asuhan keperawatan infeksi

67
DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI Kelas B semester 2 Disusun oleh kelompok F: 1. Said (130012072) 2. Silvianita Fitri Anggraini (130012073) 3. Siti Aminah Hidayat (130012074) 4. Siti Habibah (130012075) 5. Siti Nurjanah Siska L. (130012076)

Upload: amee-hidayat

Post on 12-Jun-2015

6.426 views

Category:

Health & Medicine


6 download

DESCRIPTION

Teori dan Asuhan Keperawatan Infeksi

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Infeksi

DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI

Kelas B semester 2

Disusun oleh kelompok F:

1. Said (130012072)

2. Silvianita Fitri Anggraini (130012073)

3. Siti Aminah Hidayat (130012074)

4. Siti Habibah (130012075)

5. Siti Nurjanah Siska L. (130012076)

Prodi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya

Surabaya

2013

Page 2: Asuhan Keperawatan Infeksi

KATAPENGANTAR

Alhamdulillahhirobbilallamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan hidayah-Nya sehingga kami kelompok F, dapat menyelesaikan dokumentasi

keperawatan yang berjudul “Dokumentasi Asuhan Keperawatan Infeksi ” dengan

baik dan lancar.

Penyusun menyadari bahwa terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penyusun menyampaikan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Ibu Yanis Kartini, SKM, M. Kep, selaku pebimbing “ILMU

KEPERAWATA DASAR III” Tahun 2012-2013

2. Ibu Wesiana Heris Santy, S.Kep.Ns.M. Kep, selaku Pembimbing

Akademik S1 Keperawatan kelas “B” Tahun 2012-2013

3. Bpk Thomas Sumarsono S.Si,MSi. selaku Pembimbing Akademik S1

Keperawatan kelas “B”Tahun 2012-2013

Akhirnya dengan kelapangan dada penyusun menerima segala kritik dan saran

yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya dalam bidang pendidikan.

Surabaya, 15 April 2013

Penulis

Page 3: Asuhan Keperawatan Infeksi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 2

BAB II TINJAUAN TEORI 3

2.1 Definisi Infeksi 3

2.2 Rantai Infeksi 3

2.2.1 Agens Infeksius 3

2.2.2 Pengertian dari Elemen-elemen Rantai Infeksi 5

2.3 Proses Infeksi 10

2.4 Jenis Infeksi 11

2.5 Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi 11

2.5.1 Flora Normal 12

2.5.2 Sistem Pertahanan Tubuh 12

2.5.3 Inflamasi 13

2.5.4 Respons Imun 15

2.7 Infeksi Nosokomial 17

BAB III APLIKASI TEORI (KASUS) 19

BAB IV PEMBAHASAN 20

3.1 Pengkajian 20

3.1.1 Keluhan Utama 20

3.1.2 Riwayat Kesehatan 21

3.1.3 Pemeriksaan Fisik 21

3.1.4 Keadaan Umum 23

3.1.5 Psiko, Sosio, Budaya dan Spiritual 24

3.1.6 Pemeriksaan penunjang 24

3.2 Diagnosis Keperawatan24

3.3 Perencanaan 27

Page 4: Asuhan Keperawatan Infeksi

3.4 Implementasi 30

3.5 Evaluasi 34

BAB V PENUTUP 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LEMBARAN FOTO 38

Page 5: Asuhan Keperawatan Infeksi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insidensi infeksi merupakan pola yang selalu berubah sehingga menjadi

salah satu alasan mengapa studi tentang penyakit infeksi sangat menarik.

Walaupun beberapa penyakit telah dapat dikendalikan dengan sanitasi yang

lebih baik, higiene personal, vaksi, dan obat-obatan. Namun beberapa penyakit

baru mulai muncul dan penyakit-penyakit lain baru diketahui memiliki dasar

infeksi. Di negara berkembang yang miskin sumber daya, penyakit infeksi

terus menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.

Pada dekade terakhir (sampai dengan tahun 2003), lima faktor global telah

muncul sebagai kekuatan yang dapat menyebabkan perubahan lebih lanjut:

1. Perubahan iklim dan pemanasan global yang secara spesifik dapat

memperluas cakupan geografis infeksi seperti malaria.

2. Peningkatan populasi yang disertai degradasi lingkungan dapat

menyebabkan kurangnya persediaan makan dan minuman yang aman.

3. Meningkatnya perpindahan penduduk ke kota di negara berkembang

dan negara maju dengan alasan keamanan atau ekonomi dan sosial

dapat menyebabkan peningkatan penyakit seperti tuberkulosis.

4. Xenotransplantasi dan modifikasi genetik, secara teoretis, dapat

menghasilkan patogen baru pada manusia, walaupun telah ditetapkan

panduan keamanan untuk mencegahnya.

5. Bioterorisme dan pelepasan agen biologis yang disengaja mungkin

dapat dilakukan untuk memeras uang.

Berdasarkan masalah di atas, maka dari itu makalah ini akan membahas

tentang infeksi dengan judul “Dokumentasi Asuhan Keperawatan Infeksi”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi infeksi?

2. Bagaimana rantai infeksi?

3. Bagaimana terjadinya proses infeksi?

4. Bagaimana jenis infeksi?

Page 6: Asuhan Keperawatan Infeksi

5. Bagaimana pertahanan tubuh terhadap infeksi?

6. Bagaimana infeksi nosokomial?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi infeksi.

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami rantai infeksi.

3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses infeksi.

4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jenis infeksi.

5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pertahanan tubuh terhadap

infeksi.

6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami infeksi nosokomial.

Page 7: Asuhan Keperawatan Infeksi

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Infeksi

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang

mampu menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cedera

yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi disebut asimptomatik. Penyakit

timbul jika patogen berbiak dan menyebabkan perubahan pada jaringan

normal. Jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke

orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau contagious.

2.2 Rantai Infeksi

Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi. Perkembangan

infeksi terjadi dalam siklus yang bergantung pada elemen-elemen berikut:

1. Agens infeksius atau pertumbuhan patogen.

2. Tempat atau sumber pertumbuhan patogen.

3. Portal keluar dari tempat tumbuh tersebut.

4. Cara penularan.

5. Portal masuk ke pejamu.

6. Pejamu yang rentan.

Infeksi akan terjadi jika rantai ini tetap berhubungan (gambar 34-1).

Perawat menggunakan kewaspadaan dan pengendalian infeksi untuk

memutuskan rantai tersebut terjadi.

2.2.1 Agens infeksius

Mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur, dan protozoa

(tabel 34-1). Mikroorganisme di kulit dapat merupakan flora residen

atau transien. Organisme transien normalnya ada dan jumlahnya stabil.

Orgtanisme tersebut bertahan hidup dan berbiak di kulit. Kebanyakan

ditemukan pada lapisan kulit superfisial, namun 10% sampai 20%

mendiasmi lapisan epidermal dalam (garner dan favero, 1986).

Organisme residen tidak dengan mudah dapat dihilangakan melalui

mencuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan

dilakukan secara seksama. Mikroorganisme pada lapisan kulit dalam

Page 8: Asuhan Keperawatan Infeksi

biasanya dibunuh hanya dengan mencuci memakai produk yang

mengandung bahan anti mikroba.

Organisme transien melekat pada kulit saat seseorang kontak

dengan orang atau objek lain dalam aktivitas atau kehidupan normal.

Mislanya, bila perawat menyentuh bedpan atau balutan terkontaminasi,

bakteri transien menempel pada kulit perawat. Organisme melekat tidak

erat pada kulit yang kotor atau berminyak ataupun di bawah kuku jari.

Organisme ini siap untuk ditularkan kecuali bila dihilangkan dengan

mencuci tangan (larson 1995)

Kemungkinan bagi mikroorganisme atau parasit untuk

menyebabkan penyakit bergantung pada faktor-faktor berikut :

1. Organisme dalam jumlah yang cukup.

2. Virulensi, atau kemampuan untuk menyebabkan sakit.

3. Kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam pejamu.

4. Pejamu yang rentan.

Gambar 34-1. Rantai Infeksi.

Banyak mikroorganisme residen kulit tidak virulen dan hanya

menyebabkan infeksi kulit minor. Namun, mikroorganisme tersebut

dapat mengakibatkan infeksi serius bila perbedaan atau prosedur invasif

lainnya memungkinkan mereka untuk masuk ke jaringan dalam atau

Agena infeksius

Reservoar

Portal keluar

Cara menular

Portal masuk

Pejamu

Page 9: Asuhan Keperawatan Infeksi

bila klien dalam kondisi sangat menurun imunitasnya (kerusakan sistem

imun).

2.2.2 Pengertian dari Elemen-elemen Rantai Infeksi

1. Reservoar

Reservoar adalah tempat patogen mampu bertahan hidup tetapi

dapat atau tidak dapat berkembang biak; pseudomonas- bertahan

hidup dan berkembang biak dalam reservoar nebuliser yang

digunakan dalam perawatan klien dengan gangguan pernapasan.

Reservoar yang paling umum adalah tubuh manusia. Berbagai

mikroorganisme hidup pada kulit dan dalam rongga tubuh, cairan

dan keluaran. Adanya mikroorganisme tidak selalu menyebabkan

seseorang menjadi sakit. Carier (penular) adalah manusia atau

binatang yang tidak menunjukkan gejala penyakit tetapi ada patogen

dalam tubuh mereka yang dapat ditularkan ke orang lain. Misalnya,

seseorang dapat menjadi karier virus hepatitis B tanpa ada tanda dan

ada gejala infeksi. Binatang , makanan, air, insekta, dan benda mati

dapat juga menjadi reservoar bagi mikroorganisme infeksius. Karena

dapat terkontaminasi dengan vibriocholerae, bakteri yang

menyebabkan kolera. Clostridium botulinum toksin bertahan hidup

dalam makanan yang di proses dengan tidak baik (mis. Kacang hijau

kaleng) yang menyebabkan botulisme. Bakteri Legionella

pneumophila, yang menyebabkan penyakit legionaire, hidup dalam

air dan sistem pengairan yang berkontaminasi. Untuk berkembang

dengan cepat, organisme memerlukan lingkungan yang sesuai,

termasuk makanan, oksigen, suhu yang tepat, pH dan cahaya.

a. Makanan.

Mikroorganisme membutuhkan makanan. Beberapa, seperti

clotridium perfringens, mikroba yang menyebabkan gangren

gas, berkembang pada materi organik yang lain, seperti E. Coli

mengkonsumsi makanan yang tidak dicerna diusus. Organisme

lain mendapat makanan dari karbon dioksida dan materi

anorganik seperti tanah.

Page 10: Asuhan Keperawatan Infeksi

b. Oksigen.

Bakteri aerob memerlukan oksigen untuk bertahan hidup dan

multiplikasi secukupnya untuk menyebabkan sakit. Organisme

aerob cenderung untuk mengakibatkan infeksi pada manusia.

Contoh dari organisme aerob adalah staphylococcus aureus dan

turunan organisme streptecoccus.

Bakteri anaerob berkembang biak ketika terdapat sedikit

atau tidak ada tersedia oksigen bebas. Infeksi dalam di rongga

pleural, pada sendi atau traktus sinus secara tipikal disebabkan

oleh anaerob. Bakteri yang menyebabkan tetanus, gas gangren

dan botulisme adalah anaerob.

c. Air.

Kebanyakan mikroorganisme membutuhkan air atau

kelembapan untuk bertahan hidup. Misalnya, tempat yang

disukai oleh mikroorganisme adalah drainase lembab dari luka

bedah. Spirokaeta yang menyebabkan sifilis, treponema

pallidium, hanya hidup dalam lingkungan lembab. Bebrapa

bakteri berubah bentuk, disebut spora,yang resisten terhadap

kekeringan. Bakteri berbentuk spora ini, seperti yang

menyebabkan antraks, botulisme dan tetanus dapat hidup tanpa

air.

d. Suhu.

Mikroorganisme dapat hidup hanya dalam batasan suhu

tertentu. Namun, beberapa dapat hidup dalam tempratur yang

ekstrem yang mungkin fatal bagi manusia. Beberapa virus (mis.

Virus AIDS) resisten terhadap air mendidih. Suhu yang dingin

cenderung mencegah pertumbuhan dan reproduksi bakteri

(bakteriostatis). Suhu yang termasuk bakteri adalah bakteriosid.

e. pH.

Keasaman suatu lingkungan menentukan kemampuan hidup

suatu mikroorganisme. Kebanyakan mikroorganisme lebih

menyukai lingkungan dalam batasan pH 5 sampai 8. Bakteri

Page 11: Asuhan Keperawatan Infeksi

terutama berkembang dengan pesat dalam urine dengan pH

alkalin. Banyak mikroorganisme tidak dapat bertahan hidup

dalam lingkungan asam dalam lambung.

f. Cahaya.

Mikroorganisme berkembang dengan pesat dalam

lingkungan yang gelap seperti di bawah balutan dan dalam

rongga tubuh. Sinar ultraviolet dapat efektif membunuh

beberapa bentuk bakteri.

2. Portal Keluar

Setelah mikroorganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan

berkembang baik, mereka harus menemukan jalan keluar jika

mereka masuk ke pejamu lain dan menyebabkan penyakit.

Mikroorganisme dapat keluar melalui beberapa tempat, sepereti kulit

dan membran mukosa, traktus respiratorius, raktus urinarius, traktus

gastrointestinal, traktus reproduktif dan darah.

a. Kulit dan Membran Mukosa.

Normalnya kulit dipertimbangkan sebagai portal masuk

karena adanya kerusakan pada kulit dan membran mukosa dapat

menimbulkan infeksi. Namun, sering kali respons tubuh

terhadap organisme patogenik dengan membentuk drainase

purulen. Misalnya S. aureus menyebabkan derainase kuning

yang khas, sedangkan Pseudomonas aereuginosa

mengakibatkan drainase kehijauan. Drainase ini merupakan

portal ke luar yang potensial.

b. Traktus Respiratori.

Patogen seperti Mycobacterium tuberculosis yang ada pada

traktur respiratosius dapat dilepaskan dari tubuh ketika individu

yang terinfeksi, batuk, bicara atau bahkan bernapas.

Mikroorganisme keluar melalui mulut dan hidung pada klien

normal. Pada klien yang menggunakan jalan napas artifisial

seperti selang trakeostomi atau endotrakea, organisme dapat

Page 12: Asuhan Keperawatan Infeksi

dengan mudah keluar dari traktus respiratorius melalui alat-alat

ini.

c. Traktus Urinarius.

Normalnya, urine steril. Namun, kletika terjadi infeksi

saluran kemih pada klien, mikroorganisme keluar pada saat

berkemih atau melalui pengalih sistem urinarius seperti drain

ileostomi dan suprapubik.

d. Traktus Gastrointestinal.

Mulut adalah salah satu bagian tubuh yang paling

terkontaminasi bakteri, meskipun kebanyakan dari organisme

tersebut adalah flora normal, bakteri yang hidup dalam tubuh

dan bertahan terhadap infeksi. Namun, organisme yang

merupakan flora normal pada satu orang dapat menjadi patogen

bagi orang lain. Organisme, misalnya, keluar saat seseorang

mengeluarkan saliva. Berciuman juga dapat memberi cara untuk

keluar. Eliminasi usus, drainase empedu melalui luka bedah atau

selang drainase dan pengeluaran isi lambung saat muntah

merupakan jalan keluar yang lain.

e. Traktus Reproduktif.

Organiseme seperti Neisseria gonorheae dan virus human

immunodeficiency (HIV) daoat keluar melalui meatus uretra pria

atau kanal vagina wanita. Pada pria, semen dapat merupakan

pembawa patogen. Rabas dan cairan vaginma dari kanal vagina

wanita dapat membawa patogen.

f. Darah.

Normalnya darah steril. Tetapi dalam kasus infeksius

seperti hepatitis B atau C, darah menjadi reservoar organisme

infeksius. Luka pada kulit memungkinkan patogen keluar dari

tubuh. Pemberi layanan kesehatan dapat dengan mudah terpapar

kecuali dilakukan pencegahan.

3. Cara Penularan

Page 13: Asuhan Keperawatan Infeksi

Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari rerservoar ke

pejamu (host). Tabel 34-2 merangkumkan cara penularan cara yang

umum. Penyakit infeksius tertentu cenderung ditularkan melalui

lebih dari satu rute. Misalnya, herpes zoster dapat disebarkan melalui

udara dalam nuklei droplet atau melalui kontak langsung.

Meskipun cara utama penularan mikroorganisme adalah tangan

dari pemberi layanan kesehatan, hampir semua objek dalam

lingkungan (mis. Stetoskop, atau termometer) dapat menjadi alat

penularan patogen. Semua personel rumah sakit yang memberi

asuhan langsung (mis. Teknisi laboratorium, terapis pernapasan dan

petugas nutrisi) harus mengikuti praktik untuk meminimalkan

penyebaran infeksi. Setiap kelompok mengikuti prosedur

penanganan peralatan dan bahan yang digunakan oleh klien dan

membuang peralatan terapi yang kotor ke wadah yang telah

ditentukan. Peralatan medis dan prosedur diagnostik tertentu

memberi jalan bagi penyebaran patogen. Prosedur invasif seperti

sitoskopi (visualisasi kandung kemih) mempermudah diagnosis

masalah namun juga meningkatkan risiko penyebaran infeksi.

4. Portal Masuk

Organisme dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute yang sama

dengan yang digunakan untuk keluar. Misalnya, pada saat jarum

yanng terkontaminasi mengenai kulit klien, organisme masuk ke

dalam tubuh. Setiap obstruksi aliran urine dari kateter urine

memungkinkan organisme untuk berpindah ke uretra. Kesalahan

pemakaian balutan steril pada luka yang terbuka memungkinkan

patogen memasuki jaringan yang tidak terlindungi. Faktor-faktor

yang menurunkan daya tahan memperbesar kesempatan patogen

masuk ke dalam tubuh.

5. Hospes Rentan

Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap

agens infeksi. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan

individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan

Page 14: Asuhan Keperawatan Infeksi

kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah besar, infeksi tidak

akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah

mikroorganisme tersebut. Makin virulen suatu organisme, makin

besar kemungkinan kerentanan seseorang. Organisme yang lebih

virulen didapati muncul di lingkungan perawatan akut. Hal ini

diyakini berhubungan dengan seringnya menggunakan sefalosporin

generasi ketiga, yang terhadapnya organisme menjadi resisten.

Pertahanan faktor lain, mempengaruhi resistensi. Resistensi

seseorang terhadap agens infeksi ditingkatkan dengan vaksin atau

bahkan mengalami sakit.

2.3 Proses Infeksi

Dengan memahami rantai infeksi, perawat dapat melakukan intervensi

untuk mencegah infeksi berkembang. Saat klien mendapat infeksi, perawat

mampu mengobservasi tanda dan gejala infeksi dan mengambil tindakan yang

tepat untuk mencegah penyebabnya. Infeksi terjadi secara progresif. Beratnya

penyakit klien bergantung pada tingkat infeksi, patogenesis mikroorganisme

dan kerentanan penjamu.

Jika infeksi setempat (misalnya infeksi luka) perawatan yang tepat

mengontrol penyebaran dan meminimalkan penyakit. Klien dapat merasakan

gejala setempat seperti nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka. Infeksi yang

mengenai seluruh tubuh bukan satu atau sebagian organ adalah sistematik dan

dapat menjadi fatal.

Perkembangan infeksi mempenagruhi tingkat asuhan keperawatan yang

diberikan. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian antibiotik dan

memantau respons terhadap reaksi pengobatan. Terapi suportif termasuk

pemberian nutrisi secara adekuat dan istirahat untuk memperkuat pertahanan

terhadap proses infeksi. Kompleksnya perawatan lebih lanjut bergantung pada

sistem tubuh yang terkena infeksi.

Tanpa memperhatikan apakah infeksi setempat atau sistematik, perawat

memainkan peran kritis dalam meminimalkan penyebarannya. Organisme

penyebab infeksi luka kecil dapat menyebar mengenai tempat infeksi jarum

intravena jika perawat menggunakan teknik yang tidak tepat saat mengganti

Page 15: Asuhan Keperawatan Infeksi

balutan (IV). Perawat yang kulitnya luka dapat juga mendapat infeksi dari

klien jika teknik mereka dalam pemantauan penularan infeksi tidak adekuat.

2.4 Jenis Infeksi

Kolonisasi merupakan proses ketika strain mikrooorganisme menjadi

flora normal. Pada keadaan ini, mikroorganisme dapat tumbuh dan

berkembang, tetapi tidak menyebabkan penyakit. Infceksi terjadi ketika

mikroorganisme yang baru terbentuk atau flora normal berhasil menginvasi

bagian tubuh ketika mekanisme pertahanan tubuh inang tidak infektif dan

pathogen tersebut menyebabkan kerusakan jaringan. Infeksi dapat menjadi

penyakit ketika tanda dan gejala infeksi sangat unik dan dapat dibedakan dari

kondisi lain.

Infeksi dapat lokal atau sistemik. Infeksi local terbatas pada bagian

tubuh tertentu tempat mikroorganisme berada. Apabila mikroorganisme

tersebut menyebar dan merusak bagian tubuh lain, disebut infeksi sistemik.

Keadaan kerika biakan darah individu mengungkap adanya mikroorganisme

disebut bakteremia. Kondisi ketika bakteremia menyebabkan infeksi sistemik

disebut septicemia.

Selain itu, terdapat infeksi akut atau kronik. Pada umunya, infeksi akut

terjadi sangat cepat atau berlangsung dalam waktu yang sangat pendek.

Infeksi kronik dapat terjadi lebih lambat, berlangsung dalam waktu yang

cukup lama, dan dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-

tahun.

2.5 Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi

Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal

tubuh yang tinggal di dalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari

beberapa patogen. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan yang

mempertahankan terhadap paparan mikroorganisme infeksius. Proses

peradangan adalah reaksi propektif selular dan vaskular yang menetralisasi

patogen dan memperbaiki sel tubuh. Flora normal, sistem pertahanan tubuh

dan inflamasi adalah pertahanan nonspesifik yang melindungi terhadap

mikroorganisme dengan mengabaikan paparan sebelumnya. Beberapa respons

pertahanan dan sistem imun tidak spesifik, sementara yang lain spesifik

Page 16: Asuhan Keperawatan Infeksi

terhadap patogen yang spesifik. Jika ada pertahanan tubuh yang gagal, infeksi

dapat dengan cepat berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.

2.5.1 Flora Normal

Normalnya, tubuh mengandung mikroorganisme yang ada pada

lapisan permukaan dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran

gastrointestinal. Manusia secara normal mengkskresi setiap hari

trilyunan mikroba melalui usus. Kulit juga memiliki populasi flora yang

besar. Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut

berperan dalam memelihara kesehatan.

Flora normal pada usus besar hidup dalam jumlah yang besar tanpa

menyebabkan sakit. Flora bakterial ini bersaing dengan

mikroorganisme penyebab penyakit untuk makanan. Flora normal juga

menyekresi substansi anti-bakteri dalam dinding usus. Flora normal

kulit menggunakan tindakan protektif dengan menghambat multiplikasi

organisme yang menempel pada kulit. Mulut dan faring juga dilindungi

oleh flora yang menggangu pertumbuhan mikroba yang menginvasi.

Flora normal dalam jumlah yang sangat banyak mempertahankan

keseimbangan yang sensitif dengan mikroorgansime lain untuk

mencegah infeksi. Setiap faktor yang mengganggu keseimbangan ini

mengakibatkan individu semakin beresiko mendapat penyakit infeksi.

Misalnya, penggunaan antibiotik spektrum-luas untuk mengobati

infeksi dapat mengarah ke suprainfeksi. Flora bakteri normal dibunuh,

memungkinkan mikroorgansime penyebab penaykit untuk

bermultiplikasi.

2.5.2 Sistem Pertahanan Tubuh

Sejumlah sistem organ tubuh memiliki pertahanan yang unik

terhadap mikroorganisme. Kulit, saluran pernapasan dan saluran

gastrointestinal sangat mudah dimasuki oleh mikroorganisme.

Organsime patogen dengan mudah menempel pada permukaan kulit,

diinhalasi ke paru atau dicerna dengan makanan. Setiap sistem organ

memiliki mekanisme pertahanan yang secara fisiologis disesuaikan

dengan struktur dan fungsinya. Misalnya, paru tidak dapat sepenuhnya

Page 17: Asuhan Keperawatan Infeksi

mengatur masuknya mikroorgansime. Namun, jalan masuk dilapisi oleh

tonjolan yang berbentuk seperti rambut, atau silia yang secara ritmis

beregrak untuk memindahkan lapisan mukus dan organisme yang

melekat ke faring untuk diekshalasi. Kondisi yang mempenagruhi

pertahanan khusus organ meningkatkan kecenderungan terhadap

infeksi.

2.5.3 Inflamasi

Respons selular tubuh terhadap cedera atau infeksi adalah

inflamasi. Inflamasi adalah reaksi protektif vaskular dengan

menghantarkan cairan, produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial

ke daerah cedera. Proses tersebut menetralisasi dan mengeliminasi

patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan memulai cara-cara perbaikan

sel dan jaringan tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak, kemerahan,

panas, nyeri, atau nyeri tekan, dna hilangnya fungsi pada bagian tubuh

yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik, muncul tanda dan

gejala lain, termasuk demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual,

muntah dan pembesaran kelenjar limfe.

Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agens fisik, kimiawi, atau

mikroorgansime. Trauma mekanis, suhu yang ekstrem dan

mikroorgansime. Trauma mekanis, suhu yang ekstrem dan radiasi

merupakan contoh agens fisik. Agens kimiawi termasuk iritan ekstrenal

dan internal seperti racun keras atau asam lambung. Mikroorganisme

dapat mencetuskan respons ini sebagaimana telah didiskusikan

terdahulu.

Setelah jaringan cedera, terjadi urutan kejadian yang dikoordinasi

dengan baik. Respons inflamasi termasuk hal-hal berikut:

a. Respons vaskular dan selular

Inflamasi akut adalah respons segera terhadap cedera selular.

Arteriol yang menyuplai daerah yang terinfeksi atau cedera

berdilatasi, memungkinkan lebih banyak darah masuk ke sirkulasi

lokal. Peningkatan aliran darah lokal tersebut menghasilkan

karakteristik kemerahan pada inflamasi. Gejala hangat lokal

Page 18: Asuhan Keperawatan Infeksi

dihasilkan dari volume darah yang lebih besar pada daerah inflamasi.

Vasodilatasi lokal menghantarkan darah dan sel darah putih (SDP)

ke jaringan yang cedera.

Cedera menyebabkan nekrosis jaringan dan sebagai akibatnya

tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin, dan

serotonin. Mediator kimiawi ini meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah kecil. Cairan, protein dan sel memasuki ruang

interstisial. Cairan yang terakumulasi tampak sebagai pembekakan

lokal (edema).

Tanda lainnya dari inflamasi adalah nyeri. Pembekakan jaringan

yang terinflamasi meningkatkan tekanan pada ujung saraf

mengakibatkan nyeri. Substansi kimiawi seperti histamin

menstimulasi ujung saraf. Sebagai akibat dari terjadinya perubahan

fisiologi pada inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya

mengalami kehilangan fungsi sementara. Misalnya infeksi lokal pada

tangan menyebabkan jari menjadi bengkak, nyeri dan pucat. Sendi

menjadi kaku sebagai akibat dari pembengkakan, namun fungsi jari

akan kembali pada saat inflamasi berkurang.

Respons selular inflamasi termasuk meningkatnya SDP lewat

melalui pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan. Melalui

proses fagositosis, SDP tertentu disebut neutrofil dan monosit,

menelan dan menghancurkan mikroorganisme atau partikel kecil

lainnya. Jika inflamasi terjadi sistemik terjadi tanda dan gejala

lainnya. Leukositosis atau peningkatan jumlah SDP yang

bersirkulasi adalah respons tubuh terhadap SDP yanng keluar dari

pembuluh darah. Jumlah SDP serum normalnya 5000 sampai

10.000/mm3 namun dapat meningkat sampai menjadi 15.000 sampai

20.000/mm3 selama inflamasi. Demam disebabkan oleh pelepasan

fagositik oleh pirogen dari sel bakteri yang menyebabkan

peningkatan set point hipotalamik. Tanda dan gejala sistemik lainnya

termasuk malaise, mual, dan pembesaran nodus limfe.

b. Pembentukan eksudat inflamasi

Page 19: Asuhan Keperawatan Infeksi

Akumulasi cairan dan sel mati jaringan serta SDP membentuk

eksudatpada daerah inflamasi. Eksudat dapat berbentuk serosa

(jernih seperti plasma), sanguinosa (mengandung sel darah merah),

atau purulen (mengandung SDP dan bakteri). Akhirnya eksudat

disapu melalui drainase limfatik. Trombosit dan protein plasma

seperti fibrinogen membentuk matriks yang berbentuk jala pada

tempat inflamasi untuk mencegah penyebarannya.

c. Perbaikan jaringan.

Bila terjadi cedera pada sel jaringan, penyembuhan termasuk

tingkat bertahan, rekonstruksi dan maturatif. Sel baru mengalami

maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur

dan bentuk yang sama dengan sel sebelumnya. Jika inflamasi kronik,

kerusakan jaringan dapat diisi dengan jaringan granulasi yang midah

rusak. Jaringan granulasi tidak sekuat kalogen jaringan dan

mengambil berbentuk parut.

2.5.4 Respons Imun

Saat mikroorganisme penginvasi memasuki tubuh,

mikroorganisme tersebut diserang pertama kali oleh monosit. Sisa

mikroorganisme tersebut kemudian memicu respons imun. Materi asing

tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan respons yang mengubah

susunan biologis tubuh sehingga reaksi untuk paparan berikutnya

berbeda daro reaksi pertama. Respons yang berubah ini dikenal sebagai

respons imun. Dalam respons imun normal, antigen dinetralisasi,

dihancurkan atau dimusnahkan. Antigen biasanya tersusun dari protein

yang normalnya tidak ditemukan dalam tubuh manusia. Seringkali

adanya antigen sebagai bagian dari struktur bakteri atau virus. Setelah

antigen masuk ke dalam tubuh antigen tersebut bergerak ke darah atau

limfe dan memulai imunitas selular atau humoral.

a. Imunitas Selular

Ada dua kelas limfosit: limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel

B). Limfosit T memainkan peran utama dalam imunitas selular. Ada

reseptor antigen pada membran permukaan limfosit CD4T. Bila

Page 20: Asuhan Keperawatan Infeksi

antigen bertemu dengan sel yang reseptor permukaannya sesuai

dengan antigen, terjadi ikatan. Ini mengaktifkan limfosit CD4T

untuk membagi diri dengan cepat untuk membentuk sel yang peka.

Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi atau cedera,

berikatan dengan antigen dan melepaskan senyawa kimiawi yang

disebut limfokin. Limfokin menarik dan menstimulasi makrofag

untuk menyerang antigen. Akhirnya antigen dimatikan. Respons

selular tersebut diubah oleh HIV, yang menyebabkan AIDS.

b. Imunitas Humoral

Stimulasi sel B memicu respons imun humoral, menyebabkan

sintesis imunoglubulin atau antibodi yang membunuh antigen.

Setelah sel B berikatan dengan satu antigen. Akan menyebabkan

pembentukan sel B plasma dan memori. Sel plasma mensintesis dan

mensekresi antibodi dalam jumlah besar, yang merupakan protein

yang normalnya ditemukan dalam tibuh yang menyediakan imunitas

menyeluruh. Sel B memori mempersiapkan tubuh melawan invasi

antigen nantinya. Jadi bila antigen masuk lagi ke dalam tubuh,

antibodi terbentuk lebih cepat daripada saat pertama kali terpapar,

dan kadar imunoglobulin tetap tinggi untuk menyerang antigen.

c. Antibodi

Merupakan molekul protein besar. Ada lima kelas antibodi

imunoglobulin yang diidentifikasi dengan huruf M, G, A, E dan D.

imunoglobulin M (IgM) adalah antibodi awal pradominan dibentuk

setelah kontak awal dengan antigen. Kontak awal ini adalah respons

imun primer, dan adanya IgM menandakan adanya infeksi baru

terjadi. Antibodi yang paling berlebih yang bersirkulasi adalah IgG,

yang dibentuk setelah kontak berikutnya dengan antigen atau selama

respons imun sekunder, dan keberadaannya menandakan infeksi

terakhir. Pembentukan antibodi merupakan dasar dari imunisai

terhadap penyakit dan merupakan kejadian natural atau buatan.

Imunitas natural dihasilkan setelah terkena penyakit tertentu seperti

campak, dan biasanya bertahan selama hidup. Imunitas buatan

Page 21: Asuhan Keperawatan Infeksi

biasanya didapat setelah menerima vaksin vaksin seperti vaksin

polio. Durasi merupakan variabel dan dapat atau tidak memerlukan

pendorong. Imunitas pasif biasanya berdurasi pendek dan merupakan

jenis yang dapat diperoleh secara transplasenta.

d. Komplemen

Adalah senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah.

Komplemen diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat bersama.

Setelah komplemen diaktifkan, rentetan yang cepat dari aktivitas

katalitik mengubah bentuk sel antigenik bakteri. Misalnya

mengambil bentuk donat. Sesungguhnya komplemen membuat

lubang melalui membran sel antigen. Ion dan air masuk ke dalam sel,

mengakibatkan sel mengembang. Proses ini disebut sitolisis.

e. Interferon

Pada saat tertentu diinvassi oleh virus, sel tersebut mensintesis

interferon protein. Interferon mengganggu kemampuan virus

bermultiplikasi dan melindungi sel tubuh dari infeksi stimulan virus

lain. Diklasifikasikan sebagai pemodifikasi respons biologis,

interferon juga menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel tumor

(Grimes dan Grimes, 1994).

2.6 Infeksi Nosokomial

Klien yang berada dalam lingkungan perawatan kesehatan dapat

beresiko tinggi mendapat infeksi. Infeksi nosokomial diakibatkan oleh

pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah

sakit merupakan satu dari tempat yang paling mungkin mendapat infeksi

karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis

virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik. Unit Perawatan Intensif

(UPI) merupakan salah satu area dalam rumah sakit yang beresiko tinggi

terkena infeksi nosokomial. Sayangnya, kebanyakan infeksi nosokomial

ditularkan oleh pemberi pelayanan kesehatan.

Infeksi iatrogenik adalah jenis infeksi nosokomial yang diakibatkan

oleh prosedur diagnostik atau terapeutik. Infeksi traktur urinarius yang terjadi

setelah insersi kateter merupakan contoh infeksi nosokomial iatrogenik.

Page 22: Asuhan Keperawatan Infeksi

Insiden infeksi nosokomial dapt diturunkan jika perawat menggunakan

pemikiran yang kritis pada saat mempraktikkan teknik aseptik. Perawat harus

selalu mempertimbangkan risiko klien terkena infeksi dan mengantisipasi

bagaimana pendekatan perawatan dapat meningkatkan atau menurunkan

kemungkinan penularan infeksi.

Infeksi nosokomial dapat secara eksogen atau endogen. Infeksi eksogen

didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan

merupakan flora normal, contohnya adalah organisme Salmonella dan

Clostridium tetani. Infeksi endogen dapat terjadi pertumbuhan yang

berlebihan. Contohnya adalah infeksi yang disebabkan oleh enterokokus, ragi,

dan streptokokus. Bila mikroorganisme dalam jumlah cukup yang normalnya

ditemukan dalam salah satu rongga atau lapisan tubuh dipindahkan ke bagian

tubuh lain, terjadi infeksi endogen. Misalnya penularan dari enterokukus,

normalnya ditemukan dalam feses, dari tangan ke kulit sering mengakibatkan

infeksi luka. Jumlah mikroorganisme yang diperlukan untuk menyebabkan

infeksi nosokomial bergantung pada virulensi organisme, kerentanan hospes

dan daerah yang diinfeksi.

Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan

pasien, jenis dan jumlah prosedur invansif, terapi yang diterima, dan lama

perawatan mempengaruhi risiko terinfeksi. Tempat utama untuk infeksi

nosokomial termasuk traktus urinarius, luka trauma bedah, traktus

respiratorius, dan pembuluh darah.

Infeksi nosokomial meningkatkan biaya perawatan kesehatan secara

signifikan, lamanya masa rawat, diinstitusi layanan kesehatan, meningkatkan

ketidakmampuan, peningkatan biaya antibodi dan masa penyembuhan yang

memanjang menambah pengeluaran klien, juga institusi layanan kesehatan

dan badan pemberi dana (mis. Medicare). Seringkali biaya untuk infeksi

nosokomial tidak diganti, oleh sebab itu, pencegahan memiliki pengaruh

finansial yang menguntungkan dan merupakan bagian penting dalam

penatalaksanaan perawatan.

Page 23: Asuhan Keperawatan Infeksi

BAB III

CONTOH KASUS ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI

Bp. A seorang perawat, datang ke UGD RSI A. Yani mengantar anak

perempuannya yang masih berumur 5th karena anaknya menangis terus-menerus

sejak kemarin sore dikarenakan febris dan disuria. Bp.A juga mengatakan, An.K

di rumah dirawat oleh pembantunya sehingga untuk personal higiennya biasanya

dibantu oleh pembantunya.

Selain itu An.K juga mengatakan sulit dan sakit pada perut seperti diremas-

remas dan perih saat mau buang air kecil, sehingga An.K jadi takut jika mau BAK

padahal buang air kecilnya lebih sering dari biasanya, oleh sebab itu An.K

mengatakan takut untuk banyak minum.

Bp. A mengatakan anaknya mengalami nyeri pada bagian suprapubic dan

adanya hematuria, selain itu diawal berkemih ada cairan eksudat yang purulen dan

terasa gatal. Karena sakit pada perut bagian bawah, An.K merasa tidak kuat untuk

berjalan sendiri sehingga waktu turun dari mobil ke UGD, An.K digendong oleh

ayahnya.

Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapat hasil TTV :

RR : 28x/menit

S : 40 ºC

N : 108x/menit

Saat di UGD An.K dilakukan pemasangan infus RL, 20 tts/mnt dengan abocat

ukuran 24 dan diberikan terapi obat: Ceftriaxone 2x500m dan Ketorolax 2x

0,5mg/kg/BB

Page 24: Asuhan Keperawatan Infeksi

BAB IV

PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian

a. Nama perawat : Adit

Tgl pengkajian : 10 April 2013

Jam pengkajian : 15.00 WIB

b. Identitas Pasien

Nama Pasien : An. K

Agama : Islam

Umur : 5 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Almat : Jln. Karangrejo

Tanggal masuk RS : 18 April 2013

Diagnosa medis : Gangguan Eliminasi Urinarius

No rekam medis : 20954777

Jam masuk : 15.00 WIB

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

c. Penanggung jawab

Orang tua/wali : Bp. A

Umur : 36 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Perawat

Status Pernikahan : Menikah

Hubungan dengan klien : Bapak kandung

Alamat : Jln. Karangrejo

Suku : Jawa

Bangsa :Indonesia

3.1.1 Keluhan Utama

Bp. A mengatakan anaknya mengalami nyeri pada bagian suprapubic.

Page 25: Asuhan Keperawatan Infeksi

3.1.2 Riwayat Kesehatan

A. Riwayat Penyakit sekarang

Klien mengatakan karena sakit pada perut bagian bawah, An.K

merasa tidak kuat untuk berjalan sendiri sehingga waktu turun dari

mobil ke UGD, An.K digendong oleh ayahnya. Saat di UGD, An.K

dilakukan pemasangan infus RL 20 tetes/menit dengan abocat

ukuran 24 selama 2 hari.

B. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Penyakit yang pernah dialami: klien sering mengalami nyeri

abdomen

a. Kecelakaan : tidak terkaji

b. Pernah dirawat di RS : Bpk.A mengatakan, pada usia 4

tahun An.K pernah dirawat di RS karena mengalami malaria.

c. Operasi : Bpk.A mengatakan An.K tidak

pernah dioperasi

2. Alergi : Bpk.A mengatakan bahwa An.K

alergi terhadap ikan yang ditandai dengan gatal-gatal pada kulit

dan mual-mual.

3. Vaksin : Bpk.A mengatakan bahwa An.K

baru saja di vaksin Hepatitis B 3 bulan yang lalu.

4. Kebiasaan : An.K mengatakan bahwa ia suka

jajan di sembarang tempat seperti mie remes.

C. Riwayat Penyakit Keluarga

Sebelum An.K mengalami gangguan eliminasi urinarius, nenek dari

An.K yaitu Ny. T sudah pernah mengalami gangguan eliminasi

urinarius selama lebih kurang satu minggu.

3.1.3 Pemenuhan Kebutuhan Dasar

A. Aktivitas dan latihan

Sebelum Masuk Rumah Sakit Saat Masuk Rumah Sakit

An. K sebelum sakit masih bisa

melakukan aktifitas seperti anak

seusianya seperti bermain

setelah mengalami ISK An. K

menjadi pendiam karena

menahan rasa sakit perutnya.

Page 26: Asuhan Keperawatan Infeksi

bersama teman-temannya. Selama sakit An. K dirumah

melakukan aktifitas dan dirawat

oleh pembantunya sehingga

untuk personal hygen biasanya

dibantu oleh pembantunya.

B. Tidur dan Istirahat

Sebelum Masuk Rumah Sakit Saat Masuk Rumah Sakit

Sebelum sakit Bp. A mengatakan

An. K tidak ada masalah dalam

masalahnya, A.n K biasanya

tidur 9 jam saat malam dan 2

jam saat siang

Saat sakit Bp. A mengatakan An.

K mengalami sulit tidur dan

sering terbangun saat tidur

dikarenakan perut bagian bawah

terasa nyeri dan sangat sakit, An.

K hanya bisa tidur 6 jam saat

malam dan tidak bisa tidur saat

siang.

C. Kenyamanan dan nyeri

1. Palliative/profokatif

Bp. A mengatakan anaknya mengalami hematuria, selain itu

diawal berkemih ada cairan eksudat yang purulen dan terasa

gatal

2. Quality

Klien mengatakan sangat nyeri seperti diremas-remas dan perih

ketika akan berkemih dan terasa sedikit berkurang nyerinya

sesudah berkemih.

3. Region

Bp. A mengatakan anaknya mengalami nyeri pada bagian

Suprapubic.

4. Scale

Dari skala 1-10 klien mengatakan skala sakitnya sekitar angka 5.

5. Time

Page 27: Asuhan Keperawatan Infeksi

Klien merasa nyeri datang pada saat ingin BAK.

6. Nutrisi

Sebelum Masuk Rumah Sakit Saat Masuk Rumah Sakit

Sebelum klien mengalami

gangguan eliminasi, klien

mempuyai nafsu makan sehingga

selalu makan 3 porsi sehari.

pada saat mengalami gangguan

eliminasi urine, nafsu makan

klien menjadi berkurang,

sehingga hanya makan 1 porsi

sehari.

7. Cairan elektrolit dan asam basa

Saat Masuk Rumah Sakit Saat Masuk Rumah Sakit

sebelum sakit klien minum 8

gelas standar 250cc perhari.

Pada saat klien mengalami

gangguan eliminasi urin klien

hanya minum 4 gelas standar

250 cc dan dibantu dengan

Suport IV Line cairan RL

20tts/mnt.

8. Oksigenasi

Sebelum dan sesudah mengalami ganguan eliminasi urin, Klien

tidak mengalami sesak nafas dan tidak ada sputum.

9. Eliminasi Alvi

Saat Masuk Rumah Sakit Saat Masuk Rumah Sakit

Sebelum sakit klien

mengatakan BAB lancar fases

berwarna kuning 2x sehari.

saat mengalami gangguan

eliminasi urin klien merasakan

perut terasa diremas-remas dan

warna fases cokelat.

10. Eliminasi urine

Saat Masuk Rumah Sakit Saat Masuk Rumah Sakit

Sebelum mengalami ganguan

eliminasi urin klien

mempunyai frekuensi

berkemih 500cc/hr.

selama mengalami gangguan

eliminasi urin klien hanya

berkemih 250cc/hr dan warna

urine merah terdapat hematuria

dan klien mengatakan nyeri

Page 28: Asuhan Keperawatan Infeksi

pada saat BAK.

11. Sensori,persepsi dan kognitif

Setelah melakukan pengkajian klien tidak mengalami gamgguan

pada Sensori, persepsi dan kognitif.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan Umum

Keadaan umum pasien saat ini adalah cemas dengan hasil

pemeriksaan Vital Sign:

TD : 100/70 mmHg

N : 108xmnt

RR : 28x/mnt

S : 400c

B. Kepala:

Inspeksi : Pada saat dilakukan inspeksi tidak terdapat

benjolan yang terdapat di kepala, bentuk tengkorak semetris dengan

bagian frontal menghadap kedepan dan bagian pariental menghadap

ke belakang.

Palpasi : Pada saat dilakukan palpasi tidak terdapat benjolan

yang terdapat di kepala, bentuk tengkorak semetris dengan bagian

frontal menghadap kedepan dan bagian pariental menghadap ke

belakang.

C. Leher: Setelah dilakukan inspeksi, palpasi dan teknik gerakan leher

klien dapat melakukan gerakan leher secara terkoordinasi tanpa

gangguan.

D. Dada: paru dan jantung

Inspeksi : Pada saat inspeksi klien tidak terlihat sesak napas,

yaitu frekuensi pernapasan 28x/menit.

Palpasi : pada saat dilakukan palpasi getaran pada dinding

dada sebelah kanan lebih keras dari pada dinding dada sebelah kiri.

Perkusi : Pada saat dilakukan perkusi suara paru klien

normal yaitu terdengar bunyi resonan.

Page 29: Asuhan Keperawatan Infeksi

Auskultasi : Pada saat dilakukan auskultasi suara paru klien

normal yaitu terdengar bunyi resonan.

E. Abdomen:

Inspeksi : Setelah dilakukan pemeriksaan fisik abdomen

normal, pada saat inspeksi tidak ada pembengkakkan, dan semetris.

Palpasi : pada saan palpasi abdomen teraba keras dan kaku.

Perkusi : pada saat dilakukan perkusi abdomen terdengar

dung-dung yang menadai abdomen kembung.

Auskultasi : Pada saat dilakukan auskultasi terdengar suara

bising usus, secara normal terdengar setiap bising usus normal

terdengar 10 kali/menit.

3.1.5 Psiko sosio budaya dan spiritual

A. Psikologis

Klien mengatakan Takut jika mau BAK, karena merasa nyeri pada

saat ingin BAK.

B. Sosial

Klien berkomunikasi dengan bahasa jawa dan bahasa Inonesia, nada

bicara klien sopan.

C. Budaya: Tidak terkaji

D. Spiritual: Tidak terkaji

3.1.6 Pemeriksaan penunjang

A. Terapi Medis

Saat di UGD klien deberikan cairan IV yaitu infus RL 20tts/mnt,

klien juga diberikan obat melalui injeksi Cefotriaxone 2x500 gram

dan obat peroral Ketorolak 2x0,5 mg/kg/BB.

3.2. Diagnosis Keperawatan

ANALISA DATA

Nama klien : An.K No.Register : 01377

Umur : 5 tahun Diagnosa Medis : ISK

Ruang Rawat : Tulip Alamat : Jl. Karangrejo

NO Data Fokus Etiologi Problem

1. Data Subjektif: Proses infeksi Hipertermi

Page 30: Asuhan Keperawatan Infeksi

1. Bapak klien mengatakan suhu

badan anaknya teraba panas.

Data Objektif:

TD: 100/70 mmHg

1.      N : 108x/menit

2.      S : 40⁰C

3.      RR : 28x/menit

Terjadi peningkatan

panas akibat

produksi sitokin

pirogen.

Perangkat sistem

imun tubuh akan

aktif untuk merespon

adanya bentuk

infeksi tersebut.

Dari hasil lab.

Terdapat bakteri E.

Coli pada uretra.

2. Data Subjektif:

1. Palliative/profokatif

Bp. A mengatakan anaknya

mengalami hematuria, selain

itu diawal berkemih ada

cairan eksudat yang purulen

dan terasa gatal

2. Quality

Klien mengatakan sangat

nyeri seperti diremas-remas

dan perih ketika akan

berkemih dan terasa sedikit

berkurang nyerinya sesudah

berkemih.

3. Region

Bp. A mengatakan anaknya

mengalami nyeri pada bagian

Agen cidera biologis

Adanya kerusakan

fungsi organ akibat

infeksi bakteri E.

Coli (pada kandung

kemih)

Sensitisasi system

saraf perifer maupun

system saraf sentral.

Nyeri akut

Page 31: Asuhan Keperawatan Infeksi

Suprapubic.

4. Scale

Dari skala 1-10 klien

mengatakan skala sakitnya

sekitar angka 5.

5. Time

Klien merasa nyeri datang

pada saat ingin BAK.

Data Objektif:

1. Klien tampak terlihat pucat

dan lemas.

2. Klien terlihat memegangi

perut bagian bawah.

3. Data Subjektif:

1. An.K mengatakan sulit dan

Sakit pada perut seperti

diremas-remas dan perih saat

mau buang air kecil, sehingga

An.K jadi takut jika mau BAK

padahal buang air kecilnya

lebih sering daripada biasanya,

oleh sebab itu An.K

mengatakan takut untuk

banyak minum.

Data Objektif:

1. Klien terlihat kesakitan dan

takut saat buang air kecil.

Infeksi saluran

kemih.

Tanda-tandanya

antara lain sering

kencing, disuria,

hematuria, dan puria

E.coli yang

nefropatogenik

secara khas

menghasilkan

hemolisin.

E.coli yang biasa

menyebabkan infeksi

saluran kemih ialah

jenis 01, 2, 4, 6, dan

7.

Gangguan

Eliminasi

urinarius

Page 32: Asuhan Keperawatan Infeksi

Adanya bakteri E.

coli pada saluran

kemih.

3.2.1 Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Eliminasi urinarius berhubungan dengan infeksi saluran kemih

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

3.3. Intervensi

RENCANA ( INTERVENSI ) KEPERAWATAN

Nama klien : An.K No.Register : 01377

Umur : 5 tahun Diagnosa Medis : ISK

Ruang Rawat : Tulip Alamat : Jl. karangrejo

No

.

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan &

Kriteria Hasil

Intervensi Rasional

1 Eliminasi

urinarius

berhubungan

dengan infeksi

saluran kemih

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2x24 jam

maka eliminasi

urinarius An. K

berkurang

dengan kriteria

hasil sbb:

1. Eliminasi

lancar.

2. Urin berwarna

kuning cerah

tetapi sedikit

pucat.

3. Volume

1. Pantau

eliminasi urin

contohnya

frekuensi urin,

volume urin,

konsistensi

urin dengan

tepat.

2. Ajarkan klien

tanda dan

gejala infeksi

saluran kemih.

3. Instruksikan

klien atau

keluarga untuk

mencatat

keluaran urin.

1. Memantau eliminasi

urin merupakan

tindakan untuk

mengetahui apakah

urin sudah normal.

2. Tindakan ini penting

agar klien memahami

tentang penyakitnya

3. Tindakan ini

dilakukan agar

mengetahui keluaran

urin normal.

Page 33: Asuhan Keperawatan Infeksi

pengeluaran

urine 900-

2100 CC/hari.

2 Nyeri akut

berhubungan

dengan agen

cidera biologis

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2x24

jam maka nyeri

yang dialami

oleh An.K

berkurang

dengan kriteria

hasil sbb:

6. Selera makan

klien kembali

normal.

7. Klien sudah

tidak

mengalami

gelisah.

8. Klien dapat

beraktivitas

kembali

seperti

biasanya.

9. Skala nyeri

klien 2.

1. Ajarkan klien

teknik

relaksasi nafas

dalam.

2. Beri kompres

hangat pada

bagian yang

nyeri.

3. Kolaborasi

dalam

pemberian

analgesik

Ketorolax 2x

0,5mg/kg/BB

1. Relaksasi napas dalam

merupakan tindakan

penurunan nyeri.

2. Merupakan tindakan

untuk meningkatkan

sirkulasi dan relaksasi

otot.

3. Analgesik ketorolax

merupakan obat

penurun nyeri dan

aktivitas peristaltik.

3 Hipertermi

berhubungan

dengan proses

infeksi

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

1. Observasi

keadaan umum

klien.

2. Monitor vital

1. Tindakan untuk

mengetahui keadaan

pasien.

2. Tindakan untuk

Page 34: Asuhan Keperawatan Infeksi

selama 2x24 jam

maka An. K

tidak mengalami

hipertermi

dengan kriteria

hasil sbb :

1. RR klien

normal 16-

24/menit.

2. Suhu tubuh

klien dalam

rentang 36,5-

37,5⁰C

3. Nadi klien

normal (60-

100x/menit).

sign klien

(suhu & nadi).

3. Beri kompres

hangat pada

kening klien.

4. Anjurkan pada

klien untuk

meningkatkan

istirahat.

5. Kolaborasi

dalam

pemberian

infus RL, 20

tts/mnt.

6. Anjurkan

banyak minum

air putih

minimal 8

gelas/hari.

7. Kolaborasi

dalam

pemberian

injeksi

Ceftriaxone

2x500mg

8. Kolaborasi

dalam

pemberian

analgetik

paracetamol

10-10-15

mg/kgBB/kali.

mengetahui TTV

klien.

3. Kompres hangat untuk

menurunkan/menormal

kan suhu tubuh klien.

4. Istirahat merupakan

tindakan untuk

mengembalikan

kesegaran tubuh.

5. Infus RL merupakan

infus untuk

memberikan nutrisi

dan cairan tubuh klien.

6. Air putih untuk

menambah cairan

tubuh agar tidak

mengalami dehidrasi.

7. Ceftriaxone adalah

obat untuk membunuh

bakteri (antibiotik).

8. Paracetamol adalah

obat analgesik dan

antipiretik.

Page 35: Asuhan Keperawatan Infeksi
Page 36: Asuhan Keperawatan Infeksi

3.4. Implementasi

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : An.K No.Register : 01377

Umur : 5 tahun Diagnosa Medis : ISK

Ruang Rawat : Tulip Alamat : Jl. Karangrejo

No.

Dx

Hari/Tgl/Jam Implementasi Respon Tindakan Nama &

TTD

1 Rabu, 10/04/2013

09.15 WIB

09.15 WIB

09.30 WIB

1. Memantau eliminasi

urin contohnya

frekuensi urin, volume

urin, konsistensi urin

dengan tepat.

2. Mengajarkan klien

tanda dan gejala

infeksi saluran kemih.

3. Menginstruksikan

klien atau keluarga

untuk mencatat

keluaran urin.

Data Subjektif:

Bapak klien

mengatakan An.K

sudah berkurang

sakitnya saat

kencing.

Data Objektif:

1. Volume

pengeluaran urin

normal 700-1000

ml/hari.

2. Klien sedikit

mengerti tentang

tanda dan gejala

infeksi saluran

kemih.

Adit

2 Rabu, 10/04/2013

09.15 WIB

09.25 WIB

09.35 WIB

1. Mengajarkan klien

tekhnik relaksasi nafas

dalam.

2. Memberikan kompres

hangat pada bagian

yang nyeri.

3. Memberikan

analgesik Ketorolax

Data Subjektif:

1. Bapak klien

mengatakan

anaknya tampak

lebih tenang dan

sudah tidak

merasakan nyeri

setelah diberikan

kompres hangat.

Erna

Page 37: Asuhan Keperawatan Infeksi

2x 0,5mg/kg/BB

8.       

Data Objektif:

1. Klien sudah

tampak tenang,

dan berkurang

nyerinya.

2. An. K tampak

mendapatkan

kompres hangat

pada bagian

abdomennya.

3. An. K tampak

masih kelihatan

memegang

perutnya karena

nyeri.

3 Rabu, 10/04/2013

10.15 WIB

10.20 WIB

10.30 WIB

1. Mengobservasi

keadaan umum klien.

2. Memonitor vital sign

klien (suhu & nadi).

3. Memberikan kompres

hangat pada klien.

4. Menganjurkan pada

klien untuk

meningkatkan

istirahat.

5. Memberikan infus

RL, 20 tts/mnt.

6. Memberikan injeksi

Ceftriaxone 2x500mg

Data subjektif:

1. Bapak klien

mengatakan

suhu badan

anaknya

berkurang.

Data Objektif:

1. Hasil TTV

menunjukkan

suhu 37,5⁰C

2. Nadi An. K

90x/mnt.

3. Tubuh An. K

teraba normal,

panas berkurang.

4. An. K tampak

mendapatkan

Reza

Page 38: Asuhan Keperawatan Infeksi

kompres hangat

pada keningnya.

5. An. K tidak

tampak terjadi

dehidrasi selama

adanya demam.

1 Kamis,11/04/2013

09.15 WIB

09.20 WIB

09.30 WIB

1. Memantau eliminasi

urin contohnya

frekuensi urin, volume

urin, konsistensi urin

dengan tepat.

2. Mengajarkan klien

tanda dan gejala

infeksi saluran kemih.

3. Menginstruksikan

klien atau keluarga

untuk mencatat

keluaran urin.

Data Subjektif:

1. Bapak klien

mengatakan

An.K sudah

hilang sakitnya

saat kencing.

Data Objektif:

1. Volume

pengeluaran urin

normal.

2. Klien mengerti

tentang tanda

dan gejala

infeksi saluran

kemih.

Niki

2 Kamis,11/04/2013

10.00 WIB

10.10 WIB

10.30 WIB

1. Mengajarkan klien

tekhnik relaksasi nafas

dalam.

2. Memberikan kompres

hangat pada bagian

yang nyeri.

3. Memberikan

analgesik Ketorolax

2x 0,5mg/kg/BB

16.   

Data Subjektif:

1. Bapak klien

mengatakan

anaknya tampak

lebih tenang dan

sudah tidak

merasakan nyeri

setelah diberikan

kompres hangat.

Data Objektif:

1. Klien sudah

Tasya

Page 39: Asuhan Keperawatan Infeksi

tampak tenang,

dan hilang

nyerinya.

2. An. K tampak

mendapatkan

kompres hangat

pada bagian

abdomennya.

3 Kamis,11/03/2013

09.25 WIB

09.35 WIB

09.45 WIB

1. Mengobservasi

keadaan umum klien.

2. Memonitor vital sign

klien (suhu &nadi).

3. Memberikan kompres

hangat pada klien.

4. Menganjurkan pada

klien untuk

meningkatkan

istirahat.

5. Memberikan infus

RL, 20 tts/mnt.

6. Memberikan injeksi

Ceftriaxone 2x500mg

Data Subjektif:

1. Bapak klien

mengatakan

suhu badan

anaknya

berkurang.

Data Objektif:

1. Hasil TTV

menunjukkan

suhu 37,5⁰C

2. Nadi An. K

90x/mnt.

3. Tubuh An. K

teraba normal.

4. An. K tidak

tampak terjadi

dehidrasi selama

adanya demam.

Joko

3.5. Evaluasi

Evaluasi hasil yang didapatkan setelah dilakukan tindakan selama target

waktu yang ditemtukan (2x24 jam)

Hari/Tgl/JamNo. Diagnosis

KeperawatanEvaluasi Hasil Paraf

Page 40: Asuhan Keperawatan Infeksi

Kamis/10/April/2013

10.30 WIB

1 S:

1. Bapak klien

mengatakan An.K

sudah hilang sakitnya

saat kencing.

O:

1. Volume pengeluaran

urin normal.

2. Klien mengerti

tentang tanda dan

gejala infeksi saluran

kemih.

A: tujuan tercapai, masalah

teratasi.

P: hentikan tindakan.

Joko

2 S:

1. Bapak klien

mengatakan anaknya

tampak lebih tenang

dan sudah tidak

merasakan nyeri

setelah diberikan

kompres hangat.

O:

1. Klien sudah tampak

tenang, dan hilang

nyerinya.

2. An. K tampak

mendapatkan kompres

hangat pada bagian

abdomennya

A: Masalah teratasi, tujuan

Page 41: Asuhan Keperawatan Infeksi

tercapai.

P: Hentikan Tindakan

3 S:

1. Bapak klien

mengatakan suhu

badan anaknya

normal.

O:

1. Hasil TTV

menunjukkan suhu

37,5⁰C

2. Nadi An. K 90x/mnt.

3. Tubuh An. K teraba

normal.

4. An. K tidak tampak

terjadi dehidrasi

selama adanya

demam.

A: tujuan tercapai, masalah

teratasi.

P: hentikan tindakan.

BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Infeksi saluran kemih terjadi adanya invasi mikroorganisme pada saluran

kemih.

Pada pengkajian dilakukan dengan cara wawancara, observasi,

pemeriksaan fisik. Diagnose yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus

adalah perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau

hokturia) berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih

Page 42: Asuhan Keperawatan Infeksi

ataupun struktur urinarius lain, sedangkan diagnose yang ada pada teori dan

pada kasus adalah infeksi, gangguan rasa nyaman nyeri dan kurang

pengetahuan.

Dalam membuat perencanaan keperawatan penulis menyesuaikan dengan

kondisi klien saat dikaji dan membuat prioritas masalah sesuai kebutuhan

dasar manusia menurut Maslow dan kebutuhan utama klien.

Dalam pelaksanaan keperawatan penulis melakukan tindakan keperawatan

berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat.

Dalam evaluasi penulis dapat menyimpulkan bahwa semua diagnose dapat

teratasi dan tujuan keperawatan tercapai.

4.2 Saran

Untuk teman sejawat dan penulis agar dapat memprioritaskan masalah

sesuai kebutuhan dasar manusia dan masalah utama klien tersebut, walaupun

pendokumentasian data tidak dapat dilakukan karena data yang diperoleh

hanya berdasarkan ilustrasi kasus tetapi rencana tindakan dapat dilakukan

dengan baik.

Untuk perawat diruangan agar dapat mendokumentasikan semua data pada

klien baik verbal maupun obyektif dengan benar sehingga dapat membuat

evaluasi dengan baik. Untuk menunjang pendokumentasian pihak rumah sakit

harus menyediakan lembaran renpra untuk perawat ruangan.

Page 43: Asuhan Keperawatan Infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Mandal, B.K., dkk. 2004. Lecture Notes: Penyakit Infeksi edisi keenam. Jakarta:

Erlangga.

Potter & Perry. 1999. Fundamental Keperawatan edisi 4. Jakarta: EGC.

Kozier, dkk. 2010. Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik ed. 7.

Jakarta: EGC