aub makalah ainun naimah

22
3 BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini banyak perempuan menghadapi berbagai masalah mengenai haid. Gangguan haid inin mempunyai manifestasi klinis yang bermacam-macam tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang perempuan. Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang terjadi pada perempuan, dan mengenai sekitar 10-30% perempuan pada usia reproduktif. Keluhan perdarahan uterus abnormal juga merupakan 1/3 dari seluruh kunjungan pasien ke poliklinik ginekologi, serta merupakan salah satu kegawat daruratan dalam bidang ginekologi. Pola keluhan perdarahan uterus abnormal meliputi menoragia, hipomenorea, metroragia, polimenorea, menometroragia, oligomenorea dan perdarahan paska koitus. Sedangkan klasifikasi perdarahan uterus abnormal menurut FIGO dibagi menjadi PALM-COEIN, yaitu Polyp, Adenomyosis, Leimyoma, Malignancy- Hyperplasia, Coagulopathy, Evulatory dysfunction, Endometrial, Iatrogenic and Not yet classified. Namun, jika saat diperiksa tidak ditemukan kelainan struktural, dapat dikatakan bahwa perdarahan tersebut perdarahan uterus disfungsional. Pengetahuan mengenai perdarahan uterus abnormal, mulai dari definisi dan etiologi hingga tatalaksana menjadi penting karena jumlah kasus yang tidak sedikit serta komplikasi yang dapat terjadi jika perdarahan yang terjadi dibiarkan terus menerus.

Upload: azzahracika

Post on 19-Nov-2015

145 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • 3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Dewasa ini banyak perempuan menghadapi berbagai masalah mengenai haid.

    Gangguan haid inin mempunyai manifestasi klinis yang bermacam-macam

    tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang perempuan. Perdarahan

    uterus abnormal merupakan perdarahan yang terjadi pada perempuan, dan mengenai

    sekitar 10-30% perempuan pada usia reproduktif. Keluhan perdarahan uterus

    abnormal juga merupakan 1/3 dari seluruh kunjungan pasien ke poliklinik ginekologi,

    serta merupakan salah satu kegawat daruratan dalam bidang ginekologi.

    Pola keluhan perdarahan uterus abnormal meliputi menoragia, hipomenorea,

    metroragia, polimenorea, menometroragia, oligomenorea dan perdarahan paska

    koitus. Sedangkan klasifikasi perdarahan uterus abnormal menurut FIGO dibagi

    menjadi PALM-COEIN, yaitu Polyp, Adenomyosis, Leimyoma, Malignancy-

    Hyperplasia, Coagulopathy, Evulatory dysfunction, Endometrial, Iatrogenic and Not

    yet classified. Namun, jika saat diperiksa tidak ditemukan kelainan struktural, dapat

    dikatakan bahwa perdarahan tersebut perdarahan uterus disfungsional.

    Pengetahuan mengenai perdarahan uterus abnormal, mulai dari definisi dan

    etiologi hingga tatalaksana menjadi penting karena jumlah kasus yang tidak sedikit

    serta komplikasi yang dapat terjadi jika perdarahan yang terjadi dibiarkan terus

    menerus.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi

    abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain, seperti kehamilan, penyakit sistemik

    atau kanker.

    2.2 Epidemiologi

    Perdarahan uterus abnormal menyerang 10-30% perempuan pada usia reproduksi

    dan meningkat hingga 50% pada perempuan usia perimenopous.

    2.3 Etiologi dan Klasifikasi

    Pola perdarahan uterus abnormal meliputi menoragia, hipomenorea, metroragia,

    polimenorea, menometroragia, oligomenorea dan perdarahan paska koitus.

    Menoragia (Hipermenorea) merupakan perdarahan yang terjadi pada saat

    menstruasi dengan durasi (lamanya haid) yang panjang atau jumlah darah yang keluar

    melebihi normal (80 cc).Penyebab menoragia antara lain adalah mioma submucosa,

    komplikasi kehamilan, adenomiosis, AKDR, hyperplasia endometrium, dan

    keganasan.

    Hipomenorea (Kriptomenorea) merupakan perdarahan haid yang lebih pendek

    dan atau lebih kurang dari biasa. Gejala yang timbul ketika seseorang mengalami

    hipomenorea terkadang hanya berupa perdarahan bercak (Spotting). Penyebab

    seseorang mengalami hipomenorea Antara lain stenosis hymen atau servik, sinekia

    uterus (Ashermans syndrome).

    Metroragia atau perdarahan diantara kedua siklus haid merupakan perdarahan

    pada waktu kapanpun diantara kedua siklus haid seseorang. Penyebab metroragia

    antara lain polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma servik, penyebab

    lain yaitu paparan estrogen eksogen.

    Polimenorea diartikan sebagai siklus haid yang lebih pendek (

  • 5

    gangguan hormonal menjadi salah satu penyebab polimenorea. Gangguan hormonal

    ini menyebabkan pendeknya masa luteal sehingga waktu menstruasi menjadi lebih

    cepat.

    Menometroragia merupakan perdarahan yang ireguler, jumlah dan durasinya

    bervariasi. Kondisi saat seseorang mengalami metroragia dapat berkembang

    menjadimenometroragia. Kejadiaan mendadak seseorang mengalami menometroragia

    dapat dicurigai suatu keadaan tumor ganas atau komplikasi kehamilan.

    Oligomenorea merupakan periode menstruasi yang terjadi lebih panjang (>35

    hari), sehingga seseorang akan mengalami hadi lebih jarang. Jika seseorang telah

    tidak haid lebih dari 6 bulan, maka seseorang tersebut dapat dikatakan mengalami

    amenorea. Perdarahan pada pola oligomenorea terjadi pada siklus anovulasi, yang

    penyebabnya biasanya adalah gangguan endokrin (kehamilan, HPG Axis,

    menopause) atau penyakit sistemik. Gangguan endokrin yang terjadi pada keganasan

    dapat menyebabkan oligomenore karena terjadi suatu proses estrogen secreting

    tumor.

    Perdarahan paska koitus dapat menjadi tanda dari kanker servik hingga penyebab

    lain dapat dibuktikan. Penyebab lain Antara lain eversi servik, polip servik, servisitis,

    vaginitis dan vaginitis atropi.

    International Federation of Obstetric and Gynecology (FIGO) telah membuat

    klasifikasi PALM-COEIN untuk mengekompokan etiologi dari Perdarahan uterus

    abnormal ini.

    PALM merupakan klasifikasi pada penyebab struktural, sedangkan COEIN

    merupakan klasifikasi penyebab non struktural.

    Menurut data dari sebuah penelitian yag dilakukan oleh Qureshi Fu dkk di

    sebuah populasi, ditemukan hasil distribusi etiologi dari perdarahan uterus abnormal

    sebagai berikut:

    Polip (AUB-P)

    Penyebab perdarahanuterus abnormal yang pertama adalah polip, baik berupa

    polip endometrial ataupun endoservikal. Proliferasi epitel pada endoservvik ataupun

  • 6

    endometrium terdiri atas komponen vaskular, kelenjar (glandular), fibromuskular dan

    jaringan ikat. Komponen-komponen ini yang nantinya akan berkembang menjadi

    polip. Lesi polip biasanya jinak, namun ada sebagian kecil lesi atipikal yang dapat

    berkembang menjadi ganas.

    Diagnostik polip endometrium dapat menggunakan histeroskopi. Lokasi polip

    endometrium dapat berasal dari adenoma (adenofibroma), mioma submukosum,

    ataupun plasenta.

    Adenomiosis (AUB-A)

    Adenomiosis merupakan pertumbuhan jaringan endometrium pada myometrium

    uteri. Hal ini harus dibedakan dengan endometriosis, karena endometriosis

    merupakan tumbuhnya jaringan endometrium diluar dari uterus. Perkiraan jumlah

    penderita adenomiosis berkisar antara 5-70%. Lesi adenomiosis berupa pembesaran

    uterus yang bersifat difus, dengan dinding posterior lebih tebal, namun ukurannya

    tidak lebih besar dari uterus pada hamil 12 minggu. Kelainan adenomiosis sering

    dijumpai bersamaan dengan mioma uteri.

    Secara histopatologis, akan tampak pulau-pulau jaringan endometrium ditengah-

    tengah otot uterus, dapat ditemukan juga kista-kista kecil berisis darah tua di

    tengahnya. Terkadang hyperplasia kistik dapat dijumpai, bahkan berupa lesi atipikal,

    namun jarang berubah menjadi ganas.

    Keluhan pasien dengan adenomiosis berupa perdarahan uterus abnormal dengan

    jumlah darah haid yang banyak setiap harinya (menoragia), dismenorea, dan

    pembesaran uterus, namun terkadang dyspareunia dapat dijumpai.

    Leimioma(AUB-L)

    Kelainan yang terletak pada uterus, dapat berupa submucosa, intra mural ataupun

    subserosa. Kelainan fibromuscular ini berupa lesi jinak yang angka kejadianya

    berkisar Antara 70-80%. Leimioma atau mioma terbagi atas 3 klasifikasi, yaitu

    mioma submukosum, intramural dan subserosum.

  • 7

    1. Mioma submukosum : berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam

    rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,

    kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan dipanggil myomgeburt.

    2. Mioma intramural : mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut

    miometrium

    3. Mioma subserosum : apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga

    menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum

    dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum

    atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut

    wandering/parasitic fibroid.

    Gejala ataupun manifestasi klinis pada pasien dengan mioma uteri antara lain:

    1. Perdarahan abnormal

    Penyebab perdarahan antara lain :

    - Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai

    adenokarsinoma endometrium

    - Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa

  • 8

    - Atrofi endometrium diatas mioma submukosum

    - Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang

    mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit

    pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

    Disebabkan permukaan endometrium yang menjadi lebih luas akibat

    pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding endometrium yang terkais

    ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan abnormal. Walau

    menstruasi berat sering terjadi tetapi siklus nya masih tetap.

    Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan perdarahan

    abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Pada suatu

    penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa

    perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan

    abnormal secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%)

    dan mioma submukosa (21% banding 1%) dibanding dengan wanita

    penderita mioma uteri yang asimtomatik.

    2. Nyeri

    Nyeri bukan suatu gejala yang khas pada mioma uteri, namun nyeri ini dapat

    timbul akibat gangguna sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai

    nekrosis setempat dan inflamasi.

    3. Gejala tanda penekanan

    Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat

    menybabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan

    hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmus.

    Keganasan (Malignancy-HyperplasiaI, AUB-M)

    Hiperplasia endometrium adalah suatu kondisi dimana lapisan endometrium

    tumbuh secara berlebihan. Hiperplasia endometrium merupakan lesi prakanker pada

    organ endometrium. Kejadian hiperplasia endometrium lebih sering pada perempuan

    perimenopouse akibat ketidakseimbangan hormone estrogen yang meningkat dan

  • 9

    tidak diimbangi dengan sedikitnya kadar progesterone dalam darah yang menyuplai

    organ, khususnya endometrium.

    Pasien dengan hiperplasia endometrium dapat memiliki keluhan perdarahan

    uterus abnormal, baik berupa perdarahan dengan jumlah banyak (menoragia) ataupun

    metroragia.

    Koagulopati (Coagulopathy, AUB-C)

    Kelainan sistemik harus selalu dipikirkan dan disingkirkan untuk mengevalluasi

    pasien dengan perdarahan uterus abnormal. Kelainan hemostasis, khususnya penyakit

    gangguan pembekuan darah, sebagai contoh von willlbrand disease dapat

    mempengaruhi hemostasis local endometrium saat siklus menstruasi, sehingga dapat

    terjadi perdarahan pervaginam.

    Gangguan ovulasi (Ovulatory dysfunction AUB-O)

    Gangguan ovulasi dapat menjadi perdarahan uterus abnormal yang memiliki

    berbagai variasi, dapat berupa perdarahan yang tak terduga waktunya ataupun

    menoragia. Banyak kasus dengan gangguan ovulasi ini telah dieksklusikan berbagai

    macam etiologi, kebanyakan adalah endokrinopati (Sindrom Polikistik Ovarium,

    hipotiroid, hiperprolaktinemia, obesitas). Penyakit ini juga sering dihubungkan

    dengan penyakit metabolic lainnya seerti obesitas penyakit gula dan darah tinggi.

    Endometrial (Primary, AUB-E)

    Ketika terjadi perdarahan yang siklik, yang biasanya pada siklus ovulasi serta

    tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan besar merupakan kelainan local pada

    endometrium. Apabila keluhan pasien adalah heavy menstrual bleeding (menoragia)

    maka gangguan hemostasis local endometrium dapat menjadi salah satu

    penyebabnya. Namun penyebab lain yang dapat terjadi seperti infeksi Chlamydia

    trachomatis yang menyebabkan inflamasi local padaendometrium (endometritis)

    Iatrogenik (AUB-I)

    Konsumsi obat-obatan dapat menjadi penyebab perdarahan uterus abnormal,

    seperti obat-obatan antikoagulan, anti platelet serta pil KB yang mengandung

  • 10

    estrogen. Penyebab iatrogenic ini juga harus cepat dipikirkan jika terdapat pasien

    dengan perdarahan uterus abnormal.

    Belum terklasifikasikan (Not yet Classified)

    Penyebab lain yang masih belum bisa diklasifikasikan seperti enometritis dan

    penyebab lainnya.

    2.4 Patofisiologi

    Pada dasarnya endometrium pada uterus terdiri dari 2 lapisan, yaitu stratum basalis

    dan stratum fungsionalis. Ketika terjadi haid atau menstruasi, maka stratum

    fungsionalis lah yang akan meluruh dan menghasilkan darah haid.

    Untuk perdarahan uterus abnormal, patofisiologi perdarahan tersebut terbagi

    atas 3 macam, yaitu :

    Siklus ovulasi

    Biasanya terjadi akibat gangguan hemostasis pada endometrium. Haid yang

    terjadi pada pasien dengan perdarahan pada siklus ovulasi memiliki ciri khas haid

  • 11

    teratur dan banyak (21-35 hari siklus), terutama pada 3 hari pertama siklus.

    Perdarahan biasanya terjadi > 7 hari atau jumlah darah yang keluar banyak.

    Pasien dengan perdarahan pada siklus ovulasi biasanya dapat dipikirkan sebab-

    sebab gangguan hemostasis, hipotiroid, gangguan fungsi hati tingkat lanjut (sirosis),

    gangguan struktural (polip, fibroid)

    Siklus anovulasi

    Haid yang terjadi pada siklus anovulasi biasanya tidak teratur dan siklus menjadi

    memanjang. Pasien dengan perdarahan siklus anovulasi terjadi akibat

    ketidakseimbangan estrogen-progesteron, dimana kadar estrogen yang tinggi

    (dominan), sedangkan progesterone yang rendah, sehingga terjadi proliferasi

    endometrium yang berlebihan, namun terjadi hipoperfusi jaringan endometrium yang

    akhirnya menyebabkan nekrosis dan terjadi perdarahan. 14% pasien dengan

    perdarahan siklus anovulasi akan berkembang menjadi kanker atau hiperplasia.

    Penyebab tersering perdarahan uterus abnormal dengan siklus anovulasi adalah

    penyakit sistemik (DM), eating disorder, hiper atau hipotiroid, hiperprolaktinemia,

    perimenopause, Sindrom Polikistik ovarium, serta efek obat (Anti epilepsy dan anti

    psikosis), namun kehamilan tetap harus dipikirkan.

    Kontrasepsi

    Perdarahan yang terjadi biasanya berupa perdarahan bercak (Spotting).

    Kontrasepsi yang sering menyebabkan perdarahan adalah Pil Kontrasepsi Kombinasi

    (PKK) dan AKDR. PKK mengandung estrogen dan progestin. Estrogen dalam PKK

    meyebabkan penurunan integritas endometrium, sedangkan progestin memiliki efek

    atrofi pada endometrium.

    AKDRdapat menyebabkan perdarahan karena endometritis yang disebabkan

    oleh AKDR tersebut.

    Namun, secara lebih jelas patofisiologi dari berbagai macam penyebab

    perdarahan uterus abnormal memiliki berbagai macam cara. Ketidakseimbangan

    hormone estrogen dan progetseron dipercayai sangat berperan dan berpengaruh

    terhadap terjadinya kejadian perdarahan jenis ini.

  • 12

    2.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

    Pada dasarnya, diagnosis semua penyakit ditegakkan berdasarkan hasil

    anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, begitu pula pada pasien

    dengan keluhan perdarahan uterus abnormal.

    Anamnesis yang baik dapat mengarahkan kita kepada diagnosis pada pasein

    dengan keluhan perdarahan uterus abnormal, baik menoragia, metroragia,

    oligomenorea dan keluhan lainnya. Pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan, selain

    uuntuk memeriksa status ginekologi pasien, juga harus diperiksa status genralis

    pasien tersebut, guna menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyebab penyakit

    sistemik sebagai kausatif perdarahan yang dialami oleh pasien dengan perdarahan

    uterus abnormal.

    Setelahdilakukananamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,

    seperti darah perifer lengkap perlu diperiksakan, untuk melihat seberapa besar

    pengaruh perdarahan tersebut terhadap perfusi jaringan dengan parameter

    hemoglobin, dan trombosit sebagai parameter untuk melihat adakah gangguan

    koagulasi pada pasien dengan perdarahan. Pemeriksaan fungsi hemostasis dan fungsi

    organ lain, terutama hati perlu diperiksakan sebagai penapisan penyakit sistemik dan

    organ lainnya.

    Ultrasonografi merupakan pemeriksaan awal yang dapat dilakukan, dengan

    pemeriksaan USG transvaginal khususnya, kita dapat melihat organ sekitar saluran

    reproduksi. Histeroskopi memiliki keunggulan lebih dibanding dengan USG, karena

    dapat melihat langsung area uterus, dan organ reproduksi perempuan tersebut, serta

    saat dilakukan histeroskopi dapat dilakukan pengambilan sampel jaringan untuk

    dikirim kebagian patologi anatomi untuk melihat lebih lanjut mengenai kelainan

    organik. saline infusion sistohysterography dapat dipertimbangkan sebagai modalitas

    lainnya.

    Berikut merupakan bagan alur diagnosis dan rencana tatalaksana pada pasien

    dengan perdarahan uterus abnormal.

    2.6 Tatalaksana

  • 13

    Jika pasien datang dengan keluhan akut, maka harus segera diatasi dengan

    menghentikan perdarahan. Tatalaksana emergensi pada pasien dengan perdarahan

    uterus abnormal adalah mengatasi perdarahan dan atasi syok jika pasien dating

    dengan keadaan syok. Hidrasi cairan sangat dibutuhkan agar keadaan pasien tidak

    jatuh kedalam keadaan yang lebih buruk lagi. Anemia yang biasanya terjadi pada

    pasien dengan perdarahan dapat diatasi dengan pemberian transfusi jika memang

    kadar hemoglobinnya rendah. Jenis transfusi yang diberikan adalah packed red cell,

    sebagai pengganti sel darah merah yang terbuang.

    Pemberian obat anti fibrinolitik masih direkomendasikan sebagai modalitas

    terapi pada pasien dengan keluhan perdarahan uterus abnormal. Dosis yang dapat

    diberikan adalah 650mg (2 tablet) 3 kali perhari, 5 hari dalam 1 bulan. Pemberian

    kontrasepsi hormonal perlu diberikan jika tidak terdapat kontraindikasi untuk

    mengatasi keadaan imbalance hormonal yang terjadi pada pasien. DMPA,

    Levonogestrel, dan pil kontrasepsi kombinasi dapat diberikan sebagai tatalaksana

    pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal. Antiinflamasi non steroid diberikan

    sebagai pengobatan simtomatis untuk mengatasi nyeri yang terjadi pada pasien serta

    dapat menghambat pembentukan enzim siklooksigenasi yang memiliki produk akhir

    prostaglandin. Jika pembentukan prostaglandin ini dihambat, maka kadar

    prostaglandin terutama yang berada pada endometrium akan berkurang sehingga

    menyebabkan perdarahan berkurang. Pilihan obat yang dapat diberikan adalah

    ibuprofen (600-1200 mg perhari) 5 hari dalam 1 bulan, asam mefenamat 3 kali 500

    mg perhari, namun perlu dipertimbangkan risiko untuk terjadinya gangguan

    gastrointestinal.

    Selain terapi konservatif diatas, langkah terapi operatif bisa dilakukan jika

    terdapat indikasi, seperti hiperplasia, mioma, polip atau keganasan. Terapi operatif

    yang bisa dilakukan seperti reseksi jaringan dengan Dilatase Kuretase, ataupun

    histerektomi, baik subtotal, total ataupun radikal.

  • 14

    2.7 Gambaran histopatologis hiperplasia endometrium

    Hiperplasia endometrium adalah proliferasi nonfisiologis, noninvasif

    endometrium dengan gambaran kelenjar yang tidak beraturan dengan ukuran yang

    berbeda-beda. Kelainan ini adalah akibat estrogen yang terus menerus yang ditandai

    secara klinis dengan perdarahan uterus abnormal. Secara tidak sengaja dapat

    ditemukan saat biopsi, misal pada evaluasi kasus infertilitas atau pada wanita yang

    mendapat terapi hormon pengganti.

    Hiperplasia sering terjadi pada wanita perimenopause yang sering mengalami

    siklus anovulatorik dan juga pada wanita postmenopause dengan kadar estrogen

    endogen yang tinggi atau akibat pemberian estrogen eksogen. Hiperplasia dapat

    terjadi pada belasan tahun dan pada usia reproduksi dimana terjadi siklus

    anovulatorik. Sebagai contoh pada penderita sindrom Stein Leventhal (ovarium

    polikistik) yang mengalami siklus anovulatorik yang kronis, hiperplasia endometrium

    dapat terjadi.

    Terdapat 2 bentuk hiperplasia endometrium, yaitu :

    - Atipik, yang berhubungan erat dengan terjadinya adenokarsinoma atau sering

    disebut sebagai lesi prekursor keganasan

    - Non-atipik, yang dapat sembuh sendiri dan kecil kemungkinan untuk menjadi

    ganas.

    Jenis hiperplasia endometrium bermacam-macam, hal ini mempengaruhi

    pengelolaannya. Untuk menyamakan istilah mengenai hiperplasia WHO dan

    International Society og Gynecologic Patthologist memperkenalkan klasifikasi yang

    mencakup keseluruhan.

    Klasifikasi Hiperplasia Endometrium (WHO)

    Hiperplasia non-atipik

    Hiperplasia atipik

    - Simpleks

    - Kompleks

    - Simpleks

    - Kompleks

  • 15

    a. Hiperplasia Non atipik

    Hiperplasia simpleks

    Gambaran yang tampak adalah banyaknya kelenjar yang mengalami proliferasi

    dan dilatasi dengan tepi yang tidak teratur dan mulai tampak hilangnya stroma.

    Gambaran khas pad hiperplasia simpleks ini adalah adanya venula yang berdilatasi

    pada stroma.

    Hiperplasia kompleks

    Gambaran yang terlihat adalah kelenjar-kelenjar yang padat, terdapat penonjolan

    dan perlekukan dan kadang-kadang kelenjar saling berdekatan dan menempel

    karena padatnya.

    b. Hiperplasia atipik

    Hiperplasia atipik dapat berbentuk simpleks maupun kompleks, secara umum

    hiperplasia atipik berbentuk kompleks dengan kelenjar yang padat sekali. Bentuk

    dan ukuran kelenjar sangat tidak beraturan berbentuk papiler atau bertumpuk,

    dengan sedikit inti fibrovaskular dalam lumen. Walaupun kompleks dan sangat

    padat, kelenjar pada hiperplasia endometrium atipik dikelilingi stroma dengan

    adanya gambaran kelenjar yang saling menempel, tiap kelenjar mempunyai

    membran basalis dengan tepi yang tipis. Hiperplasia atipik simpleks

    memperlihatkan gambaran kelenjar yang kurang padat dibandingkan dengan jenis

    kompleks.

  • 16

    BAB III

    ILUSTRASI KASUS

    3.1 Identitas pasien

    Nama : Ny. NA

    Usia : 45 tahun

    Tempat/Tgl lahir : 25 April 1969

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Alamat : Pesanggrahan Jakarta selatan

    3.2 Anamnesis

    Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20 November 2014

    Keluhan utama: haid lama dan banyak

    Riwayat penyakit sekarang :

    Pasien datang dengan keluhan haid lama dan banyak pada tanggal 1 Oktober-

    15 Oktober 2014. Darah yang keluar selama haid merupakan darah segar dengan

    jumlah yang banyak sehingga pasien harus mengganti pembalut hingga 8 sampai 10

    kali. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut (VAS 4). Nyeri saat berhubungan

    disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pada tanggal 20 Oktober 2014 pasien

    periksa ke dokter dandilakukan USG.Keluhan ini merupakan keluhan pertama yang

    dialami oleh pasien.

    Saat ini pasien mengaku sudah tidak ada perdarahan lagi. Nyeri perut juga

    disangkal.

    Riwayat menstruasi :

    Pasien menarche usia 14 tahun. Pasien mengatakan siklus menstruasi nya teratur

    (siklus 30 hari). Setiap menstruasi berlangsung selama 7 hari, ganti pembalut 3-4

    kali sehari. Pasien mengaku jarang mengeluhkan nyeri perut saat menstruasi.

    Riwayat pernikahan :

    Saat ini merupakan pernikahan pertama pasien. Pasien menikah usia 23 tahun.

  • 17

    Riwayat obstetri :

    Pasien sudah melahirkan 2 orang anak. Kedua anak lahir spontan, ditolong oleh

    bidan.

    Riwayat KB : IUD 10 tahun yang lalu, saat ini sudah tidak memakai KB.

    Riwayat penyakit dahulu :

    Pasien belum pernah mengeluhkan gejala ini sebelumnya. Riwayat hipertensi,

    diabetes melitus disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat alergi disangkal.

    Riwayat gangguan pembekuan darah disangkal.

    Riwayat penyakit keluarga :

    DM (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-), asma (-). Di keluarga tidak ada yang

    mengeluhkan gejala yang sama dengan pasien. Riwayat gangguan pembekuan darah

    disangkal.

    Riwayat sosial dan kebiasaan :

    Pasien hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Riwayat konsumsi alkohol dan rokok

    disangkal. Makan teratur sehari 3 kali.

    3.3 Pemeriksaan Fisik (dilakukan pada tanggal 20 November 2014)

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    Tanda vital : Tekanan darah : 100/80 mmHg

    Frek. Nadi : 90 kali/menit

    Frek. Napas : 20 kali/menit

    Suhu : 37C

    BB : 66 Kg

    Tb : 165 cm

    Status generalisata

    Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

    Mulut : Mukosa mulut lembab, faring hiperemis -/-, T1/T1, karies gigi (-)

    Telinga : Normotia, serumen -/-, nyeri tekan tragus -/-

  • 18

    Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), kelenjar tiroid normal

    Jantung

    Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

    Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

    Paru

    Inspeksi : Pergerakan dada simetris statis dinamis, retraksi otot bantu napas (-)

    Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+ , wheezing (-), ronki (-)

    Abdomen : Teraba massa diatas simfisis berukuran 2 jari, imobile, nyeri

    tekan (-)

    Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

    Status ginekologi

    Inspeksi : v/u tenang

    VT : CUT membesar AF sampai 2 jari atas simfisis, fixed, kedua parametrium lemas,

    tidak teraba massa di kedua adneksa

    RT : mukosa anus licin, ampula recti tidak kolaps.

    3.4 Pemeriksaan laboratorium (25/10/2014)

    Hasil Nilai Normal

    Hb 11.2 12.8-16.8

    Ht 33 33-45

    Leukosit 10.0 4.5-13.0

    Trombosit 475 150-440

    Eritrosit 4.08 3.80-520

    VER 69.6 80.0-100.0

    HER 21.8 26.0-34.0

    KHER 31.3 32.0-34.0

    RDW 18.3 11.5-14.5

    APTT 31.7 27.4-39.3

    Kontrol APTT 31.5 -

    PT 13.1 11.3-14.7

    INR 0.96 -

    SGOT 20 0-34

  • 19

    SGPT 15 0-40

    Asam urat darah 5.0

  • 20

    Mioma uteri intramural multipel

    Adenomiosis

    3.7 Tatalaksana

    - Rencana Diagnosis

    Observasi perdarahan dan

    tanda vital

    - Rencana tatalaksana

    DC

    Asam mefenamat 3x500 mg jika

    ada nyeri

    Follow up : (21/11/2014)

    S : keluhan (-), perdarahan sudah berhenti

    O : KU : Tampak sakit sedang

    Kes : CM

    Tanda vital : TD 100/80 mmHg, Frek.nadi 90x/menit, Frek.napas

    20x/menit, Suhu 36,6C

    Status generalis :

    Abdomen : teraba massa s/d 2 jari diatas simfisis, nyeri tekan (-),

    fixed.

    St. ginekologi : I : u/v tenang, perdarahan (-)

    A : AUB ec susp.hiperplasia endometrium, mioma uteri multiple,

    adenomiosis

    P : pro DC bertingkat

    Misoprostol (1 jam sebelum ke OK)

    Hasil pemeriksaan patologi anatomi (26/11/2014) :

    Makroskopik :

    I. Dengan tanda PA I : jarinan tidak teratur -/+1/10 cc, berlendir, kecoklatan,

    lunak, semua cetak : 1 cup 1 blok

  • 21

    II. Dengan tanda PA II : jaringan tidak teratur -/+ 2cc, coklat, lunak semua

    cetak : 1 cup 1 blok

    Mikroskopik :

    I + II : kedua sediaan jaringan kuretase dengan keterangan endometrium

    menunjukkan kepoing-keping jaringan endometrium degan kelenjar-kelenjar yang

    proliferasi, umunya berbentuk tubular tersusun berdekatan ataupun glands in glands,

    dilapisi selapis sampai beberapa lapis sel epitel kuboid, diantara stroma jaringan ikat

    padat.

    Tidak ditemukan tanda-tanda atipik.

    Tidak terlihat tanda ganas.

    Kesimpulan :

    Hiperplasia endometrium simpleks non atipia

  • 22

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.1 Diagnosis

    Seorang pasien perempuan 45 tahun datang dengan keluhan menstruasi yang

    lama dan banyak pada tanggal 1 Oktober-15 Oktober 2014. Darah yang keluar

    adalah darah segar, dan tiap harinya pasien harus mengganti pembalut 8-10 kali.

    Pemeriksaan fisis ditemukan CUT membesar sampai 2 jari atas simfisis.

    Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis diatas, diagnosis mengarah kepada

    perdarahan uterus abnormal. Normalnya seseorang menstruasi hanya sekitar 40-

    80 ml perhari atau sekitar 3-4 kali ganti pembalut setiap harinya. Selain itu pada

    USG juga ditemukan adanya penebalan miometrium 11 mm sehingga perdarahan

    uterus abnormal akibat hiperplasia endometrium dapat ditegakkan.

    Harus dipikirkan juga mengenai perdarahan uterus akibat kehamilan (abortus,

    kehamilan ektopik), sehingga dilakukan pemeriksaan kehamilan standar. Pasien

    pasien ini hasil pemeriksaan tes kehamilan standar (Rapid) yang

    mendapatkanhasil negatif, sehingga kecurigaan akan kehamilan dapat

    disingkirkan. Perdarahan uterus akibat koagulopati juga dapat disingkirkan

    karena pada anamnesis tidak ditemukan adanya riwayat gangguan pembekuan

    darah atau riwayat serupa di keluarga. Selain itu hasil dari pemeriksaan

    laboratorium fungsi hemostasis didapatkan normal.

    Penyebab iatrogenik juga dapat disingkirkan berdasarkan hasil anamnesis

    yang menyatakan bahwa pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan

    pengencer darah ataupun kontrasepsi.

    Selain mengeluhkan perdarahan haid yang memanjang, pasien juga

    mengeluhkan nyeri pada saat haid yang memanjang tersebut. Pemeriksaan fisis

    teraba benjolan simfisis berukuran 2 jari, fixed, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan

    USG FM juga ditemukan beberapa massa hipoekoik batas tegas di fundus dan

    korpus depan diameter 44mm, 14mm, dan 15mm, serta tampak 1 massa

    hiperekoik batas tegas di korpus belakang arus darah tersebar pada massa ukuran

  • 23

    30x32mm kemungkinan berasal dari adenomiosis. Dari penjelasan tersebut juga

    dapat ditegakkan diagnosis mioma uteri intramural.

    Pasien ini berusia 45 tahun yang artinya mempunyai faktor risiko mengalami

    perdarahan uterus abnormal yaitu usia perimenopause. Pada wanita

    perimenopause sering terjadi siklus anovulator sehingga terjadi penurunan

    prduksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen tidak diimbangi oleh

    progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen

    terhadap kelenjar tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan

    proliferasi berlebih dan terjadinya hiperplasia pada endometrium.

    Pada pasien kita lakukan anjurkan untuk dilakukan dilatasi dan kuretase.

    Dilatasi dan kuretase mempunyai tujuan untuk terapi dan diagnostik. Jadi, selain

    untuk mengurangi perdarahan akibat dugaan adanya hiperplasia, kuretase juga

    berfungsi untuk mengetahui apakah hiperplasia ini mempunyai sifat cenderung

    untuk menjadi keganasan atau tidak.

    Hasil pemeriksaan PA pasien menunjukkan hasil hiperplasia non atipia.

    Seperti yang sudah dijelaskan di tinjauan pustaka bahwa hiperplasia jenis ini

    dapat sembuh sendiri dan kecil kemungkinan untuk menjadi ganas.

  • 24

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia-POGI. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Disfungsional. 2007

    2. Decherney AH, Nathan L, Godwin TM et al. Complication of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding in Current Diagnosis and Treatments in

    Obstetrics and Gynecology

    3. Sarwono, J dkk. Buku ajar ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

    4. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM et al. Abnormal Uterine Bleeding in Williams Gynecology. USA: The McGraw-Hill Companies. 2008

    5. Munro MG, Critchley HOD, Broder MS, et al. FIGO Classification system (PALM-COEIN) for causes of Abnormal Uterine Bleeding in nongravid

    women of reproductive age. Int J of Gyn and Obs 113 (2011)

    6. Sweet MG, Dalton TAS, Weiss PM. Evaluation and Management of Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women. Am Fam Physician.

    2012

    7. Qureshi FU, Yusuf AW. Distribution of Causes of AUB using FIGO Classification system. JPMA. 2013

    8. Amran, rizani. Pemeriksaan histopatologi kuretase endometrium dan sikatan endometrium pada wanita usia lebih dari 40 tahun dengan perdarahn uterus

    abnormal. Departemen obstetri dan ginekologi FK UNSRI. 2013.