asuhan keperawatan

79
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) KONSTIPASI NUZULUL ZULKARNAIN HAQ FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut. Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender. 1.2 Rumusan Masalah Apa konsep teori dari konstipasi dan bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasi? 1.3 Tujuan Tujuan umum : Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasi

Upload: maria-ulfah-ra

Post on 22-Jun-2015

97 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

kep

TRANSCRIPT

Page 1: ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) KONSTIPASINUZULUL ZULKARNAIN HAQ

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal.

Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan

kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan

peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain.

Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini

bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.

Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada kelompok usia 60

tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan

3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke

atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi

sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen.

Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-

nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya.

Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral

atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi

otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan

faktor idiopatik kronik.

Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi

serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita

konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah

tersebut dengan blender.

1.2  Rumusan Masalah

Apa konsep teori dari konstipasi dan bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani kasus

konstipasi?

 

1.3  Tujuan

Tujuan umum :

Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan dalam menangani kasus

konstipasi

 

Tujuan khusus :

1. Memahami definisi konstipasi

2. Memahami patofisiologis konstipasi

Page 2: ASUHAN KEPERAWATAN

3. Memahami faktor- faktor risiko konstipasi pada usia lanjut

4. Memahami manifestasi klinis konstipasi

5. Memahami komplikasi konstipasi pada usia lanjut

6. Memahami penatalaksanaan konstipasi

7. Memahami web of causes konstipasi

8. Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi

 

1.4  Manfaaat

Memberikan konsep dasar teori tentang gangguan sistem gastrointestinal, yaitu diare dan konstipasi

pada lansia berdasarkan pertimbangan gerontik, beserta asuhan keperawatannya.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 Definisi

Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat

variasi yang berlainan antara individu. Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya

definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini. Biasanya konstipasi berdasarkan laporan

pasien sendiri atau konstipasi anamnestik dipakai sebagai data pada penelitian-penelitian. Batasan

dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses memenuhi ampul

rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon, rektum, atau keduanya yang tampak

pada foto polos perut.

Studi epidemiologis menunjukkan kenaikan pesat dari konstipasi terkait dengan usia terutama

berdasarkan keluhan pasien dan bukan karena konstipasi klinis. Banyak orang mengira dirinya

konstipasi bila tidak buang air besar (BAB) tiap hari sehingga sering terdapat perbedaan pandang

antara dokter dan pasien tentang arti konstipasi itu sendiri.

Frekuensi BAB bervariasi dari 3 kali per hari sampai 3 kali per minggu. Secara umum, bila 3 hari belum

BAB, massa feses akan mengeras dan ada kesulitan samapi rasa sakit saat BAB. Konstipasi sering

diartikan sebagai. kurangnya frekuensi BAB, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses

yang kecil-kecil dan keras, serta kadangkal disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB. Orang usia

lanjut seringkali terpancang dengan kebiasaan BABnya. Hal ini mungkin merupakan kelanjutan dari

pola hidup semasa kanak-kanak dan saat masih muda, dimana setiap usaha dikerahkan untuk BAB

teratur tiap hari, kalau perlu dengan menggunakan pencahar untuk mendapatkan perasaan sudah

bersih. Ada anggapan umum yang salah bahwa kotoran yang tertimbun dalam usus besar akan

diserap lagi, berbahaya untuk kesehatan, dan dapat memperpendek usia. Ada pula yang

mengkhawatirkan keracunan dari fesesnya sendiri bila dalam jangka waktu tertentu tidak dikeluarkan.

Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini

dan terjadi dalam waktu 3 bulan :

a. konsistensi feses yang keras;

b. mengejan dengan keras saat BAB;

c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB;

Page 3: ASUHAN KEPERAWATAN

d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan konstipasi.

Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua golongan : 1) konstipasi fungsional,

2) konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara rektisigmoid.

Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan

pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya

perasaan sumbatan pada anus.

Tabel 1. Definisi Konstipasi sesuai international workshop on constipation

No Tipe Kriteria

1. Konstipasi Fungsional

Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12

bulan :

1. mengedan keras 25% dari BAB

2. feses yang keras 25% dari BAB

3. rasa tidak tuntas 25% dari BAB

4. BAB kurang dari 2 kali per minggu

2.Penundaan pada muara

rektum

1. hambatan pada anus lebih dari 25% BAB

2. waktu untuk BAB lebih lama

3. perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

 

Model tinja atau feses 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang) dan 3 (konstipasi ringan) dari Bristol

Stool Chart yang menunjukkan tingkat konstipasi atau sembelit.

 

2.2 Patofisiologi

Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot

polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang

baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari

konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal. Gangguan dari

salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.

Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantakan feses ke rektum untuk

dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus

interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter

anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima

rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga

rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan

menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis

maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.

Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang

tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas

kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan

Page 4: ASUHAN KEPERAWATAN

perlambatan dari perjalanan saluran cerna. perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi

bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.

Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak

mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon.

Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang

dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi

menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau

terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai

terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon

sigmoid.

Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi

menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic

karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos

sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.

Individu di atas usia 60 tahun jug aterbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat,

disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek

konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang,

dan menghambat refleks gaster-kolon.

Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan

dengan usia, khususnya pada perempuan. pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar

untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama.

Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih

lanjut.

Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang

mengalami konstipasi dapat mengalami 3 perubahan patologis pada rektum :

1. Diskesia Rektum

Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan

ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari

sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan

impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum

juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang

dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum

1. Dis-sinergis Pelvis

Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB.

Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat

mengejan.

1. Peningkatan Tonus Rektum

Page 5: ASUHAN KEPERAWATAN

Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik

seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

 

2.3 Faktor- faktor risiko konstipasi pada usia lanjut

Dibutuhkan pengenalan faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan konstipasi pada usia lanjut untuk

memahami masalah ini. Sebagai contoh, polifarmasi dapat menyebabkan konstipasi karena beberapa

golongan obat mempunyai potensi untuk hal ini. Beberapa kelainan neurologis dan endokrin-metabolik

juga dapat mengakibatkan konstipasi yang berat.

Faktor-faktor resiko konstipasi pada usia lanjut :

1. Obat-obatan

yaitu golongan obat-obatan :

1. Antikolinergik

2. Narkotik

3. Analgesik

4. Diuretik

5. NSAID

6. Kalsium antagonis

7. Preparat kalsium

8. Preparat besi

9. Antasida alumunium

10. Penyalahgunaan pencahar

11. Kondisi neurologis

1. Stroke

2. Penyakit Parkinson

3. Traauma medulla spinalis

4. Neorupati diabetik

12. Gangguan metabolik

1. Hiperkalsemia

2. Hipokalemia

3. Hipotiroid

13. Kausa Psikologis

1. Psikosis depresi

2. Demensia

3. Kurang privasi untuk BAB

4. mengabaikan dorongan BAB

5. konstipasi imajiner

14. Penyakit-penyakit saluran cerna

1. Kanker kolon

2. Divertikel

Page 6: ASUHAN KEPERAWATAN

3. Illeus

4. Hernia

5. Volvulus

6. Irritable Bowel Syndrome

7. Rektokel

8. Wasir

9. Fistula atau Fissura ani

10. Inersia kolon

15. Lain-lain

1. Diet rendah serat

2. Kurang cairan

3. Imobilitas atau kurang olahraga

4. Bepergian jauh

5. Pasca tindakan bedah perut

 

2.4 Manifestasi klinis

Anamnesis yang terperinci merupakan hal terpenting untuk mengungkapkan adakah konstipasi dan

faktor resiko penyebabnya. Konstipasi merupakan suatu keluhan klinis yang umum dengan berbagai

tanda dan keluhan lain yang berhubungan.

Pasien yang mengeluh konstipasi tidak selalu sesuai dengan patokan-patokan yang obyektif. Misalnya

jika dalam 24 jam belum BAB atau ada kesulitan dan harus mengejan serta perasaan tidak tuntas

untuk BAB sudah mengira dirinya menderita konstipasi.

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah :

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB

2. mengejan keras saat BAB

3. Massa feses yang keras dan sulit keluar

4. Perasaan tidak tuntas saat BAB

5. Sakit pada daerah rektum saat BAB

6. Rasa sakit pada perut saat BAB

7. Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam

8. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses

9. Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB

Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar tidak didapatkan kelainan yang jelas. Walaupun

demikian, pemeriksaan fisis yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan-

kelainan yang berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi usus besar. Diawali dengan pemerikssaan

rongga mulut meliputi gigi gerigi, adanya lesi selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu

rasa pengecap dan proses menelan.

Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi adakah pembesaran abdomen, peregangan atau

tonjolan. Selanjutnya palpasi pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut. Palpasi

Page 7: ASUHAN KEPERAWATAN

lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon, adanya tumor atau aneurisma aorta. Pada perkusi

dicari antara lain pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asietes, atau adanya massa feses.

Auskultasi antara lain untuk mendengarkan suara gerakan usus besar, normal atau berlebihan

misalnya pada jembatan usus. Pemeriksaan daerah anus memberikan petunjuk penting, misalnya

adakah wasir, prolaps, fisur, fistula, dan massa tumor di daerah anus dapat mengganggu proses BAB.

Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk mengetahui ukuran dan kondisi rektum

serta besar dan konsistensi feses.

Colok dubur dapat memberikan informasi tentang :

1. Tonus rektum

2. Tonus dan kekuatan sfingter

3. Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis

4. Adakah timbunan massa feses

5. Adakah massa lain (misalnya hemoroid)

6. Adakah darah

7. Adakah perlukaan di anus

Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor-faktor resiko penyebab

konstipasi, misalnya glukosa darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia yang berhubungan dengan

keluarnya darah dari rektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi dianjurkan dikerjakan

secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan

keganasan.

Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi, terutama yang terjadinya akut.

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adakah impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang

dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat

dilanjutkan dengan barium Enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan. Pemeriksaan

intensif ini dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil dan

dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.

Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomik (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologik

(waktu singgah di kolon, cinedefecografi, menometri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi

bisanya dikerjakan pada konstipasi yang baru tejadi sebagai pprosedur penapisan adanya keganasan

kolon-rektum. Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rektum atau adanya

riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi.

Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan

radioologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum

menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang

menyeluruh.

Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anaorektal untuk menilai evakuasi feses secara

tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji

ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum.

Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta

mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung.

Page 8: ASUHAN KEPERAWATAN

Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus saat istirahat dan

pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal. pemerikasaan elektromiografi dapat

mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan

dengan respon sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomik

maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik.

 

2.5 Komplikasi Konstipasi Pada Usia Lanjut

Walaupun untuk kebanyakan orang usia lanjut, konstipasi hanya sekedar mengganggu, tetapi untuk

untuk sebagian kecil dapat berakibat komplikasi yang serius, misalnya impaksi feses. Impaksi feses

merupakan akibat dari terpaparnya feses pada daya penyerapan dari kolon dan rektum yang

berkepanjangan. Feses dapat menjadi sekeras batu, di rektum (70%), sigmoid(20%), dan kolon bagian

proksimal(10%).

Impaksi feses penyebab penting dari morbiditas pada usia lanjut, menigkatkan resiko perawatan di

rumah sakit dan mempunyai potensi terjadinya komplikasi yang fatal. penampilannya sering hanya

berupa kemunduran klinis yang tidak spesifik. kadang-kadang dari pemeriksaan fisis didapatkan panas

sampai 39,5 o, delirium perut yang tegang, suara usus melemah, aritmia serta takipnia karena karena

peregangan dari diafragma. pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. peristiwa ini dapat

disebabkan ulserasi sterkoraseus dari suatu fecaloma yang keras menyebabkan ulkus dengan tepi

yang nekrotik dan meradang. dapat terjadi perforasi dan penderita datang dengan sakit perut berat

yang mendadak.

Impaksi feses yang berat pada daerah rektosigmoid dapat menekan leher kandung kemih

menyebabkan retensio urin, hidronefrosis bilateral, dan kadangh-kadang gagal ginjal yang membaik

setelah impaksi dihilangkan titik. Inkontinensia alvi juga sering didapatkan, karena impaksi feses di

daerah kolorektal.

Volvulus daerah sigmoid juga sering terjadi sebagai komplikasi dari konstipasi. Mengejan berlebihan

dalam jangka waktu lama pada penderita dengan konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum.

 

2.6 Penatalaksanaan

Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya

untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus

ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang

bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi :

1. Pengobatan non-farmakologis

1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan

pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan

waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan

waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon

untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-

tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.

2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. data

epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka

Page 9: ASUHAN KEPERAWATAN

kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel

dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu

transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8

gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.

3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan

kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan

menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada

penderita dengan atoni pada otot perut

2. Pengobatan farmakologis

Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai

obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :

1. memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.

2. melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan

feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor,

golongan dochusate.

3. golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada

penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin

4. merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang

banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka

panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon.

Contohnya :Bisakodil, Fenolptalein.

Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas,

mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis

ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak

diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan  pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya,

bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan

pembedahan.

 

2.7 WOC

 DOWNLOAD : WOC ASKEP KONSTIPASI

2.8 Asuhan Keperawatan

Seorang kakek bernama Ikhwan yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah.

Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak

saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan.

Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada impaksi feses.

1. Pengkajian

Nama                                       : Ikhwan

Tanggal lahir                           : 5 November 1945

Jenis kelamin                           : Laki-laki

Page 10: ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal MRS                          : 30 November 2010

Alamat                                                : Surabaya

Diagnosa Medis                      : Konstipasi

Sumber Informasi                   : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi

Keluhan utama                        : nyeri pada perut, seminggu belum BAB

Riwayat penyakit sekarang     : Ikhwan yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian

bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari

sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya. Selain itu, kakek

mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Riwayat kesehatan keluarga   : -

Review of system                   :

1. B1 (Breath) : RR meningkat

2. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat

3. B3 (Brain) : nyeri pada abdomen bawah

4. B4 (Bladder) : -

5. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun

6. B6 (Bone): -

Hasil pemeriksaan fisik umum :

1. keadaan umum : lemah

2. TTV : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt

Pemeriksaan fisik abdomen

1. Inspeksi : pembesaran abdomen

2. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses

3. Perkusi : redup

4. Auskultasi : bising usus tidak terdengar

Analisa data

Data Etiologi MasalahData subyektif :Ø  Seminggu tidak BAB, kebiasaan BAB tiga kali sehariData obyektif :

Inspeksi : pembesaran abdomen

Palpasi : perut

Pola BAB tidak teraturEliminasi feses tidak lancarkonstipasi

Kontipasi

Page 11: ASUHAN KEPERAWATAN

terasa keras, ada impaksi feses

Perkusi : redup Auskultasi : bising

usus tidak terdengar

Data Subjektif:Ø  Klien tidak nafsu makanData Objektif:Ø  Bising usus tidak terdengar 

Sulit BABPerut terasa begahNafsu makan menurunMenurunnya intake makanan

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Data SubjektifØ  Keluhan nyeri dari pasienData ObjektifØ  Perubahan nafsu makan

konsistensi tinja yang kerassulit keluarAkumulasi di kolonNyeri anbdomen

Nyeri akut

2. Diagnosa

1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan

3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen       

3. Intervensi dan Rasional

1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur

Tujuan: pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)

Kriteria hasil :

Ø  Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari

Ø  Konsistensi feses lembut

Ø  Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan 

 

Intervensi RasionalMandiri

Tentukan pola defekasi bagi klien dan

latih klien untuk menjalankannya

Atiur waktu yang tepat untuk defekasi

klien seperti sesudah makan

Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai

dengan indikasi

Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-

  

Ø  Untuk mengembalikan keteraturan pola

defekasi klien

Ø  Untuk memfasilitasi refleks defekasi

Ø  Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan

eliminasi fekal

Ø  Untuk melunakkan eliminasi feses

  

Page 12: ASUHAN KEPERAWATAN

3 liter per hari

KolaborasiØ  Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi

Ø  Untuk melunakkan feses

  

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan

Tujuan: menunjukkan status gizi baik

Kriteria Hasil:

Ø  Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan

Ø  Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

Ø  Nilai laboratorium dalam batas normal

Ø  Melaporkan keadekuatan tingkat energi 

Intervensi RasionalMandiri

Buat perencanaan makan dengan pasien

untuk dimasukkan ke dalam jadwal

makan.

Dukung anggota keluarga untuk

membawa makanan kesukaan pasien dari

rumah.

 

Tawarkan makanan porsi besar disiang

hari ketika nafsu makan tinggi

Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh

sesuai indikasi.

Pastikan pola diet yang pasien yang

disukai atau tidak disukai.

Pantau masukan dan pengeluaran dan

berat badan secara periodik.

Kaji turgor kulit pasien

Kolaborasi Observasi 

Pantau nilai laboratorium, seperti Hb,

 

Menjaga pola makan pasien sehingga

pasien makan secara teratur

 

Pasien merasa nyaman dengan makanan

yang dibawa dari rumah dan dapat

meningkatkan nafsu makan pasien.

Dengan pemberian porsi yang besar

dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang

masuk.

 

Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori

diperlukan atau dibutuhkan selama

perawatan.

Untuk mendukung peningkatan nafsu

makan pasien

Mengetahui keseimbangan intake dan

pengeluaran asuapan makanan

Sebagai data penunjang adanya

perubahan nutrisi yang kurang dari

kebutuhan

Untuk dapat mengetahui tingkat

Page 13: ASUHAN KEPERAWATAN

albumin, dan kadar glukosa darah

Ajarkan metode untuk perencanaan

makan

Health Edukasi 

Ø  Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal

kekurangan kandungan Hb, albumin, dan

glukosa dalam darah

   

 

Klien terbiasa makan dengan terencana

dan teratur.

Ø  Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.

   

3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

Tujuan: menunjukkan nyeri telah berkurang

 Kriteria Hasil:

Ø  Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan

Ø  Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil

Ø  Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi

Ø  Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri

Ø  Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat 

 

Intervensi RasionalMandiriØ  Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau  radioØ  Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiatØ  Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansiaObservasiØ  Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 – 10

 Ø  Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeriØ  Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiatØ  Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia   Ø  Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klienØ  Mengetahui karakteristik nyeriØ  Agar mngetahui nyeri secara spesifikØ  Perawat dapat melakukan

Page 14: ASUHAN KEPERAWATAN

Ø  Gunakan lembar alur nyeriØ  Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensifHealth educationØ  Instruksikan pasien untuk meminformasikan pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapaiØ  Berikan informasi tetang nyeri

tindakan yang tepat dalam mengatasi nyeri klienØ  Agar pasien tidak merasa cemas

            

Daftar Pustaka

 

Carpenito, Lynda Juall. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pd praktik klinis Edisi 9. Halaman 284-291

ASKEP Konstipasi (Sistem Pencernaan)BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

 Konstipasi  atau  sembelit  adalah terhambatnya defekasi  (buang air  besar)  dari  kebiasaan normal.  Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah  balik   (vena),   sehingga   saluran   cerna   seseorang  yang  mengalami  pengerasan   feses  dan  kesulitan  untuk melakukan buang air besar. Semua orang dapat mengalami konstipasi,  terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain yakni penggunaan obat-obatan seperti aspirin, antihistamin, diuretik, obat penenang dan lain-lain. Kebanyakan terjadi jika makan makananan yang kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.

Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4% sampai 30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata wanita  lebih sering mengeluh konstipasi  dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1.  Insiden konstipasi  meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34% wanita dan pria 26%. Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada   tahun 1991,   sekitar  4,5   juta  penduduk Amerika  mengeluh  menderita  konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas.

Page 15: ASUHAN KEPERAWATAN

Konstipasi  bisa terjadi  di  mana saja, dapat terjadi  saat bepergian, misalnya karena jijik  dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.

Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, caranya haluskan sayur atau buah tersebut dengan diblender.

B.     Tujuan Penulisan

1.      Tujuan Umum:

Untuk  mengetahui   dan  memahami   konsep  dasar   asuhan   keperawatan  pada  pasien  dengan   konstipasi,   serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi.

2.      Tujuan Khusus:

a.       Untuk  mengetahui dan memahami pengertian konstipasi

b.      Untuk mengetahui dan memahami pembagian konstipasi

c.       Untuk mengetahui dan memahami etiologi konstipasi

d.      Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi konstipasi

e.       Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis konstipasi

f.       Untuk  mengetahui   dan  mampu  menerapkan   pemeriksaan,   penatalaksanaan   serta   pencegahan   untuk   pasien dengan konstipasi

g.       Untuk memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.     Pengertian

Berikut pengertian konstipasi dari beberapa sumber sebagai berikut:

Page 16: ASUHAN KEPERAWATAN

Konstipasi   adalah   suatu   penurunan   defekasi   yang   normal   pada   seseorang,   disertai   dengan   kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).

Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995). 

Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).

Konstipasi  adalah kesulitan atau  jarang defekasi  yang mungkin karena feses keras  atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak teratur, faktor psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004) .

Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekunsi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar  kandungan air  dalam feses  diabsorpsi.   Sejumlah kecil  air  ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. (Potter & Perry, 2005).  

Normalnya  pola  defekasi   yang  biasanya   setiap  2   sampai  3  hari   sekali   tanpa  ada  kesulitan,  nyeri,   atau perdarahan dapat dianggap normal.

B.     Tipe Konstipasi

Berdasarkan International Workshop on Constipation, adalah sebagai berikut:

1.      Konstipasi Fungsional

Kriteria:

Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan:

a.       Mengedan keras 25% dari BAB

b.      Feses yang keras 25% dari BAB

c.       Rasa tidak tuntas 25% dari BAB

d.      BAB kurang dari 2 kali per minggu

2.      Penundaan pada muara rektum

Kriteria:

a.       Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB

b.      Waktu untuk BAB lebih lama

Page 17: ASUHAN KEPERAWATAN

c.       Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.

C.     Etiologi

Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai berikut:

1.      Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi.

2.      Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya daging, produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi,  karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik.

3.      Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan konstipasi.

4.      Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.

5.      Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal  pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi.  Zat  besi   juga mempunyai  efek mengiritasi  dan dapat menyebabkan  diare  pada   sebagian  orang),  diuretik,  antasid  dalam kalsium atau  aluminium,  dan  obat-obatan antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.

6.      Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.

7.      Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI (gastrointestinal), seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitus.

8.      Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.

9.      Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi.

Ada juga penyebab yang lain dari sumber lain, yaitu:

10.  Peningkatan stres psikologi.  Emosi  yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi  dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.

11.  Umur

Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi.

Page 18: ASUHAN KEPERAWATAN

D.     Patofisiologi

Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan   serat   lintang,   persarafan   sentral   dan   perifer,   koordinasi   dari   sistem   refleks,   kesadaran   yang   baik   dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter  internal,  relaksasi  otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen).  Gangguan dari  salah satu mekanisme  ini  dapat berakibat  konstipasi.  Defekasi  dimulai  dari  gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula  dari   rektum diikuti   relaksasi  dari   sfingter   anus   interna.  Untuk  meghindarkan  pengeluaran   feses   yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan   tekanan   dalam  perut,   relaksasi   sfingter   dan   otot   elevator   ani.   Baik   persarafan   simpatis  maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.

Patogenesis  dari  konstipasi  bervariasi,  penyebabnya multipel,  mencakup beberapa  faktor  yang  tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.

Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya   perubahan   dari   total   waktu   gerakan   usus,   termasuk   aktivitas   motorik   dari   kolon.   Tentang   waktu pergerakan   usus   dengan   mengikuti   petanda   radioopak   yang   ditelan,   normalnya   kurang   dari   3   hari   sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.

Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.

Selain   itu,   terdapat  kecenderungan  menurunnya  tonus  sfingter  dan kekuatan  otot-otot  polos  berkaitan dengan  usia,   khususnya  pada  perempuan.   Pasien  dengan   konstipasi  mempunyai   kesulitan   lebih   besar   untuk mengeluarkan feses  yang kecil  dan keras  sehingga upaya mengejan  lebih keras dan  lebih   lama.  Hal   ini  dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.

Sensasi   dan   tonus  dari   rektum tidak  banyak  berubah  pada  usia   lanjut.   Sebaliknya,   pada  mereka   yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis pada rektum, sebagai berikut:

Page 19: ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Diskesia Rektum

Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna.  Pada colok dubur pasien dengan diskesia  rektum sering didapatkan  impaksi   feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan  pada  dorongan  untuk  BAB  seperti  yang  dijumpai  pada  penderita  demensia,   imobilitas,   atau   sakit daerah anus dan rektum

2.      Dis-sinergis Pelvis

Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.

3.      Peningkatan Tonus Rektum

Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

E.      Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola makan, hormon, gaya  hidup dan bentuk  usus  besar  setiap orang  berbeda-beda,   tetapi  biasanya   tanda  dan gejala  yang  umum ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:

1.      Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).

2.      Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah).

3.      Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus mengejan ataupun  menekan-nekan  perut  terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja.

4.      Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.

5.      Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.

6.      Frekuensi  buang angin meningkat disertai  bau yang  lebih busuk daripada biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang

7.      Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).

8.      Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.

Page 20: ASUHAN KEPERAWATAN

Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :

1.      Konsistensi feses yang keras,

2.      Mengejan dengan keras saat BAB,

3.      Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan

4.      Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

F.      Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan   fisik   yang   teliti   dan   menyeluruh   diperlukan   untuk   menemukan   kelainan   yang   berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.

Pemeriksaan dimulai  pada rongga mulut meliputi gigi  geligi,  adanya  luka pada selaput  lendir  mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.

Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut,  peregangan atau  tonjolan.  Perabaan permukaan perut untuk menilai  kekuatan otot perut.  Perabaan  lebih dalam dapat mengetahui  massa tinja di  usus besar, adanya   tumor   atau   pelebaran   batang   nadi.   Pada   pemeriksaan   ketuk   dicari   pengumpulan   gas   berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja.

Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar.

Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.

Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur.

Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang konstipasi hanya sekadar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%). Hal ini menyebabkan kesakitan dan meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi  demam sampai 39,5oC ,  delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran),  perut tegang, bunyi usus melemah, penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung kemih menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros usus.

Page 21: ASUHAN KEPERAWATAN

G.     Penatalaksanaan

Banyaknya   macam-macam   obat   yang   dipasarkan   untuk   mengatasi   konstipasi,   merangsang   upaya   untuk memberikan   pengobatan   secara   simptomatik.   Sedangkan   bila   mungkin,   pengobatan   harus   ditujukan   pada penyebab   dari   konstipasi.   Penggunaan   obat   pencahar   jangka   panjang   terutama   yang   bersifat   merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi:

1.      Pengobatan non-farmakologis

a.       Latihan usus besar:

Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus  besarnya.  dianjurkan  waktu   ini   adalah  5-10  menit   setelah  makan,   sehingga  dapat  memanfaatkan   reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.

b.      Diet:

Peran   diet   penting   untuk   mengatasi   konstipasi   terutama   pada   golongan   usia   lanjut.   Data   epidemiologis menunjukkan bahwa diet  yang mengandung banyak serat  mengurangi  angka kejadian konstipasi  dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat   feses  serta  mempersingkat  waktu  transit  di  usus.  untuk mendukung manfaa serat   ini,  diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.

c.       Olahraga:

Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi  konstipasi  jalan kaki atau lari-lari  kecil  yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.

2.      Pengobatan farmakologis

Jika modifikasi  perilaku  ini  kurang berhasil,  ditambahkan terapi  farmakologis,  dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :

a.       Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.

b.      Melunakkan dan melicinkan  feses,  obat   ini  bekerja  dengan menurunkan tegangan permukaan feses,  sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.

c.       Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin

d.      Merangsang  peristaltik,   sehingga  meningkatkan  motilitas  usus  besar.  Golongan  ini  yang banyak  dipakai.  Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

Page 22: ASUHAN KEPERAWATAN

Bila dijumpai  konstipasi  kronis  yang berat dan tidak dapat diatasi  dengan cara-cara tersebut di  atas,  mungkin dibutuhkan  tindakan  pembedahan.  Misalnya   kolektomi   sub   total  dengan  anastomosis   ileorektal.   Prosedur   ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan  pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.

H.     Pencegahan

Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:

1.      Jangan jajan di sembarang tempat.

2.      Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.

3.      Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan lainnya setiap hari.

4.      Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.

5.      Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar.

6.      Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.

7.      Tidur minimal 4 jam sehari.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KONSTIPASI

A.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

a.       Biodata Pasien

b.      Keluhan Utama

c.       Riwayat Kesehatan

d.      Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, 

Page 23: ASUHAN KEPERAWATAN

terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.

e.       Riwayat / Keadaan Psikososial

f.       Pemeriksaan Fisik

g.       Pola Kebiasaan Sehari-hari

h.      Analisa Data

Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen   diauskultasi   terhadap   adanya   bising   usus   dan   karakternya.   Distensi   abdomen   diperhatikan.   Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.

2.      Diagnosa

a.       Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.

c.       Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

3.      Intervensi

4.      Implementasi

5.      Evaluasi

B.     Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Konstipasi

Contoh kasus:

Seorang   kakek   bernama   Evart   yang   berumur   65   tahun  mengeluh   nyeri   pada   perut   bagian   bawah.   Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji   inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada impaksi feses.

1.      Pengkajian

Nama                                 : Evart

Tanggal lahir                      : 5 November 1945

Jenis kelamin                     : Laki-laki

Tanggal MRS                     : 30 November 2010

Alamat                               : Surabaya

Page 24: ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Medis                 : Konstipasi

Sumber Informasi              : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi

Keluhan utama                  : nyeri pada perut, seminggu belum BAB

Riwayat penyakit sekarang            :

Evart   yang   berumur   65   tahun  mengeluh   nyeri   pada   perut   bagian   bawah.   Kakek  mengatakan   bahwa   sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Riwayat kesehatan keluarga           : -

Review of system              :

a.       B1 (Breath)      : RR meningkat

b.      B2 (Blood)       : denyut jantung meningkat, TD meningkat

c.       B3 (Brain)        : nyeri pada abdomen bawah

d.      B4 (Bladder)    : -

e.       B5 (Bowel)      : nafsu makan turun, BB turun

f.       B6 (Bone)        : -

Hasil pemeriksaan fisik umum :

a.       keadaan umum                        : lemah

b.      TTV                             : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt

Pemeriksaan fisik abdomen

a.       Inspeksi           : pembesaran abdomen

b.      Palpasi             : perut terasa keras, ada impaksi feses

c.       Perkusi             : redup

d.      Auskultasi        : bising usus tidak terdengar

Analisa Data:

No Data Etiologi Masalah

Page 25: ASUHAN KEPERAWATAN

1. Data subjektif :

Seminggu tidak BAB, kebiasaan BAB tiga kali sehari

Data objektif :

Inspeksi : pembesaran abdomen.

Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses.

Perkusi : redup.

Auskultasi : bising usus tidak terdengar

Pola BAB tidak teratur

Eliminasi feses tidak lancar

      konstipasi

Konstipasi

2. Data subjektif:

Klien tidak nafsu makan

Data objektif:

Bising usus tidak terdengar

Sulit BAB

Perut terasa begah

        

Nafsu

makan menurun

Menurunnya   intake makanan

Nutrisi kurang dari kebutuhan

3. Data subjektif:

Keluhan nyeri dari pasien

Data objektif:

Perubahan nafsu makan

konsistensi tinja yang keras

sulit keluar

Akumulasi di kolon

Nyeri abdomen

Nyeri Akut

Page 26: ASUHAN KEPERAWATAN

2.      Diagnosa

a.       Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.

c.       Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

3.      Intervensi dan Rasional

a.       Diagnosa                      : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur

Tujuan                         : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)

Kriteria hasil                :

1)      Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.

2)      Konsistensi feses lembut

3)      Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

Intervensi Rasional

1.      Mandiri:

a.       Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya

b.      Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan

c.       Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi

d.      Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari

2.      Kolaborasi:

Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi

a.       Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien

b.      Untuk memfasilitasi refleks defekasi

c.       Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal

d.      Untuk melunakkan eliminasi feses

Untuk melunakkan feses

Page 27: ASUHAN KEPERAWATAN
Page 28: ASUHAN KEPERAWATAN

b.      Diagnosa          : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan

Tujuan             : menunjukkan status gizi baik

Kriteria Hasil   :

1)      Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan

2)      Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

3)      Nilai laboratorium dalam batas normal

4)      Melaporkan keadekuatan tingkat energi

Intervensi Rasional

1.      Mandiri:

a.       Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.

b.      Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

c.       Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi

d.      Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.

e.       Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.

f.       Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.

g.       Kaji turgor kulit pasien

a.       Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur

b.      Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.

c.       Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

d.      Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.

e.       Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien

f.       Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan.

g.       Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan

   

Page 29: ASUHAN KEPERAWATAN

2.      Kolaborasi:

a.       Observasi:

1)      Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah

2)      Ajarkan metode untuk perencanaan makan

b.      Health Edukasi

Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal

1)      Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah.

2)      Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.

Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.

c.       Diagnosa                : Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

Tujuan                   : menunjukkan nyeri telah berkurang

Kriteria Hasil         :

1)      Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan

2)      Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil

3)      Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi

4)      Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri

5)      Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat

Intervensi Rasional

1.      Mandiri:

a.       Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau  radio.

a.       Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri

Page 30: ASUHAN KEPERAWATAN

b.      Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiat

c.       Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia

2.      Kolaborasi

a.       Observasi

1)      Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 – 10

2)      Gunakan lembar alur nyeri

3)      Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif

b.      Health education

1)      Instruksikan pasien untuk meminformasikan pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapai

2)      Berikan informasi tetang nyeri

b.      Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiate

c.       Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia

a.       Observasi

1)      Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien

2)      Mengetahui karakteristik nyeri

3)      Agar mngetahui nyeri secara spesifik

b.      Health Education

1)      Perawat dapat melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi nyeri klien

2)      Agar pasien tidak merasa cemas

BAB IV

Page 31: ASUHAN KEPERAWATAN

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Konstipasi   atau  sembelit   adalah   terhambatnya  defekasi   (buang  air  besar)  dari   kebiasaan  normal.  Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur.

B.     Saran

Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya adalah dengan mengonsumsi makanan yang berserat.

DAFTAR PUSTAKA

 Ahmadsyah I, et al,.1997.Kelainan abdomen nonakut. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Sjamsuhidajat R,  Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hadi S,.2001.Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi ke-3, Gaya baru, Jakarta.

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC

Senin, 02 April 2012

askep konstipasiKATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Konstipasi”. 

Page 32: ASUHAN KEPERAWATAN

    Kami menyadari bahwa masih terdapat kesalahan pada makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Padang,     April 2012

Penulis

 DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi Bab I : PendahuluanA.    Latar BelakangB.    Tujuan Bab II : IsiA.    DefinisiB.    EtiologiC.    PatofisiologiD.    Manifestasi KlinisE.    Komplikasi F.    PenatalaksanaanG.    Asuhan KeperawatanBab III : PenutupA.    KesimpulanDaftar Pustaka

 BAB IPENDAHULUAN

A.    Latar BelakangKonstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.B.    Tujuana.    Tujuan umum :Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasib.    Tujuan khusus :1.    Memahami definisi konstipasi

Page 33: ASUHAN KEPERAWATAN

2.    Memahami etiologi konstipasi3.    Memahami patofisiologis konstipasi4.    Memahami manifestasi klinis konstipasi5.    Memahami komplikasi konstipasi pada usia lanjut6.    Memahami penatalaksanaan konstipasi7.    Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi

 BAB IIISIA.    DefinisiKonstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeri.Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999). Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

B.    Etiologi•    Obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipersensitif, opioid, antasida dengan aluminium)•    Gangguan rektal/anal (hemoroid, fisura)•    Obstruksi (kanker usus)•    Kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler•    Kondisi endokrin•    Keracunan timah•    Gangguan jaringan pembuluhFaktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema.

C.    PatofisiologiPatofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dengan pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon : (1) transpor mukosa, (2) aktifitas mioelektrik, atau (3) proses defekasi. Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja : rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membran mukosa rektal dan muskulatur menjadi tidak peka

Page 34: ASUHAN KEPERAWATAN

terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaktik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini adalah untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak responsif terhadap rangsangan normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.

D.    Manifestasi Klinis•    Distensi abdomen•    Borborigimus•    Rasa nyeri dan tekanan•    Penurunan nafsu makan•    Sakit kepala•    Kelelahan•    Tidak dapat makan•    Sensasi pengosongan tidak lengkap•    Mengejan saat defekasi•    Eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering

E.    Komplikasi•    Hipertensi arterial•    Imfaksi fekal•    Hemoroid dan fisura anal•    Megakolon

F.    Penatalaksanaana.    Pengobatan non-farmakologis1.    Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini. 2.    Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.3.    Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut

b.    Pengobatan farmakologisJika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :1.    memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.

Page 35: ASUHAN KEPERAWATAN

2.    melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.3.    golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin 4.    merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

G.    Asuhan Keperawatana.    PengkajianRiwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.

b.    Diagnosa Keperawatan1.    Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan3.    Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

c.    Intervensi Keperawatan1.    Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teraturTujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)Kriteria hasil :•    Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari•    Konsistensi feses lembut•    Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

IntervensiMandiri•    Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya•    Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan•    Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi•    Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hariKolaborasi•    Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi    

2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makanTujuan : menunjukkan status gizi baikKriteria Hasil :•    Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan•    Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal•    Nilai laboratorium dalam batas normal•    Melaporkan keadekuatan tingkat energy

Page 36: ASUHAN KEPERAWATAN

IntervensiMandiri •    Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.•    Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.•    Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi•    Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.•    Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.•    Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.•    Kaji turgor kulit pasien

Kolaborasi•    Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah•    Ajarkan metode untuk perencanaan makan    

3.    Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomenTujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang Kriteria Hasil :•    Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan•    Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil•    Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi•    Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri•    Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat.

IntervensiMandiri •    Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau  radio•    Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiate•    Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia    

 BAB IIIPENUTUP

A.    KesimpulanKonstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.Manifestasi klinis yang sering muncul adalah distensi abdomen, borborigimus, Rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering. Komplikasi yang bisa terjadi jika konstipasi tidak diatasi adalah hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura anal, megakolonPenatalaksanaan konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat, bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.

Page 37: ASUHAN KEPERAWATAN

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGCDoenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

 

Konstipasi merupakan dimana terjadi penurunan motilitas

(pergerakan) usus, yang ditandai dengan kesulitan buang air besar

(BAB). Setiap orang memang memiliki kapasitas motolitas usus sendiri,

namun bila setelah 3 hari, masih sulit BAB, maka kotoran akan menjadi

keras dan makin sulit dikeluarkan.

Anda sudah dikatakan mengalami konstipasi apabila mengalami

kondisi:

Mengejan selama BAB lebih dari 25% waktu

Kotoran keras lebih dari 25%

Tidak lempias paska BAB lebih dari 25%

Frekuensi BAB kurang dari 2 kali dalam seminggu

Penyebab konstipasi adalah :

Konsumsi air dan serat yang kurang

Perubahan pola diet misalnya pada saat travelling

Kurang olahraga, atau kurang melakukan gerak badan

Usaha menahan BAB karena rasa nyeri misalnya karena ambeien.

Salah guna obat-obatan seperti pencahar atau antasida

Penyakit lain seperti hiportiroid, hingga kanker usus besar.

Hampir setiap dari kita pernah mengalami  konstipasi atau susah buang air

besar (BAB). Walau pada umumnya bukan merupakan suatu kondisi yang

serius, konstipasi dapat menjadi masalah yang tidak nyaman

Cara mencegah konstipasi dengan beberapa hal yang dapat anda

lakukan untuk menghindarinya, antara lain:

1. Makan makanan tinggi serat (yang sudah pasti kita ketahui). Sumber serat

antara lain adalah buah-buahan, roti gandum utuh, atau sereal. Serat dalam

makanan akan membentuk massa kotoran (feces) sehingga mengembang dan

mudah dikeluarkan.

2. Minum minimal 8 gelas air sehari, kecuali anda memiliki kondisi medis yang

mengharuskan anda membatasi asupan cairan. Minuman seperti kopi dan teh

Page 38: ASUHAN KEPERAWATAN

memiliki efek dehidarsi sehingga harus dihindari hingga pola defekasi anda

sudah normal.

3. Olahraga teratur

4. Jangan terlalu sering menahan BAB

Yang harus dilakukan jika anda sudah terserang konstipasi adalah :

1. Minum ekstra 2-4 gelas air, gunakan air hangat terutama di pagi hari.

2. Tambahkan buah-buahan dalam diet anda

3. Minum susu dapat dicoba untuk meningkatkan pergerakan usus anda

4. Jangan sembarang menggunakan pencahar tanpa konsultasi dengan dokter

karena dapat memperberat konstipasi yang anda alami.

Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan konstipasi adalah

karena:

Konstipasi terjadi baru (sebelumnya belum pernah mengalami)

Disertai darah saat BAB

Disertai penurunan berat badan walau tanpa pengaturan diet

Disertai nyeri saat BAB

Konstipasi terjadi lebih dari 2 minggu

Pada prinsipnya konstipasi terjadi sebagian besar karena pola makan dan gaya

hidup yang tidak teratur, namun perlu diwaspadai seberapa kondisi serius

yang memerlukan penanganan medis lebih lanjut.Posted in Konstipasi | Tagged apa itu sembelit, askep konstipasi, Ciri-ciri Konstipasi, definisi konstipasi, faktor

psikologis, Gejala, gejala konstipasi, Gejala Konstipasi Kronis, gejala sembelit, konstipasi, konstipasi

adalah,konstipasi anak, konstipasi bayi, Konstipasi Kronis, konstipasi pada anak, pengertian konstipasi, penyebab

konstipasi, penyebab sembelit, sembelit atau konstipasi, sembelit konstipasi, sembelita tau konstipasi | Leave a

comment

Penyakit Konstipasi SembelitPosted by Konstipasi

Penyakit konstipasi sembelit sering membuat resah dan juga sering

menimbulkan rasa sakit, yang bisa menyebabkan pasien menjadi

stress dan frustasi serta malu. Pada banyak kasus, kasus konstipasi

sembelit ini bisa dicegah dan juga dihindari dengan perawatan yang baik.

Observasi yang baik atas pasien dan juga pemantauan yang seksama pada

setiap defekasi atau buang air besar,  khususnya untuk pasien yang kurang

mengerti dan juga pelupa hal ini perlu dilakukan. Sedangkan

penyakitkosntipasi sembelit tidak akan ditemukan pada bayi yang minum

Page 39: ASUHAN KEPERAWATAN

ASI dengan jumlah yang cukup dan jarang pada bayi yang minum susu

dengan buatn sendiri yang bisa mendapat cukup diet.

Tanda dan gejala penyakit konstipasi adalah sifat tinja bukan dari

frekuensinya. Walaupun kebanyakan dari bayi buang air bersih hanya satu

kali sehari atau lebih dalam seharinya, kadang bayi juga buang air besar

dengan konsistensi tinja yang normal hanya setiap 36-48 jam. Dan kapan

saja penyakit konstipasi atau obstipasi atau juga yang biasa disebut

dengansusah buang air besar ini ada sejak lahir atau juga segera

sesudahnya, pemeriksaan rectal tetap perlu dilakukan.

Sfinker ani yang tegang atau spastic yang kadang-kadang bisa

menyebabkan suatu obstipasi, dan juga perbaikan yang terjadi, biasanya

sesudah dilatasi dengan jari. Fisura ani atau retak-retak bisa juga

menyebabkan penyakit konstipasi sembelit. Jika iritasi dikurangi, maka

biasanya penyembuhannya bisa dilakukan dengan cepat. Aganglionik

megakolon ganglion ini bisa ditampakkan oleh suatu konstipasi pada awal

masa bayi, dan tidal adanya tinja di dalam rectum pada suatu pemeriksaan

digital yang bisa memberikan suatu kesan kemungkinan ini.

Penyakit konstipasi sembelit pada bayi yang minum susu buatan bisa

disebabkan karena jumlah dari makanan atau jumlah dari cairan yang tidak

cukup. Pada kasus lainnya, konstipasi sembelit ini bisa terjadi karena diet

yang dilakukan terlalu tinggi lemak atau protein atau juga jumlah makanan

yang kurang. Hanya dengan menambahkan jumlah cairan atau gula bisa

membantu masalah konstipasi ini pada usia beberapa bulan saja.Posted in Konstipasi, Konstipasi Pada Bayi, Konstipasi Pada Bayi/ Balita | Tagged apa itu sembelit, askep

konstipasi, Ciri-ciri Konstipasi, definisi konstipasi, faktor psikologis, Gejala, gejala konstipasi, Gejala Konstipasi

Kronis, gejala sembelit, konstipasi, konstipasi adalah, konstipasi anak, konstipasi bayi, konstipasi pada anak,penyakit

konstipasi, penyebab sembelit, sembelit konstipasi | Leave a comment

Asuhan Keperawatan KonstipasiPosted by Konstipasi

Ketika mengevaluasi pasien dengan konstipasi harus dipahami dengan baik

gejalanya. Penting untuk memperjelas apakah pasien mengeluhkan

frekuensi BAB. Riwayat mengejan berlebihan berusaha “menarik” tinja,

perasaan penuh di dubur merupakan gejala-gejala dari disfungsi otot dasar

panggul. Kronik atau tidaknya gejala juga penting untuk ditanyakan. Pasein

juga mesti menjelaskan perilaku BABnya, waktu dan lama yang dibutuhkan.

Page 40: ASUHAN KEPERAWATAN

Riwayat diet (khususnya serat), konsumsi serat dan depresi (gangguan

emosional) juga perlu ditanyakan.

Umumnya pasien dengan konstipasi biasanya pemeriksaan fisik akan

normal saja. Tanda penyakit sistemik seperti diabetes mellitus atau

hipotiroidisme harus tetap dicari. Perut yang buncit atau massa yang teraba

di perut dapat mengarah pada keganasan.

Pemeriksaan colok dubur dapat mendeteksi darah, massa di rektum, celah

di anus, tonus sfingter yang abnormal atau prolaps rectum. Sensitifitas di

daerah sekitar dubur juga perlu diperiksa.

Pemeriksan laboratorium awal yang dibutuhkan adalah darah rutin, kimia

darah, fungsi tiroid dan serum kalsium. Pemeriksaan selanjutnya

bergantung pada umur pasien, gejala dan ada tidaknya perdarahan. Pada

pasien yang masih muda dapat langsung ditangani terlebih dahulu dengan

penambahan serat dalam diet. Pada kasus pasien berusia lanjut dengan

perubahan perilaku BAB yang baru, hilangnya berat badan atau adanya

bukti perdarahan dari rektum membutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan

sigmoidoskopi fleksibel dan kolonskopi untuk memeriksa apakah ada

massa/tumor atau tidak.

Kriteria diagnostik konstipasi kronik

Jika terdapat dua atau lebih gejala berikut ini :

- Minimal 12 minggu atau lebih harus berturut-turut dalam waktu 12 bulan

- Tinja padat/keras dalam > 25% saat BAB

- Perasaan tidak puas setelah BAB sebanyak 25%

- Perasaan seperti ada yang tertahan di daerah anorektal sebanyak >25%

- Manuver manual untuk membantu keluarnya tinja sebanyak 25%

- BAB kurang dari tiga kali seminggu

Pembagian Konstipasi

Konstipasi primer

Konstipasi normal transit (konstipasi fungsional)

Jenis konstipasi tersering. Tinja melewati usus dengan kecepetan yang normal. Kesulitannya adalah saat mengeluarkan dan tinja yang keras. Pasien meraksana kembung 

Page 41: ASUHAN KEPERAWATAN

dan nyeri atau rasa tidak nyaman di perut juga bisa terjadi stress pasikososisal.

Konstipasi transit lambat

Biasanya terjadi pada perempuan muda yang memiliki kebiasaan BAB yang jarang. Biasanya pada keterlambatan yang ringan dapat teratasi dnegan diet tinggi serat , namun tidak bagi yang sudah parah bahkan laksatif pun tidak akan membantu

Disfungsi anorektal

Termasuk didalamnya adalah disnergia otot dasar pelvic, disfungsi otot dasar perlvik

Konstipasi sekunder

- Konstipasi jenis ini diakibatkan kondisi atau penyakit sistemik lain seperti penyakit endokrin dan metabolic, kelainan neirologi, kondisi psikologis, kehamilan dan abnormalitas struktur lainnya.- Dapat pula dikaitkan dengan penggunaan obat seperti antacid, antikolinergik, antidepresan, antihistamin, ca-channel blocker, diuretic, zat besi, narkotik, opiod, psikotropikadll.

Terapi Konstipasi

Terapi non farmakologi - Latihan BABHendaknya BAB pada waktu yang tepat sama setiap harinya. Waktu yang optimal untuk BAB adalah di pagi hari setelah berjlaan dan sarapan sehingga saat aktivitas kolon sangat  tinggi. Pasien juga disaranakan untuk tidak mengedan berlebihan.

- Tingkatkan asupan serta dan cairanRekomendasi jumlah asupan setiap harinya

Page 42: ASUHAN KEPERAWATAN

adalah 20-25 gram. Jumlah hidasi yang cukup amat penting untuk menjaga pergerakan usus.- Meningkatkan aktifitas fisik regularSuatu studi khorot menyebutkan, latihan fisik 2-5 kali per minggu menurunkan resiko konstipasi hingga 35%.

Terapi farmakologi

LAKSATIF (Pencahar)- Bulk laxative

Laksative yang mengandung psillium, pectin, plantago atau selulose. Jenis laksative ini menyerap air sehingga melunakkan tinja. Paling bermanfaat diberikan kepada konstipasi fungsional namun tidak akan menolong pada kasus konstipasi trasit lambat dan disfungsi anorektal. Efeknya menimbulkan kembung dan produksi gas berlebih.

- Laksative osmotik

Laksative yang mengandung garam (magnesium hidroksida, sodium bifosfat) yang akan meningkatkan sekresi air ke dalam usus. Juga bisa mengandung latulosa, sorbitol, manitol, dan pliotilen glikol (PEG).

- Laksative Stimulan

Laksative stimulan meningkatkan pergerakan usus dan sekresi ke dalam usus

- Agen Prokinetik

Tegaserod, kolsisin dan misoprostol akan mempercepat waktu transit tinja dan meningkatkan frekuensi BAB.

Operasi Reaksi atau pemotongan kolon secara total dan pemotongan bagian ileorektum kadang-kadang diperlukan pada yang konstipasi berulang pada pasien konstipasi transit tanpa disfungsi anorektal yang gagal menjalani terapi faramologi maupun 

Page 43: ASUHAN KEPERAWATAN

non farmakologi.Komplikasi setelah operasi :

-  Gangguan pada usus kecil

- Diare

- Inkontinensi

 

Posted in Konstipasi, Penyebab Konstipasi | Tagged askep konstipasi, Ciri-ciri Konstipasi, definisi konstipasi, faktor

psikologis, gejala konstipasi, Gejala Konstipasi Kronis, gejala sembelit, konstipasi pada anak, obstipasi dan

konstipasi, pengertian konstipasi, pengobatan sembelit, penyakit konstipasi | Leave a comment

Penyebab Penyakit KonstipasiPosted by Konstipasi

Definisi umum konstipasi adalah defekasi yang tidak lebih sering

dari tiga hari sekali. Akan tetapi, beberapa orang percaya bahwa defekasi

setiap hari adalah normal dan penting untuk mempertahankan kesehatan

dan bagi mereka, dan pola defekasi yang lain menunjukkan konstipasi.

Penyebab konstipasi adalah kurang serat dalam diet dan kurangnya asupan

cairan.

Penyebab penyakit konstipasi lainnya adalah :

Cedera saraf spinalis yang mempengaruhi sistem saraf otonom

Kondisi dinding usus yang tidak memiliki saraf

Faktor psikologis efek inhibisi pada intervasi otonom.

Tumor, penyakit divertikel, hemoroid, abnormalitas kongenital.

Kadar progesteron yang menyebabkan penurunan motilitas pada saluran cerna

Diabetes melitus, hipotiroidisme

Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun

penyebabnya. Tinja yang besar dan keras di dalam rektum sulit dan bahkan

sakit jika dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensu dan kemudian

terbentuklah suatu lingkaran setan. Distensi rektu dan kolon mengurangi

sensitivitas refleks defekasi dan efektifitas peristaltik. Akhirnya cairan dari

kolon proksimal dapat menapis disekitar tinja yang keras dan keluar dari

rektum tanpa terasa oleh anak.

Page 44: ASUHAN KEPERAWATAN

Ada beberapa penyebab penyakit konstipasi   pada bayi. Salah satu

penyebabnya adalah diperkenalkannya makanan padat. Bayi yang

diberi ASI jarang mengalami konstipasi karena ASI hampir 100% dicerna

oleh tubuh bayi dan dapat diserap. Bayi yang mendapat susu formula

cenderung mengalami konstipasi lebih sering dibandingkan yang mendapat

ASI. Tidak seperti ASI, susu formula tidak mudah dicerna dan diserap oleh

tubuh bayi.

Mengubah pola makan bayi biasanya dapat melepaskan bayi dari derita

konstipasi. Beberapa latihan fisik juga dapat membantu. Untuk membantu

mencegah si kecil mengalami konstipasi, cobalah mengubah pola makannya

dengan memberi makanan yang mengandung banyak serat seperti :

Pir (pir korea lebih bagus)

Aprikot

Prune

PlumPosted in Konstipasi | Tagged apa itu sembelit, askep konstipasi, Ciri-ciri Konstipasi, definisi konstipasi, faktor

psikologis, gejala konstipasi, Gejala Konstipasi Kronis, gejala sembelit, konstipasi, konstipasi adalah, konstipasi

anak, konstipasi bayi, konstipasi ibu hamil, Konstipasi Kronis, konstipasi pada anak, pencegahan sembelit, penyakit

konstipasi, penyebab konstipasi, sembelit konstipasi, sembelita tau konstipasi | Leave a comment

Penyakit Konstipasi Atau SembelitPosted by Konstipasi

Penyakit konstipasi atau sembelit merupakan suatu kelaianan pada

sistem pencernaan yang ditandi dengan sulitnya buang air

besar. Konstipasi biasa terjadi karena adanya proses penyerapan air yang

cukup tinggi di dalam usus sehingga feses menjadi kering dan keras.

Page 45: ASUHAN KEPERAWATAN

Penyebab utama konstipasi adalah kebiasaan untuk menahan-nahan atau

menunda-nunda buang air besar dan kurang memakan-makanan berserat.

Konstipasi yang kronis dapat memicu terjadinya hemaroid.

Konstipasi dapat dihindari dengan berbagai

cara. Misalnya dengan cara memakan makanan berserat, seperti sayur-

sayuran, dan buah-buahan, banyak minum air, dan tidak menahan-nahan

buang air besar.

Konstipasi kronis jarang terjadi biasanya secara sekunder disebabkan oleh

kelainan anatomi atau patofisiologinya abnormal : kadang-kadang sebagai

kelanjutan dari penanganan konstipasi akut yang belum tuntas. Kesukaran

buang air yang terus menerus mengakibatkan tinja menjadi mengeras. Anak

usia 1-4 tahun yang mendapat doot rendag serat dengan frekuensi buang

air besar mula-mula 1-2 kali sehari dapat berubah menjadi sekali dalam 2

hari.

Pengobatan yang paling sederhana untuk mengatasi konstipasi   adalah

dengan minum air putih 8-10 gelas sehari dan mengonsumsi sayuran serta

buah-buahan yang mengandung banyak serat untuk memperlancar

pencernaan.Posted in Konstipasi | Tagged apa itu sembelit, askep konstipasi, Ciri-ciri Konstipasi, definisi konstipasi, faktor

psikologis, Gejala, gejala konstipasi, Gejala Konstipasi Kronis, gejala sembelit, konstipasi, konstipasi

adalah,konstipasi anak, konstipasi bayi, konstipasi ibu hamil, konstipasi pada anak, konstipasi pada

kehamilan, obstipasi dan konstipasi, penyakit konstipasi, sembelit atau konstipasi, sembelit konstipasi | Leave a

comment

Konstipasi Pada Ibu HamilPosted by Konstipasi

Meski merupakan gejala umum dalam kehamilan, konstipasi yang dibiarkan

beralut-larut, bisa menjadi semakin parah, dan memicu timbulnya wasir

atau ambeien. Namun demikian, untuk mengatasi kontsipasi, ibu

Page 46: ASUHAN KEPERAWATAN

hamil tidak disarankan untuk makan sembarangan obat-obat pencahar atau

pelancar BAB.

Konstipasi ditandai dengan gejala beberapa

hal diantaranya adalah sebagai berikut : lebih dari 4 hari kesulitan

untuk buang air besar, feses menjadi keras, merasa tidak tuntas buang air

besarnya, perlu kekuatan ekstra untuk mengeluarkan feses, terkadang

rektum mengeluarkan darah, rasa sakit atau tidak nyaman pada perut

bagian bawah, terasa penuh, berat dan mulas.

Akibat feses keras, secara nalurilah ibu akan mengejak untuk mengeluarkan

feses. Akhirnya, rektum membengkak dan berdarah akibat pecahnya

pembuluh darah di anus. Dalam proses persalinan, dampaknya adalah

timbul kesulitan saat proses persalinan per vagina, akibat terdapat wasir

atau embeien di dekat jalan lahir dan ibu tidak boleh mengejan terlalu

keras. Namun, untuk mengatasi konstipasi, ibu hamil tidak disarankan

untuk makan sembarangan obat-obat pelancar BAB. Sebab selain

berpotensi mengganggu perkembangan janin, obat pelancar dapat

membuat ibu hamil dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dan merangsang

terjadinya kontraksi.

 

Posted in Konstipasi | Tagged apa itu sembelit, askep konstipasi, Ciri-ciri Konstipasi, definisi konstipasi, faktor

psikologis, gejala konstipasi, Gejala Konstipasi Kronis, gejala sembelit, konstipasi, konstipasi adalah, konstipasi

bayi, konstipasi ibu hamil, Konstipasi Kronis, konstipasi pada anak, obstipasi dan konstipasi, sembelit atau

konstipasi, sembelit konstipasi | Leave a comment

Penyakit KonstipasiPosted by Konstipasi

Konstipasi adalah masalah yang sering terjadi dan umum pada

saluran pencernaan. Dimana anda mengalami kesulitan dalam buang air

Page 47: ASUHAN KEPERAWATAN

besar atau jarang buang air besar. Tinja anda mungkin keras

sehingga susah buang air besar untuk dikeluarkan sehingga membuat anda

harus berusaha payah untuk mengeluarkannya. Atau anda mungkin merasa

ingin buang air besar lagi padahal sebelumnya anda sudah melakukannya.

Tidak semua orang mempunyai kebiasaan buang air besar satu hari sekali.

Tidak benar satu pernyataan yang menyatakan bahwa anda seharusnya

buang air besar setiap harinya untuk dianggap kebiasaan atau pola buang

auir besar anda teratur. Jarak atau rentang waktu yang normal dalam

buang air besar adalah antara 3 kali sehari sampai 3 kali seminggu. Anda

mungkin mengalami penyakit konstipasi jika anda mulai sering mengalami

buang air besar lebih sedikit daripada yang biasanya terjadi.

Ketika makanan yang kita makan masuk dalam

saluran pencernaan, tubuh anda mengambil nutrient atau zat-zat gizi dan

air dari makanan itu. Proses ini akan menciptakan yang namanya stool yang

akan dikeluarkan melalui usus halus lewat kontraksi usus.

Beberapa hal yang mempengaruhi proses tersebut. Hal-hal tersebut antara

lain : tidak cukup dalam konsumsi cairan, aktifitas yang kurang seperti

olahraga dan aktifitas lainnya, tidak cukup makan makanan berserat,

konsumsi obat-obatan tertentu, tidak menyegerakan ke kamar mandi saat

anda merasa berkeinginan buang air besar dan secara teratur

menggunakan laxatives atau obat pencahar juga nisa menjadi

sebab sembelit.Penyakit konstipasi atau sembelit juga sering terjadi pada

wanita hamil. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab stool bergerak

lebih pelan melalui usus halus, yang mengarahkan pada timbulnya

konstipasi.

Page 48: ASUHAN KEPERAWATAN

Posted in Konstipasi | Tagged definisi konstipasi, gejala konstipasi, konstipasi, konstipasi adalah, konstipasi

anak,konstipasi bayi, konstipasi ibu hamil, konstipasi pada anak, konstipasi pada kehamilan, obstipasi dan

konstipasi,pengertian konstipasi, penyakit konstipasi, penyebab konstipasi, sembelit konstipasi | Leave a comment

Pencegahan SembelitPosted by Konstipasi

Gejala sembelit terlihat dari feses yang keras dan nyeri saat buang air

besar, kadang-kadang konstipasi disertai dengan keluarnya darah. Untuk

mengatasinya, pencegahan sembelit diperlukan pola makan berserat

tinggi dan pola hidup sehat.

Pengobatan yang aman dan tanpa efek samping dapat digunakan jika

diperlukan. Obat sembelit akan berfungsi membantu melancarkan buang air

besar, dan sangat membantu pasien penderita wasir dan hernia, dimana

penderita tidak boleh mengejan.

 

Beberapa faktor penyebab sembelit adalah :

kurang minum

kurang makanan berserat

tidak membiasakan diri buang air besar setiap hari

usia

kurangnya aktivitas fisik

kehamilan

Page 49: ASUHAN KEPERAWATAN

dalam kondisi sakit

stres.

Untuk meghindari sembelit, jagalah kebersihan usus, terutama usus besar

yang merupakan bagian akhir dari saluran pencernaan, yang berfungsi

sebagai tempat untuk mengumpulkan sisa makanan, mengabsorbsi air dan

beberapa mineral, sekaligus tempat pertumbuhan bakteri. Dengan menjaga

usus selalu dalam keadaan bersih, secara tidak langsung telah menghindari

kasus sembelit.Usus sehat, hidup pun menjadi sehat.

Posted in Konstipasi | Tagged gejala sembelit, pencegahan sembelit, pengobatan sembelit, penyebab

sembelit,sembelit atau konstipasi | Leave a comment

Penyebab SembelitPosted by Konstipasi

Kurangnya aktivitas fisik dan terlalu sedikitnya serat dalam makan

yang di konsumsi merupakan penyebab yang paling sering

ditemukan pada sembelit yang menahun. Peran serat dalam mengatasi

sembelit ialah untuk manjaga kadar air dalam saluran pencernaan,

sehingga buang air besar (BAB) manjadi lancar. Penyebab lainnya adalah

penyalahgunaan pencahar, gangguan hormonal, kehamilan, antasid,

sumplemen besi, akitivitas kelenjar tiroid yang kurang (hipotiroid), kadar

kalsium darah yang tinggi (hiperkalsemia), penyakit parkinson, penurunan

kontraksi usus besar(koloniaktif), dan rasa tidak nyaman pada saat buang

air besar (defekasi).

Page 50: ASUHAN KEPERAWATAN

Sedangkan faktor psikologis, berperan pada munculnya sembelit

akut maupun sembelit yang menahun. Penyakit sembelit selain

mengindikasikan adanya kekacauan pada sistem pencernaan, juga

merupakan gejala awal adanya penyakit.

Jika sembelit berlangsung berhari-hari disertai dengan rasa mual, kembung,

pening, selera makan berkurang, tidur kurang nyenyak, bahkan terjadi

pendarahan anus, wasir dan lain-lain, maka akan berdampak pada

kelangsungan aktivitas sehari-hari.

Untuk membantu meringankan penderita sembelit, banyak minum air putih

dan makan makanan yang mengandung serat. Jika penderita dibawa ke

dookter maka dokter akan memberikan obat mineral oil atau decusate

sodium. Obat-obat ini berfungsi untuk melunakkan kotoran, sehingga

pembuangan feses melalui anus lebih mudah.

Beberapa tips berikut akan mencegah terjadinya penyebab sembelit :

Makan dengan jadwal teratuur. Pilih makanan yang banyak mengandung serat,

misalnya buah-buahan segar dan sayuran.

Hindari makanan berlemak tinggi dan terlalu manis.

Banyak minum air putih. Untuk laki-laki, rata-rata 2,9 liter per hari 12 gelas.

Sedangkan untuk wanita 2,2 liter per hari (9 gelas).

Olahraga

Page 51: ASUHAN KEPERAWATAN

Biasakan buang air besar setiap hari

Jangan menggunakan obat pencaharPosted in Penyebab Konstipasi | Tagged apa itu sembelit, faktor psikologis, gejala sembelit, penyebab

sembelit,sembelita tau konstipasi | Leave a comment

SembelitPosted by Konstipasi

Sembelit (konstipasi) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

kesulitan atau jarang buang air besar. Asupan makanan dan pembuangan

kotoran, keduanya adalah fungsi tubuh dalam mempertahankan kehidupan.

Jika pengeluaran kotoran tidak lancar, akan menyebabkan gangguan pada

tubuh. Frekuensi buang air besar pada manusia sehat sangat bervariasi,

tergantung pada kebiasaan, mulai dari tiga kali sehari atau tiga kali

seminggu. Jika dalam sistem pencernaan terjadi hambatan pada bagian

pengeluaran, mula-mula akan timbul keadaan sembelit.

Penyebab utama   sembelit adalah adanya penyumbatan pada usus besar

oleh tinja yang mengeras, berkurangnya aliran darah ke usus besar, dan

cidera pada saraf atau urat saraf tulang belakang. Jangan menganggap

enteng masalah sembelit. Sembelit dapat menyebabkan berbagai

komplikasi, yaitu buang air besar yang disertai darah seperti wasir dan luka

didubur.

Page 52: ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam mengatasi sembelit, sebenarnya prinsip pengobatan sembelit sangat

bergantung pada penyebab sembelit itu sendiri. Namun beberapa cara

dibawah ini sebagian besar cukup ampuh mengatasi sembelit. Usahakan

mencukupi keburuhan cairan tubuh (minimal  1,5-2 L per hari), konsumsi

makanan dengan kandungan tinggi serat dalam jumlah cukup (WHO

menganjurkan 25-30 gram serat per hari), beraktivitas  dan olahraga secara

teratur, tinggalkan kebiasaan buruk menahan BAB, jika perubahan pola

hidup diatas belum membuahkan hasil, maka gunakan obat pencahar sesuai

dengan dosis yang dianjurkan (obat pencahar yang lazim digunakan yaitu

methyl selulose, castor oil, decussate, sorbitol, dan lain-lain), namun jika

belum juga berhasil, maka konsultasikan dengan dokter.Posted in Konstipasi | Tagged apa itu sembelit, gejala sembelit, konstipasi, penyebab sembelit, sembelit | Leave a

comment

Asuhan Keperawatan (askep) pencernaan pada lansia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Proses penuaan adalah suatu proses fisiologi umum yang sampai saat ini masih sulit untuk

dipahami. Ditandai dengan adanya proses degenerasi sel dan sistem yang dibentuknya secara

keseluruhan, perlahan tapi pasti. Proses menua berbeda pada setiap individu. Perbedaan tersebut

dipengaruhi oleh faktor keturunan, nutrisi, gaya hidup dan faktor lingkungan.

Setiap tahun jumlah lansia di seluruh dunia semakin bertambah karena semakin meningkatnya

usia harapan hidup. Di negara – negara yang sudah maju, jumlah lansia rerlatif lebih besar dibanding

dengan negara - negara berkembang, karena tingkat perekonomian yang lebih baik dan fasilitas

pelayanan kesehatan sudah memadai. Hal ini juga akan menimbulkan masalah pelayanan kesehatan

terutama pada kaum lansia.

Usia harapan hidup di Indonesia saat ini adalah 65 tahun. Sejalan dengan bertambahnya umur

mereka, mereka sudah tidak tidak produktif lagi, kemampuan fisik maupun mental mulai menurun, tidak

mampu lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih berat, memasuki masa pensiun, ditinggal

pasangan hidup, stress menghadapi kematian, munculnya berbagai macam penyakit, dan lain - lain.

Karena sel-sel mengalami degeneratif maka fungsi dari sistem organ juga mengalami penurunan. Kulit

menjadi keriput, rambut putih dan menipis, gigi berlubang dan tanggal, fungsi penglihatan, pendengaran,

pengecapan atau pencernaan mulai menurun, konstipasi, osteoporosis, gangguan sistem kardiovaskuler

dan lain-lain.

Page 53: ASUHAN KEPERAWATAN

Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna yang terbanyak pada usia lanjut. Trejadi

peningkatan keluhan ini dengan bertambahnya usia, 30-40 % orang berusia di atas 65 tahun mengeluh

konstipasi. Di Inggris, 30 % penduduk berusia di atas 60 tahun merupakan konsumen yang teratur

menggunakan obat pencahar. Suatu penelitian yang melibatkan 3.000 orang berusia di atas 65 tahun

menunjukkan sekitar 34 % perempuan dan 26% laki-laki mengeluh mengalami konstipasi.

BAB II

ISI

2.1   Mekanisme gastro intestinal pada lansia

Pada klien yang sudah memasuki lanjut usia sistem gartro intestinalnya banyak mengalami

perubahan akibat adanya proses penuaan, diantaranya :

a.                            rongga mulut, perubahan yang terkait dengan usia :

1.      Hilangnya tulang periosteumdan periodontal, misalnya tanggalnya gigi.

2.    Retraksi dari struktur gusi, misalnya Kesulitan dalam mempertahankan gigi palsu yang   pas.

3.    Hilangnya rasa, misalnya Perubahan sensasi rasa, peningkatan penggunaan garam.

b.               Esofagus, lambung, usus :

1.      Dilatasi Esofagus, misalnya peningkatan resiko aspirasi.

2.   Penurunan reflek muntah

3.   Atrofi mukosa lambung, misalnya mengalami perlambatan mencerna makanan

4.   Rasa lapar menurun, asam lambung menurun

5.   Penurunan motilitas lambung, misalnya Penurunan absorbsi obat- obatan, zat besi, kalsium, vit. B12.

konstipasi sering terjadi.

6.   Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

7.   Daya absorbsi melemah. 

c.    Saluran empedu, hati, kandung empedu, pancreas :

1.      Ukuran hati dan pancreas mengecil, penurunan kapasitas menyimpan, kemampuan mensintesis protein

dan enzim-enzim pencernaan, misalnya sekresi insulin berkurang.

2.   Perubahan metabolisme asam empedu yang signifikan, misalnya Peningkatan sekresi kolesterol.

2.2.                                          KEBUTUHAN NUTRISI PADA LANSIA

Page 54: ASUHAN KEPERAWATAN

Setiap   mahluk   hidup   membutuhkan   makanan   untuk   mempertahankan   kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan metabolismenya.   Bagi   lansia   pemenuhan   kebutuhan   gizi   yang   diberikan   dengan   baik   dapat membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya   selain   itu   dapat   menjaga   kelangsungan   pergantian   sel-sel   tubuh   sehingga   dapat memperpanjang usia. Kebutuhan kalori  pada lansia berkurang karena berkurangnya kalori  dasar dari

kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan dan ginjal.

Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok

besar, yaitu :

1. Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :a.Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum, ubi, roti, singkong dll, 

selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup, madu, dll.b. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega, margarine, susu dan hasil olahannya.

2. Kelompok zat pembangun

Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu, telur, kacangkacangan dan olahannya.

3. Kelompok zat pengatur

Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran.

2.2.1        FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN GIZI PADA

LANSIA

1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong.

2. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan pahit.

3. Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.

4. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.

5. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi.

6. Penyerapan makanan di usus menurun.

Page 55: ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.2 MASALAH GIZI PADA LANSIA

1. Gizi berlebih

Gizi  berlebih pada  lansia  banyak terjadi  di  negara-negara barat  dan kota-kota besar.  Kebiasaan makan   banyak   pada   waktu   muda   menyebabkan   berat   badan   berlebih,   apalai   pada   lansia penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya : penyakit jantung, kencing manis, dan darah tinggi.

2. Gizi kurang

Gizi  kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social  ekonomi dan  juga karena gangguan penyakit.   Bila   konsumsi   kalori   terlalu   rendah  dari   yang  dibutuhkan  menyebabkan  berat  badan kurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi.

3. Kekurangan vitamin

Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak bersemangat.

2.2.3 PEMANTAUAN STATUS NUTRISI

1. Penimbangan Berat Badan

a. Penimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu sekali,  waspadai peningkatan BB atau penurunan BB lebih dari 0.5 Kg/minggu. Peningkatan BB lebih dari 0.5 Kg dalam 1 minggu beresiko terhadap kelebihan berat badan dan penurunan berat badan lebih dari 0.5 Kg /minggu menunjukkan kekurangan berat badan.

b. Menghitung berat badan ideal pada dewasa :

Rumus : Berat badan ideal = 0.9 x (TB dalam cm – 100)

Catatan  untuk  wanita  dengan  TB  kurang  dari  150  cm dan  pria  dengan  TBkurang  dari  160  cm, digunakan rumus : Berat badan ideal = TB dalam cm – 100

Jika BB lebih dari ideal artinya gizi berlebih, jika BB kurang dari ideal artinya gizi kurang

2. Kekurangan kalori protein

Waspadai lansia dengan riwayat : Pendapatan yang kurang, kurang bersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan pasangan hidup atau teman, kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang tepat,   sulit   untuk  menyiapkan  makanan,   sering  mangkonsumsi   obat-obatan   yang  mangganggu 

Page 56: ASUHAN KEPERAWATAN

nafsu makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera. Karena hal

ini dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak bersemangat.

3. Kekurangan vitamin D

Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari, jarang atau tidak pernah minum susu, dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu dan produk olahannya.

2.2.4 PERENCANAAN MAKANAN UNTUK LANSIA

  Perencanaan makan secara umum

1. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang terdiri dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

2. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan

hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering

dengan porsi yang kecil. Contoh menu :

Pagi : Bubur ayam

Jam 10.00 : Roti

Siang : Nasi, pindang telur, sup, pepaya

Jam 16.00 : Nagasari

Malam : Nasi, sayur bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang

3. Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat memperlancar pengeluaran sisa makanan,   dan  menghindari   makanan   yang   terlalu   asin   akan  memperingan   kerja   ginjal   serta mencegah kemungkinan terjadinya darah tinggi.

4. Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang berlemak seperti santan, mentega dll.

5. Bagi pasien lansia yang prose penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Makanlah makanan yang mudah dicerna

Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan

Bila   kesulitan   mengunyah   karena   gigi   rusak   atau   gigi   palsu   kurang   baik,   makanan   harus lunak/lembek atau dicincang

Page 57: ASUHAN KEPERAWATAN

Makan dalam porsi kecil tetapi sering

Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya

diberikan

6. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.

7.  Makanan mengandung  zat  besi   seperti   :   kacang-kacangan,  hati,   telur,  daging   rendah  lemak, bayam, dan sayuran hijau.

8.   Lebih   dianjurkan  untuk  mengolah  makanan  dengan   cara   dikukus,   direbus,   atau  dipanggang kurangi makanan yang digoreng.

  Perencanaan makan untuk mengatasi perubahan saluran cerna

Untuk mengurangi resiko konstipasi dan hemoroid :

1. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari, seperti sayuran dan buah-buahan segar, roti dan sereal.

2. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari untuk melembutkan feses.

3. Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien akan menjadi tergantung pada laksatif.

2.2.5 CARA MEMBERI MAKAN MELALUI MULUT (ORAL)

1. Siapkan makanan dan minuman yang akan diberikan

2. Posisikan pasien duduk atau setengah duduk.

3. Berikan sedikit minum air hangat sebelum makan.

4. Biarkan pasien untuk mengosongkan mulutnya setelah setiap sendokan.

5. Selaraskan kecepatan pemberian makan dengan kesiapan pasien, tanyakan

pemberian makan terlalu cepat atau lambat.

6. Perbolehkan pasien untuk menunjukkan perintah tentang makanan pilihan pasien

yang ingin dimakan.

7. Setelah selesai makan, posisi pasien tetap dipertahankan selama ± 30 menit.

2.2.6 CONTOH BAHAN MAKANAN UNTUK SETIAP KELOMPOK MAKANAN

1. Bahan makanan sumber karbohidrat (zat energi) :

Page 58: ASUHAN KEPERAWATAN

Nasi, bubur beras, nasi jagung, kentang, singkong, ubi, talas, biskuit, roti , crakers, maizena, tepung beras, tepung terigu, tepung hunkwe, mie, bihun.

2. Bahan makanan sumber lemak (zat energi) :

Minyak goreng, minyak ikan, margarin, kelapa, kelapa parut, santan, lemak daging.

3. Bahan makanan sumber protein hewani :

Daging sapi, daging ayam, hati, babat, usus, telur, ikan, udang.

4. Bahan makanan sumber protein nabati :

Kacang ijo, kacang kedelai, kacang merah, kacang tanah, oncom, tahu, tempe.

2.2.7 KEBUTUHAN CAIRAN PADA LANJUT USIA

Manusia   perlu   minum   untuk  mengganti   cairan   tubuh   yang   hilang   setelah  melakukan aktivitas. Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit disaluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal, dll. Air juga   sebagai  pelumas  bagi   fungsi   tulang  dan   sendi.  Manfaat   lain  dari  minum air  putih  adalah mencegah sembelit karena untuk mengolah makanan dalam usus sangat dibutuhkan air, tentu saja tanpa air yang cukup

kerja usus tidak dapat maksimal dan timbullah sembelit.

Air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, softdrink, alkohol, es, maupun sirup dan dianjurkan minimal kita minum air putih 1.5 sampai dengan 2 liter/hari. Minuman seperti kopi, teh kental, softdrink, alkohol, es, maupun sirup bahkan tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari  terutama bagi  para  lansia yang mempunyai  penyakit-penyakit  tertentu seperti kencing manis, darah tinggi, obesitas, dan jantung.

A. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN CAIRAN PADA LANSIA

1. Berat badan (lemak tubuh) cenderung meningkat dengan bertambahnya usia,  sedangkan sel-sel lemak mengandung sedikit  air,   sehingga komposisi  air  dalam tubuh  lansia  kurang dari  manusia dewasa yang lebih muda atau anak-anak dan bayi.

2.   Fungsi   ginjal   menurun   dengan   bertambahnya   usia.   Terjadi   penurunan   kemampuan   untuk memekatkan urin, mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi.

3.   Terdapat   penurunan   asam   lambung,   yang   dapat  mempengaruhi   individu   untuk  mentoleransi makanan-makanan   tertentu.   Lansia   terutama   rentan   terhadap   konstipasi   karena   penurunan pergerakan usus. Masukan cairan yang terbatas, pantangan diit, dan penurunan aktivitas fisik dapat menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan laksatif yang berlebihan atau tidak tepat dapat mengarah pada masalah diare.

Page 59: ASUHAN KEPERAWATAN

4.   Lansia  mempunyai   pusat   haus   yang   kurang   sensitif   dan  mungkin  mempunyai  masalah   dalam mendapatkan cairan ( misalnya gangguan dalam berjalan ) atau mengungkapkan keinginan untuk minum (misalnya pasien stroke).

B. MASALAH CAIRAN PADA LANSIA

Masalah  cairan  yang   lebih   sering  dialami   lansia  adalah kekurangan  cairan   tubuh,  hal   ini berhubungan   dengan   berbagai   perubahan-perubahan   yang   dialam   lansia,   diantaranya   adalah peningkatan   jumlah   lemak   pada   lansia,   penurunan   fungsi ginjal   untuk  memekatkan   urin   dan penurunan rasa haus.

2.3        Gangguan Sistem Gastro Intestinal pada Lansia

2.3.1 Konstipasi

Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu. Biasanya konstipasi berdasarkan laporan pasien sendiri. Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses memenuhi ampula rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon, rectum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut.

Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling seedikt 2 dari keluhan di bawah ini yang terjadi, yaitu:

1.         Konsistensi feses yang keras,

2.         Mengejan dengan keras saat BAB.

3.         Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB.

4.         Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

Berdasarkan rekomendasi dari Intenational workshop on Constipation, konstipasi  dikategorikan dalam dua golongan yaitu :

a.       Konstipasi fungsional

Konstipasi yang disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses. Kriterianya meliputi :

  Mengedan keras 25% dari BAB.

  Feses yang keras 25% dari BAB.

  Rasa tidak tuntas 25% dari BAB.

  BAB kurang dari 2 kali/ minggu.

Page 60: ASUHAN KEPERAWATAN

b.      Konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara rekto-sigmoid.

Konstipasi ini menunjukkan adanya disfungsi anorectal, biasanya ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus. Kriteria :

  Hambatan pada anus > 25% BAB.

  Waktu untuk BAB lebih lama.

  Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses.

A.       Pemeriksaan pada Klien Konstipasi

1.      Pemeriksaan fisik

Pemeriksan fisik pada klen konstipasi meliputi :

a.       Inspeksi : pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan

b.      Palpasi   :  pada permukaan perut untuk menilai  kekuatan otot- otot perut,  palpasi   lebih dalam dapat meraba masa feses di kolon, adanya tumor atau aneurisma aorta

c.       Perkusi : dicari antara lain pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asites, adanya masa feses.

d.      Auskultasi : mendengarkan suara gerakan usus besar, normal/ berlebihan missal pada sumbatan usus.

Pada pemeriksaan anus memberikan petunjuk penting misalnya adakah wasir, prolaps, fisura, fistula, dan masa tumor di daerah anus yang dapat mengganggu proses BAB. Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk mengetahui ukuran dan kondisi rectum serta besar dan konsistensi feses.

2.      Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien konstipas :

a.       Pemeriksaan   laboratorium,   dikaitkan   dengan   upaya   mendeteksi   factor-   factor   resiko   penyebab konstipasi. Seperti : BSN/ 2JPP, DL, elektrolit

b.      Anuskopi, dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir, dan keganasan.

c.       Foto   polos   perut   harus   dikerjakan   pada   pasien   konstipasi   terutama   yang   terjadinya   akut.   Dapat mendeteksi adakah impaksi feses yang dapat menyebabkan sumbatan pada kolon.

d.      Sinedefecografi, adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rectal.

e.       Uji manametri, dilakukan untuk menguji tekanan pada rectum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menlai fungsi anorektal.

f.       Elektromiografi, dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respon sfingter yang terhambat

Page 61: ASUHAN KEPERAWATAN

B.              Faktor Resiko Konstipasi pada Usia Lanjut

a.       Obat- obatan

b.      Kondisi neurologis

c.       Gangguan metabolic

d.      Kausa psikologis

e.       Penyakit- penyakit saluran cerna

C.    Komplikasi :

a.       Impaksi feses (feses kering dan keras) di rectum 70%, sigmoid 20%, kolon bagian proksimal 10%

b.      Volvolus daerah sigmoid

c.       Prolaps rectum

D.       Pengobatan

1.      Pengobatan Non Farmakologi

a.    Latihan usus besar

b.   Diet

c.    Olah raga

2.      Pengobatan Farmakologis

Dipakai obat- obatan golongan pencahar:

a.       Memperbesar dan melunakkan masa feses: sereal, methyl selulose.

b.               Melunakkan dan melicinkan feses: minyak kastor, golongan decussate

c.                Golongan osmotic yang tidak diserap: sorbitol, gliserin

d.               Merangsang peristaltic usus: bisakodil, fenolptalin

REFERENSI :

Page 62: ASUHAN KEPERAWATAN

Darmojo, R. Boedhi.,dkk.1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta : EGC

Potter & Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4.Jakarta :EGC

KONSTIPASI PADA LANSIA

KONSTIPASI PADA LANJUT USIA

(Inkontinensia Alvi)

A.    PENGERTIAN

Konstipasi  atau sering   disebut sembelit  adalah   kelainan   pada sistem   pencernaan di   mana seseorang mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya.

B.     ETIOLOGI

Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.

Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:

1.Obat-obatan:   golongan   antikolinergik,   golongan   narkotik,   golongan   analgetik,golongan diuretik, NSAID,  kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar.

2.Kondisi  neurologik:  stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis,  neuropati diabetic.

3.Gangguan metabolik:  hiperkalsemia,  hipokalemia,  hipotiroidisme.

Page 63: ASUHAN KEPERAWATAN

4.Kausa   psikologik:   psikosis,   depresi,   demensia,   kurang   privasi   untuk BAB, mengabaikan dorongan BAB, konstipasi imajiner.

5.Penyakit-penyakit  saluran cerna: kanker kolon,  divertikel,   i leus,  hernia,  volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersiakolon.

6.Lain-lain:   defisiensi   diet   dalam   asupan   cairan   dan   serat,   imobilitas  / kurang olahraga,   bepergian   jauh,   paska tindakan bedah parut 

C.    MANIFESTASI KLINIS

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah: (ASCRS,2002)

1 . K e s u l i t a n  memu l a i   d a n  men y e l e s a i k a n   B AB

2 . M e n g e j a n   k e r a s   s a a t   B A B

3 .Ma s s a   f e s e s   y a n g   k e r a s   d a n   s u l i t   k e l u a r

4 . P e r a s a a n   t i d a k   t u n t a s   s a a t   B AB

5 . S a k i t   p a d a   d a e r a h   r e c t um   s a a t   B AB

6 . R a s a   s a k i t   p a d a   d a e r a h   p e r u t   s a a t   B AB

7 . A d a n y a   p e r embe s a n   f e s e s   c a i r   p a d a   p a k a i a n   d a l am

8.Menggunakan bantuan jari-jari   intuk mengeluarkan feses

9 .Men g g u n a k a n   o b a t - o b a t   p e n c a h a r   u n t u k   b i s a   B AB

D.    TANDA DAN GEJALA

Gejala  dan tanda akan berbeda antara  seseorang dengan seseorang yang  lain,  karena pola  makan, hormon, gaya hidup dan   bentuk usus   besar setiap   orang   berbeda-beda,   tetapi   biasanya   gejala   dan   tanda   yang   umum  ditemukan   pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:

1.       Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau 

lebih, perut penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).

2.       Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya 

(bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah).

Page 64: ASUHAN KEPERAWATAN

3.       Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus mengejan ataupun  menekan-

nekan  perut  terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja.

4.       Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.

5.       Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.

6.       Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita 

akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang angin).

7.       Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 

hari sekali atau lebih).

8.       Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.

Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :

1. Konsistensi feses yang keras;

2. Mengejan dengan keras saat BAB;

3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB;

4. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan konstipasi. Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua golongan :

1.      Konstipasi fungsional, Konstipasi fungsional disebabkan waktu  perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.

2.      Konstipasi  karena penundaan keluarnya feses pada muara  rektisigmoid.  Konstipasi  fungsional  disebabkan waktu perjalanan yang   lambat   dari   feses,   sedangkan  penundaan  pada  muara   rektosigmoid  menunjukkan  adanya  disfungsi   anorektal.   Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.

E.     PATOFISIOLOGI

Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polosdan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadranyang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB. Defekasi dimulai   dari   gerakan   peristaltik   usus   besar   yang  menghantarkan   feses   kerektum   untuk   dikeluarkan.   Feses   masuk   dan meregangkan   ampula   rektum   yang diikuti   relaksasi   sfingter   anus   interna.   Untuk   menghindarkan   pengeluaran   feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani oleh syaraf pudendus. 

Page 65: ASUHAN KEPERAWATAN

Otak   menerima   rangsang   keinginan   untuk  BAB  dan  sfingter   anus   eksterna   diperintahkan   untuk   relaksasi,   dan   rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persyarafan simpatis ataupun Parasimpatis terlibat dalam proses ini. Patogenesis konstipasi bervariasi   macam-macam,   penyebabnya  multipel,  mencakup beberapa   faktor   yang   tumpah   tindih,   motilitas   kolon   tidak terpengaruh  dengan bertambahnya  usia.  Proses  menua  yang  normal  tidak  mengakibatkan  perlambatan perjalanan  saluran cerna.

Pengurangan respon motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus,  sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada  lansia mempunyai  kadar plasma beta-endorfin yang meningkat,  disertai  peningkatan  ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek konstipasif sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan  menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot  polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita.  Pada penderita  konstipasi  mempunyai  kesulitan lebih besar untuk  mengeluarkan  feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf  pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.

F.     PEMERIKSAAN

Pemeriksaan   fisik   pada   konstipasi   sebagian   besar   tidak   mendapatkan   kelainan   yang   jelas.   Namun   demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar. Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan. Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau  tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut.  Perabaan  lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran  organ, cairan  dalam  rongga  perut  atau  adanya  massa  tinja.  Pemeriksaan  dengan   stetoskop  digunakan  untuk mendengarkan   suara   gerakan   usus   besar   serta   mengetahui   adanya   sumbatan   usus. Sedang   pemeriksaan   dubur   untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya   timbunan   tinja,   atau   adanya   darah.Pemeriksaan   laboratorium   dikaitkan   dengan   upaya  mendeteksi   faktor   risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur. Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada  penurunan berat  badan,  anemia,   keluarnya  darah dari  dubur  atau   riwayat  keluarga  dengan kanker  usus  besar  perlu dilakukan   kolonoskopi. Bagi   sebagian   orang   konstipasi   hanya   sekadar   mengganggu.   Tapi,   bagi   sebagian   kecil   dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70 persen), usus besar (20 persen), dan pangkal   usus  besar   (10  persen).  Hal   ini  menyebabkan   kesakitan  dan  meningkatkan   risiko  perawatan  di   rumah  sakit   dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam sampai 39,5 derajat celcius, delirium   (kebingungan   dan   penurunan   kesadaran),   perut   tegang,   bunyi   usus   melemah,   penyimpangan   irama   jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung kemih menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros usus.

                       

G. PENATALAKSANAAN

Page 66: ASUHAN KEPERAWATAN

1. Tatalaksana non farmakologik

      a). Cairan

Keadaan   status   hidrasi  yang   buruk   dapat   menyebabkan   konstipasi.   Kecuali   ada   kontraindikasi,   orang   lanjut   usia   perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari   (1500 ml cairan perhari)  untuk mencegah dehidrasi.  Asupan cairandapat dicapai bila tersedia cairan / minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari sup, sirup dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil.

 b). Serat

Pada  orang  usia   lanjut   yang   lebih  muda,   serat   berguna  menurunkan  waktu   transit(transit  time).   Pada  orang   lanjut  usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10gram per hari. Ada juga yang menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per  hari.   Serat  berasal  dari  biji-bijian,   sereal,  beras  merah,  buah,   sayur,   kacang-kacangan.  Serat  akan  memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan masa tinjadan mengurangi  waktu transit  usus. Serat  juga menyediakan substrat untuk bakteri kolon,  dengan produksi  gas  dan asam  lemak rantai  pendek yang meningkatkan gumpalan tinja.  Perlu  diingat  serat tidaklah  efektif   tanpa  cairan  yang  cukup,  dan dikontraindikasikan  pada  pasien  dengan   impaksi  tinja   (skibala)  atau  dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat menyebabkan gejala kembung, banyak gas dan buang besar tidak teratur terutama pada 2-3 minggu pertama, yang sering kalimenimbulkan ketidak patuhan obat.

c). Bowel training

Pada pasien yang  mengalami  penurunan  sensasi akan mudah lupa untuk buang air  besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum lebih mengembang karena adanya  penumpukan feses. Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik  untuk dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga diterapkan  pada pasien usia lanjut yang mengalami gangguan   kognitif.   Pada   pasien   yang   sudah memiliki   kebiasaan   buang   air   besar   pada   waktu   yang   teratur,   dianjurkan meneruskan kebiasaan  teresebut. Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki   jadwal teratur untuk  buang air besar, waktu yang baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam.

d).  Latihan jasmani                                                                                               

Jalan  kaki   setiap  pagi  adalah  bentuk  latihan   jasmani  yang  sederhana   tetapi  bermanfat bagi  orang  usia  lanjut  yang  masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah  jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur.

Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan menyediakan  toilet  atau komod  dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.

e).  Evaluasi penggunaan obat

Evaluasi   yang   seksama   tentang   penggunaan   obat-obatan   perlu   dilakukan   untuk mengeliminasi,   mengurangi   dosis,   atau mengganti obat yang diperkirakan menimbulkan konstipasi. Obat anti depresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial menimbulkan   konstipasi.   Obat   yang  mengandung   zat   besi   juga   cenderung   menimbulkan   konstipasi,   demikian   obat   anti hipertensi (antagonis kalsium). Anti kolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang sering pula menyebabkan konstipasi. 

  

Page 67: ASUHAN KEPERAWATAN

2. Tatalaksana farmakologik

a).  Pencahar  pembentuk  tinja   (pencahar bulk/bulk   laxative) Pencahar  bulk  merupakan  25%  pencahar   yang  beredar  di   pasaran. Sediaan yang ada merupakan bentuk serat  alamiah non-wheat   seperti pysilium dan  isophagula  husk, dan senyawa sintetik seperti metal selulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja.  Obat   ini  tidak menyebabkan malabsorbsi  zat  besi  atau kalsium pada orang usia   lanjut,  tidak seperti bran yang tidak diproses.   Pencahar   bulk  terbukti  menurunkan  konstipasi   pada   orangusia   lanjut   dan   nyeri   defekai   pada   hemoroid. Sama  halnya dengan serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan. 

b)   Pelembut tinja

Docusate  sering kali  direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate   sodium   bertindak   sebagai surfaktan, menurunkan  tegangan   permukaan   feses   untuk   membiarakan   air   masuk dan memperlunak   feses.   Docusate   sebenarnya   tidak   dapat   menolong  konstipasi   yang kronik,   penggunaannya   sebaiknya dibatasi pada situasi dimana mangedan harus dicegah.

c)   Pencahar

Stimulan senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan  menstimulasi   peristaltik  diikuti  dengan evakuasi   feses   yang   lunak.  Pemberian  20  mg   senna  per  hari   selama  6  bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan kehilangan protein atauelektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi  tinja  8-12   jam   setelah  pemberian.Orang  usia   lanjut  biasanya  memerlukan  waktu   yang   lebih   lama  yakni   sampai dengan10 minggu sebelum  mencapai  kebiasaan defekasi  yang teratur.  Pemberian sebelum tidur  malam mengurangi   risiko inkontininsia   fekal  malam hari  dan  dosis   juga  harus ditritasi  berdasarkan  respon  individu.  Terapi  dengan kodil   supositoria memiliki absorbsi   sistemik   minimal   dan   sangat   menolong   untuk   mengatasi   diskezia   rectal   pada usia   lanjut.   Sebaiknya diberikan  segera setelah  makan pagi secara supositoria untuk  mendapatkan  efek refleks gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali semingg.

PENANGANAN

Penanganan   sembelit   tergantung  pada  penyebabnya.  Bila   penyebabnya  adalah   gaya  hidup,   penanganan   terbaik adalah mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Dokter mungkin juga meresepkan obat-obatan berikut untuk meringankan sembelit:

         Agen penggumpal (bulking agents), yang tidak harus berupa obat, untuk melunakkan dan membentuk feses.

         Obat pencahar stimulan yang menyebabkan otot-otot usus berkontraksi.

         Agen osmotik yang meningkatkan jumlah air dalam tinja dengan menarik air dari lapisan usus.

         Obat deterjen yang memecah lapisan permukaan tinja, menyebabkan air menembus dan melunakkannya.

Sembelit yang disebabkan oleh penyakit, gangguan hormonal dan penyumbatan, penanganan harus dilakukan dengan menghilangkan penyebab yang mendasarinya.     Jika sembelit disebabkan oleh konsumsi obat-obatan tertentu,  penggantian atau modifikasi dosis obat mungkin diperlukan.

“Mengapa mengalami konstipasi?” Pertanyaan ini mungkin hinggap di pikiran KITA. Jawabannya mungkin ada di daftar berikut ini.

Page 68: ASUHAN KEPERAWATAN

Jumlah asupan air yang kurang atau dehidrasi.

Kurang serat.

Tidak peduli pada sinyal-sinyal yang dikirimkan oleh perut, bahkan sering menunda desakan untuk BAB.

Kurang aktivitas fisik, terutama pada manula.

Irritable bowel syndrome .

Perubahan gaya hidup atau rutinitas, seperti kehamilan, penuaan, atau perjalanan ke luar kota.

Sedang tidak enak badan.

Penggunaan obat pencahar yang terlalu sering atau berlebihan.

Penyakit tertentu, seperti stroke, diabetes, penyakit tiroid, atau Parkinson’s.

Gangguan pada usus besar atau dubur.

Obat-obatan tertentu, seperti pereda rasa sakit atau penurun tekanan darah.

Gangguan hormonal, seperti kelenjar tiroid yang tidak aktif.

Wasir.

Tubuh kekurangan garam karena muntah atau diare.

Cedera sumsum tulang belakang yang dapat mempengaruhi saraf-saraf yang berhubungan dengan usus.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC

http://www.proses_pencernaan_makanan.html

http://www.siklus_alami_tubuh_dalam_proses_pencernaan_makanan.html