk menjamin masa depannya.

Bulu tubuh jantan selalu ditelisik dengan teratur agar tetap

rapi dan bersih bebas dari kutu. Warna bulu ekor pun selalu

hitam bercampur hijau berkilauan. Bulu di pangkal ekor

berwarna putih dan tumbuh lebih lebat.

Pada ayam hutan jantan, 4 pasang bulu penutup ekor yang

paling luar (Gambar 4 yang dilingkari garis kuning) akan

selalu tumbuh lebih kecil dan selalu lebih pendek

dibandingkan bulu ekor utama. Sepasang bulu ekor yang

paling atas, akan selalu tumbuh paling panjang dan

melengkung, membentuk formasi bulan sabit yang indah.

Berbeda dengan ekor ayam hutan, ekor ayam jantan hasil

silangan (ayam Brugo) atau ekor ayam kampung memiliki

susunan yang tidak jelas, bahkan cenderung berantakan. Bulu

penutup ekor yang terletak paling luar, seringkali tumbuh

lebih panjang dari bulu ekor utama. Perbedaan bentuk ekor ini

dapat dilihat pada Gambar 17 di bawah ini.

Page 24: Ayam hutan 2

Gambar 17. Bulu ekor ayam hutan asli (kiri) memiliki susunan

yang teratur dan sangat rapi. Bulu penutup ekor terluar (yang

tumbuh dekat bulu pangkal ekor yang putih) hanya berjumlah

4 dan tidak pernah tumbuh melewati bulu utama. Bulu pangkal

ekor yang putih pada ayam hutan asli juga lebih lebat. Pada

ayam kampung (kanan), bulu ekor biasanya tumbuh tidak

beraturan. Bulu penutup ekor terluar, seringkali tumbuh lebih

panjang dari bulu ekor utama.

e. Kaki lebih ramping berwarna abu-abu kebiruan

Ayam hutan jantan yang asli memiliki kaki yang ramping,

selalu berwarna abu-abu gelap kebiruan, dengan taji yang

meruncing alami dan melengkung indah. Sisik juga lebih

halus. Pada ayam hasil silangan (Brugo) atau ayam kampung,

kaki umumnya lebih besar dengan sisik yang kasar berwarna

kekuningan atau kehitaman. Taji besar dan tumbuh tidak

beraturan (Gambar 18).

Page 25: Ayam hutan 2

Gambar 18. Kaki ayam hutan yang asli (kiri). Kaki ayam hasil

silangan (Brugo) atau ayam kampung (kanan).

Sumber: http://ayamhutan.tripod.com/junglefowl.html

f. Warna bulu yang lebih cerah dan mengkilap

Keindahan bulu bagi ayam hutan jantan sangatlah penting,

dan menjadi salah satu modal utama untuk memikat betina.

Warna ayam hutan yang sangat cerah ini, dapat ditemukan

selama musim kawin atau musim berbiak.

Berbeda dengan ayam hutan, ayam kampung (ayam domestik)

tidak mengenal musim berbiak. Unggas peliharaan ini dapat

kawin setiap saat, kapan saja, dimana saja dan dengan siapa

saja . Mungkin karena sifatnya inilah, sehingga selama ribuan

tahun proses budidaya, dapat dihasilkan ratusan varian ayam

dengan berbagai fungsi (petelur, pedaging, ayam hias) yang

tersebar di seluruh dunia (bisa dilihat di

dihttp://www.feathersite.com).

Terjaminnya suplai makanan, rasa aman dari pemangsa serta

hilangnya sifat mengeram pada sebagian ras ayam domestik,

memungkinkan ayam betina untuk bertelur nyaris setiap hari,

sepanjang tahun. Ayam betina di dalam kandang sudah tak

peduli lagi, apakah pejantan pasangannya termasuk ayam

yang ganteng atau tidak, yang penting bisa “melaksanakan

tugas” dengan baik. Jadi, dalam hal kawin mawin, bulu yang

indah bagi pejantan ayam domestik, sudah tidak diperlukan

Page 26: Ayam hutan 2

lagi. Periode moulting atau rontoknya bulu leher pun, tidak

dikenali lagi oleh ayam domestik.

Gambar 19. Ayam hutan yang sedang minum ini sangat

waspada dengan kondisi sekitar. Perhatikan bulu ekornya yang

tersusun rapi, serta bulu lehernya yang lebat dan mengkilap

(Gambar 12). Foto: Giovani M.

Beberapa Contoh Ayam hasil silangan (Brugo)

Dari Gambar 20 di bawah ini, dapat dilihat beberapa jenis

ayam yang kemungkinan besar adalah hasil persilangan antara

ayam hutan dengan ayam peliharaan. Ayam pada gambar di

sebelah kiri memiliki pola warna yang menyerupai ayam

hutan, namun bentuk tubuh yang gempal dan kakinya yang

besar menunjukkan bahwa ayam ini adalah ayam silangan.

Ayam di bagian tengah, juga memiliki postur yang menyerupai

ayam hutan, tetapi keberadaan pola totol-totol putih di sekujur

tubuhnya menunjukkan, bahwa kemungkinan besar, ayam ini

juga termasuk hasil kawin silang.

Page 27: Ayam hutan 2

Gambar 20. Beberapa contoh ayam hasil silangan (Brugo).

Ayam di sebelah kanan pada Gambar 20 di atas, merupakan

salah satu ayam hias dari Jepang. Kadang-kadang, ayam Brugo

dengan pola warna kuning seperti ini, juga ditemukan pada

populasi ayam liar di tepi hutan yang berbatasan dengan

pemukiman penduduk.

Ayam Hutan Feral

Di Kepulauan Hawaii dan Cook Island (Pasifik Tenggara), juga

ditemukan populasi ayam hutan merah peliharaan yang

terlepas dari kandang, dan kemudian hidup liar (feral) di

daerah pedalaman. Ciri fisik ayam ini sangat mirip dengan

ayam hutan asli. Kemungkinan, dahulunya ayam peliharaan

yang terlepas adalah ayam hutan asli yang kemudian kawin

dengan ayam setempat, hingga berkembang menjadi populasi

ayam liar, seperti yang ditemukan saat ini.

Page 28: Ayam hutan 2

Gambar 21. Populasi ayam hutan feral di Kepulauan Cook.

Oleh peneliti, ayam hutan ini disimpulkan telah terkontaminasi

genetik ayam domestik setempat sehingga dikategorikan

sebagai ayam silangan (Crossbred/Brugo).

Dari Gambar 21 di atas, dapat dilihat bentuk fisik ayam liar

yang sangat mirip sekali dengan ayam hutan asli. Bentuk

tubuh yang sedikit gempal pada ayam kiri, jengger yang besar

pada ayam jantan sebelah kanan dan adanya jengger pada

ayam betina (inset), menunjukkan bahwa ayam hutan ini telah

terkontaminasi oleh gen ayam setempat, sehingga sudah tidak

murni lagi.

Berburu ayam hutan merah

Ayam hutan merah biasanya ditangkap dengan menggunakan

jerat atau ditembak dengan senapan angin. Untuk menjerat

ayam hutan, digunakan umpan berupa ayam jantan yang

sudah jinak (ayam Brugo) sebagai ayam pemikat atau pekatik.

Di sekitar ayam hutan pemikat di pasang jerat dari benang

atau bahan lainnya.

Cara lain untuk menjerat ayam hutan adalah dengan

menaburkan makanan berupa gabah, beras atau biji-bijian di

sekitar perangkap. Alat ini haruslah di pasang di tempat yang

biasa dilewati ayam hutan merah. Bekas cakaran ayam di

tanah saat mencari makan,  dapat menjadi pedoman untuk

memperkirakan tempat yang baik untuk memasang

perangkap.

Jebakan tanpa umpan yang mengandalkan daya tarik pohon

yang dibuat melengkung, juga dapat dipasang di lokasi yang

diperkirakan sering dilalui ayam hutan. Untuk lebih jelasnya,

dapat dilihat di situs: http://ayam kasintu.blogspot.com.

Page 29: Ayam hutan 2

Gambar 22. Contoh jerat ayam hutan (kiri atas).

Sumber: http://ayamkasintu.blogspot.com. Seorang pemburu

di Jawa Barat dengan ayam hutan hasil buruannya. Dari warna

bulu lehernya yang pendek dan membulat, kemungkinan besar

ayam hutan ini adalah ayam hutan Jawa Gallus gallus

bankiva (kanan).

Sumber: http://paningaransniper.blogspot.com/2010/01/p-g-o-l-

b-ayam-hutan-merah-kasintu.html. Ayam Brugo yang menjadi

ayam pemikat (ayam pekatik) untuk memancing ayam hutan

merah di Sumatera Selatan (kiri bawah).

Sumber: http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/3/815/.

Budidaya ayam hutan merah

Ayam hutan yang baru ditangkap dari alam, sangat sulit

dijinakkan, karena sifatnya yang liar. Ayam ini juga mudah

mengalami stress, karena tidak terbiasa dengan suara yang

ramai atau gaduh. Jika stress ini berlanjut, nafsu makan ayam

Page 30: Ayam hutan 2

hutan menurun drastis. Ayam pun akan semakin lemah karena

tidak mau makan dan rentan terhadap penyakit.

Saat panik atau terkejut, ayam hutan yang biasanya

ditempatkan di dalam kandang yang sempit, akan berusaha

keluar dengan menabrak dinding kandang. Seringkali,

benturan yang terjadi menimbulkan luka di kepala dan sayap.

Jika tidak ditangani dengan segera, luka ini dapat berkembang

menjadi infeksi. Ayam hutan pun, bisa jadi almarhum

dibuatnya.

Menjinakkan ayam hutan liar dari alam, jelas membutuhkan

kesabaran dan ketekunan yang tinggi. Diperlukan waktu yang

lama, untuk membuat ayam hutan menjadi lebih jinak dan

menurut. Melakukan penangkaran terhadap ayam hutan juga

bukan perkara mudah, karena harus memenuhi bermacam

persyaratan agar ayam hutan merasa nyaman dan mau

bereproduksi.

Menurut pihak Taman burung TMII, penangkaran ayam hutan

merah di kandang besar dan luas yang didesain khusus,

seperti di habitat aslinya akan memberikan hasil yang lebih

baik. Ayam merah yang dipelihara di kubah burung TMII,

dilaporkan dapat berbiak sepanjang tahun tanpa mengenal

musim. Hal ini diduga terkait dengan kenyamanan dan

kecukupan bahan makanan yang diperoleh ayam hutan di

dalam kubah.

Beberapa penangkar burung di Malaysia dan Thailand sudah

menangkarkan ayam hutan murni, untuk menghindari polusi

genetik ini. Penangkaran ini dilakukan dengan memelihara

ayam dalam kandang besar dari kawat berukuran 3 x 3 x 4

Page 31: Ayam hutan 2

meter yang ditempatkan di tepi hutan yang tidak ada

bangunan sama sekali di sekitarnya. Kondisi kandang dibuat

semirip mungkin dengan habitat asli. Kandang tersebut

beralas tanah dengan serasah yang dilengkapi tempat

bersarang dan kayu atau cabang pohon sebagai tenggeran.

Harga ayam hutan bersertifikat hasil penangkaran yang

dijamin keasliannya ini, cukup mahal dan diekspor, untuk

memenuhi kebutuhan pasar Eropa dan Amerika.

Cara lain yang lebih mudah untuk membudidayakan ayam

hutan merah adalah dengan mengambil telur ayam hutan dari

sarangnya, kemudian ditetaskan di mesin tetas atau dititipkan

pada induk ayam kampung yang sedang bertelur/mengeram.

Anak ayam hutan yang ditetaskan dengan cara ini, setelah

dewasa, biasanya lebih mudah beradaptasi dengan manusia.

Meskipun demikian, karakter dan nalurinya sebagai burung

liar masih tetap ada.

Informasi lebih lanjut tentang budidaya ayam hutan dapat

dilihat dihttp://omkicau.com/2009/12/22/pelestarian-ayam-

hutan-melalui-pembentukan-ayam-bekisar-untuk-ternak-

kesayangan-bagian2/

Pasar ayam hutan merah

Proses budidaya yang sulit, birokrasi yang rumit (untuk

ekspor) serta nilai ekonomi yang belum menjanjikan, membuat

penangkaran ayam hutan yang asli/murni/bersertifikat untuk

tujuan komersial, tidak populer di Indonesia. Dapat dipastikan,

sebagian besar ayam hutan merah yang ada di pasaran di

Indonesia, merupakan hasil tangkapan dari alam atau ayam

hutan hasil silangan (Brugo).

Page 32: Ayam hutan 2

Menjual ayam hutan hasil silangan (Brugo) di pasaran, jauh

lebih mudah, karena selain jinak, juga tahan terhadap tekanan

lingkungan. Seringkali, ayam Brugo ini diberi label “ayam

hutan asli yang sudah jinak“, untuk mendongkrak harga dan

memanfaatkan ketidaktahuan konsumen akan ciri ayam hutan

yang asli.

Gambar-gambar ayam hutan merah yang asli dapat dilihat

di:http://ayamhutan.tripod.com/junglefowl.html da

nhttp://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm.

Memasarkan ayam hutan hasil tangkapan dari alam jauh lebih

beresiko, karena ayam hutan mudah stress dan rentan

terhadap penyakit. Pembeli tentu tidak mau membeli ayam

hutan yang kelihatan pucat, lemah dan sakit. Membuat ayam

hutan menjadi lebih jinak juga membutuhkan waktu yang

lama, sehingga tidak ekonomis. Ayam hutan hasil tangkapan

dari alam pun, belum tentu ayam hutan asli, sebab

kemungkinan kontaminasi dari ayam domestik seperti telah

diceritakan di atas, juga cukup besar. Jadi, bagi sobat-sobat

yang ingin membeli dan memelihara ayam hutan yang asli,

kami harap untuk berhati-hati…

Dari hasil diskusi dengan beberapa narasumber yang pernah

memelihara ayam hutan merah dan ayam Brugo, penulis

memperoleh beberapa informasi menarik. Sebagian besar

narasumber, menyarankan untuk memelihara ayam Brugo,

karena pemeliharaannya lebih mudah, karakternya lebih jinak

dan daya tahan tubuhnya kuat.  Ayam Brugo juga berkokok

lebih nyaring, lebih panjang dan lebih sering dibandingkan

dengan ayam hutan merah.

Page 33: Ayam hutan 2

Memelihara ayam hutan asli bagi hobiis yang belum

berpengalaman sangatlah tidak dianjurkan, karena sifat ayam

hutan yang rentan terhadap stress dan penyakit.

Hubungan ayam hutan merah dengan manusia

Bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa ayam hutan merah

telah didomestikasi sejak 6000 tahun yang lalu di Henan

(China). Stempel kerajaan bergambar ayam juga ditemukan di

Mohenjo-daro yang diperkirakan berasal dari rentang waktu

3000-2000 tahun sebelum masehi.

Awalnya, ayam hanya dipelihara sebagai hewan aduan.

Selanjutnya, didomestikasi untuk diambil daging dan telurnya.

Di Mesir, ayam telah diintroduksi oleh pedagang dari timur

sejak zaman Fir’aun dan dikenal sebagai “burung yang dapat

bertelur setiap hari”. Sekitar tahun 600 SM, ayam memasuki

Eropa dan menjadi salah satu dewa untuk pemujaan yang

melambangkan kesuburan, keperkasaan dan kemakmuran

(Diwyanto dan Prijono, 2007).

Boleh dikata, ayam hutan merah yang menjadi nenek moyang

ayam peliharaan, adalah spesies burung yang paling berjasa.

Ayam hutan ini bersama dengan seluruh varian turunannya

telah lama menjadi salah satu sumber protein utama bagi

manusia. Selain itu, ayam dengan berbagai bentuk, gerak-

geriknya yang lucu dan suara kokoknya yang unik, juga

menjadi satwa “penawar duka” bagi manusia yang kerap

dirundung nestapa.

Ayam adalah salah satu menu makanan favorit masyarakat

dunia. Hal ini dapat dilihat dari sebaran jaringan restoran

fastfood global yang dapat ditemukan dengan mudah di kota-

Page 34: Ayam hutan 2

kota besar, seperti: Mc Donald, Kentucky Fried Chicken

(KFC),  Texas Fried Chicken, Kamerun Fried Chicken (?) dan

FC FC lainnya. Adapula yang sifatnya lokal seperti CFC, Mbok

Berek, Warung Pecel Lele, Warung Sari Laut, Sate Ayam

Madura, Ayam Goreng Kalasan, Ayam Goreng Sulawesi dan

lain-lain. Saat hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha,

hidangan dari daging ayam berjaya mendampingi ketupat di

meja makan.

Ayam hutan merah jantan menampilkan kesan yang gentle,

gagah, berani dan pantang menyerah. Di Indonesia, beberapa

institusi menggunakan ayam hutan merah jantan sebagai

lambang. Salah satunya adalah Universitas Hasanuddin,

sebuah perguruan tinggi negeri di Makassar, Sulawesi

Selatan, Indonesia.

Gambar 23. Lambang Universitas Hasanuddin (kiri),

perangko bergambar Sultan Hasanuddin (kiri tengah), France

Cock (kanan tengah) dan lambang tim nasional Perancis

(Kanan).

Lambang ayam jantan tersebut digunakan untuk mengenang

pahlawan Nasional, Sultan Hasanuddin (1631-1670) yang

berjuang dengan gigih, menentang penjajah.  Belanda pun

kagum dengan keberanian Sultan Hasanuddin, sehingga

menggelari Raja Gowa ke-16 tersebut dengan sebutan, “De

Haantjes van Het Oosten” atau ayam jantan dari benua timur.

Ayam hutan merah jantan juga dikenal sebagai lambang

Page 35: Ayam hutan 2

nasional negara Perancis. Jika sobat penggemar fanatik sepak

bola, cobalah tengok lambang di dada pemain timnas Perancis,

akan nampak sesosok ayam jantan, berdiri dengan gagah di

sana (Wikipedia).

Status Konservasi

Populasi ayam hutan di berbagai negara di Asia cenderung

terus menurun akibat perburuan dan degradasi habitat.

Namun, ancaman paling utama terhadap populasi ayam hutan

adalah munculnya polusi genetik yang diakibatkan oleh

terjadinya kawin silang secara alami, antara ayam hutan

dengan ayam domestik atau ayam hutan dengan ayam

peliharaan yang tidak dikandangkan.

Oleh IUCN, status ayam hutan merah masih digolongkan

sebagai Least Concern dalam daftar merah atau beresiko

rendah dari kepunahan, karena daerah sebarannya yang luas

dan populasinya yang masih cukup besar. Dalam bahasa

daerah setempat, ayam hutan disebut Kasintu (Sunda), Ayam

alas (Jawa), Ajem alas (Madura), Manuk Kalek (Bugis).

2. Ayam hutan abu-abu/Grey Junglefowl (Gallus

sonneratii Temminck, 1813)

Ayam hutan abu-abu adalah jenis ayam hutan endemik yang

memiliki daerah sebaran terbatas di India. Ayam jantan

memiliki warna dasar tubuh hitam dengan bintik berwarna

merah tanah. Bulu di bagian punggung dan dada tumbuh

memanjang seperti bulu ayam bekisar, didominasi warna abu-

abu dengan pola yang indah. Bulu leher tidak sepanjang bulu

ayam hutan merah, berwarna lurik hitam dan kuning.

Sebagaimana ayam hutan merah, ayam hutan abu-abu juga

menggugurkan bulu lehernya, setelah lewatnya musim

berbiak. Nama ilmiah ayam hutan merah, didedikasikan oleh J.

Page 36: Ayam hutan 2

C. Temminck, direktur Museum sejarah alam Leiden yang

pertama, untuk menghormati penjelajah Perancis, Pierre

Sonnerat.

Susunan bulu ekor sama dengan ayam hutan merah, kecuali

bentuk bulunya yang lebih lebar dengan ujung yang tumpul.

Jengger berwarna merah berpial bilah dengan gerigi yang

halus. Muka juga berwarna merah dengan sepasang gelambir

di bawah dagu. Kaki berwarna merah.

Berbeda dengan ayam hutan merah, ayam hutan abu-abu ini

tidak mengepakkan sayapnya sebelum berkokok. Profil ayam

hutan abu-abu dapat dilihat pada Gambar 24di bawah ini :

Gambar 24. Ayam hutan abu-abu.

Sumber: http://www.clementsfrancis.com-2007

Ayam betina memiliki warna yang lebih suram. Pial/jengger

dan gelambir di kepala tidak ditemukan, sebagaimana ayam

hutan merah betina. Bulu bagian atas berwarna kuning

kecoklatan bercampur merah tanah, ekornya berwarna coklat

kuning kehitaman.

Ciri yang paling menyolok adalah bulu dadanya yang tumbuh

memanjang dan melebar berwarna putih dengan ring hitam

menitari tepi bulu. Pola dan warna bulu dada ini menjadikan

ayam hutan abu-abu betina sebagai ayam betina terindah

Page 37: Ayam hutan 2

dibandingkan dengan spesies ayam hutan betina lainnya. Profil

ayam ini dapat dilihat pada Gambar 25berikut ini.

Gambar 25. Ayam hutan abu-abu betina.

Ayam hutan abu-abu menyukai habitat hutan yang tidak terlalu

lebat dengan rumput yang sedikit atau tidak ada rumput sama

sekali. Makanannya terdiri dari berbagai macam biji-bijian,

buah hutan dan serangga terutama rayap.

Musim berbiak berkisar bulan Pebruari hingga Mei. 4 hingga 7

butir telur dierami betina di dalam sarang selama 21 hari.

Masyarakat lokal menyebut ayam ini Komri dalam bahasa

Rajasthan, Geera kur atauParda komri dalam bahasa

Gondi, Jangli Murghi dalam bahasa Hindi, Raan kombdidalam

bahasa Marathi, Kattu Kozhi dalam bahasa Tamil and

Malayalam, Kaadu kolidalam bahasa Kannada dan Tella adavi

kodi dalam bahasa Telugu.

Status Konservasi

Ayam hutan abu-abu dalam daftar merah IUCN, dikategorikan

berisiko rendah (Least Concern) dari kepunahan. Ancaman

utama adalah perburuan untuk diambil dagingnya. Bulu ayam

yang indah juga dijadikan sebagai umpan untuk memancing

ikan oleh penduduk setempat. Bulu ayam akan dibentuk

sedemikian rupa sehingga menyerupai serangga atau lalat

Page 38: Ayam hutan 2

yang sangat disukai ikan. Umpan ini didesain untuk

mengapung di atas permukaan air. Contoh umpan dari bulu

dapat dilihat pada Gambar 26 di bawah ini

Gambar 26. Umpan pancing dari bulu ayam hutan abu-abu

yang dibentuk mirip serangga. Sumber: Wikipedia.

3. Ayam hutan Srilangka/Ceylon Junglefowl (Gallus

lafayetii, Lesson 1831)

Ayam hutan Srilangka adalah burung endemik yang memiliki

daerah sebaran terbatas di Pulau Srilangka. Nama ilmiah

ayam ini, didedikasikan oleh Rene Lesson, seorang ahli bedah

angkatan laut dan naturalis berkebangsaan Perancis, untuk

menghormati seorang bangsawan di negaranya, Gilbert du

Motier-Marquis de La Fayette. Rene Lesson tercatat

sebagai ilmuwan Eropa pertama yang melihat burung

Cendrawasih di habitat aslinya, di Maluku dan Papua.

Ayam hutan Srilangka memiliki warna dasar hitam, dengan

warna kuning keemasan di leher dan warna jingga gelap di

sekitar punggung. Wajah berwarna merah dengan jengger

merah berbentuk bilah besar yang bergerigi. Bagian tengah

jengger berwarna kuning. Sepasang gelambir cukup besar

menggantung di bawah dagu. Kaki berwarna kuning

kemerahan dengan taji yang agak lurus dan runcing. Ekor

memiliki warna hitam hijau keunguan dengan susunan yang

serupa dengan ayam hutan merah.

Panjang ayam jantan berkisar 66-73 cm dengan berat 0,8-1,2

kg. Betina jauh lebih kecil, dengan panjang 30-35 cm dan

Page 39: Ayam hutan 2

berat 0,5-0,6 kg. Ukuran jengger akan mengecil setelah

melewati musim kawin. Profil ayam hutan Srilangka dapat

dilihat pada Gambar 27. berikut ini.

Gambar 27. Ayam hutan Srilangka. Sumber: Wikipedia.

Ayam betina memiliki warna tubuh coklat yang suram. Bulu

dada agak besar dengan warna dasar coklat. Tepi bulu dada

berwarna putih. Ciri khas dari ayam hutan Srilangka betina

terletak pada bulu sayapnya yang berwarna belang antara

coklat dan putih (Gambar 28). Betina bersarang di tanah

dengan 2-4 telur berwarna krem atau coklat.

Ayam hutan Srilangka memiliki perilaku bersarang yang unik

dibandingkan ayam hutan lainnya. Ayam hutan betina

cenderung bersifat polyandri dan berhubungan dengan

beberapa pejantan yang masih bersaudara.

Pejantan paling dominan (pejantan alfa), bertugas mengawini

betina dan siaga melindungi betina. Pejantan alfa memiliki

bunyi kokok tertentu yang berfungsi seperti alarm, jika

sesuatu yang berpotensi bahaya mendekati sarang.

Pejantan Beta yang lebih inferior, bertugas menjaga dan

berpatroli agak jauh dari sarang betina untuk melindungi

sarang dari predator atau pemangsa seperti ular dan musang.

Telur akan menetas setelah dierami selama 20 hari.

Page 40: Ayam hutan 2

Gambar 28. Ayam hutan Srilangka Betina. Sumber:

Wikipedia.

Sebagaimana ayam hutan lainnya, ayam hutan Srilangka

bersifat terestrial. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk

mencari makanan dengan mengais tanah di lantai hutan untuk

mencari biji-bijian, buah yang jatuh dan serangga. Anak ayam

yang masih muda sangat membutuhkan asupan makanan

hidup, berupa berbagai jenis serangga dan juvenil kepiting

darat. Sedangkan ayam dewasa memiliki menu yang lebih

bervariasi.

Ayam jutan Srilangka sangat peka terhadap penyakit yang

menyerang ayam ras atau ayam kampung pada umumnya.

Ayam ini juga terbiasa memakan mangsa yang hidup, sehingga

tidak bisa mengkonsumsi makanan buatan pabrik. Oleh karena

itu, ayam hutan Srilangka sangat sulit dipelihara di

penangkaran.

Status Konservasi

Populasi ayam hutan Srilangka yang masih banyak ditemukan

di habitatnya, membuat IUCN memasukkan ayam ini dalam

kategori Least Concern atau berisiko rendah untuk mengalami

kepunahan. Jika populasi ayam ini dalam kondisi kritis di

habitat aslinya, akan sangat sulit mencegahnya dari

kepunahan, sebab ayam hutan Srilangka ini cukup sulit

dikembangbiakkan di penangkaran. Wali Kukula, demikian

Page 41: Ayam hutan 2

masyarakat setempat memberi nama ayam hutan ini, juga

dikenal sebagai burung nasional  Srilangka.

4. Ayam hutan hijau/Green Junglefowl (Gallus varius Shaw,

1798)

Ayam hutan hijau adalah ayam hutan endemik Indonesia yang

tersebar di Pulau Jawa, Bali, Lombok, Komodo, Flores, Rinca

dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.  Ayam ini termasuk

burung berukuran besar, dengan  ukuran panjang jantan

berkisar antara 70-75 cm. Sedangkan betina, berukuran lebih

kecil, yaitu berkisar 40-45 cm.

Ayam hutan hijau memiliki bentuk dan warna yang paling unik

di antara semua jenis ayam hutan, karena ciri-cirinya yang

lebih menyerupai burung pheasant.

Gambar 29. Ayam hutan hijau. Sumber: Flickr

Pial/jengger dan gelambir ayam hutan hijau memiliki ukuran

paling besar dibandingkan dengan jengger dan gelambir dari

spesies ayam hutan lainnya. Jengger ayam hutan hijau

berbentuk bilah yang sangat besar, berwarna merah muda

dengan tepi membulat tanpa gerigi. Bagian tengah jengger

berwarna biru muda dan kuning.

Gelambir yang menggantung di bawah dagu juga sangat lebar,

berwarna merah muda. Tepi gelambir bagian bawah berwarna

Page 42: Ayam hutan 2

biru muda, sedangkan tepi gelambir bagian dalam berwarna

kuning.

Gambar 30. Kepala dan dada ayam hutan hijau. Sumber:

Flickr

Berbeda dengan bulu leher ayam hutan pada umumnya yang

tumbuh memanjang dan sempit, bulu leher, tengkuk dan

mantel ayam hutan hijau, tumbuh pendek, membulat atau

sedikit meruncing dan tumpang tindih seperti sisik ikan. Bulu

leher ini berwarna hijau, yang bisa berubah-ubah seperti

warna minyak tanah di atas air (iridescent). Tepian bulu leher

berwarna hitam. Fenomena gugur bulu (moulting) di bagian

leher, tidak ditemukan pada ayam hutan hijau.

Bulu sayap atas tumbuh sempit memanjang, berwarna hitam

dengan tepian berwarna jingga. Bulu pinggul juga berbentuk

sama, hanya saja tepiannya berwarna kuning keemasan.

Bagian bawah tubuh dan ekor berwarna hitam bercampur

ungu dan hijau berkilauan.

Ayam hutan betina berwarna kuning kecoklatan, dengan garis-

garis dan bintik hitam. Iris merah, paruh abu-abu keputihan.

Jengger dan gelambir tidak ada. Kaki kekuningan atau agak

kemerahan tanpa taji.

Page 43: Ayam hutan 2

Gambar 31. Ayam hutan hijau betina. Sumber: Wikipedia

Ayam hutan hijau menyukai daerah terbuka, tepi hutan,

padang rumput dan daerah berbukit dekat pantai. Ayam ini

cenderung hidup berkelompok dengan anggota 2-7 ekor. Saat

pagi dan sore hari, ayam hutan jantan akan memimpin

beberapa ekor betina beserta anaknya, menuju padang rumput

atau daerah terbuka untuk mencari makan atau menuju

sumber air untuk minum. Makanannya terdiri dari biji-bijian,

serangga, pucuk rumput dan daun serta hewan kecil seperti

jangkrik, lipan, kadal dan katak kecil.

Seringkali, ayam hutan hijau akan bergabung dengan banteng,

sapi, rusa dan kerbau, untuk menangkap serangga yang

beterbangan, karena terusik oleh pergerakan hewan besar

yang sedang merumput itu. Kadang-kadang, ayam ini juga

akan mengais kotoran hewan besar tadi, untuk mencari biji-

bijian yang masih tersisa atau menangkap serangga yang

mengerumuni kotoran tersebut.

Saat terik mulai menyengat di siang hari, ayam hutan hijau

akan segera kembali, memasuki keremangan tajuk hutan,

untuk berlindung. Saat senja menjelang, kelompok ayam ini

akan terbang ke atas rumpun bambu, perdu dan palem pada

ketinggian 2-8 meter untuk beristirahat melewatkan malam.

Page 44: Ayam hutan 2

Gambar 32. Ayam hutan hijau di Taman Nasional Bali Barat.

Sumber: Wikipedia.

Musim berbiak terjadi pada bulan Oktober dan Nopember di

Jawa Barat dan Maret-Juli di Jawa Timur. Pada musim ini,

pejantan akan sibuk memikat betina dengan tarian dan

peragaan bulunya yang indah. Seringkali, pejantan muda yang

sudah dewasa dan belum memiliki pasangan akan menantang

pejantan dominan untuk memperebutkan betina. Pertarungan

sengit pun tak dapat dihindari lagi. Pemenangnya akan

menjadi pemimpin kelompok dan berhak mengawini betina.

Sarang ayam hutan hijau terbuat dari rumput, daun dan

ranting kering yang sederhana dan berada di atas tanah.

Sarang ini umumnya berada dalam semak yang rapat atau

rumput yang tinggi. Telur berwarna putih, berjumlah 3-4 butir

dan akan dierami selama 21-26 hari. Di antara semua jenis

ayam hutan, ayam ini memiliki masa pengeraman yang paling

lama. Anak ayam yang telah menetas akan cepat mandiri dan

memiliki kemampuan terbang yang baik hanya dalam

beberapa minggu saja.

Status Konservasi

IUCN menyatakan, populasi ayam hutan hijau masih berisiko

rendah (Least Concern) untuk punah. Akan tetapi, degradasi

Page 45: Ayam hutan 2

habitat dan perburuan liar tetap mengancam kelestarian ayam

ini. Ayam hutan hijau, sangat populer di Jawa Timur, sebagai

induk jantan yang disilangkan dengan ayam kampung betina,

untuk menghasilkan ayam hibrid eksotis yang disebut Ayam

Bekisar. Artikel tentang ayam bekisar ini dapat dilihat

di:http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/03/bisnis-

budidaya-ayam-bekisar.html

Gambar 33. Ayam Bekisar Multiwarna.

Sumber: http://lulubekisar.files.wordpress.com.

Page 46: Ayam hutan 2

Gambar 34. Ayam Bekisar kuning/jingga.

Ayam Bekisar jantan umumnya fertil (subur). Sedangkan

ayam bekisar betina selalusteril (tidak subur), sehingga tidak

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Perkawinan silang ini

dapat menurunkan keragaman genetik ayam hutan hijau,

sebab kegiatan ini tidak diikuti dengan upaya pelestarian,

yaitu: mengawinkan ayam hutan hijau jantan dengan betina

dari spesiesnya sendiri. Ayam hutan hijau juga dikenal sebagai

fauna identitas Propinsi Jawa Timur.

Page 47: Ayam hutan 2

Gambar 35. Ayam Bekisar Merah. Sumber: bejubel.com

Indonesia adalah negara yang dianugerahi kekayaan alam

yang luar biasa oleh sang Pencipta. Mari kita lindungi, kita

lestarikan dan kita manfaatkan anugerah tersebut dengan cara

yang bijak. Semoga tulisan ini bermanfaat (D-094).

Referensi Utama :

Diwyanto, K dan Prijono, S. N (eds). 2007. Keanekaragaman

Sumberdaya Hayati Ayam Lokal Indonesia. Pusat Penelitian

Biologi. LIPI. 212 pp.

Mac. Kinnon, et al. 2002. Seri Panduan Lapangan. Burung-

Burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Birdlife dan

LIPI.

Rahayu, Iman. 2001. Karakteristik dan Tingkah Laku Ayam

Hutan Merah (Galllus gallus spadiceus) di dalam Kurungan.

Med. Pet. Vol.24. No.2.

http://ayamhutan.tripod.com/junglefowl.html 

(direkomendasikan mengunjungi website ini).

Page 48: Ayam hutan 2

http://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Gallus_%28biology%29

http://www.feathersite.com/

Gambar 9.Sarang ayam hutan merah.

Sumber:http://rimbundahan.org/(2005).Share this:

Berbagi

Terkait

Burung-burung terindahdalam "Fauna"

Kalkun Asli Indonesia Terancam Punahdalam "Fauna"

Page 49: Ayam hutan 2

Burung-burung Halmahera (5)dalam "Fauna"

Tulisan ini dipublikasikan di Fauna dan tag ayam hutan, ayam hutan merah, cock, red junglefowl.

Tandai permalink.

← Daftar spesies ikan air tawar endemik   Indonesia

Kima: kerang raksasa yang semakin   langka  →

4 Balasan ke Ayam hutan merah: nenek moyang ayam peliharaan

1. agustiyar berkata:

7 April 2011 pukul 1:03 pm

wow..informasi yang sangat lengkap. sangat membantu sekali.

terima kasih.

https://dody94.wordpress.com/2011/04/01/ayam-hutan-merah-nenek-moyang-ayam-peliharaan/ diakses tgl. 14 April 2015