asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan …elib.stikesmuhgombong.ac.id/140/1/ika erwiana nim....
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI
PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komperehensif Jenjang Pendidikan
Diploma III Ahli Madya Keperawatan
Disusun Oleh :
Ika Erwiana
A01301765
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan Hasil Ujian Komprehensif dengan judur "Astilran Keperawatan
Pemenuhan Kebutuhan Motrilisasi pada Nn. M di Ruang Teratai RSUD Dr.
Soedirman Kebumen"
yang disusun oleh:
(Illllawtt Andri Nu『 oho,S KepっNs.,M.Kep)
:Ika EIwiana
薇■Ё■iヽ
telah Diterima dan Diserujui Pembimbing Ujian Akhr
Gombong pada:
oleh
.■一一一■一■r●〓
Pembimbing
¨■
ASUⅡAN KEPERAⅥ :ATAN PEⅣIENUHAN KEBI「 TUHAN Ⅳ10BILISASI
PADA NN._■ I DI RI ANG TERATAI RIIⅣ lAH SAKIT UⅣlUⅣI
DAERAH DRoSOEDI]□νlAN KEBUⅣIEN
Yang di persiapkan dan disusun cleh
Ika Erwiana
gi, S.Kep.Ns, M.Sc)
ξ
Susunan Dewan Penguji
拶
つん
iv
Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
KTI, Agustus 2016
Ika Erwiana1, Irmawan Andri Nugroho
2
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI
PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Latar belakang: Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang baik
parsial maupun total. Pada kondisi tersebut, terjadi perubahan jaringan sekitar
menjadi pergeseran fragmen tulang yang mengakibatkan gangguan fungsi pada
otot dan sendi sehingga muncul masalah hambatan mobilitas fisik. Salah satu
tindakan untuk mengatasi kondisi tersebut yaitu latihan ROM.
Tujuan: Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan
masalah pemenuhan kebutuhan mobilisasi pada klien dengan masalah hambatan
mobilitas fisik khususnya pada pasien Fraktur Femur dengan ORIF.
Asuhan Keperawatan: Saat pengkajian penulis mendapatkan data klien
mengatakan paha kiri terasa kaku, klien kesulitan dalam bergerak, tampak balutan
luka operasi 40 cm di paha kiri. Hasil pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas atas
kanan dan kiri 5, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 dan kiri 2. Masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal dan menyusun rencana keperawatan kaji kekuatan otot, latih
ROM, bantu pemenuhan ADL , edukasi keluarga tentang mobilisasi.
Implementasi dilakukan selama 3x24 jam dengan hasil evaluasi masalah
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal teratasi
sebagian.
Analisis Tindakan: Tindakan keperawatan yang direkomendasikan untuk
menangani hambatan mobilitas fisik adalah latihan ROM.
Kata Kunci: asuhan keperawatan, fraktur, latihan ROM
1. Mahasiswa DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong.
2. Dosen DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong.
v
Nursing Studies Program DIII
Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong
Nursing Care Report, August2016
Ika Erwiana¹, Irmawan Andri Nugroho²
ABSTRACT
THE NURSING OF FUILFELLING NEED FOR MOBILIZATION TO
Ms. M IN TERATAI WARD DR. SOEDIRMAN OF HOSPITAL
KEBUMEN
Background: Fracture is the breakdown of bone on tissue continuity either partial
or total. In these conditions, changes in the tissue surrounding the bone fragments
into the shift resulting in impaired function of the muscles and joint so that it
appears the bottleneck problem of physical mobility. One of the measures for
dealing with the condition that the exercise ROM.
Objective: To provide an overview of nursing care of fulfillment mobilization
problems in clients with physical mobility problems barriers, especially in patients
with post ORIF femur fractures.
Nursing Care: Current assessment say the authors obtain client data left thigh
cramp difficulty in moving the client, it appears the operation wound dressing 40
cm on the left thigh. The results of the examination of the upper limb muscle
strength of the right and left 5, right lower limb muscle strength left 5 and 2.
Problems of nursing physical mobility constraints associated with musculoskeletal
disorders and to plan nursing assess muscle strength, train ROM, ADL
compliance aids, educating families about mobilization. Implementation is done
for 3x24 hours with the results of the evaluation of physical mobility barriers
problems associated with musculoskeletal disorders partially resolved.
Analysis Actions: Actions of nursing recommended to overcome the barriers of
physical mobility is a ROM exercises.
Keyword: exercise ROM , mobility, nursing care
1. University Student Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science
Institute of Gombong
2. Lecturer Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Institute of
Gombong
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Mobilisasi pada Nn. M di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soedirman Kebumen”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya
kepada yang terhormat:
1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep., Ns selaku ketua STIKes Muhammadiyah
Gombong yang memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
2. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen yang
telah memberikan ijin tempat untuk melaksanakan ujian komprehensif.
3. Bapak Sawiji, S.Kep., Ns., M.Sc selaku ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
kesehatan di STIKes Muhammadiyah Gombong.
4. Kepala dan seluruh staf bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr.
Soedirman Kebumen, yang telah membimbing dan membantu dalam proses
ujian komprehensif.
5. Pasien dan keluarga Nn.M yang bersedia bekerja sama dengan senang hati
menjadi pasien kelolaan dan bahan Ujian Komperehensif untuk menyusun
Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak Bambang Utoyo, M.Kep selaku dosen penguji sidang Karya Tulis
Ilmiah yang telah memberikan masukan dan kritikan dalam menyelesaikan
penyempurnaan Karya Tulis Imiah.
vii
7. Ibu Ike Mardiati Agustin, M.Kep.Ns.Sp.J selaku dosen penguji sidang Karya
Tulis Ilmiah yang telah memberikan masukan saran dan kritikan agar
pembuatan Karya Tulis Ilmah lebih baik.
8. Bapak Irmawan Andri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan- masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi
terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di
STIKes Muhammadiyah Gombong.
10. Keluarga besarku tercinta, terutama Ibu, Bapak, Kakak, Teman Dekat, dan
Saudara yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta
motivasi untuk dapat menyelesaikan kuliah dengan baik.
11. Teman- teman seperjuangan dan sahabatku tercinta yang telah memberikan
semangat, bantuan tenaga, pikiran dan perhatian, sehingga saya dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
memberikan saran dan bantuannya, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa penyusunan dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karna
itu, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan
saya semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Gombong, 09 Agustus 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................ii
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..........................................iii
ABSTRACT ........................................................................................................iv
ABSTRAK ..........................................................................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Tujuan .................................................................................................5
C. Manfaat ...............................................................................................5
BAB II KONSEP DASAR
A. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi..............................7
1. Definisi ........................................................................................7
2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi .............................8
3. Tujuan Mobilisasi ........................................................................9
4. Macam-macam Mobilisasi ..........................................................9
B. Konsep Gangguan Mobilisasi: Hambatan Mobilitas Fisik pada Pasien
Post Operasi ORIF ..............................................................................10
1. Definisi ........................................................................................10
2. Tahap-Tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi ..................10
3. Fisiologi Penyembuhan Tulang ...................................................11
C. Manajemen Hambatan Mobilitas Fisik ..............................................12
1. Pengkajian Mobilisasi .................................................................12
2. Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien ....................13
3. Latihan Gerak ..............................................................................14
D. Managemen Hambatan Mobilitas Fisik: Rentang Gerak Sendi (ROM)
1. Definisi .........................................................................................16
2. Indikasi Latihan Rentang Gerak Sendi (ROM) ............................16
3. Manfaat ROM ...............................................................................17
4. Macam-Macam ROM ...................................................................17
5. Prinsip Latihan ROM ...................................................................18
6. Standar Operasional Prosedur ROM ............................................18
E. Keefektifan Terapi Gerak Sendi (ROM) Sebagai Intervensi Mengatasi
Hambatan Mobilitas Fisik ....................................................................20
ix
BAB III RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian ..........................................................................................23
B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan ..........................................26
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ...............................................27
BAB IV PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan .......................................................................34
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik .......................35
2. Hambatan mobilitas fisik ..............................................................37
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif ..................39
B. Proses Keperawatan .............................................................................40
C. Analisis Tindakan Latihan Gerak Sendi (ROM) pada Pasien Post ORIF
Fraktur Femur ......................................................................................51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................56
B. Saran ...................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Laporan Pendahuluan
Lampiran 2. Asuhan Keperawatan
Lampiran 3. Jurnal Keperawatan Indonesia 1
Lampiran 4. Jurnal Keperawatan Indonesia 2
Lampiran 5. Jurnal Keperawatan Indonesia 3
Lampiran 6. Jurnal Keperawatan Luar Negeri
Lampiran 7. Lembar Konsul Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagian besar mahluk hidup di dunia ini membutuhkan gerak untuk
menunjang kelangsungan hidupnya. Terutama pada manusia, kebutuhan
mobilisasi atau pergerakan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat
penting dan selalu disarankan serta diinginkan oleh masing-masing individu.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas,
teratur, dan tanpa hambatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi berguna untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit terutama pada penyakit degeneratif ataupun untuk aktualisasi
(Mubarak dan Nurul, 2007). Mobilisasi juga diperlukan untuk mengatur
sirkulasi, membuat nafas dalam dan menstimulasi kembali fungsi saraf agar
bisa menggerakan kembali bagian yang mengalami kelemahan (Perry &
Potter, 2006).
Faktor yang sering mempengaruhi mobilisasi menurut Kozier (2010),
antara lain proses penyakit, trauma, kebudayaan, tingkat energi, usia, dan
status perkembangan. Faktor penghambat mobilisasi paling mendominasi
ialah karena trauma, bisa trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma
ringan. Trauma langsung misalnya, benturan pada tulang, biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dan langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur
berjauhan, seperti terpleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan
yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau
underlying deases atau fraktur patologis (Sjamsuhidayat dan Wim de Jong,
2010).
Yang paling umum terjadi trauma karena kecelakaan lalu lintas. Kejadian
tersebut didukung oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mencatat di
2
tahun 2011 terdapat lebih dari 7 juta orang mengalami masalah fraktur
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan
sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur
yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Pada 45.987 peristiwa terjatuh,
terjadi fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalulintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%). Sedangkan pada
14.127 kasus trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak
236 orang (1,7%). Di Sulawesi Utara khususnya di Irina A BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado jumlah pasien fraktur pada bulan Januari sampai
bulan Mei 2011 sebanyak 97 orang.
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total
maupun parsial akibat ruda paksa (Perry & Potter, 2006). Fraktur ada dua
macam, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup yaitu
fraktur yang tidak ditemukan adanya kerusakan jaringan kulit luar. Sedangkan
fraktur terbuka adalah fraktur yang mengalami kerusakan jaringan luar dan
tulang di dalamnya (Perry & Potter, 2006). Fraktur saat ini merupakan
penyakit muskulosekeletal yang telah banyak dijumpai di pusat-pusat
pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan, WHO (World Health
Organization) telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi “Dekade
Tulang dan Persendian”.
Fraktur ektremitas bawah memiliki insiden yang cukup tinggi terutama
batang femur 1/3 tengah, insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada
10.000 jiwa penduduk setiap tahun (Kozier, 2010). Terdapat kasus di ruang
Orthopaedi rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari data 10
besar fraktur, fraktur femur menempati urutan teratas dengan rata-rata 13
kasus perbulan pada tahun 2005. Sedangkan pada bulan Juni 2006 terdapat 14
kasus fraktur femur dari jumlah 65 kasus fraktur yang dirawat (21,53%).
Mereka berasal dari wilayah sekitar Banyumas dengan tingkat ekonomi dan
tingkat pendidikan yang berbeda (Lukman, 2009).
3
Diantara pasien fraktur terdapat 300 ribu orang menderita kecatatan yang
bersifat menetap sebesar 1% sedangkan 30% mengalami kecacatan yang
bersifat sementara (WHO, 2008). Penanganan fraktur dibagi melalui dua
metode, yaitu metode konservatif dan metode operatif. Pada penanganan
denga metode konservatif diantaranya dengan pemasangan gips dan traksi.
Penanganan dengan metode operatif yang paling sering dilakukan yaitu
dengan cara membuka jaringan setempat yang mengalami perpatahan dengan
disertai penggunaan internal fiksasi (Muttaqin, 2008).
Berdasarkan data medical record dari RSUD Gambiran Kediri
menunjukkan total pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah tahun
2010 sebanyak 323 pasien, khusus dari Ruang Bedah 267 pasien dan pasien
yang menjalani ORIF 209 pasien (78,28%). Sedangkan dari hasil studi
pendahuluan di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kediri pada bulan Juli 2011
sampai dengan bulan September 2011 ada 36 pasien fraktur ekstremitas
bawah yang menjalani ORIF.
Pada pasien post ORIF sering terjadi komplikasi diantaranya, mengalami
nyeri, bengkak, kesemutan, penurunan kekuatan otot, kontraktur (Werner,
2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 18
Oktober 2012 sampai dengan 27 Oktober 2012 di Ruang Rawat Inap Trauma
Centre, dari 20 orang pasien dengan fraktur femur terpasang fiksasi interna
didapatkan 16 orang klien mengalami gangguan fleksibilitas sendi lutut
dengan fleksi kurang dari 70º. Sedangkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di Rumah Sakit Ortopedi di Ruang Parang Seling 99% pasien
mengalami penurunan kekuatan otot. Komplikasi tersebut terjadi dikarenakan
pasien tidak mau atau kurang melakukan mobilisasi ditambah peranan perawat
yang masih kurang.
Menurut Studi Pendahuluan di Rumah Sakit Gambiran Kediri, perawat di
Ruang Bedah hanya sekedar menganjurkan pasien untuk melakukan
mobilisasi dengan menggerak-gerakan anggota badan yang di operasi. Akan
tetapi karena ketidaktahuan pasien akan pentingnya mobilisasi, pasien justru
takut melakukan mobilisasi sehingga berdampak pada banyaknya keluhan
4
yang muncul. Kebanyakan pasien menganggap jika terlalu banyak gerak tidak
akan sembuh, sehingga peredaran darah tidak lancar dan akhirnya berdampak
pada proses penyembuhan luka (vaskularisasi, inflamasi, proliferasi, dan
granulasi) menjadi tidak dapat berlangsung maksimal (Perry & Potter, 2006).
Melihat fenomena tersebut, perawat memiliki peranan penting yang sangat
dibutuhkan oleh pasien-pasien fraktur salah satunya pasien pasca ORIF dalam
program rehabilitasi mobilisasi untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih parah. Burnwell, telah melakukan penelitian pada 127 orang pasien
fraktur femur yang di tatalaksana dengan ORIF dan di lakukan rehabiltasi
berupa terapi mobilisasi dini. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian
tersebut adalah bahwa risiko kekakuan sendi semakin kurang apabila pasien
melakukan mobilisasi dini pasca ORIF (Muttaqin, 2008).
Untuk mengatasi permasalahan diatas, upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah komplikasi pasca ORIF yang lebih berat diperlukan intervensi
mobilisasi dini berupa latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak (ROM)
adalah pergerakan maksimal yang mungkin bisa dilakukan oleh sendi tersebut
(Kozier dkk, 2010). Latihan rentang gerak bisa dilakukan oleh pasien itu
sendiri (gerak aktif) atau gerak dengan dibantu oleh perawat (gerak pasif).
Latihan rentang gerak, baik pasif maupun aktif sedikitnya 2 kali sehari dapat
meningkatkan kekuatan otot (Craven & Hiller, 2009).
Latihan dalam batas terapeutik diantaranya latihan aktif meliputi menarik
pegangan di atas tempat tidur, miring kanan dan kiri, fleksi dan ekstensi kaki.
Pada latihan rentang gerak aktif perawat berperan sebagai motivator dan
membimbing pasien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi yang normal. Untuk latihan rentang gerak
pasif dilakukan dengan bantuan perawat pada setiap gerakan-gerakan karena
biasanya diberikan pada pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak secara mandiri, pasien
tirah baring total. Sendi yang digerakkan pada rentang gerak pasif adalah
persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan pasien tidak
5
mampu melakukannya secara mandiri, misalnya perawat mengangkat dan
menggerakan kaki pasien dengan rotasi tertentu (Muttaqin, 2008).
Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan pengelolaan
kasus fraktur femur dengan menerapkan intervensi terapeutik latihan rentang
gerak (ROM) aktif dan pasif sebagai bentuk aplikasi keperawatan yang
kemudian dituangkan pada sebuah karya tulis ilmiah berjudul “Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Pada Nn. M di Ruang Teratai
RS Dr. Soedirman Kebumen”.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ada dua macam, yaitu :
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran hasil asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
2. Tujuan khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian pada klien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan mobilisasi.
b. Memaparkan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
c. Memaparkan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
d. Memaparkan implementasi tindakan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi.
e. Memaparkan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
C. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan
Menambah ilmu dan wawasan bagi penulis dalam menerapkan
konsep- konsep asuhan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan pemenuhan mobilisasi.
6
2. Manfaat Aplikatif
a. Manfaat untuk rumah sakit
Agar dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi guna
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada klien dengan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi dengan intervensi latihan ROM di
RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
b. Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan dokumentasi agar
dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran berupa karya tulis
ilmiah.
c. Manfaat bagi pembaca
Sebagai salah satu media belajar dalam menyusun suatu karya
tulis ilmiah khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi.
d. Manfaat bagi penulis
Merupakan pengalaman berharga dari penulis dalam menerapkan
ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan khususnya asuhan
keperawatan terhadap klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
mobilisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bowden, V.R & Greenberg, C.S. 2008 . Pediatric Nursing Procedures. Second
Edition. Philadelphia: Lipincot William and Wilkins.
Craven dan Hiller. 2009. Fundamental of Nursing, Edisi 9. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Eldawati. 2011. Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi Terhadap
Kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas
Bawah Di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Program pasca sarjana
universitas Indonesia. Jakarta.
Ellis, JR & Bentz, PM.2007. Modules for Basic Nursing Skills.Philadephia:
Lipincot William and Wilkins.
Herdman, T Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan
Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014. Made Sumawarti & Nike Budhi
Subekti 2012. (alih bahasa).Jakarta: EGC.
Herdman, T Heather. 2015. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan
Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Kisner,Carolyn and Lynn Allen Coiby. 2007. Therapeutic Exercise Foundations
and Techniques, F. A. Davis Company, Philadelphia.
Kozier, B, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses &
Praktik (7th ed, 2nd
vol). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Lukman. 2009. Kecelakaan Penyebab Fraktur. Jurnal Epidimiologi Keperawatan:
Salemba Medika.
Mintarsih Sri dan Nabhani. 2015. Pengaruh Latihan Range of Motion Terhadap
Peningkatan Kemampuan Fungsi Ekstremitas Sendi Lutut pada Pasien Post
Operasi (Orif) Fraktur Femur. Seminar Nasional Hasil- Hasil Penelitian dan
Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu 26
September 2015.
Mubarak, Wahit Iqbal & Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik, Penerjemah Eka Anisa Mardella,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Parmar, S, MPT et al (Sancheti institute for orthopedics and rehabilitation, Pune,
Maharashtra, India). 2011. The effect of isolytic contraction and passive
manual stretching on pain and knee range of motion after hip surgery: A
prospective, double-blinded, randomized study. Hong Kong physiotherapy
Journal (2011) 29, 25-30.
Potter, P. A, & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, & Praktik.Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Purwanti, R dan Purwaningsih, W. 2013. Pengaruh Latihan Range of Motion
(ROM) Aktif terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Post Operasi Fraktur
Humerus di RSUD Dr.Moewardi. GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013.
Rismalia, Rizka. 2010. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Pasien Pasca
Operasi Appendectomy tentang Mobilisasi Dini di RSUP Fatmawati. Di
akses dari http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/skripsi%20lengkap.pdf
pada tanggal 04 Juli 2016 pukul 13.47 WIB.
Reni, P. G dan Armayanti. 2014. Pemberian Latihan Rentang Gerak terhadap
Fleksibilitas Sendi Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang
Fiksasi Interna di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Ners Jurnal Keperawatan
Volume 10 No 1, Oktober 2014: 176-196.
Tamsuri. 2007. Konsep dan Pentalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R, & Jong, W. D. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart(8th, 3rd Vol.) . Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah D.E. 2008. Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal: Seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Werner, D. 2009. Disabled village children a guide for community health
workers, and families. California: The Hesperian Foundation.
WHO. 2008 . Essential Surgical Care: Injuries of the lower extremity,
www.who.int/entity/substance_abuse/wha-57_11.pdf. Diunduh tanggal 02
Juni 2016.
Widuri, Hesti. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Edisi 9. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR
Di Susun Oleh:
Ika Erwiana
A01301765
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMDADYAH
GOMBONG
2016
2
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR
A. Pengertian
1. Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh
tulang/bahkan tulang rawan (Musliha, 2010).
2. Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah)
dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha (Helmi, 2012).
3. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal
fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu
intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. ((FKUI dalam
Jitowiyono, 2010 : 15).
Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang mengenai
daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat
dari kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor,
infeksi, pada pendertia penyakit paget) yang mengakibatkan kerusakan
jaringan tulang paha dan biasanya dilakukan tindakan pembedahan berupa
ORIF.
B. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalamklasifikasi penyebab, klasifikasi jenis,
klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012).
1. Klasifikasi Penyebab
a. Fraktur traumatik
3
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi fraktur.
b. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya.
Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang
paling sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer
maupun metastasis.
c. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
2. Klasifikasi Jenis Fraktur
Menurut Helmi (2012) fraktur dapat dibedakan menjadi beberapa
klasifikasi:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
- Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
- Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
4
- Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
- Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
- Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
5
f. Berdasarkan posisi frakur, sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
C. Anatomi Fisiologi tulang Femur
Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, tetapi juga
merupakan bagian untuk susunan sendi dan disamping itu pada tulang melekat
origo dan insertio dari otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga mempunyai fungsi sebagai tempat mengatur dan menyimpan kalsium,
fosfat, magnesium dan garam. Bagian ruang di tengah tulang-tulang tertentu
memiliki jaringan hemopoietik yang berfungsi untuk memproduksi sel darah
merah, sel darah putih, trombosit (Helmi, 2012). Secara anatomis, bagian
proksimal dari tungkai bawah antara girdel pelvis dan lutut adalah paha,
bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah tungkai (Paulsen,2013).
1. Femur
Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat dan
terberat dari semua tulang pada rangka tubuh.
a. Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk
beartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala
mengalami depresi dan fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen
6
yang menyanggah kepala tulang agar tetap di tempatnya dan membawa
pembuluh darah ke kepala tersebut.
b. Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk
dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125˚ dari
bagian leher femur. Dengan demikian, batang tulang paha dapat
bergerak bebas tanpa terhalang pelvis saat paha bergerak.
c. Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari 125˚)
karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
d. Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal,
yang terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada
permukaan anterior dan krista intertrokanter di permukaan posterior
tulang membatasi bagian leher dan bagian batang.
e. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol. Trokanter
besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk
menggerakan persendian panggul.
f. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja.
Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk perlekatan beberapa otot.
g. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan kondilus
lateral.
1) Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar dengan
fosa interkondiler yang terletak di antara keduanya. Area triangular
di atas fosa interkondiler disebut permukaan popliteal.
2) Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral berada di
atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus yang terdapat di
antara kedua kondilus adalah permukaan patellar. Yang berbentuk
konkaf untuk menerima patella (tempurung lutut).
2. Komponen Jaringan Tulang
a. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan).
b. Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit),
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
7
c. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70%
dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan
ketegaran tinggi pada tulang.
d. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.
3. Fisiologi Sel-sel Tulang
a. Osteoblas
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi.
b. Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi.
D. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan. (Sjamsdjuhidayat, 2006)
8
E. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin, 2014 fraktur dapat ditandai dengan adanya:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6. Peningkatan temperatur lokal
7. Pergerakan abnormal
8. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
9. Kehilangan fungsi
F. PATOFISIOLOGI
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma atau
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka
9
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Corwin, 2009: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan
rusaknya serabut otot dan jaringan otot. Pada reduksi terbuka fiksasi interna
(ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun
pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi (Price, 2010: 1192).
10
G. PATHWAY
Sumber: Corwin, 2009
H. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran
fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur
fraktur yang kompleks.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
11
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
d. Pemeriksaan lain-lain
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
4. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
5. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
6. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
7. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
8. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
I. KOMPLIKASI
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
12
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur (syamsdjuhidayat,2009) adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gipsyang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh.
13
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
- Traksi kulit (skin traction)
- Traksi skeletal
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang.
1) Fiksasi Interna
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )
Menurut (Helmi, 2012) terdapat 5 metode fiksasi internal yang
digunakan, antara lain:
- Sekrup kompresi antar fragmen
- Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
- Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar
- Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan
tibia
- Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal
dan distal femur
Indikasi ORIF :
14
- Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur
avulse dan fraktur dislokasi.
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur
antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur
2) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction
Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini
memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur
atau remuk
Indikasi OREF :
- Fraktur terbuka derajatI II
- Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
- Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
- Fraktur Kominutif
- Fraktur Pelvis
K. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. IdentitasKlien
Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.
b. Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
15
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
e. Riwayat penyakit dahulu
Di dalam anggota gerak tidak/ada yang pernah mengalami penyakit
fraktur/penyakit menular.
2. Pola-pola fungsional
a. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan akibat adanya
luka operasi sehingga perlu dibantu baik perawat maupun klien.
b. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat px mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri luka post op.
c. P ola persepsi dan konsep diri
Setelah px mengalami post op pasien akan mengalami angguan konsep
diri karena perubahan cara berjalan akibat kecelakan.
d. Pola sensori dan kognitif
Biasanya pasien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya
kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke
dalam jaringan.
e. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pasien pada post operasi akan mengalami gangguan/
perubahan dalam menjalankan ibadahnya.
f. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
16
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
g. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
h. Pola Tidur dan Istirahat.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur .
i. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
j. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
k. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
17
3. Pemeriksaan fisik
a. Pada pasien post op terdapat adanya perubahan yang menonjol pada
sistem integumen seperti warna kulit, tekstur kasar ada / tidak, terjadi
rembesan darah pada luka post op ada / tidak.
b. Sistem Ektremitas dan Neurologis
Pada pasien fraktur, post op ekstremitas kaki tidak bisa digerakkan
dengan bebas dan terdapat adanya jahitan apa tidak.
c. Sistem Respirasi
Biasanya pada pasien post op fraktur ada / tidak perubahan yang
menonjol seperti bentuk data ada / tidaknya sesak nafas, suara
tambahan, pernafasan cuping hidung.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,
prosedur bedah,immobilisasi
c. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée luka fraktur femur
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
.
C. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri b.d
kerusakan
neuromuscular,
gerakan
fragmen
tulang, edema,
TUJUAN:
Dalam waktu Nyeri
berkurang dan
terkontrol
1. Kaji ulang tingkat skala nyeri
2. Jelaskan sebab- sebab
timbulnya nyeri
3. Anjurkan klien untuk
melakukan tenik relaksasi dan
distraksi
18
cedera jaringan
lunak,
pemasangan
traksi,
stress/ansietas.
KRITERIA HASIL
a. Nyeri berkurang
(skala nyeri : 0)
b. Klien tidak
menyeringai/
Klien tampak
tenang.
c. Nyeri berkurang
atau hilang,
4. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat anti
biotik.
1. untuk mengetahui /
menentukan tingkat
keparahan.
2. menambahn
pengetahuan individu
terhadap penyakitnya.
3. mengantisipasi lebih
awal bila timbul nyeri.
4. membantu untuk
membatasi nyeri dan
antibiotik untuk
mencegah dan
mengatasi infeksi.
2 Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan nyeri,
pembengkakan,
prosedur
bedah,
immobilisasi
TUJUAN
Klien mampu
meningkatkan /
mempertahankan
mobilitas pada
tingkat yang paling
tinggi.
KRITERIA HASIL
a. memprtahankan
posisi
fungsional,
b. meningkatnya
1. Pertahankan pelaksanaan
aktivitas rekreasi
terapeutik (radio, koran,
kunjungan
teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.
2. Bantu latihan rentang
gerak pasif aktif pada
ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai
keadaan klien.
3. Berikan papan penyangga
kaki, gulungan
trokanter/tangan sesuai
19
kekuatan /
fungsi yang
sakit dan
c. menunjukkan
teknis yang
memampukan
melakukan
aktivitas.
indikasi.
4. Bantu dan dorong
perawatan diri
(kebersihan/eliminasi)
sesuai keadaan klien.
5. Ubah posisi secara
periodik sesuai keadaan
klien.
6. Dorong/pertahankan
asupan cairan 2000-3000
ml/hari.
7. Berikan diet tinggi kalori
tinggi protein.
8. Kolaborasi pelaksanaan
fisioterapi sesuai indikasi.
9. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
program imobilisasi.
10. Meningkatkan sirkulasi
darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus
otot, mempertahakan
gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi
kalsium karena
imobilisasi.
11. Mempertahankan posis
fungsional ekstremitas.
12. Meningkatkan
20
kemandirian klien dalam
perawatan diri sesuai
kondisi keterbatasan klien.
13. Menurunkan insiden
komplikasi kulit dan
pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
14. Mempertahankan hidrasi
adekuat, mencegah
komplikasi urinarius dan
konstipasi.
15. Kalori dan protein yang
cukup diperlukan untuk
proses penyembuhan dan
mem-pertahankan fungsi
fisiologis tubuh.
2 Resiko infeksi
berhubungan
dengan luka
fraktur femur,
terputusnya
kontinuitas
jaringan akibat
prosedur
pembedahan.
TUJUAN
3X24 jam resiko
infeksi berkurang,
bebas drainase
purulen atau eritema
dan demam.
KRITERIA HASIL
a. Luka bersih
b. Tidak ada pus
atau nanah
1. Lakukan perawatan luka
dengan teknik aseptic
2. Inspeksi luka,perhatikan
karakteristik drainase.
3. Awasi tanda-tanda vital.
4. Kalaborasi Pemberian
antibiotik.
5. Analisa hasil pemeriksaan
laboratorium (Hitung
darah lengkap, LED,
Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang)
6. teknik aseptic dapat
mengurangi bakteri
21
c. Luka kering pathogen oada daerah
luka.
1. untuk mengobservasi
keadaan luka,
sehinggga dapat
menentukan tindakan
selanjutnya.
2. tanda-tanda vital untuk
mengetahui keadaan
umum klien
3. antibiotic dapat
membunuh bakteri
yang dapat
menyebabkan infeksi.
4. Leukositosis biasanya
terjadi pada proses
infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat
terjadi pada
osteomielitis. Kultur
untuk mengidentifikasi
organisme penyebab
infeksi.
4 Gangguan
integritas kulit
berhubungan
dengan fraktur
terbuka,
pemasangan
traksi (pen,
TUJUAN
a. ketidak
nyamanan klien
hilang
b. Mencapai
penyembuhan
1. Kaji kulit dan identifikasi
pada tahap perkembangan
luka.
2. Kaji lokasi, ukuran,
warna, bau, serta jumlah
dan tipe cairan luka
3. Pantau peningkatan suhu
22
kawat, sekrup)
luka pada waktu
yang sesuai.
KRITERIA HASIL
a. tidak ada tanda-
tanda infeksi
seperti pus.
b. luka bersih tidak
lembab dan
tidak kotor,
c. Tanda-tanda
vital dalam batas
normal atau
dapat
ditoleransi.
d. mencapai
penyembuhan
luka sesuai
waktu
tubuh.
4. Berikan perawatan luka
dengan tehnik aseptik.
Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan
plester kertas.
5. Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
6. Pertahankan tempat tidur
yang nyaman dan aman
(kering, bersih, alat tenun
kencang, bantalan bawah
siku, tumit).
7. Masase kulit terutama
daerah penonjolan tulang
dan area distal bebat/gips.
8. Lindungi kulit dan gips
pada daerah perianal.
9. Observasi keadaan kulit,
penekanan gips/bebat
terhadap kulit, insersi
pen/traksi.
10. mengetahui sejauh mana
perkembangan luka
mempermudah dalam
melakukan tindakan yang
tepat.
11. mengidentifikasi tingkat
keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
23
12. suhu tubuh yang
meningkat dapat
diidentifikasikan sebagai
adanya proses peradangan.
13. tehnik aseptik membantu
mempercepat
penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya
infeksi.
14. antibiotik berguna untuk
mematikan
mikroorganisme pathogen
pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
15. Menurunkan risiko
kerusakan/abrasi kulit
yang lebih luas.
16. Meningkatkan sirkulasi
perifer dan meningkatkan
kelemasan kulit dan otot
terhadap tekanan yang
relatif konstan pada
imobilisasi.
DAFTAR PUSTAKA
24
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Monica Ester, Penerjemah
Jakarta: EGC
Helmi, Zairin Noor.2012.Buku Ajar Gangguan Musculoskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Musliha.2010.Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Paulsen, F dan Waschake J, 2013.sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Anatomi
Umum dan Sistem MuskuloSkeletal.
Price & Wilson, (2010). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyaki.Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta.
Smeltzer dan Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II.
Edisi 8. Agung Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat R., (2009). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta
■
■
AsuHAtr ktPrgft,untas PA?A No. M pfp6AN 6Arr66uAN
qr6T€M [,tusFuLost/€lErAt, ' P%I DP\F +RAF'ruR {€Mut? t{to
ワl RuA゛C τQA筆 t RじMl熱 5AktTじ MυMつ托轡` 単
Ppor 0R 9o€0\R MA u K€l?uMrN
臥 SoNn ,teh i
tlKAじ Rヽ噸:AN A
ハOt欲メ10ら
?f%nAu S{uDr Dltt K€P€RAmtAtr s€toLftt{ TtP66t
\LVru K€S€ttAtflN MU.tt 6WV*prU *F 6owrBcu6
aolら
/
ASυ ttAN
cAp60υ A゛
?emUinnbrno A\rMern' L
LtM6sB ?tsoesnrtRtt\I€?€BFTDATAN' ?40 A tln . M Dt 1164r.)
srsT€M MunurLog\re LtfiL' ?osr o(rf T€MuR
4{ ARt \re -O BUANG 'tEK6TAt Rs PS
t'4engetahu,
Pern\:rmbirrq
当
9t Sgah [ao?ada \e$qqil :
t
ジ′へ
7~~
Dal傘
Asじキlバ p Ft?ε ?ハいムTAN PA,ハ Nrl.Mつ c● 6AN
GAP66uAtv stg1EM Mvs(.u Lost,c€u€TAL , Posr oRrF +€MuR
S\\ulSlRA Dt PvAtLe T€R6{A( RUu,tAkt SA卜tて
しMυM ,Ac解ハ魚 PROf p?・ 500りteW K物 樅tP
laιらo8t w喝快鶴130 :≦帥lo)らo ltt9i aθ
`らKuSrra YetqkaJien ' Kuano fuatatJam Punglraj(an , ftrlcu \ t]. ca
A.∽Ook飢 13n
l la90ttt鉢 ?a`咤Q ッ βり.
レOtB
Nam∂ :NO Mりmur . eb hhunJsQis keiam{n , ??fsrrL&m
A`an3
Atamac ' f,dt336ee
funA,ditao. , g\,rp
Dx Medら OKtf {ralr.tur &m,}r Sinrstro .H+o
ド。
`M: 多la260
lanqaat mfl,iut a8Mo"t6 7υ
“
υ` lら・00ω 6ヽ
a ?qtanq6o(\g Jautab
Ulnur ,1^L2hunJp,rus l<etamin , laKi - rat i
fllarnat : $likersoWberSnarr : ηt明らtいrta pめ
‖ubv錫艘 : 年tatta惣 仇andυ Q多
i tst3R■
Rrway4l Yese6altr\
r. keluhan utarrek債9Q mooら ctυ ヽnucri ャαι族 |りLa 。19「陀9i
2.RIω α毯先七 Pcnり ALit ,tatだしo
Fasigx. Nn-M (a6 tar,un) &*+aog vv tco Rst,D Kebotnen p6d| +a$qqs\
■8Mは QOtも PUKUt t多 ‐00いつ fU」υKar よar lり叩萩h Sα攪腱 れ町1励敏 Mdiヒ
den0nn [g\uh0[ litjuri ?AdL\ peh{r \rrrt p09L lyewtaizar,. tatu'lint&s ,\,rAt i +rdctt &rVat dtqeruwv"$n , ;LrtrL benAfat. getAatrr drtnfruuao.
小Qttαttm やrtts 満 脇D い腕| 卜多υω℃ しいo■ ハ い。たLに9絆りλn9
■はMi・
PIn_
rじ αQら torα慣11 っに02■ 1800Sじ n多iaa\. s$g\41] Nn.U bq.Mda dr rv'Ifiq tsra'tot , [<(ten \BlrLsvnT dt
lerrcan&t ao un.Lut< dr laruran. 0Perast (citD) darumt oFtf Pr{.aot8
?ada taog0e\ ,0 wi a0l6 tltru\ l0.oo (,uig, se@[ah tl?grast drl8tukan
rorutge0. \)@ag Nasih ada byl\lv, *v\frr"q ?afta tJCtrA rg+,LV
LB\u Llien di tmcnnamn. u[tut< D?erasi DBtf Wdva ?r'da *an6qa\
Ao [4ei Bllb Puku( to.oo tut9 . thetuffr ofgrasr oBtF Wl.va k0en
$eMoprut fgfrirn cl4rxft DKA 9f ecosi oBtr 6n1.0 Pgrcnq'0 Putut O0-]o
s“t マOrtoLめ13Q ′仇潔 t i次 fつOat % M91 θOtら いドυt t7・ ∞
vasiun t1\90ff9[ef, fiugri wd6 luka o?erflri skata 1 , ftwt Ltrdnv,a
dgnUut , ftUerl httnna ttnh:t +8? Ua W|.nft. , (Wert bertarnban saat
7∂S9Q 積眈λ恥鰤 Prgeuttto ルte ″膊♭αレtn F′鹿 f′ ‖鉢武
RR avx/lygxlt , Su,hr zb,y'c t<lten hrRsih. *grgo.sancl lnpse Pc
e0 ,Wrn dr [0ngan lrfiruon , wlrhtilr\g \1"s$aLw urrn , daw 4amyav
材1帆8, Iυい 。π〔鶴i 洗 ?8ha濾 (: み[to明敗lpf 沈鰍Cn.″髯ぃPo“
Igmua l,e0,hutuhon fiLr.t0ifasrrujA di hantt; Ueluarsanga. FaEren
fllgnda?qt {unnpi 0bac PgM +b\Aqa\ ?b Mei aot"b t4 attv [nJeFsi
WtorO\ac 30 W , Ce1.lsia.en I 4rern , AAI f&rLlti o{inf bo YYtg .
a Rr,,uau&t 2enuafut ?ahulu
Palgh lanelの 餞atfr暉 s%aυ mゅり3 ケlaaК マern αh 次 raω at a、
`慾t `んαり m00鯛、徴nt 免世it りぬ0珍 S"0“: ダOι颯「
αng
klreft fY\e(\q0LtAW$. *tdrrl,t r^ernPvtutJa( rtw?"qe\ 0\Vrqt 0♭ at)
binamoa , F!.cual hakctnan vdcLtLg '
4 RfuuaUor penURtr.it lte\;Xrqa
隧 m mentta卜an 販人υ供19a l「出ヒ c政〕 りAng mο odef腱8
5EWrti Paqm. lQluarg a mengaLaKao ffiA\10 +0,;0 trtigp. ttwng'a|a'
煤)o.い eはo9o31 に仇唸れa pOnゝ aに l‐t uv"ご Aっah)洪 Q P8"´ ′∂ω
♭83h6ルυ).5 60oO② f〔]、3
liV“ 色99り 了ノ `
一 ― ― ― ―― ― ヽ
―
―
― 一―
― ^―
=
PErnunksaan 4ond'a - tanAa Vtt.61 'lp ^b/oq
trnlnrt{.s , Nladi bxfmwrt,
レ
6 Po{A Wnquesim
a Pola otisiopnaci
t0bBtum ,fihrt :
MA+, drhui :
I Pota flufiisr'S}bgLvrn te(Lti :
ta,il+. drkatt :
c. ?ota 0[rminasi
SAtWLvn SLtLt,+- :
saM dttra;i :
fυ Q4∫ 10031 vi↑ らヽヽ 13 社ea赫,On
k「on m。明鋭αヒan 臨沈anO M"郎 a
'441an aaム
a ほ『1 .
に信ol mtrt48taLan ダ淡沈飩 M ttλ∫a
R8釣Xれ机lt・
Sesev trB{as d,
[vsdh na{as ,
Lllon moua(3Lan ma軋3Q ttx schaば (18菫 ,∫ a90fっ ね00沈αQ mtQom h6鴨 3 blt3 SOLa♭ ts mattι n lん る91a∫ .
L慣 On w錦激a協 0′ 肌em呻じnり a alorの i maほnけぁり .
にtじm mm②激aIんan rに切レQ 3x/harr Pocsぼ habは,
MiQU帥 多-4 001び
眈F9Q Nl御′o砒αttαR らAじ lド /haば ,9AF a_3X/hari,
mtttri taれ ?a battanktiιn rYuり姓αに
“
r gら洗
“
ma∫υ位 “
♂肌Pai
兜慣額a暖)♭otυ は 税へら,ケ 0〔P"ιQZ 既 ∝er,oげ n
み dertth 陀 鶴けrt9an.
メ.的指 1に
"itasSO♭2(om`aLrt:賊30 mttat∂
“
anわ o「λttiり臨ξ πン4磁耐て やao,a
ban4υ 31
sa鵠 洗Lai : 晰on me貶)acIにυn semυa え眈lvft8, M89Ch alb師
晦toaroa.れL2Q "tυm mam″υ mir〔 00 1綬∝tOはC・
|.′ο13 1史 fa腹
∫Qbetom sαれ:毛 : 蹴帥 晦鴨飾光an'慮υ〔 6‐ 7腱m∫ehari)にしυβ
muっ創ぬ賎ゝn daはに1 小次υC n3明 .
saa 洗にぁi : 蹴on m3■Oaamn sOはn940r斃鴨じ■ に■ma Qりe口「
り‐ヵta ttr?8Latan
党い0しm 飢はt = tton慨り醸ばれn metら4ai漁 ャattatan sttt8?b『 J
一 ―一一―雨蔽
「
磁融薇~雨
Vba山い. ~~~~18社 洗ヒ鶴i : ヒ慣oQヽ 2的餡 鯰Q bQ『?amtan ao∞3o aib卿にυ 厖ぃだ増0
生士咀 幽 1ゝゞ __― ―‐T而面¬フ面丁面y函狂 ′x/ね∂
「
・,∫働山mm:mOn憾 鶴鈍aLan l
畝n bOr`娩山 Q 免彼は Mauけr
_%3七 小k電1__二
“
呼,1_均鈍 Mヽυtt RS StLatグol♭3鬱
蜘 t,粛 動 な ~~~
~~l「~
―
―
l
J
ゎね mo電893 恥"わ
ら。い
tgbel,om saut ' trhen merL0statuaq ^ufln
wemahai wkilan +ebil stbs
Udufr" drwn, dan JgbatitruUa teca.ra mandin'
sl″ ぬし舗: = はιn MOIto山 n 鮮卸も 4 堀hno Oで「“
a ttfr19rn,
liien fvlemAkat Sg[r'mot , Suhu Ze ,B"c .
la kornunr&asig9betum 9afuit ' tr,trzn rn0ngaaflkcrn bbsa ber[oq,nurr-ttr&si barg denqen
ln\narqanga t^no.u?un oranq [arn
saa+- dilai tc[ign fy\e{\&r{'rran. hMLah btasa .bert{0rnuni[rasi dencsuLoit. A nn lan ra. I
lυ Vole Ms&ahindar
|
betК 血l1 16rmf.―
一
―
―
一
一
一
d6〔 らaha嚇gebdunn Sahft. , trffe.n rngoq ALa"LA$. menruaka( B\a-s UAtLi f Pengarnan
kcPala saが わ9ャ 2鯵′∂η Mem`たλr 夕θえ′α― ρ・
SAaL d traji , klien meaqe,flLAn
YolA fetrreas;
二 ___丘些塑υ笙_SeLtt_: はien meL②胸 Lan Mttλ rり 祀にに触1,han98いソ19■9aton しυ′
56a+ d,tvali ' tl[rgn Wef\qatuwn }r'dO,fr ffi{JlekDt/;a/n tgw aEi
hanga herbariag Sr {emqat. fdurl・
"b Wirito3tSebgfum salcL , klien wvwq}Lawn. Verrb^dot, sesvai uv?scauBan
dw,gaq ( ho tat q wak{vgeaL di va)i , [.0(]en wgt\qa*alnn bet'r$,ft shelaL geJB rnasok
rn. pola. bela-tarSebeturyr Saq,rt' kfisn ry\wq&616n hOrrqo Set\(\q W山 ″
S3Lt~t ttX3h なυtett dθせn ♭t6粟ンぜりa
5a& di tr&ji , [,r.frun N'?,{\gcr"LeLprr. drrirLga fnoftqalarni ?atan.fut&rug dan h8ru s d. o?ewl Pasaaq Wl/ Law3t
7:43レ洸eも D
S9♭ 9時m S彼はt: tttOn ttOFD∩ {ゑにたn 与ほ? h8■ ♭厖鮨2り3 memP3m aon●3
S aat dt traji , lrhpn mervg*+aben it」bL ♭o聰ほ∂
tgrbarrirrq dt +em?a{' ↓画 .
, henue
整
‐
7 . Pemer(trsaan. f(sitr0,. Veo,doon umuffi ・ botヒ
Ves*daran. ' comPug YYiel*.[s E<a Me Va
-tIV , T0 c)C/Eg mntt{g, t'tad; Bo x /rnenrt,36 aor/rngift,
Suhu ?G,Aoc
bergotan / massa , trdd k
- PSru -PBru , lnspeksi = bpntuk s(rnetris , fidak 6cta- t8ruran Andi n9 dde?a\vaa' = Ulcal ltervr ttus Qmob6(9 , 4&au ada ngerr €etra n
bu ttg t Sorror
ムυ「Lυ tta"=箸れ 供aaぃ。りna雰 もM♭3いm`v豚 tヽυけD」an旬■9 : tnspotrst , i,fdfiu tonnpau totus ct:tdv
patpasi tctus ordcs Maba d, [ntgrcosta c dsnG?etuuri ' buogi Ye$att
1‐ ,1__=lttN101 _
@r{ru s,
I +Am?ak [Usi , tambu{ hr'tarnl----, ttitjah , tarn?at{ Lutrs Lecet d' barjran IVruhS , daht dao W?i
Lrrt t.ampak [uks Jahrt di t\,r\]p va$ @rban , lutra
twmatocn.
Mata , Pupit iSotror, lroru'unq-btua Unangryus, jtetera uniffiertkl.tldurrS, +rdff.fi ada Polip,trdatr €rvL?aL hffac asp*rg ttrdvnq,
ad"a Iu[ a Iecet
Mutul. , [yrlrkosa bifrr Fp]rirrg , l{da|, Ada ?grda.rahan, lrdaLt edeltoqn&it\s , Ttqi bers\h
I _ TB[in4a , Slln#ns , ddaa 3da Leei , +fd3t 1da pordarahan .
I tritjah , t6rn?at{ Lutrs Lecet d' barjran IVruhS , da,ht dao W?iLrrt t.ampak [uks Jahrt di t\,r\]p va$ @rban , lutra
- Abdorren : lns?e(rsi , Supe[ , *rdau ada Lesi , ttdat, ada perdawhan.
-----h-
Aust{uttati , bistng utus lt 6 /wni+?at?asi , +iddt) Ada tlgert *€hanPertwsi , bungi timP〔mi
{<uttt : tterinT, lurqor tru[tt bait6Bneta\ia , terp dwnq Lqloter , urtn baruarna Jeruh trckrtnfnganぢ
“"碇
mttas i
- AtAs , tet?asang lr4us di
α火災 腕te01oh卿
{anqarr t€nan , ke|.oytan hto+ ffdA"CL_-.r
_9スωah :lam13k lυ18 勿bt00 tl‐ギ諄iQ asi dc paha
t0fPaSaog setarug doaro dart tutrg operaei , l,tevvcf',an.
o4ot lefnah di ekstrernrtos Wwai [^r.eri 62; dan
r6. Pemertrrsan Pgnun jang
a. Hasit Ppmeritrsaan thocax A? tqnqqat aB/ae fig
―
VBlLvq**(t otv+- (q) dt ecl+rerrlitar U,afran b aw ah .
[,resan :'Potrno norrnat
- besqr cot ftoronal
―S880 n 2
'「
~ ~
11 Ie,meri[raan Hae it, ! aban tJitai EuJukSn
tle mo6lobin L II.| ② rdし 11・ 1-|う 5
P Leulr usit lt tq.t lo^ 3 lve 3・6´ tl・ D
liemattl lrrit Lちらr
l 。 多5´ 47
tQfO■t 4・ 1 lon 5 loL ら・80 -ワ・′0
魚)mめ ,it 皮66 Lo^ v lvL t60 ^ 4oo
|し16桜 L a4 4り
hr cb- 34
Mcac 33`/滅
し 32 -う 6
|
,Vtcυ L7a 千し Bs - too
Dlff COり 、■ |
tOginθ (:1 LO・ 00 l~■
ユ ニIlasofit υ・10 鶴 0-l
N眈
“
(it H Cθ・3o er。 う0-70ヨ
Lirnloctt し く る00ん
θ′ -40
恥 nθ 蟻 7 ・多0。
√ 。 zt'dfot Oarah 0
Masa ?enbrahar 3.o0 m2Qι t |… 3
Masa perm'Ptruan 4・ 00 阻3け
`
3″ 6
Krmia Rvtu-n
6り s t01 mの /夕し 70″ tユ 0
|
りroOm 2o'rl′
沈L 10-50
|kreetintn 0,4a Wq IdL D,{ O - O.flO
S60T It 4s り/し 。 ― フ,
s67T aら り/L 。 -3r
15A9も?ld Non Oeaはif non rpetr&t
Penerfir %
Petrn gri(<9a anLeukos{,t. te 出 しμ
ぬ tt90 3al
nDぃにしtt・ 多_6
∂|」 りはどおわしら
一 lt7 0
t'utrn Yada +ar04a\ B /oE / e.ote
∈亜壼} ご・ datth・多
、
1
ヽ
一
― l
Kont,4 eo. {emur to /oc /aote = D鮨しgOn {ernue post o? 1kesan :
―キra“or ιom?lete +reqefllftlil 0s few]or Sintstca t/c wLedte-t
denoan [n{ernat {iksasi I ?tate dan g ecltrr*/.,o .
- frac.eur Cowrq(ete os {ervruc s'tnlstra th dtstat oPosisi cukuP .
fon@en ry.rnw Poss oq ! 4o foslcotL- trao+vr CarnPl,ehe os .ferYbr st$s$a tl? tnedrat dqa $Wesi t p\et dan
I screvo
frac+ur Corw?lgte o5 {rernuc sintstra lb cli 9€a\ dao 4tqa5d t pta,t da$
6 sιre" . 。701鋼ヴ baiu
PrOケam ■ほぼ- ln4us Pu eo tPrn- tnja{rsi , }B lot tlb ,a0 lo7ltb , golo/tb ,qr for[to, t /o6/tg
・ Leto「olac 3 x30 nヽ9 hrrrut o0.oo ,eD-oo, \G'tro /BSsm
' kailtrdtn / * 90 r\\q Pukut 9f -oo , Po-vo / e, 1,, cwtctSw(\ a x t ar cw)o$g) . pvtrut o8.oo , ao.eo f tr Ja*
h- Program
- 0ftr ftrp (firwa; tratorr ヤ帆びn)
篠it
一一一
‖
―
||
耳 二
Pυ ttυ 〔(イ・00
tu{e Oprasi
- P , ngeri ber+anbah saat
t&ft Wqerar&n dan
?srubahan Pogisr
figeri bpfulurang saat rffq , ngen berden'rut, (cew.yr
1
p : Area tuka O?ef@ri
{ : hiLanq itubvl
4洗m性“
いθrm gむ
Jawrpatr baLvto* lvhn a?rya;
di ?aha lu'rt―TTプ : 40/多 3mmイ9,μ 8ox/
詢θnl(,たR ροx/“θれ```,
5υ hυ 36)∂ヒ
30 MeF ttOr`
- k[pr rneMftealon, ?aha [iriberasa f.t8ku
-5aet d,:geraVa
- klign mengarakan nuer( s
?aha ktri di qerrilnn- trkgn tneooa.tatrto $nrrua
dibamu dan Liien Hurn
mtぃ。9 Lan3。,vici
t6attttan "3ん ?αha ttri
一ktOn"uaR08κ atcaQ,99ば 山
・ 一”
6atqqyan
mus鶴
“
stet∝εl
⑩
- trh'en um?ar soeringis
tglt?o*. +(dur
- ttastt lo{e rcrfigen menunJu[,Dn
adArtga lraq{./.)r os {ernucsioi.stre l/g medial
- Trlr ' $q6/q9 mm{g, u Box/ooerrrf ,suhu 36,8t , Bp aox/rnentt
dャ欲ano?釧dt tratringa
- ktten men4*ln[rs"n. ns(h
d,pasanq se(arE katetec
- ktien ter?a,sanE \,Late4gr
_ЧtCm tg?a98M d鯰こn
m?att \uk.S batutanOperasc dr ptw tzrn'
- Hastt \ab, ArgVa [eutr-sie
14,r (zrt,-tt o to\/vL)亀m"し t。ぃat∝d att♭あ陀あa偽
tutta bat帆 6Q tt Claけ 洪an
Iei trici
$aEit rfruQen , kaUtu rCrnnPLeep +raqmenta t
い (?鰺υr SttttrO//3
denqan tn.esrut llLsastI Plate あ n3ら creω
TτV:つ`6ん
,ν セダ
,O Mθ t∂ otら
やυ師t tl・ 0。
Kesiuo h'(err,si
(け"必
amn)
'υ
ho 36,3を , |《
- WVvaia,n 0tD( :半
\<EppeRuirtaur
t. Nt,eci akw berhuuun+ari
a Harrrbatan rnobi\rtss 4tstK
dvogon dgqi ctdera .1isrr
berhrbungan dexuqan @r,qqDan
sには飲at
Ъ Rostゅ し}(elCSi 崚咆斉書λ aじ ∽αn _韓 ktof feS、`o 7喝
じ「 (av"(・
L. lNTr8urvs\ いな?c曖ハし。Aでハ
ュ t Bc「θしt
z . Sedoxq
4 : Stftの an
Sl■よ皮卜1認じ にOtUh3n
16し たゝAヽム
?AIP COPIPOじ
PAlp MApA(χM毛い↑
卜Obttυ
“
nヾ、廷ri ttmm
t ornPereh?JEtf
.0レS蜘
“
I口じt Ftm―
ろ.kontot tt‐■9睫υn98ヘu)ilM dsu0d mrflnsqa-
4. gosist[an tdkn
ぅ。lakυLan ?晦 rは3an
6 陽ば慣λn“1"・襖lot 洗90o3Q ttnfト
mo{armak foqi
Inatas daLaon)
1. zLrik3n PQnqereian
3む3」 m(∝m5i"a3
|,9tヒハてo9
M8r',n[u lYtefi6ootrot ngeri
よen錠颯校Kntt4
M?tepは 8マηしヽ9gi
t0 datarn b&as numnnAl
Mam6, nrenqen?ti nger,
nuen htrumnq(lrata 0
WdtQ A30 k9tυ arらa
へりo「 i ぃ12 1oJacti
ke{Catcu U ctn\anai^.
t<ctabcrAsr pur,beri Bn
analg∝ (← ぃcわ妙16`
3X3ο い9
S晦 taい 漁13● oQ ind8眈80
[o?ero N(Wn tgte{l\0a zx 4 Jam
ditrarapran rngda[eh. fluerr at<ut
Seninっ っ MQi
′otら ψυttυ t
il .oo N\ 0
a0lc Puttu t
11‐しo ωlら
Nnobitttas 4islt( daVx teratsr'' t \<aii (,rer,nannPuan
denlan tt■oは3 6ヽsit i Pasie['\ do La rn
願 2( frrolzrlcSaSi
3 thcnitorrn q r{V
ろ a,3rド卸 l鮪籠n
Lしぃ あね"
―ttOdL Aりしsn
a. berttran WrrqLl.ti
r\an nnc,[iua: i
W.tttcnq lfltth an
yrobitrlasi serawperuhq?
<otsbura 5;' JvfisiotPnaPi CatannrencAna nrcb r lrgAr;
Sesual '*gbrrtuhan
mθntor ω3c
♭Э鶴lhttn k00メ υ
N4'3h. trliE n
q Prtdh qn knn*d.entk aleP€(k
協磁υし鍛n ttυ甕油MluIe
6 ♭clttn“はOh
?ada f€tuurroa
“
臥 mし敗脚は 膨Ю
0"げ51
てυi3bo陽
|:9悦雙(1ぃ 多,s豪ゝ n9
IN9tレntOphtiur\ muoioauSt dotaq$.
3(護
“
lt6s lStk
-lp ialarn batas q:rrnal
Lぃ。n nna。1"Menυりυ‐
阻9♭ i(bttt・
5ko年 1
1 :眈strim
4: К皿らan
ラ:魚急a dcta曖毎鯰1
Sは,91ah di[3(ωkan なnd8帆an
に27erawttan SetaM3 3X θ4 j8m
di hara?ran ffiasatah [95iu-o
\trlectton Grwrptr. Dbgeruasi tsrdL\'tctnda t囀りi
lrpetrEi dapat lZrail-stwntpJtz hasit i
krsk €ot.r r(uuIN'ヽКAく0?
卜ton ♭Ob3s danキ ctttθ ぬn
M9[t ry uuan t*urnarn puan
fYlBnwph +ttnbut tn{prsi
tOじ
"Sit dOt00■bBtas \"rorrrrq\
n19nυ n3oに8ogtty
pert ia Ku h(
£:らじα毛 く:kt■ O αn
ant(brbLtt<
t?{,etsh d,[otrut an trndahan ,Exerc(se therd?g軋じ
"は
いat軋o SOtama 3x`“ 3o AぃAtt13tbn
CInara[ah ltaftlbatan
SしQiRっ 30`Vtti
tran vewat\Ly&r1.
9Cゝ8陰 |
ギ・ lM?眈 Mc゛
“
AWA■ A゛
lMPttNκドTASt
Aヽonの u3メ ,電erf 眈∈gn
M90ヽOnltOf てでυ
frl\Mobse(uaei non uerba
I,r,it'en
ilofas datann.
Mprnber(uan
$ \rLtuarga +grrtang
野` i
Cef.Lr(arcn t orarrrfnela\ur trttrfl ugn6
tt\?nOira.li LLetru^t Go
otot. \rtie n
し畷が 馳りヽ峨mpen血 υl毬 な n mottltFasIご
\,\[email protected] tnprrnts;
?雌 短いa吻ら ぃ9o
Tau ,/lRr.,t
knin ,3t> N,tei
θolら 11 00 b tr.l'en nneng€te[ren i\9ert
' 0g8ri pertarvrbah saat
becqeraU dan
q , l'tV€ri Cenut 'CewvL
p , di area Luta OpraSi
s t Sttθ :θ フ
{ : fi $prt hl ang *tmbv I
'/a nen ie
-ID c)G[sq rvrwrt(g , tu€d,'
8ox /rnente , Surhu vG,sz ,Re eoxlrnenie
つ0・ _k「On t∝ MPα餃 92tr狭
↓8い_p3に りのah,■9
Do . klien ttl"npatrm仇 セ疑λげnい働8
k■_J蝕単弊聾 L勢2堕h"anti ulan bangatt
nger( betflrurung'ffiebkt
drsontttr ebat nuen'
りoァ 1成眈レ∝=art ttOt
DD, SWtu(tGq Lc[ien sobaqen虚bantO ぃctυ 8
DS , lrtierr tfleng qlcill-*rr.Nrgnqerti o\an Sudahいたet6陥 Lttn Ogほ uLehvn tp-rrslnq li obi\is6,
sgttitt託´
`セ
dittrt.
17・ 301,い ,
llt
b9υぃ8b
りc):
t3・ り5
btむ02?
F\asa , zr Me( M00帆鶴:鴫 8■ f S, L"tien li\ft
的にら れ恥ヽ
“
‐Or。 f\\nsth htgraEa
0 6r alea opercLrr,
r,1,
I
(1
9€/ os mrvrllq , NaCr角 X/″91「1)Rk lc」 x
_ けhυ %,0■Do ' [rtr'en to
Do, dnacn ryherroukr daroh* 70 cc , Lu[to S-dat
ll nn
角‐30
r4.q0
bedengut - dengol, ftgeri
けし岡 オtM♭じ〔撫で 〔
肛"軋
っnゝ〔猫 ♭酬 m♭ah
Saat ♭0"りdh P"tSiCan H,netatru&ati WA.
Do, Lurruq.h tetr'en Vnasih
{arvrpatr l^rt\encthan [tryri
D01■つ ほ拳 /ο′″ん。中 m煮9,
Nati 33χ /mOntt,RRρo X押しedt, Sυにo 37,2を
" €enmakatr-h "
,D: L秩じn sυdah ma""mal。彼餃販 ぃ しαは
h.tr(nga ?wahan - \ahan
! : Letien wr-nga+akAns由い し社だ2ゅ |〔要Fhan
doあ眈セ惣ャiP啄"pl上塑壺里墜鑢墨■豊盟
POヌSi n/1r何η多友ερan
lek'n hgam an
Ds', tt-tgn menqq*61lic-Ll)SaMa* nUsri datt uA.lut
5“化おりいヒan oM
I"terLautrur t{v
lVug\,\beritarr. injdrstlretorotac 4a mQ-,
Ceq.trearcn LqradYl
[tgrrrber, frrro{fUaSi
υlttLi慢 t8tモ hanマ21£ ♭l肝~
M2nらは効i し9Mぃい
供L右υ ttさ
M ervr banl.vA0us ilien dan
Iatf harr lwirtngr UAnBn
M81街il kren RoM
M9n90ι
“「 ててυ
tvte Rft bgritr.on. ln (ekai
fSxon Lg.arn
Me nqobs
助 bcF
悦90
S仇「
17-oo
VW rOLcrs
toに
K3鴨 ,1 5υ n1 9otも 11瞑 Menouuur t.tu′ottOt ∝_00 ltt
107・ 1ら M en La5i 圏
α,.00 li wLqT
dalamMenquaJi
fnobrttsaS;
iv,Png*g.ft^rAn v.oqaSou
\ grArrn , Vy@vrslac
30029
lttQt供悦0じan
しυ税3
係らo「0に n
[etua
r.,rcbiltsasi d.t rumah
Menqu.ati
s L3ヽ8 3
TP te-o/lo mwrt\g , tsad,
0ox[m}nit , luhu 39, ?oc,
Re lg zs /rvrerr(t
0s , Ltie-6 nnengataVan nQPri
Skata 0 ?ddct luCta c? ,
ngeri hitang +(rrnt:ol ,
ngefl cenue - centX , rtgerc,
晩 代3膝bah s3(光 粛。o隧仇∂n
,M k゛(A92-ω:ktt‐en ttMPa um
L∝n いrnιttα sが n9針 :
MvO%tα「仇an bs , fLgeri b er\ofan9 scpt{
ber(a&h hBf as ctabtwst atυ S
fnogih drLoru+,u l.eluarqo
Lt{ten carO [aa-h an 洗"0
に啄 eい じtan
PoM diternPat iidqr tri urta; h'*ta rr g .
t Lu[o oyews; ,-tr@-G*s*eybau cktrt 'LOLor
etubedlrrtn- tnleLst
♭やoこ TL C9景百6×On
edukas,'
00: 歴)S 百 bertto
, ktcen hraryr6zt-r dgdul.I Send*i , aLctrurt3snga
Dc , Le [i-sn Wrasa lebrttいもctrnρ′n se峡レtah メ
`
らαQモ t 魔 tけ七
DU , teEtuQrcla r,o h am
Ds , kl,pp f-fteno)cCakcrn kak;
nrjecr Ji,*3 crqeral.tctn
c6.tO
υら‐く0
||′ 3o
D9:ktre n mcに3a F●
“
じ
tυALuAs、 降に (が
mPx\egkqL ddrtarY\ ekttuttct-,tQぃ ちαlaS n)rmat
EUALUASI C SOAP )9gnrn , a o
Mc「'Otら
Puttut 3c-oo
fnen? q+A\aa [ru)erc tuに Op SIガ〕ta 7
nUgri bgrtctrrLbcrh sac& di gerakUan
lprasa Cenut - c€nu4 : Ytggri hit3nq tirvrbut
型 摯 曇 L__里■ J71塑:DttF ttW「 Sf
- klip-n ge[sah drtn \^teoahan oUen
Tb qG /Sg rnmHq r Nect,' 8o x/ Mt€ ht{,5uhu ?6,Boc
はりいαtan い場師 ♭9ヽυは キ動 t・
I
Iいいにハ■OP
rmsngorwrc\ hgeri denga n
nOA,fdeq\1o \f,gtog;
VlP[afcftran nUeri berhronQ1D c{crt',r.r"rvr bcvtcvs t ro frnot
nr\en rLi figgr,'``981l bo威じ鰺れの SαはPα i
tqnlutkcrfl tntgtvBnti'_ nR8n3settn 御喚ri
Sen\n, eoMe( ao(G
s_kttn_ nヒ 臥瞭 なば に ダh
l.qtr.u drrn berat ufttuL dqeraLan- '*\.r gn fn Q-ncJ a€ottcrn d[e+tt, t€ccS h^-s h
01⌒ 腱は9n tampatt beめ aぼ Q9
― Aゆじs__Sc♭αのTctn at~battb
壁 「・ 1 . 、 、 `^ | ^A , Mc,r(n\nh h asrn\petqrr hl;'ptliuer bg1'"rn
lq ratal,INり lu″〔0?
師
鹿ぃe辟
一一 」一一一一一 .
Ⅶ僕既 o l oX てくo
鰺海:|ク
|
|
ノ1しに貶〕t
Sを 3ヽι
t nt a喩「
3 3
0
」笙_3
多 3 54 5 り
4 4 も
ユ 3 5
可 Skctb O
可ObprVasi Lu[ca oY
T
″左
お bar向一 一 一
S〔吃氏―´tnr
3
4
ら
C」
一
4
傘 Z S
;
|IntgruEnsi 1
Lien 13gih2n fncbi'ttsalk_U en [a riha n Web i'
- Darnp i actし m pQmlnohan
P,Laqutkan lrwrvet*'
P , L^nJ ut[un- h1arttan
Fυ L01 al′ oo
lgutrc:rt l<. r
A =L_'℃tscttcth いQSt" t
' F ahot htrr 14ハ3/ク ヽ
1 疑;lt珈 畿9mtaゞ
khen bgbas d3ri 13“ね 洪αnめこ△っ1つ
Nttnunii:tr,an an. rnencg0ah
tirngul tnie[ili
bぃ toじ贈:軋 百印"tas mfrT五
百
fvt0nUntutian [,Ecitapi, s€har
P; LrinJuttrrrn
- ln;eLt 6nLibi*tik
St\asa , ji l\iei
aclu ei"cc ―にい9o morlo就αじ夕絶 臨 g、セ鰈
`α
ttoげ 漁aT彎 いゎOン3m:i,sし献ag)βJ9″
`On∝
―鰍暖 れ「ほ喝 十im恥 |)
DJ9「 ♭9r伽卸♭
“
h疵滋1,″`グ的″″′ρノ彦θO"ん 夕疏 )
′ヒレco m9ooは商 n協渡暉 咸"♭
o閥 ご概 折
oO励mp.0:_ ♭αt馘on 争覆αた にtllいな
― pral住 "enQ″「 ′列財h i →θ“―
~Иtth (威ぃにしL 配セ)αい 絲0:吻、
, ,tnfi*culah. Jtgerr [\hA tt(eL+q* Jp
1綽 θ[に
^1じt
Ma堕_綺℃鶴pttptれ 墜璽 ぬngルnま'賊
tiじ 断聰 61Ata`1)a
NlQ[crpcfiian, IUeri ba'rriranct■0"lαm♭M徳 鑢mα i
t\iampu frrenrJgoalr: DSeri
A,Ugrr bgrLdrrant 募ふP′ι∫ ∫iレ |夕 θ
- fncpq'emLn nger,-"
一 一
一 一
一
|
|
|
1/
一 一 一
一
ttt
一
藝
一一| | | 1雨 5面高F 一爾
丁~¬ 3 多 り
II刊「
ろ 5
3 タ
く デ141斗
九|1野
L
一
一
4 5♪
多 ■ う
5 5 9′■ 5 g
つp 3 ラ
|
≦ttυ
卜toi
3i
801も
【= s; ^ ktteu Nlsp6ataka[ VaVl rvclah Vva dtgorott'
, kiien rYlewtJq,taban 0naM6; dvdAU spndri'
70Lul θθ'C10 - til,ren wwnAa*ob*n awL+% [^ba4rtn ttwh
dthantc
川
C . -tlLiefl tanpatr *#r fivLat flpd'eL dan
- Lfrt]han bemfn"
- ttxte*tr d.i l.apat
A ' wtatnh hart hrfiao rrw br trtai +ttik fCIrattx'
`し
み響 ンゎ `α酵 卸 施た″ 多ο′υ″ ″神 瀕几
′ Jじ
"87∂
の,
IN01kネ てOP 楠 3i党 73t
in, 札れむ
hhsn meoitlg(iat elalam Cfl,r,tivtta5* ち 4 グ
-Io dalam bfttr,f, rrlrrl ,l 4 ブ リ
tlion rnpnuQNtien VWctmps an 3 4 ♭
llebil滋 0,`
P, lafilv+trun {ntpruenii
_ latiヽ 6じ ぃ‐いはじ ?ettntttn 灼じ‐
l欠h OMht勧 '
免は a)ちt職 i
一u|:″ ばiじ口 御C電″ αttn riSIh ル o9`ιn凝 1直bn /
れ」
′ヽttιaし tも 資しりヽ |ソれ∂ θPctrαg
30・ 00 o:' lvVa Lanpate ier+ttvp ! 4o crrt
― 」レ虎8 チFメ菱& 健命'わ
ξ∫
1`惚里』ξれ2リェゎのク鷲包ハ11賀 `争^ぃ。iら F
ル L属協″レあ鮮
r弓
れI∴=喝蜜こ昴り:墓
|卜 りヽLA■OR 鮨 訊s参∂t
i゛ :ハしh
仇llen bθbょ 凌沖¬ぁてb GttЭ 18 10鷺ki つク ス 夢
ヽ"0"60ヽ
1し唸mamPlκ岬夕otいじ11∩館脇 多 ラ ぢ
dttmいい tOVじぶ( 叫輛〕 多 3 ぢ
卜19賦萌け麟 んぼtσ Lυ 陀 tじPJwいa ・ハ √ ら
P , Lc,o3,;Van ir(gruensi
- kani€lrrg6 lubaヽ edγηグ 髯 所 χQ望_Pa翻 燿 飾
___控豊量
(KIKT'
盤abり ,Iル ri エ s. - (rft0n w$qe+etan na"s'h nilw" d;area q,€rar,
詢iら い鋤1 S協183 鋤 “
財`錫
ク協れっ♭Or"賊no鰯 勝1爾協肺″
lη・けじ に`ら 12y「 村lα町 鋤 溌1ぅ れννぼ彬0じ←御飩
し におoO mθLcttab噺l ngor ♭o成υ釧1つ た鯵凋 ρπパ
洗が,卸
| , - trhufr *any+fu 18til1 AUarncn arL(L n-Ettsヽ賓Qph 脚91=鶴r ♭参「Lじ Fttη
lU ncffc Urv*lA :, fvact; pcx/men*, &e taxit
'り
hレ ろ∫,3を
t{lrbn tarnpaL rnompnrtrfeifian n&far daiasn
Aヽ 甑 舷 iα L 吻 鯖 abt 掏 祝;源 盤レッ`胡
|ドク|し芦τt倉 勧 t 誂n
n[lilr
M8雛W MttCtrlei lluc「 ′o喝洗n"1嘩3留囃氏′「 ヴ ヴ
暁レP′『触線 電師 ち臼切咄 4 ラ ウ
十D ιttιam ♭ι由厚 ncr命℃こl り f う
_)3駆アV れン●F「
・う ち ワ
鶴。け beFJじじレFMo Sとし嘱 「 F協 膨し, つっ 4 タ
P . +fgrrtiL;1tr ltterveruSr (pasien pvLctnal)
1′ι∂♭じン|れ ni π s , -tdie? fra€qcttciWx svdah berlatth na$;l'sas; んaoに 『洸けl 滅i ttυ lЭl φ硼ド ド育動 協醜o 』αO麟ぼ 筋的レ| イハ・じ0 メvdu悦
wtren Wd.aln rr[';r'$fi) weo6qpre'r{}r\ l$l/a kin$ga
枠り鼈h帥 一晩ιLmノ9n ″ら剣蠣
_膨lじ吻 〆 仇L屁o Scm9 吼etαCh《勧
'∩
o、 _し,9n れいゃ"L
ん歳風 ″ n れ揃脚 腱脚闘
seatし|七″f醐 T0 tdl. l?o nrrttlg
TamPcltr filu [-$prtlftrput dNWI,t {sn r},
ヵ、回 脇ハ わam麟肇m mε隣餞af考〕慣 脚`
seb a g tdo
_「 :顔5“ιチでθgtrtiEn ilrgru'nqr^a{ ta.tct*t ttt*ttvctas 4け 19
TD 6ttirn [66p5 nsrfiul ワ り 6
た聴a n℃れι中 に硼 姥ソpα咸押 n 3 4 S
fttcf.;h'g*" グ
ヽノ
,H“七Ъぇo Cけζ呼'ご
ヽ■ ¨
¨
職∂l銀n
l
十
ftai,u.,l J--ni $. ftlign munocitdlran rcbth rtllrLryrsft EwBlah ary an.tt
_レι′ ♭θκrh, おdク[陽じ
‐ ん「am メflθ pげ
Lah regib tnteun' l*a{tut'
L†rtn レOb誌 ′憾「 部和ね θ能ン it†rtnレob誌 解「 北協麟 θ能ン ;甲偽′
M9冊η
"Lrta
机3mttm"aQ m帥o(殉Qh
な積bり1 い製回
dr,rntah twW;t o{Ln l;e4at slorwt
卜tり1レじγ場ιルしt'tr ン(11棧じ eゞ[峨t
P, *ls*tiron lffierupnst
質0レじ,1迅輛
Pukut h.oc
|)at喩
た|:ぃ mo■oの鋤ハ lebth 19■晦 rr, saipla h d,t\ant,'
* lv{m bers;h , $dak hnu
dile匿
AVUa leUke,st't tl,3 tt;Az /ut-
「
扇 F雨輌戸 面 藤 爾 西~孫
万~~
fetitti toiet s' #rakut'
, il9r*rlrcn lrrteruonsr Cparrw PLtwg)
ヒrtn レOb舞 メ′1ギ 励
れmbu、 l可ゆ峨
dιtttCh i多けれ顔tメιm麟れダιθl吼し|
ι″しtλロ ンttkttυ じゞ賤tt
―――一 糊
tN,I“1■0解 知 3t餓
t rlt
多 う 多
g , う
3 ワ
5
レ
一
一
一
一
一
ハ 5
Seminar NasionalHasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
37
PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION TERHADAP PENINGKATANKEMAMPUAN FUNGSI EKSTREMITAS SENDI LUTUT PADA PASIEN POST
OPERASI (ORIF) FRAKTUR FEMUR
THE EFFECT OF RANGE OF MOTION EXERCISE TO ENHANCING CAPABILITYOF KNEE JOINTS EXTREMITIES FUNCTION TO THE PATIENT OF FRATURES
FEMURE OF POST OPERATION (ORIF)
Sri Mintarsih* dan NabhaniProgram Studi D3 Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.
Jalan Tulang Bawang Selatan No 26 Tegalsari Kadipiro BanjarsariSurakarta. 57136. Telp (0271) 734955
*Email : [email protected]
ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas terjadi sekitar 66.200 tiap tahun. Hampir sepertiga dari173,000 kematian akibat kecelakaan lalu lintas tiap tahun di wilayah Eropa. Sekitar 310.000(16%) dari 2,6 milyar penderita mengalami kecacatan akibat lalu lintas (Suparjo, 2008). Salahsatu masalah yang terjadi pada pasien post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) frakturfemur keterbatasan gerak sendi lututyang dialami oleh pasien. Range Of Motion (ROMmerupakan latihan gerakan sendi yang pat memungkinkan fungsi sendi dapat digerakan secaranormal baik secara aktif ataupun pasif. Penelitian Pre Eksperimental Design denganmenggunakan pendekatan One Design Pretest-Postest Group. Pengambilan sampelmenggunakan teknik Accidental Sampling, sejumlah 30 responden (penderita post orif frakurfemur). Instrumen yang di gunakan untuk mengukur gerak sendi menggunakan alatGeniometer. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi. Analisa bivariate dilakukanuji statistik analisa uji Paired t test. Hasil uji paired t test diperoleh hasil t hitung -10.862dengan p value .000 oleh karena t hitung lebih besar dari t tabel (-10.862 > 1,701) Makahipotesis yang berbunyi ada pengaruh ROM terhadap kemampuan gerak sendi lutut di terima.Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh latihan ROM terhadap kemampuan fungsiektremitas sendi lutut pada pasien post operasi fraktur femur.
Kata Kunci : Fraktur femur, Post ORIF, ROM
ABSTRACT
Traffic accidents are occurred around 66,200 every year. Almost a third of the 173000 deaths from traffic accidents are occurred every year in Europe. Approximately 310,000(16%) of the 2.6 billion patients go through disability due to traffic accidents (Suparjo, 2008).One of the problems that is occurred in the post ORIF (Open Reduction Internal Fixation)femoral fracture patients is limitation of the knee joint movement. Range Of Motion (ROM) is apractice of joint movement that can make joint function normally either actively orpassively.The study of Pre Experimental Design by using One Design Pre test-Post Test Groupapproach. The sampling is taken by using Accidental Sampling technique, to the 30 respondents(the patients of fracture femur of post orif). The instrument which is used to measure the motionof the joints is Geniometer. The research instrument is observation sheet. Researchers usesBivariate analysis to know the statistical tests exactly Paired t test analysis.From the paired ttest is got t -10 862 with p value .000 therefore t is greater than t table (-10 862> 1.701). So, thehypothesis of the research says that there is ROM influence to the ability of knee joint movementis received. There is influence of ROM exercises to the ability of knee joint extremity function tothe patient of femur fracture operation post.
Seminar NasionalHasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
38
Keywords: Femur fracture,Post ORIF,ROM
PENDAHULUAN
Kecelakaan lalu lintas terjadi sekitar 66.200 tiap tahun. Hampir sepertiga dari 173,000 kematianakibat kecelakaan lalu lintas tiap tahun di wilayah Eropa. Sekitar 310.000 (16%) dari 2,6 milyar penderitamengalami kecacatan akibat lalu lintas (Suparjo, 2008). Salah satu masalah yang terjadi pada pasien postORIF (Open Reduction Internal Fixation) fraktur femur keterbatasan gerak sendi lututyang dialami olehpasien. Range Of Motion (ROM merupakan latihan gerakan sendi yang pat memungkinkan fungsi sendidapat digerakan secara normal baik secara aktif ataupun pasif.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Pre Eksperimental Design denganmenggunakan pendekatan One Design Pretest-Postest Group. Pengambilan sampel menggunakan teknikAccidental Sampling, sejumlah 30 responden (penderita post orif frakur femur). Instrumen yang digunakan untuk mengukur gerak sendi menggunakan alat Geniometer. Instrumen penelitian menggunakanlembar observasi. Analisa bivariate dilakukan uji statistik analisa uji Paired t test. Dalam penelitian initerdapat satu kelompok subyek penelitian. Sebelum memulai perlakuan, kelompok subyek penelitiandiberi pretest (observasi awal) untuk mengukur kondisi awal yaitu diberikan perlakuan khusus berupaLatihan ROM aktif dan pasif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat
Setelah dilakukan pengambilan data dari responden dari bulan Februari – Juli 2015 terkumpul data 30responden. Hasil dapat disajikan dalam bentuk sebagai bentuk:
1.1. Diskriptif Tentang Umur Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
No Umur Freekuensi Prosentase12345
20 – 2526 – 3031 – 3536 – 4041 – 45
211755
6,636,623,316,616,6
Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur yang berumur antara 20-25tahun sebanyak 2 orang (6,6 %), umur antara 26-30 tahun sebanyak 11 orang (36,6 %), umur antara31-35 tahun sebanyak 7 orang (23,3 %), umur antara 36-40 tahun sebanyak 5 orang (16,6 %), danumur antara 41-45 tahun sebanyak 5 orang(16,6 %).
1.2. Diskriptif Tentang Jenis Kelamin Responden
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase %1. Laki-laki 15 502. Perempuan 15 50
Total 30 100
Seminar NasionalHasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
39
1.3. Diskriptif Tentang Derajat Sendi Sebelum ROM Respoden
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Sendi Lutut Sebelum ROM
Derajad frekuensi Prosentase Mean Std. Deviasi23252728303234353637384043
1322331541131
3.310.06.76.7
10.010.03.3
16.713.33.33.3
10.03.3
32.83 5,312
30 100
Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROMmean rentang gerak 32.83, sedang mode rentang gerak berada pada 35 derajad, derajad terendah 23derajad dan derajad tertinggi 43 derajad
Diskriptif Tentang Derajat Sendi Setelah Latihan ROM
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Sendi Lutut Setelah LatihanROM
Derajad frekuensi Prosentase Mean Std. Deviasi253335383940424344454849505558
112217231411211
3.33.36.76.73.3
23.36.7
10.03.3
13.33.33.36.73.33.3
42.33 6,472
30 100
Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROMmean rentang gerak 42.33, sedang mode rentang gerak berada pada 40 derajad, derajad terendah 23derajad dan derajad tertinggi 58 derajad
Uji Prasyarat
Uji prasyarat digunakan untuk menentukan analisa kedua variabel, dimana berdistribusi normal atautidak. Jika berdistribusi normal (nilai p >0,05) maka data di uji dengan statistik parametris, namun jikasebaliknya (nilai p < 0,05) maka data di uji dengan statatistik non parametris. Uji prasyarat yangdigunakan adalah Shapiro-Wilk.
Seminar NasionalHasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
40
Tabel 5. Hasil Uji Prasyarat
No VariabelNilai p
KeteranganP hitung P value
1 SebelumROM
0.360 0,05 P hitung > p value (0.360 > 0.05),berdistribusi normal.
2 Setelah ROM 0.300 0,05 P hitung > p value (0.300 > 0,05),berdistribusi normal.
Metode parametrik dapat digunakan apabila semua variabel berdistribusi normal. Dari tabel 4.6diketahui bahwa uji normalitas variable sebelum ROM menghasilkan nilai p = (0.360). Oleh karenanilai p > 0,05 maka data variabel sebelum ROM dinyatakan berdistribusi normal. Adapun ujinormalitas variabel setelah ROM menghasilkan nilai p = (0.300) Oleh karena nilai p > 0,05 maka datavariabel perilaku dinyatakan berdistribusi normal. Karena dari semua variabel berdistribusi nomalmaka metode parametrik dapat digunakan. Analisis bivariat hubungan kedua variabel penelitiandilkukan dengan metode parametrik yaitu dengan menggunakan teknik uji Paired t Test.
a. Karakteristik berdasarkan umur
Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan umur. Dari responden sebanyak 30orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur yang paling banyak berumur antara 26 – 30 tahunsebanyak 11 orang (36,6%) dan umur 31 – 35 sebanyak 7 orang (23,3%), yang paling sedikitberumur 36 – 40 sebanyak 5 orang (16,6%) dan umur 41 – 45 sebanyak 5 orang (16,6%) danumur paling sedikit 20 – 25 sebanyak 2 orang (6,6%)
Berdasar kelompok umur pada tabel terlihat bahwa kelompok usia 26 – 30 (36.6%) kejadianterbanyak, kelompok usia tersebut merupakan kelompok umur produktif dan banyak aktifitassehingga peluang terjadi trauma lebih besar. Kondisi ini juga sangat berpengaruh terhadap prosespenyembuhan tulang, seperti pendapat (Muttaqin, 2008) bahwa Waktu penyembuhan tulanganak-anak jauh lebih cepat dari pada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas prosesosteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangataktif. Apabila usia bertambah , proses tersebut semakin berkurang.
b. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin
Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan jenis kelamin. Dari respondensebanyak 30 bahwa klien fraktur femur yang kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (50 %)sedangkan berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang (50%). Persamaan jumlahresponden antara laki-laki dan perempuan sama memang disengaja karena peneliti inginmengetahui perbedaan efektifitas ROM antara pasien laki-laki dan perempuan.
c. Karakteristik berdasarkan Derajat Sendi Sebelum ROM
Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan Derajat Sendi Sebelum ROM. Dariresponden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROMdengan derajat sendi terkecil adalah 23 derajat sebanyak 1 orang (3,3%), dan terbesar 43 derajatsebanyak 1 orang (3,3%). Sedangkan mean rentang gerak 32.830
Secara fisiologis rentang gerak terdapat rentang maksimal 130 derajad, bila mean rentang geraksebelum latihan ROM 32.830 maka kemampuan gerak sebelum latihan baru mencapai 25.25 %,hal ini dipengaruhi oleh adanya ketakutan untuk bergerak karena adanya rasa nyeri dan ketidaktahuan pasien akan pentingnya latihan gerak secara dini.
d. Karakteristik berdasarkan Derajat Sendi Sesudah ROM
Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan Derajat Sendi Setelah ROM. Dariresponden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sesudah latihan ROMdengan derajat sendi terkecil adalah 25 derajat sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan terbesar 58derajat sebanyak 1 orang (3,3%) sedang mean rentang gerak 42.330. (kemampuan ROM 32.56%)Dengan melihat hasil perubahan ROM sebelum dan setelah latihan rata - rata 32.830 menjadi42.330, berarti ada kenaikan 9.5 derajad atau ada peningkatan 7.1%
Seminar NasionalHasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
41
B. Analisa Bivariat
Tabel 6. Hasil Analisa Bivariat
t df Sig. (2-tailed)
-10.862 29 .000
Analisis bivariat ini dilakukan untuk melihat perbedaan rata-rata derajat sendi lutut pada pasien postoperasi (ORIF) fraktur femur. Perhitungan uji Paired t Test menghasilkan harga t hitung signifikanpada 95%. sebesar (-10.862) dan harga p value sebesar 0,000. Nilai p < 0,05 dan t hitung lebih besardari t tabel (-10.862 > 1,701). maka diputuskan hipotesis 2 diterima berarti ada pengaruh latihanROM terhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendi lutut.
N Correlation Sig.
Pair 1 ROM_PRE &ROM_POS
30 .683 .000
Keeratan pengaruh antara variabel menunjukkan hubungan yang sedang dengan Paired SamplesCorrelations 0.683
Hipotesis 1
Dalam penelitian pada 30 responden. Hasil uji t paired test diperoleh hasil t hitung (-10.862) danharga p value sebesar 0,000. Nilai p < 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel (-10.862 > 1,701).maka diputuskan hipotesis 1 HO di tolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh latihan ROMterhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendi lutut. Pengujian hasil nilai rata-ratasebelum latihan ROM 32,83⁰ capaian gerak 25,25% dan setelah latihan ROM 42.33⁰ capaiangerak 32,56% dapat disimpulkan ada peningkatan derajat sendi lutut walaupun masih jauh darinormal fleksi sendi lutut capaian 100% yaitu 120-130⁰. Dan nilai selisih rentang derajat sendilutut pada pasien post operasi (ORIF) fraktur femur sebelum dan setelah latihan ROM adalah9,5⁰. Mobilisasi merupakan kemampuan individu bergerak secara bebas, mudah, dan teraturdengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz,2009). Latihan rentang gerak (ROM) dapat mencegah terjadinya kontraktur, atropi otot,meningkatkan peredaran darah ke ekstremitas, mengurangi kelumpuhan vaskuler, danmemberikan kenyamanan pada klien . Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akanmeningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerahfraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi (Muttaqin, 2008).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis mengambil simpulan sebagai berikut :
1. Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihanROM mean rentang gerak 32.83, sedang mode rentang gerak berada pada 35 derajad,derajad terendah 23 derajad dan derajad tertinggi 43 derajad
2. Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihanROM mean rentang gerak 42.33, sedang mode rentang gerak berada pada 40 derajad,derajad terendah 23 derajad dan derajad tertinggi 58 derajad
3. Ada pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendilutut. harga t hitung pada signifikasi 95%. sebesar -10.862 dan harga p value sebesar0,000. (-10.862 > 1.701 dan p value 0.000 < 0.05). Keeratan pengaruh antara variabelmenunjukkan hubungan yang sedang dengan Paired Samples Correlations 0.68
4. Ada pengaruh latihan ROM terhadap kemampuan fungsi ektremitas sendi lutut padapasien post operasi fraktur femur.
Seminar NasionalHasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
42
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Weni Hastuti, S.Kep., M.Kes. Selaku Ketua STIKES PKU MuhammadiyahSurakarta yang telah mengeluarkan izin penelitian serta dukungannya dalammenyelesaikan penelitian ini.
2. LPPM STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah membantu dan memfasilitasiterlaksananya penelitian ini.
3. Direktur RS PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin lahan penelitian.
4. Semua pihak yang tidak b i s a kami sebutkan satu persatu yang ikut membantu penyusunanlaporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Salemba Medika.Muttaqin, A. (2008) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Suparjo. ( 2 0 0 8 ) Kecelakaan Lalu Lintas. http//nursingbegin.com/kecelakaan lalu lintas. Diaksestanggal 17 November 2012. Jam 11.00.
RESEARCH REPORT
The effect of isolytic contraction and passivemanual stretching on pain and knee range of motionafter hip surgery: A prospective, double-blinded,randomized study
Shraddha Parmar, MPT a, Ashok Shyam, MS(Orth) b,*, Shaila Sabnis, BPT a,Parag Sancheti, MS(Orth) b
a Sancheti Institute, College of Physiotherapy, Pune, Maharashtra, Indiab Sancheti Institute for Orthopedics and Rehabilitation, Pune, Maharashtra, India
KEYWORDSisolytic contraction;joint stiffness;muscle energytechnique;passive manual stretch
Abstract Stretching has its impact on both contractile and noncontractile tissues and is themost important rehabilitation technique utilised used to prevent and treat joint stiffness.Passive manual stretch (PMS) and muscle energy technique (MET) are two of the mostcommonly used techniques. Our study evaluates the effectiveness of isolytic form of MET ingaining knee range of motion (ROM) and decreasing pain in acute knee involvement andcomparing it with standard PMS. We used the clinical scenario of knee joint mobilization inpatients operated for hip fractures. Fifty-two subjects were alternatively randomized to twogroups, isolytic contraction (ILC) group (nZ 26) and PMS group (nZ 26). In both the PMSand ILC groups, significant improvements in pain score (measured by the visual analog scale)and knee ROM were reported after the treatment period (p< 0.001). The ILC had significantlybetter improvement in pain score than the PMS group (pZ 0.003). The improvement in kneeROM, however, demonstrated no significant between-group difference (p> 0.05). Thus, isoly-tic form of MET may be a viable method to decrease pain and improve knee ROM in patientswho had undergone surgery after a hip fracture.Copyright ª 2011, Elsevier. All rights reserved.
Introduction
Restriction of joint mobility is a common impairmentobserved in clinical physiotherapy practice. These may bebecause of positioning, muscle guarding, pain, and relativejoint immobility. Joint restriction if not dealt with early
* Corresponding author. Sancheti Institute of Orthopaedics andRehabilitation, 16 Shivaji Nagar, Pune 411005, Maharashtra, India.
E-mail address: [email protected] (A. Shyam).
ava i lab le at www.sc iencedi rec t .com
journa l homepage: www.hkpj -on l ine .com
Hong Kong Physiotherapy Journal (2011) 29, 25e30
1013-7025/$ - see front matter Copyright ª 2011, Elsevier. All rights reserved.doi:10.1016/j.hkpj.2011.02.004
intervention may lead to certain pathological changes. Theelastic connective tissue is gradually replaced by fibroustissue; and with prolonged immobility, they may result inextensive infiltration of less elastic fibrous tissue leading topermanent restriction of mobility [1]. This may be one ofthe causes of permanent disability hampering a person’sfunctional and performance skills.
Knee joint effusions are a known complication followinghip fractures [2,3]. They are called sympathetic effusionsand the cause is unknown. The joint assumes a loosepacked position to accommodate the increased volume offluid within the joint space [3]. This helps to decrease painand give comfort, which however leads to relative adap-tive shortening of the soft tissue components ante-rolaterally. Joint effusions also cause inhibition ofquadriceps with weakness and atrophy of the muscles [4].These events cause disturbance in normal functioning ofthe joint and might set up a chain of events that even-tually affects not only every part of the joint but also itssurrounding joints and soft tissues leading to stiffness[5,6]. The passive insufficiency of the quadriceps (rectusfemoris) may lead to relative shortening of the muscle. Asmuscle length is known to affect the contractile propertiesof the muscle as a whole, alteration in the resting lengthof the muscle alters its functioning capacity, which mayalso contribute to joint stiffness. A detailed study ofvarious anatomical structures contributing toward jointstiffness was done by Johns and Wright [7]. They statedthat joint restriction is contributed by joint capsule (47%),surrounding muscles and intermuscular fasciae (41%),tendons (10%), and skin tissue (2%). In these cases,stretching caused by normal movements may cause severepain, and mobility may not spontaneously return withouta specific stretching treatment [1,8].
Stretching has its impact on both contractile and non-contractile tissues. According to Magnusson et al [9] inter-fascial and fascial release occur following stretching, whichplay an important role in regaining the muscle length andextensibility. One form of technique, which is commonlyand effectively used to improve muscle flexibility, is passivemanual stretching (PMS). In this technique, an externalforce is applied to move the involved body segment slightlybeyond the point of tissue resistance and available range ofmotion (ROM). Both contractile and noncontractile tissuescan be elongated by passive stretching [1]. However,passive stretching has some limitations. First, it does notconsider the subjects own muscle effort to gain ROM and ispurely dependent on the therapist. Second, as the muscle isstretched in absence of contraction, there is some length atwhich the muscle begins to resist that stretch. This pull isattributed to the elastic recoil of the passive structureswithin the muscles, that is, intervening connective tissues[10]. This may lead to increased amount of associated painand discomfort. There is also a risk of overstretching andmay cause tissue damage [8].
Muscle energy technique (MET) is another suchapproach, which along with targeting the soft tissueprimarily makes a major contribution toward joint mobi-lization. This technique is used in clinical practice torestore mobility of a segment, retrain global movementpatterns, reduce tissue edema, stretch fibrotic tissue,reduce muscle spasm, and retrain stabilizing function of
the intersegmentally connected muscles [11]. One form ofthis technique is isolytic contraction (ILC) (isotoniceccentric contraction). Here, the subject’s contraction isresisted and overcome by the operator thereby involvingstretching and breaking down of fibrotic tissue present inthe involved muscle [11]. This is postulated to promoteorientation of collagen fibers along the lines of stress anddirection of movement, limit infiltration of cross bridgesbetween collagen fibers, and prevent excessive collagenformation preventing any muscle stiffness [8]. Also, activecontraction of the agonist causes relaxation of the antag-onist thereby facilitating joint mobility-reciprocal inhibi-tion [8]. ILC is also known for their hypoalgesic effectsespecially in acute painful conditions [12]. These featuresof ILC may be useful in early mobilizing acutely involvedjoints.
Various studies have compared several methods ofstretching [13e17]. However, despite extensive literature,there have been no reports of use of ILC in acute kneeinvolvement. Also, there are no comparative studiescomparing PMS and ILC methods in acute joint conditions.We designed this research to study the effectiveness of ILCin gaining ROM and decreasing pain in acute knee involve-ment and comparing it with standard PMS.
Methods
A prospective, randomized, double-blinded study was per-formed at our institute between 2006 and 2008. We onlyincluded subjects with proximal femur fractures treatedwith standard lateral approach with fixation using four-holedynamic hip screw-plate system. We excluded subjectswith pathological fractures, revision surgeries, associatedipsilateral injuries and subjects with neurological andvascular disorder or subjects treated with extendedapproach or fixation. We also excluded subjects withprevious or concurrent knee pain. Eighty-four consecutivesubjects of proximal hip fractures were screened and 52were selected according to inclusion criteria. Randomiza-tion was done by alternatively allotting the subjects to thetwo groups; ILC group and PMS group (Fig. 1). There were18 males and 8 females in the ILC group and 16 males and10 females in the PMS group with average age of 64.35(�18.40) in the ILC group and 58.19 (�19.18) in the PMSgroup. Primary mechanism of injury was slip and fall(43 subjects) and the remaining were vehicular accidents(9 subjects).
The permission to carry out the study was obtainedfrom the ethical committee, Sancheti Institute for Ortho-paedics and Rehabilitation. A prior written consent wastaken from each subject. Double blinding was done withthe assessment therapist and the patient both being blin-ded with respect to treatment protocol followed. Allfractures were exposed by standard lateral approach andinternal fixation was performed using four-hole dynamichip plate screw system. A preintervention assessment wascarried out by the assessment therapist on third daypostoperatively. Outcome measures were pain [on visualanalog scale (VAS), score out of 10 on a 100 mm horizontalline] and knee ROM (in degrees with universal 360� goni-ometer tested for validity and reliability) [18]. The
26 S. Parmar et al.
intervention common to both groups included anklepumping exercises, static quadriceps exercises, statichamstring exercises, assisted to active heel drags, assistedto active straight leg raising exercises, assisted to activeabduction exercises in supine position to the affectedextremity, free active ROM exercises to the oppositeunaffected extremity and both upper extremities, andunilateral bridging exercises. Frequency of treatment forboth the groups was once a day for the morning session.Duration of entire treatment session for both the groupswas 20e25 minutes daily starting from 3rd day postsurgerytill 12th day postsurgery. The ILC group received the iso-lytic form of MET, whereas the PMS group received PMS,both by the same interventional therapist.
Technique
Isolytic contractionWith patient in side lying position, the hip was maintainedin neutral with adequate stabilization of pelvis. The kneewas then taken to a range where the first resistance barrierwas reached. The subject was then instructed to use20e25% of the knee extensor force to resist the therapistapplied flexion force. The knee was then moved to a newrange till a second resistance barrier was reached and heldin that position for 15 seconds and then returned back to
full extension. This technique was applied for 5e7 repeti-tions once in the day [11].
Passive manual stretchThe subject was made to go into side lying position aftertaking permission from the operating surgeon withadequate pillow support between both the legs andnecessary precautions. The hip was maintained in neutralposition with adequate stabilization of pelvis. The knee wasthen passively taken to the point slightly ahead of tissueresistance and held in that position for 15 seconds and thenreturned back to full extension. The technique was appliedfor 5e7 repetitions once in the day.
A postintervention assessment was done, on 12th daypostsurgery, by the assessment therapist for pain assess-ment and knee ROM measurements. Final readings werenoted in the assessment form; master chart was preparedand data were analyzed. We compared the two groups withrespect to preintervention factors, such as VAS score; kneeROM; and knee ROM deficit and postintervention factors,such as VAS score, ROM, ROM deficit, improvement in ROMdeficit, percentage ROM improvement, and VAS difference.ROM deficit was calculated by comparing the ROM of theaffected knee with ROM of the normal knee. This gave anidea about absolute deficit in ROM and is a measure ofextent of normalization of the knee range in a given indi-vidual. We also calculated the percentage improvement in
Assessed for eligibility (n = 84)
Excluded (n = 32) Not meeting inclusion criteria (n = 29) Other reasons (n = 3)
Analyzed (n = 26) Excluded from analysis (give reasons) (n = 0)
Lost to follow-up (give reasons) (n = 0)
Discontinued intervention (give reasons) (n = 0)
Allocated to intervention (n = 26) Received allocated in tervention (n = 26 ) Did not receive alloca ted intervention (give
reasons) (n = 0 )
Lost to follow-up (give reasons) (n = 0)
Discontinued intervention (give reasons) (n = 0)
Allocated to intervention (n = 26) Received allocated intervention (n = 26) Did not receive allocat ed intervention (give
reasons) (n = 0)
Analyzed (n = 26 ) Excluded from analysis (give reasons) (n = 0)
Randomized (n = 52)
Figure 1 Consort flow diagram.
27
knee ROM as compared with the preintervention ROM. Thisgave an idea about improvement in range for a given limb.
Statistical analysis
Because our sample size was total 52 with 26 subjects ineach arm, a comparatively low sample size, we plotted thenormality plots, which showed that the data were notnormally distributed. So, we used nonparametric tests toanalyze our data. Within-group analysis was done by usingWilcoxon sign rank test, whereas between-group analysiswas done by Mann Whitney U test. The significance levelwas set at 0.025 (two tailed) to reduce the probability ofmaking a Type-I error because of multiple comparisons.SPSS version 12 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) was used forstatistical analysis.
Results
A total of 52 subjects (18 women and 34 men) participatedin the study. All subjects completed the study with nodropouts. We had no complications associated with eitherof the techniques during our study with no subjects showingworsening of pain or preintervention ROM.
The mean age in PMS (nZ 26) group and ILC group(nZ 26) were 58.19� 19.18 (range, 22e86) years and64.35� 18.4 (range, 35e90) years, respectively and thedifference was not statistically significant (pZ 0.3). ThePMS group had 16 (61.5%) men, whereas the ILC group had19 (73.1%) men, and the difference in male to female ratiobetween the two groups did not reach statistical signifi-cance (pZ 0.372). Comparison between the values of VAS,ROM, and ROM deficit is presented in Table 1. At baseline,there was no significant difference in VAS between the twogroups. However, ROM deficit was significantly more severein the PMS group (pZ 0.005).
In the PMS group, there was a significant improvement inVAS, knee ROM, and knee ROM deficit after the treatmentperiod (p< 0.001) (Table 1). On the other hand, the ILCgroup also demonstrated significant improvement in all ofthese outcomes (p< 0.001).
The next line of analysis involved the change scores ofeach of the outcomes measured (Table 2). The resultsshowed that the ILC group demonstrated significantly moreimprovement in VAS score than the PMS group (pZ 0.003)(Table 2). The percentage improvement in the ROM(pZ 0.107) and ROM deficit (pZ 0.880) was not signifi-cantly different between the two groups.
Discussion
Among the various soft tissue mobilization techniques, METand PMS are two major methods. There have been nostudies to compare these two methods in acute stages ofjoint involvement. The present study was undertaken toevaluate effectiveness of ILC versus PMS to gain knee ROMin acute phase after hip surgery.
Knee stiffness posthip surgery is mostly because ofextra- and periarticular soft tissue involvement. Duringinternal fixation of hip fracture, prolonged traction with
Table
1Comparisonofpain,kn
eeROM,andkn
eeROM
deficitbetw
eenthetw
otreatm
entgroups
Comparison
ofscores
PMS
ILC
p(Betw
een-
group
comparison
atbaseline)
p(Betw
een-group
comparisonafter
intervention)
Pre
Post
p(W
ithin-
group
comparison)
Pre
Post
p(W
ithin-
group
comparison)
VAS(0e10
)7.80
�1.13
(6e10
)4.26
�1.48
(2e6)
<0.00
1*7.80
�1.13
(6e10
)3.46
�1.36
(2e6)
<0.00
1*0.96
00.04
9KneeROM
(deg)
30�9.69
(20e
50)
119.80
�14
.86
(90e
145)
<0.00
1*36
.15�10
.79(20e
50)
128.46
�11
.11
(110
e15
0)<0.00
1*0.06
00.03
7
KneeROM
deficit(deg)
101�8.47
(80e
115)
11.73�8.23
(0e30
)<0.00
1*95
.6�6.83
(90e
110)
3.65
�4.80
(0e10
)<0.00
1*0.00
5y0.00
3y
Data
are
presentedasmean�SD
(range
).*p
<0.02
5(w
ithin-groupco
mparison,MannWhitneyUtest);
y p<0.02
5(betw
een-groupco
mparison,Man
nWhitneyUtest).
ILCZ
isolyticco
ntraction;PMSZ
passivemanualstretch;ROMZ
range
ofmotion;SD
Zstandard
deviation;VASZ
visualanalogscale.
28 S. Parmar et al.
internal rotation is often applied to the limb, thereby,subjecting the knee to prolonged abnormal stresses.Furthermore, the transmission of vibratory and impactstresses to the knee during implant fixation at the hip isinevitable during the surgical procedure. These indirectstresses at the knee joint during the surgical procedure alsocontribute to the development of postoperative effusion atthe knee joint [3]. Because there is no primary articularlesion in the knee joint, we consider this as an idealscenario to compare between both our soft tissue mobili-zation techniques.
Mobilization in acute stage may be limited by pain.During stretching, intramuscular pressure increasescompression in the blood vessels and decreasing circula-tion. Increased activity of the sympathetic system causesconstriction of the small arterioles and thus also decreasescirculation. Rise in muscle tension may also affect metab-olism, which along with mechanical friction and decreasedcirculation can activate pain receptors located in themuscle tissue [8]. This irritation of nerve endings in musclesand also in connective tissues, such as skin and joint liga-ments, can stimulate a reflex response leading to musclecontraction. Stretch of this contracted muscle and softtissues may lead to increase in pain perception as seenduring passive muscle stretching in acute settings. Ourstudy shows significant improvement in the pain VAS scorefor both the groups. However, the ILC group had signifi-cantly more improvement in pain VAS when compared withPMS (pZ 0.003). This may be because of hypoalgesiceffects of MET [11]. This can be explained by the inhibitoryGolgi tendon reflex, activated during the isometriccontraction that leads to reflex relaxation of the muscle, asa result of postisometric relaxation. An alternative reflexeffect has been suggested in which an isometric contractionof the antagonist(s) of affected muscle(s) induce relaxationvia reciprocal inhibition. Neurological explanation for theanalgesic effects of MET has been detailed in literature[19e22]. A sequence is suggested in which activation ofmuscle mechanoreceptors and joint mechanoreceptorsoccur, during an isometric contraction. This leads to sym-pathoexcitation evoked by somatic efferents and localizedactivation of the periaqueductal gray that plays a role indescending modulation of pain. Nociceptive inhibition thenoccurs at the dorsal horn of the spinal cord, as simultaneousgating takes place of nociceptive impulses in the dorsalhorn because of mechanoreceptor stimulation.
Disease, injury, and surgery will cause changes in thetissue mobility [8]. The formation and breakdown ofcollagen is continuous in the tissues. PMS causes repair
fibers to form in the same direction as the original fibersand the overproduction of the fibrous connective tissuewith fibers running in all directions is prevented. It isimportant that the connective tissue in muscles should formin the same direction as contractile muscle fibers toimprove force [8]. Proposed mechanisms by which PMSfacilitates this laying down of collagen and regain of musclelength are (1) a direct decrease in muscle stiffness viapassive viscoelastic changes or (2) an indirect decreasebecause of reflex inhibition and consequent viscoelasticitychanges from decreased actin-myosin cross bridging [23].This would then allow for increased joint ROM.
In our study, the preintervention ROM was not signifi-cantly different in the two groups and the range improvedsignificantly by use of both the techniques implying effec-tiveness of both the techniques. However, ILC tended tohave better postintervention ROM when compared with PMS(pZ 0.037). This can be explained by following hypotheses.The active muscle contraction in ILC before stretchingactivates muscle spindle receptors, which decreases theirsensitivity, reducing muscle tension and resistance tostretch facilitating movement [8]. According to the theoryof neuromuscular relaxation, this reduced muscle tensionalso in turn inhibits the motor neuron activity (autogenicinhibition) leading to further decrease in active muscletension before muscle contraction. Thus, the muscle-tendon system can be stretched further facilitating move-ment. Active muscle contraction has been shown to haveneurophysiological effects, including pain inhibition, thusallowing the muscles to be stretched further [8]. However,it should be noted that the baseline ROM tended to bebetter in the ILC group, although the between-groupdifference did not reach was statistical significance(pZ 0.060). In fact, the change score in knee ROM andknee ROM deficit failed to show any significant difference(p> 0.05). Thus, a larger sample study will be needed tofully establish whether the ILC is superior to PMS inimproving knee ROM.
Our study had few limitations. Sample size was small.The study did not measure muscle strength changes but theacute setting of our study would have confounded thisfinding because of pain and limitation of postoperativemobilization. The study did not consider the long-termeffects of stretching at end of 4 weeks and 6 weeks post-surgery to evaluate the carry over effects of stretching.
In conclusion, the ILC technique and the PMS techniqueof stretching are effective in improving knee ROM insubjects with ROM restriction in the acute phase after a hipsurgery with a lateral approach. The ILC technique was
Table 2 Comparison of change scores between the two treatment groups
Comparison of scores PMS ILC p
VAS change 3.54� 0.85 (2e5) 4.35� 0.79 (3e6) 0.003*ROM % change 332� 118 (175e525) 287� 121 (180e550) 0.107ROM deficit change 90� 10.48 (70e105) 91.92� 8.49 (80e110) 0.880
Data are presented as mean� SD (range).*p< 0.025 (between-group comparison, Mann Whitney U test).ILCZ isolytic contraction; PMSZ passive manual stretch; ROMZ range of motion; SDZ standard deviation; VASZ visual analog scale.
29
more effective in reducing pain; and although a trendtoward better ROM was seen with this group, a largersample study will be required to establish the clinicalefficacy of this treatment technique.
Acknowledgement
The authors would like to acknowledge the Indian Ortho-paedic Research Group for technical help in review of theliterature.
References
[1] Kisner C, Colby L. Therapeutic exercises foundation andtechniques. 4th ed. Bangalore, India: Jaypee Brothers; 2001.p. 171e80.
[2] Murphy DP, Masterson E, O’Donnell T, Ryan E, Shahid MS.A prospective study for evaluation of knee effusion after hipsurgery. Ir Med J 2002;95:140e1.
[3] Pun WK, Chow SP, Chan KC, Ip FK, Leong JCY. Effusions in theknee in elderly subjects who were operated on for fracture ofthe hip. J Bone Joint Surg Am 1988;70:117e8.
[4] Torry MR, Decker MJ, Millett PJ, Steadman JR, Sterett WI. Theeffects of knee joint effusion on quadriceps electromyographyduring jogging. J Sport Sci Med 2005;4:1e8.
[5] Deandrade JR, Grant C, Dixon AS. Joint distension and reflexmuscle inhibition In the knee. J Bone Joint Surg Am 1965;47:313e22.
[6] Spencer JD, Hayes KC, Alexander IJ. Knee joint effusion andquadriceps reflex inhibition in man. Arch Phys Med Rehabil1984;65:171.
[7] Johns RJ, Wright V. Relative importance of various tissues injoint stiffness. J Appl Physiol 1962;17:824e8.
[8] Ylinen J. Stretching therapy for sports and manual therapiessection 1dstretching theory. 1st ed. Oxford, United Kingdom:Churchill Livingstone; 2008. p. 22e102.
[9] Magnusson SP, Simonsen EB, Aagaard P. Biomechanicalresponses to repeated stretches in human hamstring muscle invivo. Am J Sports Med 1996;24:622e8.
[10] Oatis CA. Kinesiologydthe mechanics and pathomechanics ofhuman movement. Chapter 3 and 4. Philadelphia, Pennsylva-nia: Lippincott Williams and Wilkins; 2000. p. 36e64.
[11] Chaitow L. Muscle energy techniques. 2nd ed. London, UK:Harcourt Publishers; 2001.
[12] Selkow NM, Grindstaff TL, Cross KM, Pugh K, Hertel J, Saliba S.Short-term effect of muscle energy technique on pain inindividuals with non-specific lumbopelvic pain: a pilot study.J Man Manip Ther 2009;17:E14e8.
[13] Smith M, Fryer G. A comparison of two muscle energy tech-niques for increasing flexibility of the hamstring muscle group.J Bodyw Mov Ther 2008;12:312e7.
[14] Whatman C, Knappstein A, Hume P. Acute changes in passivestiffness and range of motion post-stretching. Phys TherSports 2006;7:195e200.
[15] LaRoche DP, Connolly AJ. Effects of stretching on passivemuscle tension and response to eccentric exercise. Am JSports Med 2006;34:1000e7.
[16] Winters MV, Blake CG, Trost JS, Marcello-Brinker TB, Lowe L,Garber MB, et al. Passive versus active stretching of hip flexormuscles in subjects with limited hip extension: a randomizedclinical trial. Phys Ther 2004;84:800e7.
[17] Hahne AJ, Keating JL, Wilson SC. Do within session changes inpain intensity and range of motion predict between-sessionchanges in subjects with low back pain? Aust J Physiother2004;50:17e23.
[18] Gogia PP, Braatz JH, Rose SJ, Norton BJ. Reliability andvalidity of goniometric measurements at the knee. Phys Ther1987;67:192e5.
[19] Fryer G, Fossum C. Therapeutic mechanisms underlyingmuscle energy approaches. In: Fernandez de las Penas C,Arendt-Nielsen L, Gerwin R, editors. Physical therapy fortension type and cervicogenic headache: physical examina-tion, muscle and joint management. Boston, MA: Jones &Bartlett; 2009.
[20] Brodin H. Lumbar treatment using the muscle energy tech-nique. Osteopathic Ann 1982;10:23e4.
[21] Cassidy D, Lopes A, Yong-Hing K. The immediate effect ofmanipulation versus mobilization on pain and range of motionin the cervical spine: a randomized controlled trial. J Manip-ulative Physiol Ther 1992;15:570e5.
[22] Wilson E, Payton O, Donegan-Shoaf L. Muscle energy tech-nique in patients with acute low back pain: a pilot clinicaltrial. J Orthop Sports Phys Ther 2003;33:502e12.
[23] Shrier I, Gossal K. Myths and truths of stretching: individual-ized recommendations for healthy muscles. Phys Sports Med2000;28:57e63.
30 S. Parmar et al.
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
176
Pemberian Latihan Rentang Gerak Terhadap Fleksibilitas Sendi
Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang
Fiksasi Interna Di RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Reni Prima Gusty (Fakultas keperawatan Unand)
Armayanti (RSUD M Djamil Padang)
email : [email protected]
ABSTRAK : Gangguan fleksibilitas sendi anggota gerak bawah merupakan masalah yang sering terjadi pada
pasien fraktur femur pasca operasi pemasangan fiksasi interna. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
gangguan ini dintaranya adalah melakukan latihan rentang gerak sendi sedini mungkin. Tujuan penelitian adalah
mengetahui pengaruh pemberian latihan rentang gerak terhadap kelenturan sendi anggota gerak bawah pada pasien
fraktur femur terpasang fiksasi interna. Rancangan penelitian menggunakan Quasy Eksperiment dengan pendekatan
Posttest Only Control Group. Sampel adalah pasien fraktur femur post fiksasi interna hari ke dua sebanyak 20
responden, dibagi dalam dua kelompok yaitu 10 responden mendapat latihan rentang gerak (eksperimen) dan 10
responden melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai aturan penelitian (kontrol). Instrument menggunakan
goniometer. Perlakuan Latihan gerak dilakukan 2 kali sehari pagi dan sore hari selama 5 hari dengan durasi 15
menit. Data dianalisa dengan uji statistik Mann Whitney. Hasil penelitian pada kelompok eksperimen didapatkan
rata-rata kelenturan sendi setelah diberikan latihan rentang gerak yaitu fleksi sendi panggul 68,5 derajat, fleksi sendi
lutut 61 derajat, dorsofleksi pergelangan kaki 12,5 derajat dan plantarfleksi pergelangan kaki 47 derajat, sedangkan
pada kelompok kontrol didapatkan rata-rata fleksi sendi panggul 45,5 derajat, fleksi sendi lutut 15,5 derajat,
dorsofleksi 1,5 derajat dan plantarfleksi 33,5 derajat. Berdasarkan uji statistik Mann Whitney didapatkan p=0,000
<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan derajat kelenturan sendi pada kelompok eksperimen dibanding dengan
kelompok kontrol. Kesimpulan lebih besar peningkatan derajat kelenturan sendi pada kelompok eksperimen
dibanding dengan kelompok kontrol. Disarankan lakukan latihan gerak sendi post operasi fiksasi hari kedua (sedini
mungakin) sehingga dapat mencegah terjadinya kekakuan pada sendi pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi
interna.
Kata Kunci : Fraktur femur, fiksasi interna, fleksibilitas sendi, latihan rentang gerak.
ABSTRACT : The disturbance of the flexibility of below range of motion joint is one of the problem that common
occur to the Femur Fracture in Patients post-operation lighted Interna Fixation. The attempt to prevent it is doing
range of motion. The goal of this research to know the influence of giving range of motion regarding to the Femur
Fractures patient lighted Interna fixation. The design of the research is using Quasy Experiment and Posttest Only
Control Group Design. The numbers of the samples are 20 fraktur femur patients. Divided into 2 groups : 10
patients get the motion extension training (experiment), 10 patients do the motion extension training not in control
(control). The research has been done in 16 October 2012 – Jun 2013, collecting the data have been done in 16
march 2013 – 13 April 2013. The result of the research, the experiment group gets the averages of hinge flexibility
after giving the range of motion, hip joint flexibility 68,5 degrees, knee joint flexibility 61 degrees, dorsoflexy ankle
joint 12,5 degrees and plantarflexy ankle joint 47 degrees, and the control group gets the averages of joint
flexibility, hip joint flexibility 45,5 degrees, knee joint flexibility 15,5 degrees, dorsoflexy 1,5 degrees and platarflexy
33,5 degrees. Based on Mann Whitney statistic test show that there are significant differences range of motion
between experiment group and control group. Conclusion: giving the range of motion can prevent the disturbance of
joint flexibility to the Femur Fractures patients lighted interna fixation
Key words : Femur Fractures, post-operation, hinge flexibility, motion extension training.
Bibliography : 34 ( 1993-2012)
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
177
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur
femur adalah suatu patahan pada kontinuitas
struktur tulang paha yang ditandai adanya
deformitas yang jelas yaitu pemendekan
tungkai yang mengalami fraktur dan
hambatan mobilitas fisik yang nyata
(Muttaqin, 2008). Fraktur dapat terjadi
akibat peristiwa trauma langsung, tekanan
yang berulang-ulang, dan kelemahan
abnormal pada tulang (fraktur patologik)
(Salamon dkk, 1995). Fraktur terbagi atas
fraktur komplet, fraktur tidak komplet,
fraktur tertutup, fraktur terbuka, dan fraktur
patologis. Fraktur bisa terjadi didaerah
cranium, thorak, pelvis, anggota gerak atas,
dan anggota gerak bawah. Prinsip
penanganan fraktur meliputi reduksi,
imobilisasi, pengembalian fungsi, dan
kekuatan normal dengan rehabilitasi.
Reduksi dapat dilakukan secara terbuka
maupun tertutup. Reduksi terbuka (open
reduksi) dilakukan melalui pembedahan
dengan cara memasukkan alat fiksasi berupa
plat, screw, wire atau pin kedalam tulang.
Fiksasi dapat dilaksanakan secara interna
maupun ekterna, tergantung dari bentuk
frakturnya (Smeltzer & Bare, 2002).
A fracture is a break of continuity of
bone tissue and / or cartilage which is
generally caused by involuntary
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Femoral
fracture is a fracture in the continuity of the
femur structure characterized by a clear
deformity that is shortening the leg fracture
and a real physical mobility barriers
(Muttaqin, 2008). Fractures may occur as a
result of direct trauma events, repetitive
stress, and abnormal weakness on bone
(pathologic fracture) (Salamon et al, 1995).
Divided into fracture complete fracture, the
fracture is not complete, closed fractures,
open fractures, and pathologic fractures.
Fractures can occur areas cranium, thoracic,
pelvic, upper limbs and lower limbs.
Principles of fracture treatment include
reduction, immobilization, return of
function, and normal strength with
rehabilitation. Reduction can be done in
open or closed. Open reduction (open
reduction) is done surgically by inserting
fixation devices such as plates, screws, wire
or pin into the bone. Internal fixation can be
carried out and ekterna, depending on the
shape of the fracture (Smeltzer & Bare,
2002).
Fiksasi interna (open reduksi internal
fiksasi) adalah metode pembedahan
memperbaiki fraktur dengan menggunakan
plate dan screw atau intramedulla nail untuk
menstabilkan tulang (Cluett, 2008). Fiksasi
interna dilaksanakan dalam rangka
memperbaiki fungsi dengan mengembalikan
gerakan, stabilitas, disabilitas dan
mengurangi nyeri. Akibat adanya fraktur
mengakibatkan terjadinya keterbatasan
gerak, terutama di daerah sendi yang fraktur
dan sendi yang ada di daerah sekitarnya.
Karena keterbatasan gerak tersebut
mengakibatkan terjadinya keterbatasan
lingkup gerak sendi dan mengakibatkan
terjadinya gangguan pada fleksibilitas sendi.
Fleksibilitas sendi adalah luas bidang
gerak yang maksimal pada persendian, tanpa
dipengaruhi oleh suatu paksaan atau tekanan
(Fatmah, 2010). Terjadinya gangguan
fleksibilitas sendi akibat suatu keadaan
antara lain kelainan postur, gangguan
perkembangan otot, kerusakan system saraf
pusat, dan trauma langsung pada system
musculoskeletal, misalnya fraktur yang
menimbulkan respon nyeri pada daerah yang
sakit (Potter & Perry, 2005). Dari hasil
penelitian Yandri (2011), ditemukan 3 kasus
(15%) dari 20 orang pasien fraktur femur
terpasang fiksasi interna mengalami
gangguan fleksibilitas sendi lutut. Adapun
pencegahan yang dapat dilakukan adalah
dengan cara melakukan mobilisasi dini.
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
178
Mobilisasi adalah kemampuan untuk
bergerak dengan bebas mudah, berirama,
terarah di lingkungan dan merupakan bagian
yang sangat penting dalam kehidupan
(Kozier dkk, 2010). Mobilisasi mengacu
pada kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas, berfokus pada rentang gerak,
gaya berjalan, latihan, toleransi aktifitas dan
kesejajaran tubuh (Potter & Perry, 2006).
Menurut Doherty (2006), pada pasien pasca
operasi memerlukan perubahan posisi
kecuali melakukannya merupakan
kontraindikasi, posisi pasien diubah setiap
30 menit dari sisi ke sisi sampai sadar dan
kemudian dilakukan mobilisasi dini 8-12
jam pertama. Menurut hasil wawancara
dengan 2 orang dokter residen bedah
mobilisasi sebaiknya dilakukan sedini
mungkin, sedangkan wawancara dengan ahli
fisioterapis dapat dilaksanakan bila tanda-
tanda dari peradangan tidak ada dan dapat
dilaksanakan 24 jam pasca operasi.
Rentang gerak (Range of Motion)
adalah pergerakan maksimal yang mungkin
dilakukan oleh sendi tersebut (Kozier dkk,
2010). Rentang gerak merupakan jumlah
maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga
potongan tubuh: sagital, frontal, dan
transversal (Potter & Perry, 2005). Untuk
mempertahankan dan meningkatkan gerakan
sendi, latihan rentang gerak harus dimulai
segera mungkin setelah pembedahan, lebih
baik dalam 24 jam pertama dan dilakukan di
bawah pengawasan untuk memastikan
bahwa mobilisasi dilakukan dengan tepat
serta dengan cara yang aman (Smeltzer &
Bare, 2002), tapi ini belum berjalan dengan
semestinya. Hal ini disebabkan karena
adanya perasaan nyeri akibat dari tindakan
pembedahan yang dilakukan. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Astuti
(2006), setelah dilakukan rentang gerak aktif
pada pasien post operasi fraktur femur 1/3
medial dextra dengan pemasangan plate dan
screw, sebanyak 6 kali latihan didapatkan
hasil nyeri berkurang, rentang gerak panggul
kanan aktif dan pasif, kekuatan otot
meningkat, oedema berkurang dan aktifitas
fungsional meningkat dan dapat dievaluasi
bahwa pasien dalam melakukan aktifitas
sehari-hari sudah dapat berjalan sendiri,
biarpun masih dibantu dengan kruk. Dari
pengalaman peneliti selama bertugas di
ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang
sejak tahun 1989-2007, pelaksanaan latihan
rentang gerak pada pasien fraktur femur
terpasang fiksasi interna belum terlaksana
dengan baik. Standar Operasional Prosedur
juga belum tersedia diruangan. Ini diketahui
dari hasil wawancara dengan SPF dan
beberapa orang Kepala Ruangan. Advis
dokter mengenai mobilisasi ada ditemukan,
tapi belum terlaksana dengan baik.
Penyuluhan rentang gerak ada dilakukan,
namun tindak lanjut dan evaluasinya tidak
berjalan sesuai yang diharapkan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
yang dilakukan peneliti pada tanggal 18
Oktober 2012 sampai dengan 27 Oktober
2012 di Ruang Rawat Inap Trauma Centre,
dari empat orang pasien dengan fraktur
femur terpasang fiksasi interna didapatkan
tiga orang klien mengalami gangguan
fleksibilitas sendi lutut dengan fleksi kurang
dari 700. Hasil wawancara dengan pasien
didapat keluhan pasien merasa takut
melakukan latihan rentang gerak karena
sakit dan juga tidak adanya penyuluhan
mengenai manfaat dilakukan latihan rentang
gerak. Ini dapat dilihat dari perilaku perawat
yang belum melaksanakan latihan rentang
gerak pada pasien pasca operasi fraktur
terpasang fiksasi interna. Akibat
keterlambatan dalam pendeteksian,
mengakibatkan terjadinya gangguan
fleksibilitas sendi, yang akhirnya pasien
dirujuk ke fisioterapi.
A. Penetapan Masalah
Oleh sebab itu peneliti
merumuskan masalah penelitian apakah
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
179
ada pengaruh pemberian latihan rentang
gerak terhadap fleksibilitas sendi anggota
gerak bawah pada pasien fraktur femur
terpasang fiksasi interna di Ruang
Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui pengaruh pemberian
latihan rentang gerak terhadap
fleksibilitas sendi anggota gerak
bawah pada pasien fraktur femur
terpasang fiksasi interna di Ruang
Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Diidentifikasi fleksibilitas sendi
anggota gerak bawah yang
meliputi fleksibilitas fleksi sendi
panggul, fleksi sendi lutut,
dorsofleksi dan plantarfleksi
pergelangan kaki pada pasien
fraktur femur terpasang fiksasi
interna setelah diberi latihan
rentang gerak di ruang rawat
Trauma Centre RSUP Dr. M.
Djamil Padang.
b. Diidentifikasi fleksibilitas sendi
anggota gerak bawah yang
meliputi fleksibilitas fleksi sendi
panggul, fleksi sendi lutut,
dorsofleksi dan plantarfleksi
pergelangan kaki pada pasien
fraktur femur terpasang fiksasi
interna yang bergerak tidak
sesuai aturan penelitian di ruang
rawat Trauma Centre RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
c. Diidentifikasi perbedaan
fleksibilitas sendi anggota gerak
bawah yang meliputi
fleksibilitas fleksi sendi panggul,
fleksi sendi lutut, dorsofleksi
dan plantarfleksi pergelangan
kaki sesudah diberi latihan
rentang gerak dan yang bergerak
tidak sesuai aturan penelitian
pada pasien fraktur femur
terpasang fiksasi interna di
ruang rawat Trauma Centre
RSUP Dr. M. Djamil Padang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan menjadi
bahan intervensi yang spesifik dalam
konteks asuhan keperawatan pada
pasien dengan fraktur ekstremitas
bawah dengan mendesiminasikan
dan mensosialisasikan kepada
pemegang kebijakan serta perawat
pelaksana untuk dijadikan acuan
guna meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan khusunya untuk
mencegah terjadinya masalah
gangguan fleksibilitas sendi.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan
memberikan masukan dan bahan
pertimbangan dalam penyusunan dan
pembuatan standar operasional
prosedur (SOP) latihan rentang gerak
untuk mencegah terjadinya masalah
gangguan fleksibilitas sendi.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi rujukan dan data dasar bagi
penelitian berikutnya terutama yang
terkait dengan pengaruh pemberian
latihan rentang gerak terhadap
fleksibilitas sendi anggota gerak
bawah pada pasien fraktur femur.
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan menggunakan desain
Quasy Eksperiment dengan pendekatan
Posttest Only Control Group Design
(Notoatmojo, 2010). Pada kelompok
eksperimen latihan rentang gerak
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
180
dimulai pada hari kedua pasca operasi.
Latihan rentang gerak dilakukan selama
3 hari dengan durasi 15 menit, dengan 5
kali pengulangan setiap sendi dengan
sesi 2 kali sehari pagi dan sore hari.
Rentang gerak diukur tingkat
fleksibilitas sendinya (posttest), pada
hari kelima post operasi, sedangkan
pada kelompok control,
penatalaksanaan rentang gerak dimulai
pada hari kedua pasca operasi,
dilakukan selama 3 hari dengan durasi
15 menit, dengan 5 kali pengulangan
setiap sendi dengan sesi 2 kali sehari
pagi dan sore hari ada dianjurkan, tapi
dalam penatalaksanaannya latihan
rentang gerakdilakukan tidak sesuai
aturan penelitian. Pengukuran
fleksibilitas sendi (posttest) tetap
dilakukan. sama dengan kelompok
eksperimen, yaitu hari kelima post
operasi.
Rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Subjek Intervensi Posttest
Kelompok Eksperimen X1 O1 (E)
Kelompok Kontrol X2 O2 (P)
Keterangan:
KE : Kelompok Eksperimen
X1 : Pemberian latihan rentang gerak
O1 (E) : Pengukuran nilai fleksibilitas sendi kelompok eksperimen
KP : Kelompok control
X2 : Melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai dengan aturan penelitian
O2 (P) : Pengukuran nilai fleksibilitas sendi kelompok kontrol.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah
keseluruhan objek penelitian atau
objek yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Populasi
dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien fraktur femur yang
terpasang fiksasi interna di ruang
rawat inap Trauma Centre RSUP
Dr. M. Djamil Padang selama
bulan Oktober 2012 sampai
dengan Desember 2013 dengan
rata-rata perbulan 10 - 15 orang
pasien.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari
populasi yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2010).
Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah klien dengan
fraktur femur terpasang fiksasi
interna dan memenuhi kriteria
inklusi.
Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah Non Probability Sampling
yaitu Purposive Sampling.
Purposive Sampling adalah teknik
penetapan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu yang
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
181
dibuat oleh peneliti sendiri
berdasarkan ciri-ciri atau sifat-
sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya
(Notoatmodjo, 2010). Jumlah
sampel yang ditetapkan menurut
Sugiyono (2010) untuk penelitan
eksperimen sederhana adalah
antara 10 sampai 20 sampel. Pada
penelitian ini jumlah sampel yang
telah diambil adalah 10 orang
kelompok eksperimen dan 10
orang kelompok kontrol.
3. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
1) Bersedia menjadi
responden dan diberi
perlakuan latihan
rentang gerak dan yang
melakukan latihan
rentang gerak tidak
sesuai aturan penelitian.
2) Dapat berkomunikasi
dengan baik.
3) Pasien pasca operasi
fraktur femur terpasang
fiksasi interna lebih dari
48 jam.
4) Pasien yang belum
melakukan latihan
rentang gerak.
5) Pasien tidak ada
menderita penyakit
system musculoskeletal
seperti tumor tulang.
6) Pasien tidak ada
menderita penyakit
neurologis
7) Pasien berumur 15-45
tahun.
b. Kriteria Eklusi
1) Pasien pulang sebelum
terapi selesai dilakukan.
2) Pasien terpasang traksi.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
ruang rawat inap Trauma Centre
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan
Oktober 2012 - Mei 2013, dan
pengumpulan data telah
dilaksanakan pada 16 Maret 2013 –
13 April 2013.
D. Variabel dan Defenisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas atau variabel
independen yaitu veriabel
yang mempengaruhi. Variabel
independen dalam penelitian
ini adalah pemberian latihan
rentang gerak.
b. Variabel terikat/dependen
yaitu yang dipengaruhi.
Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah
fleksibilitas sendi.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dipakai
adalah Goniometer yang digunakan
dalam pengukuran sendi pasien yang
mengalami fraktur femur terpasang
fiksasi interna yang telah dilakukan
latihan rentang gerak dan yang
bergerak tidak sesuai aturan
penelitian.
1) Latihan gerak dilakukan
dengan durasi 15 menit,
dengan 5 kali
pengulangan setiap sendi
dengan sesi 2 kali sehari
pagi dan sore hari.
F. Teknik Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisis univariat
dilakukan untuk menjelaskan
karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti. Variabel
yang dianalisis dalam penelitian ini
adalah umur, jenis kelamin,
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
182
diagnosa medis dan gambaran
fleksibilitas sendi panggul, lutut,
dan pergelangan kaki pada pasien
fraktur femur terpasang fiksasi
interna. Penyajian data kategorik
seperti umur, jenis kelamin, dan
diagnosa medis menggunakan
persentase atau proporsi. Kategori
umur menurut Depkes RI, (2009)
adalah 15-25 tahun (masa remaja
akhir, 26-35 tahun (masa dewasa
awal), dan 36-45 tahun (masa
dewasa akhir). Sedangkan
diagnosa medis meliputi fraktur
femur 1/3 proximal, tengah dan
distal. Penyajian data numerik
seperti gambaran fleksibilitas
sendi panggul, lutut, dan
pergelangan kaki menggunakan
nilai mean, standar deviasi,
minimum, dan maksimum.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan
untuk membuktikan hipotesis
penelitian yaitu pemberian latihan
rentang gerak berpengaruh
terhadap fleksibilitas sendi
anggota gerak bawah pada pasien
fraktur femur terpasang fiksasi
interna. Sebelum menentukan
jenis analisis bivariat yang
digunakan, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas untuk
jenis data numerik dengan Shapiro
Wilk.
Data numerik sebagai hasil
penelitian umumnya mengikuti
distribusi normal, namun tidak
mustahil sekumpulan data
numerik tidak mengikuti asumsi
distribusi normal, oleh karena itu
untuk mengetahuinya dilakukan
uji normalitas. Uji statistik untuk
seluruh analisis tersebut diatas
dianalisis dengan tingkat
kemaknaan 95% (alpha 0.05%).
Uji statistik non parametrik
yang digunakan untuk menguji
perbedaan mean antara dua
kelompok yang independen
memakai uji Mann Whitney.
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap
pasien fraktur femur terpasang
fiksasi interna yang dirawat di ruang
rawat Trauma Centre RSUP Dr. M.
Djamil Padang dari tanggal 16 Maret
2013 sampai dengan 13 April 2013
dengan jumlah responden 20 orang
yang memenuhi kriteria sampel yang
telah ditentukan. Responden dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu 10
responden dijadikan kelompok
eksperimen yang diberikan latihan
rentang gerak dan 10 responden
dijadikan kelompok kontrol yang
melakukan latihan rentang gerak
tidak sesuai aturan penelitian.
Responden adalah pasien fraktur
femur terpasang fiksasi interna yang
dirawat di ruang rawat inap Trauma
Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2013. Selanjutnya ditampilkan
data karakteristik pasien
berdasarkan umur, jenis kelamin,
dan diagnosa medik.
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
183
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Karakteristik Umur, Jenis Kelamin dan
Diagnosis Medis pada Kedua Kelompok Pasien Di Ruang Rawat Trauma Centre
RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013
No Karakteritik Kriteria
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Kontrol
f % F %
1 Umur 15-25 tahun
26-35 tahun
36-45 tahun
5
2
3
50
20
30
4
1
5
40
10
50
Jumlah 10 100 10 100
2 Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
7
3
70
30
7
3
70
30
Jumlah 10 100 10 100
3 Diagnosa
Medik
Fraktur Femur 1/3 Distal
Fraktur Femur 1/3 Tengah
Fraktur Femur 1/3 Proksimal
2
6
2
20
60
20
3
4
3
30
40
30
Jumlah 10 100 10 100
Berdasarkan tabel 3,
memperlihatkan karakteristik dari 20
orang pasien penelitian yang terdiri dari
10 orang pasien kelompok yang diberikan
latihan rentang gerak dan 10 orang
pasien yang melakukan latihan rentang
gerak tidak sesuai dengan aturan
penelitian. Proporsi pasien berdasarkan
usia, pada kelompok eksperimen separuh
pasien (50 %) dengan kelompok usia 15-
25 tahun, sedangkan pada kelompok
kontrol separuh pasien (50 %) berada
pada kelompok usia 36-45 tahun.
Proporsi pasien dilihat dari jenis kelamin
pada kedua kelompok adalah sama yaitu
70 % pasien berjenis kelamin laki-laki.
Terakhir, proporsi pasien dilihat dari
diagnosa medik, pada kelompok
eksperimen lebih dari seperuh pasien 60
% dengan diagnosa fraktur femur 1/3
tengah, begitu juga dengan kelompok
kontrol hampir separuh pasien 40 %
dengan diagnosa medik fraktur femur 1/3
tengah.
B. Analisa Univariat
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
184
Tabel 4 Gambaran Fleksibilitas Sendi Panggul, Lutut dan Pergelangan Kaki pada Pasien
Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna yang Mendapatkan Latihan Rentang
Gerak di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013
NO
Kelompok Eksperimen
Panggul Lutut Pergelangan Kaki
Derajat
Fleksi
Derajat
Fleksi
Derajat
Dorsofleksi
Derajat
Plantarfleksi
1 60 65 15 45
2 75 50 20 50
3 75 65 10 45
4 60 70 15 45
5 80 60 10 45
6 60 60 10 50
7 75 70 15 45
8 65 70 15 45
9 75 50 10 50
10 60 50 5 50
Minimum
Maximum
Mean
Std.
deviation
60
80
68.5
8.18
50
70
61
8.43
5
20
12.5
4.25
45
50
47.0
2.58
Berdasarkan tabel 4, rata-rata
fleksibilitas fleksi sendi panggul adalah
68.5 derajat dengan rentang tertinggi
adalah 80 derajat dan terendah adalah
60 derajat. Rata-rata fleksibilitas fleksi
sendi lutut adalah 61 derajat dengan
rentang tertinggi 70 derajat dan terendah
50 derajat. Rata-rata fleksibilitas
dorsofleksi adalah 12.5 derajat dengan
rentang tertinggi 20 dan terendah 5
derajat, sedangkan rata-rata
fleksisibilitas plantarfleksi adalah 47.0
derajat dengan rentang tertinggi 50
derajat dan terendah 45 derajat.
Tabel 5 Gambaran Fleksibilitas Sendi Panggul, Lutut dan Pergelangan Kaki pada Pasien
Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna yang Melakukan Latihan Rentang
Gerak Tidak Sesuai Dengan Aturan Penelitian di Ruang Rawat Trauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013
No Kelompok Kontrol
Panggul Lutut Pergelangan Kaki
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
185
Derajat
Fleksi
Derajat
Fleksi
Derajat
Dorsofleksi
Derajat
Plantarfleksi
1 45 15 0 35
2 40 20 5 30
3 50 20 0 45
4 50 10 0 30
5 45 15 0 25
s6 45 20 5 30
7 50 20 0 30
8 50 15 5 45
9 40 10 0 35
10 40 10 0 30
Minimum
Maximum
Mean
Std.
deviation
40
50
45.5
4.4
10
20
15.50
4.3
0
5
1.5
2.4
25
45
33.5
6.7
Berdasarkan tabel 5, rata-rata
fleksibilitas fleksi sendi panggul adalah
45.5 derajat dengan rentang tertinggi
adalah 50 derajat dan terendah adalah 40
derajat. Rata-rata fleksibilitas fleksi sendi
lutut adalah 15.5 dengan rentang
tertinggi 20 derajat dan terendah 10
derajat. Dan rata-rata fleksibilitas
dorsofleksi adalah 1.5 derajat dengan
rentang tertinggi 5 dan terendah 0
derajat, sedangkan rata-rata fleksibilitas
plantarfleksi adalah 33.5 derajat dengan
rentang tertinggi 45 derajat dan terendah
25 derajat.
C. Analisa Bivariat
Sebelum analisa bivariat,
dilakukan uji normalitas untuk
menentukan uji yang akan dilakukan
baik pada kelompok eksperimen yang
diberikan latihan rentang gerak,
maupun pada kelompok kontrol yang
melakukan latihan rentang gerak
tidak sesuai dengan aturan
penelitian.
1. Hasil uji normalitas pada tabel
Shapiro-Wilk untuk variabel
fleksibilitas fleksi sendi panggul,
didapatkan pada kelompok
eksperimen nilai p= 0.012
sedangkan pada kelompok kontrol
nilai p = 0.017 karena kedua
kelompok mempunyai kemaknaan
< 0.05 dapat disimpulkan data
berdistribusi tidak normal, maka
uji non parametrik yang
digunakan adalah uji Mann
Whitney.
2. Hasil uji normalitas pada tabel
Shapiro-Wilk untuk variabel
fleksibilitas fleksi sendi lutut pada
kelompok eksperimen nilai p=
0.041 sedangkan pada kelompok
kontrol nilai p = 0.017 karena
kedua kelompok mempunyai
kemaknaan < 0.05 dapat
disimpulkan data berdistribusi
tidak normal, maka uji non
parametrik yang digunakan
adalah uji Mann Whitney.
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
186
3. Hasil uji normalitas pada tabel
Shapiro-Wilk untuk variabel
fleksibilitas dorsofleksi pada
kelompok eksperimen nilai p=
0.258 sedangkan pada kelompok
kontrol nilai p = 0.000 karena
salah satu nilai mempunyai
kemaknaan < 0.05 dapat
disimpulkan data berdistribusi
tidak normal, maka uji
parametrik yang digunakan
adalah uji Mann Whitney.
4. Hasil uji normalitas pada tabel
Shapiro-Wilk untuk variabel
fleksibilitas plantarfleksi pada
kelompok eksperimen nilai p=
0.000 sedangkan pada kelompok
kontrol nilai p = 0.021 karena
kedua kelompok mempunyai
kemaknaan < 0.05 dapat
disimpulkan data berdistribusi
tidak normal, maka uji non
parametrik yang digunakan
adalah uji Mann Whitney.
Tabel 6 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Fleksi Sendi Panggul Pasien pada Kelompok
Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang
Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur
Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013
Kelompok
Responden N Mean Rank Z p value
Fleksibilitas
Fleksi Sendi
Panggul
Eksperimen
0 10 15.5
-3.84
0,000 Variabel 10 5.5
Hasil analisis data didapatkan rata-
rata rentang gerak fleksi sendi panggul pada
kelompok eksperimen adalah 15.5 derajat,
sedangkan pada kelompok kontrol adalah
5.5 derajat. Hasil uji statistic Mann Whitney
dapat disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan rentang gerak fleksi panggul
antara kelompok eksperimen yang diberikan
latihan rentang gerak dan kelompok kontrol
yang melakukan latihan rentang gerak tidak
sesuai aturan penelitian (p value = 0.000 <
0.05).
Tabel 7 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Fleksi Sendi Lutut Pasien pada Kelompok Eksperimen
yang diberikan Latihan Rentang Gerak Sendi dan pada Kelompok Kontrol yang
Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur
Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013
Variabel Kelompok
Responden N
Mean
Rank Z p value
Fleksibilitas
Fleksi Sendi
Lutut
Eksperimen
0 10 15.5
-3.82
0,000 Kontrol 10 5.5
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
187
Hasil analisis data didapatkan rata-
rata rentang gerak fleksi lutut pada
kelompok eksperimen adalah 15.5 derajat,
sedangkan pada kelompok kontrol adalah
5.5 derajat. Hasil uji statistik Mann Whitney
dapat disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan rentang gerak fleksi lutut antara
kelompok eksperimen yang diberikan
latihan rentang gerak dan kelompok kontrol
yang melakukan latihan rentang gerak tidak
sesuai aturan penelitian (p value= 0.000
<0.05).
Tabel 8 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Dorsofleksi Pergelangan Kaki Pasien pada Kelompok
Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang
Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur
Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013
Variabel Kelompok
Responden N
Mean
Rank Z p value
Fleksibilitas
Dorsofleksi
Pergelangan Kaki
Eksperimen
0 10 15.35
-3.791
0,000 Kontrol 10 5.65
Hasil analisis data didapatkan rata-
rata rentang gerak dorsofleksi pada
kelompok eksperimen adalah 15,35 derajat,
sedangkan pada kelompok kontrol adalah
5.65. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
rentang gerak dorsofleksi antara kelompok
eksperimen dan kelompok control (p
value= 0.000 <0.05).
Tabel 9 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Plantarfleksi Pergelangan Kaki Pasien pada Kelompok
Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang
Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur
Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013
Variabel Kelompok
Responden N
Mean
Rank Z p value
Fleksibilitas
Plantarfleksi
P’gelangan Kaki
Eksperimen
0 10 14.9
-3.48
0,000 Kontrol 10 6.10
Hasil analisis data didapatkan rata-
rata rentang gerak plantarfleksi pada
kelompok eksperimen adalah 14.9 derajat,
sedangkan pada kelompok kontrol adalah
6.1. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
rentang gerak plantarfleksi antara kelompok
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
188
eksperimen dan kelompok kontrol (p value= 0.000 <0.05).
PEMBAHASAN
A. Fleksibilitas Sendi Pada Pasien
Fraktur Femur Terpasang Fiksasi
Interna Setelah Pemberian Latihan
Rentang Gerak (Kelompok
Eksperimen)
Berdasarkan hasil analisis penelitian
dari 10 orang pasien kelompok eksperimen,
didapatkan hasil dari fleksi sendi panggul
dengan nilai maximum 80 derajat dan
minimum 60 derajat, pada fleksi sendi lutut
di dapatkan nilai maximum 70 derajat dan
minimum 50 derajat. Selanjutnya dorsofleksi
sendi pergelangan kaki didapatkan nilai
maximum 20 derajat dan minimum 5
derajat. Sedangkan untuk plantarfleksi sendi
pergelangan kaki di dapat nilai maximum 50
derajat dan minimum 45 derajat.
Berdasarkan teori yang dikemukakan
oleh Potter dan Perry (2005), rentang normal
fleksi sendi panggul adalah 90- 120 derajat,
jika dibandingkan dengan hasil yang didapat
ada peningkatan nilai yang signifikan dan
mendekati nilai normal. Pada sendi lutut di
dapatkan rentang normal 120-130 derajat
dan dibandingkan dengan hasil latihan yang
diberikan pada sendi lutut terdapat
peningkatan, walaupun sebahagian.
Selanjutnya, dorsofleksi pergelangan kaki
dengan rentang normal 20-30 derajat
dibandingkan hasil yang didapat lebih dari
separuh pasien mendekati normal,
sedangkan untuk plantarfleksi dengan
rentang normal 45-50 derajat didapat
peningkatan nilai yang sangat signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
setelah diberikan latihan rentang gerak
selama 3 hari dengan frekuensi 2 kali sehari
selama 15 menit menunjukkan hasil yang
memuaskan dalam mengatasi gangguan
fleksibilitas sendi. Hasil penelitian ini
berkorelasi dengan penelitian yang
dilakukan oleh Astuti (2006), setelah
dilakukan rentang gerak aktif pada pasien
post operasi fraktur femur 1/3 medial dextra
dengan pemasangan plate dan screw,
sebanyak 6 kali latihan didapatkan hasil,
rentang gerak panggul kanan aktif dan pasif,
kekuatan otot meningkat, nyeri berkurang,
oedema berkurang dan aktifitas fungsional
meningkat dan dapat dievaluasi bahwa
pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
sudah dapat berjalan sendiri, walaupu masih
dibantu dengan kruk.
Hasil penelitian Astuti (2006) ini
juga perkuat oleh Werner (2009) yang
menyatakan bahwa latihan rentang gerak
yang dilakukan secara teratur dapat
meningkatkan kekuatan otot pada klien yang
mengalami gangguan atau keterbatasan
fungsi motorik. Latihan rentang gerak yang
dilakukan secara kontinyu sepanjang hidup
dapat mempertahankan fungsi sendi serta
mencegah terjadinya gangguan fleksibilitas
dan deformitas.
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
189
Nilai fleksibilitas sendi pada
kelompok eksperimen yang diberikan
latihan rentang gerak menunjukkan dari
keempat nilai fleksibilitas sendi (sendi
panggul, lutut dorsofleksi dan plantarfleksi
pergelangan kaki), fleksibilitas sendi lutut
mendapat hasil yang kurang memuaskan.
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya trauma
langsung pada system musculoskeletal yang
menyebabkan terjadinya fraktur, dan adanya
perasaan nyeri akibat adanya incisi (luka
operasi) di daerah paha tempat fraktur
terjadi. Setelah pembedahan nyeri mungkin
sangat berat, edema, hematom, dan spasme
otot, sehingga hal ini dapat berdampak
terjadinya gangguan pada kontraksi dan
relaksasi otot. Otot-otot yang penting dalam
kontraksi dan relaksasi, bila tidak
digerakkan mengakibatkan salah satunya
adalah gangguan fleksibilitas sendi (Potter &
Perry, 2005). Selain itu gangguan
fleksibilitas juga dipengaruhi akibat adanya
masa inflamasi dalam proses penyembuhan
luka yang berlangsung selama 2-3 hari pasca
operasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Setelah pembedahan nyeri mungkin
sangat berat, adanya edema, hematom dan
spasme otot sehingga hal ini dapat
berdampak terjadinya gangguan pada
kontraksi dan relaksasi otot. Otot-otot yang
penting dalam kontraksi dan relaksasi, bila
tidak digerakkan mengakibatkan salah
satunya adalah gangguan fleksibilitas sendi
(Potter & Perry, 2005).
Dilihat dari karakteristik pasien pada
kelompok eksperimen berdasarkan jenis
kelamin lebih dari lebih separuh pasien
(70%) adalah laki-laki. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Phillips
(1955), Kirchner dan Glines (1957), dalam
Bloomfield, dkk (1994:212), jenis kelamin
berpengaruh juga terhadap fleksibilitas sendi
seseorang. Wanita lebih lentur daripada laki-
laki karena tulang-tulangnya lebih kecil dan
otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki.
Menurut teori yang dikemukakan
oleh Tseng dkk (2007) dan Smeltzer dan
Bare (2002), latihan rentang gerak bertujuan
untuk mempertahankan fleksibilitas dan
mobilitas sendi, mengembalikan kontrol
motorik, meningkatkan/ mempertahankan
integritas sendi dan jaringan lunak,
membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial dan
menurunkan pembentukan kontraktur
terutama pada ekstremitas yang mengalami
paralisis. Manfaat lain yang didapatkan dari
latihan rentang gerak yaitu dapat
memaksimalkan fungsi aktifitas kehidupan
sehari-hari, mengurangi atau menghambat
nyeri, mencegah bertambah buruknya sistem
neuromuscular, mengurangi gejala depresi
dan kecemasan, meningkatkan harga diri,
meningkatkan citra tubuh dan memberikan
kesenangan.
Latihan rentang gerak pasif
merupakan salah satu jenis metode dalam
melakukan latihan rentang gerak. Jenis
metode ini dalam pelaksanaannya
memerlukan bantuan untuk memberi latihan
kepada sendi yang akan dilatih. Dalam
pelaksanaannya, latihan rentang gerak
memerlukan bantuan untuk memberi
pergerakan pada sendi yang akan diregang.
Peregangan dilakukan oleh pasien secara
perlahan-lahan sampai limit rasa sakit (rasa
sakit yang pertama) dan bukan sampai terasa
sakit yang maksimal. Setelah itu barulah
peneliti memberi regangan secara perlahan-
lahan sampai titik fleksibilitas maksimum
tercapai (rasa sakit kedua). Pada saat itulah
(antara rasa sakit pertama dan rasa sakit
kedua) reflex muscle spindle terjadi,
sehingga pemanjangan otot tidak
dimungkinkan lagi (Dharma, 1984/1993 ;
Ganong, 1995).
Muscle spindle merupakan suatu
receptor yang menerima rangsang dari
regangan otot. Regangan yang cepat akan
menghasilkan impuls yang kuat pada muscle
spindle. Rangsangan yang kuat akan
menyebabkan refleks muscle spindle yaitu
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
190
mengirim impuls ke spinal cord menuju
jaringan otot dengan cepat, menyebabkan
kontraksi otot yang cepat dan kuat. Muscle
spindle sangat berperan dalam proses
pergerakan atau pengaturan motorik (Potter
& Perry, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian, pada
klien fraktur femur terpasang fiksasi interna
yang sedang melakukan bedrest atau
mengalami keterbatasan dalam pergerakan,
latihan pasif sangat tepat dilakukan dan akan
mendapatkan manfaat seperti terhindarnya
dari kemungkinan terjadinya gangguan
fleksibilitas sendi. Setiap gerakan yang
dilakukan dengan rentang yang penuh, maka
akan meningkatkan kemampuan bergerak
dan dapat mencegah keterbatasan dalam
beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat
melakukan latihan secara aktif maka perawat
bisa membantu untuk melakukan latihan.
B. Fleksibilitas Sendi Pada Pasien
Fraktur Femur Terpasang Fiksasi
Interna Yang Melakukan Latihan
Rentang Gerak Tidak Sesuai Dengan
Aturan Penelitian (Kelompok
Kontrol)
Berdasarkan hasil analisis penelitian
dari 10 orang pasien kelompok kontrol,
didapatkan hasil dari fleksi sendi panggul
dengan nilai maximum 50 derajat dan
minimum 40 derajat, pada fleksi sendi lutut
di dapatkan nilai maximum 20 derajat dan
minimum 10 derajat. Selanjutnya dorsofleksi
sendi pergelangan kaki didapatkan nilai
maximum 5 derajat dan minimum 0 derajat.
Sedangkan untuk plantarfleksi sendi
pergelangan kaki di dapat nilai maximum 45
derajat dan minimum 25 derajat.
Berdasarkan teori yang dikemukakan
oleh Potter & Perry (2005), rentang normal
fleksi sendi panggul adalah 90- 120 derajat
dibandingkan dengan hasil yang didapat ada
peningkatan sepertiga bagiannya. Pada sendi
lutut di dapatkan rentang normal 120-130
derajat dan dibandingkan dengan hasil
latihan yang diberikan pada sendi lutut
terlihat tidak terdapat peningkatan yang
memuaskan. Selanjutnya, dorsofleksi
pergelangan kaki dengan rentang normal 20-
30 derajat dibandingkan hasil yang didapat
juga kurang memuaskan, sedangkan untuk
plantarfleksi dengan rentang normal 45-50
derajat, dibandingkan dengan hasil
penelitian yang didapat terlihat hanya
sebagian saja pasien yang mengalami
peningkatan rentang gerak mendekati
normal.
Selain disebabkan oleh adanya
trauma langsung pada system
musculoskeletal yang menyebabkan
terjadinya fraktur, juga didapatkan adanya
perasaan nyeri akibat adanya incisi (luka
operasi) di daerah paha tempat fraktur
terjadi disertai dengan dekatnya daerah
operasi tersebut dengan daerah sendi
anggota gerak bawah, terutama sendi lutut.
Hal ini terjadi akibat dalam proses
penyembuhan luka masih dalam tahap
inflamasi yang berlangsung selama 2-3 hari
pasca operasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Setelah pembedahan nyeri mungkin
sangat berat, adanya edema, hematom dan
spasme otot sehingga hal ini dapat
berdampak terjadinya gangguan pada
kontraksi dan relaksasi otot. Otot-otot yang
penting dalam kontraksi dan relaksasi, bila
tidak digerakkan mengakibatkan salah
satunya adalah gangguan fleksibilitas sendi
(Potter & Perry, 2005).
Latihan rentang gerak yang
dilakukan tidak sesuai aturan penelitian yang
dilakukan pasien menampakkan hasil yang
kurang menuaskan dalam mengatasi
gangguan fleksibilitas sendi. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil yang didapat setelah
dilakukan pengukuran. Penyuluhan dan cara
latihan rentang gerak (lefleat) ada diberikan
oleh peneliti, tapi sebagian besar pasien
tidak ada melaksanakan. Selain dari hasil
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
191
yang di dapat kurang memuaskan terutama
untuk sendi lutut dan dorsofleksi, hal ini
ditambah dengan adanya perasaan nyeri
yang dialami oleh pasien sendiri dan
mengakibatkan pasien malas melakukan
latihan rentang gerak.
Dilihat dari karakteristik pasien
kelompok kontrol berdasarkan umur dan
jenis kelamin separuh pasien (50%) berusia
36-45 tahun (dewasa akhir) dan lebih dari
separuh responden (70%) dengan jenis
kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Pudjiastuti dan
Utomo, 2003 usia mempengaruhi sistem
tubuh termasuk muskuloskeletal. Semakin
bertambah usia maka fungsi muskuloskeletal
akan semakin berkurang. Setelah mencapai
puncaknya maka perlahan-lahan terjadi
perubahan fungsi ke arah penurunan.
Kolagen dan elastin sebagai protein
pendukung utama pada kulit, tulang, tendon,
kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan cross linking
yang tidak teratur. Selain kolagen, unsur lain
juga berkurang seiring bertambahnya umur.
Menurunnya kepadatan tulang, berubahnya
struktur otot dan sendi yang lama kelamaan
mengalami penurunan elastisitas
menyebabkan kekuatan dan fleksibilitas otot
sendi menjadi menurun sehingga terjadi
penurunan luas gerak sendi. Dan
berdasarkan jenis kelamin, wanita cenderung
lebih fleksibel dari pada laki-laki pada usia
yang sama sepanjang hidup. Perbedaan ini
umumnya dikaitkan dengan variasi anatomi
dalam struktur sendi.
Secara teori, apabila otot-otot
termasuk otot ekstremitas bawah tidak
dilatih terutama pada klien yang mengalami
gangguan fungsi motorik kasar dalam jangka
waktu tertentu maka otot akan kehilangan
fungsi motoriknya secara permanen. Hal ini
terjadi karena otot cenderung dalam keadaan
immobilisasi. Keterbatasan mobilisasi
mempengaruhi otot klien melalui kehilangan
daya tahan, penurunan massa otot, atrofi dan
penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari
keterbatasan mobilisasi adalah gangguan
metabolisme kalsium dan gangguan
mobilisasi sendi. Immobilisasi dapat
mempengaruhi fungsi otot dan skeletal.
Akibat pemecahan protein pada otot, klien
mengalami kehilangan massa tubuh yang
membentuk sebagian otot.
Oleh karena itu penurunan massa
otot tidak mampu mempertahankan aktifitas
tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot
menurun akibat metabolisme dan otot yang
tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut
dan otot tidak dilatih maka akan terjadi
penurunan massa yang berkelanjutan (Potter
& Perry, 2005). Penurunan mobilisasi dan
gerakan mengakibatkan kerusakan
muskuloskeletal yang besar dengan
perubahan patofisiologi utamanya adalah
atrofi.
Atrofi adalah suatu keadaan sebagai
respons tehadap penyakit dan penurunan
aktifitas sehari-hari seperti pada imobilisasi
dan tirah baring (Kasper dkk, 1993 dalam
Potter & Perry, 2005). Penurunan stabilitas
terjadi akibat kehilangan daya tahan,
penurunan massa otot, atrofi dan kelainan
sendi yang aktual sehingga klien tidak
mampu bergerak terus menerus dan beresiko
untuk jatuh. Seperti yang telah dijelaskan
diatas, bahwa imobilisasi dapat
menyebabkan gangguan metabolisme
kalsium dan sendi. Akibatnya resorpsi
tulang menjadi meningkat sehingga jaringan
tulang kehilangan kepadatannya dan terjadi
osteoporosis (Holm, 1989 dalam Potter &
Perry, 2005).
Dampak imobilisasi juga dapat
mengakibatkan kontraktur sendi yaitu suatu
kondisi abnomal dan permanen yang
ditandai dengan fleksi sendi dan terfiksasi.
Hal ini terjadi akibat sendi tidak digunakan,
atrofi dan terjadi pemendekan serat otot. Jika
terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat
mempertahankan rentang geraknya dengan
penuh. Besarnya keuntungan yang didapat
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
192
dari latihan rentang serta dampak yang
ditimbulkan, maka jelaslah bahwa latihan
rentang gerak sangat dianjurkan untuk
dilakukan secara teratur terutama pada klien
dengan gangguan fungsi motorik termasuk
pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi
interna. Karena dengan latihan ini maka
fungsi motorik menjadi meningkat sehingga
pasien dapat melakukan mobilisasi dengan
lebih baik untuk menunjang aktifitas sehari-
harinya.
C. Perbedaan Fleksibilitas Sendi Pada
Pasien Fraktur Femur Terpasang
Fiksasi Interna Setelah Pemberian
Latihan Rentang Gerak Dengan
Yang Melakukan Latihan Rentang
Gerak Tidak Sesuai Dengan Aturan
Penelitian
Hasil analisis data pada table 6
didapatkan rata-rata rentang fleksi pinggul
pada kelompok eksperimen adalah 15.5
derajat, sedangkan pada kelompok kontrol
adalah 5.5. hasil uji statistic Mann Whitney
dapat disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan rentang fleksi pinggul antara
kelompok eksperimen dan kelompok control
(p value= 0.001 < 0.05). Hasil analisis data
pada table 7 didapatkan rata-rata rentang
fleksi lutut pada kelompok eksperimen
adalah 15.5 derajat, sedangkan pada
kelompok kontrol adalah 5.5 derajat. Hasil
uji statistik Mann Whitney dapat
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
rentang fleksi lutut antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol (p value
= 0.001 < 0.05). Hasil analisis data pada
table 8 didapatkan rata-rata rentang gerak
dorsofleksi pada kelompok eksperimen
adalah 15,35 derajat, sedangkan pada
kelompok kontrol adalah 5.65. Hasil uji
statistic Mann Whitney dapat disimpulkan
ada perbedaan yang signifikan rentang gerak
dorsofleksi antara kelompok eksperimen dan
kelompok control (p value= 0.000 < 0.05).
Hasil analisis data pada table 9 didapatkan
rata-rata rentang plantarfleksi pada
kelompok eksperimen adalah 14.9 derajat,
sedangkan pada kelompok kontrol adalah
6.1. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
rentang gerak plantarfleksi antara kelompok
eksperimen dan kelompok control (p
value= 0.001 < 0.05).
Berdasarkan hasil analisis diatas
maka dapat disimpulkan bahwa latihan
rentang gerak yang dilakukan selama tiga
hari berturut turut dengan frekuensi 2 kali
sehari dapat meningkatkan fleksibilitas sendi
panggul, lutut, dorsofleksi dan plantarflksi
pergelangan kaki secara bermakna pada
pasien fraktur femur terpasang fiksasi
interna yang mengalami gangguan motorik.
Walaupun kenaikan nilai rentang tidak
terlalu besar tetapi hasil ini cukup
membuktikan bahwa intervensi yang
dilakukan memberikan hasil yang
diharapkan. Hal ini berbeda dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang hanya
melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai
dengan aturan penelitian dimana setelah
dilakukan pengukuran nilai fleksibilitas
sendi terdapat kenaikan tetapi kenaikannya
sangat kecil dibandingkan dengan kelompok
intervensi.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kelln, et al
(2009) yang menyatakan bahwa pelaksanaan
program latihan rentang gerak secara dini
pada klien pasca pembedahan menghasilkan
suatu peningkatan yang signifikan bagi
pemulihan yang lebih cepat. Peningkatan
yang terlihat diantaranya adalah cara
berjalan yang lebih baik, peningkatan dalam
fleksi panggul, lutut, dorsofleksi dan
plantarfleksi kearah normal, walaupun
secara statistik tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan
ketebalan ekstremitas dan luas gerak sendi
lutut. Kesimpulannya adalah intervensi ini
memberikan efek positif dan harapan bagi
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
193
klien dengan gangguan sendi bahwa dengan
latihan rentang gerak secara dini yang
dilakukan minimal selama 3 hari pasca
pembedahan dapat mempercepat pemulihan
kearah normal.
Secara teori, latihan rentang gerak
yang dilakukan secara rutin sangat penting
karena tujuan utama latihan rentang gerak
adalah untuk memelihara sendi agar tetap
fleksibel. Latihan ini juga dapat membantu
sendi agar tidak kaku, kontraktur serta
menghindari deformitas. Bahaya paling
besar ketika terjadi paralisis atau spastis
yang menyebabkan ketidakseimbangan otot,
dimana sendi tertarik lebih kuat ke satu arah
sehingga menekuk secara terus menerus
(Werner, 2009). Keadaan ini akan
mengakibatkan sendi kehilangan
elastisitasnya sehingga fleksibilitas sendi
menjadi menurun.
Kontraktur merupakan gangguan
yang umum terjadi pada klien dengan pasien
fratur femur pasca pembedahan. Kontraktur
bisa berupa kontraksi otot yang permanen,
tahanan yang tinggi pada peregangan pasif,
hipoekstensibilitas, berkurangnya rentang
peregangan pasif dan pemendekan otot.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
deformitas, latihan rentang gerak harus
dilakukan secara kontinyu. Penting bagi
pasien fraktur femur terpasang fiksasi
interna untuk menggerakan tubuhnya
melalui pergerakan sendi secara penuh
dalam aktifitas kehidupan sehari-hari
(Werner, 2009). Menurut Bowden &
Greenberg (2008) agar sendi tidak
kehilangan fungsinya, maka latihan rentang
gerak sebaiknya dilakukan setidaknya 2 kali
dalam sehari. Jika sendi telah kehilangan
gerakannya, maka latihan dilakukan lebih
sering dan lebih lama. Latihan rentang gerak
harus dilakukan sedini mungkin sebelum
sendi kehilangan rentang geraknya. Memulai
latihan sedini mungkin dapat mengurangi
dan mencegah terjadinya keterbatasan.
Selain melihat pengaruh latihan rentang
gerak terhadap fleksibilitas sendi panggul,
lutut, dorsofleksi, dan plantarfleksi
pergelangan kaki dan masing-masing
kelompok, pada penelitian ini juga
membandingkan bagaimana pengaruh
latihan rentang gerak antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Hasilnya
menunjukkan bahwa ada perbedaan rentang
gerak antara kelompok intervensi dan
kontrol. Hasil analisis menunjukkan bahwa
rata-rata nilai fleksibilitas sendi panggul,
sendi lutut, dorsofleksi dan plantarfleksi
sendi pergelangan kaki kelompok intervensi
lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kelompok control.
Berdasarkan hasil penelitian diatas,
maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
latihan rentang gerak efektif harus
dilaksanakan dalam membantu mencegah
terjadinya gangguan fleksibilitas sendi pada
pasien pasca operasi terpasang fiksasi
interna. Latihan rentang gerak merupakan
salah satu intervensi keperawatan
“Gangguan mobilitas fisik” dimana pasien
mengalami ketidakseimbangan atau
keterbatasan dalam menggerakkan satu atau
lebih bagian sendi (Ellis & Bent, 2007). Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Jogi (2010) yang melakukan intervensi
latihan rentang gerak sendi pada klien post
Total Hip Arthroplasty (THA) dan Total
Knee Arthroplasty (TKA) kepada 30 pasien.
Latihan dilakukan sebanyak 1-2 kali
seminggu selama 5-7 minggu. Hasilnya
terjadi peningkatan secara signifikan pada
keseimbangan dan kekuatan otot terutama
pada saat posisi berdiri.
Latihan rentang gerak dapat
diberikan pada pasien yang mengalami
keterbatasan mobilisasi, dan tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan
rentang gerak dengan mandiri. Untuk itu
perawat harus membuat jadwal kapan
latihan rentang gerak harus dilakukan.
Berdasarkan obsevasi peneliti dilapangan
hal-hal yang menghambat dalam
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
194
pelaksanaan latihan retang gerak seperti
adanya nyeri pasca pembedahan dan daerah
trauma dapat ditepis dengan cara melakukan
latihan rentang gerak pasif secara perlahan
dan lembut sehingga tidak menimbulkan
perasaan nyeri pada pasien. (Potter & Perry,
2005).
Latihan rentang gerak yang diberikan
dalam penelitian ini cukup mendapat respon
yang baik dari responden, keluarga dan
petugas Trauma Centre sendiri. Pelaksanaan
latihan rentang gerak ini juga didukung
dengan pedoman yang disertai gambar,
sehingga memudahkan responden dan
petugas untk melaksanakannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan tentang pengaruh pemberian
latihan rentang gerak terhadap
fleksibilitas sendi anggota gerak bawah
pada pasien fraktur femur terpasang
fiksasi interna di Ruang Trauma Centre
RSUP Dr. M. Djamil Padang, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pada kelompok eksperimen
didapatkan rata-rata fleksibilitas
sendi setelah
diberikan latihan rentang gerak yaitu
pada fleksi sendi panggul 68,5
derajat, fleksi sendi lutut 61 derajat,
dorsofleksi pergelangan kaki 12,5
aderajat dan plantarfleksi
pergelangan kaki 47 derajat.
2. Pada kelompok kontrol didapatkan
rata-rata fleksibilitas sendi setelah
dilakukan gerakan tidak sesuai aturan
penelitian yaitu fleksi sendi panggul
45,5 derajat, fleksi sendi lutut 15,5
derajat, dorsofleksi pergelangan kaki
1,5 derajat dan plantarfleksi
pergelangan kaki 33,5 derajat.
3. Adanya perbedaan yang bermakna
fleksibilitas sendi anggotak gerak
bawah antara kelompok eksperimen
yang diberikan latihan rentang gerak
dengan kelompok kontrol yang
melakukan latihan rentang gerak
tidak sesuai aturan penelitian.
B. Saran
1. Bagi Profesi Keperawatan
Adanya peningkatan
pengetahuan perawat khususnya
untuk orthopedi melalui pelatihan
atau seminar sehingga mendapatkan
keterampilan yang sama dalam
merawat pasien pasca operasi
ekstremitas bawah terutama
bagaimana mengoptimalkan latihan
rentang gerak untuk mencegah
terjadinya masalah gangguan
fleksibilitas sendi.
2. Bagi Instansi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat
dilanjutkan sebagai intervensi
dirumah sakit untuk menerapkan
pelaksanaan latihan rentang gerak
secara terstruktur dan terencana dan
membuat kebijakan dalam bentuk
SOP.
3. Bagi penelitian selanjutnya
a. Perlunya penelitian tentang
terapi lain untuk meningkatkan
fleksibilitas sendi dan rentang
gerak ekstremitas bawah pada
pasien fraktur femur, misalnya
penggunaan biofeeback,
akupuntur, atau continuous
passive motion.
b. Perlunya penelitian tentang
perbandingan tingkat efektifitas
latihan rentang gerak dengan
terapi lainya seperti latihan
rentang gerak dengan akupresur
dalam meningkatkan
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
195
fleksibilitas sendi ekstremitas
bawah pada pasien fratur femur
post operasi.
KEPUSTAKAAN
Berger & Williams. (1992).
Fundamental of nursing:
Collaborating for optimal
helath. USA: Apleton & Lange
c. Bowden, V.R & Greenberg, C.S.
(2008). Pediatric nursing
procedures. second edition.
Philadelphia: Lipincot William
and Wilkins.
d. Cluett, J. (2008). Open
Reduction Internal Fixation.
Diakses pada tanggal 8
November 2012, dari
http://orthopedics.about.com/
cs/brokenbones
e. Dahlan, M. S. (2011). Statistik
untuk kedokteran dan kesehatan:
Deskriptif, bivariat, dan
multivariat , dilengkapi aplikasi
dengan menggunakan SPSS.
Jakarta: Salemba Medika.
f. Ellis, JR & Bentz, PM. (2007).
Modules for basic nursing skills.
Philadelphia: Lippincoat
Williams & Wilkins.
g. Fakultas Keperawatan. (2012).
Pedoman penulisan skripsi.
Padang: Universitas Andalas.
h. Faridaryany. (2010). Anatomi
fisiologi sistem muskuloskeletal:
Mata kuliah biomedik II.
Diakses tanggal 9 Januari 2013,
dari files.wordpress.com/
2012/06/anfis-muskuloskeletal.
i. Fatmah. (2010). Gizi usia lanjut.
Jakarta: Erlangga.
j. Ganong. (1995). Anatomi
Fisiologi. Jakarta: EGC
k. Hastono, S.P. (2007). Analisis
data kesehatan. Jakarta: FKM
UI
l. Iryani, D. (2010). Fisiologi
anatomi otot rangka: Mata
kuliah pengantar. Diakses
tanggal 9 Januari 2013, dari
fkunand
2010.files.wordpress.com
m. Kelln, B.M, (2009). Effect of
early active range of motion
rehabilitation on outcome
measures after partial
meniscectomy. Knee Surg
Sports Traumatol Arthrosc, 17
(35), 607–616.
n. Kozier, B., dkk. (2010). Buku
ajar fundamental keperawatan:
Konsep, proses, & praktik (7th
ed, 2nd vol.). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
o. Lewis, S. L, dkk. (2011).
Medical-surgical nursing:
Assessment and management of
clinical promlems (8th ed, 2nd
vol.). America: Elsevier Mosby.
p. Muttaqin, A. (2008). Buku ajar
asuhan keperawatan klien
gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
q. Notoatmodjo, S. (2010).
Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
r. Nursalam. (2008). Konsep dan
penerapan metodologi
penelitian ilmu keperawatan:
pedoman skripsi, tesis, dan
instrumen penelitian
keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
s. Oldmeadow, dkk. (2006). No
rest for the wounded: early
ambulation after hip surgey
accelerates recovery. Diakses
pada tanggal 5 Mei 2013 dari
http://proquest.umi.com/pqdweb
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196
196
t. Pearce, E. C. (2000). Anatomi
dan fisiologi untuk paramedis.
Jakarta: PT Gramedia.
u. Potter, P. A., & Perry,A. G.
(1993). Fundamental of nursing:
concepts, proces, & practice
(3rd ed.). America: Mosby-Year
Book, Inc.
v. Potter, P. A., & Perry, A. G.
(2005). Buku ajar fundamental
keperawatan: konsep, proses, &
praktik. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
w. Pudjiastuti, S. S & Utomo, B.
(2003). Fisioterapi pada lansia.
Jakarta: EGC.
x. Riwidikdo, H. (2012). Statistik
kesehatan: Belajar mudah teknik
analisis data dalam penelitian
kesehatan. Jakarta: EGC
y. Sjamsuhidajat, R., & Jong, W. d.
(2005). Buku-ajar ilmu bedah
(2nd.). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
z. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G.
(2002). Buku ajar keperawatan
medikal-bedah brunner &
suddarth (8th, 3rd vol.). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
aa. Solamon, L., Warwick, D., &
Nayagam, S. (2001). Apley’s
System of Orthopaedics and
Fractures (8th ed.). New York:
Oxford University Press, Inc.
bb. Astuti. (2006). Pengaruh latihan
rentang gerak terhadap
kekuatan otot dan luas rentang
gerak pada pasien stroke di RSU
Soetomo Surabaya. Diakses
pada tanggal 20 April 2013, dari
lontar.ui.ac.id/file?file=digital/1
37247 pdf
cc. Timby, B.K. (2009).
Fundamental nursing skills and
concepts. Philadelphia:
Lippincoat Williams and
Wilkins
dd. Tseng, dkk. (2007). Effects of a
range of-motion exercise
programme. Journal of
Advanced Nursing, 57(2), 181-
191.
ee. Ulliya, S. (2010). Pengaruh
latihan range of motion (rom)
terhadap fleksibilitas sendi
lutut pada lansia di Panti Wreda
Wening Wardoyo Ungaran.
Diakses tanggal 10 Februari
2013, dari
http://ejournal.undip.ac.id/index
ff. Werner, D. (2009). Disabled
village children a guide for
community health workers,
rehabilitation workers, and
families. California: The
Hesperian Foundation.
gg. Widyawati, I. Y. Pengaruh
latihan rentang gerak sendi
bawah secara aktif (Active
lower range of motion exercise)
terhadap tanda dan gejala
neuropati diabetikum pada
penderita DM tipe II Di
Persadia Unit RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Diakses pada tanggal
20 April 2013, dari
lontar.ui.ac.id/file?file=digit
al/137247 pdf
hh. Yandri, E. (2011). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kontraktur
sendi lutut pada penanganan
fraktur femur secara operatif
dan non operatif. Padang:
Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas
ii. Yanwirasti. (2010). Tulang dan
persendian extremitas inferior.
Diakses pada tanggal 9 Januari
2013, dari files.wordpress.com.
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
42 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR HUMERUS DI
RSUD Dr. MOEWARDI
Ririn Purwanti, Wahyu PurwaningsihSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang : Fraktur merupakan salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan kecacatan pada anggota gerak tubuh yang mengalami fraktur. Pasien post operasi fraktur di Rumah Sakit, sering mengalami keterlambatan dalam melakukan pergerakan yaitu terjadi kelemahan otot. Latihan rentang gerak yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot post operasi fraktur di Rumah Sakit adalah dengan latihan Range of Motion (ROM). Tujuan; Mengetahui pengaruh latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi. Metode; Penelitian ini menggunakan desain Pre Eksperimen Design dengan rancangan One Group Pre-Post Test. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel penelitian 30 responden, sedangkan instrumen penelitian menggunakan lembar observasi, skala kekuatan otot deskriptif dan lembar panduan untuk melakukan latihan ROM aktif. Penelitian ini menggunakan analisa univariate dan bivariate. Pada analisa bivariate menggunakan uji Wilcoxon. Hasil; Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan Range of Motion (ROM) aktif ini mampu dilakukan oleh seluruh responden (100%), sebagian besar kekuatan otot pasien post operasi fraktur humerus sebelum diberi latihan ROM aktif adalah skala kekuatan otot 0 atau paralisis total atau tidak ada kontraksi otot dan setelah diberikan latihan ROM aktif sebanyak 9 kali menjadi skala kekuatan otot 2 atau kategori buruk atau kontraksi otot yang cukup kuat menggerakkan sendi tetapi hanya dapat dilakukan bila pengaruh dari gaya gravitasi dihilangkan. Dari hasil analisa bivariate diperoleh nilai z hitung sebesar 4,940 dengan angka signifikan (p) 0,000. Berdasarkan hasil tersebut diketahui z hitung (4,940) > z tabel (1,96) dan angka signifikan (p) < 0,05 sehingga ada pengaruh signifikan latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi. Kesimpulan; Ada pengaruh signifikan pada latihan range of motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi.
Kata Kunci : Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif, Kekuatan Otot Post Operasi
A. PENDAHULUAN
Mobilitas manusia yang ingin serba cepat
dapat menimbulkan masalah yang cukup
serius, yaitu jumlah kepadatan lalu lintas yang
semakin bertambah. Bertambahnya kepadatan
lalu lintas tersebut berakibat meningkatnya
kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia pada
tahun 2003 jumlah kecelakaan di jalan raya
mencapai 13.399 kejadian dengan jumlah
kematian mencapai 9.865 orang, sebanyak
6.142 orang mengalami luka berat (fraktur)
dan 8.694 luka ringan, dengan rata-rata setiap
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
43 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
hari terjadi 4,0 kejadian kecelakaan lalu lintas
yang mengakibatkan 30 orang meninggal
dunia (Utama et al, 2008). Kecelakaan tersebut
dapat menimbulkan cidera, baik cidera ringan,
berat, kecacatan bahkan kematian. Tingginya
angka kecelakaan menyebabkan insiden fraktur
tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering
terjadi adalah fraktur humerus (Smeltzer, 2001).
Fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada
anggota gerak yang mengalami fraktur, untuk
itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk
menyelamatkan klien dari kecacatan fisik.
Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan
secara bertahap melalui latihan rentang gerak
yaitu dengan latihan Range of Motion(ROM)
yang dievaluasi secara aktif, yang merupakan
kegiatan penting pada periode post operasi
guna mengembalikan kekuatan otot pasien
(Lukman dan Ningsih, 2009). Berdasarkan
hasil observasi di RSUD Dr. Moewardi, pada
tanggal 05 Desember 2011 diperoleh pasien
fraktur humerus tahun 2011 sejumlah 174
pasien yang dirawat inap, dari data tersebut
terdapat 150 pasien fraktur humerus yang
dilakukan tindakan pembedahan/ operasi.
B. METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis
penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Pre
Eksperimen Design dengan rancangan One
Group Pre-Post Test.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi di ruang
rawat inap bedah yaitu Mawar 2 dan Mawar 3.
Waktu penelitian mulai bulan November
2011 sampai bulan Juli 2012.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien yang telah dilakukan operasi
fraktur humerus yang di ruang rawat inap
bedah di RSUD Dr. Moewardi sebanyak 150
pada bulan Januari – Desember 2011.
Dalam penelitian ini peneliti menetapkan
jumlah sampel sebanyak 30 orang dengan teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan
purposive sampling.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
1. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
setelah dilakukan operasi yang berumur >
12 tahun.
2. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
setelah dilakukan operasi dan bersedia
menjadi responden.
3. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
setelah dilakukan operasi tanpa komplikasi
atau penyakit lain.
4. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
setelah dilakukan operasi yang mampu
berkomunikasi dengan baik.
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
44 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
5. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
setelah dilakukan operasi tidak ada
kecacatan fisik seperti cacat bawaan yang
memungkinkan kesalahan dalam penilaian
gerakan.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah Pasien fraktur humerus yang pulang
paksa sebelum waktu yang ditentukan oleh
dokter.
Instrumen Penelitian
1. Range of Motion (ROM) Aktif
Alat ukur yang digunakan berupa daftar
tindakan (check list).
2. Kekuatan Otot
Instrumen yang digunakan adalah lembar
observasi yang sudah dibakukan berupa
skala kekuatan otot berupa uji Manual
Lovett.
Lembar observasi ini untuk mengamati
kekuatan otot pasien yang terdiri dari tidak
ada, sedeikit, buruk, sedang, baik dan normal.
Adapun rentang nilainya adalah : 0 (tidak
ada/ paralisis total). 1 (sedikit/ suatu kontraksi
halus, yang hanya dapat dirasakan bila otot
diraba). 2 (buruk/ kontraksi otot yang cukup
kuat menggerakkan sendi, bila pengaruh
gaya gravitasi dihilangkan). 3 (sedang/
kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan
sendi melawan gaya gravitasi). 4 (baik/
kekuatan kontraksi otot yang cukup kuat dapat
menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi
dan tahanan). 5 (normal/ kekuatan otot penuh).
Analisa Data
Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh
latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada
pasien post operasi fraktur humerus setelah 24
jam sebelum dilakukan ROM aktif pada hari
pertama dengan yang sudah dilakukan ROM
aktif pada hari ke tiga. Dalam penelitian ini
untuk menguji dan menganalisa data yang
diperoleh, menggunakan uji Wilcoxon match
pairs test.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEM-
BAHASAN
Hasil1. Karakteristik Responden
a. Umur
Distribusi frekuensi pasien post
operasi fraktur humerus berdasarkan
umur, dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Ber-dasarkan Umur
No Umur Frekuensi (%)
123
< 20 tahun20-55 tahun> 55 tahun
4233
13,476,610,0
Total 30 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 1 menun-
jukkan sebagian besar pasien post
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
45 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
operasi fraktur humerus dengan
umur 20-55 tahun, yaitu sebanyak 23
responden (76,6%), sebagian kecil
pasien post operasi fraktur humerus
dengan umur > 55 tahun sebanyak 3
responden (10,0%).
b. Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi pasien post
operasi fraktur humerus berdasarkan
jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Ber-dasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi (%)
12
Laki-lakiPerempuan
237
76,723,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 2 menun-
jukkan 23 responden (76,7%)
dengan jenis kelamin laki-laki, dan
7 responden (23,3%) dengan jenis
kelamin perempuan.
c. Penyebab
Distribusi frekuensi pasien post
operasi fraktur humerus berdasarkan
penyebab, dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Ber-dasarkan Penyebab
No Penyebab Frekuensi (%)
1 Kecelakaan lalu lintas
26 86,7
23
JatuhPukulan benda tumpul
31
10,03,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 3 menun-
jukkan sebagian besar pasien post
operasi fraktur humerus disebabkan
karena kecelakaan lalu lintas yaitu
sebanyak 26 responden (86,7%),
sebagian kecil pasien post operasi
fraktur humerus disebabkan karena
pukulan benda tumpul yaitu 1
responden (3,3%).
2. Hasil Identifikasi Kekuatan Otot Sebelum Dilakukan Latihan ROM Aktif
Tabel 4.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala Kekuatan Otot Sebelum Dilakukan Latihan ROM Aktif
No Skala Kategori Frekuensi (%)
123456
012345
Tidak adaSedikit BurukSedangBaikNormal
1668000
53,320,026,7000
Total 30 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan
sebelum diberi latihan ROM aktif sebagian
besar pasien post operasi fraktur humerus
dengan skala kekuatan otot 0, yaitu
sebanyak 16 responden (53,3%) dan
sebagian kecil dengan skala kekuatan otot
1, yaitu sebanyak 6 responden (20,0%).
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
46 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
3. Hasil Identifikasi Kekuatan Otot Setelah Dilakukan Latihan ROM Aktif
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala Kekuatan Otot Setelah Dilakukan Latihan ROM Aktif
No Skala Kategori Frekuensi (%)
123456
012345
Tidak adaSedikit BurukSedangBaikNormal
0611850
020,036,726,716,7 0
Total 30 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan
setelah diberi latihan ROM aktif sebagian
besar pasien post operasi fraktur humerus
dengan skala kekuatan otot 2, yaitu
sebanyak 11 responden (36,7%) dan
sebagian kecil dengan skala kekuatan otot
4, yaitu sebanyak 5 responden (16,7%).
4. Perbedaan Kekuatan Otot Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Sebelum dan Setelah Dilakukan Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif
Tabel 6 Perbandingan Skala Kekuat-an Otot Sebelum Dan Setelah Dilakukan Latihan ROM Aktif
PerlakuanKekuatan Otot Tidak ada Sedikit Buruk Sedang Baik Normal
SebelumSetelah
160
66
811
08
05
00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan
sebelum dilakukan latihan ROM aktif 16
responden tidak ada gerakan, 6 responden
sedikit, dan 8 responden buruk. Setelah
dilakukan latihan ROM aktif, 6 responden
sedikit, 11 responden buruk, 8 responden
sedang, dan 5 responden baik.
Tabel 7 Perbandingan Skala Kekuatan Otot Sebelum Dan Setelah Dilakukan Latihan ROM Aktif
PerlakuanSkala Kekuatan Otot ML 0-5
0 1 2 3 4 5
SebelumSetelah
160
66
811
08
05
00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan
adanya penurunan skala kekuatan otot
ML 0-5, sebelum dilakukan latihan ROM
aktif skala kekuatan otot 0,1, dan 2,
setelah dilakukan latihan ROM aktif skala
kekuatan otot meningkat menjadi 1, 2, 3,
dan 4.
Ada tidaknya pengaruh latihan ROM
aktif terhadap kekuatan otot pada pasien
post operasi fraktur humerus di RSUD Dr.
Moewardi, dilakukan pengujian dengan uji
statistik wilcoxon math pair test dengan
taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil
uji statistik wilcoxon math pair test, dapat
diketahui nilai z hitung sebesar 4,940
dengan angka signifikan (p) 0,000 dari
hasil tersebut akan dibandingkan dengan
z tabel untuk taraf signifikansi 5% yaitu
sebesar 1,96. Berdasarkan hasil tersebut
diketahui z hitung (4,940) > z tabel (1,96)
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
47
humerus biasanya terjadi pada anak-
anak dan tidak menutup kemungkinana
bisa terjadi pada usia dewasa. Fraktur
kondilus lateral biasanya sering terjadi
pada anak, pada orang dewasa juga
sering dijumpai biasanya fraktur
berbentuk huruf T atau Y.
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Rahmasari
et al (2008) yang menyatakan tingkat
kemandirian pasien pada usia 20-55
tahun atau usia produktif lebih tinggi
dari pada anak-anak dan lansia.
Penelitian tersebut juga menyebutkan
bahwa pada usia produktif memiliki
fleksibilitas sendi yang baik. Pada
usia dewasa tua fleksibilitas cenderung
mengalami panurunan pada tingkat
aktivitas dan kekuatan otot, sehingga
dapat menurunkan rentang gerak
sendi.
b. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil penelitian pada Tabel
2 menunjukkan sebagian besar
pasien post operasi fraktur humerus
berjenis kelamin laki-laki sebanyak
23 responden (76,7%) sedangkan
perempuan sebanyak 7 responden
Pengaruh Latihan Range of Motion ...
dan angka signifikan (p) < 0,05 sehingga
ada pengaruh signifikan latihan ROM
aktif terhadap kekuatan otot pada pasien
post operasi fraktur humerus di RSUD Dr.
Moewardi.
PEMBAHASAN1. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi
Fraktur Humerus
a. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan Umur
Hasil penelitian pada Tabel 1
menunjukkan sebagian besar pasien
post operasi fraktur humerus dengan
umur 20-55 tahun, yaitu sebanyak 23
responden (76,6%). Menurut Helmi
(2012) gambaran klinik dari fraktur
humerus sebagian besar pasien adalah
orang dewasa muda (>20 tahun).
Sedangkan fraktur humerus proksimal
(kolum humerus) biasanya terjadi
pada usia lanjut riwayat osteoporosis
atau pada wanita pascamenopouse
tetapi tidak menutup kemungkinan
bisa terjadi pada usia dewasa. Fraktur
batang humerus biasanya terjadi pada
usia dewasa akibat dari jatuh pada
tangan memuntir humerus sehingga
menyebabkan fraktur spiral dan bisa
terjadi pada manula akibat dari suatu
metastasis. Fraktur suprakondiler
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
48
(23,3%). Sesuai pendapat Lukman dan
Ningsih (2009) bahwa fraktur lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan. Hal ini disebabkan aktifitas
laki-laki sebagai pencari nafkah dan
intensitas kegiatan diluar rumah
yang lebih tinggi, aktifitas seperti
memanjat, mengendarai kendaraan
bermotor, olah raga dan lain-lain yang
dapat meningkatkan resiko cidera.
Hasil ini didukung penelitian yang
dilakukan oleh Utama et al (2008)
berdasarkan jenis kelamin bahwa
prevalensi kecelakaan lalu lintas pada
laki-laki bermakna lebih tinggi dari
perempuan.
c. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan Penyebab
Hasil penelitian pada Tabel 3
menunjukkan 26 responden (86,7%)
fraktur disebabkan kecelakaan lalu
lintas. Sesuai pendapat Smeltzer
(2001) tingginya angka kecelakaan
menyebabkan angka kejadian atau
insiden fraktur tinggi. Fraktur atau
patah tulang dapat menimbulkan
berbagai gangguan fungsi tubuh
diantaranya fungsi motorik atau
anggota gerak tubuh yang mengalami
fraktur. Angka kecacatan fisik akibat
fraktur paling banyak dibandingkan
dengan semua cedera atau trauma
yang disebabkan karena kecelakaan,
salah satu fraktur yang sering terjadi
adalah fraktur humerus. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Indriani
dan Indawati (2006) bahwa terjadi
kecelakaan lalu lintas paling banyak
disebabkan karena kondisi waktu
gelap mengendarai kendaraan roda
dua pada musim penghujan dengan
kondisi korban mati merupakan angka
kecelakaan paling besar.
2. Analisis Identifikasi Kekuatan Otot Sebelum Dilakukan Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif
Hasil pengamatan sebelum dilakukan
perlakuan yaitu latihan ROM aktif
pada Tabel 4 menunjukkan sebelum
diberi latihan ROM aktif sebagian besar
responden dengan skala kekuatan otot 0
yaitu sebanyak 16 responden (53,3%).
Menurut Noer 1996, dalam Lukman dan
Ningsih (2009) otot skeleta merupakan
organ yang berkontraksi dengan tujuan
memperoleh tenaga dan gerakan ke arah
tertentu. Otot skelet terdiri atas sel-sel
yang disebut sebagai serabut (fibers)
Pengaruh Latihan Range of Motion ...
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
49 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
yang mempunyai struktur tertentu. Sesuai
pendapat Krol (1996) skala kekuatan otot
0 itu tidak ada kontraksi otot atau paralisis
total. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian Astrid et al (2008) menunjukkan
bahwa nilai kekuatan otot pada kelompok
yang dilakukan intervensi berbeda dengan
kekuatan otot pada kelompok yang tidak
dilakukan intervensi, bahwa latihan
ROM berpengaruh terhadap peningkatan
kekuatan otot pasien stroke.
3. Analisis Identifikasi Kekuatan Otot Setelah Dilakukan Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif
Se te l ah d i l akukan pe r l akuan
yaitu latihan ROM aktif pada Tabel 5
menunjukkan setelah diberi latihan ROM
aktif sebanyak 9 kali sebagian besar
pasien dengan skala kekuatan otot 2 yaitu
sebanyak 11 responden (36,7%) atau
kategori buruk, sedangkan secara fisiologis
menurut pendapat Smeltzer 2002, dalam
Lukman dan Ningsih (2009), kekuatan
otot mulai kembali tanpa dilakukan ROM
sesuai dengan tahap penyembuhan tulang
dimana pada tahap poliferasi sel kira-kira
lima hari hematoma akan mengalami
organisasi, terbentuk benang-benang fibrin
dalam jendela darah membentuk jaringan
untuk invasi fibroblas dan osteoblas.
Menurut Krol (1996) buruk merupakan
kondisi kontraksi otot yang cukup kuat
menggerakkan sendi tetapi hanya dapat
dilakukan bila pengaruh dari gaya gravitasi
dihilangkan. Tingkat buruk pasien fraktur
berbeda-beda tergantung pada keparahan
penyakitnya. Pada pasien post operasi
fraktur mengalami keterlambatan dalam
melakukan pergerakan karena kelemahan
otot dan rasa nyeri yang dirasakan
(Potter dan Perry, 2006). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Astrid et al (2008) bahwa sesudah
pasien mendapatkan latihan ROM 4 kali
sehari selama 7 hari, terdapat manfaat
untuk pasien yaitu adanya peningkatan
kekuatan otot dan kemampuan fungsional
pada pasien stroke. Penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa baik itu latihan
ROM yang dilakukan 4 kali sehari maupun
latihan ROM yang diberikan hanya 1 kali
sehari sama-sama berpengaruh terhadap
peningkatan kemampuan fungsional.
4. Analisis Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Terhadap Kekuatan Otot
Kekuatan otot dapat kembali secara
fisiologis tanpa dilakukan ROM sesuai
dengan pendapat Smeltzer (2001), tahapan
kembalinya otot berhubungan erat dengan
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
50 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
tahapan penyembuhan tulang yang terdiri
atas inflamasi, proliferasi sel, pembentukan
kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan
remodeling. Sesuai tahap penyembuhan
tulang tersebut, kekuatan otot mulai
kembali secara fisiologis pada tahap
poliferasi sel yaitu kira-kira lima hari
hematoma akan mengalami organisasi.
Sehingga kekuatan otot mulai regenerasi
kembali tanpa dilakukan ROM selama
5 hari. Perbandingan skala kekuatan
otot pasien dapat dilihat pada Tabel
4.7, pada tabel tersebut menunjukkan
peningkatan skala kekuatan otot ML
0-5, sebelum dilakukan latihan ROM
aktif skala kekuatan otot 0,1, dan 2,
setelah dilakukan latihan ROM aktif skala
kekuatan otot meningkat menjadi 1,2,3,
dan 4. Hal ini sesuai dengan teori-teori
yang ada, salah satu diantaranya yang
diungkapkan oleh Potter dan Perry (2006)
yaitu teori rentang gerak sendi, yang mana
teori ini menyatakan bahwa dengan adanya
latihan rentang gerak sendi, hematoma
akan mengalami organisasi terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendela
darah sehingga membentuk jaringan
untuk invasi fibroblas dan osteoblas.
Fibroblas dan osteoklas (berkembang dari
osteosit, sel endotel dan sel periosteum)
akan menghasilkan kolagen sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang
rawan (osteoid). Tulang yang sedang
aktif tumbuh menunjukkan potensial
elektronegatif, oleh karenanya kekuatan
otot akan meningkat atau bahkan menjadi
normal. Hasil penelitian ini didukung
oleh penelitian Windiarto (2008) dalam
penelitiannya mengatakan bahwa terbukti
adanya perbedaan lama waktu terjadinya
pemulihan peristaltik usus antara pasien
yang dilakukan ambulasi dini ROM aktif
dan ROM pasif pada pasien pasca operasi
abdomen. Pasien pasca operasi abdomen
yang dilakukan ambulasi dini ROM aktif
lebih cepat pulih dari pada yang dilakukan
ambulasi dini ROM pasif.
D. SIMPULAN
Penelitian untuk mengetahui pengaruh
latihan range of motion (ROM) aktif terhadap
kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur
humerus di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi, dapat diambil kesimpulan yaitu :
1. Sebelum dilakukan latihan ROM aktif,
sebagian besar pasien dengan skala
kekuatan otot 0 atau paralisis total (tidak
ada kontraksi otot).
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
51 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
2. Setelah dilakukan latihan ROM aktif,
sebagian besar pasien dengan skala
kekuatan otot 2 atau kontraksi otot yang
cukup kuat menggerakkan sendi (buruk).
3. Sebelum dilakukan latihan ROM aktif
sebagian besar 16 responden mengalami
paralisis total atau tidak ada kontraksi
otot. Setelah dilakukan latihan ROM aktif
sebagian kecil 5 responden mengalami
kontraksi otot yang cukup kuat dapat
menggerakkan sendi melawan gaya
gravitasi dan tahanan atau baik.
4. Ada pengaruh signifikan pada latihan
range of motion (ROM) aktif terhadap
kekuatan otot pada pasien post operasi
fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi.
Perawat sebaiknya lebih memberikan
motivasi latihan range of motion (ROM)
terutama secara aktif kepada pasien di Bangsal
Bedah Orthopedi, sehingga dapat mempercepat
pemulihan kekuatan otot pasien. Kepada
peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan
untuk terapi latihan range of motion (ROM)
aktif agar dikaji lebih lanjut dengan model
analisis ROM aktif dan pasif, sehingga dapat
diketahui lebih pasti tingkat efektivitas yang
mempengaruhi keberhasilan latihan ROM.
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013
52 Pengaruh Latihan Range of Motion ...
DAFTAR PUSTAKA
Astrid M, Nurachmah E, Budiharto. 2008. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap
Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RS Sint
Corolus Jakarta. Jakarta : Jurnal FIK UI
Helmi ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Indriani D, Indawati R. 2006. Model Hubungan Dan Estimasi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas.
Surabaya : Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Surabaya Vol. 22, No. 3
Krol J. 1996. Poliomielitis dan Dasar-Dasar Pembedahan Rehabilitasi : teknik-teknik untuk
rumah sakit daerah, alih bahasa dr. Hadyanto. Jakarta : EGC
Lukman, Ningsih N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta : Salemba Medika
Potter PA, Perry AG. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Vol. 2. Jakarta : EGC
Rahmasari I, Arifah S, Purwanti OS. 2008. Pengaruh ROM Secara Dini Terhadap Kemampuan
ADL Pasien Post Operasi Fraktur Femur. Surakarta : Jurnal Penelitian Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Jakarta
: EGC
Utama SU, Magetsari R, Pribadi V. 2008. Estimasi Prevalensi Kecelakaan Lalu Lintas Dengan
Metode Capture-Recapture. Yogyakarta : Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 24, No. 1
Windiarto N. 2008. Differences of Recovery time of Intenstinal Peristaltic on Surgical Patients
with General Anesthesia Taken with Early Ambulation of Active and Passive ROM in Wira
Bhakti Tamtama Hospital Semarang. Semarang : Jurnal Urminkes RS. BWT
LEPIBAR KONSUL BIⅣIBINGAN KTI
PIAⅡASISlWA PRODI DⅡ I KEPERAWATAN
STIKES MUⅡAMⅣIADIYAⅡ GOMBONG
Nalna :Ika Enviana
NIⅣl :A01301765
Pelllbimbing :Inna、 van Andri,S.Kcp.,Ns.,Nl.Kep
No Waktu Topik bimbingan Keteransan Paraf Pembimbing
0
ヽ
―
ν,
Se(esa, Ju4,n;eotc
)vys'qg, e.<
Juni ao16
karir , ?o )rn;got6
Sabt,ut r Julitolbgenin ,6 )uli
0.0 tb
fuloto ,,,)ol; aalU
Rabu , 20Juft aot6
SabLv , sz)o\,i ngyg
9entn > aq) uti ao (L
Rl,by, !g \,;n
ori) lr
k;ui' ,,,):,0,i.)St.',tt al \L
Itarvtis ,,8,4airs.trs p"iL
7ertentυ ttrl 」じdυ t
にてヽ
k00,り l らA3 1
,cvt,t りA3 1(η F
1/rtし ,
多AZ I一 多
BA3 多
β743 1~く
C μcν「5`・ )
R9VtSr 9A33ぬn`
Revis1 3/34
71,じ l_ヮ )larllゃ 憾
ド111ゴ 3'31-')1 771 Co,I(`グ(ヽ
′ιc
憮いtR
ドヽ τ
|
1
コ
3.
4.
う.
6
,
δ
6