authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

76
Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, keadaan SDM Indonesia sangat tidak kompetitif. Menurut catatan Human Development Report tahun 2003 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 112 jauh di bawah Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunei Darussalam (31), dan Singapura (28). Sementara itu, Third Matemathics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa SMP kita berada di urutan ke- 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada di urutan ke-32 dari 38 negara (Nurhadi, dkk. 2004). Sementara itu organisasi International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan sains siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara (dalam Zamroni, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan sains siswa SMP di Indonesia masih jauh dibawah rata-rata kemampuan sains negara lain di dunia. Oleh karena itu, diperlukan usaha serius untuk memperbaiki sistem maupun proses pendidikan dalam rangka membenahi proses dan hasil belajar sains siswa. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar (kompetensi) pada mata pelajaran sains sesuai dengan yang ditargetkan. Faktor-faktor tersebut antara lain tersedianya sarana- prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar, kemampuan profesional guru sebagai ujung tombak terhadap pembelajaran dikelas. Guru yang merupakan bagian dari instrumental input mempunyai peran yang sangat strategis dalam

Upload: jakalinklung9907

Post on 18-Jun-2015

423 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Memasuki abad ke-21, keadaan SDM Indonesia sangat tidak kompetitif.

Menurut catatan Human Development Report tahun 2003 versi UNDP, peringkat

HDI (Human Development Index) atau kualitas sumber daya manusia Indonesia

berada di urutan 112 jauh di bawah Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58),

Brunei Darussalam (31), dan Singapura (28). Sementara itu, Third Matemathics

and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia,

melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa SMP kita berada di urutan ke-

34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada di urutan ke-32 dari 38

negara (Nurhadi, dkk. 2004). Sementara itu organisasi International Educational

Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan sains siswa SLTP di

Indonesia hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara (dalam Zamroni, 2001).

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan sains siswa SMP di Indonesia masih

jauh dibawah rata-rata kemampuan sains negara lain di dunia. Oleh karena itu,

diperlukan usaha serius untuk memperbaiki sistem maupun proses pendidikan

dalam rangka membenahi proses dan hasil belajar sains siswa.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan siswa

dalam mencapai hasil belajar (kompetensi) pada mata pelajaran sains sesuai

dengan yang ditargetkan. Faktor-faktor tersebut antara lain tersedianya sarana-

prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar, kemampuan profesional guru

sebagai ujung tombak terhadap pembelajaran dikelas. Guru yang merupakan

bagian dari instrumental input mempunyai peran yang sangat strategis dalam

Page 2: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

2

proses pembelajaran. Sebagai pengelola pembelajaran, guru harus mampu

mengorganisir dan menggali potensi-potensi dalam pembelajaran, baik potensi

raw input, instrumental input, maupun potensi enviromental input agar terjadi

interaksi yang optimal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas proses

dan hasil belajar.

Faktor lain penyebab rendahnya kemampuan sains adalah Siswa. Siswa

seharusnya diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya

pengalaman belajarnya dengan cara meningkatkan interaksi dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial maupun budaya, sehingga mampu

membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia di sekitarnya. Dari

hasil interaksi dengan lingkungannya diharapkan siswa dapat membangun

pengetahuan dan kepercayaan diri sekaligus membangun jati diri. Kesempatan

berinteraksi dengan lingkungan baik individu maupun sosial yang beragam akan

membentuk kepribadian yang dapat dipakai untuk memahami kemajemukan dan

melahirkan sikap-sikap positif dan toleransi terhadap keanekaragaman dan

perbedaan tiap individu.

Siswa sebagai raw input dengan berbagai karakteristiknya

merupakan titik sentral dalam proses pembelajaran, karena siswalah yang

mengalami proses pembelajaran, dan para siswa pulalah yang seharusnya paling

bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya (Sadia, 2004).

Selama ini proses pembelajaran sains masih bersifat mekanistik ( cendrung

teoretis, teacher centered, transferring). Dalam proses pembelajaran, jarang guru

mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan jarang

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

Page 3: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

3

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kaitannya dengan

masalah-masalah yang disajikan dalam pembelajaran sains, selama ini cendrung

berorientasi pada masalah-masalah akademis yang sifatnya tertutup, jarang

dikaitkan dengan konteknya. Demikian juga dalam kegiatan pembelajaran yang

dirancang guru, belum menekankan pada keterampilan siswa untuk

berargumentasi menggunakan penalaran sehingga siswa belum mampu

mengungkapkan gagasan/ide-ide nya, baik secara lisan maupun tertulis. Dengan

tidak terlatihnya siswa untuk mengungkapkan gagasan maupun idenya,

mengakibatkan tidak berkembangnya gagasan-gagasan yang dimiliki siswa. Hal

ini tentunya akan berdampak pada rendahnya kemampuan siswa dalam menulis

karya ilmiah.

Pembelajaran yang cendrung teoretis, hanya sekedar mentransfer ilmu

pengetahuan kepada siswa, dan masih berpusat pada guru, juga menyebabkan

tidak diperolehnya pengalaman untuk memahami konsep secara utuh oleh siswa.

Akibatnya dalam melakukan akomodasi dengan konsep-konsep yang bersifat

konkret, siswa belum mampu memformulasikannya. Padahal, menurut Barizi

(2003), kemampuan memformulasikan konsep merupakan kemampuan berpikir

formal. Ini menunjukkan bahwa dengan proses pembelajaran yang bersifat

mekanistis berdampak pada rendahnya penalaran formal siswa. Secara empiris

dari hasil penelitian Puji Astuti (2003) menyimpulkan bahwa pembelajaran

dengan expository belum memberikan dampak positip terhadap kemampuan

analisis dan sintesis siswa.

Sejalan dengan hal di atas, hasil studi di sejumlah SLTP di Indonesia

menunjukkan bahwa pola pembelajaran di bidang sains berjalan sangat teoretis,

Page 4: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

4

serta tidak terkait dengan lingkungan tempat tinggal siswa. Akibatnya, siswa sulit

memahami konsep sains yang dipelajari, motivasi belajar siswa rendah, dan pola

belajarnya cenderung menghafal (Depdiknas, 2002: iii). Selanjutnya, hasil

evaluasi kurikulum 1994 SLTP pada mata pelajaran sains yang dilakukan oleh

Pusat Pengembangan Kurikulum dan sarana Pendidikan Balitbang Depdikbud

menunjukkan beberapa permasalahan, seperti: 1) sebagian besar siswa tidak

mampu mengaplikasikan konsep-konsep sains dalam kehidupan nyata, 2)

pengajaran tidak menitikberatkan pada prinsip bahwa sains mencakup

pemahaman konsep, dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari

(Depdikbud, 1999), padahal kawasan kajian keilmuan sains berdasar ragam objek,

ragam tingkat organisasi, dan ragam tema persoalannya.

Oleh karena itu, hendaknya dilakukan perubahan paradigma atau

reorientasi terhadap proses pembelajaran. Perubahan paradigma atau reorientasi

terhadap proses pembelajaran yang dimaksud adalah perubahan dari pembelajaran

yang mekanistik ke pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif, berdasarkan

penalaran, masalah dan pemecahan masalah contextual yang sifatnya terbuka,

berpusat pada siswa, mendorong siswa untuk menemukan kembali, serta

membangun pengetahuan dan pengalaman siswa secara mandiri. (Soejadi &

Sutarto hadi, 2004).

Kaitannya dengan pembelajaran di kelas, ada empat pilar yang digunakan

sebagai pedoman, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar

untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to

be), dan belajar untuk kebersamaan (learning to live together) (Budimansyah,

2002). Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak seharusnya memposisikan

Page 5: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

5

peserta didik sebagai pendengar ceramah seperti mengisi botol kosong dengan

ilmu pengetahuan.

Pembelajaran yang berorientasi pada masalah-masalah akademis yang

sifatnya tertutup (close problem) (Shimada, 1997) berdampak pada proses

pembelajaran menjadi paket-paket yang menekankan langkah-langkah secara

explisit step by step. Karena sifat dari masalah ini explisit deterministic, dimana

permasalahan dan solusi sangat klausal dan mudah ditebak, maka penyajian ini

hanya memberikan keterampilan algoritme rutin pada siswa, sehingga kurang

mengembangkan kompetensi penalaran siswa terutama yang berhubungan dengan

penemuan dan keterampilan pemecahan masalah. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Kibble (1999) yang mengatakan bahwa penyajian dan latihan-latihan

yang bersifat tertutup tidak membantu siswa untuk berpikir kreatif,

mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, dan mengembangkan

kompetensi penalaran, sehingga hasil belajar mereka kurang memuaskan.

Di dalam kurikulum Hasil Belajar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sains

Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dikembangkan Depdiknas, tertuang salah

satu tujuannya yaitu: siswa memperoleh pengalaman dalam penerapan metode

ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian

hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen,

pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil

eksperimen secara lisan dan tertulis (Depdiknas, 2002). Dari tujuan ini tercermin

bahwa pembelajaran sains tidak lagi hanya mengandalkan ceramah saja,

melainkan lebih pada pengembangan kompetensi khususnya kompetensi

keterampilan proses sains.

Page 6: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

6

Salah satu inovasi pembelajaran sains adalah mengimplementasikan model

pembelajaran berorientasi inkuiri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh University

of Philipine (dalam Putrayasa, 2005) menunjukkan model inkuiri merupakan

model mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara

berpikir ilmiah. Dengan model inkuiri ini juga dapat meningkatkan kemampuan

siswa dalam penalaran formal. Hal ini seperti diungkapkan Dahar (1988: 126)

bahwa, salah satu kebaikan pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan

adalah meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara

bebas. Hasil penelitian Lawson (dalam Putrayasa, 2005) juga menunjukkan bahwa

perkuliahan biologi yang berorientasi inkuiri lebih berhasil meningkatkan

penalaran formal siswa. Jadi, dengan melakukan pembelajaran model inkuiri akan

dapat meningkatkan kemampuan penalaran formal siswa disamping dapat

mengembangkan cara berpikir ilmiah. Dengan pengembangan cara berpikir

ilmiah, maka akan dapat meningkatkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah.

Karena penulisan karya ilmiah salah satunya didasarkan pada cara berpikir ilmiah.

Berdasarkan hasil diskusi dengan guru SMP Negeri 1 Selong mengenai

pelaksanaan pembelajaran model inkuiri dalam melakukan kegiatan karya ilmiah

tidak pernah dilakukan. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan antara lain: 1)

Tidak cukup waktu untuk melaksanakan kegiatan karya ilmiah karena materi sains

dalam kurikulum terlalu padat. 2) Kemampuan guru dalam membimbing siswa

melakukan karya ilmiah masih kurang. Hasil observasi peneliti ke beberapa SMP

di Selong menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang selama ini digunakan

guru dalam pelajaran sains adalah menggunakan pembelajaran langsung, ceramah

dan tanya jawab. Guru lebih banyak mendominasi proses pembelajaran melalui

Page 7: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

7

pemberian informasi tentang sains. Siswa sangat jarang diajak memahami gejala

alam melalui kegiatan penyelidikan (inkuiri) dan kerja ilmiah. Padahal jika dilihat

orientasi dari pembelajaran sains, selain dapat memahami konsep-konsep, prinsip-

prinsip, maupun hukum-hukum sebagai hasil penelitian para ilmuwan sains yang

merupakan produk, siswa juga dituntut mampu menggunakan metode ilmiah

untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Akibatnya, kemampuan menulis

karya ilmiah siswa menjadi rendah. Oleh karena itu diharapkan, tugas guru selain

siswa dapat memahami konsep sains, prinsip-prinsip, maupun hukum-hukum

sains, juga guru harus mengembangkan keterampilan-keterampilan proses sains,

kemampuan peningkatan penalaran formal siswa dan diharapkan siswa mampu

menulis karya ilmiah dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas akan diungkapkan dampak penerapan model

pembelajaran inkuiri dan model pengajaran langsung terhadap kemampuan

penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran

sains.

1.2 Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas beberapa

masalah dapat diidentifikasi antara lain: tingkat penalaran formal masih rendah,

kemampuan menulis karya ilmiah rendah, pembelajaran tidak memfasilitasi

kemampuan penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah, guru tidak

pernah menggunakan Model inkuiri, padahal secara teori metode inkuiri dapat

meningkatkan penalaran formal dan kerja ilmiah, pembelajaran yang diberikan

lebih terfokus kepada produk sains, kurang mengembangkan proses sains serta

kinerja.

Page 8: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

8

1.3 Pembatasan masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dan mengingat

faktor-faktor yang terkait dalam proses belajar mengajar sangat kompleks, serta

agar penelitian lebih terarah, maka masalahnya dibatasi berdasarkan aspek-aspek

yang akan diteliti dan tempat penelitian atau sekolah yang akan diteliti.

Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian ini terbatas pada perbedaan

penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran

sains, sebagai akibat penerapan dua model pembelajaran, yaitu model

pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran langsung.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran formal dan kemampuan

menulis karya ilmiah antara siswa yang diajar dengan model inkuiri dan siswa

yang diajar dengan model pembelajaran langsung?

2. Apakah kemampuan penalaran formal siswa yang diajar dengan model inkuiri

lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran

langsung?

3. Apakah kemampuan menulis karya ilmiah siswa yang diajar dengan model

inkuiri lebih baik dibandingkan siswa yang diajar dengan model pembelajaran

langsung?

Page 9: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

9

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris tentang

perbedaan kemampuan penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah

siswa pada pelajaran sains karena pengaruh model pembelajaran yang diterapkan.

Secara operasional tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis perbedaan penerapan model pembelajaran inkuiri dan

model pembelajaran langsung terhadap penalaran formal dan kemampuan

menulis karya ilmiah siswa secara bersama-sama.

2. Untuk menganalisis perbedaan penerapan model inkuiri dan model

pembelajaran langsung terhadap kemampuan penalaran formal siswa.

3. Untuk menganalisis perbedaan penerapan model inkuiri dan model

pembelajaran langsung terhadap kemampuan menulis karya ilmiah siswa.

1.6 Manfaat Penelitian

Secara umum ada dua manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini.

Pertama manfaat langsung yang memberikan dampak langsung pada

pembelajaran. Kedua, adalah manfaat teoretik yang memiliki akses jangka

panjang dalam pengembangan teori pembelajaran.

1.6.1 Manfaat praktik

Hasil pembelajaran model inkuiri yang teruji secara empirik keunggulan

dan kelayakannya akan memberikan manfaat besar sebagai model pembelajaran

sains yang berorientasi perubahan mental. Manfaat lain yang diharapkan secara

praktik dalam penelitian ini adalah memberikan ruang kepada siswa untuk

melakukan perubahan sekaligus menilai kebiasaan mereka belajar di sekolah.

Selama ini, mereka belajar di sekolah lebih mendominasi aktivitas mendengar dan

Page 10: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

10

mencatat akibat dari model yang diterapkan guru berupa “tutur dan kapur”.

Namun belajar dengan fasilitas model inkuiri akan melibatkan aktivitas-aktivitas

membaca, diskusi, pemecahan masalah secara kolaboratif, berpikir kritis dan

kreatif, mengaitkan konsep dengan fenomena dunia nyata dan

mengintegrasikannya ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Dengan

demikian terjadi perubahan tanggung jawab belajar dari dominasi guru, menjadi

sepenuhnya pada diri siswa.

1.6.2 Manfaat teoretik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pijakan teoretik pemecahan

masalah belajar sains yang dialami siswa SMP di sekolah. Masalah tersebut

berupa fakta empiris rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karya ilmiah

akibat pelaksanaan kerja ilmiah berupa penulisan karya ilmiah jarang dilakukan.

Pelaksanaan kerja ilmiah berupa penulisan karya ilmiah ini sebagai akibat aplikasi

dari model pembelajaran yang dilakukan yakni model pembelajaran conventional.

Sedangkan terhadap penalaran formal siswa, diharapkan terjadi peningkatan

penalaran formal siswa yang berorientasi pada pembelajaran inkuiri.

Ternyata model pembelajaran conventional belum bisa menjawab secara

optimal persoalan-persoalan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan perubahan

model pembelajaran yang dapat diterapkan sebagai model alternatif dalam

pencapaian pemahaman, dan hasil belajar yang optimal.

Page 11: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

11

BAB II

KERANGKA TEORETIS

2.1 Deskripsi Teori

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini yakni

pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan penalaran formal dan

penulisan karya ilmiah siswa dalam pembelajaran sains, maka berikut ini disajikan

kajian teori yang digunakan sebagai pijakan berpikir untuk untuk menjawab

permasalahan yang diajukan. Kajian tersebut meliputi: hakikat belajar mengajar,

pembelajaran sains, model belajar inkuiri, pembelajaran langsung, penalaran

formal, asesmen otentik, karya tulis ilmiah, dan proyek.

2.1.1 Hakikat belajar mengajar

Sumantri dan Permana (1999) menyatakan mengajar adalah kegiatan

penyampaian pesan berupa pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap-

sikap tertentu dari guru kepada peserta didik. Raka Joni (1986: 3) merumuskan

pengertian mengajar sebagai pencipta suatu sistem lingkungan yang

memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan dalam proses belajar

akan saling mempengaruhi antar komponen seperti tujuan instruksional yang

ingin dicapai, guru dan peserta didik yang memainkan peranan senada dalam

hubungan sosial tertentu, materi yang diajarkan, bentuk kegiatan yang

dilaksanakan serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.

Sementara itu, Davis (dalam Sumantri dan Permana, 1999) mengungkapkan

bahwa pengertian mengajar sebagai suatu aktivitas profesional yang memerlukan

keterampilan tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan. Jadi mengajar

Page 12: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

12

adalah suatu aktivitas profesional yang melibatkan berbagai komponen dalam

menyampaikan pesan tertentu dari guru kepada peserta didik. Dalam

menyampaikan pesan tertentu kepada peserta didik, seorang guru dapat

mengembangkan belajar anak dengan menyediakan lingkungan belajar untuk

memfasilitasi temuan si anak.

Menurut filsafat konstruktivisme, siswa memahami dunianya dengan cara

menghubungkan antara pengetahuan dan pengalamannya dengan apa yang sedang

dipelajarinya. Mereka membangun makna ketika guru memberikan permasalahan

yang relevan, mendorong inkuiri, menyusun kegiatan pembelajaran dari konsep-

konsep utama, menghargai sudut pandang siswa, dan menilai hasil belajar siswa,

(McLaughin dan Vogt, dalam Dantes, 2004). Selanjutnya, Von Glaserfield (1989)

menyatakan bahwa konstruksi makna adalah proses adaptasi dimana tidak

melibatkan penemuan dari realitas ontologi. Oleh karena itu, kerangka belajar

kontruktivisme adalah suatu kegiatan aktif yang berlangsung secara kontinyu

dimana pebelajar menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya untuk

mengkonstruksi interpretasi pribadinya dan makna-makna berdasarkan

pengetahuan awal dan pengalamannya, Driver & Bell (dalam Kariasa dan Suastra,

2005).

Salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan saintifik

setelah peserta didik berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari

sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan mutakhir

menganggap semua peserta didik mulai dari usia TK sampai dengan perguruan

tinggi memiliki gagasan atau pengetahuan sendiri tentang lingkungan dan

peristiwa atau gejala alam di sekitarnya, meskipun gagasan atau pengetahuan ini

Page 13: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

13

naif atau kadang-kadang salah. Mereka mempertahankan gagasan atau

pengetahuan naif ini secara kokoh sebagai kebenaran. Hal ini terkait dengan

pengetahuan awal yang sudah terbangun dalam wujud “schemata” (struktur

kognitif) dalam benak siswa (Depdiknas, 2002).

Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan pendidikan adalah

memulai pelajaran dari “apa yang diketahui siswa”. Guru tidak dapat

mendoktrinasi gagasan saintifik supaya peserta didik mau mengganti dan

memodifikasi gagasan yang non saintifik menjadi gagasan yang saintifik. Dengan

demikian , arsitek peubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri.

Sejalan dengan itu (Nurahdi, 2003) dalam pandangan kontruktivisme, strategi

memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh

dan mengingat pengetahuan. Tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut

dengan (1) membuat informasi bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi

kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3)

menyadarkan agar siswa menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Selanjutnya Zahorik (dalam Nurahdi, 2003) menekankan bahwa dalam

praktek pembelajaran kontruktivisme ada 5 unsur pokok yang harus diperhatikan,

yaitu: (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, (2) pemerolehan pengetahuan

dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, baru kemudian memperhatikan

detailnya, (3) pemahaman pengetahuan dengan cara menyusun konsep sementara

(hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan

(validasi) dan atas dasar tanggapan itu konsep tersebut direvisi dan

dikembangkan, (4) mempraktekkan pengalaman tersebut, dan (5) melakukan

refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Sementara itu,

Page 14: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

14

kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi kontruktivisme antara lain; (1) diskusi

yang menyediakan kesempatan agar semua peserta didik mau mengungkapkan

gagasan, (2) pengujian, dan penelitian sederhana, (3) demonstrasi, dan peragaan

prosedur ilmiah, (4) kegiatan praktis lain yang memberi peluang, peserta didik

untuk mempertanyakan, memodifikasi dan mempertajam gagasannya (Depdiknas,

2002).

Menurut Suparno (1997: 66), agar peran dan tugas guru dapat berjalan

optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa

pemikiran yang perlu disadari oleh guru, antara lain:

1. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan

2. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat

3. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa

4. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar

5. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru.

Karena murid harus membangun sendiri pengetahuan mereka, seorang guru

harus melihat mereka bukan sebagai lembaran kertas putih kosong atau tabula

rasa. Bahkan anak SD kelas 1 pun telah hidup beberapa tahun dan menemukan

suatu cara yang berlaku dalam berhadapan dengan lingkungan hidup mereka.

Mereka sudah membawa “pengetahuan awal”. Pengetahuan yang mereka punya

adalah dasar untuk membangun pengetahuan selanjutnya.

Guru kontruktivisme tidak pernah akan membenarkan ajarannya dengan

mengklaim bahwa” ini satu-satunya yang benar”. Di dalam sains mereka tidak

Page 15: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

15

dapat berkata lebih daripada “ ini adalah jalan terbaik untuk situasi ini, ini adalah

jalan terefektif untuk soal ini sekarang” Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997).

Ciri mengajar konstruktivisme adalah sebagai berikut: Driver dan oldham

dalam Matthew yang dipaparkan oleh Suparno (1997)

1) Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik.Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.

2) Elicitasi. Murid dibantu untuk mengungkapakan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.

3) Restrukturisasi ide. Dalam hal ini ada tiga hal a) Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau

teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan denga ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok.

b) Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-teman.

c) Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percoban atau persoalan yang baru.

4) Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap bahkan lebih rinci dengan segala macam pengecualiannya.

5) Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lebih lengkap.

Terkait dengan hakikat belajar mengajar, pada dasarnya semua peserta

didik memiliki gagasan atau pengetahuan awal yang sudah terbangun dalam

wujud skemata. Dari pengetahuan awal dan pengalaman yang ada peserta didik

menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya dalam rangka

mengkonstruksi interpretasi pribadinya serta makna-makna. Makna ini dibangun

ketika guru memberikan permasalahan yang relevan dengan pengetahuan dan

Page 16: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

16

pengalaman yang sudah ada sebelumnya, mendorong inkuiri untuk memberi

kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri. Untuk

membangun makna tersebut, proses belajar mengajar berpusat pada siswa.

2.1.2 Pembelajaran Sains

Banyak orang menyatakan bahwa sains adalah pengetahuan, khususnya

fakta atau prinsip, diperoleh melalui kajian sistematik; sebuah cabang khusus

pengetahuan yang berkaitan dengan fakta-fakta atau kebenaran yang diatur secara

sistematis (Supriyono, 2003: 5). Definisi tersebut lebih menekankan hasil

daripada cara memperoleh hasil. Namun, banyak ilmuan terkenal berpendapat

lain, artinya sangat berbeda dengan definisi di atas. Misalnya Carl Sagan (dalam

Supriyono, 2003) mendefinisikan sains lebih sebagai sebuah cara berpikir

daripada satu kumpulan pengetahuan. Sedangkan tujuan sains menurut Sagan

adalah untuk menemukan bagaimana alam bekerja, mencari bagaimana aturannya,

memecahkan keteraturan yang ada. Feynman (dalam Supriyono, 2003) melihat

sains sebagai upaya untuk memahami dunia. Bagi Feynman, memahami dunia

analog dengan memahami aturan suatu pertandingan, seperti permainan catur. Jadi

hakikat sains adalah sains bukan hanya sekedar kumpulan fakta dan prinsip tetapi

lebih dari itu sains juga mengandung cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan

prinsip tersebut beserta sikap sainstis dalam melakukannya.

Sains sebagai ilmu terdiri dari produk dan proses. Produk sains terdiri atas

fakta, konsep, prinsip, teori, hukum dan postulat. Semua itu merupakan produk

yang diperoleh melalui serangkaian proses penemuan ilmiah melalui metode

ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah. Dari pengamatan selanjutnya fakta-fakta

tersebut dihimpun dan dicatat sebagai data. Data tersebut dianalisis berdasarkan

Page 17: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

17

prosedur dan sikap ilmiah hingga menjadi konsep, prinsip, selanjutnya akan

menghasilkan teori, hukum, dan postulat. Rom Harre (dalam Hendro Darmojo dan

Kaligis, 1992: 4) menyatakan bahwa sains berupa kumpulan teori yang telah diuji

kebenarannya yang menjelaskan pola-pola keteraturan dari gejala alam yang

diamati secara seksama. Jadi, produk sains adalah teori dan juga alat yang

digunakan untuk memahami gejala alam.

Ditinjau dari segi proses, sains memiliki berbagai keterampilan sains,

misalnya: (a) mengidentifikasi dan menentukan variabel bebas/tetap dan variabel

berubah/tergayut, (b) menentukan apa yang diukur dan diamati, (c) keterampilan

mengamati menggunakan sebanyak mungkin indera, (d) keterampilan dalam

menafsirkan hasil pengamatan, dan dapat menghubung-hubungkan hasil

pengamatan, (f) ketrampilan dalam meramalkan apa yang terjadi berdasarkan

hasil pengamatan, dan (g) keterampilan menggunakan alat/bahan dan mengapa

bahan atau alat itu digunakan (Depdiknas, 2003). Sementara itu Moh. Amin

(1987:5) menyatakan sains sebagai proses merupakan human enterprise yang

melibatkan operasional mental, keterampilan, strategi dan sebagainya yang

dirancang manusia untuk menemukan hakikat jagad raya. Dengan menekankan

pada keterampilan proses dalam memperoleh dan membangun pengetahuan dapat

membantu siswa untuk memunculkan ide-ide yang kreatif dalam menyelesaikan

permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan fenomena fisis dan mampu

belajar secara mandiri yang akan memberikan pengalaman pada siswa untuk dapat

bekerja layaknya seorang ilmuan untuk menemukan pengetahuan baru.

Menurut Bryce, dkk, (dalam Depdiknas, 2003) keterampilan proses sains

mencakup keterampilan dasar (basic skill) sebagai kemampuan yang terendah,

Page 18: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

18

kemudian diikuti dengan keterampilan proses (process skill), dan keterampilan

tinggi adalah keterampilan investigasi (investigation skill). Keterampilan dasar

mencakup (a) melakukan pengamatan, (b) mencatat data, (c) melakukan

pengukuran, (d) mengimplementasikan prosedur, dan (e) mengikuti instruksi.

Keterampilan proses meliputi: (a) menginfrensi (skill of inference) dan (b)

menyeleksi berbagai cara/prosedur. Keterampilan investigasi berupa keterampilan

merencanakan dan melaksanakan serta melaporkan hasil investigasi. Jadi dalam

keterampilan sains berupa investigasi yang merupakan keterampilan tertinggi,

siswa sudah mulai dilatih bagaimana siswa harus mengorganisasi data untuk

menjawab pertanyaan, atau bagaimana siswa dapat mengorganisasi kejadian-

kejadian untuk dipakai sebagai alasan pembenar yang paling kuat. Selain itu,

proses sains juga mencakup kemampuan untuk mengkomunikasikan baik secara

tertulis berupa pembuatan tulisan/karangan, mengembangkan /melengkapi

petunjuk kerja serta dapat mengkomunikasikan secara lisan kepada orang lain.

Keterampilan investigasi ini dapat diterapkan pada perkembangan siswa SMP,

yang sudah mampu berpikir abstrak sebagaimana dikatakan Piaget.

Terkait dengan keterampilan proses sains menurut, Abruscato (dalam

Rachmawati dan Suastra, 2005), keterampilan proses yang dapat dikembangkan

antara lain: mengamati, mengklasifikasikan, menggunakan angka-angka,

membuat definisi operasional, mengontrol variabel, melakukan percobaan,

mengukur, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, meramalkan,

menggunakan hubungan ruang dan waktu, menyusun hipotesis, dan

mengkomunikasikan hasil kegiatan.

Page 19: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

19

Mengamati merupakan aktivitas menggunakan indera untuk memperoleh

informasi atau data dari objek yang akan diselidiki. Mengklasifikasikan

merupakan kegiatan mengelompokkan objek berdasarkan ciri-ciri yang teramati.

Keterampilan menggunakan angka-angka sangat berguna dalam

mengklasifikasikan objek, memudahkan pencatatan data, dan

mengkomunikasikan hasil penyelidikan. Membuat definisi operasional dilakukan

untuk menyatakan dan memperjelas kegiatan apa yang akan dilakukan dan apa

yang diamati. Mengontrol variabel merupakan suatu kegiatan untuk mengatur

kondisi percobaan dengan cara meniadakan pengaruh terhadap satu atau lebih

variabel, sementara variabel yang lainnya dikenai perlakuan. Melakukan

percobaan merupakan kegiatan dengan menerapkan berbagai keterampilan proses

yang dilandasi oleh sikap ilmiah untuk menemukan pengetahuan baru. Mengukur

adalah kegiatan membandingkan suatu besaran dengan besaran standar sehingga

hasil observasi dapat dikuantitatifkan. Menginterpretasikan data merupakan

kegiatan yang meliputi membuat prediksi, membuat hipotesis, dan menarik suatu

kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh. Membuat simpulan merupakan

kegiatan merumuskan penjelasan yang paling mungkin terhadap suatu hasil

pengamatan. Meramalkan merupakan kegiatan memprediksikan berdasarkan

pengamatan dan penjelasan mengenai hubungan antar variabel. Menggunakan

hubungan ruang waktu artinya mempelajari bentuk, waktu, tata ruang, arah, gerak,

kecepatan. Menyusun hipotesis merupakan kegiatan merumuskan jawaban

sementara terhadap berbagai data atau fakta. Mengkomunikasikan hasil kegiatan

dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan, dapat juga dilengkapi dengan grafik,

diagram, bagan, maupun hubungan matematis.

Page 20: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

20

Mengingat demikian luasnya kawasan kajian keilmuan sains berdasarkan

ragam obyek, ragam tingkat organisasi, dan ragam tema persoalannya, maka

dalam membelajarkan siswa untuk menguasai sains bukan pada banyaknya

konsep yang harus dihafal, tetapi lebih kepada bagaimana agar siswa berlatih

menemukan konsep-konsep sains melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah, dan

siswa dapat melakukan kerja ilmiah mulai dari merumuskan masalah,

merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan

menganalisis data, dan menarik kesimpulan.

2.1.3 Model Belajar Inkuiri

Terdapat beberapa definisi mengenai model pembelajaran. Joyce dan Weil

(1986: 1) mendefinisikan model pembelajaran sebagai suatu perencanaan atau

suatu pola yang digunakan sebagai pedoman melaksanakan pembelajaran di kelas.

Sedangkan Udin (1997: 78) menyatakan, model pembelajaran merupakan

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tingkat belajar tertentu. Lebih

lanjut, Mulyana dan Permana (1999: 42) mendefinisikan model pembelajaran

sebagai suatu rencana atau pola yang dapat digunakan membentuk kurikulum,

merancang bahan-bahan pengajaran dan membimbing pengajaran di kelas. Dari

ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para

pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Page 21: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

21

Inkuiri adalah salah satu cara belajar atau penelaahan yang bersifat

mencari pemecahan permasalahan sesuatu dengan cara kritis, analitis, ilmiah

dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan atau

keyakinan yang meyakinkan karena didukung oleh data atau kenyataan. Sund &

Trowbridge (1973) menyatakan, discovery adalah proses mental dimana siswa

atau individu mengasimilasi konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Proses mental

yang dimaksud meliputi: mengamati, membuat klasifikasi, melakukan

pengukuran, mendeskripsikan, menarik kesimpulan. Sedangkan inkuiri adalah

suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa.

Sebagai tambahan dari proses discovery, inkuiri mengandung proses-proses

mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problem,

merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis

data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin

tahu, terbuka dan sebagainya. Proses mental yang terbentuk pada dasarnya akan

menghasilkan para peneliti yang bersikap ilmiah. Nurhadi (2003) mendefinisikan

inkuiri sebagai suatu proses yang bergerak dari langkah observasi sampai langkah

pemahaman. Observasi yang menjadi dasar pemunculan berbagai pertanyaan yang

diajukan siswa, jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dikejar dan

diperoleh melalui suatu siklus pembuatan prediksi, perumusan hipotesis,

pengembangan cara-cara pengujian hipotesis, pembuatan observasi lanjutan,

penciptaan teori dan model-model konsep yang didasarkan pada data dan

pengetahuan.

Model inkuiri adalah suatu teknik pembelajaran dimana dalam proses

belajar mengajar, siswa diharapkan selalu dihadapkan dengan suatu masalah.

Page 22: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

22

Bentuk pengajaran terutama memberi motivasi kepada siswa untuk menyelidiki

masalah-masalah yang ada dengan menggunakan cara-cara dan keterampilan

ilmiah dalam rangka mencari penjelasan-penjelasanya. Adapun tujuan utama dari

Model pembelajaran jenis ini adalah untuk mendorong siswa mengembangkan

keterampilan-keterampilan penemuan ilmiah dan akan menarik jika siswa

diberikan kegiatan untuk menyelidiki sejumlah informasi guna mencari

pemecahan permasalahan yang dihadapinya. Sund & Trowbridge (1973)

menyatakan model inkuiri pada hakikatnya merupakan pembelajaran yang

mempersiapkan anak untuk melakukan eksperimen sendiri, dalam arti luas ingin

melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-

simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan

yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan

dengan apa yang ditemukan orang lain. Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah

suatu strategi pengajaran yang melibatkan guru dan siswa dalam mempelajari

pristiwa-pristiwa atau gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para

ilmuwan (Kuslan dan Stone, 1969).

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukan oleh pakar di atas, dapat

disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses pembelajaran yang ditempuh

siswa untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan

eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi

dengan Model ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan

suatu permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian, siswa akan terbiasa

bersikap seperti para ilmuan sains, yaitu: teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, kreatif,

serta menghormati pendapat orang lain.

Page 23: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

23

Dalam pembelajaran dengan inkuiri siswa didorong untuk belajar sebagian

besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip,

dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan

yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka

sendiri (Nurhadi, 2003).

Kuslan dan Stone (1969) mengemukakan karakteristik/ciri inkuiri sebagai

berikut: (a) menggunakan keterampilan proses sains, (b) jawaban-jawaban yang

dicari tidak diketahui lebih dahulu oleh siswa, (c) siswa dimotivasi sedemikian

rupa sehingga timbul hasrat untuk menemukan pemecahan masalah, (d) proses

pembelajaran berpusat pada pertanyaan mengapa, bagaimana, atau pertanyaan

seperti: betulkah pertanyaan kita ini?, (e) suatu pertanyaan dikemukakan lalu

dipersempit hingga terlihat ada kemungkinan masalah ini dipecahkan oleh siswa,

(f) hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau

eksperimen, (g) para siswa mengusulkan cara-cara mengumpulkan data dengan

melakukan percobaan, mengadakan pengamatan, membaca atau menggunakan

sumber lain, (h) semua siswa melakukan eksperimen secara individu/kelompok

untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis, dan (i) para

siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada simpulan.

Ciri di atas menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri ini berusaha

membimbing, melatih dan membiasakan siswa untuk terampil berpikir sebab

siswa terlibat secara mental dan fisik. Pelatihan dan pembiasaan siswa untuk

terampil berpikir merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembelajaran

yang lebih besar, yaitu tercapainya ketrampilan proses ilmiah sekaligus

Page 24: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

24

terbentuknya sikap ilmiah, di samping penguasaan konsep, prinsip, hukum,

ataupun teori.

Sund dan Trowbridge (1973: 67-73) mengemukakan tiga macam

pendekatan inkuiri yaitu: inkuiri terbimbing (Guided inquiry), inkuri bebas ( free

inquiry) dan inkuiri bebas yang dimodifikasi (Modifed free Inquiry). Ciri-ciri

ketiganya sebagai berikut: dalam inkuiri terbimbing siswa memperoleh petunjuk-

petunjuk seperlunya yang berupa pertanyaan yang bersifat membimbing.

Pendekatan ini dapat diperlakukan pada siswa yang belum pengalaman dalam

inkuiri. Pendekatan inkuiri bebas, siswa melakukan sendiri sebagai seorang

ilmuan. Siswa melakukan penelitian sendiri, eksperimen dan kesimpulan tentang

hasil percobaan juga diperoleh sendiri. Sedangkan pendekatan inkuiri bebas yang

dimodifikasi, siswa diberi motivasi untuk memecahkan masalah yang bisa

dilakukan dalam kelompok/perorangan. Guru adalah nara sumber yang

memberikan bantuan terbatas yang diperlukan agar siswa tidak frustasi/menemui

kegagalan. Bantuan yang diberikan dalam bentuk pertanyaan yang membantu

siswa untuk memikirkan langkah-langkah pengamatan selanjutnya.

Dimyati (2002: 73) menyatakan tekanan utama pembelajaran dengan strategi inkuiri adalah: 1. Pengembangan kemampuan berpikir individual lewat penelitian 2. Peningkatan kemampuan mempraktekan model dan teknik penelitian 3. Latihan keterampilan intlektual khusus, yang sesuai dengan cabang ilmu ter-

tentu 4. Latihan menemukan sesuatu.

Melihat pandangan Dimyati, inkuiri bermanfaat terutama bagi siswa,

dimana siswa menjadi manusia yang berpikir dan aktif serta membantu siswa

dalam memahami struktur pengetahuan dan proses bagaimana pengetahuan

dikonstruksi.

Page 25: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

25

Dalam menerapkan Model inkuiri, keuntungan yang bisa didapatkan

adalah siswa memiliki kesempatan untuk mengemukakan ide atau gagasan yang

dimilikinya, sehingga hal itu akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

menulis karya ilmiah. Di samping itu juga, dengan model inkuiri siswa sudah

mulai diajarkan untuk menganalisa dan mencari kebenaran dari suatu masalah

yang sedang dibahas, telah mampu berpikir sistematis, terarah dan mempunyai

tujuan yang jelas, disamping mampu berpikir induktif, deduktif, dan empiris

rasional sehingga hal ini akan menyebabkan siswa memiliki kemampuan dalam

penalaran formal yang baik. Bruner (1978) menyatakan bahwa keuntungan atau

keunggulan-keunggulan pembelajaran dengan model inkuiri adalah sebagai

berikut: (a) pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini

terjadi karena siswa diberikan kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri

jawaban permasalahan yang diberikan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan

pengamatan dan pengalaman sendiri, (b) siswa yang telah berhasil menemukan

sendiri sehingga dapat memecahkan masalah yang ada akan meningkatkan

kepuasan intelektualnya yang justru datang dari dalam diri siswa, (c) siswa dapat

belajar bagaimana melakukan penemuan, hanya melalui proses melakukan

penemuan itu sendiri, (d) belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang proses

ingatan atau konsep yang telah dipahami siswa lebih lama dapat diingat, (e)

belajar melalui inkuiri, siswa dapat memahami konsep-konsep dan ide-idenya

dengan lebih baik, (f) pengajaran menjadi lebih terpusat pada siswa, (g) proses

pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri, (h)

melalui pembelajaran inkuiri dimungkinkan tingkat harapan bertambah, (i)

pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan bakat, diantaranya bakat akademik,

Page 26: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

26

(j) pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa belajar dengan hafalan, dan

(k) pembelajaran inkuiri dapat memberikan waktu kepada siswa untuk

mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Pada umumnya pembelajaran dengan Model inkuiri digunakan pada mata

pelajaran IPA yang mengembangkan proses sains. Collette, A.T & Chiapeta, EL

(dalam Suastra, dkk 2003) menyatakan bahwa model yang biasanya digunakan

dalam pengajaran sains dengan inkuiri meliputi: Model Siklus Belajar (MSB),

Group investigation, Cara 5 E (Engagement, Exploration, Explanation,

Elaboration dan Evaluation), Heuristik “V”, Inkuiri Ilmiah melalui Demonstrasi

Terbimbing (IIDT) dan dengan Model Pemecahan Masalah (MPM).

Melihat cara-cara inkuiri yang di lakukan dalam pembelajaran IPA, ada

beberapa hal pokok yang harus di tempuh yaitu inkuiri dimulai dengan

menimbulkan peristiwa (memunculkan masalah) yang membuat siswa menjadi

bingung, keadaan ini akan memotivasi siswa untuk menyelidiki masalah-masalah

yang ada dengan menggunakan cara-cara dan keterampilan ilmiah dalam rangka

menemukan pemecahan masalah tersebut. Selanjutnya dilakukan eksperimen

yaitu membuat suatu kejadian atau peristiwa, kemudian siswa mengamati kejadian

atau peristiwa itu, untuk selanjutnya dilakukan pencatatan data sebagai bahan

dalam menemukan konsep, prinsip yang akhirnya lahirlah teori atau pengetahuan.

Sasaran utama dari model belajar inkuiri ini adalah mengembangkan

penguasaan pengetahuan (Knowledge). Penguasaan pengetahuan merupakan hasil

dari pengolahan data/informasi. Pada kegiatan ini siswa dilibatkan secara aktif

dalam proses mencari tahu (process of knowing, know how, dan know why) untuk

mampu menginterpretasikan informasi, membedakan antara asumsi yang benar dan

Page 27: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

27

yang salah, dan memandang suatu kebenaran dan hubungannya dengan berbagai

situasi. Jadi disini siswa tidak hanya memiliki informasi, tetapi lebih jauh lagi

siswa menempatkan diri sebagai sainstis yang melakukan penelitian, berpikir dan

merasakan lingkungan obyek penelitian.

Siswa secara individu, kelompok kecil atau klasikal, melakukan kegiatan

investigasi untuk mencari dan menghimpun informasi. Perolehan informasi ini

dapat melalui studi pustaka, investigasi, tutorial dengan guru atau diskusi dengan

teman sekelasnya, selanjutnya siswa secara aktif harus mampu merumuskan

menjadi pemahaman pribadi dan dihayati menjadi tata nilai. Melalui model

seperti ini akan membentuk/mengembangkan mental skema. Mental skema

digunakan siswa untuk mengorganisasikan (to form) membangun pengetahuan sesuai

dengan skema mentalnya, sehingga mencapai taraf pemahaman (understanding).

Dengan menggunakan mental skema dan pemahamannya, siswa menganalisis dan

menafsirkan informasi yang baru diterimanya, selanjutnya mengembangkan makna

yang bersifat pribadi (personal meaning) bagi dirinya. Pemahaman baru ini

selanjutnya dituangkan dalam suatu tulisan dan diorganisir menjadi learning evidance

indicator sebagai portofolio hasil belajar siswa. Kompetensi lainnya yang dapat

terbentuk melalui strategi seperti ini adalah kompetensi komunikasi, kerjasama

dalam team, memecahkan masalah, mengembangkan sikap toleransi, membangun

etos kerja dan mampu mengeksplorasi sumber belajar dilingkungannya.

Dalam pengembangan kurikulum, seharusnya mendidik pengembangan

dan penyelidikan (inkuiri) serta penemuan (Gredler, 1991: 99). Oleh Bruner

digambarkan bahwa orang yang berpengetahuan sebagai orang yang terampil

dalam memecahkan masalah, artinya ialah ia berinteraksi dengan lingkungannya

Page 28: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

28

dalam menguji hipotesis dan menarik generalisasi. Karena itu tujuan pendidikan

seharusnya ialah perkembangan intelek.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan

beberapa kebaikan yaitu:

1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.

2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.

3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain (Dahar, 1988: 126).

Sedangkan Depdiknas (2002: 2) menyatakan, melalui Model inkuiri

diharapkan guru dapat menciptakan pembelajaran yang menantang sehingga

melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini siswa sebelumnya dengan suatu

bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang lebih saintifik melalui proses

ekplorasi atau pengujian gagasan baru. Peranan Guru sebagaimana dikatakan

Dahar, (2002: 130-131) adalah :

1. Merencanakan pelajaran sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa

2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah

3. Memperhatikan cara penyajian, yaitu: Cara enaktif, ikonik dan simbolik 4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoretis,

guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model latihan penelitian

(inquiry training) yang bertolak dari kepercayaan bahwa perkembangan anak

yang mandiri, menurut model yang akan memberi kemudahan pada siswa untuk

melibatkan diri dalam penelitian ilmiah.

Page 29: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

29

Harapan dari model latihan penelitian ini agar siswa dapat

mempertanyakan, mengapa sesuatu peristiwa terjadi, dan menelitinya dengan cara

mengumpulkan data dan mengolah data secara logis. Latihan penelitian ini dapat

dimulai dari menyajikan situasi yang penuh pertanyaan. Dengan situasi penuh

teka-teki ini secara alami siswa akan terdorong untuk memecahkan teka-teki itu.

Dengan cara ini diyakini siswa dapat menjadi sadar akan proses penelitian yang

dilakukannya dan secara langsung diajarkan cara melakukan prosedur penelitian

yang bersifat ilmiah.

Tabel 2.1 Sintaks Inkuiri Model Latihan Penelitian

Fase Kegiatan

Pertama Menghadapkan masalah

1. Menjelaskan prosedur penelitian

2. Menyajikan situasi yang saling bertentangan atau berbeda

Kedua Mencari dan mengkaji data

1. Memeriksa hakikat objek dan kondisi yang dihadapi

2. Memeriksa tampilnya masalah

Ketiga Mencari data dan eksperimentasi

1. Mengisolasi variabel yang sesuai

2. Merumuskan hipotesis sebab akibat

Keempat Mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan

Kelima Menganalisis proses penelitian

(Joyce dan Weil, 1986)

Model pengajaran ini menuntut terbentuknya suasana kelas yang

kooperatif tapi disiplin ketat. Guru harus membimbing berlangsungnya proses

inkuiri dan merangsang siswa berpartisipasi aktif. Guru juga harus berhati-hati

agar identifikasi fakta tidak menjadi isyu sentral dan hendaknya mempertahankan

Page 30: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

30

disipin yang ketat dan inkuiri. Tugas guru mengendalikan keseluruhan proses

interaksi dan menjelaskan prosedur penelitian yang harus ditempuh. Secara

filosofis karakteristik model ini menekankan perkembangan pribadi yang

maksimal dan berfokus pada pembentukan individu dalam menghadapi kehidupan

nyata.

Dampak instruksional

------- Dampak pengiring

Diagram 2.1 Dampak Instruksional dan Pengiring dari Model Latihan

Penelitian

(Joyce dan Weil, 1986: 68)

Model latihan inkuiri akan memberikan dampak instruksional berupa

strategi di dalam melakukan penelitian kreatif. Sedangkan dampak pengiring yang

didapat dari model ini berupa keterampilan proses keilmuan, memunculkan

Inquiry Training Model

Keterampilan Proses Keilmuan

Hakikat Tentatif dan Pengetahuan

Strategi untuk Penelitian Kreatif

Toleransi terhadap Ketidaktentuan

Semangat Kreatif

Kemandirian atau otonomi dalam belajar

Page 31: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

31

semangat kreatif, adanya kemandirian atau otonomi dalam belajar, serta toleransi

terhadap ketidaktentuan.

Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh

potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan. Gulo

(2002: 93) menyatakan, pada hakikatnya inkuiri merupakan suatu proses, yang

bermula dari merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan

bukti, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara, menguji kesimpulan

sementara supaya sampai pada kesimpulan yang pada taraf tertentu diyakini oleh

peserta didik yang bersangkutan. Proses ini dapat di lihat pada diagram berikut.

Diagram 2.2 Proses Inkuiri

(Gulo, 2002: 94).

Merumuskan masalah

Merumuskan hipotesis Menarik

kesimpulan sementara

Mengumpulkan bukti Menguji

hipotesis

Page 32: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

32

2.1.4 Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang terpusat pada guru

(teacher center). Dalam pembelajaran ini peran guru sangat dominan. Guru

dituntut agar dapat menjelaskan materi ajar dengan baik dan memberi petunjuk

mengenai hal-hal yang akan dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran langsung didasarkan atas teori belajar behavioristik.

Paradigma behaviorisme memandang belajar sebagai perubahan tingkah laku

yang didasarkan kepada unsur stimulus – respon (S-R). Aspek yang mendorong S-

R adalah kebutuhan dan stimulus kemudian muncul respon. Unsur yang paling

penting adalah reinforcement atau penguatan. Penguatan berfungsi untuk

memotivasi siswa agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk melakukan tugas

pelajaran melalui respons yang diberikan dalam tugas itu. Proses S-R dapat

bertahap-tahap hingga perilaku itu terjadi.

(Dantes, 1999)

Proses stimulus-stimulus ini terdiri dari beberapa unsur. Pertama, unsur

dorongan, siswa merasakan adanya kebutuhan sesuatu dan dorongan untuk

memenuhi kebutuhan ini. Kedua, unsur stimulus, siswa diberikan stimulus yang

selanjutnya akan dapat menyebabkan siswa memberikan respons. Ketiga, unsur

respon, siswa memberikan suatu reaksi (respons) terhadap stimulus yang

diterimanya dengan jalan melakukan suatu tindakan yang dapat dilihat. Keempat,

unsur penguatan (reinforcement), unsur ini diberikan kepada siswa agar siswa

merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons lagi. Demikian

S R Hubungan langsung (koneksi)

Page 33: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

33

selanjutnya sehingga siswa dirangsang terhadap setimulus tertentu untuk

menimbulkan respons.

Beberapa prinsip yang melandasi teori prilaku adalah (1) Konsekuensi-

konsekuensi; bahwa prilaku berubah menurut konsekuensi-konsekuensi langsung.

Prilaku menyenangkan akan memperkuat, sedangkan konsekuensi yang tidak

menyenangkan akan melemahkan. Konsekuensi yang menyenangkan biasanya

disebut reinforser, sedangkan yang melemahkan disebut hukuman (Punishers) .

(2) Kesegeraan (immediacy); bahwa konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti

perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku dari pada konsekuensi-konsekuensi

yang lambat datangnya. (3) Pembentukan (shaping); bahwa dalam mengajarkan

keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku dengan memberikan

reinforsemen pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir yang diinginkan

(Dahar, 1988: 30-32).

Dalam pendidikan, prinsip-prinsip teori behaviorisme sebagaimana

dinyatakan Hartley dan Davies (dalam Soekamto, 1997: 19) banyak dipakai, di

antaranya: (1) materi pelajaran dibentuk dalam unit-unit kecil dan diatur

berdasarkan urutan yang logis sehingga siswa mudah mempelajarinya, (2) dalam

proses belajar siswa ikut berpartisipasi aktif di dalamnya, (3) tiap-tiap respons

perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat segera mengetahui

apakah respons yang diberikan telah benar atau belum, (4) setiap kali siswa

memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan.

Dalam model pembelajaran langsung tugas guru adalah membantu siswa

memperoleh pengetahuan secara deklaratif. Pengetahuan deklaratif menyatakan

pengetahuan tentang sesuatu, misalnya dalam menghafal rumus atau hukum

Page 34: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

34

tertentu dalam sains. Model pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk

mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan deklaratif. Fase pembelajaran

pada model pembelajaran langsung antara lain, guru mengawali pelajaran dengan

tujuan dan latar belakang pembelajaran serta memotivasi siswa untuk menerima

penjelasan yang diberikan oleh guru secara langsung. Fase persiapan dan motivasi

yang diikuti dengan presentasi materi ajar atau demonstrasi tentang keterampilan

tertentu yang diberikan oleh guru. Pelajaran ini termasuk juga pemberian

kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik

(feed back) terhadap keberhasilan yang telah dilakukan. Guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang

telah dipelajari (Arends, 1997: 67).

Kekuatan yang paling penting dalam pengajaran ini adalah reinforcement

yang berfungsi memotivasi siswa agar dapat merasakan adanya kebutuhan untuk

melakukan tugas pelajaran melalui respon yang diberikan dalam tugas itu.

2.1.5 Penalaran Formal

Flavel dalam Dantes (2001) mengemukakan bahwa tahap operasional

formal meliputi empat jenis kesanggupan berpikir, yaitu: (1) hipotesis deduktif,

(2) kesanggupan berpikir proporsional, (3) kesanggupan berpikir dengan memakai

logika kombinatorik, dan (4) berpikir reflektif.

Berpikir hipotetiko deduktif adalah suatu pola berpikir dimulai dengan

menetapkan lebih dahulu kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi,

kemudian berpikir berdasarkan kemungkinan-kemungkinan tersebut untuk

menemukan kenyataan. Sedangkan kemampuan berpikir proporsional adalah

kemampuan melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposisi

Page 35: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

35

logis formal termasuk aksioma-aksioma dan definisi-definisi. Berpikir

kombinatorik menunjukkan kesanggupan memikirkan kombinasi kejadian, ide,

proposisi yang dapat terjadi secara lengkap dan sanggup menghubungkan

kemungkinan-kemungkinan tersebut ke dalam suatu struktur yang merupakan

suatu keseluruhan yang bulat.

Teori Piaget (dalam Dahar, 1989: 186) menyatakan bahwa anak yang

telah berusia 7-11 tahun telah dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya

untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama anak

pada periode ini adalah anak tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda

atau pristiwa konkrit karena anak telah memiliki kemampuan untuk berpikir

abstrak. Pada usia 11 tahun ke atas, anak sudah mampu mengidentifikasi beberapa

variabel, hubungannya, menetapkan berbagai informasi yang berhubungan dengan

masalah dan mempertahankan beberapa variabel tertentu.

Piaget membagi sistem intelektual anak menjadi empat periode atau

tingkat pertumbuhan mental yang berbeda, yaitu periode sensorimotor yaitu

tingkat pertumbuhan mental bagi anak pada rentangan usia 0 – 2 tahun, tahap

praoperasional dengan rentangan usia 2 – 7 tahun, tahap operasional konkrit pada

usia 7 –11 tahun, dan tahap operasional formal pada usia 11 tahun ke atas.

Menurut Piaget, pencapaian setiap periode berarti perubahan kognitif permanen,

pencapaian struktur kognitif atau kemampuan baru.

Inhelder dan Piaget membuat suatu inventory untuk mengukur tingkat

operasional formal seseorang. Terkait dengan pengetahuan ilmiah yang harus

dimiliki seseorang pada tingkat operasional formal ini, inhelder dan Piaget

memberikan beberapa ciri sebagai berikut: (1) operasi kombinasi, (2)

Page 36: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

36

perbandingan, (3) koordinasi terhadap dua sistem acuan, (4) proses keseimbangan

mekanik, (5) probabilitas, (6) korelasi, (7) kompensasi, dan (8) konsep kekekalan

(Travers, 1982: 294).

1) Operasi Kombinasi (Combinatorial Operation)

Pencapaian menuju tingkat operasional formal harus mencakup kombinasi

suatu proposisi. Sebagai contoh masalah bandul, anak-anak akan mencoba

menemukan faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya ayunan suatu bandul.

Hipotesis yang mungkin muncul adalah:

- Frekuensi ayunan bandul tergantung dari panjang tali dan berat beban

- Frekuensi ayunan bandul tergantung dari berat beban dan tidak tergantung

dari panjang tali

- Frekuensi ayunan bandul tidak tergantung panjang tali dan berat beban

- Frekuensi ayunan bandul tergantung dari amplitudo dan gaya

Anak-anak akan mencoba memecahkan masalah terkait dengan hipotesis yang

diberikan dengan nalarnya guna melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

frekuensi bandul. Bila berhasil memecahkan masalahnya maka mereka akan

menyimpulkan hanya panjang bandul yang mempengaruhi frekuensinya,

sedangkan faktor lain seperti berat, amplitudo ayunan, gaya tidak berpengaruh.

2) Perbandingan (Proportions)

Pada tahap oprasional konkret anak belum memahami sepenuhnya tentang

persamaan dari dua buah perbandingan a/b = x/y. Anak pada umur 9 tahun sampai

10 tahun akan mencoba memecahkan masalah perbandingan ini dengan jari-

jarinya. Pada tahap operasional konkret anak tidak mampu dan belum memahami

sepenuhnya tentang konsep perbandingan ini. Untuk menghindari konsep yang

Page 37: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

37

bersifat numerik, konsep perbandingan dapat dilihat dari analogi. Misalnya anak –

anak melihat sayap pada burung memiliki analogi fungsi yang sama untuk tangan

pada manusia. Mereka akan mencoba menganalogikan bahwa sayap untuk burung

dan tangan untuk manusia.

3) Koordinasi terhadap Dua sistem Acuan ( The Coordination of Two System of

Refference)

Studi Piaget tentang konsep koordinasi ini dapat ditinjau dari pengertian

terhadap kecepatan dan gerak. Salah satu masalah unik yang dikemukakan Piaget

berkaitan dengan konsep koordinasi ini adalah gerakan dua buah bola yang

digerakkan dengan arah yang berlawanan. Kecepatan bola yang satu merupakan

pengurangan dari kecepatan bola yang lainnya. Siswa yang berada pada tahap

operasional formal akan mampu memecahkan masalah semacam ini dan memiliki

kemampuan untuk membuat ramalan-ramalan.

4) Proses keseimbangan Mekanik (The Precess of Mechanical Equlibrium)

Pada tahap operasional konkret anak sudah memahami tentang

keseimbangan mekanis bila fakta yang disajikan sangat jelas. Dalam kasus

tekanan piston dalam suatu fluida, siswa mengalami kesulitan untuk memahami

tekanan oleh dinding-dinding silinder terhadap fluida yang mendesaknya.

5) Probabilitas (Probability)

Piaget percaya bahwa konsep probabilitas membutuhkan pemahaman yang

baik. Probabilitas adalah konsep sulit karena bersifat abstrak. Pada tahap

operasional konkret anak berpikir bahwa munculnya bagian depan pada

pelemparan uang logam memiliki kemungkinan yang berbeda dengan munculnya

bagian belakangnya. Pada tingkat operasional konkret kejadian akan munculnya

Page 38: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

38

satu sisi mata uang akan menghilangkan peluang munculnya satu sisi yang lain

pada kejadian yang lain.

6) Korelasi (Correlation)

Pada tahap operasional formal anak akan menjelaskan dua pengukuran dan

mampu mengkorelasikan antar variabel-variabelnya. Dalam tingkat operasional

konkret anak mampu menggunakan intuisinya untuk memahami hubungan-

hubungan tersebut tetapi mereka belum mampu menjelaskan konsep kovarian dari

dua variabel. Pada tahap operasional formal meskipun belum memahami konsep

dan rumus tentang statistik korelasi, tetapi mereka memegang konsep variasi

variabel. Variasi ini menimbulkan hubungan antara variabel-variabel

7) Kompensasi (Compensation)

Ide dasar menyertakan konsep kompensasi adalah adanya penurunan

dimensi satu akan ditutupi oleh kenaikan pada dimensi yang lain. Meskipun pada

tahap permulaan, anak mengerti bahwa cairan yang dituangkan dari tempat yang

lebar ke tempat yang sempit tidak berubah volumenya. Tetapi mereka tidak

sepenuhnya mengetahui adanya kompensasi bentuk (dimensi) dari lebar ke dalam

bentuk yang tinggi. Hal ini sama halnya dengan berat seseorang berhubungan

dengan tinggi dan gemuk-kurusnya seseorang. Bila orangnya pendek dibarengi

dengan kenaikan berat badan maka secara otomatis berat seseorang akan tetap.

Inhelder dan Piaget sangat menekankan konsep ini, seperti halnya konsep korelasi

yang tanpa penalaran matematika dan mereka tidak sadar telah mengaitkannya

dengan konsep proporsi.

Page 39: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

39

8) Konsep kekekalan ( Concepts of Conservation)

Pemahaman tentang konsep kekekalan dapat dicermati dari konsep

kekekalan momentum. Benda yang bergerak secara seragam maka tidak ada gaya

yang bekerja padanya. Sedangkan benda yang tidak bergerak seragam maka akan

mengalami kecendrungan untuk bergerak lebih lambat yang pada akhirnya akan

berhenti. Gaya yang menghentikannya tidaklah merupakan sesuatu yang dapat

diamati. Konsep kekekalan momentum ini diturunkan secara tidak langsung dari

data yang ada. Oleh sebab itu konsep ini bersifat abstrak dan sulit dimengerti.

Konsep ilmiah tentang kekekalan momentum ini dapat dibentuk setelah

peristiwanya berlalu.

Dari uraian di atas, penalaran formal adalah kemampuan berpikir benar

dalam melakukan operasi-operasi formal. Siswa yang telah berusia 11 tahun ke

atas telah memiliki penalaran formal. Siswa pada usia tersebut telah mampu

berpikir secara simbolik, konsepsi, dan berpikir abstrak terhadap objek yang

diamati, sistematis, terarah, dan mempunyai tujuan yang akan dicapai disamping

mampu berpikir deduktif dan induktif.

Dalam penelitian ini penalaran formal yang dimaksud adalah kemampuan

siswa untuk melakukan operasi-operasi formal yang meliputi: berpikir

kombinatorial, berpikir proporsi, berpikir koordinasi, berpikir keseimbangan

mekanik, berpikir probabilitas, berpikir korelasi, berpikir kompensasi dan berpikir

konservasi.

2.1.6 Asesmen Otentik

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Sedangkan Authentic

Page 40: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

40

assessment adalah prosedur penilaian pada pembelajaran kontekstual. Prinsip

yang digunakan dalam penilaian serta ciri-ciri penilaian authentik adalah sebagai

berikut (Nurhadi, 2003: 52):

1. Harus mengukur semua aspek pembelajaran yang meliputi: proses, kinerja, dan produk

2. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung 3. Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber 4. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian 5. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-

bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari

Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa,

bukan keluasannya (kuantitas).

Diagram 2.3 Authentic Assessment

Karaktristik dari authentic assessment (Nurhadi, 2003: 53) adalah sebagai

berikut:

1. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung 2. Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif 3. Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta 4. Berkesinambungan 5. Terintegrasi 6. Dapat digunakan sebagai feed back

Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa

Proses dan produk dapat diukur kedua-duanya

Mempersyaratkan penerapan pengetahuan atau keterampilan

Tugas-tugas yang kontekstual dan aktual Penilaian produk atau

kinerja

Authentic assessment

Page 41: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

41

Sedangkan yang bisa digunakan sebagai dasar menilai siswa adalah

sebagai berikut: (1)proyek/kegiatan dan laporannya, (2) hasil tes tulis, (3)

portofolio (kumpulan karya siswa salama satu semester atau satu tahun), (4)

pekerjaan rumah, (5) kuis, (6) karya siswa, (7) presentasi atau penampilan siswa,

(8) Demontrasi, (9) laporan, (10) jurnal, (11) karya tulis, (12) kelompok diskusi,

(13) wawancara.

Penilaian yang dipakai dalam penelitian ini adalah tugas proyek yang

merupakan bentuk laporan dari hasil kegiatan siswa dalam bentuk karya tulis

ilmiah. Penilaian kerja proyek yang dilaksanakan siswa berdasarkan pada proses

dan produk akhir. Apek penilaian yang didasarkan pada kerja siswa pada proses

antara lain: pemilihan topik, pembuatan map/diagram terhadap topik yang akan

diinvestigasi, pembuatan rincian terhadap tahapan proses yang akan dilaksanakan,

dan monitoring terhadap kerja kelompok. Sedangkan aspek penilaian tugas proyek

terhadap produk akhir antara lain: format laporan yang dibuat siswa, deskripsi

temuan, pembahasan dan kesimpulan siswa.

2.1.7 Karya Tulis Ilmiah

Karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu masalah

(Djuroto dan Suprijadi, 2003: 12). Pembahasan yang dilakukan berdasarkan

penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian.

Penelitian ini dari penelitian lapangan, tes laboratorium ataupun kajian pustaka.

Menurut Sudjana (2004) karya ilmiah adalah hasil atau produk manusia (biasanya

dalam bentuk tulisan sekalipun tidak hanya itu) atas dasar pengetahuan, sikap dan

cara berpikir ilmiah. Lebih jauh ditegaskan bahwa kebenaran ilmiah akan

diperoleh dengan cara berpikir ilmiah melalui metode ilmiah dengan langkah:

Page 42: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

42

merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, verifikasi data dan menarik

kesimpulan. Semua langkah tersebut identik dengan prosedur siklus pembelajaran

yang berbasis pada inkuiri. Jadi karya tulis ilmiah adalah tulisan yang membahas

suatu masalah secara sistematis dengan aturan tertentu berdasarkan atas proses

serta hasil berpikir ilmiah melalui penelitian.

Hasil atau produk manusia dalam bentuk tulisan ini di dalam memaparkan

dan menganalisis data harus berdasarkan pemikiran ilmiah. Menurut Djuroto dan

Suprijadi (2003) pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang logis dan empiris. Logis

artinya masuk akal, sedangkan empiris adalah dibahas secara mendalam,

berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan artinya dapat dibuktikan

kebenarannya. Sama seperti dikatakan Sudjana (2004) bahwa menggabungkan

berpikir rasional dan berpikir empiris adalah berpikir ilmiah.

Dari pemikiran ilmiah tersebut, maka setiap karya ilmiah dalam bentuk

apapun, yang ditulis oleh siapa pun, serta untuk tujuan mana pun, harus

didasarkan atas proses serta hasil berpikir ilmiah melalui penelitian. Dalam proses

berpikir ilmiah disangga atas dasar tiga unsur pokok yang meliputi pengajuan

masalah, perumusan hipotesis, dan verifikasi data. Sedangkan hasilnya disajikan

dan ditulis secara sistematis menurut aturan model ilmiah.

Karena karya ilmiah disusun secara sistematis menurut aturan tertentu atas

dasar berpikir ilmiah, maka tidak semua karya tulis dikatakan karya ilmiah, sebab

tidak semua proses berpikir adalah berpikir ilmiah. Sudjana (2004: 5) dalam

berpikir ilmiah dibagi atas dua pola berpikir, yakni berpikir deduktif dan berpikir

induktif. Berpikir deduktif yang dipergunakan dalam berpikir rasional merupakan

salah satu unsur dari model logiko-hipotetiko-verifikatif atau model ilmiah.

Page 43: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

43

Dalam logika deduktif ini, menarik kesimpulan dimulai dari pernyataan umum

menuju pernyataan khusus dengan menggunakan penalaran atau rasio. Produk

berpikir deduktif dapat digunakan untuk menyusun hipotesis. Sedangkan berpikir

induktif merupakan pengambilan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan atau

fakta khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum. Proses berpikirnya mulai

dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan di lapangan atau pengalaman

empiris. Data tersebut kemudian disusun, diolah, dikaji, untuk kemudian ditarik

maknanya dalam bentuk pernyatan atau kesimpulan yang bersifat umum.

Penggabungan berpikir deduktif dan induktif adalah berpikir ilmiah

(Sudjana, 2004). Berpikir ilmiah yang menghasilkan metode ilmiah menempuh

langkah-langkah sebagai berikut: (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan

hipotesis, (3) verifikasi data, dan (4) menarik kesimpulan.

Dalam menarik kesimpulan yang merupakan jawaban definitif dari setiap

masalah yang diajukan atas dasar pembuktian empiris untuk setiap hipotesis.

Hipotesis yang tidak teruji kebenarannya tetap harus disimpulkan dengan

memberikan pertimbangan dan faktor penyebabnya. Penemuan kebenaran ilmiah

dapat dibukukan dalam karya tulis ilmiah, bertujuan untuk:

1. Pengakuan scientific objective untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan,

dengan pemaparan teori-teori baru yang sahih serta terandalkan.

2. Pengakuan practical objective guna membantu pemecahan problema praktisi

yang mendesak. (Djuroto dan Suprijadi, 2002: 19).

Suatu karya tulis, apakah itu berbentuk laporan, makalah, buku maupun

terjemahan, baru dapat disebut karya tulis ilmiah apabila sedikitnya memiliki tiga

syarat, yaitu:

Page 44: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

44

1) Isi kajiannya pada lingkup pengetahuan ilmiah 2) Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah(metode

berpikir ilmiah) 3) Sosok tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok

tulisan keilmuan (Aqib, 2003: 14).

2.1.8 Proyek

Salah satu karya tulis yang merupakan laporan dari hasil kegiatan siswa

dalam bentuk karya tulis ilmiah adalah tugas proyek. Proyek adalah tugas yang

harus diselesaikan dalam periode waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu

investigasi sejak dari pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, hingga

penyajian data. Karena dalam pelaksanaannya proyek bersumber pada data

primer/skunder, evaluasi hasil, dan kerja sama dengan pihak lain, maka proyek

merupakan suatu sarana yang penting untuk menilai kemampuan umum dalam

semua bidang. Dalam kurikulum, hasil belajar dapat dinilai ketika siswa sedang

melakukan proses suatu proyek, misalnya saat, merencanakan dan

mengorganisasikan investigasi, bekerja dalam tim, dan arahan diri. Selain itu,

hasil belajar ada yang lebih sesuai apabila dinilai pada produk suatu proyek,

misalnya pada saat mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi, menganalisis

dan menginterpretasikan suatu data, dan mengkomunikasikan hasil (balitbang

Depdiknas, V-1).

Dalam perencanaan penilaian proyek, beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan pengelolaan. Guru perlu merancang suatu topik proyek yang

relevan dan sesuai dengan jenjang kemampuan siswa dan alokasi waktu yang

tersedia. Hal ini untuk menghindari siswa dalam memilih topik yang terlalu luas

dan siswa dapat memilih topik yang tepat.

Page 45: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

45

2. Relevansi. Perlu dipertimbangkan tingkat relevansi pengetahuan,keterampilan,

dan pemahaman agar proyek dapat dijadikan sebagai sumber bukti kompetensi

siswa.

3. Keaslian. Guru perlu mempertimbangkan keaslian tugas yang dilakukan siswa.

Semakin kecil arahan yang diberikan, orisinal tugas proyek yang diberikan akan

semakin tinggi.

Penilaian kerja proyek yang dilaksanakan siswa berdasarkan pada proses

dan produk akhir. Dalam pembuatan kriteria penilaian proses suatu proyek, yang

perlu dipertimbangkan antara lain: pemilihan topik, pembuatan map/ diagram

terhadap topik yang akan diinvestigasi, pembuatan rincian terhadap tahapan

proses, dan monitoring terhadap kerja kelompok.

Pada pemilihan topik, topik dibuat berdasarkan buku petunjuk yang dibuat

guru. Tujuannya agar topik yang dipilih tidak terlalu luas atau terlalu sempit,

sehingga keterampilan yang diinvestigasi dapat memberikan bukti yang

bermanfaat. Pembuatan map/diagram terhadap topik yang akan diinvestigasi.

Tujuannya untuk mempermudah siswa dalam melihat hubungan antara ide-ide

dengan topik-topik yang diinvestigasi. Manfaat dari pembuatan map ini adalah

siswa dapat fokus pada area yang dieksplorasi, dan menilai proses perencanaan

yang dilakukan siswa. Penilaian ini dapat dilakukan dengan cara melihat konsep

yang terdapat pada map ataupun melihat kata-kata penghubung. Pembuatan

rincian terhadap proses. Siswa diberikan lembaran strategi proyek dengan tujuan

agar siswa dapat membuat kerangka proposal proyek beserta strategi kerjanya.

Manfaat lembaran ini adalah dapat menfokuskan siswa pada tahapan-tahapan

proses penelitian sebelum siswa melakukan penelitian. Monitoring ini dapat

Page 46: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

46

dilakukan dengan cara, (1) membuat jadwal tanggal tahapan masing-masing, (2)

memberikan lembar kemajuan kerja, (3) bentuk bukti telah menyelesaikan

tahapan dapat diberikan dengan checlist. Semua Model tersebut bermanfaat bagi

guru untuk menilai keterampilan pengamatan umum dari siswa.

Sedangkan dalam pembuatan kriteria penilaian produk akhir suatu proyek,

didasarkan pada: format laporan, deskripsi temuan, pembahasan, dan simpulan.

2.2 Penelitian –penelitian yang relevan

Beberapa penelitian tentang Model pembelajaran inkuiri yang diterapkan

dalam usaha meningkatkan kemampuan penalaran formal serta meningkatkan

kemampuan menulis karya ilmiah siswa, di antaranya:

Penelitian yang dilaksanakan oleh Soesanti (2005) pada salah satu SMA di

kota Bandung yang membandingkan model inkuiri terbimbing dengan model

tidak terbimbing menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar dari dua

kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan. Namun, Dengan memperhatikan

umur siswa serta perbedaan perilaku dan sikap yang diperlihatkan siswa kedua

kelas eksperimen maka model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing (free

inquiry) untuk konsep struktur tumbuhan lebih cocok diterapkan pada siswa SMA

dibandingkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry).

Mulyana (2005) yang melakukan penelitian pengembangan model inkuiri berbasis

keterampilan hidup, dengan hasil penelitiannya sebagai berikut: hasil belajar

siswa di SMP Negeri 1 Cicalengka, SMP Negeri 1 Rancaekek, dan SMP Negeri 2

Cilenyi dengan menggunakan pendekatan inkuiri dalam mengembangkan

keterampilan siswa menunjukkan adanya keberhasilan. Keberhasilan itu

ditunjukkan oleh keterampilan siswa dalam memecahkan masalah , tanggung

Page 47: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

47

jawab, komunikasi sosial , percaya diri, keterbukaan terhadap pengalaman baru,

kreativitas, menunjukkan inisiatifnya dalam menentukan sesuatu kegiatan,

menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi, menunjukkan emosi yang stabil dan

mampu mengekplorasi kesempatan yang diberikan kepada siswa dengan cukup

baik. Penemuan Sadia, dkk (2001) tentang dampak pengajaran fisika dengan

model discovery inquiri dengan hasil penelitian menunjukkan sikap ilmiah

berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hasil penelitian yang dilakukan

Najimudin (2004), menunjukkan bahwa penerapan model inkuiri berhasil

meningkatkan kemampuan berpikir, motivasi, rasa percaya diri dan keterampilan

bernalar siswa. Penelitian Pujiastuti (2003), Pengaruh pembelajara IPA dengan

menggunakan metode diskovery-inquiry terhadap kemampuan analisis dan sintesis

menunjukkan bahwa kelompok model diskovery-inquiry terbimbing memiliki

kemampuan analisis dan sintesis yang lebih tinggi dibandingkan dengan model

exspository.

Model pembelajaran yang diterapkan dengan model inkuiri membawa

dampak terhadap peningkatan kemampuan analisis dan sintesis, kemampuan

berpikir, pengembangan keterampilan siswa dalam hal pemecahan masalah,

peningkatan kreativitas serta peningkatan keterampilan bernalar. Dampak tersebut

merupakan modal dalam kemampuan menulis karya ilmiah dan kemampuan

penalaran formal.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teoretis sebagaimana diuraikan di atas, maka untuk

menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, terlebih dahulu

diajukan hipotesis penelitian atas dasar kerangka berpikir sebagai berikut.

Page 48: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

48

Pada hakikatnya sains bukan hanya sekedar kumpulan fakta, prinsip, dan

kumpulan pengetahuan, tetapi sains lebih sebagai sebuah cara berpikir bagaimana

memperoleh fakta dan prinsip tersebut beserta sikap saintis dalam melakukan

kerja ilmiah.

Konteks pembelajaran sains, para siswa sebenarnya sudah memiliki

konsep-konsep yang telah mereka bawa dari luar. Artinya siswa memasuki kelas

tidak dengan kepala kosong (blank mind), tetapi sudah memiliki konstruksi

pengetahuan tentang pelajaran sains. Misalnya dalam materi kalor, sebagian besar

siswa telah memiliki konsep tentang panas dan dingin, hanya saja konsepsinya

belum diyakini kebenaran ilmiahnya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran sains

perlu diciptakan kondisi belajar dimana siswa mengolah sendiri pengetahuannya

dengan memperhatikan pengetahuan awal untuk mengaktifkan skemata di dalam

memori jangka panjang yang berhubungan dengan informasi baru yang akan

dipelajari.

Kegiatan pembelajaran model inkuiri diawali dengan eksplorasi konsep,

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan sesuai dengan

pengetahuan awal yang mereka miliki. Siswa diberikan kesempatan untuk

mencari dan menemukan sendiri jawaban permasalahan yang diberikan, dan hal

lainnya yang berkaitan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri. Melalui

implementasi model inkuiri dapat memberikan kepada siswa kesempatan untuk

bekerja sebagai ilmuan yaitu menemukan masalah, selanjutnya merumuskan

hipotesis, mengujinya melalui eksperimen dan menginformasikan hasil

penyelidikan dan penelitiannya. Dengan demikian, model pembelajaran ini diduga

dapat meningkatkan potensi intelektual siswa.

Page 49: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

49

Dalam Kegiatan pembelajaran dengan model inkuiri, pengalaman belajar

yang didapat adalah siswa sudah mulai mampu menganalisa dan mencari

kebenaran dari suatu masalah yang sedang dibahas, dapat berpikir sistematis,

terarah, dan tujuan yang jelas, sehingga hal ini akan menyebabkan siswa memiliki

kemampuan dalam penalaran formal yang baik. Pengalaman belajar ini juga akan

memberikan kemampuan kepada siswa untuk dapat berpikir dengan pola

penetapan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi kemudian berpikir atas

dasar kemungkinan-kemungkinan itu untuk dapat menemukan kenyataan.

Kemampuan siswa untuk dapat menemukan kenyataan atas dasar penetapan

kemungkinaan merupakan salah satu bentuk kesangggupan berpikir formal, yang

meliputi kesanggupan berpikir proporsional, kesanggupan berpikir kombinatorik,

reflektif, dan berpikir hipotetik.

Pembelajaran dengan model pembelajaran langsung dimulai dengan siswa

mendengarkan penjelasan guru yang dilanjutkan dengan mencatat tujuan

pembelajaran. Selanjutnya siswa memperhatikan demontrasi yang dilakukan oleh

guru. Pada pendekatan ini guru lebih berperan aktif, sedangkan siswa lebih

banyak menerima yang dijelaskan/didemonstrasikan oleh guru.

Penerapan model pembelajaran langsung di kelas, mengakibatkan siswa

tidak mendapat pengalaman untuk memahami konsep secara konkret. Kemudian

jika terdapat keragu-raguan dalam memahami konsep secara formal, siswa tidak

bisa melakukan akomodasi dengan konsep-konsep yang bersifat konkrit, sehingga

siswa tidak punya kemampuan memformulasikan konsep. Padahal menurut Barizi

(2003), kemampuan memformulasikan konsep merupakan kemampuan berpikir

formal. Ini menunjukkan bahwa dengan proses pembelajaran yang cendrung

Page 50: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

50

teacher center, teoretis, transferring berdampak pada rendahnya penalaran formal.

Secara empiris dari hasil penelitian Puji Astuti (2003) menyimpulkan bahwa

pembelajaran dengan expository belum memberikan dampak positip terhadap

kemampuan analisis dan sintesis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, diduga pembelajaran dengan model inkuiri

akan memberikan dampak positif dalam pencapaian penalaran formal

dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran langsung.

Tahapan kegiatan pembelajaran dengan model inkuiri pada dasarnya

merupakan tahapan yang sama dengan langkah-langkah dalam menulis karya

ilmiah. Pengalaman belajar dengan model inkuiri dapat memberikan kemampuan

kepada siswa untuk menyelidiki masalah-masalah yang ada dengan menggunakan

keterampilan dan sikap ilmiah yang diawali dengan perumusan masalah,

mengajukan hipotesis, verifikasi data dan menarik kesimpulan. Dengan demikian

terjadi pengembangan kemampuan berpikir individual lewat penelitian,

peningkatan kemampuan memperaktekkan model dan tehnik penelitian, dan

latihan keterampilan khusus serta latihan menemukan sesuatu. Dengan

pengalaman belajar ini akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis

karya ilmiah.

Dalam model pembelajaran langsung merupakan kegiatan pembelajaran

yang lebih menonjolkan keaktifan guru dalam menjelaskan materi ajar untuk

membantu siswa memperoleh pengetahuan deklaratif. Hal ini akan mengakibatkan

tidak berkembangnya gagasan-gagasan yang dimiliki oleh siswa, sehingga banyak

ide-ide cemerlang dari siswa yang tidak tersalurkan. Kegiatan pembelajaran yang

dirancang guru, belum menekankan pada keterampilan siswa untuk

Page 51: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

51

berargumentasi mengggunakan penalaran sehingga siswa belum mampu

mengungkapkan gagasan/ide-ide nya, baik secara lisan maupun secara tertulis.

Dengan tidak terlatihnya siswa untuk mengungkapkan gagasan maupun idenya,

mengakibatkan tidak berkembangnya gagasan-gagasan yang dimiliki siswa. Hal

ini tentu akan berdampak pada rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karya

ilmiah. Oleh karena itu, dengan pengajaran langsung kemampuan dan

keterampilan menulis karya ilmiah kurang terakomodasi.

Berdasarkan uraian di atas, diduga kemampuan menulis karya ilmiah

siswa yang mengikuti model inkuiri lebih baik dari pada siswa yang mengikuti

model pembelajaran langsung.

2.4 Perumusan hipotesis

Berdasarkan permasalahan dan kerangka berpikir yang didasari deskripsi

teori serta didukung oleh kajian empirik yang relevan, hipotesis penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Kemampuan penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa

yang diajar dengan model inkuiri lebih baik dari pada siswa yang diajar

dengan model pembelajaran langsung.

2. Kemampuan penalaran formal siswa yang diajar dengan model inkuiri lebih

baik dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung.

3. Kemampuan menulis karya ilmiah siswa yang diajar dengan model inkuiri lebih

baik dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung.

Page 52: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

52

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen semu (quasi), dengan rancangan

eksperimen tes awal tes akhir kelompok kontrol tanpa acak. Rancangan ini

dilakukan pada subyek kelompok tidak dilakukan acak (Sudjana dan Ibrahim,

2001: 44). Rancangan ini dipilih karena eksperimen dilakukan di kelas tertentu

dengan kelas yang telah ada. Dalam menentukan subyek untuk kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol tidak memungkinkan mengubah kelas

yang telah ada. Dengan demikian randomisasi tidak bisa dilakukan. Dalam

menetapkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak

terhadap kelas yang ada. Rancangan eksperimen ditunjukkan seperti Gambar 3.1

Kelompok Pretes Ubahan Bebas Postes

Eksperimen

Kontrol

T1

T1

X

_

T2

T2

Rancangan Tes awal Tes akhir Kelompok kontrol tanpa acak

Dimana T1 = Tes awal, T2 = Tes akhir, dan X = Perlakuan.

Pretes digunakan untuk melihat apakah kedua kelompok yang dijadikan sampel

penelitian sebelum perlakuan setara atau tidak. Untuk menguji hal ini digunakan

uji-t.

Sementara itu, penggunaan model pembelajaran dibedakan atas

penggunaan model pembelajaran inkuiri untuk kelompok eksperimen dan model

Page 53: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

53

pembelajaran langsung untuk kelompok kontrol. Kegiatan guru dan siswa untuk

kedua model pembelajaran yang digunakan diiktisarkan dalam Tabel 3.1 dan

Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.1 Kegiatan Guru dan Siswa dalam Pelaksanaan Perlakuan Model

Inkuiri

No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Meng-

hadap-

kan

masalah

1.Menjelaskan Prosedur dan kerangka

penelitian dalam rangka siswa

melakukan penelitian dan menulis

karya ilmiah

2.Menyajikan situasi yang saling

bertentangan.

3.Mengemukakan pertanyaan / masalah

yang dapat memotivasi siswa untuk

mengemukakan pendapatnya

1.Menuliskan prosedur yang

diberikan guru

2.Menjawab pertanyaan

guru sesuai dengan

pengetahuan awal yang

mereka miliki

2 Mencari

dan

meng-

kaji data

1.Meminta siswa berusaha untuk

mengumpulkan data informasi

sebanyak-sebanyaknya tentang masalah

yang mereka hadapi

2.Menyiapkan informasi yang dibutuhkan

siswa

3. Memeriksa tampilnya masalah

4.Menjawab pertanyaan siswa

5. Menetapkan hipotesis dari jawaban

siswa untuk dikaji lebih lanjut

1.Bertanya kepada guru

untuk menggali informasi

2.Melakukan diskusi untuk

merumuskan hipotesis

3.Menyampaikan hipotesis

3 Mencari

data dan

Eksperi-

mentasi

1.Membantu siswa mengisolasi variabel

yang sesuai

2.Mengarahkan siswa untuk merumuskan

hipotesis sebab akibat

3.Meminta siswa untuk menyiapkan

alat/bahan untuk eksperimen sesuai

1.Siswa mengisolasi

variabel yang sesuai

2.Merumuskan hipotesis

sebab akibat

3.Menyiapkan alat dan

bahan secara

Page 54: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

54

dengan alat /bahan yang tertera pada

panduan praktikum

4.Meminta siswa untuk merancang dan

melakukan eksperimen

5.Membimbing proses eksperimen dengan

cara menjawab pertanyaan-pertanyaan

siswa dan mengarahkan siswa untuk

menguji hipotesis melalui pertanyaan-

pertanyaan penuntun.

berkelompok

4.Secara berkelompok

melakukan eksperimen

5.Bertanya seputar masalah

dan proses eksperimen

yang dilakukan.

6.Menganalisis data untuk

membuat kesimpulan

4. Meng-

organi-

sir,

Meru-

muskan

dan

Menje-

laskan

1.Melalui diskusi kelas guru meminta

siswa untuk mengemukakan

kesimpulan yang didapat setelah

melakukan eksperimen

2.Meminta siswa membandingkan hasil

yang mereka peroleh dan memberikan

tanggapan terhadap kesimpulan siswa

yang lain.

3.Mengarahkan diskusi dengan cara

mengklarifikasikan kesimpulan yang

salah, merumuskan kesimpulan ,

menjelaskan, serta memberikan

pertanyaan-pertanyaan untuk

membimbing siswa pada pemecahan

masalah yang terarah

1.Memberikan tanggapan

terhadap kesimpulan

siswa yang lain.

2.Menjawab pertanyaan

guru sesuai dengan hasil

eksperimen

3. Menanyakan hal-hal yang

dianggap belum jelas

5. Meng-

analisis

Proses

Peneliti-

an

1.Meminta siswa untuk menganalisis

pola-pola penemuan mereka melalui

proses penulisan karya ilmiah

2. Evaluasi

1.Secara Individu siswa

menulis karya ilmiah

2.Evaluasi

Page 55: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

55

Tabel 3.2 Kegiatan Guru dan Siswa dalam Pelaksanaan Perlakuan Model pembelajaran langsung

No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Penyampaian

Tujuan Pembelajaran

Mempersiapkan siswa untuk belajar dan memotivasi siswa. Hal ini dilakukan dengan memberi penjelasan bahwa kita sering sekali berhubungan dengan panas dan dingin dalam kehidupan sehari-hari. Dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran

Mendengarkan penjelasan guru tentang panas dan dingin suatu benda yang sebenarnya menyatakan suhu suatu benda. Dilanjutkan dengan mencatat tujuan pembelajaran

2. Demontrasi Pengetahuan atau keterampilan

Mendemonstrasikan cara melakukan percobaan seperti tertera pada LKS

Memperhatikan Demonstrasi yang dilakukan guru dan mempelajari LKS

3. Membimbing latihan dan pemberian umpan balik

Membimbing pelatihan kepada masing-masing kelompok dan memodelkan kembali mengenai cara untuk melakukan percobaan apabila ada kelompok yang belum paham

Masing-masing kelompok mencoba melakukan percobaan dan menanyakan kepada guru apabila ada langkah-langkah yang belum dipahami

4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dilanjutkan dengan tugas/pengerja-jaan proyek

Menyuruh masing-masing kelompok untuk melakukan percobaan. Selanjutnya menjelaskan tentang pengertian suhu, alasan rasional mengapa tangan dan perasaan tidak dapat digunakan sebagai alat pengukur yang tepat, hubungan antara pengertian suhu dengan peristiwa alam yang relevan. Kemudian membimbing siswa untuk membuat karya ilmiah

Masing-masing kelompok melakukan percobaan Kemudian mendengarkan penjelasan guru yang dilanjutkan dengan membuat karya ilmiah secara individu.

Sebelum menerapkan model pembelajaran inkuiri dan pembelajaran

langsung, guru yang mengajar di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol

diberikan pelatihan tentang pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri dan

pembelajaran langsung.

Page 56: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

56

Pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan jadwal pelajaran yang ada

di sekolah tempat pelaksanaan perlakuan.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahan penafsiran terhadap variabel-

variabel yang terlibat dalam penelitian ini, maka berikut diuraikan variabel

penelitian dan definisi operasional variabel-variabel yang dimaksud.

3.2.1 Variabel Penelitian

Pada penelitian eksperimen ini melibatkan beberapa variabel yang dapat

dikelompokkan sebagai berikut.

1) Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah penalaran formal siswa (Y1)

dan Kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains (Y2)

2) Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran sains dengan

model inkuiri yang dikenakan pada kelompok eksperimen sedangkan kelompok

kontrol menggunakan model pembelajaran langsung

3.2.2 Definisi Operasional

Definisi operasional masing-masing variabel penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Model Inkuiri

Tahapan-tahapan yang dilalui oleh setiap pebelajar dalam pembelajaran

dengan inkuiri adalah sebagai berikut. Pada fase pertama, menghadapkan

Page 57: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

57

masalah. Selanjutnya guru menjelaskan prosedur penelitian dan menyajikan

situasi yang saling bertentangan. Fase kedua, mencari dan mengkaji data. Dalam

mencari dan mengkaji data, guru dapat memeriksa hakikat objek dan kondisi yang

dihadapi siswa serta memeriksa tampilnya masalah. Fase ketiga, mencari data dan

eksperimentasi. Fase keempat, mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan,

dan fase kelima menganalisa proses penelitian.

2. Model Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang

berpusat kepada guru. Tahap yang dilakukan dalam pembelajaran langsung

adalah: (1) menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa, (2)

mendemontrasikan pengetahuan atau keterampilan, (3) membimbing pelatihan,

mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, (4) memberikan

kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapannya.

3. Penalaran Formal

Penalaran formal siswa adalah kemampuan berpikir yang dimiliki siswa

dalam melakukan operasi-operasi formal, yang dinyatakan dengan skor hasil

pengukuran penalaran formal. Untuk mengetahui penalaran formal siswa

digunakan operasi-operasi formal yang meliputi: berpikir kombinatorial, berpikir

proporsi, berpikir koordinasi, berpikir keseimbangan mekanik, berpikir

probabilitas, berpikir korelasi, berpikir kompensasi dan berpikir konservasi.

4. Kemampuan siswa membuat karya tulis ilmiah

Kemampuan siswa membuat karya tulis ilmiah adalah Kemampuan

menulis siswa terhadap suatu masalah secara sistematis dengan aturan tertentu

Page 58: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

58

berdasarkan atas proses serta hasil berpikir ilmiah melalui penelitian.

Kemampuan siswa dalam membuat karya tulis ilmiah dinyatakan dengan skor

hasil pengukuran siswa terhadap pelajaran sains. Untuk mengetahui kemampuan

siswa membuat karya ilmiah digunakan penilaian yang didasarkan atas (1) proses,

yang meliputi: pemilihan topik, pembuatan map/diagram terhadap topik yang akan

diinvestigasi, pembuatan rincian terhadap proses, monitoring kerja proyek, (2) produk

akhir yang meliputi: format laporan, deskripsi temuan, pembahasan, dan

simpulan.

3.3 Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN I Selong Kabupaten Lombok Timur.

Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII yang ada di SMPN 1 Selong

Kabupaten Lombok Timur, tahun ajaran 2006/2007.

Pengambilan sampelnya menggunakan teknik random sampling. Langkah-

langkah penentuan sampel adalah sebagai berikut: pertama, dari 8 kelas VIII yang

ada di SMPN 1 Selong, dipilih dua kelas secara random sebagai kelompok

eksperimen dan kontrol. Kedua, dari dua kelas tersebut dirandom lagi untuk

mendapatkan mana kelompok yang akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen

(kelas yang diajar dengan menggunakan model inkuiri) dan mana kelompok yang

akan dijadikan sebagai kelompok kontrol (kelas yang diajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran langsung). Dari hasil undian yang menjadi

kelompok eksperimen adalah Kelas VIII2 dan yang menjadi kontrol adalah kelas

VIII4.

Untuk mengetahui kesetaraan kedua kelompok yang terpilih digunakan

instrumen tes kesetaraan kelompok. Selanjutnya untuk menguji ada tidaknya

Page 59: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

59

perbedaan rata-rata skor hasil tes kesetaraan kelompok digunakan uji-t (Sudjana,

2002) dengan rumus:

t =

nn

xx

S21

11

21

+

−−−

S2 = 2

2).1(1).1(

21

2

2

2

1

−+

−+−

nnsnsn

Keterangan:

X 1 = rata-rata skor hasil tes pada kelompok eksperimen

X 2= rata-rata skor hasil tes pada kelompok kontrol

S = simpangan baku gabungan skor hasil tes kedua kelompok

S1= simpangan baku skor hasil tes kelompok eksperimen

S2 = simpangan baku skor hasil tes kelompok kontrol

n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen

n2 = jumlah siswa kelompok kontrol

Kriteria pengujian: jika t-hitung < t-tabel pada derajat bebas n1 +n2 -2 dan taraf

signifikansi 5%, maka kelompok dinyatakan setara (tidak berbeda secara

signifikan). Dari hasil perhitungan didapat t-hitung sebesar 0,533, dan t-tabel

dengan dk = 80 pada taraf signifikansi 5% untuk uji-t dua ekor sebesar 2,00. Ini

berarti t- hitung < t-tabel, jadi kedua kelompok memiliki pengetahuan awal yang

setara (tidak berbeda secara signifikan). Hasil uji-t selengkapnya dalam Lampiran

10 halaman 146.

Page 60: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

60

Sebagai objek penelitian adalah model pengajaran inkuiri, kemampuan

penalaran formal, model pembelajaran langsung dan kemampuan siswa dalam

menulis karya ilmiah.

3.4 Validitas Rancangan Penelitian

Pengontrolan validitas internal dilakukan untuk meyakinkan bahwa

rancangan penelitian layak untuk pengujian hipotesis. Pengontrolan validitas

internal ini dilaksanakan agar penalaran formal dan kemampuan menulis karya

ilmiah siswa pada pelajaran sains dapat dinyatakan sebagai hasil perlakuan

eksperiman dan hasil eksperimen dapat digeneralisasikan pada kondisi yang sama

di luar perlakuan. Pengontrolan validitas internal meliputi: (1) karakteristik

subyek, (2) mortalitas (3) lokasi, (4) instrumen, (5) pengukuran, (6) sejarah, (7)

kematangan, (8) sikap, (9) regresi, dan implementasi (Fraenkel and Wallen, 1993:

222-230).

1. Karakteristik Subjek

Kelompok yang dijadikan subjek penelitian merupakan kelompok yang

setara dalam hal penyebaran siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan

rendah secara merata.

2. Mortalitas

Mortalitas atau kehilangan anggota sampel yang menjadi peserta

eksperimen akibat alasan tertentu. Mortalitas dikontrol dengan absen yang ketat

selama perlakuan berlangsung.

3. Lokasi

Lokasi tempat eksperimen dan fasilitas penunjang lainnya dapat

mempengaruhi hasil penelitian. Lokasi ini terkontrol karena jumlah siswa untuk

Page 61: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

61

kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama, demikian juga fasilitas

pembelajaran yang ada di kelas relatif sama.

4. Instrumentasi

Pengaruh instrumentasi dikontrol dengan menggunakan alat pengumpul

data yang valid dan reliabel

5. Pengukuran

Perbedaan prilaku yang ditunjukkan oleh tes awal dan tes akhir dapat

diakibatkan oleh kejadian di luar perlakuan. Tes awal dapat membuat siswa sadar

tentang apa yang akan dipelajari, membuat siswa lebih sensitif dan responsif

terhadap materi yang dipelajari. Pengaruh perbedaan prilaku ini dikontrol dengan

hanya membandingkan tes akhir dari masing-masing kelompok. Tes awal

dilaksanakan untuk melihat kesetaraan kedua kelompok sebelum perlakuan dan

menggunakan tes yang berbeda dengan tes akhir.

6. Sejarah

Sejarah adalah kejadian-kejadian khusus yang bukan disebabkan oleh

perlakuan eksperimen tetapi dapat mempengaruhi respon subjek, dalam hal ini

penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran

sains. Faktor sejarah dikontrol dengan pemilihan kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol secara acak.

7. Kematangan

Kematangan terjadi karena perubahan subjek penelitian sesuai dengan

perjalanan waktu. Faktor kematangan dikontrol dengan pemberian perlakuan

dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama tetapi masih memenuhi persyaratan

penelitian. Dengan demikian, subjek penelitian tidak sampai mengalami

Page 62: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

62

perubahan fisik maupun mental yang dapat mempengaruhi penalaran formal dan

kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains.

8. Regresi

Regresi statistik muncul karena adanya skor-skor yang ekstrem dalam

penelitian . Pengaruh regresi statistik dikontrol dengan menguji kesetaraan secara

statistik terhadap kedua kelompok sebelum perlakuan dimulai melalui tes

kesetaraan kelompok.

9. Implementasi

Pengaruh implementasi adalah kejadian tidak terduga yang dapat

menguntungkan salah satu kelompok. Pengaruh implementasi dikontrol dengan

menggunakan pengajar yang setara untuk kedua kelompok baik dari segi

pendidikan maupun pengalamannya. Untuk meminimalisasi bias yang terjadi

akibat perlakuan guru dikontrol dengan melaksanakan proses pembelajaran sesuai

dengan skenario pembelajaran yang telah disusun.

3.5 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan

yang telah diajukan, maka dilakukan pengumpulan data dengan instrumen. Model

pengumpulan data dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

3.5.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) penalaran

formal, dan (2) kemampuan menulis karya ilmiah yang dikumpulkan dengan

model tes.

Page 63: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

63

3.5.2 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data sebelum diujicobakan

kepada responden, indikator dan butir-butir tes dikonsultasikan kepada para pakar

untuk dilakukan penilaian. Dalam hal ini, kuesioner penalaran formal dinilai

masing-masing oleh dua pakar ( expert judges) dalam bidang sains dan pakar

bidang psikometri. Penilaian ini dilakukan untuk menentukan validitas isi (

content validity) . Validitas ini berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian

dalam mengukur isi yang seharusnya. Artinya, tes tersebut mampu

mengungkapkan isi variabel yang akan diukur. Untuk rubrik penilaian yang

dipakai dalam penulisan karya ilmiah merupakan hasil seminar yang melibatkan

pakar sains.

Berikutnya, dilakukan uji coba instrumen untuk menguji validitas item dan

menghitung reliabilitas alat ukur. Uji coba dilakukan dengan melibatkan siswa

kelas VIII sebanyak 160 siswa di SMP Negeri 1 Selong.

1) Konsepsi Penalaran Formal

Penalaran formal merupakan kemampuan berpikir menurut suatu alur

kerangka berpikir tertentu (Suriasumantri, 2000: 40). Penalaran formal dimiliki

oleh siswa yang telah mampu berpikir formal, berpikir abstrak terhadap objek

yang diminati, sistematis, dan mempunyai tujuan yang akan dicapai.

Penalaran formal siswa diukur dengan tes penalaran formal yang disusun

dan dikembangkan peneliti dan disusun berdasarkan beberapa aspek penalaran

formal sebagai indikator yaitu: Kombinatorial, proporsi (Analogi), koordinasi,

keseimbangan, mekanik, probabilitas, korelasi, kompensasi, dan konservasi yang

dijabarkan ke dalam kisi-kisi.

Page 64: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

64

2) Konsepsi Kemampuan Karya Tulis Ilmiah

Kemampuan siswa membuat karya tulis ilmiah adalah Kemampuan

menulis siswa terhadap suatu masalah secara sistematis dengan aturan tertentu

berdasarkan atas proses serta hasil berpikir ilmiah melalui penelitian.

Kemampuan siswa dalam membuat karya tulis ilmiah dinyatakan dengan skor

hasil pengukuran siswa terhadap kerja proyek. Skor memiliki rentangan 1-4.

Pemberian skor didasarkan atas kriteria dari masing-masing aspek pada rubrik

penilaian. Misalnya pada aspek pemilihan topik; skor 4 apabila kriteria pada topik

orisinal, kontekstual, dan sesuai dengan materi yang ada.

3.5.3 Kalibrasi Instrumen

1) Validitas isi Penalaran Formal

Untuk menentukan validitas isi (content validity) dilakukan langkah-

langkah sebagai berikut.

1. Para pakar melakukan penilaian terhadap instrumen per butir dengan

menggunakan skor 1 adalah tidak relevan, skor 2 adalah agak relevan, skor 3

adalah cukup relevan, dan skor 4 adalah sangat relevan.

2. Pengelompokan skor yaitu: skor 1 dan 2 adalah kurang relevan sedangkan skor

3 dan 4 adalah sangat relevan

3. Mentabulasikan hasil penilaian pakar ke dalam bentuk matrik tabulasi silang

(2x2)

4. Memasukkan data hasil tabulasi silang ke dalam rumus yaitu

Validitas isi =DCBA

D

+++ Gable dalam Gregory (2000: 98-99)

Keterangan :

Page 65: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

65

A = sel yang menunjukkan ketidak setujuan antara kedua

penilai/pakar

B dan C = sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara

penilai/pakar

D = sel yang menunjukkan persetujuan yang valid antara

kedua penilai/pakar.

Dengan perlakuan seperti di atas, hasil penilaian dari kedua pakar terhadap

tes penalaran formal siswa diperoleh validitas isi = 0,892

2) Validitas Butir Penalaran Formal

Untuk mengetahui validitas butir tes penalaran formal digunakan korelasi

point biserial ( pbisr ) dengan rumus sebagai berikut.

q

p

SDt

tXpXrpbis

)( −=

Keterangan :

pX = rata-rata testi yang menjawab benar

tX = rata-rata skor total untuk semua testi

SDt = simpangan baku total semua testi

p = proporsi testi yang dapat menjawab benar

butir soal yang bersangkutan

q = 1-p

Kriteria butir soal dalam kategori valid jika pbisr -hitung > pbisr - tabel pada

taraf signifikansi 5%.

Page 66: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

66

Tes penalaran formal diujicobakan terhadap 160 siswa kelas VIII di SMP

Negeri 1 Selong. Setelah dianalisis dengan program Microsoft Excel, ringkasan

hasil analisis validitas tes penalaran formal siswa disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Analisis Validitas Butir Instrumen Tes

Penalaran Formal Siswa pada Pelajaran Sains

No Validitas butir (N= 160) α= 5%; rn,α=0.159

KEPUTUSAN No Validitas butir (N= 160) α= 5%; rn,α=0.159

KEPUTUSAN

Hasil Kriteria Hasil Kriteria 1 0.3356 Valid Dipakai 16 0.3424 Valid Dipakai 2 0.4969 Valid Dipakai 17 0.4278 Valid Dipakai 3 0.4229 Valid Dipakai 18 0.4146 Valid Dipakai 4 0.336 Valid Dipakai 19 0.49803 Valid Dipakai 5 0.1129 TidakValid Tidak Dipakai 20 0.2531 Valid Dipakai 6 0.3614 Valid Dipakai 21 0.319 Valid Dipakai 7 0.3531 Valid Dipakai 22 0.2936 Valid Dipakai 8 0.4339 Valid Dipakai 23 0.3492 Valid Dipakai 9 0.426 Valid Dipakai 24 0.3149 Valid Dipakai 10 0.133 TidakValid Tidak Dipakai 25 0.15187 TidakValid TidakDipakai 11 0.2253 Valid Dipakai 26 0.3166 Valid Dipakai 12 0.3187 Valid Dipakai 27 0.2551 Valid Dipakai 13 0.29464 Valid Dipakai 28 0.1285 TidakValid TidakDipakai 14 0.29464 Valid Dipakai 29 0.2608 Valid Dipakai 15 0.3443 Valid Dipakai 30 0.4952 Valid Dipakai

Berdasarkan Tabel 3.3 hanya 26 butir nilai r-hitung yang lebih besar nilai

r-tabel. Ini berarti hanya 26 butir tes penalaran formal adalah valid dan dapat

digunakan lebih lanjut dalam penelitian (perhitungan lengkapnya disajikan dalam

lampiran 13 halaman 158).

3) Reliabilitas Penalaran Formal

Reliabilitas penalaran formal dihitung dengan rumus Kuder- Richardson 20

(K-20), dengan rumus sebagai berikut.

KR – 20 = ( )

∑2

2

1t

t

SD

pqSD

k

k

Page 67: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

67

Keterangan: k = banyaknya butir soal

P = proporsi peserta tes yang menjawab benar

q = 1-p

Semua butir tes penalaran formal siswa yang valid (26 butir) selanjutnya

dihitung Reliabilitasnya dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson 20 (KR-

20) melalui program Microsoft Excel. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa

tingkat Reliabilitas tes penalaran formal adalah 0,803. Ini berarti koefisien

reliabilitas tes penalaran formal berkategori baik dan dapat digunakan lebih lanjut

dalam penelitian. Perhitungan Reliabilitas selengkapnya disajikan dalam

Lampiran 15 halaman 171.

3.5.4 Validitas isi Penilaian Proyek dalam Penulisan Karya Ilmiah

Untuk rubrik penilaian yang dipakai dalam penulisan karya ilmiah

merupakan hasil seminar yang melibatkan pakar sains. Alat evaluasi yang dipakai

selengkapnya terdapat dalam lampiran 16 halaman 181.

3.6 Metode Analisis Data

Data hasil pengukuran dianalisis secara bertahap sesuai dengan variabel

masing-masing untuk menjawab permasalahan penelitian.

3.6.1 Deskripsi Data

Untuk mendeskripsikan kualitas penalaran formal siswa, maka digunakan

analisis univariat. Kualifikasi dideskripsikan atas dasar skor rerata ideal (Mi ) dan

simpangan baku ideal (SDi). Dengan menggunakan lima jenjang kualifikasi, maka

kriterianya dapat disusun seperti Tabel 3.1 di bawah ini.

Page 68: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

68

Tabel 3.4 Pedoman Konversi Kecendrungan Data Penalaran formal siswa

pada Pelajaran Sains

No Kriteria Kualifikasi

1 > (Mi + 1,5 SDi) Sangat Tinggi

2 (Mi + 0,5 SDi) s/d (Mi + 1,5 SDi) Tinggi

3 (Mi – 0,5 SDi) s/d (Mi + 0,5 SDi) Sedang

4 (Mi – 1,5 SDi) s/d (Mi – 0,5 SDi) Rendah

5 < (Mi – 1,5 SDi) Sangat Rendah

Keterangan :

Mi = rata-rata ideal

= 21 ( skor maksimum ideal + skor minimum ideal )

SDi = simpangan baku ideal

= 61 ( skor maksimum ideal – skor minimum ideal )

Untuk mendeskripsikan kualitas kemampuan menulis karya ilmiah

siswa, maka digunakan analisis univariat. Kualifikasi dideskripsikan atas dasar

skor rerata ideal (Mi ) dan simpangan baku ideal (SDi). Dengan menggunakan

lima jenjang kualifikasi, maka kriterianya dapat disusun seperti Tabel 3.2 di

bawah ini:

Page 69: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

69

Tabel 3.5 Pedoman Konversi Kecendrungan Data kemampuan menulis

karya ilmiah siswa pada Pelajaran Sains

No Kriteria Kualifikasi

1 > (Mi + 1,5 SDi) Sangat Tinggi

2 (Mi + 0,5 SDi) s/d (Mi + 1,5 SDi) Tinggi

3 (M – 0,5 SDi) s/d (Mi + 0,5 SDi) Sedang

4 (Mi – 1,5 SDi) s/d (Mi – 0,5 SDi) Rendah

5 < (Mi – 1,5 SDi) Sangat Rendah

Keterangan :

Mi = rata-rata ideal

= 21 ( skor maksimum ideal + sor minimum ideal )

SDi = simpangan baku ideal

= 61 ( skor maksimum ideal – skor minimum ideal ).

3.6.2 Uji Persyaratan Analisis

Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa kemampuan penalaran formal

siswa (Y1) dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa (Y2) tidak berkorelasi

secara signifikan. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi untuk mengetahui

apakah data yang tersedia dapat dianalisis dengan statisitik parametrik atau tidak.

Berkaitan dengan statistik yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini

maka uji asumsi yang dilakukan meliputi uji normalitas, dan uji homogenitas.

Page 70: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

70

1) Pengujian Normalitas

Pengujian normalitas dilakukan untuk meyakinkan bahwa sampel berasal

dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga uji hipotesis dapat dilakukan.

Uji normalitas data dilakukan pada empat kelompok data.

Kelompok pertama adalah penalaran formal siswa yang mengikuti model

inkuiri. Kelompok kedua, penalaran formal pada pelajaran sains siswa yang

mengikuti model pembelajaran langsung. Kelompok ketiga, data kemampuan

menulis karya ilmiah yang mengikuti model inkuiri . Kelompok keempat, data

kemampuan menulis karya ilmiah siswa yang mengikuti pengajaran langsung.

Uji normalitas pada keempat kelompok data menggunakan uji Liliefors.

Harga L dihitung yang diperoleh dikonsultasikan dengan harga L tabel dengan

mengambil taraf signifikansi 5%. Jika L hitung lebih kecil dari L tabel maka

sebaran frekuensi skor variabel tersebut adalah normal.

2) Pengujian Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih

kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama.

Pengujian homogenitas dilakukan dengan uji kesamaan varian-kovarian

menggunakan SPSS-10 for windows melalui uji Box’s M untuk uji homogenitas

secara bersama-sama dan dengan uji Levene’s untuk uji homogenitas secara

terpisah (Hair, at.all, 1998: 375). Keriteria pengujian: data memiliki matriks

varians-kovarian yang sama (homogen) jika signifikansi yang dihasilkan dalam uji

Box’s M dan uji Levene’s lebih dari 0,05 dan data tidak berasal dari populasi yang

Page 71: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

71

homogen jika signifikansi yang dihasilkan dalam uji Box’ M dan uji Levene’s

kurang dari 0,05.

3.6.3 Uji Hipotesis

Hipotesis 1, yang menyatakan terdapat perbedaan penalaran formal dan

kemampuan menulis karya imiah siswa pada pelajaran sains antara siswa yang

diajar dengan model pembelajaran inkuiri dan siswa yang diajar dengan model

pembelajaran langsung, secara statistik dirumuskan:

Ho :

2

2

1

1

KMK

PF

KMK

PF

µ

µ

µ

µ

1H :

>

2

2

1

1

KMKI

PF

KMK

PF

µ

µ

µ

µ

Keterangan :

1PFµ = rata-rata penalaran formal pada pelajaran sains siswa yang

diajar dengan model pembelajaran inkuiri

2PFµ = rata-rata penalaran formal pada pelajaran sains siswa yang

diajar dengan model pembelajaran langsung

1KMKµ = rata-rata kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains

siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri

2KMKµ = rata-rata kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains

siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung

Page 72: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

72

Untuk menguji hipotesis 1 digunakan uji F melalui Manova (Multivariate

Analysis of Variance) dengan bantuan SPSS –10 for Windows. Analisis Manova

dipakai, karena hipotesis diatas merupakan uji beda varian dimana varian yang

dibandingkan berasal lebih dari satu variabel terikat. Kriteria pengujian jika harga

F-Wilks’ Lamda menghasilkan angka signifikansi kurang dari 0,05 maka hipotesis

nol ditolak dan dalam hal lain hipotesis diterima (Santosa, 2002: 219).

Hipotesis 2, yang menyatakan penalaran formal pada pelajaran sains siswa

yang diajar dengan model inkuiri lebih baik dari pada siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran langsung, secara statistik dirumuskan:

Ho : 21 PFPF µµ

11 : PFH µ >2PFµ

Keterangan :

1PFµ = rata – rata penalaran formal pada pelajaran sains siswa yang

diajar dengan model pembelajaran inkuiri

2PFµ = rata – rata penalaran formal pada pelajaran sains siswa yang

diajar dengan model pembelajaran langsung

Untuk menguji hipotesis 2, digunakan uji F melalui Manova (Multivariate

Analysis of Variance) dengan bantuan SPSS –10 for Windows. Kriteria pengujian

jika harga F-Wilks’ Lamda menghasilkan angka signifikansi kurang dari 0,05

maka hipotesis nol ditolak dan dalam hal lain hipotesis nol diterima (Santosa,

2002: 219). Sebagai tindak lanjut dari Manova, adalah uji signifikansi perbedaan

Page 73: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

73

nilai rata-rata penalaran formal siswa antara siswa yang diajar dengan Model

Inkuiri dan siswa yang diajar dengan Model pembelajaran langsung. Uji

perbedaan nilai rata-rata antar kelompok mengunakan least significant difference

(LSD) ( Hair, et al 1995: 282; Montgomery, 1984: 64-65). Oleh karena jumlah

pengamat masing-masing sel adalah sama, maka digunakan formula Montgomery

(1984:65) LSD = n

MSaNt

εα

2,2/ − dengan α = taraf signifikansi, N = jumah

sampel total, n = jumlah sampel dalam kelompok, a = jumlah kelompok, dan MSε

= Mean Square Error. Kriteria yang digunakan adalah tolak Ho, artinya nilai rata-

rata penalaran formal siswa yang diajar dengan Model inkuiri lebih tinggi dari

siswa yang diajar dengan Model pembelajaran langsung jika ji µµ − > LSD

dan iµ > jµ .

Hipotesis 3, yang menyatakan kemampuan menulis karya ilmiah siswa

yang diajar dengan Model inkuiri lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan

Model pembelajaran langsung, secara statistik dirumuskan:

Ho : 21 KMKKMKI µµ≤

11 : KMKIH µ > 2KMKIµ

Keterangan :

KMKIµ = rata-rata kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains

siswa yang diajar dengan model inkuiri

Page 74: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

74

2KMKIµ = rata-rata kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains

siswa siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung

Untuk menguji hipotesis 3 digunakan digunakan uji F melalui Manova

(Multivariate Analysis of Variance) dengan bantuan SPSS –10 for Windows.

Kriteria pengujian jika harga F-Wilks’ Lamda menghasilkan angka signifikansi

kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak dan dalam hal lain hipotesis nol

diterima (Santosa, 2002: 219). Sebagai tindak lanjut dari Manova, adalah uji

signifikansi perbedaan nilai rata-rata kemampuan menulis karya ilmiah siswa

antara siswa yang diajar dengan Model inkuiri dan siswa yang diajar dengan

Model pembelajaran langsung. Uji perbedaan nilai rata-rata antar kelompok

menggunakan least significant difference (LSD) (Hair, et al 1995: 282;

Montgomery, 1984: 64-65). Oleh karena jumlah pengamat masing-masing sel

adalah sama, maka digunakan formula Montgomery (1984: 65) LSD =

n

MSaNt

εα

2,2/ − dengan α = taraf signifikansi, N= jumah sampel total, n =

jumlah sampel dalam kelompok, a = jumlah kelompok, dan MSε = Mean Square

Error. Kriteria yang digunakan adalah tolak Ho, artinya nilai rata-rata

kemampuan menulis karya ilmiah siswa yang diajar dengan Model inkuiri lebih

tinggi dari siswa yang diajar dengan Model pembelajaran langsung jika ji µµ − >

LSD dan iµ > jµ .

Page 75: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

75

Page 76: Authorized by: Www.forumpenelitian.blogspot.com

Authorized by: www.forumpenelitian.blogspot.com

76