avian influenza

35
AVIAN INFLUENZA I. PENDAHULUAN Flu Burung (Avian Influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya mengenai burung dan mamalia. Penyebab flu burung adalah virus Influenza tipe A yang menyebar antar-unggas. Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh Virus Influenza dengan kode genetik H5N1. Virus Influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza juga dapat berubah- ubah bentuk dan dapat menyebabkan endemi dan pandemi. 1 Subtipe H5N1 yang mula-mula dikenal pada tahun 1997, tersebar di kalangan burung-burung di seluruh dunia pada masa kini. Semenjak 2003 flu burung telah menular di negara- negara Asia dan Eropa yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada ayam, itik, dan burung liar. Virus ini juga menyerang babi, kuda, dan binatang laut menyusui seperti ikan paus dan anjing laut. Terakhir terungkap virus H5N1 ini telah diidentifikasi pada harimau, kucing dan macan tutul, sebelumnya binatang ini tidak dianggap sebagai binatang yang dapat dicemari virus flu burung. Babi juga dapat tertular dan sebagai perantara penularan ke manusia. Belakangan terungkap virus bukan hanya menempel di kulit, tetapi dibiakkan dan bermutasi di peredaran darah babi. 1,2 1

Upload: dian-utami

Post on 30-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

refarat radiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Avian Influenza

AVIAN INFLUENZA

I. PENDAHULUAN

Flu Burung (Avian Influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus

yang biasanya mengenai burung dan mamalia. Penyebab flu burung adalah virus Influenza

tipe A yang menyebar antar-unggas. Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang

disebabkan oleh Virus Influenza dengan kode genetik H5N1. Virus Influenza termasuk

dalam famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza juga dapat berubah-ubah bentuk dan

dapat menyebabkan endemi dan pandemi. 1

Subtipe H5N1 yang mula-mula dikenal pada tahun 1997, tersebar di kalangan

burung-burung di seluruh dunia pada masa kini. Semenjak 2003 flu burung telah menular

di negara-negara Asia dan Eropa yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada

ayam, itik, dan burung liar. Virus ini juga menyerang babi, kuda, dan binatang laut

menyusui seperti ikan paus dan anjing laut. Terakhir terungkap virus H5N1 ini telah

diidentifikasi pada harimau, kucing dan macan tutul, sebelumnya binatang ini tidak

dianggap sebagai binatang yang dapat dicemari virus flu burung. Babi juga dapat tertular

dan sebagai perantara penularan ke manusia. Belakangan terungkap virus bukan hanya

menempel di kulit, tetapi dibiakkan dan bermutasi di peredaran darah babi.1,2

Virus H5N1 juga dapat mengenai manusia dalam keadaan tertentu. Departemen

Kesehatan Indonesia telah mengidentifikasi adanya infeksi flu burung pada seseorang

penderita di Tangerang. Penemuan ini telah dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorium

resmi WHO di Hongkong. Hal ini merupakan penemuan penderita Flu Burung pada

manusia yang pertama kali di Indonesia. Setahun sebelumnya, tepatnya tanggal 25 Januari

2004 Departemen Pertanian telah mengumumkan secara resmi, terjadi pertama kali kasus

avian influenza menyerang unggas di Indonesia. 1,2

II. INSIDEN

Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian

Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam, dan

Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.3

1

Page 2: Avian Influenza

Hingga 5 Agustus 2005 WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia

yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak

dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir dari Indonesia.3

Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya mempunyai riwayat

kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas. Mengenai penularan dari manusia

ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza

pada satu keluarga Thailand. Hanya 1 kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan

unggas yaitu pada saat mengubur ayam mati. Hingga Agustus 2005 sudah jutaan ternak

mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan

unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang

terkonfirmasi hanya sedikit di atas seratus.3

Secara Internasional, Pada 17 Oktober 2007 telah dilaporkan 331 kasus yang

tersebar di seluruh dunia, dengan jumlah 203 kematian. Paling banyak kasus terjadi di

Asia Tenggara, beberapa kasus telah dilaporkan di Eropa Timur dan Afrika Utara. Telah

diperhitungkan yang tidak dilaporkan, sebagian di China, tetapi tindakan yang dibutuhkan

adalah perkembangan kasus tersangka, tes, dan laporan kasus dari avian influenza.

Jumlah kematian yang tidak biasa dari avian influenza (>60%) mengkhawatirkan dan

cukup akurat. Pada banyak instansi, aturan yang melakukan tes pada yang terekspos antara

manusia dan burung. Ras dan letak geografi merupakan faktor yang penting, membuat

perbedaan pada HPAI antara burung dan tingkatan infeksi dari burung ke manusia yang

cukup signifikan. Avian influenza memperlihatkan tidak ada hubungannya dengan jenis

kelamin. Avian influenza memiliki peninggian kasus orang dengan umur 10-39 tahun.

Tidak seperti influenza yang menahun, yang biasanya mengenai pada individu yang sangat

muda atau yang sangat tua, dewasa muda memiliki proporsi yang cukup besar pada kasus

avian influenza. 4

III. EPIDEMIOLOGI

Sekelompok orang terakhir yang terinfeksi oleh virus avian influenza, sebagian

adalah virus tipe H5N1 di Asia, mempunyai keterlibatan tentang serangan pandemik yang

baru. Pada tahun 1997, virus avian influenza H5N1 yang sangat patogen hasil dari

penggabungan kembali beberapa virus avian menyebabkan peningkatan jumlah kematian

pada unggas domestik dan penyakit yang cukup parah dengan jumlah kematian 6 diantara

2

Page 3: Avian Influenza

18 kasus penderita di Hongkong. Peningkatan terjadi karena penyebaran dari unggas

terinfeksi yang ada pada pasar unggas dan telah dikemas oleh pemotong ayam. Virus ini

tidak terlalu baik pada penyebaran orang ke orang.5

Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain :

Selama tahun 1997 di Hong Kong virus Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi

18 orang yang dirawat di rumah sakit dan 6 di antaranya meninggal dunia. Untuk

mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam

yang terinfeksi flu burung.

Pada Juli 2005 dilaporkan kasus flu burung akibat virus H5N1 yang menyebabkan

kematian 3 orang dalam satu keluarga di Tangerang – Banten. Awal tahun 2006 ini

dilaporkan 3 kasus flu burung baru di Indonesia dan semuanya meninggal.

Menurut catatan WHO sampai awal Februari 2006 total penderita flu burung seluruh

dunia berjumlah 161 dan 86 di antaranya meninggal dunia6

IV. ETIOLOGI

Penyebab flu burung pada bangsa unggas itu adalah virus influenza tipe A. Virus

Influenza A berasal dari keluarga orthomyxoviridae adalah virus RNA berenvelop dengan

dua glikoprotein permukaan : hemaglutinin dan neurominidase. Sebagai virus berenvelop

pemanasan akan merusak daya infektivitasnya; penularan terjadi melalui saluran

pernafasan bukan melalui makanan. Ukuran diameter virions adalah 80 hingga 120 nm

yang berbentuk filament. Susunan virus terdiri dari 8 segmen berbeda dari “negative-

stranded RNA”. Virus influenza A dibagi dalam subtipe-subtipe berdasarkan perbedaan

serologik dan genetik glikoprotein permukaan dan gene yang mengkodenya. Ada 15

subtipe hemaglutinin (H1-H15) dan 9 subtipe neurominidase (N1-N9) telah diidentifikasi.

Virus Influenza A dengan hemaglutinin subtipe H1, H2, H3, dan neurominidase subtipe N1

dan N2 telah menyebabkan epidemi dan pandemi sejak tahun 1900. Subtipe H5 dan H7

virus flu burung adalah yang menyebabkan wabah dengan tingkat kematian tinggi

(patogenik). Hanya ada satu jalur dari virus flu burung yang tingkat kemampuan

mematikannya tinggi atau high-pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 yang dapat

menginfeksi manusia (zoonosis). 2,7

3

Page 4: Avian Influenza

Dari penelitian menunjukkan, unggas yang sakit oleh Influenza A atau virus H5N1

dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus itu dapat

bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajat Celcius dan lebih dari 30

hari pada nol derajat Celcius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat

bertahan lebih lama. Virus ini mati pada pemanasan 56 derajat Celcius dalam 3 jam atau

60 derajat Celcius selama 30 menit. Bahan disinfektan formalin dan Iodine dapat

membunuh virus yang menakutkan ini.2

Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan

virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia

dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah

pandemis. Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Burung yang

terinfeksi virus akan mengeluarkan virus ini melalui saliva, cairan hidung, dan kotoran.

Avian virus avian influenza dapat ditularkan ke manusia dengan 2 jalan. Pertama

kontaminasi langsung dari lingkungan burung terinfeksi yang mengandung virus kepada

manusia. Cara lain adalah lewat perantara binatang babi. Penularan diduga terjadi dari

kotoran secara oral atau melalui saluran pernafasan. Flu burung dapat menyebar dengan

cepat di antara populasi unggas dengan kematian yang tinggi. Bahkan dapat menyebar

antar peternakan dari suatu daerah ke daerah yang lain. Penyakit ini dapat juga menyerang

manusia,lewat udara yang tercemar virus itu. Belum ada bukti terjadinya penularan dari

manusia ke manusia. Juga belum terbukti adanya penularan pada manusia lewat daging

yang dikonsumsi. Orang yang mempunyai risiko besar untuk terserang flu burung ini

adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas. Sebagian besar kasus

manusia telah ditelusuri pada kontak langsung dengan ayam yang sakit. 2,8

V. ANATOMI

1. RONGGA DADA

Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam

rongga dada dan toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang

berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks

(bagian atas paru-paru) dan basis Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan

pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-

4

Page 5: Avian Influenza

paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus

oleh fisura interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. 9

Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen

bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru kiri dibagi

menjadi 9. Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis,

dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap

paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan

tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak

selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru, yang dapat

dianalogkan seperti dua buah kaca objek akan saling melekat jika ada air. Bila terserang

penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan, atau udara atau cairan dapat masuk ke

dalam rongga pleura, menyebabkan paru-paru tertekan atau kolaps.9

2. SALURAN PERNAPASAN

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,

trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus

dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara

tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi

utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel

goblet. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat

dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.

Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke

udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.9

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan

rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di

antara pita suara terdapat ruang berbentuk segi tiga yang bermuara ke dalam trakea dan

dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan

bawah.9

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang

panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah

pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea

agak pipih (karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di

5

Page 6: Avian Influenza

depan esofagus. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan

dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan

bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak

simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari

trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih

sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk

anatomik yang khusus ini mempunyai implikasi yang penting.9

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan

kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang

ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran

udara terkecilyang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus tidak diperkuat

oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat

berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut

saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke

tempat pertukaran gas paru-paru.9

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional

paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius,

yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus

alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis,

merupakan struktur akhir paru-paru. Asinus atau kadang-kadang disebut lobulus primer

memiliki garis tengah kira-kira 0,5 sampai 1,0 cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan

mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis.9

6

Page 7: Avian Influenza

Gambar 1.

Sistem Pernapasan. A. asinus atau unit fungsional paru-paru, B. Membran mukosa bersilia.9

VI. PATOFISIOLOGI

Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection) di

mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau

langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada

membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat

mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan

dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza

viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari di mana

didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan

2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang

berbeda yaitu 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran

mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi

secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat

virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran pernapasan dapat dicegah. Tetapi

virus yang mengandung neurominidase pada permukaannya dapat memecah ikatan

tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk

kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam

sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi

virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang

bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian

7

Page 8: Avian Influenza

mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia

selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.3

Penyebaran dari virus extrapulmoner telah didokumentasikan secara umum pada

manusia, tetapi penyebaran sistemik adalah penampakan biasa dari highly pathogenic

avian viruses pada unggas dan beberapa binatang pengerat atau binatang mamalia lain.

Serum dan penghasilan antibodi mengarah ke HA dan NA yang muncul sekitar 10 hari

setelah terinfeksi. Proteksi untuk menghindari terinfeksi kembali oleh jenis strain yang

sama dapat terjadi tergantung infeksi secara alamiah dan dihubungkan dengan serum serta

tingkat antibody neutralizing hidung, yang prinsipnya secara langsung mencegah HA.

Perbedaan pada gen PA, NP, M1, NS1, dan PB2 mengarah ke hubungan dengan jenis

influenza pada manusia, termasuk infeksi manusia pada avian influenza. Aturan

fungsional dari tanda-tanda genetik belum dapat dipecahkan tetapi berkaitan dengan

keterlibatan peningkatan kemampuan replikasi dan supresi dari imunitas tubuh.4,5

VII. DIAGNOSIS

VII. a. Gambaran Klinis

Tampilan klinis manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala seperti

terkena flu biasa. Diawali dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak

napas. Dalam perkembangannya kondisi tubuh sangat cepat menurun drastis. Bila tidak

segera ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi. Komplikasi yang

mengancam jiwa adalah mengakibatkan gagal napas dan beberapa kelainan tubuh yang

berat lainnya.2

Flu burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh

kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh anak-

anak belum begitu kuat. Masa inkubasi penyakit, dimana saat mulai terpapar virus hingga

mulai timbul gejala sekitar 3 hari dengan rentang 2 hingga 5 hari. Sebagian besar

penderita mengalami produksi dahak yang meningkat, 30% diantaranya dahaknya

bercampur darah. Diare dialami oleh 70% penderita. Semua penderita menunjukkan

limfopenia dan sebagian besar penderita mengalami trombositopenia. Menurut beberapa

ahli flu burung lebih berbahaya dari SARS. Karena kemampuan virus yang mampu

8

Page 9: Avian Influenza

membangkitkan hampir keseluruhan respons bunuh diri dalam sistem imunitas tubuh

manusia.2

Dalam penegakan diagnosis, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang digunakan

sesuai dengan temuan klinis yang didapatkan pada penderita pada tahapan dan waktu

tertentu, yaitu 2,3

a. Kasus observasi :

● Panas > 38oC dan > 1 gejala berikut :

- Batuk

- Radang tenggorokan

- Sesak napas yang pemeriksaan klinis dan laboratoriumnya sedang berlangsung

b. Kasus possible (kasus tersangka) :

● Demam > 38oC dan > 1 gejala berikut :

- Batuk

- Nyeri tenggorokan

- Sesak napas

● Dan salah satu di bawah ini :

- Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtype-

nya,

- Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang confirmed,

- Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit,

- Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses sampel

dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic Avian

Influenza.

- Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes

antibodi spesifik pada 1 spesimen serum

d. Kasus Confirmed (Kasus Pasti) :

● Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) atau,

● Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 atau,

● Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4 kali

● Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5.

9

Page 10: Avian Influenza

e. Kelompok Risiko Tinggi

● Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah :

- Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/Ir. Perternakan)

- Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/unggas terjangkit

- Pengunjung perternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir)

- Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang

belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari

terakhir.

● Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.

f. Kriteria Rawat :

● Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1) sesak napas dengan frekuensi

napas ≥ 30 kali/menit, 2) Nadi ≥ 100 kali/menit. ada gangguan kesadaran, 3) kondisi

umum lemah

● Suspek dengan leukopeni

● Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni

● Kasus probable dan confirm2,3

Kematian dan komplikasi biasanya disebabkan oleh kegagalan pernapasan.

Komplikasi yang didapatkan pada penderita influenza A H5N1 adalah sindroma Reye (1

penderita), gangguan fungsi hepar pada pemeriksaan biokimia darah (6 penderita),

pansitopenia (2 penderita), gagal ginjal (3 penderita), hemoragi pulmonal (1 penderita),

kegagalan pernafasan akut (6 penderita), dan syok septik (1 penderita). Tidak dijumpai

adanya infeksi sekunder oleh bakteri patogen (Streptococcus pneumoniae, Haemophilus

influenzae, atau Staphylococcus aureus) diketahui dari biakan sekresi saluran nafas, cairan

pleura, dan darah. Dari 12 kasus ini, 5 penderita meninggal dengan gangguan multiorgan

kendati sudah diberikan perawatan intensif. Komplikasi berat tampaknya dijumpai pada

penderita dengan usia lebih tua, sudah lama bergejala sebelum dirawat di rumah sakit,

dengan pneumonia, leukopenia, dan limfopenia. 7,8

VII. b. Gambaran Radiologi

VII. b. 1 Foto Toraks

10

Page 11: Avian Influenza

Pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral, dapat ditemukan gambaran infiltrat

di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Paling banyak ditemukan

konsolidasi multifokal; efusi dan limfadenopati dapat selalu dilihat, begitu pula dengan

perubahan cystic. Penampakan penyakit pada radiologi lebih awal memberikan prediksi

yang bagus dari mortalitas, termasuk penemuan konsisten dengan acute respiratory

distress syndrom (ARDS), seperti difus, ground glass appearance bilateral. 3,4

Berikut serial film

dada pada pasien

flu burung

sampai meninggal :

Gambar 2. Film memperlihatkan infiltrasi interstisiel dan progresif yang cepat pada hari 1 (gambar A), hari 2 (gambar B), hari 3 (gambar C) dan hari 4 (hari kematian) (gambar D).11

Gambaran foto X-ray dada memperlihatkan banyak konsolidasi pada paru, dan

pada banyak bagian paru yang lain, pada 9 pasien yang meninggal karena terinfeksi

dengan Asian flu burung, pada studi yang dipresentasikan di pertemuan RSNA 2005.

Penemuan-penemuan ini dibandingkan dengan penemuan foto X-ray dada pada lima

pasien yang bertahan setelah terkena penyakit ini. Diantara yang meninggal, skor

11

Page 12: Avian Influenza

konsolidasi paru meningkat 10 dengan sedikitnya 4 area yang terlibat di paru pada

masing-masing pasien. 10

Dari studi, investigator dari Universitas Oxford, U.K., percaya bahwa konsolidasi

pulmonar yang cukup buruk pada foto X-ray adalah prediktor yang baik dari survival dan

salah satu pasiennya yang mendapat keuntungan paling banyak dari perhatian dan

perawatan suportif dan pengobatan antiviral dengan oseltamivir atau zanamivir. Pada

radiografi dada dapat menunjukkan satu atau banyak infiltrat. 10,12

Ga

mbar 3. Foto Toraks PA Penderita Avian Influenza:

Gambar 3 (A) : Foto toraks PA pasien perempuan berumur 11 tahun pada hari ke 6 , tampak

perselubungan homogen pada lobus paru kanan bawah dan infiltrasi pada lobus

paru kiri bawah.

Gambar 3 (B) : Foto toraks PA wanita 26 tahun pada hari ke 9, tampak perselubungan homogen

pada kedua lobus paru

Gambar 3 (C) : Foto toraks PA wanita 32 tahun pada hari ke 7, tampak perselubungan homogen

pada lobus paru kiri bawah. 13

Foto X-ray dada tidak patognomonik untuk flu burung tetapi dapat

memperlihatkan adanya infeksi secara umum. Baru kontak dengan burung dan penyakit

yang bertambah buruk, memberikan tanda-tanda radiografi dari penyebaran infeksi pada

paru adalah kunci dari mengidentifikasi penyakit. 10

Pada studi foto X-ray yang dipelajari sebelumnya oleh radiologist independen dari

Vietnam dan U.K. Radiologis ini memisahkan paru pada masing-masing radiografi

menjadi 3 zona, masing-masing adalah ketiga panjang bagian craniocaudal dari paru.

12

Page 13: Avian Influenza

Mereka kemudian memisahkan masing-masing zona paru pada 3 segmen dan memberi

tingkatan skor konsolidasi dari 0 – 18. Skor 0 diberikan pada jaringan paru yang

menunjukkan tidak ada tanda konsolidasi. Skor 18 diberikan pada saat keadaan abnormal

terjadi bilateral dan difus. Paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan tes flu

burung yang positif adalah konsolidasi multifocal. 10

Gambaran pneumonia progresif meningkat dengan tingkat mortalitas tinggi telah

diobservasi khususnya pada laporan kasus yang terlambat. Kebanyakan radiologi yang

abnormal adalah infiltrasi pneumonik yang banyak dengan segmental dan distribusi

multifokal, paling banyak terlokalisasi di bagian bawah dari paru-paru. Tidak ada efusi

pleura dan limfadenopati hiler pernah dilaporkan. 14

VII. b. 2 Pemeriksaan Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasound paru ini berguna untuk mendeteksi dan mengukur efusi

pleura dan konsolidasi di paru. Konsolidasi paru pada ultrasound tampak seperti struktur

jaringan hiperechoic dan dengan wedge-shaped. Beberapa studi telah mendemonstrasikan

bahwa ultrasound paru memiliki tampilan yang tinggi untuk mendiagnosis konsolidasi

elveolar dan berguna untuk menuntun biopsi paru perkutaneus. 15

Gambar 4. Aspek ultrasound dari konsolidasi paru dan efusi pleura.a) Penampakan transversal dari

konsolidasi lobus kiri bawah; konsolidasi paru terlihat seperti struktur jaringan (C). Pada

konsolidasi ini, gambaran hiperechoic punctiform (ditunjukkan dengan panah) dapat dilihat,

ini menunjukkan airbronkogram (udara yang mengisi bronchi). Efusi pleura tampak anechoic.

(b) Penampakan cephalocaudal dari konsolidasi paru lobus kiri bawah ; konsolidasi paru

dengan airbronkogram, Ao,Aorta Ascendens, D,Diafragma, Pl, efusi pleura. 15

13

Page 14: Avian Influenza

VII. b. 3 Pemeriksaan CT-Scan

Gambaran menyebar atau bercak pada ground-glass ditambah dengan konsolidasi

adalah gambaran umum pada CT-scan. Nodul sentrilobuler kecil menunjukkan perdarahan

alveolar mungkin terlibat. Jarang terjadi efusi pleura. Pada sebuah studi, gambaran CT-

scan menunjukkan konsolidasi ruang udara atau ground-glass dengan distribusi lobuler. 16

Gambar 5. Gambaran pneumonia akibat virus pada

seorang pria yang berusia 21 tahun. Potongan tipis (1-mm collimation). CT-Scan berada pada

level arcus aorta. a) dan suprahepatic vena cava inferior. Nodul acinar ditunjukkan dengan ujung

panah; b) menunjukkan multifocal peribronchovascular atau konsolidasi subpleural dan

gambaran ground glass pada kedua paru. Beberapa lesi memiliki distribusi lobular (anak panah). 16

VII. c. Gambaran Histopatologi

Paru-paru secara tipikal menunjukkan kerusakan alveolar yang difuse. Pada kasus

ini dengan waktu penyakit yang pendek (< 10 sampai 12 hari), menunjukkan fase

inflamasi eksudatif dari kerusakan alveolar difus (edema, eksudat fibrosa, pembentukan

membran hyalin) adalah predominan. Pada kasus dengan pemanjangan waktu penyakit,

merubah konsistensi dengan fase proliferatif fibrosa (mengatur kerusakan alveolar yang

difus) dan tingkat fibrosis akhir (fibrosis interstitial) telah diperlihatkan.17

14

Page 15: Avian Influenza

Gambar 6. Jaringan paru menunjukkan kerusakan yang parah, pembentukan membran hialin, edema,

eksudasi fibrin, dan infiltrasi seluler (pewarnaan HE).17

VII. d. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk uji konfirmasi dilakukan ;

- Kultur dan identifikasi virus H5N1.

- Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.

- Uji serologi, yang meliputi:

1). Immunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan menggunakan

antibodi monoklonal influenza H5N1

2). Uji netralisasi: didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1

sebanyak 4 kali dalam serum

3) Uji penapisan:

a). Rapid test untuk mendeteksi influenza A

b). HI Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1

c). Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1.

Selain itu dilakukan pemeriksaan :

- Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit.

Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif, dan

trombositopeni.

- Kimia : Albumin/globulin, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisa

Gas darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT,

peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatinin kinase, analisa gas darah

dapat normal atau abnormal 3.

15

Page 16: Avian Influenza

VIII. DIAGNOSIS BANDING

VIII.a. Severe Acute Respiratory Syndrome

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi saluran napas

yang disebabkan oleh virus Corona dengan sekumpulan gejala klinis yang berat. SARS

secara klinis lebih banyak melibatkan saluran napas bagian bawah, dibandingkan dengan

saluran napas bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang

lebih banyak terkena daripada trakea ataupun bronkus. 3

Gambar 7.

Foto Thoraks, diambil tiga hari setelah munculnya

gejala-gejala persisten, tampak ground glass opasitas

pada zona tengah dan bawah paru-paru kiri. Tidak

ditemukan efusi pleura dan pembesaran hilus.18

Gambar 8.

SARS dengan keterlibatan multilobar. Foto Thorax

Pria Berusia 38 tahun. Tampak ground glass opasitas

pada batas luar daerah bawah paru kanan dan lesi

halus pada batas luar daerah tengah dan bawah paru

kiri. Tidak ditemukan lobar konsolidasi, pembesaran

hilus dan efusi pleura.18

Penampakan yang paling banyak sebagai ground glass opacification yang dapat

muncul unilateral atau bilateral. Konsolidasi yang didapatkan dengan air bronchograms

sign ditemukan pada beberapa pasien tetapi konsolidasi lobaris tidak ditemukan. Tidak

ditemukan pula efusi pleura atau pembesaran hilar. 18

16

Page 17: Avian Influenza

VIII.b. Tuberkulosis Paru

Pada tuberkulosis primer hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada yaitu

daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Ghon) dengan pembesaran kelenjar

hilusmediastinum (kompleks primer). Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan

gambaran kalsifikasi. Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih

luas hingga seluruh lapangan paru. Sedangkan pada tuberkulosis postprimer atau

tuberkulosis reaktif yaitu konsolidasi bercak, terutama pada lobus atas atau segmen apikal

pada lobus bawah, sering disertai kavitasi. Efusi pleura, empiema, atau penebalan pleura.

Pada Tuberkulosis milier : nodul-nodul diskret berukuran 1-2 mm yang dapat terdistribusi

di seluruh lapangan paru akibat penyebaran hematogen. Limfadenopati mediastinum atau

hilus bukan merupakan gambaran tuberkulosis, kecuali pada pasien AIDS. 19

Selama berlangsung proses penyembuhan, gambaran yang dapat dikenali adalah

fibrosis dan pengecilan volume paru; fokus kalsifikasi; tuberkuloma; granuloma

terlokalisasi yang sering mengalami kalsifikasi; kalsifikasi pleura. 19

Gambar 9. Foto Thoraks PA. TB dengan kavitas.20

VIII.c. Pneumonia Bakterial

Pneumonia bakterial disebabkan oleh infeksi patogen pada paru-paru dan dapat

timbul sebagai proses penyakit primer atau proses akhir penyakit dari seseorang yang telah

lemah. Pneumonia lebih jauh lagi dikategorikan sebagai community-acquired pneumonia

(CAP) atau hospitalized atau institutional-acquired pneumonia (HAP atau IAP). 21

17

Page 18: Avian Influenza

Gambar 10. Foto Thoraks PA wanita berusia 49 tahun. Tampak pneumonia pada lobus kiri bawah

disertai dengan efusi pleura.13

Air Bronchograms dapat dievaluasi saat terinfeksi S. Pneumoniae. Konsolidasi

terbuka dan air bronchograms sign saling berhubungan dengan insidens tinggi dari

bakteriemia. Legionella memiliki predileksi di lapangan bawah paru, sedangkan Klebsiella

memiliki tendensi untuk muncul pada lapangan atas paru. 21

IX. PENGOBATAN

Prinsip penatalaksanaan avian Influenza adalah : istirahat, peningkatan daya tahan

tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi,

immunomodulator.3

Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni

pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat :

1. Penghambat M2 :

a. Amantadin (symadine)

b. Rimantidin (flu-madine), dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5

hari

2. Penghambatan neuramidase (WHO) :

a. Zanamivir (relenza)

b. Oseltamivir (tami-flu), dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu.3

Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :

18

Page 19: Avian Influenza

● Pada kasus suspek flu burung diberikan Qseltamivir 2 x 75 mg 5 hari, simptomatik dan

antibiotik jika ada indikasi.

● Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari,

antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu

seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS, Respiratory Care di ICU sesuai indikasi.3

Menurut sumber lain, menyebutkan bahwa penderita flu burung perlu rawat inap di

bangsal isolasi atau ICU tergantung beratnya kasus. 6

Bangsal isolasi khusus ditata untuk penyakit menular kasus berat seperti flu

burung. Terdapat pintu masuk khusus, ruang ganti pakaian, ruang perawatan serta pintu

keluar yang berbeda dengan pintu masuk. Tersedia pakaian khusus, masker, kaca mata

pelindung, sarung tangan dan pelindung kaki. Petugas perawat telah melakukan standard

universal precaution.6

Semua penderita yang telah memenuhi kriteria flu burung dan telah diseleksi di

triage IGD untuk dirawat paling sedikit 1 minggu, karena ditakutkan ada transmisi lewat

udara.6

1. Tindakan di bangsal isolasi

Oksigenasi, pertahankan saturasi O2 > 90%

Hidrasi, pemberian cairan parenteral (infus)

Terapi simptomatis untuk gejala flu seperti analgetika/antipiretika, dekongestan

dan antitusif

Amantadine/ Rimantadine (obat penghambat haemaglutinin) diberikan awal

infeksi 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Namun ini tidak dianjurkan lagi karena

resistensi virus H5N1 yang cepat terjadi terhadap obat ini.

Oseltamivir/ Zanamivir (obat penghambat neurominidase) 75 mg 2 kali sehari.

Pemberian selama 5 hari.

2. Perawatan di Ruang Rawat Intensif (ICU)

Indikasi untuk dikirim ke ICU bila didapatkan tanda :

Frekuensi napas > 30x/menit

Sesak napas yang berat

Rasio PaO2 < 250

Foto Thoraks terjadi penambahan infiltrat > 50%

19

Page 20: Avian Influenza

Sistolik < 90 mmHg, diastolik < 60 mmHg

Membutuhkan ventilator mekanik (gagal napas)

Membutuhkan vasopressor (dopamin/dobutamin) > 4 jam

Syok septik

Fungsi ginjal memburuk (kreatinin > 4 mg/dl) 6

Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan oseltamivir

dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu). 3

X. PROGNOSIS

Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yang sangat bervariasi mulai dari

asimptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia dan banyak yang berakhir dengan

ARDS. Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal,

sehingga sebelum sempat terpikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal.

Mortalitas penyakit ini hingga laporan terakhir sekitar 50 %. 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Hudyono,Johannes. Kamarudzaman, Kamaliah. Cara Penularan, Gejala, dan Perawatan

Flu Burung. Jakarta:Majalah Kedokteran Meditek volume 14 no 38. 2006; 9-12

2. Judarwanto, Widodo. Penatalaksanaan Flu Burung Pada Manusia. Jakarta:Dexa Medica

Jurnal Kedokteran dan Farmasi no 4 volume 18. 2005; 171-173

20

Page 21: Avian Influenza

3. Nainggolan L, Chen, Kie. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Avian Influenza dan SARS).

4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1719-1726.

4. Bennet, N. John, Avian Influenza. [online]. 2008. [cited 2009 september 9]. Available

from: http://emedicin e .meds c ape.com/article/ 238049 .

5. Weller, Peter F.Guerrant, Richard L. Walker, David H. Tropical Infectious Diseases

Principles, Pathogens, & Practice 2nd Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone.

2006; 639-642

6. Bombang H.,Bob W. Flu Burung (Avian Influenza). [online]. 2005. [cited 9 september

2009]. Availble from: http://med.unhas.ac.id/Datajurnal/tahun2005vol26/vol26No.30k.

7. Sapoetra, Agus. Infeksi Virus Influenza A H5N1. Jakarta: Ebers Papyrus Jurnal Kedokteran

dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara volume 10 no 2. 2004;

117-121

8. Radji, Maksum. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran

Pada Manusia. Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian volume III no 2. 2006; 55-65

9. Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) 4th ed Buku 2. Jakarta:

EGC. 1995; 646-650

10. Sandrick, Karen. X-rays can predict survival after exposure to avian flu chest exams prove

important in identifying patients who will benefit from early, aggressive intervention.

[online]. 2006. [cited 2009 september 9]. Available from:

http:// www.diagnosticimaging .com .

11. Oner A.F.,Bay A.,Asrlan S.,Akdeniz H. Et al. Avian Influenza A (H5N1) Infection in

Eastern Turkey in 2006. [online]. 2006. [cited 2009 september 9].Available from :

http://www.the new england journal of medicine.com

12. Lopez, FA. Slaven, EM. Stone, SC. Infectious Diseases Emergency Department Diagnosis

And Management 1st ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007; 404-405

13. Ungchusak K, Auewarakul P, Dowell SF, et al, Probable Person To Person Transmission

Of Avian Influenza A (H5N1). [Online]. 2005 jan 27. [cited 2009 september 9]. Available

from : http://www.content.nejm.org.

14. Hastanesi, Arastima. Radiological and Clinical Course of Pneumonia in Patients with

Avian Influenza H5N1. [online]. 2007. [cited 2009 September 9]. Available from :

http://ejr.com/volume61issue2.

21

Page 22: Avian Influenza

15. Bouhemad,B.,Mao Zhang.,Qiu Lu.,Jean. Clinical Review : Bedside lung ultrasound in

critical care practice. [online]. 2007. [cited 2009 September 9]. Available from:

http://ccforum.com/content/11/1/205.

16. Kim, AE.Lee, KS.L, Steven. Viral Pneumonia in Adults:Radiologic and Pathologic

Findings. [online]. 2002. [cited 2009 September 9]. Available from:

http://radiographics.rsnajnls.org/cgi/content/full/22/suppl_1/S137.

17. Korteweg C.,Jiang Gu. Pathology,Moleculer Biology,and Phatogenesis of Avian Influenza

A (H5N1) Infection in Humans. [online]. 2007, December 18. [cited 2009 September

9].Available from : http:// www. ajp.amjpathol.org/cgi .

18. Cheung C.W., Yiu M.W.C., Leong L.L.Y., Chan F.L. Clinical and radiological features of

SARS in Hongkong. [online]. 2005. [cited 2009 September 9].Available from:

http://www.diagnosticimaging.com

19. Patel, Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007; 38-39

20. Smithius R.,Otto.,Cornelia. HRCT part II: Key findings in Interstitial Lung Diseases. [online]. 2007.

[cited 2009 September 9]. Availble from: http://www.radiologyassistant.nl.

21. Stephen, James M. Pneumonia Bacterial. [online]. 2008. [cited 2009 September 9].

Available from: http://emedicin e .meds c ape.com/article/ 807707 .

22