awk
TRANSCRIPT
![Page 1: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/1.jpg)
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/pendidikan-bahasa-indonesia/kajian-feature-pada-media-
massa-cetak-terbitan-palembang-sebuah-analisis-wacana-kri
Kajian Feature pada media massa cetak
terbitan Palembang: sebuah analisis
wacana kritis
Posted August 12th, 2008 by wijaya_one
Pendidikan Bahasa Indonesia
abstraks:
Analisis wacana kritis (AWK) adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menganalisis teks media. Dalam makalahnya, Purnomo (2006:3) menyatakan, “Apabila
analisis wacana yang hanya difokuskan pada penggunaan bahasa alamiah dengan analisis
semata-mata bersifat linguitis, AWK berusaha menjelaskan penggunaan bahasa dikaitkan
dengan perspektif disiplin lain, seperti politik, gender, dan faktor sosilogis lain”.
Faktanya, AWK merupakan pengembangan dari analisis wacana (biasa) yang melihat
lebih dalam makna yang tersembunyi dari suatu teks.
Penelitian mengenai analisis wacana pada media massa telah dilakukan sebelumnya oleh
beberapa mahasiswa FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Unsri, di antaranya
Nauval dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Wacana Teks Berita di Sumatera
Ekspres Edisi Januari—Maret 2003” dan Risnawati yang pada tahun 2006 lalu
![Page 2: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/2.jpg)
mengangkat judul “Analisis Wacana Berita Kriminal terhadap Wanita pada Sumatera
Ekspres Periode September—Desember 2005: Kajian Stilistik”. Perbedaan keduanya
terletak objek yang diteliti. Risnawati membahas analisis wacana secara lebih spesifik
dengan memfokuskan kajiannya mengenai kasus kejahatan terhadap kaum perempuan,
sedangkan Nauval cenderung mengamati topik berita kekerasan terhadap wanita dengan
segala permasalahan yang kompleks seperti, kekerasan seksual, fisik, ekonomi, dan
psikis. Namun demikian, keduanya menggunakan harian lokal Sumatera Ekspres sebagai
media kajiannya.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan ideologi yang tersembunyi dalam karangan
khas (feature) dan strategi penulis menyembunyikan ideologinya dilihat dari struktur
makro, superstruktur, dan struktur mikro.
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat mengukuhkan pandangan analisis wacana
kritis tentang karakteristik media massa dalam kaitannya dengan pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengannya. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
pembinaan pengetahuan dan kepekaan mahasiswa dalam menganalisis wacana media
massa secara kritis dalam kajian analisis wacana ataupun dalam kajian wacana bahasa
Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi terpenting dalam kehidupan manusia. Keraf (1993:4)
![Page 3: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/3.jpg)
mengemukakan bahwa bahasa merupakan saluran perumusan maksud, melahirkan
perasaan, dan memungkinkan menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Dengan
demikian, sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa untuk
mengungkapakan pikiran, berinteraksi, bekerja sama dan berkomunikasi dengan manusia
di sekitarnya.
Ditinjau dari segi bahasa, komunikasi dibagi menjadi dua yaitu komunikasi lisan dan
komunikasi tulis. Menurut Keraf (1993:12), bahasa dalam pengertian sehari-hari adalah
bahasa lisan, sedangkan bahasa tulis merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan
itu dalam bentuk simbol-simbol tertulis. Komunikasi lisan dapat disampaikan melalui
sarana media massa elektronik, sedangkan komunikasi tulis penyampaiannya melalui
sarana media massa cetak.
Media massa cetak (pers) merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang
efektif yang mampu menjangkau cukup banyak pembaca di semua lapisan masyarakat.
Dengan kata lain, media massa sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat
dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Menurut
Louis Althusser (dalam Sobur, 2004:30), media massa sebagaimana lembaga-lembaga
pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara
yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok
yang berkuasa. Hal tersebut didukung oleh Sobur (31:2004) yang mengungkapkan bahwa
sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang
banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat
membentuk opini publik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media massa bukan sesuatu
yang bebas, independen, tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial.
![Page 4: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/4.jpg)
Sebagai saluran komunikasi politik dan sosial, media massa berusaha menyampaikan
informasi yang tepat kepada masyarakat. Maka dari itu, media massa dituntut untuk
menyampaikan informasi yang netral dan berimbang kepada khalayak pembaca. Namun,
media massa juga merupakan produsen informasi politik dan sosial yang harus setia
kepada “pemilik” media yang menaunginya.
Dari sudut pandang inilah analisis wacana kritis berpendapat bahwa tidak ada media
massa yang “benar-benar” netral. Hal ini juga dikemukakan oleh Purnomo (2007:2)
bahwa media massa berada di bawah kepemilikan perorangan atau organisasi, dikelola
oleh sekelompok pengelola, dan akhirnya dibaca oleh sekelompok pembaca tertentu pula.
“Media bukanlah saluran bebas dan netral. Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu
dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan” (Eriyanto, 2001:48).
Dapat dipahami bahwa di setiap proses produksi, distribusi hingga konsumsi informasi
terdapat kepentingan lain yang harus dipenuhi oleh media massa. Alasan tersebut yang
membuat media massa menjadi tidak benar-benar netral atau objektif, tetapi “berpihak”.
Telah dibahas sebelumnya bahwa setiap wacana dalam media massa mengembangkan
ideologi penulis atau pemroduksinya. Hal ini karena teks, pencakaran, dan lainnya adalah
bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu (Eriyanto, 2001:13).
Hal tersebut juga didukung oleh van Zoest dalam Sobur (2004:60) yang berpendapat
bahwa sebuah teks tak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk
memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. Oleh karena itu, ideologi “pemilik” suatu
media dapat tercermin dari tulisan di media tersebut baik berupa berita maupun opini,
bahkan karangan khas (features). Ideologi dapat ditelusuri melalui berbagai aspek tulisan,
skema, penataan topik, penggunaan bahasa, sampai pada pemanfaatan grafika, seperti
![Page 5: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/5.jpg)
ukuran huruf, warna dan tata letak. Inilah yang menjadi objek kajian analisis wacana
kritis pada media massa cetak.
Media massa lokal merupakan subsistem dari politik media massa nasional ataupun
global. Faktanya, beberapa media massa terbitan Palembang secara resmi berafiliasi pada
kelompok penerbitan nasional, seperti halnya surat kabar Sriwijaya Pos yang tergabung
dalam kelompok Kompas Gramedia dan Sumatera Ekspres yang tergabung dalam
kelompok Jawa Pos. Dari kenyataan tersebut, dapat dipahami bahwa koran lokal pun
tidak bebas dari “ideologi” karena ia diproduksi, disebarluaskan, dan diterima oleh pihak-
pihak tertentu dengan sudut pandang dan ideologi tertentu pula. Tentu saja ideologi yang
tersembunyi dalam surat kabar lokal tersebut dapat mencerminkan ideologi dengan
aspirasi lokal, tetapi dapat juga mencerminkan ideologi nasional dan global.
Salah satu contoh bagaimana dua surat kabar yang berbeda yaitu, Sumatera Ekspres edisi
Kamis, 1 Maret 2007 dan Sriwijaya Pos edisi Rabu, 16 Mei 2007 mengisahkan riwayat
rokok kretek yang bermula dari kota Kudus, Jawa Tengah dengan cara yang berbeda
pula. Sumatera Ekspres menulis feature dengan judul “Djarum Sumbang Pemerintah Rp
6,99 Triliun Pertahun” dengan subjudul “Journalist Out PT Djarum Kudus”. Sementara
itu, Sriwijaya Pos menyajikan judul “Kudus Identik dengan Rokok Kretek”. Dari kedua
judul feature tersebut, dapat dijelaskan bahwa Sriwijaya Pos lebih netral. Feature di
dalamnya menceritakan sejarah ditemukannya rokok kretek pertama kali hingga
berdirinya PT Djarum di Kudus, sedangkan Sumatera Ekspres cenderung “berpihak”
pada PT Djarum dengan memberikan penekanan pernyataan bahwa setiap tahunnya PT
Djarum selalu memberikan penghasilan cukai untuk pemerintah sebesar Rp 6,99 triliun.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat “maksud” terselubung yang disampaikan melalui
![Page 6: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/6.jpg)
penulisan feature tersebut.
Analisis wacana kritis (AWK) adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menganalisis teks media. Dalam makalahnya, Purnomo (2006:3) menyatakan, “Apabila
analisis wacana yang hanya difokuskan pada penggunaan bahasa alamiah dengan analisis
semata-mata bersifat linguitis, AWK berusaha menjelaskan penggunaan bahasa dikaitkan
dengan perspektif disiplin lain, seperti politik, gender, dan faktor sosilogis lain”.
Faktanya, AWK merupakan pengembangan dari analisis wacana (biasa) yang melihat
lebih dalam makna yang tersembunyi dari suatu teks.
Penelitian mengenai analisis wacana pada media massa telah dilakukan sebelumnya oleh
beberapa mahasiswa FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Unsri, di antaranya
Nauval dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Wacana Teks Berita di Sumatera
Ekspres Edisi Januari—Maret 2003” dan Risnawati yang pada tahun 2006 lalu
mengangkat judul “Analisis Wacana Berita Kriminal terhadap Wanita pada Sumatera
Ekspres Periode September—Desember 2005: Kajian Stilistik”. Perbedaan keduanya
terletak objek yang diteliti. Risnawati membahas analisis wacana secara lebih spesifik
dengan memfokuskan kajiannya mengenai kasus kejahatan terhadap kaum perempuan,
sedangkan Nauval cenderung mengamati topik berita kekerasan terhadap wanita dengan
segala permasalahan yang kompleks seperti, kekerasan seksual, fisik, ekonomi, dan
psikis. Namun demikian, keduanya menggunakan harian lokal Sumatera Ekspres sebagai
media kajiannya.
Dari pemaparan di atas, diketahui bahwa penelitian mengenai analisis wacana kritis
karangan khas (feature) pada media massa cetak terbitan Palembang edisi Maret—Mei
2007 belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan alasan itu, peneliti tertarik
![Page 7: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/7.jpg)
mengadakan penelitian mengenai kajian tersebut.
Peneliti memilih karangan khas (feature) sebagai objek penelitian dengan
mempertimbangkan beberapa alasan. Pertama, karangan khas dalam pers mempunyai
keunggulan antara lain; 1) karangan khas memuat tulisan pers lebih bervariasi dan
mempunyai daya pesona untuk lebih menarik perhatian pembaca; 2) bermanfaat untuk
mengawetkan aktualitas peristiwa berita (informasi); 3) mempunyai dampak positif
dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia; tercermin dalam perbendaharaan
kata-kata berciri sastra, isi cerita sastra (legenda, mitos dan sebagainya), gaya bahasa dan
gaya penceritaan dalam menulis karangan pers dan ragam jurnalistik sastra” (Kurnia
dalam Sudaryanto, 1997:249). Feature adalah menu penunjang dalam surat kabar atau
media massa. Walaupun sifatnya hanya sebagai pelengkap, namun dengan gaya
penyajian yang diperkuat dengan alur dan pemantik feature mampu mengungkapkan sisi
lain di balik peritiwa yang terjadi yang dapat menyentuh perasaan pembaca. Berbeda
dengan berita yang hanya melaporkan fakta aktual dengan cara “tembak langsung” (to the
point).
Kedua, feature merupakan fakta yang ditulis dengan gaya sastra (realita objektif). Feature
menyajikan sisi yang berbeda di balik berita yang menjadi sorotan pada saat itu dan
ditampilkan dengan gaya menulis cerpen. Kurnia (2002:205) menyatakan bahwa
pengaruh sastra menyebabkan judul berita/laporan dipikirkan masak-masak karena
dengan membaca judul diharapkan pembaca akan tertarik untuk membaca isi. Masih
menurut Kurnia (2002:220), “Teknik penulisan feature mengandaikan adanya jalinan
yang padu, bagian demi bagian, dari awal sampai akhir tulisan”. Dari pemaparan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa feature sangat mengutamakan pemilihan topik, urutan kejadian,
![Page 8: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/8.jpg)
penggunaan bahasa, pilihan kata, sampai pada pemakaian huruf dan tata letak. Tentu saja
hal ini bersinggungan dengan sudut pandang analisis wacana kritis yang mengkaji teks
media mulai dari struktur visual dan grafis hingga pada maksud (ideologi) yang
terselubung di dalamnya.
Dari beberapa surat kabar lokal yang terbit di Palembang, peneliti memilih Sumatera
Ekspres, Sriwijaya Pos, Palembang Pos, Transparan, dan Berita Pagi sebagai sumber data
penelitian. Kelimanya dianggap sudah mencakup koran harian yang terbit di Palembang
yang memuat karangan khas (feature) sebagai salah satu menunya dengan “pemilik” yang
beragam, tiras yang beragam, dan dengan segmen pembaca yang beragam.
Waktu penerbitan yang menjadi fokus pengambilan data adalah periode Maret—Mei
2007. Hal itu disebabkan karena dalam jangka waktu tiga bulan tersebut banyak peristiwa
yang menjadi topik perbincangan utama di kalangan publik. Mulai dari terbakarnya
pesawat Garuda di Bandara Adisucipto Yogyakarta, kasus IPDN, kasus penembakan di
Virginia Tech yang menewaskan seorang mahasiswa asal Indonesia, sampai pada
pembentukan kabupaten Empat Lawang. Rentetan peristiwa yang terjadi dalam tiga bulan
tersebut tidak hanya menjadi sorotan masyarakat Palembang, tetapi juga Indonesia,
bahkan dunia, sehingga banyak karangan khas yang mengangkat topik yang sedang
hangat diperbincangkan masyarakat. Dengan demikian, hal tersebut berkaitan dengan
pemaparan sebelumnya yang menegaskan bahwa ideologi yang tersembunyi dalam
wacana di sebuah media massa lokal tidak hanya mencerminkan ideologi dengan aspirasi
lokal, tetapi juga nasional, dan global.
1.2 Masalah
1. Ideologi apakah yang terdapat dalam karangan khas (feature)?
![Page 9: Awk](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083000/55725c22497959da6be8a470/html5/thumbnails/9.jpg)
2. Bagaimanakah strategi penulis menyembunyikan ideologinya dilihat dari struktur
makro, superstruktur, dan struktur mikro?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan ideologi yang tersembunyi dalam karangan
khas (feature) dan strategi penulis menyembunyikan ideologinya dilihat dari struktur
makro, superstruktur, dan struktur mikro.
1.4 Manfaat
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat mengukuhkan pandangan analisis wacana
kritis tentang karakteristik media massa dalam kaitannya dengan pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengannya. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
pembinaan pengetahuan dan kepekaan mahasiswa dalam menganalisis wacana media
massa secara kritis dalam kajian analisis wacana ataupun dalam kajian wacana bahasa
Indonesia.