audit

14
1. Tanggung Jawab Auditor Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin seperti yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64 dan pasal 65. Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan pelanggaran peraturan perundang- undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik. Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik ataupun KAP, ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari Akuntan Publik tersebut. Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab (Boynton,2003,h.68): a. Mendeteksi kecurangan 1. Tanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan- kesalahan yang tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material

Upload: fakhri-rizky-aufar

Post on 01-Jan-2016

98 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Audit

1. Tanggung Jawab Auditor

Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin seperti yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64 dan pasal 65. Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik. Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik ataupun KAP, ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari Akuntan Publik tersebut.

Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab (Boynton,2003,h.68):a. Mendeteksi kecurangan1. Tanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan. 2. Tanggungjawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan direksi

b. Tindakan pelanggaran hukum oleh klien1. Tanggungjawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien. Auditor bertanggungjawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum yang memiliki pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah laporan keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk mendeteksi adanya tindakan melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana tersebut dengan kemahiran yang cermat dan seksama.2. Tanggungjawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu tindakan melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila revisi atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggungjawab untuk menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi

Page 2: Audit

berterima umum.

Lebih jauh Soedarjono dalam Sarsiti (2003) mengungkapkan bahwa auditor memiliki beberapa tanggung jawab yaitu pertama, tanggung jawab terhadap opini yang diberikan. Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang diberikan, sedangkan laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas pada apa yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum, menyiratkan bagian terpadu tanggung jawab manajemen. Kedua adalah tanggung jawab terhadap profesi. Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati IAI, termasuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik akuntan Indonesia.Ketiga adalah tanggung jawab terhadap klien. Auditor berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan seksama dan menggunakan kemahiran profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan sanksi.Keempat adalah tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan. Bila ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan publik harus bertanggung jawab.Kelima adalah tanngung jawab terhadap pihak ketiga, seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya. Contoh dari tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti pendapat yang tidak didasari dengan dasar yang cukup.Dan yang keenam adalah tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan. Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur auditnya tidak cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.

2. Pemahaman Hukum dalam Kewajiban AuditorBanyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit, dan risiko audit. Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :1. Kegagalan bisnis : kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidakmampu membayar kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu.2. Kegagalan audit :kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang berlaku umum.3. Risiko audit :adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material.

Page 3: Audit

Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus bertanggung jawab.Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan fraud (Toruan,2001,h.28). Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan publik bertindak. Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka akuntan publik dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.Sebagian besar profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat yang salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian auditor tersebut. Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.

Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-benar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta pertanggung jawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah (Loebbecke dan Arens,1999,h.786):1. meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan publik2. meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor3. bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb4. kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar pengadilan,

Page 4: Audit

untuk menghindari biaya yang tinggi.

Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum. Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum.Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik. Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik.

3. Kewajiban Hukum Bagi AuditorAuditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis (Huakanala dan Shinneke,2003,h.69). Lebih lanjut Palmrose dalam Huanakala dan Shinneka menjelaskan bahwa litigasi terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.Menurut Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan (Media akuntansi, 2003) tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan yang diberikan publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa yang dapat dipertanggung jawabkan dengan mengedepankan kepentingan publik yaitu selalu bersifat obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa serta berkompeten dalam teknis pekerjaannya. Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum terhadap kliennya.

Kewajiban Hukum Auditor1. Kewajiban kepada klien (Liabilities to Client) Kewajiban akuntan publik terhadap klien karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemui kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh akuntan public.Seorang CPA berada dalam hubungan kontraktual lagsung dengan klien. Dengan menyetujui untuk melaksanakan jasa bagi klien, CPA berperan sebagai kontraktor independen.

Cirri khas suatu perikatan audit adalah anggapan bahwa audit akan dilakukan sesuai dengan standar profesional yaitu, standar auditing yang berlaku umum(GAAS), kecuali kontrak menyebutkan kalimat lain yang berarti sebaliknya. Seorang akuntan bertanggung jawab kepada

Page 5: Audit

klien sesuai dengan hukum kontrak atau tor law (hukum yang mengatur tentang tuntutan ganti rugi).

● Hukum Kontrak (Contract Law) Seorang auditor bertanggung jawab kepada klien atas pelanggaran kontrak (breach of contract), apabila ia :

1 Menerbitkan laporan audit standar tanpa melakukan audit sesuai dengan GAAS

2 Tidak mengirimkan laporan audit sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati

3 Melanggar hubungan kerahasiaan klien

Kewajiban auditor atas pelanggaran kontrak dapat meluas sampai subrogee. Subrogee adalah pihak yang memperoleh hak pihak lain melalui substitusi. Apabila terjadi pelaggaran kontrak, biasanya penggugat akan mencari satu atau lebih jalan keluar sebagai berikut :

1) Kewajiban spesifik tergugat dalam kontrak

2)Kerugian keuangan langsung yang terjadi akibat pelanggaran tersebut

3)Kerugian terkait dan kerugian sebagai konsekuensi yang merupakan akibat tidak langung atas pelanggaran tersebut

● Hukum Kerugian (Tort Law)Seorang CPA juga bertanggung jawab kepada klien menurut hukum kerugian. Tindakan merugikan(tort action) adalah tindakan salah yang merugikan milik, badan, atau reputasi seseorang. Tindakan merugikan dapat dilakukan berdasarkan salah satu penyebab berikut :

v Kelalaian yang biasa (ordinary negligence), yaitu kelalaian untuk menerapakn tingkat yang biasa dilakukan secara wajar oleh orang lain dalam kondisi yang sama.

v Kelalaian kotor (gross negligence), kelalaian untuk menerapkan tingkat kecermatan yang paling ringan pada suatu kondisi tertentu.

v Kecurangan (fraud), yaitu penipuan yang direncanakan, misalnya salah saji, menyembunyikan, atau tidak mengungkapkan fakta yang material, sehingga dapat merugikan pihak lain.

Page 6: Audit

2. Kewajiban kepada pihak ketiga menurut Common Law (Liabilities to Third party) Kewajiban akuntan publik kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan. Pihak ketiga (third party) dapat didefinisikan sebagai seorang yang tidak mengetahui tentang pihak-pihak yang ada di dalam kontrak. Menurut sudut pandang hukum, terdapat dua kelompok pihak ketiga, yaitu :

1. Pemegang hak utama (primary beneficiary) adalah seorang yang namanya telah diketahui oleh seorang auditor sebelum audit dilaksanakan sebagai penerima utama laporan auditor. Sebagai contoh, pada saat surat perikatan ditandatangani, klien memberitahu auditor bahwa laporan akan digunakan untuk mendapatkan pinjaman dari City National Bank, maka bank terebut akan menjadi pemegang hak utama.

2. Pemegang hak lainnya (other beneficiary) adalah pihak ketiga yang namanya tidak disebutkan seperti para kreditor, pemegang saham, dan investor potensial.

Auditor bertanggung jawab kepada semua pihak ketiga atas semua kelalaian kotor dan kecurangan menurut menurut hukum kerugian (tort law), sebaliknya kewajiban auditor atas kelalaian biasa pada umumnya berbeda antara kedua kelompok pihak ketiga tersebut.

3. Kewajiban Perdata menurut hukum sekuritas federal (Liabilities under securities laws) Kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang ketat.

● Securities Act tahun 1933 tentang sekuritas menyangkut persyaratan pelaporan untuk perusahaan yang mengeluarkan efek-efek baru. Menurut ketentuan ini, auditor dapat digugat terhadap kesalahn pernyataan yang material atau penghilangan dalam laporan keuangan yang diaudit, lalai atau menipu dalam pelaksanaan audit.

● Securities Exchange Act tahun 1934. Kewajiban auditor menurut ketentuan ini seringkali berpusat pada laporan keuangan yang sudah diaudit yang diterbitkan keluar dalam laporan tahunan atau diajukan kepada SEC.

● Racketeer Influenced and Corrupt Organization Act 1970, peraturan ini ditujukan untuk kriminalitas yang melanda perusahaan. Namun, kalangan bisnis seperti auditor sering dituntut berdasarkan peraturan ini .

● Foreign Corrupt Practice Act tahun 1977 melarang pemberian uang suap kepada pejabat di luar negeri untuk mendapatkan pengaruh dan mempertahankan hubungan usaha

● Kewajiban kriminal

4. Kewajiban kriminal (Crime Liabilities) Kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat kemungkinan akuntan publik disalahkan karena tindakan kriminal menurut undang-undang. Cara terakhir para Akuntan Publik dianggap bertanggungjawab. Akuntan Publik dapat disalahkan Karena tindakan Kriminal menurut hukum atau peraturan di setiap negara.Beberapa undang-undang seperti Uniform Securities Acts, Securuties Acts 1933 dan 1934,

Page 7: Audit

Federal Mail Fraud Statute dan Federal False Statement Statute menyebutkan bahwa menipu orang lain dengan sadar terlibat dalam laporan keuangan yang palsu adalah perbuatan kriminal .

Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan (Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan,2003).Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi aturan main yang sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi, dan disisi lain masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung jawab profesional terhadap akuntan publik. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang akuntan publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan publik dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban hukum auditor

Apabila terdapat tuntutan auditor dapat mengajukan pembelaan yaitu :

● Tidak adanya kewajiban melaksanakan pelayanan, dalam hal ini tidak dinyatakan dalam klausul .

● Tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan kerja, KAP mengklaim telah mengikuti GAAS .

● Kelalaian kontribusi terjadi jika tindakan klien yang menyebabkan kerugian menjadi dasar bagi kerugian atau mempengaruhi audit sehingga auditor tidak bisa menemukan sebab dari kerugian yang terjadi.

● Ketiadaan hubungan timbal balik, antara pelanggaran auditor terhadap standar kesungguhan dengan kerugian yang dialami klien

Tinjauan Beberapa Kasuskasus yang terjadi di pasar modal di Indonesia dan kasus yang terjadi di USA.Kasus dugaan penggelembungan nilai (mark up) yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma dimana laba perusahaan pada tahun 2001 dicatat sebesar Rp 132 Milyar padahal sebenarnya hanya Rp 99,594 Milyar. Laporan adanya indikasi mark up tersebut diberikan sendiri oleh pihak auditor yang mengaudit dari laboran keuangan perseroan tahun 2001 tersebut. Bapepam akhirnya menjatuhkan sanksi denda Rp 500 juta Kepada PT. Kimia Farma Tbk, dan kepada auditornya sebesar Rp 100 juta (Huanakala dan Shinneke, 2003).

Dalam kasus PT. Bank Lippo Tbk, pihak manajemen dinilai teledor dengan menyatakan laporan

Page 8: Audit

keuangan unaudited sebagai audited. Seharusnya begitu mengetahui ada perbedaan dalam laporan keuangan manajemen langsung mengoreksinya dan mengumumkan kepada publik. Pada kasus ini Bapepam memberikan sanksi denda administratif sebesar Rp 2,5 milyar bagi PT. Bank Lippo Tbk untuk kesalahan penempatan kata audited dan Rp 3,5 juta bagi akuntan publiknya untuk keterlambatan menyampaikan laporan penting (Huanakala dan Shinneke, 2003).

Pada Tahun 1983 Giant Store membeli perusahaan Rosenblum dengan pertukaran saham. Nilai saham ditentukan berdasarkan laporan keuangan Giant Store yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik. Pemilik Rosenblum menuntut auditor dengan dasar kelalaian untuk menemukan penipuan, yang menyebabkan saham diterima dengan harga yang sebenarnya lebih rendah. Pembelaan auditor adalah bahwa penuntut tidak mempunyai hubungan. Kasus diselesaikan oleh Pengadilan Tinggi New Jersey dengan keuntungan pada pihak penuntut. Dalam putusannya itu, pengadilan menyatakan bahwa auditor mempunyai tugas bagi semua orang yang seharusnya sudah dapat diketahui sebagai pemakai laporan keuangan, karena mereka menggantungkan laporan keuangan tersebut untuk tujuan bisnis mereka. (Loebbecke dan Arens, 1999,h.795).

Dalam kasus ESM Government Securiites vs Alexander Grart & Co (1986), manajemen mengatakan kepada partner KAP yang mengaudit ESM bahwa laporan keuangan tahun lalu yang telah diaudit mengandung kesalahan yang material. Daripada mengikuti standar yang berlaku partner setuju untuk tidak mengungkapkannya dalam tahun berjalan. Tetapi situasi memburuk, dan bahkan, menimbulkan keruguan lebih dari Rp 600 milyar. Partner disalahkan karena tindakan kriminal yang melindungi penipuan dan harus menjalani hukuman penjara selama 12 tahun.

Berdasarkan contoh-contoh kasus di atas yang merupakan realitas praktik yang pernah terjadi di lapangan terbukti bahwa setiap auditor yang melakukan pelanggaran dapat dituntut secara hukum sebagai bentuk pertanggung jawaban atas audit yang dilakukannya.

Kantor Akuntan Publik biasanya menggunakan satu atau kombinasi dari empat pembelaan berikut bila terdapat tuntutan hukum oleh klien yaitu:

Tidak ada kewajiban (Lack of duty)Tidak ada kewajiban untuk melakukan jasa berarti kantor akuntan publik mengklaim bahwa tidak ada kontrak yang tersirat atau yang dinyatakan. Misalnya KAP mengklaim bahwa kekeliruan itu tidak dapat diungkapkan karena kantornya hanya melakukan jasa penelaahan, bukan audit yaitu dengan penggunaan surat penugasan yang menunjukkan tidak adanya kewajiban untuk melaksanakan tugas.

Tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan pekerjaan (Nonnegligent performance)Untuk pelaksanaan kerja yang tidak mengandung kelalaian di dalam suatu audit, KAP mengklaim bahwa auditnya itu dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.

Page 9: Audit

Seandainya terdapat kesalahan, salah saji yang disengaja atau salah pernyataan yang tidak ditemukan, auditor tidak bertanggung jawab jika auditnya dilakukan secara benar.

Kelalaian kontribusi (Contributory negligence)Pembelaan terhadap kelalaian kontribusi yang dilakukan oleh klien mengandung arti bahwa KAP menjamin jika klien telah melaksanakan kewajiban tertentu , tidak akan terjadi kerugian

Ketiadaan hubungan timbal balik (Absence of causal connection)Agar sukses dalam tuntutan terhadap auditor, klien harus mampu menunjukkan terdapat hubungan timbal balik yang dekat antara pelanggaran auditor terhadap standar kesungguhan dengan kerugian yang dialami klien.