autokorelasi

Upload: ratkum-alisus

Post on 10-Jan-2016

76 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Mengidentifikasi Pola Spasial dan Autokorelasi Spasial Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan Tahun 2014

TRANSCRIPT

  • 1

    AbstrakTujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pola spasial dan autokorelasi spasial tingkat

    pengangguran terbuka antar kabupaten/kota di Kalimantan

    Selatan. Pola spasial atau Spatial pattern adalah sesuatu yang

    berhubungan dengan penempatan objek atau susunan benda di

    permukaan bumi. Autokorelasi spasial merupakan analisis

    untuk spatial pattern penyebaran titik dengan membedakan

    lokasi dan atributnya yang dapat dilakukan secara global

    maupun lokal. Berdasarkan perhitungan VTMR disimpulkan

    bahwa tingkat pengangguran terbuka antar kabupaten/kota di

    Kalimantan Selatan memiliki pola random. Identifikasi

    dependensi wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Selatan

    berdasarkan tingkat pengangguran terbuka menggunakan

    metode MoranI dan Gearys C secara global. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tidak ada autokorelasi spasial.

    Kata KunciPola, Autokorelasi, Spasial, VTMR, Morans I, Gearys C.

    I. PENDAHULUAN

    i Indonesia tidak asing lagi dengan istilah

    pengangguran. Setiap provinsi di Indonesia memiliki

    jumlah presentase yang berbeda-beda. Pengangguran

    atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja

    sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua

    hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha

    mendapatkan pekerjaan yang layak[1]. Pengangguran

    umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para

    pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja

    yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran

    seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena

    dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan

    masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan

    timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

    Pengangguran terbuka adalah angkatan kerja yang sama

    sekali tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi

    karena angkatan kerja tersebut belum mendapat pekerjaan

    padahal telah berusaha secara maksimal atau dikarenakan

    faktor malas mencari pekerjaan atau malas bekerja.

    Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di

    Indonesia yang masih terbelenggu dengan permasalahan

    sosial pengangguran. Terdapat 13 kabupaten/kota di Provinsi

    Kalimantan Selatan. Setiap kabupaten/kota memiliki

    persentase pengangguran yang berbeda-beda[2]. Tingkat

    pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan

    jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang

    dinyatakan dalam persen.

    Pola spasial atau spatial pattern adalah sesuatu yang

    berhubungan dengan penempatan objek atau susunan benda

    di permukaan bumi. Setiap perubahan spatial pattern akan

    mengilustrasikan proses spasial yang ditunjukkan oleh faktor

    lingkungan atau budaya spatial pattern suatu objek geografis

    merupakan hasil dari proses fisik atau sosial di suatu lokasi

    dipermukaan bumi. Spatial pattern akan menjelaskan tentang

    distribusi dari fenomena geografis serta perbandingannya

    dengan fenomena lainnya[3].

    Autokorelasi spasial merupakan analisis untuk spatial

    pattern penyebaran titik dengan membedakan lokasi dan

    atributnya yang dapat dilakukan secara global maupun lokal.

    Untuk pengecekan secara global dapat menggunakan Morans I, Gearys C, dan Getis G. Namun untuk pengecekan secara lokal biasa disebut dengan LISA (Local indicators of spatial

    association) dengan ukuran Morans Ii dan Getis Gi[4]. Sehingga dalam penelitian ini dibahas pola spasial dan

    autokorelasi spasial tingkat pengangguran terbuka

    kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Pola spasial

    menunjukan pola pesebaran data dan autokorelasi

    menunjukan dependensi data antar wilayah pengamatan.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pola Spasial atau Spatial Pattern Pola spasial atau spatial pattern adalah sesuatu yang

    berhubungan dengan penempatan objek atau susunan benda

    di permukaan bumi. Setiap perubahan spatial pattern akan

    mengilustrasikan proses spasial yang ditunjukkan oleh faktor

    lingkungan atau budaya spatial pattern suatu objek geografis

    merupakan hasil dari proses fisik atau sosial di suatu lokasi

    dipermukaan bumi. Spatial pattern akan menjelaskan tentang

    distribusi dari fenomena geografis serta perbandingannya

    dengan fenomena lainnya. Spatial pattern dapat disajikan

    dalam bentuk pola titik (point pattern) dan pola area,

    sedangkan bentuk distribusi data pada spatial pattern antara

    lain adalah random, uniform, dan clustered. Beberapa metode untuk mendeteksi pola spasial pada data titik, diantaranya

    adalah Quadrat Analysis, Kernel Density Estimation (K

    means), dan Nearest Neighbor Distance. Terdapat beberapa

    pendekatan untuk mengetahui pola spasial melalui quadrat

    analysis, diantaranya pendekatan Variance-to-Mean Ratio

    (VTMR).

    VTMR menggunakan perhitungan rasio antara mean

    dan variance dengan menggunakan rumus berikut.

    Mengidentifikasi Pola Spasial dan Autokorelasi Spasial Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan

    Tahun 2014

    Muktar Redy Susila,

    Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

    Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

    Email : [email protected]

    D

  • 2

    2( )

    12

    1

    1

    mx xi

    iSmVTMR

    m xxi

    i

    m

    (1)

    Dengan m merupakan quadrat dan xi adalah jumlah titik

    pada quadrat ke-i. Keputusannya jika VTMR >1 maka

    cenderung berpola clustered, sedangkan jika VTMR

    mendekati 1 akan cenderung berpola random dan bila VTMR

    mendekati 0 cenderung berpola uniform. Untuk mengetahui

    signifikansi pola pengelompokkan pada metode ini maka

    dilakukan pengujian hipotesis berikut.

    H0 : Data tidak berpola mengelompok (clustered)

    H1 : Data berpola mengelompok (clustered)

    Statistik uji: 2( 1)m S

    x

    (2)

    Keputusan adalah Tolak H0 jika nilai statistik uji lebih dari 2

    ( 1),m dengan =5%.

    B. Autokorelasi Spasial Autokorelasi spasial merupakan analisis untuk spatial

    pattern penyebaran titik dengan membedakan lokasi dan

    atributnya yang dapat dilakukan secara global maupun lokal.

    Untuk pengecekan secara global dapat menggunakan Morans I, Gearys C, dan Getis G. Namun untuk pengecekan secara lokal biasa disebut dengan LISA (Local indicators of spatial

    association) dengan ukuran Morans Ii dan Getis Gi. Maka sebelum melakukan pengecekan autokorelasi ditentukan

    terlebih dahulu susunan matriks pembobot (W). Matriks

    pembobot secara umum dibedakan menjadi tiga, yakni

    continguity, distance, serta bobot berdasarkan akses dan

    potensial. Matriks pembobot continguity sendiri dibedakan

    menjadi tiga yaitu rook, bishop, serta queen.

    i. Global Morans I, Gearys C, dan Getis G

    Pengecekan secara global menggunakan Morans I menggunakan persamaan berikut.

    *

    1 1

    2

    1

    ( )( )

    ( )

    n n

    ij i j

    i j

    n

    i

    i

    W x x x x

    I

    x x

    (3)

    Untuk mengetahui apakah indeks Morans I menunjukan adanya autokorelasi spasial maka dilakukan pengujian

    Morans I dengan hipotesis. H0: Tidak terdapat autokorelasi spasial

    H1: Terdapat autokorelasi spasial

    Statistik Uji :

    ( )

    var( )I

    I E IZ

    I

    (4)

    Dengan 1

    ( )1

    E In

    (5)

    2 221 2 0

    2 20

    3var( ) ( )

    ( 1)

    n S nS SI E I

    n S

    (6)

    0

    1 1

    n n

    ij

    i j

    S w

    (7)

    2

    1

    1 1

    1

    2

    n n

    ij ji

    i j

    S w w

    (8)

    22 .1

    n

    i i

    i

    S w w

    (9)

    Keputusan adalah Tolak H0 jika nilai statistik uji lebih dari

    1Z .

    Interpretasi Morans I dapat dilihat melalui garis regresi yang menggambarkan hubungan linear melalui scatterplot

    antara kejadian atau kasus dengan pembobotnya[5]. Morans scatter atau Morans scatterplot juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tipe hubungan spasial lokal yang

    digambarkan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Tipe Hubungan Spasial Lokal

    HIGH LOW

    Variabel (X) HIGH Kuadran I: HH Kuadran IV: HL

    LOW Kuadran II: LH Kuadran III: LL

    Untuk pengecekan secara global dengan menggunakan

    Gearys C adalah sebagai berikut.

    2

    1 1

    2

    1

    ( 1) ( )

    2 ( )

    n n

    ij i j

    i j

    n

    i

    i

    n W x x

    C

    n x x

    (10)

    Jika 0 C < 1 maka dapat disimpulkan autokorelasi positif dan 0 < C 2 maka dapat disimpulkan autokorelasi negatif.

    ii. LISA Morans I

    Analisis autokorelasi spasial global bertujuan meringkas

    kekuatan dependensi spasial dengan statistik, informasi rinci

    tentang pengelompokan spasial dapat diperoleh dari Local

    indicators of spatial association (LISA). Ukuran LISA yang

    paling sering digunakan adalah Morans Ii. Statistik lokal Morans digunakan untuk dua tujuan yaitu mencari Indikator dari cluster spasial lokal serta untuk mendiagnosa adanya

    outlier dalam spatial pattern secara global. Statistik uji

    Morans lokal adalah[4]

    1

    2

    1

    ( ) ( )

    ( )

    n

    i ij j

    ji n

    j

    j

    x x W x x

    I

    x x

    n

    (11) Sedangkan hubungan antara statistik Morans global dan lokal yaitu

    1

    1n

    i

    i

    I In

    (12)

  • 3

    III. METODOLOGI

    A. Data Penelitian

    Data yang digunakan dalam penelitian adalah data tingkat

    pengangguran terbuka kabupaten/kota di Kalimantan Selatan.

    Data yang digunakan merupakan data sekunder yang

    diperoleh dari BPS Kalimantan Selatan tahun 2014.

    Tabel 2. Variabel Data Bulanan

    No Daerah Tingkat Pengangguran

    Terbuka (TPT)

    1 Kab. Tanah Laut 2,93

    2 Kab. Kotabaru 3,94

    3 Kab. Banjar 3,29

    4 Kab. Barito Kuala 2,21

    5 Kab. Tapin 1,79

    6 Kab. Hulu Sungai Selatan 2,64

    7 Kab. Hulu Sungai Tengah 4,05

    8 Kab. Hulu Sungai Utara 3,37

    9 Kab. Tabalong 4,12

    10 Kab. Tanah Bumbu 4,76

    11 Kab. Balangan 1,34

    12 Kota Banjarmasin 6,02

    13 Kota Banjarbaru 5,35

    B. Langkah Analisis

    Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1. Mendeskripsikan data tingkat pengangguran terbuka di Kalimanatan Selatan tahun 2014.

    2. Mencari pola spasial atau spatial pattern. 3. Melakukan pengujian autokorelasi spasial.

    IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    A. Karakteristik Tingkat Pengangguran Terbuka di Kalimantan Selatan

    Tingkat pengangguran terbuka antar kabupaten/kota di

    Kalimantan Selatan memiliki variansi yang cukup tinggi,

    artinya tingkat pengangguran terbuka antar kabupaten/kota

    berbeda-beda.

    Tabel 3. Statistika Deskriptif Tingkat Penganguran Terbuka

    Rata-rata Varians Minimum Maksimum

    3,524 1,884 1,34 6,02

    Rata-rata tingkat pengangguran terbuka di Kalimantan

    Selatan yaitu 3,524. Tingkat pengangguran terbuka paling

    tinggi pada tahun 2014 terdapat di Kota Banjarmasin.

    Sedangkan tingkat pengangguran terbuka paling rendah yaitu

    Kabupaten Balangan.

    B. Identifikasi Pola Spasial

    Beberapa metode untuk mendeteksi pola spasial pada data

    titik, diantaranya adalah Quadrat Analysis, Kernel Density

    Estimation (K means), dan Nearest Neighbor Distance.

    Terdapat beberapa pendekatan untuk mengetahui pola spasial

    melalui quadrat analysis, diantaranya pendekatan Variance-

    to-Mean Ratio (VTMR). VTMR menggunakan perhitungan

    rasio antara mean dan variance. Keputusannya jika VTMR >1

    maka cenderung berpola clustered, sedangkan jika VTMR

    mendekati 1 akan cenderung berpola random dan bila VTMR

    mendekati 0 cenderung berpola uniform. Berdasarkan data

    tingkat pengangguran terbuka di Kalimantan Selatan

    didapatkan perhitungan VTMR sebagai berikut:

    0,535VTMR

    Didapat nilai VTMR cenderung mendekati 1, sehingga dapat

    disimpulkan bahwa sebaran tingkat penganguran di

    Kalimantan Selatan berpola random. Selain berdasarkan nilai

    VTMR, pola sebaran dapat diuji dengan persamaan berikut.

    2( 1)6,42

    m S

    x

    Keputusan adalah data tidak berpola mengelompok pada taraf

    =5%. Karena nilai statistik uji kurang dari 2( 1), 21,06m .

    C. Identifikasi Autokorelasi Spasial

    Autokorelasi spasial merupakan analisis untuk spatial

    pattern penyebaran titik dengan membedakan lokasi dan

    atributnya yang dapat dilakukan secara global maupun lokal.

    Sebelum melakukan pengecekan autokorelasi ditentukan

    terlebih dahulu susunan matriks pembobot (W). Matriks

    pembobot secara umum dibedakan menjadi tiga, yakni

    continguity, distance, serta bobot berdasarkan akses dan

    potensial. Matriks pembobot continguity sendiri dibedakan

    menjadi tiga yaitu rook, bishop, serta queen. Untuk

    identifikasi autokorelasi spasial dengan metode Morans I dan Gearys C digunakan matriks pembobot spasial continguity queen yang berbasis sudut dan sisi berdasarkan pada peta

    Provinsi Kalimantan Selatan.

    Gambar 1. Peta Provinsi Kalimantan selatan

    i. Identifikasi Autokorelasi dengan Global Morans I

    Pengecekan secara global menggunakan Morans I merupakan pengecekan autokorelasi dengan asumsi lokasi

    sama tetapi variabel berbeda dan berbasis covarians. Matrik

    pembobot yang digunakan yaitu matrik pembobot yang

    terstandarisasi.

  • 4

    1 1

    2

    1

    ( )( )

    4,6670,206

    22,6( )

    n n

    ij i j

    i j

    n

    i

    i

    W x x x x

    I

    x x

    Untuk mengetahui apakah indeks Morans I menunjukan adanya autokorelasi spasial maka dilakukan pengujian

    Morans I.

    ( ) 0,206 ( 0,08)0,124

    var( ) 1,044I

    I E IZ

    I

    Nilai ZI dibandingkan dengan nilai Z1-. Dengan nilai = 5%

    maka dipeoleh nilai Z1- tabel sebesar 1,6449. Sehingga dapat

    diputuskan bahwa tidak terdapat aotukorelasi spasial, karena

    nilai |ZI|< Z1- tabel.

    ii. Identifikasi Autokorelasi dengan Global Gearys C

    Analisis autokorelasi spasial global bertujuan meringkas

    kekuatan dependensi spasial dengan statistik, secara umum

    perhitungan atau pengecekan secara global dengan

    menggunakan Gearys C berbasis pada varians. Matrik pembobot yang digunakan yaitu matrik pembobot yang

    terstandarisasi.

    2

    1 1

    2

    1

    ( 1) ( )

    (13 1)(49,13)1,003

    (2)(13)(22,61)2 ( )

    n n

    ij i j

    i j

    n

    i

    i

    n W x x

    C

    n x x

    Didapatkan 0 < C 2 maka dapat disimpulkan autokorelasi negatif. Sehingga tidak ada autokorelasi spasial tingkat

    pengangguran terbuka antar kabupaten/kota di Kalimantan

    Selatan.

    iii. Scatterplot Morans I

    Interpretasi Morans I dapat dilihat melalui garis regresi yang menggambarkan hubungan linear melalui scatterplot

    antara kejadian atau kasus dengan pembobotnya. Berikut ini

    disajikan Morans Scatterplot untuk melihat sebaran tingkat pengangguran terbuka di beberapa lokasi ke dalam empat

    kuadran.

    Gambar 2. Scatterplot Morans I Tingkat Pengangguran Terbuka

    Berdasarkan gambar 2 kuadran I (kanan atas) menunjukkan

    kuadran dengan tingkat pengangguran terbuka tinggi

    sementara kuadran III (kiri bawah) menunjukkan kuadran

    dengan tingkat pengangguran terbuka rendah. Berikut adalah

    pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan scatterplot

    tersebut.

    Tabel 4. Tipe Hubungan Spasial Lokal

    L X

    X

    High Kuadran I : HH Kuadran IV : HL

    Kab.Tanah Laut, Kab. Balangan,

    Kab. Barito Kuala, Kab. Banjar,

    Kab. Hulu Sungai Selatan

    Low Kuadran II : LH Kuadran III : LL

    Kab. Kota Baru, Kab.

    Tanah Bumbu, Kota

    Banjarbaru, Kota

    Banjarmasin, Kab.

    Hulu Sungai Tengah,

    Kab. Tabalong.

    Kab. Tapin, Kab. Hulu Sungai

    Utara

    Kabupaten/kota yang kuadran III (kiri bawah) yaitu

    Kabupaten Tapin dan Kabupaten Hulu Sungai Utara

    merupakan kabupaten dengan tingkat pengangguran terbuka

    rendah.

    iv. Identifikasi Secara Lokal Menggunakan Morans I

    Analisis autokorelasi spasial global bertujuan meringkas

    kekuatan dependensi spasial dengan statistik, informasi rinci

    tentang pengelompokan spasial dapat diperoleh dari Local

    indicators of spatial association (LISA). Ukuran LISA yang

    paling sering digunakan adalah Morans Ii. Statistik lokal Morans digunakan untuk dua tujuan yaitu mencari Indikator dari cluster spasial lokal serta untuk mendiagnosa adanya

    outlier dalam spatial pattern secara global.

    Tabel 5. Nilai Local Morans I

    Kabupaten/Kota Local Moran

    Kab. Tanah Laut -0,32

    Kab. Kotabaru -0,08

    Kab. Banjar -0,02

    Kab. Barito Kuala -0,13

    Kab. Tapin 0,81

    Kab. Hulu Sungai Selatan 0,00

    Kab. Hulu Sungai Tengah -0,21

    Kab. Hulu Sungai Utara 0,04

    Kab. Tabalong -0,40

    Kab. Tanah Bumbu -0,23

    Kab. Balangan -0,44

    Kota Banjarmasin -1,12

    Kota Banjarbaru -0,44

    Dipeoleh nilai rata-rata dari local Morans I sebesar -0,20. Kabupaten/Kota yang memiliki nilai local Morans I negatif merupakan outlier.

    V. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah

    dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pola sebaran

    dari tingkat pengangguran terbuka di Kalimantan Selatan

    yaitu random. Tingkat pengangguran terbuka di Kalimantan

    Selatan tidak berautokorelasi spasial. Sehingga tingkat

    654321

    4.5

    4.0

    3.5

    3.0

    2.5

    Xi

    Lxi

    3.524

    3.264Kota Banjarbaru

    Kota Banjarmasin

    Kab. Balangan

    Kab. Tanah Bumbu

    Kab. Tabalong

    Kab. Hulu Sungai Utara

    Kab. Hulu Sungai Tengah

    Kab. Hulu Sungai Selatan

    Kab. Tapin

    Kab. Barito Kuala Kab. Banjar

    Kab. Kotabaru

    Kab. Tanah Laut

  • 5

    pengangguran terbuka tidak ada hubungan antar wilayah

    kabupaten/kota di Kalimantan Selatan.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Badan Pusat Statistik (2015). Tingkat Pengangguran Terbuka[On-line]

    diakses 28 Maret 2015, tersedia di http://www.sirusa.bps.go.id.

    [2] Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan(2015). Tenaga Kerja[On-line]

    diakses 28 Maret 2015, tersedia di http://www.kalsel.bps.go.id.

    [3] Anselin, L. dan Sergio, J.R.(2010). Perspectives Spatial Data Analysis.

    New York: Springer.

    [4] Anselin L (1995) Local indicators of spatial association LISA. Geogr Anal 27(2):93-115.

    [5] Anselin L (1996) The moran scatterplot as an esda tool to assess local

    instability in spatial association. In Fischer MM, Scholten HJ, Unwin D

    (eds) Spatial analytical perspectives on GIS. CRC Press (Taylor and

    Francis Group), Boca Raton [FL], London and New York, pp.111-125.