asuhan keperawatan gerontik pada pasien dengan
DESCRIPTION
askep OMKTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA PASIEN DENGAN
OTITIS MEDIA KRONIS (OMK)
MAKALAH
Makalah Ini dibuat untuk Memenuhi Salah Tugas dalam Gerontik
DISUSUN OLEH:
NUR PURNAMA SARI
2013.03.019
AKADEMI KEPERAWATAN WILLIAM BOOTH
SURABAYA
SEPTEMBER, 2015
i
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur kepada Allah yang maha kuasa karena melalui rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu, penulis
diberi kesempatan untuk lebih mengembangkan ilmu pengetahuan yang berwujud
makalah ini.
Ada beberapa pihak yang terkait dengan penyelesaian makalah ini. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada rektor AKPER
William Booth Surabaya, serta pembimbing yang telah memberi banyak
kemudahan sehingga makalah ini terselesaikan.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf karyawan di
AKPER William Booth Surabaya, para staf tata usaha dan staf perpustakaan
tersebut secara tidak langsung telah banyak membantu penulis dalam
memperlancar keadministrasian dan penyediaan sarana yang penulis butuhkan.
Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saran pada makalah ini. Hal
itu tentunya sangat berguna untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Surabaya, 12 September 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul.................................................................................... i
Kata pengantar................................................................................... ii
Daftar isi............................................................................................ iii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah........................................................................ 2
1.3 Tujuan.......................................................................................... 3
Bab 2 Landasan Teori
2.1 Pengertian OMK ..........…………………….............................… 4
2.2 Etiologi OMK …………..................................………………… 4
2.3 Patofisiologi dan WOC OMK……………………………...…… 5
2.4 Manifestasi OMK…....................……………………….….…… 7
2.5 Komplikasi OMK…........……………………………....….…… 8
2.6. Pemeriksaan Diagnostik…........…………………..........….…… 9
2.6. Penatalaksanaan…........……………………………....…...…… 9
Bab 3 Auhan Keperawatan Secara Teori
3.1 Pengkajian ………………......................…………………….… 15
3.2 Diagnosa Keperawatan ……….......…………………………… 16
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ………...................................… 16
Bab 4 Tinjauan Kasus
4.1 Pengkajian ………………......................…………………….… 21
4.2 Diagnosa Keperawatan ……….......…………………………… 23
4.3 Intervensi ……….....................................................................…
23
Bab 5 Penutup
5.1 Kesimpulan………………………………………………...…… 28
5.2 Saran……………………………………………………….....… 28
Daftar pustaka
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi
yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan
oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah
Proses peradangan di telinga tengah dan mastoid yang menetap > 12 minggu.
Otitis media kronik adalah perforasi pada gendang telinga. (warmasif, 2009)
Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling banyak di
negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0, 9% dan di
Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK
berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di
Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di
Amerika dan Inggeris kurang dari 1% (Lasminingrum L, 2000).
OMK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri,
gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang
infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi
membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di
dalam kantung mukosa di telinga tengah. Bila terjadi perforasi membrane timpani
yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi berulang.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi.
Penatalaksanaan OMSK benigna tenang adalah tidak memerlukan pengobatan,
dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi
saluran nafas atas. Penatalaksanaan OMSK benigna aktif pembersihan liang
telinga dan kavum timpani, pemberian antibiotik topical. Pengobatan yang tepat
untuk OMK maligna adalah operasi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik
operasi yang dapat dilakukan pada OMK dengan mastoiditis kronis, baik tipe
benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001) mastoidektomi sederhana,
1
mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi
Bondy), miringoplasti, timpanoplasti, timpanoplasti dengan pendekatan ganda
(Combined Approach Tympanoplasty).
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Otitis Media Kronik (OMK) ?
1.2.2. Apa saja manifestasi klinis yang terjadi pada pasien dengan Otitis Media
Kronis (OMK) ?
1.2.3. Intervensi apa yang dapat dilakukan pada pasien dengan Otitis Media
Kronis (OMK) ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengidentifikasi pengertian Otitis Media Kronik (OMK).
1.3.2. Untuk mengidentifikasi manifestasi klinis yang terjadi pada pasien dengan
Otitis Media Kronis (OMK).
1.3.3. Untuk mengidentifikasi intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan
Otitis Media Kronis (OMK).
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi
yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan
oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah
Proses peradangan di telinga tengah dan mastoid yang menetap > 12 minggu.
Otitis media kronik adalah perforasi pada gendang telinga. (warmasif, 2009)
Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk
sedikitnya satu bulan.Orang awam biasanya menyebut congek. (Alfatih, 2007)
2.2. Etiologi
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga
(perforasi) (Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh:
otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu
benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara
tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat kimia. Bisa juga disebabkan karena
bakteri, antara lain streptococcus, stapilococcus, diplococcus pneumonie,
hemopilus influens, gram positif (S. Pyogenes, S. Albus), gram negatif (proteus
spp, psedomonas spp, E. Coli), kuman anaerob (alergi, diabetes melitus, TBC
paru)
Penyebab OMK antara lain:
2.2.1. Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah
hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan
tempat tinggal yang padat.
2.2.2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
3
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
2.2.3. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan/ atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis
2.2.4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa
metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai
adalah bakteri Gram (-), flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
2.2.5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
2.2.6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
OMK.
2.2.7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
2.2.8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui.
Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
4
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang
menetap pada OMK adalah:
a. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
c. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi
2.3. Patofisiologi dan WOC
Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya
OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh
multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi,
kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis,
rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-
kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi
membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di
dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan
adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya proses patologis akan
berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang
terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam
lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan
penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang
terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali
normal. Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen, mukosa telinga
tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi
berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan 5
pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda yang tidak
steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas
bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan
secret yang mukoid atau mukopurulen
6
2.4. Manifestasi Klinik
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
2.4.1. OMK tipe benigna:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat
konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat
ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea
selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu
meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani
terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan
tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan
tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah
pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah
sampai polip tersebut diangkat. Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan
orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali pengobatan
local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari
perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada
rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
2.4.2. OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau
dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping
kecil, berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media
nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan
pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat
osteolitik kolesteatom.
Gejalanya bervariasi, berdasarkan pada lokasi perforasi gendang telinga:
7
Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga). Otitis media
kronis bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung (misalnya pilek) atau
karena telinga kemasukan air ketika mandi atau berenang. Penyebabnya biasanya
adalah bakteri. Dari telinga keluar nanah berbau busuk tanpa disertai rasa nyeri.
Bila terus menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol yang disebut
polip, yang berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang telinga
akan menonjol ke dalam saluran telinga luar. Infeksi yang menetap juga bisa
menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran (tulang-tulang kecil di
telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga luar ke telinga dalam)
sehingga terjadi tuli konduktif.
Perforasi marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa terjadi tuli
konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
2.5. Komplikasi
2.5.1. OMK tipe benigna :
Omk tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan
komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi (peristiwa masuknya bakteri ke
dalam tubuh) organisme baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose otitis
media supuratif akut eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan
terjadinya tromboplebitis vaskuler.
2.5.2. OMK tipe maligna :
Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :
1. erosi canalis semisirkularis
2. erosi canalis tulang
3. erosi tegmen timpani dan abses ekstradural
4. erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal
5. erosi pada sinus sigmoid
Menurut Shanbough (2003) komplikasi OMK terbagi atas:
a. Komplikasi Intratemporal : perforasi membrane timpani, mastoiditis akut,
parese nervus fasialis, labirinitis, petrositis.
b. Komplikasi Ekstratemporal : abses subperiosteal.
c. Komplikasi Intrakranial : abses otak, tromboflebitis, hidrocephalus otikus,
empiema subdural/ ekstradura8
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga
denganotoskop. Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan
terhadap cairan yang keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau CT scan kepala
dilakukan untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling
telinga. Tes Audiometri dilakukan untuk mengetahui pendengaran menurun. X
ray terhadap kolesteatoma dan kekaburan mastoid.
2.7. Penatalaksanaan
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada
faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada
waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit
menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan
serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila
didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan
dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Menurut Nursiah, prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya
infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif dan Operasi.
2.7.1. OMK Benigna
2.7.1.1. OMSK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
2.7.2.2. OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
a. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme (Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga) :9
1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
2. Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat
efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan Iodine.
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan
mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada
orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada
anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
b. Pemberian antibiotik topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret
yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam
dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu
dikatakannya, bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika
topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi
10
sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan
patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat
pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka
tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak
lebih dari 1 minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya
dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
1) Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
2) Terramycin
3) Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK
aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun
dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi
tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas
melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif
melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif
melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti aminoglokosida yang
lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif dan
gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid
tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila
diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative
kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob,
khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat
tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum,
yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
11
1. Polimiksin B atau polimiksin E
2. Neomisin
3. Kloramfenikol
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur
kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya
terhadap masing-masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap
masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan
tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya. Dengan melihat konsentrasi obat
dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2
golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya, makin tinggi
kadar obat makin banyak kuman terbunuh misalnya golongan aminoglikosida
dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya
bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat
asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan
peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun.
Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga
aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini
sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum pasti cukup, meskipun
dapat mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut
Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik
(sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama
2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1.
2. OMK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
12
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain
(Soepardi, 2001):
a. Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan
konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
b. Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan
dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga
tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi
tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua
jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang
semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran
yang masih ada.
d. Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini
merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada
OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
e. Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan
13
medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani
seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan
bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe
II, III, IV dan V.
f. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined
approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di
kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan
melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada OMK tipe
maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali
kolesteatoma
14
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
3.1. Pengkajian
3.1.1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga,
penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang,
riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan
obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
d. Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami
penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel
mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik
3.1.2. Pengkajian Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 (Blood) : Nadi meningkat
B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun,
vertigo,pusing, refleks kejut
B5 (Bowel) : Nausea vomiting
B6 (Bone) : Malaise, alergi
3.1.3. Pengkajian Psikososial
3.1.3.1. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
3.1.3.2. Aktivitas terbatas
3.1.3.3. Takut menghadapi tindakan pembedahan
3.1.4. Pemeriksaan diagnostik
3.1.4.1. Tes audiometri : pendengaran menurun
3.1.4.2. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
15
3.1.5. Pemeriksaan pendengaran : tes suara bisikan, tes garputala
3.2. Diagnosa Keperawatan
3.2.1. Nyeri akut berhubungan dengan stimulus nyeri
3.2.2. Gangguan persepsi sensori pendengaran
3.2.3. Ansietas
3.2.5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk
3.2.6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan
kekambuhan
3.3 Intervensi
No NANDA NOC NIC
1 Nyeri akut b.d
stimulus nyeri
Defenisi :
Sensori yang tidak
menyenangkan dan
pengalaman emosional
yang muncul secara
aktual atau potensial,
kerusakan jarigan atau
menggambarkan adana
kerusakan
KONTROL NYERI
Tindakan yang dilakukan
seseorang untuk mengontrol nyeri
Indikator :
1. mengenali faktor penyebab
2. menggunakan metode
pencegahan
3. menggunakan analgesik sesuai
kebutuhan
4. mengenali gejala-gejala nyeri
5. mencatat pengalaman nyeri
sebelumnya
6. menyatakan nyeri sudah
terkontrol
TINGKAT NYERI
hasil observasi atau laporan
tentang tingkat nyeri
Indikator :
1. melaporkan adanya nyeri
MANAJEMEN NYERI
1. lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2. observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
3. gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5. kurangi faktor presipitasi
6. kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7. ajarkan tentang teknik relaksasi
8. berikan analgetik untuk
16
2. luas bagian tubuh yang
terpengaruh
3. frekuensi nyeri berkurang
4. pernyataan nyeri tidak ada
5. ekspresi nyeri pada wajah
tidak ada
6. tekanan darah normal
keteganggan otot normal.
TINGKAT KENYAMANAN
Definisi : Tingkatan dari
ketentraman fisik dan psikologis
Indicator :
1. Mampu melaporkan
perkembangan fisik
2. Mampu mengekspresikan
perasaan dengan lingkungan
fisik sekitar
3. Mampu mengekspresikan
perasaan dengan hubungan
social
4. Mampu mengekspresikan
kepuasan dengan kontrol nyeri
mengurangi nyeri
9. evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
MANAJEMEN LINGKUNGAN :
KENYAMANAN
Aktifitas :
1. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan mendukung.
2. Sediakan lingkungan yang aman
dan bersih
3. Sesuaikan suhu kamar dengan
yang paling nyaman bagi
individu, jika mungkin
4. Posisi pasien untuk
memfasilitasi kenyamanan
(misalnya, dengan
menggunakan prinsip-prinsip
kesejajaran tubuh, dukungan
dengan bantal, sendi dukungan
2 Gangguan persepsi
sensori pendengaran
Batasan karakteristik:
1. Berubahnya pola
prilaku
2. Berubahnya
ketajaman panca
indra
3. Gagal penyesuaian
4. Distorsi
a. Kontrol cemas
Indikator :
1. Pantau intensitas kecemasan
2. Menyingkirkan tanda
kecemasan
3. Mencari informasi untuk
menurunkan cemas
4. Mempertahankan konsentrasi
5. Laporankan durasi dari
episode cemas
a. Peningkatan komunikasi :
deficit pendengaran
Aktivitas:
1. Beritahu pasien bahwa suara
akan terdengar berbeda dengan
memakai alat bantu
2. Mendengar dengan penuh
perhatian
3. Menahan diri dari berteriak
pada pasien yang mengalami
17
pancaindera
5. Pengintegrasian
panca indera yang
terganggu
6. Panca indera yang
terganggu
b. Kompensasi Tingkah Laku
Pendengaran
Indicator:
1. Pantau gejala kerusakan
pendengaran
2. Posisi tubuh untuk
menguntungkan pendengaran
3. Menghilangkan gangguan
4. Memperoleh alat bantu
pendengaran
5. Menggunakan layananan
pendukung untuk pendegaran
yang lemah
6. Memperoleh intervensi yang
berhubungan dengan
pembedahan
gangguan komunikasi
4. Dapatkan perhatian pasien
melalui sentuhan
b. Dukungan emosi
Aktivitas:
1. Berdiskusi dengan pasien
tentang emosi yang dirasakan
2. Bantu pasien dalam mengenali
perasaan seperti cemas, marah,
atau sedih
3. Dorong pasien untuk
mengunkapkan perasaan cemas,
marah, atau sedih
4. Perhatikan pengungkapan
perasaan dan keyakinan
5. Sediakan identifikasi pasien
terhadap pola tanggapan yang
umum terhadap ketakutan
6. Beri dukungan selama fase
penolakan, marah, tawar
menawar, dan fase penerimaan
terhadap duka cita
7. Sediakan bantuan dalam
membuat keputusan
8. Rujuk ke konselor sebagaimana
mestinya
c. Pencegahan jatuh
Aktivitas:
1. Identifikasi kelemahan kognisi
dan fisik pada pasien yang
18
barangkali meningkatkan
potensi untuk jatuh pada
lingkungan tertentu
2. Identifikasi karakteristik
lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi untuk
jatuh (misal ,lantai licin dan
jenjang yang terbuka)
3. Sediakan alat bantu (misal,
tongkat dan alat bantu berjalan)
3 Ansietas
Batasan karakteristik:
1. Scaning dan
kewaspadaan
2. Kontak mata yang
buruk
3. Ketidakberdayaan
meningkat
4. Kerusakan
perhatian
a. Kontrol cemas
Indikator :
1. Pantau intensitas kecemasan
2. Menyingkirkan tanda
kecemasan
3. Mencari informasi untuk
menurunkan cemas
4. Mempertahankan konsentrasi
5. Laporankan durasi dari
episode cemas
b. Koping
Indikator:
1. Memanajemen masalah
2. Melibatkan anggota keluarga
dalam membuat keputusan
3. Mengekspresikan perasaan
dan kebebasan emosional
4. Menunjukkan strategi
penurunan stress
5. Menggunakan support sosial
a. Penurunan kecemasan
Aktivitas:
1. Tenangkan klien
2. Jelaskan seluruh posedur
tindakan kepada klien
3. Kaji tingkat kecemasan dan
reaksi fisik pada tingkat
kecemasan
4. Gunakan pendekatan dan
sentuhan, untuk meyakinkan
pasien
5. Sediakan aktivitas untuk
menurunkan ketegangan
6. Bantu pasien untuk identifikasi
situasi yang mencipkatakan
cemas
7. Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi
b. Peningkatan koping
Aktivitas:
1. Gunakan pendekatan yang
19
tenang
2. Sediakan pilihan yang realisis
tentang aspek perawatan saat ini
3. Tentukan kemampuan klien
untuk mengambil keputusan
4. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi strategi positif
untuk mengatasi keterbatasan
dan mengelola gaya hidup atau
perubahan peran
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas
Nama : Ny. Z
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Hatta No.56, Padang
3.1.2. Riwayat Penyakait Sekarang
3.1.2.1. Keluhan Utama : Sakit pada telinga kanan, disertai demam tinggi
3.1.2.2. Riwayat Penyakit sekarang : Sejak 1 bulan yang lalu klien mengeluhkan
telinga kanan keluar cairan yang berlebih dan kurang bisa mendengar, telinga
sering berdenging dan kadang diikuti dengan pusing serta padangan yang
berputar-putar. Namun, awalnya klien tidak mempedulikannya dan menganggap
biasa.
3.1.3. Riwayat kesehatan dahulu : Ketika di bangku SD, pasien pernah mengeluh
sakit pada telinga kanannya disertai dengan keluar cairan putih jernih yang terus
menerus namun tidak berbau. Sejak saat itu, keluhan sakit telinga kanan dan
keluar cairan dari telinga sering terjadi dengan rentang waktu yang tidak begitu
lama tiap keluhan timbul.
3.1.4. Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit
ini sebelumnya
3.1.5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak kelelahan
Kesadaran : Normal
Tanda vital : TD 120/90 mmH N 90x/m S=380C
21
Pengkajian Pola fungsional Gordon
a. Pola Persepsi-Manajemen Kesehatan
Klien awalnya tidak menanggapi penyakitnya. Padahal sewaktu SD klien pernah
mengalami gejala yang sama. Klien baru datang ke rumah sakit setelah nyeri di
telinganya bertambah. Klien tidak memiliki riwayat merokok dan konsumsi
alkohol.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Klien mengeluh susah makan karena nyeri yang dirasakannya. Porsi makanan
yang diberikan rumah sakit, dihabiskan klien 1-2 sendok makan. Klien alergi
terhadap ikan laut. Klien seharinya minum 3-4 gelas.
c. Pola Eliminasi
Sejak masuk rumah sakit, klien melakukan BAB dan BAK masih di WC tapi
dipapah oleh keluarga. Klien mengaku lemah dan pusing.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Dalam hal ini aktivitas pasien terganggu karna rasa nyeri hebat yang terjadi pada
telinga kanan dan disertai demam tinggi kadang diikuti dengan pusing serta
padangan yang berputar-putar. Ini menyebabkan klien tergantung pada bantuan
keluarga dan perawat.
e. Pola istirahat dan tidur
Pasien terganggu istirahat dan tidurnya karena rasa nyeri pada telinga dan sering
berdenging-denging. Pada malam hari klien sering terbangun.
f. Pola kognitif-persepsi
Klien mengalami gangguan pada sistem pendengarannya. Klien sering merasa
berdenging pada telinganya dan pusing. Sistem indra klien yang lain tidak
mengalami gangguan. Klien mengeluh nyeri di telinganya dan menganggu
aktifitas klien.
g. Pola peran dan hubungan
Hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat atau interaksi sosial klien tidak
mengalami gangguan. Keluarga bergantian untuk menjaga klien di rumah sakit.
22
h. Pola konsep diri
Pasien mengalami harga diri rendah karena penyakit yang dideritanya dan dalam
hal ini perlunya dukungan dari keluarga terdekat. Klien mengaku malu dan taku
mengalami ketergantungan pada keluarganya.
i. Pola seksual-reproduksi
Klien adalah ibu rumah tangga yang masih produktif dan memiliki 3 orang anak.
Kasih sayang dari keluarga tidak berkurang.
j. Pola koping dan toleransi stress
Penderita mengalami stres dan ketakutan akibat nyeri yang dirasakan. Klien takut
menjadi tuli dan menjadi beban bagi orang tuanya.
k. Pola keyakinan dan kepercayaan
Penderita mengalami gangguan pada saat beribadah, diharapkan hubungan klien
dan sang penciptanya harus lebih dekat dan terjadinya peningkatan ibadah pada
klien.
3.2. Diagnosa Keperawatan
3.2.1. Gangguan persepsi panca indera: au/.mditorius b.d. gangguan penghantaran
bunyi pada organ pendengaran
3.2.2. Nyeri Kronik berhubungan dengan agen cedera (biologis)
3.2.3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang
mengingat, serta salah interpretasi.
23
3.3. Intervensi
Gangguan persepsi panca
indera: au/.mditorius b.d.
gangguan penghantaran
bunyi pada organ
pendengaran
Defenisi: perubahan dalam
jumlah maupun pola
rangsangan yang diterima
yang disertai dengan
penyusutan, pelebihan,
penyimpangan, atau
gangguan tanggapan
terhadap rangsangan
tersebut.
Perubahan Sensori-Persepsi ;
Pendengaran
Kriteria Hasil:
1. Pasien akan berpartisipasi
dalam program
pengobatan
2. Pasien akan
mempertahankan
kemampuan pendengaran
3. Tidak adanya sakit kepala
a. Peningkatan Komunikasi : Defisit
Pendengaran
Aktivitas:
1. Memfasilitasi penggunaan alat
bantu sewajarnya
2. Beritahu pasien bahwa suara akan
terdengar berbeda dengan
memakai alat bantu
3. Jaga kebersihan alat bantu
4. Mendengar dengan penuh
perhatian
5. Menahan diri dari berteriak pada
pasien yang mengalami gangguan
komunikasi
6. Memfasilitasi lokasi penggunaan
alat bantu
7. Memfasilitasi letak telepon bagi
gangguan pendengaran
sebagaimana mestinya
b. Pembentukan kognisi
Aktivitas:
1. Bantu pasien untuk menerima
kenyataan bahwa statemen diri
berada di tengah-tengah timbulnya
emosi
2. Bantu pasien memahami akan
ketidakmapuannya untuk
menggapai perilaku yang
diinginkan sering disebabkan oleh
statemen diri yang tidak masuk
24
Nyeri Kronik berhubungan
dengan agen cedera
(biologis)
Defenisi:
pengalaman emosional dan
berhubungan dengan
perasaan tak enak timbul
dari kerusakan jaringan
nyata atau potensial atau
uraikan dalam kaitan
Tingkat Kenyamanan
Tujuan : Nyeri hilang atau
berkurang
Kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
akal
3. Tunjukkan bentuk-bentuk
kelainan fungsi berpikir (misal,
pikiran yang bertentangan, terlalu
banyak menggeneralisasi,
penguatan, dan personalisasi)
4. Bantu pasien mengenali emosi
yang menyakitkan yang ia
rasakan
5. Bantu pasien mengenal pemicu
yang diterima (misal, situasi,
kejadian, dan interaksi dengan
orang lain) yang membuat stress
6. Bantu pasien untuk mengenal
interpretasi pribadi yang salah
mengeni faktor pemicu yang
diterima
7. Bantu pasien untuk mengganti
interpretasi yang salah dengan
yang lebih realistis berdasarkan
situasi yang membuat stres,
kejadian, dan interaksi
Manajemen Nyeri :
1. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
2. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Ajarkan tehnik relaksasi
4. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
25
dengan seperti kerusakan
Analisa data :
DS : klien mengeluhkan
nyeri pada telinga, yang
telah dirasakan sejak SD
dan hilang timbul.
DO : klien terbatas
aktifitasnya dan mringis
nteri, S=380C
Kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar) tentang
kondisi, prognosis, dan
pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/tak
mengenal sumber, kurang
mengingat, serta salah
interpretasi.
Defenisi:
Tidak adanya atau
kurangnya informasi
kognitif sehubungan
dengan topik spesifik.
Analisa data :
DS : Klien menganggap
biasa penyakitnya dan
membiarkannya.
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal
Knowledge : Health
Behavior
Tujuan : Klien mengetahui
tentang kondisi,prognosis
dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
- Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
- Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali
6. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Teaching : Health Behavior
1. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang tepat
6. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
26
DO : Klien tidak
melakukan perawatan yang
tepat pada telinganya
apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan
lainnya.
mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
27
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Otitis media adalah proses peradangan di telinga tengah dan mastoid yang
menetap > 12 minggu. Otitis media kronik adalah perforasi pada gendang
telinga. (warmasif, 2009). Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah
yang gigih, secara khas untuk sedikitnya satu bulan.Orang awam biasanya
menyebut congek. (Alfatih, 2007)
Manifestasi klinis pada OMK tipe benigna adalah gangguan pendengaran
konduktif, discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, perforasi membrane
timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa pada
bagian tepinya, membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat
infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu
polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus.
Manifestasi klinis pada OMK tipe maligna dengan kolesteatoma adalah sekret
yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat
keeping-keping kecil, berwarna putih mengkilat, gangguan pendengaran tipe
konduktif.
Intervensi pada diagnosa nyeri akut b.d stimulus nyeri adalah lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien. Intervensi pada diagnosa gangguan persepsi sensori
pendengaran adalah Beritahu pasien bahwa suara akan terdengar berbeda dengan
memakai alat bantu, mendengar dengan penuh perhatian, menahan diri dari
berteriak pada pasien yang mengalami gangguan komunikasi.
5.2. Saran
5.2.1. Dapat dijadikan sebagai saran dalam proses pembelajaran
5.2.2. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan dan apabila tidak terjadi
perubahan maka perlu menentukan tindakan selanjutnya yang berbeda.
28
DAFTAR PUSTAKA
http://bangeud.blogspot.co.id/2011/11/asuhan-keperawatan-pada-klien-
otitis_4271.html (Diunduh pada tanggal 12 September pukul 17.30 WIB)
http://cupdate1.blogspot.co.id/2014/10/pathway-otitis-media-kronik-omk.html
(Dinduh pada tanggal 12 September pukul 14.00 WIB)
http://windarisabella.blogspot.co.id/2013/09/askep-otitis-media.html (Diunduh
pada tanggal 12 September pukul 17.50 WIB)
29