audit forensik

29
BAB 22 HUKUM ACARA PIDANA 22.1. PENGANTAR Bab 16 sudah membahas beberapa konsep penting dalam hukum pidana (dan beberapa konsep hukum acara pidana ). Pembahasan konsep-konsep tersebut diperlukan untuk pemahaman kasus tindak pidana korupsi yang dibahas pada bab tersebut. Konsep-konsep yang dibahas : 1. Alat bukti yang sah, 2. Beban pembuktian terbalik, 3. Gugatan perdata atas harta yang disembunyikan, 4. Pemidanaan secara in absentia, 5. “memperkaya” versus “menguntungkan”, 6. Pidana mati, 7. Nullum delictum, 8. Concursus idealis, 9. Concursus realis, 10. Perbuatan berlanjut, 11. “lepas dari tuntutan hukum” versus “bebas” Substansi mengenai perbuatan melawan hukum atau perbuatan hukum dengan hukuman atau sanksinya, masing-masing diatur dalam dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Dalam bahasa hukum, substansi ini disebut hukum material. Sementara itu, hukum acaranya (Pidana atau Perdata) mengatur bagaimana beracara atau berproses di pengadilan. Dalam beracara ini, ada aturan-aturan yang harus dipenuhi. Aturan-aturan ini yang dikenal sebagai hukum acara atau hukum formeel. Pakar hukum acara pidana Indonesia sering mengutip pendapat J.M. van Bemmelen, seorang pakar hukum Belanda, memberi definisi tentang hukum acara pidana sebagai berikut. “Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara karena pelanggaran undang-undang pidana berikut. 1. Negara menyidik kebenaran melalui alat-alatanya. 2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu. 3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat; kalau perlu, menahanya. Audit Forensik (Kelompok I) 1

Upload: puspa-anjani

Post on 04-Sep-2015

60 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

hukum acara pidana

TRANSCRIPT

BAB 22HUKUM ACARA PIDANA

22.1. PENGANTARBab 16 sudah membahas beberapa konsep penting dalam hukum pidana (dan beberapa konsep hukum acara pidana ). Pembahasan konsep-konsep tersebut diperlukan untuk pemahaman kasus tindak pidana korupsi yang dibahas pada bab tersebut. Konsep-konsep yang dibahas :1. Alat bukti yang sah,2. Beban pembuktian terbalik,3. Gugatan perdata atas harta yang disembunyikan,4. Pemidanaan secara in absentia,5. memperkaya versus menguntungkan,6. Pidana mati,7. Nullum delictum,8. Concursus idealis,9. Concursus realis,10. Perbuatan berlanjut,11. lepas dari tuntutan hukum versus bebasSubstansi mengenai perbuatan melawan hukum atau perbuatan hukum dengan hukuman atau sanksinya, masing-masing diatur dalam dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Dalam bahasa hukum, substansi ini disebut hukum material. Sementara itu, hukum acaranya (Pidana atau Perdata) mengatur bagaimana beracara atau berproses di pengadilan. Dalam beracara ini, ada aturan-aturan yang harus dipenuhi. Aturan-aturan ini yang dikenal sebagai hukum acara atau hukum formeel.Pakar hukum acara pidana Indonesia sering mengutip pendapat J.M. van Bemmelen, seorang pakar hukum Belanda, memberi definisi tentang hukum acara pidana sebagai berikut.Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara karena pelanggaran undang-undang pidana berikut.1. Negara menyidik kebenaran melalui alat-alatanya.2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu.3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat; kalau perlu, menahanya.4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh pada penyidik kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa kedepan hakim tersebut.5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tindakannya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib.6. Upaya hukum melawan keputusan tersebut.7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentng pidana dan tindakan tata tertib.

22.2. TUJUAN HUKUM ACARA PIDANATujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapat atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materill iyalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari satu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari si pelaku yang dapat didakwa melakuakan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksa dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindakan pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

22.3. ASAS YANG MENGATUR PERLINDUNGANUndang-Undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang telah diletakkan didalam undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakkan dalam dan undang-undang ini.Adapun asas tersebut adalah sebagai berikut.a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.b. Penangkapan, penahanan, pengeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang.c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan dimuka sidang Pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang dinyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.d. Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tampa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitas sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan/atau dikenakan hukum administrasi.e. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak harus ditetapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberikan kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan pembebasan atas dirinya.g. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakuakan penangkapan dan/atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum yang didakwakan kepadanya. juga wajib diberitahu haknya itu, termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan Penasihat Hukum.h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.i. Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undangj. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidanan dilakukan ileh Ketua Pengadilan Negri yang bersangkutan22.4. ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANABerikut asas-asas hukum acara pidana yang secara universal diterima, tetapi tidak selamanya ditetapkan secara konsisten dibeberapa negara.1. Peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.2. Praduga tak bersalah.3. Asas oportunitas.4. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.5. Semua orang diperlakukan sama didepan hakim.6. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatanya dan tetap.7. Tersangka/Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.8. Asas akusator.9. Pemeriksaan hakim langsung dan lisan.

Peradilan yang cepat, sederhana, dan dengan biaya ringan bukan merupakan hal baru. Asasini lahir bersama KUHAP. Merujuk pada sistem peradilan cepat, banyak ketentuan di dalam KUHAP memakai istilah segar.Asas praduga tak bersalah (presuption of innocence) disebut dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi : Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.Ada dua asas yang berkenan dengan hak penuntutan, yaitu asas legalitas (het legaliteits beginsel) dan asas oportunitas (het opportuniteits beginsel). Dalam asas legalitas, penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Ini misalnya dianut di jerman (Strafprozesordnung Pasal 152 ayat 2). KUHAP menganut asas oportunitas.A.Z. Abidin Farid menulis tentang asas oportunitas: Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tampa syarat seorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingn umum. Pasal 32C Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan menegaskan dianutnya asas oportunitas. Pasal ini berbunyi sebagai berikut: jaksa agung dapat menyampaikan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum. Asas mengenai Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum dapat dilihat dalam pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang berbunyi. Untuk keperluan hakim ketua sidang membuka sidang dengan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesulitan atau terdakwanya anak-anak. (ayat (3)) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dn ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.(ayat(4))Asas Tesangka/Terdakwa berhak mendapat Bantuan terlihat dalam pasal 69 sampai Pasal 74 KUHAP.1. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan.2. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.3. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkatan pemeriksaan pada setiap waktu.4. Pembicara antara penasihat hukum dengan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum, kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara.5. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan.6. Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa

22.5. PENYELIDIK, PENYIDIK, DAN TUGAS MEREKAKUHAP menjelaskan makna Penyelidik dan Penyidik, serta tugas mereka masing-masing (Penyidik dan Penyidikan) sebagai berikut. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikn. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya melakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Repoblik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negri sipil tentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Repoblik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindakan pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyelidikan dan penyidikan diatur dalam KUHAP Bab XIV, Pasal 102 sampai 105 (Penyelidikan) dan Pasal 106 sampai 136 (Penyidik).

22.6. JAKSA, PENUNTUT UMUM, DAN PENUNTUTANJaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim. Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidanan ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputuskan oleh Hakim di sidang Pengadilan. Penuntutan diatur dalam KUHAP Bab XV, Pasal 137 sampai 144.

22.7. TERSANGKA, TERDAKWA, DAN TERPIDANAOrang awam cendrung menamakan orang bersalah dengan sebutan tersangka, terdakwa, atau terpidanan tanpa membuat pembedaan. Seperti halnya dengan istilah penyelidik dan Penyidik, KUHAP memberikan makna yang spesifik. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili disidang Pengadilan. Terpidana adalah seorang yang dipidanan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Hak-hak tersangka dan terdakwa diatur dalam KUHAP Bab VI Pasal 50 sampai 68, dan mengenai Bantuan Hukum dalam Bab VII Pasal 69 sampai 74.

22.8. PENYIDAAN DAN PENGGELEDAHANPenyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyelidikan, penuntutan, dan peradilan. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan atau penangkapan dalm hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.

22.9. PENANGKAPAN DAN PENAHANANPenangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa penangkapan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikn atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penahanan penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan Penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

22.10. MENGADILI, PRA-PERADILAN, DAN PUTUSAN PENGADILANMengadili adalah serangkaian tindakan Hakim untuk menerima, memeriksa dan memutuskan perkara pidanan berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang Pengadilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pra-peradilan adalah wewenang Pengadilan Negri untuk memeriksa dan memutuskan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang :a. Sah satu tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;c. Permintaan gantirugi atau rehabilitas oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.Putusan pengadialn adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang Pengadilan terbuka yang dapat berupa pemindahan, bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

22.11. SURAT DAKWAANSurat dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan dakwaan itulah pemeriksaan persidangan dilakukan. Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana diluar batas-batas dakwaan. Berikut syarat-syarat surat dakwaan yang diatur dalam pasal 143 ayat 2 KUHAP. Surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;b. Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukanApabila surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas, maka surat dakwaan tersebut batal demi hukum (Pasal 143 ayat 3 KUHAP). Perubahan Surat DakwaanPenuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk melakukan penuntutannya dan pengubahan ini hanya dapat dilakukan satu kali selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari sidang dimulai dan penuntut umum wajib menyampaikan turunanya tersebut kepada tersangka atau penasihat hukumnya (Pasal 144 KUHAP). Suatu surat dakwaan dapat diubah baik atas inisiatif penuntut umum sendiri maupun merupakan saran hakim.

Bentuk DakwaanDakwaan dapat disusun secara tunggal, komulatif, atau subsidair.

Ruang SidangKUHAP Pasal 230 mengatur tentang dimana sidang pengadilan diselenggarakan, Pakaian sidang dan atribut dalam ruang sidang, tempat duduk dan lain-lain dalam ruang sidang, dan persyaratan-persyaratan kalau sidang dilangsungkan diluar gedung. Khusus mengenai ketentuan dalam ruang sidang, pasal 230 angka (3) mengatur :Ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata menurut ketentuean berikut :a. Tempat meja kursi hakim terletak lebih tinggi dari tempat penuntut umum, terdakwa, penasihat hukum, dan pengunjung;b. Tempat Penitra terletak dibelakang sisi kanan tempat Hakim Ketua Sidang;c. Tempat Penuntut Umum terletak disisi kanan depan tempat hakim;d. Tempat Terdakwa dan Penasihat Hukum terletak disisi kiri depan dari tempat Hakim dan tempat Terdakwa disebelah kanan tempat Penasihat Hukum;e. Tempat kursi pemeriksaan Terdakwa dan Saksi terletak didepan tempat Hakim;f. Tempat Saksi atau ahli yang telah didengar terletak dibelakang kursi pemeriksaan;g. Tempat pengunjung terletak dibelakang tempat saksi yang telah didengar;h. Bendera nasional ditempat disebelah kanan meja hakim dan panji pengayoman ditempatkan disebelah kiri meja hakim, sedangkan lambang negara ditempatkan pada dinding bagian atas dibelakang meja hakim;i. Tempat rohaniawan terletak disebelah kiri tempat panitra;j. Tempat sebagaimana dimaksud huruf a sampai huruf i diberi tanda pengenal;k. Tempat petugas keamanan dibagian dalam pintu masuk utama ruang sidang dan ditempat lain yang dianggap perlu.

22.12. BUKTI, BARANG BUKTI DAN ALAT BUKTIKUHAP mengenal istilah bukti, barang bukti, dan alat bukti masing-masing dengan pengertian berikut.1. BuktiKUHAP sendiri tidak menjelaskan arti dari istilah bukti yang digunakannya. Karena itu, kita harus menggunakan interpretasi bahasa, misalnya dengan menunjukkan kepada kamus bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan dua arti dari bukti, yaitu: 1. sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa; keterangan nyata; 2. Hal yang menjadi tanda perbuatan jahat. Tindakan penyidik yang berupaya menunjukkan kebenaran suatu hal atau peristiwa merupakan pengumpulan bukti. Tindakan ini bisa berupa: membuat Berita Acara pemeriksaan saksi, Brita Acara Pemeriksaan Tersangka, dan Berita Acara Pemeriksaan Ahli; memperoleh laporan Ahli; menyita surat dan Barang Bukti.Menurut KUHAP, Berita Acara Pemeriksaan (saksi, tersangka, ahli), laporan ahli, bukti surat, dan barang bukti yang diupayakan dengan cara-cara diatas merupakan bukti.Dengan bukti-bukti ini, penyidik menentukan ada tidaknya tindak pidana, jenis tindak pidana dan pelakunya.

2. Barang BuktiBarang bukti adalah benda baik yang bergerak maupun tidak bergerak, yang berwujud maupun tidak berwujud yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang terjadi. Agar dapat dijadikan bukti, brnda itu harus disita terlebih dahulu oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri didalam daerah hukumnya dimana benda itu berada. Penyitaan yang dilakukan oleh penyidik KPK tidak memerlukan izin ketua pengadilan negeri setempat. Benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda-benda yang: seluruh atau sebagian diduga diperoleh merupakan hasil dari tindak pidana, digunakan secara langsung untuk melakukan atau mempersiapkan tindak pidana, digunakan untuk menghalangi penyidik tindak pidana, khusus dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana.

3. Alat BuktiSebagaimana halnya dengan istilah bukti, KUHAP juga tidak menjelaskan makna dari istilahalat bukti. Namun, pasal 183 KUHAP dapat membantu kita menemukan maknanya. Pasal ini berbunyi: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Rumusan pasal ini menegaskan tiga hal berikut. Alat bukti diperoleh dari hasil pemeriksaan di seidang pengadilan. Ini berbeda dengan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh penyidik dan yang diteliti kembali oleh penuntut umum, seperti dijelaskan diatas. Hakim mengambil keputusan berdasarkan keyakinannya mengenai tindak pidana itu (bahwa ia memang terjadi) dan mengenai pelaku (bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya). Butir ini menekankan pentingnya integritas hakim. Keyakinan hakim diperoleh dari sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Ini mengandung makna bahwa hakim tidak semena-mena menjatuhkan putusan.

22.13. NILAI PEMBUKTIAN DARI ALAT BUKTI1. Keterangan SaksiKeterangan saksi merupakan alat bukti yang sah apabila saksi memberikan keterangan disidang pengadilan dibawah sumpah/janji tentang apa yang dilihatnya sendiri, didengarnya sendiri, atau dialaminya sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya itu. Keterangan saksi yang berasal dari pengetahuan orang lain atau yang didengarnya dari orang lain (testimonium de auditu) itu tidak merupakan alat bukti.Keterangan saksi yang tidak disumpah/berjanji juga merupakan alat bukti.Namun, keterangan saksiyang tidak disumpah yang bersesuaian dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat digunakan sebagai alat bukti petunjuk.2. Keterangan AhliBerikut tiga cara memperoleh alat bukti keterangan ahli yang sah. Ahli memberikan keterangan didepan penyidik yang dituangkan dalam bentuk BAP. Sebelum memberikan keterangan, ia wajib bersumpah/berjanji dihadapan penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya.Keterangan ahli dalam bentuk BAP biasanya merupakan tanggapan atas pertanyaan penyidik. Ahli memberikan keterangan dalam bentuk laporan yang diminta secara resmi oleh penyidik, yang disebut laporan ahli yang dibuat dengan mengingat sumpah saat ia menerima jabatan atau pekerjaan. Ahli memberikan keterangan disidang pengadilan berdasarkan penetapan hakim dan keterangannya dicatat dalam berita acara siding oleh panitera. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim.

3. SuratSurat yang mempunyai nilai pembuktian sebagai alat bukti surat harus dibuat atas sumpah jabatan atau dilakukan dengan sumpah. Surat yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar dilihat atau dialaminya sendiri disertai alas an tentang keterangannya itu. Contoh: Akta notaris, akta pejabat PPAT, dll. Surat yang dibuat menurut peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawab dan diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau keadaan. Contoh: SIM, Paspor, dll. Surat yang dibuat oleh ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu periatiwa atau keadaan yang diminta secara resmi daripadanya, termasuk laporan ahli. Contoh: laporan hasil pemeriksaan, BPK, laporan audit KAP.

4. Keterangan TerdakwaKeterangan terdakwa yang dinyatakannya disidang pengadilan tentang perbuatan yang dilakukannya, diketahuinya, atau yang dialaminya sendiri merupakan alat bukti. Dalam hal terdakwa menyangkal disidang, keterangannya dalam BAP ditingkat penyidikan dapat menjadi alat bukti petunjuk asalkan keterangan dalam BAP tersebut didukung oleh suatu bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang di dakwakan kepadanya.5. PetunjukYang bisa bernilai sebagai alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang bersesuaian satu sama lain atau bersesuaian dengan tindak pidana itu. Persesuaian tersebut juga membenarkan adanya suatu kejadian tertentu. Dibawah ini diberikan beberapa contoh dari alat bukti petunjuk. Saksi yang memberikan keterangan disidang, tetapi ia tidak disumpah. Keterangannya itu bukan merupakan alat bukti keterangan saksi, tetapi dapat merupakan alat bukti petunjuk apabila bersesuaian dengan keterangan dari saksi lain yang disumpah. Visum et repertum yang dibuat oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman (dokter forensik) bukan merupakan alat bukti keterangan ahli. Surat perjanjian dibawah tangan bukan alat bukti surat. Keterangan terdakwa dalam BAP atau yang diberikan diluar siding merupakan alat bukti petunjuk asalkan keterangan dalam BAP tersebut justru bersesuaian dengan alat bukti sah lainnya. Barang bukti berupa senjata tajam berlumuran darah yang identic dengan darah korban yang diketemukan di Tempat Kejadian Perkara merupakan alat bukti petunjuk.

22.14. UPAYA HUKUMUpaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan banding, kasasi, atau terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.1. Ganti Kerugian dan RehabilitasiGanti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karna ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan yang mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karna ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

22.15. MAFIA PERADILANPada BAB 10, ada ringkasan mengenai kejahatan terorganisasi (organized crime) dan organisasi kejahatan di Amerika Serikat; penulisannya, George Maning, adalah seorang akuntan forensik di Internal Revenue Service (kantor pajak) Amerika Serikat. Ia menulis tentang berbagai organisasi kejahatan dengan latar belakang etnis, diantaranya etnis italia, yaitu mafia, organisasi yang sangat dikenal lewat berita di media masa, film, dan novel.

22.16. MENGAWASI PERADILANKorupsi di lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan sejenisnya) adalah realitas social yang sangat sulit dibuktikan melalui prosedur hukum pidana. Bukan saja karena praktik korupsi itu dilakukan oleh orang-orang yang menguasai seluk beluk peradilan, tetapi juga karena praktik korupsi tersebut terjadi di lembaga peradilan itu sendiri.Praktik korupsi ini menjadi semakin tidak terkontrol ketika pengawasan yang ada di setiap lembaga tidak berfungsi dengan baik, sedangkan pengawasan oleh masyarakat selama ini belum berjalan maksimal. Bagi masyarakat awam, menjalankan fungsi control terhadap lembaga peradilan bukanlah hal mudah, terutama dalam melakukan penilaian atas putusan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan.Dari sudut pandang inilah, upaya untuk mengembangkan kegiatan pengujian terhadap putusan peradilan (eksaminasi) menjadi sangat strategis. Eksaminasi melibatkan masyarakat secara aktif dalam mengawasi proses peradilan. Istilah eksaminasi ini berasal dari bahasa inggris, examination. Dalam konteks produk peradilan (dakwaan, putusan pengadlan, dan lain-lain), eksaminasi berarti melakukan pengujian atau pemeriksaan terhadap produk-produk peradilan. Tujuan eksaminasi publik secara umum adalah mengawasi produk peradilan yang dikeluarkan oleh aparat peradilan. Asumsinya ialah banyak produk peradilan yang menyimpang baik secara materiil maupun formil. Meskipun eksaminasi dapat dilakukan terhadap perkara perkara lain, eksaminasi umumnya dilakukan dalam perkara pidana, perdata, atau niaga. Suatu perkara yang dieksaminasi harus memenuhi sekurang-kurangnya tiga kriteria berikut.a. Perkara itu sangat kontroversial dari segi penerapan hukum acara dan/ atau hukum materiilnya. Perkara itu juga kontroversial karena dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.b. Perkara itu berdampak kuat terhadap masyarakat. Ia menarik perhatian luas dari masyarakat, berdampak langsung dan tidak langsung, serta merugikan masyarakat. Contoh : tindak pidana korupsi dan hak asasi manusia (HAM).c. Ada indikasi proses yang koruptif (mafia peradilan, judicial corruption) sehingga hukum tidak berjalan atau tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

BAB 23HUKUM ACARA PERDATA

23.1. ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATABeberapa diantara asas ini sama dengan asas-asas dalam Hukum Acara Pidana yang sudah dibahas pada bab terdahulu secara terperinci. Secara umum, asas-asas Hukum Acara Perdata adalah sebagai berikut.1. Sederhana, cepat, dan murah. Ini jelas merupakan sesuatu yang sangat didambakan. Namun, seperti dapat dilihat pada BAB 26, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sering kali lebih memenuhi asas ini.2. Praduga tak bersalah.3. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.4. Semua orang diperlakukan sama di depan hakim.5. Hakim bersifat pasif. Pihak-pihak yang berpekaralah yang menentukan lingkup (luas/sempitnya) pokok sengketa. Hakim sekadar membantu mereka dalam upaya mencari keadilan. Hakim berupaya mengatasi rintangan yang menghambat penyelesaian sengketa.6. Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.7. Hakim mencari kebenaran formeel. Ini yang membedakannya dengan kebenaran dalam Hukum Acara Pidana di mana hakim diharapkan mencari kebenaran yang hakiki (materiele waarheid); dalam ungkapan bahasa inggris, the truth, the whole truth, and nothing but the truth.

23.2. PENGGUGAT, TERGUGAT, DAN KUASA/WAKILDalam acara perdata, pihak-pihak yang beracara terdiri atas:1. Penggugat, pihak yang merasa haknya dilanggar (oleh Tergugat),2. Tergugat, pihak yang digugat (oleh Penggugat) karena dianggap melanggar hak seseorang (Penggugat),3. Kuasa/wakil adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh (atau berdasarkan) undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.23.3. SURAT GUGATANGugatan diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, dimana selanjutnya surat gugatan tersebut diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah Penggugat membayar panjar biaya perkara yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan di depan Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Negeri yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut )Pasal 120 HIR, Pasal 144 RBg).Pada dasarnya, gugatan diajukan di pengadilan di mana Tergugat bertempat tinggal dalam hal Tergugat merupakan perseorangan atau mempunyai tempat kedudukan dlam hal tergugat merupakan badan hukum (Pasal 118 (1)/142 RBg). Perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari siding pertama di mana para pihak hadir, tetapi hal tersebut harus ditanyakan pada pihak lawan guna pembelaan kepentingannya, dimana perubahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain.Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Akan tetapi, jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberikan jawaban, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari Tergugat. Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu apabila antara gugatan-gugatan yang digabungkan tersebut terdapat hubungan erat atau ada koneksitas.

23.4. ALAT BUKTIAlat bukti dalam Hukum Acara Perdata terdiri atas bukti dengan surat, bukti dengan saksi, pengakuan, persangkaan, dan sumpah.

BAB 24UNDANG-UDANG BIDANG KEUANGAN NEGARA

Ada tiga undang-undang penting yang merupakan satu paket perundang-undangan dalam bidang keuangan negara, yaitu : Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara; Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

24.1. UNDANG-UDANG KEUANGAN NEGARA

24.1.1. Dasar PemikiranUpaya menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

24.1.2. Hal-hal Baru dan/atau Perubahan MendasarHal-hal Baru dan/atau Perubahan Mendasar dalam ketentuan negara yang diatur dalam undang-undang ini meliputi : Pengertian dan ruang lingkup keuangan negara Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara Kedudukan presiden Pendelegasian kekuasaan presiden Susunan APBN APBD Ketentuan penyusunan dan pentapan APBN dan APBD Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat Penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjwaban pelaksanaan APBN APBD

24.1.3. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalahdari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan. Sisi objek : meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Sisi subjek : meliputi seluruh objek yang disebutkan diatas yang dimiliki negara dan/atau Pemerintah puat, pemerintah daerah, perusahaan Negara/daerah dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Sisi proses : mencakup seluruh rangkaian kegiatan yng berkaitan dengan pengeloaan objek mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggung jawaban.

24.1.4. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan NegaraAsas-asas umum yang meliputi asas tahunan. Asas universitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas serta asas asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik, antara lain : Akuntabilitas berorientasi paa hasil; Profesionalitas; Proporsionalitas; Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

24.1.5. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan NegaraPresiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaran, sebagian dari kekuasaan dikuasakan kepaa menteri keuangan.

24.1.6. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBDKetentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran.

24.1.7. Hubungan Keuangan AntarlembagaSemakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan pemerintah dan lembaga supranasional yang meliputi hubungan pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintahan daerah, pemerintah asing, lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola ana masyarakat.

24.1.8. Pelaksanaan APBN dan APBDAPBN ditetapkan dengan undang-undang. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presien sebagai pedoman bagi kementrian negara. Penuangan dalam keputusan presiden tersebut menyangkut hal-hal yang belum diperinci dalam Undang-Undang APBN.

24.1.9. Pertanggungan Jawab Pengelolaan Keuangan NegaraLaporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD setidak-tidaknya terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai standar akuntansi pemerintah.

24.2. UNDANG-UDANG PERBENDAHARAAN NEGARA

24.2.1. Dasar PemikiranPengelolaan keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang diwujudkan dalam APBN dan APBD.

24.2.2. Pengertian,Ruang Lingkup, dan Asas Umum Perbendaharaan NegaraUndang-Undang Perbendaharaan Negara dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan dan ditetapkan dalam APBN dan APBD.

24.2.3. Pejabat Perbendaharaan NegaraSesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara, Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk bidang tertentu pemerintahan.

24.2.4. Penerapan Kaidah Pengelolaan Keuangan yang SehatFungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintahan yang terbatas secara efisien meliputi perencanaan kas yang baik, pencegahan supaya tidak terjadi kebocoran dan penyimpangan , pencarian sumber pembiayaan yang termurah dan pemanfaatan dana yang menganggur untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.

24.2.5. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban PelaksanaanUntuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara perlu ditetapakan ketentuan yang mengatur mengenai hal-hal tersebut agar: Dihasilkan melalui proses akuntansi Disajikan sesuai standar akuntansi pemerintahan Disajikan sebagai wujud pertanggungjawaban setiap entitas pelaporan Disampaikan kepada DPR/DPRD selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran yang bersangkutan berakhir Dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu pada manual Statistik Keuangan Pemerintah

24.2.6. Penyelesaian Kerugian Negara Undang-Undang Perbendaharaan Negara menegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah. Dengan penyelesaian kerugian tersebut, negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang terjadi.

24.2.7. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) BLU bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

24.3. UNDANG-UDANG PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

24.3.1. Dasar PemikiranUntuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara, perlu dilakukan pemeriksaan oleh suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

24.3.2. Lingkup Pemeriksaan BPKBPK diberi kewenangan untuk melakukan tiga jenis pemeriksaan, yaitu : Pemeriksaan keuangan : pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah Pemeriksaan kinerja : pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu : pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

24.3.3. Pelaksanaan PemeriksaanBPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan objek yang akan diperiksa. Kebebasan dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan. Kebebasan dalam pelaporan hasil pemeriksaan mencakup BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.

24.3.4. Hasil Pemeriksaan dan Tindak LanjutHasil setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) setelah kegiatan pemeriksaan selesai. Setiap laporan hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPRD sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti, antara lain dengan membahasnya bersama pihak terkait.

24.3.5. Pengenaan Ganti Kerugian NegaraBPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangajn kas/barang dalm persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah.

24.4. UNDANG-UDANG BPKUndang-Undang BPK berisi ketentuan tentang Badan Pemeriksaan Keuangan BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Pasal 2) BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi (Pasal 3) Keanggotaan- BPK mempunyai 9 anggota dengan seorang Ketua merangkap anggota, dan seorang Wakil Ketua merangkap anggota (Pasal 4) Anggota BPK menjabat selama 5 tahun (Pasal 5) Tugas dan wewenang BPK (Pasal 6-12) . Audit Forensik (Kelompok I)19

BAB 25UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Indonesia pernah dimasukkan ke dalam daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCCTs) dengan pertimbangan tidak adanya undang-undang yang menetapkan pencucian uang sebagai tindak pidana, tidak adanya ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah untuk lembaga keuangan non-bank, rendahnya kualitas SDM dalam penanganan kejahatan pencucian uang, dan kurangnya kerja sama internasional. Atas dasar tersebut pemerintah mengambil langkah dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dibentuk sebagai lembaga independen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah bagi lembaga keuangan non-bank, termasuk perusahaan sekuritas.

25.1. UU NO.15 TAHUN 2002

Harta kekayaan yang diperoleh dari barbagai tindakan kejahatan biasanya tidak langsung digunakan agar tidak mudah dilacak oleh penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana ini dikenal sebagai pencucian uang. Ada tiga tahap dalam proses pencucian uang:

Placement Merupakan upaya menempatkan uang tunai hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan atau upaya menempatkan kembali dana yang sudah berada dalam sistem keuangan ke dalam sistem keuangan, terutama perbankan.

Layering Merupakan upaya mentransfer harta kekayaan dari hasil kejahatan yang telah berhasil masuk dalam sistem keuangan melalui tahap placement.

Integration Merupakan upaya menggunakan kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil melalui placement dan layering, seolah-olah merupakan kekayaan halal. Uang yang dicuci melalui placement dan layering dalam tahap ini digunakan untuk kegiatan yang seolah-olah tidak berkaitan dengan kejahatan yang menjadi sumbernya.

25.2. UU NO.25 TAHUN 2003

Perbedaan UU No. 15 tahun 2002 dengan UU No. 25 tahun 2003

Pengertian cakupan penyedia jasa keuangan Cakupan pengertian penyediaan jasa keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan.

Macam-macam Transaksi Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana.

Pembatasan jumlah hasil tindak pidana pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar lima ratus juta rupiah atau lebih, atau nilai yang setara diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menetukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besa atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh.

Perluasan tindak pidana asal Cakupan tindak pidana asal diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana namun perbuatan itu tidak dipidana.

25.3. UU NO.8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASANTINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini, antara lain: Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang; Penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana Pencucian Uang; Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif; Pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa; Perluasan Pihak Pelapor; Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya; Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan; Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda Transaksi; Perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean; Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang; Perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis ataupemeriksaan PPATK; Penataan kembali kelembagaan PPATK; Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi; Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana Pencucian uang; dan Pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

25.4. PELINDUNGAN SAKSI, PELAPOR, DAN PIHAK PELAPOR

Pasal 86 ayat (1) UU TPPU menyebutkan bahwa setiap orang yang memberikan kesaksian dalam pemeriksaan TPPU wajib diberi pelindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya. Adapun jenis-jenis pelindungan yang dikenal dalam pelaksanaan UU TPPU sebagai berikut : Pelindungan karena jaminan Undang-Undang, Pelindungan karena pelaksanaan UU TPPU, dan pelindungan khusus.

BAB IIIKESIMPULAN

Substansi mengenai perbuatan melawan hukum atau perbuatan hukum dengan hukuman atau sanksinya, masing-masing diatur dalam dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Dalam bahasa hukum, substansi ini disebut hukum material. Sementara itu, hukum acaranya (Pidana atau Perdata) mengatur bagaimana beracara atau berproses di pengadilan. Dalam beracara ini, ada aturan-aturan yang harus dipenuhi. Aturan-aturan ini yang dikenal sebagai hukum acara atau hukum formeel.

Ada tiga undang-undang penting yang merupakan satu paket perundang-undangan dalam bidang keuangan negara, yaitu : Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara; Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Indonesia pernah dimasukkan ke dalam daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCCTs) dengan pertimbangan tidak adanya undang-undang yang menetapkan pencucian uang sebagai tindak pidana, tidak adanya ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah untuk lembaga keuangan non-bank, rendahnya kualitas SDM dalam penanganan kejahatan pencucian uang, dan kurangnya kerja sama internasional. Atas dasar tersebut pemerintah mengambil langkah dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dibentuk sebagai lembaga independen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah bagi lembaga keuangan non-bank, termasuk perusahaan sekuritas.