asuhan keperawatan dengan diagnosa medis abses hepar

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari suatu studi di Amerika,didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter ataupunmultipel. Sekitar 90% dari abses lobus kanan hepar merupakan abses soliter, sedangkan abseslobus kiri hanya 10% yang merupakan abses soliter. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amuba dan abses hati piogenik. Angka kejadian abses hati piogenik lebih tinggi dibandingkan abses hati amuba. Angka kejadian abseshati amuba hanya sekitar 20% dari semua abses hati. Pada 25% kasus tidak diketahui penyebab yang jelas (kriptogenik). Penyebab lainnya adalah infeksi sekunder bakteri pada abses hati amuba dan kista hidatidosa.Sedangkan abses hati amuba muncul sebagai salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinalyang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. 1.2 TUJUAN

Upload: enggyinglian

Post on 17-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGDari suatu studi di Amerika,didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter ataupunmultipel. Sekitar 90% dari abses lobus kanan hepar merupakan abses soliter, sedangkan abseslobus kiri hanya 10% yang merupakan abses soliter. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amuba dan abses hati piogenik. Angka kejadian abses hati piogenik lebih tinggi dibandingkan abses hati amuba. Angka kejadian abseshati amuba hanya sekitar 20% dari semua abses hati.Pada 25% kasus tidak diketahui penyebab yang jelas (kriptogenik). Penyebab lainnya adalah infeksi sekunder bakteri pada abses hati amuba dan kista hidatidosa.Sedangkan abses hati amuba muncul sebagai salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinalyang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia.

1.2 TUJUAN

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W Sudoyo, 2006).Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004)Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996).Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.2.2 ETIOLOGI.Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik.a. Abses hati amoebaDidapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar (Aru W Sudoyo, 2006).E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.

b. Abses hati piogenik Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru W Sudoyo, 2006).

2.3 PATOFISIOLOGI

2.4 TANDA DAN GEJALA / MANIFESTASI KLINIS. Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997) Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional. (http://adriananers.blogspot.com/2011/12/abses-hepar.htmldi akses pada tanggal 7 April 2013). Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:a. Darah mengalir ke daerah meningkat.b. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.d. Ternyata merah.e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.f. Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan

2.5 PENATALAKSANAAN 1. MedikamentosaDerivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :1.Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah;3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari.

2.Tindakan aspirasi terapeutik Indikasi :Abses yang dikhawatirkan akan pecah1.Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.2.Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum.3.Tindakan pembedahan

3. Pembedahan dilakukan bila :1. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.2. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.3. Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.4. Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKMenurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara laina. LaboratoriumUntuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan faal hati.b. Foto dadaDapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.c. Foto polos abdomenKelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati.d. UltrasonografiMendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.e. TomografiMelihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma.f. Pemeriksaan serologiMenunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.

Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (1998) Pengobatan dilakukan tiga cara :a. KemotrapiObat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk gram negatif diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.b. Aspirasi JarumPanda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi. Hanya dilakukan pada ancaman ruktur atau gagal pengobatan konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG.(http://munajat96.blogspot.com/2012/03/lp-abses-hepar.htmldi akses pada tanggal 7 April 2013).

2.7 KOMPLIKASIKomplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar5 15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998).Dapat juga komplikasi seperti:1.Infeksi sekunderMerupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.2.Ruptur atau penjalaran langsungRongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan organ-organ lain.3.Komplikasi vaskulerRuptur kedalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.4. Parasitemia, amoebiasis serebralE. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.2.8 Asuhan Keperawatan 1. PENGKAJIAN Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Abses Hepar, meliputi:a.Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.b.Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.c.Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.d.Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.e.Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.f.Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.g. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.h. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma spider, eritema.i. Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.

2. DIAGNOSA KEPERAWATANa. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan. e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dengan proses penyakit. f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. g. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.h. Pola napas tidak efektif berhubunagn dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks.

3. Rencana Keperawatan DX.I : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum. Tujuan : Klien menunjukkan perbaikan terhadap aktifitas. Kriteria hasil :a. Mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya perubahan tingkat aktifitas.b. Meningkatkan aktifitas yang dilakukan sesuai dengan perkembangan kekuatan otot.Rencana keperawatan dan rasionalIntervensiRasional

1. Tingkatkan tirah baring, ciptakan lingkunga yang tenang.

2. Tingkat aktifitas sesuai toleransi.

3. Awasi kadar enzim hepar

1. Meningkatkan ketenangan istirahat dan menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan.2. Tiarah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktifitas yang mengganggu periode istirahat.3. Membantu menurunkan kadar aktifitas tepat, sebagai peningkatan prematur pada potensial resiko berulang.

DX.II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/ muntah Tujuan : Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat. Kriteria hasil :a. Nafsu makan baik.b. Tidak ada keluhan mual/muntah. c. Mencapai BB , mengarah kepada BB normal .

Rencana keperawatan dan rasionalIntervensiRasional

1. Awasi keluhan anoreksia, mual/muntah.

2. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makanan sediki dalam frekwensi sering.

3. Lakukan perawatan mulut sebelum makan 4. Timbang berat badan.5. Berikan obat vit. B kompleks, vit. c tambahan diet lain sesuai indikasi.

1. Berguna dalam mendefinisikan derajat, luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.2. Makan banyak sulit untuk mengatur bila klien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk pada siang hari, membuat masukan makanan sulit pada sore hari. 3. Menghilangkan rasa tidak enak dan meningkatkan nafsu makan4. Penurunan BB menunjukkan tidak adekuatnya nutrisi klien.5. Memperbaiki kekurangan dan membantu dan proses penyembuhan.

DX.III : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema Tujuan : pemulihan kepada volume cairan yang normalRencana keperawatan dan rasionalIntervensiRasional

1. Batasi asupan Natrium dan cairan jika Diinstruksikan 2. Berikan diuretic, suplemen kalium dan protein.3. Catat asupan dan haluaran cairan.4. Ukur dan catat lingkar abdomen setiap hari.

1. Meminimalkan pembentukan asites dan edema.2. Meningkatkan ekskresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yg normal.3. Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.4. Memantau perubahan pembentukan asites dan pembentukan cairan

DX.IV : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan . Tujuan : Klien menunjukkan jaringan kulit yang utuh. Kriteria hasil :a. Melaporkan penurunan proritus atau menggaruk. b.Ikut serta dalam aktifitas untuk mempertahankan integritas kulit

Rencana keperawatan dan rasionalIntervensiRasional

1. Lakukan perawatan kulit dengan sering,hindari sabun alkali.2. Pertahankan kuku klien terpotong pendek. Instruksikan Klien menggunakan ujung jari untuk menekan pada kulit bila sangat perlu menggaruk3. Pertahankan liner dan pakaian kering.1. Mencegah kulit kering berlebihan. Memberikan penghilang gatal2. Untuk menurunkan resiko kerusakan kulit bila menggaruk. 3. Pakaian basah dan berkeringat adalah sumber ketidak nyamanan

DX.V : Kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi tentang proses penyakit. Tujuan : Klien dan keluarga mengetahui tentang proses penyakitnya. Kriteria hasil :a. Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit.b. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan

Rencana keperawatan dan rasionalIntervensiRasional

1. Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan /prognosis, kemungkinan pilihan pengobatan.2. Berikan informasi khusus tentang penyakitnya. 3. Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan.1. Mengidentifikasi area kekurangan / salah informasi dan memberikan informasiambahan sesuai keperluan. 2. Kebutuhan atau rekomendasi akan bervariasi karena tipe hepatitis dan situasi individu.3. Aktifitas perlu dibatasi sampai hepar kembali normal.

DX.VI : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. Tujuan : Klien menujukkan suhu tubuh dalam batas normal Kriteria hasil :a. Klien tidak mengeluh panas b. Badan tidak teraba hangat c. Suhu tubuh 36 37 0C

Rencana keperawatan dan rasionalIntervensiRasional

1. Kaji Adanya keluahan tanda - tanda peningkatan suhu tubuh2. Monitor tanda - tanda vital terutama suhu tubuh

3. Berikan kompres hangat pada aksila / dahi

1. Peningkatan suhu tubuh menujukkan berbagai gejala seperti uka merah, badan teraba hangat2. Demam disebabkan efek - efek dari endotoksin pada hipotalamus dan efinefrin yang melepaskan pirogen

3. Akxila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga akan mempercepat pross konduksi dan dahi berada didekat hipotalamus sehingga cepat memberikan respon dalam mengatur suhu tubuh.

DX.VII. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.Tujuan : klien mengungkapkan nyeri berkurang / teratasi Rencana keperawatan dan rasionalIntervensiRasional

1. Kaji tingkat nyeri2. Monitor tanda - tanda vital3. Berikan kenyamanan tindakan misalnya perubahan posisi relaksasi4. Ajarkan tehnik penangan rasa nyeri control stress dan cara relaksasi5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik 1. Mengetahui persepsi dan reaksi klien terhadap nyeri serta sebagai dasar keefektifan untuk intervensi selanjutnya2. Perubahan frekuwensi jantung atau TD menujukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital talah terlihat3. Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidak nyamanan4. Untuk mengalihkan perhatian. Meningkatkan control rasa serta meningkatkan kemampuan mengatasi rasa nyeri dan stress dalam periode yang lama5. Analgetik berfungsi untuk mengurangi rasa sakiti individu.

DX.VIII : Pola napas tidak efektif berhubunagn dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks. Tujuan : Perbaikan status pernapasan IntervensiRencana keperawatan dan rasionalIntervensiRasional

1. Tinggikan bagian kepala tempat tidur. 2. Hemat tenaga pasien3. Bantu pasien menjalani dalam Paresentesis dan torakosintesis

1. Mengurangi tekanan abdominal pada diafragma dan memungkinkan pengembangan toraks dan ekspansi paru yg maksimal.2. Mengurangi kebutuhan metabolic dan oksigen pasie4. Paresentesis dan torakosintesis merupakan tindakan yang menakutkan bagi pasien. Bantu pasien untuk bekerjasama dalam menjalani prosedur ini.

BAB IIIPEMBAHASAN 3.1 Kasus Seorang laki laki berusia 55 tahun datang kerumah sakit diantar oleh keluarganya dengan mengeluhkan demam menggigil, tidak nafsu makan, mual/muntah, keringat malam, diare, nyeri tekan kuadran kanan atas, sklera kununing, perut membesar (asites),pemeriksaan fisik yang didapat berat badan 40 kg tinggi badan 176 cm,tekanan darah 130/80 mmHg,pernafasan 27x/menit,nadi 76x/menit,suhu 38 c. Hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin : 16 mg/dl,leukosit 19000 mg/dl,SGOT 75 U/L,SGPT 111U/L, hasil pemeriksaan foto polos abdomen terdapat hepatomegali. Diagnosa medis sementara adalah abses hepar.Terapi yang diberikan : metronidazole : 3x750 mg, kloroquin fosfat : 1 g/hr, nebulizer (ventholin).

3.2 Asuhan Keperawatan Sesuai KasusDiagnosa KeperawatanKriteria HasilIntervensi

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen (asites)Di tandai dengan :DO :-RR : 27x/ menitDS : -

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah Di tandai dengan penurunan berat badanDO : BB : 40 Kg TB : 176 cm DS : Tidak nafsu makan Mual/muntah Diare Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam rentang normal

Menunjukan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjutMandiri Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi, ronki Selidiki perubahan tingkat kesadaran Pertahankan kepala tetap tidur tinggi, posisi miring Ubah posisi dengan seing, dorong nafas dalam, latihan dan batukMandiri Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori Ukur tinggi berat badan dan ketebalan kelipatan kulit trisep(atau pengukuran antropometrik lain sesuai indikasi) Bandingkan perubahan status cairan. Riwayat berat badan. Bantu dan dorong pasien untuk makan: jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai. Dorong pasien untuk makan semua makanan / makanan makanan tambahan.. Berikan makan sedikit dan sering Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu dan terlalu panas atau terlalu dingin Nilai diet sebelumnya dan segera setelah pengobatan . misalnya : makanan bening, cairan dingin, saring, krekers kering, roti panggang, minuman berkarbonat. Berikan cairan 1 jam sebelum atau satu jam setelah makan Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan Anjurkan menghentikan mengkonsumsi alcohol. Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasiKolaborasi

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme karena penyakit Ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal dan peningkatan tingkat pernapasanDO:Suhu : 380CRR : 27x/menitDS :-Demam Mengembalikan suhu kebatas normal Tidak mengalami komplikasi yang berhubunganMandiri Pantau suhu pasien. Berikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alcoholKolaborasi-Berikan antipiretik misalnya ASA (aspirin), Asetaminofen(Tylenol)

Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan bakteri/patogenDitandai dengan DO :-WBC : 19.000DS :-Demam Menyatakan pemahaman penyebab individu atau faktor resiko Menunjukkan teknik, melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang/transmisi ke orang lainMandiri-

BAB IVPENUTUP4.1 KESIMPULANAbses hati merupakan infeksi pada hati yang di sebabkan bakteri, jamur, maupun nekbrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi, infeksi dalam perut, dsb. Adapun gejala-gejala yang sering timbul di antaranya demam tinggi, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dll. Dan pada umumnya diagnosis yang di pakai sama seperti penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik,pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Secara konvensional penatalaksanaan dapat dilakukan dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas.

4.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006).Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat. Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI. Brunner & Suddarth. (2002).Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Cameeron. (1995).Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara. Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2000).Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.Harjono, dkk. (1996).Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26.Jakarta: Buku kedokteran EGC.Mansjoer, Arief. dkk. (2001).Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius. Halaman 512.Sherwood. (2001).System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem.Jakarta : EGC. Halaman 565.Sylvia a. Price. (2006).Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku Patofiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.Abses hepar. (online). (http://adriananers.blogspot.com/2011/12/abses-hepar.htmldi akses pada tanggal 7 April 2013).(http://munajat96.blogspot.com/2012/03/lp-abses-hepar.htmldi akses pada tanggal 7 April 2013).