aspek yuridis para saksi

9

Click here to load reader

Upload: jana-kusuma

Post on 29-Jul-2015

111 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek Yuridis Para Saksi

1

PROBLEM SOLVING

ASPEK YURIDIS KEDUDUKAN PARA SAKSI

DI DALAM AKTA NOTARIS

Oleh : I Made Jana Kusuma, S.H.

NPM :P3600210071

I. Pendahuluan

Keberadaan notaris di dalam membantu tugas-tugas pemerintahan

dalam lapangan Hukum perdata (hukum privat ) mempunyai kedudukan yang

sangat strategis didalam mensukseskan pembanguanan, khususnya dalam

bidang Hukum yaitu dalam rangka membantu masyarakat untuk memberikan

kepastian Hukum berkaitan dengan perbuatan Hukum yang dilakukannya.

Didalam diktum penjelasan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Negara Hukum. Prinsip Negara Hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan

perlindungan Hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian ,

ketertiban, dan perlindungan Hukum dalam masyarakat memerlukan adanya

alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang

sebagai subyek Hukum di dalam masyarakat.

Untuk menjamin adanya kepastian Hukum tersebut maka Notaris

dituntut untuk melakukan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan oleh

undang-undang. Sesuai dengan kedudukan Notaris sebagai pejabat umum

yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, yang mempunyai

kewenangan untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Jabatan Notaris ( UUJN ).

Berkaiatan dengan tugas mulia yang diamanatkan, maka notaris berkewajiban

untuk melayani masyarakat dengan bertindak jujur, seksama,mandiri, tidak

berpihak, dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan

Hukum.

Page 2: Aspek Yuridis Para Saksi

2

Didalam melakukan tugasnya Notaris dituntut bertindak profesional

dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan Hukum

atau dalam menjalankan tugas jabatatan Notaris wajib mengutamakan adanya

keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak yang menghadap Notaris.

Oleh karena itu Notaris dituntut pula untuk selalu senantiasa mendengar dan

mempertimbangkan keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam

akta Notaris, sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional

yang kemudian dituangkan dalam bentuk akta Notaris

Untuk menjaga keotentikan akta Notaris sebagai alat bukti yang

sempurna, maka akta Notaris itu harus dibuat seperti apa yang diamanatkan

oleh Undang-Undang Jabatan Notaris ( UU No 30 Tahun 2004 ), yaitu bentuk

dan sifat akta harus sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam undang-undang

tersebut, Seperti apa yang tercantum dalam pasal 38 UUJN dinyatakan bahwa

setiap akta Notaris terdiri atas awal akta atau kepala akta, badan akta, dan

akhir atau penutup akta.

Untuk memperkuat otensitas akta Notaris Undang-Undang jabatan

Notaris mensyaratkan adanya para saksi yang wajib memberikan kesaksian

dengan jalan membubuhkan tanda tangan pada akhir akta. Berkaitan dengan

hal tersebut para saksi kurang mendapatkan perhatian dari para pihak yang

akan melakukan perbuatan Hukum. Hal ini terbukti dengan tidak

disiapkannya para saksi oleh para pihak sebelum berangkat ke Kantor

Notaris.

Berdasarkan uraian latarbelakang tersebut diatas maka muncul suatu

pertanyaan, yaitu :

Bagaimanakah mekanisme penunjukan para saksi dan bagaimana pula

kedudukan para saksi dalam suatu akta di Notaris?

Page 3: Aspek Yuridis Para Saksi

3

II. Penjelasan

A. Pengertian saksi.

Yang dimaksud saksi adalah orang yang melihat atau mengetahui

sendiri suatu peristiwa. ( Martinus, 2002, hal 412 ).

Secara eksplisit pengertian saksi tidak dijelaskan dalam Undang-

Undang Jabatan Notaris, berkaitan dengan kedudukan saksi seperti apa

yang dinyatakan dalam pasal 40 UU No 30 Tahun 2004, maka secara

umum dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud saksi adalah orang yang

melihat, mendengar, dan atau mengalami suatu perbuatan

Hukum/peristiwa Hukum yang berguna untuk meneguhkan atau

menguatkan dan memberikan kepastian Hukum pada perbuatan

Hukum/peristiwa Hukum itu. Jadi pengertian saksi tersebut adalah

pengertian dalam hal pembuatan akta Notaris, berbeda dengan pengertian

saksi yang diminta dan dihadirkan pada sidang di pengadilan dalam

ranah Hukum pidana, seperti apa yang dijelaskan dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban,

yang dinyatakan dalam pasal 1 UU No 13/ 2006 bahwa yang dimaksud

saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaaan di siding pengadilan tentang

suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan atau ia

alami sendiri.

B. Syarat-syarat saksi.

Menurut Undang Undang Jabatan Notaris masalah saksi diatur

dalam pasal 40 syarat-syarat saksi lebih terperinci dinyatakan sebagai

berikut :

Pada ayat 1 (satu) dinyataka bahwa setiap akta yang dibacakan oleh

Notaris dihadiri paling sedikit 2 ( dua ) orang saksi, kecuali peraturan

perundang-undangan menentukan lain.

Page 4: Aspek Yuridis Para Saksi

4

Kemudian pada ayat 2 (dua) dinyatakan bahwa saksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Paling sedikit berumur 18 ( delapan belas ) tahun atau telah menikah;

b. Cakap melakukan perbuatan Hukum;

c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;

d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan

e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam

garis lurus keatas atau kebawah tanpa pembatasan derajat dan garis

ke samping dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

Dalam KUHPerdata dibahas mengenai pembuktian telah adanya

suatu perbuatan hukum yang mengakibatkan suatu hak dan kewajiban

bagi seseorang. Pada pasal 1865 KUHPerdata dinyatakan, bahwa setiap

orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu

peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak

orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang

dikemukakan itu.

Kemudian pada pasal 1866 KUHperdata diatur mengenai alat

bukti yang kedudukannya diatur berdasarkan posisinya sebagai alat bukti,

seperti sebagai berikut dibawah ini :

(-) Bukti tertulis;

(-) Bukti saksi;

(-) Persangkaan;

(-) Pengakuan;

(-) Sumpah.

Jika dilihat dari urutan tingkat pembuktiannya, maka bukti saksi

menempati posisi nomor urut dua dibawah alat bukti tertulis. Dengan

demikian kedudukan saksi sangat penting dalam memberikan peneguhan

atas suatu perbuatan hukum.

Page 5: Aspek Yuridis Para Saksi

5

C. Tatacara Penunjukan Para Saksi.

Mengenai tatacara penentuan para saksi, di dalam UUJN secara

tegas tidak diatur mengenai mekanisme penentuan para saksi dalam

pembuatan suatu akta di Notaris. Hal ini menimbulkan suatu

permasalahan-permasalahan didalam penunjukannya. Ini membawa

konsekwensi sebagai berikut :

a. Bagi para pihak yang akan melakukan perbuatan Hukum untuk

mempersiapkan siapa-siapa yang akan didudukkan sebagai saksi,

b. Menimbulkan permasalahan dari pihak siapa yang harus

menyiapkannya.

c. Netralitas para saksi.

d. Kecakapan para saksi.

Dari konsekwensi tersebut diatas tidak banyak yang dipahami

oleh masyarakat, terutama masyarakat yang awam terhadap Hukum. Bagi

masyarakat yang ingin melakukan suatu perbuatan Hukum ( jual-beli )

yang terbersit dibenak para penjual dan pembeli biasanya ada uang ada

barang. Berbeda halnya apabila perbuatan Hukum dalam bentuk suatu

perjanjian yang isinya lebih konplek mengenai adanya suatu prestasi dan

konskwensinya, maka dalam hal ini peran para saksi sangat dibutuhkan.

Apabila tatacara penentuan para saksi tersebut menimbulkan

suatu persepsi yang berbeda-beda pada setiap orang berakibat tidak

adanya suatu kepastian hukum, maka akan berpengaruh terhadap

kelancaran dari proses perbuatan Hukum yang akan dilakukan oleh

masyarakat yang secara tidak langsung dapat mengganggu kegiatan

perekonomian masyarakat.

Demi untuk menghindari hambatan-hambatan yang berkaitan

dengan hal tersebut di atas, mekanisme mengenai penunjukan para saksi

oleh para pihak yang akan melakukan perbuatan Hukum, hendaknya para

pihak perlu memahami hakekat dari perbuatan Hukum yang akan

dilakukannya. Hal ini berkaitan dengan kepastian hukum dari perbuatan

Page 6: Aspek Yuridis Para Saksi

6

hukum yang telah dilakukannya, sehingga para pihak bisa merasa aman

dan damai dalam menjalankan hak dan kewajibannya.

Menurut jenisnya perbuatan Hukum ada dua yaitu perbuatan

hukum yang bersegi satu dan perbuatan Hukum yang bersegi duam.

Untuk perbuatan Hukum yang bersegi satu karena bersifat sepihak dalam

hal saksi tidak menjadi masalah, akan tetapi perbuatan Hukum yang

bersegi dua karena melibatkan para pihak, dan didalam perbuatan Hukum

tersebut menimbulkan adanya suatu prestasi yang didalamnya terkandung

hak dan kewajiban. Apabila salah satu pihak ingkar janji ( wanprestasi ),

maka akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang berujung

menjadi perkara di Pengadilan.

Di dalam hal terjadinya sengketa antara para pihak, kedudukan

para saksi sangat menentukan dalam proses terselesaikannya

permasalahan, hal ini berkaitan untuk meneguhkan perbuatan Hukum

yang dilakukan oleh para pihak berdasarkan kesaksiannya yang telah

dinyatakan dalam akta para pihak yang dibuat dihadapan Notaris.

Untuk menjamin adanya kepastian Hukum dan otensitas suatu

akta maka merupakan tanggung jawab seorang Notaris sebagai pejabat

umum yang ditunjuk sebagai pembuat akta otentik. Sebagai solusi untuk

menghindari terjadinya permasalahan berkaitan dengan mekanisme

penentuan para saksi tersebut, maka atas inisiatif Notaris itu sendiri,

maka para saksi ditentukan oleh Notaris dengan mendudukan

pegawainya bertindak sebagai saksi-saksi di dalam pembuatan akta.

D. Kedudukan Pegawai Notaris Bertindak Sebagai Saksi

Dari uraian tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa saksi

mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai persyaratan dalam

pembuatan akta, seperti apa yang tercantum dalam akta Notaris baik akta

relaas maupun partij (para pihak), saksi menjadi salah satu penentu

otensitas suatu akta Notaris.

Page 7: Aspek Yuridis Para Saksi

7

Sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam pasal 40 ayat 3, yaitu

saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris

atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan

kewenangan kepada Notaris oleh penghadap. Pengertian dikenal bukan

dalam arti kenal akrab, misalnya sebagai teman atau sudah kenal lama,

kalaupun para penghadap sudah dikenal sebelumnya oleh Notaris, hal ini

merupakan nilai tambah untuk Notaris saja, tapi kenal yang dimaksud

dalam arti yuridis, artinya ada kesesuaian antara nama dan alamat yang

disebutkan oleh yang bersangkutan di hadapan Notaris dan juga dengan

bukti-bukti atau identitas atas dirinya yang diperlihatkan kepada Notaris.

Mengenal juga berarti penunjukan orang dalam akta harus sama dengan

penunjukanya, yang dengannya ia dapat dibedakan dan diindividualisasi

dari orang-orang dalam masyarakat. Dan kenal seperti tersebut diatas ,

tapi juga harus diperhatikan bahwa yang bersangkutan mempunyai

wewenang untuk melakukan suatu tindakan Hukum yang akan

disebutkan dalam akta. ( Habieb adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir

tematik terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,2009,

Refika Aditama, hal 148.

Dalam hal diperkenalkannya para saksi kepada notaris tidak

cukup hanya dengan menunjukan identitas saja, tapi yang lebih penting

dari itu adalah kecakapan untuk bertindak sebagai saksi dan memenuhi

syarat-syarat sebagai saksi sesuai pasal 40 UUJN. Apabila ada salah satu

dari persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka Notaris berwenang untuk

menolaknya demi untuk menjamin otensitas suatu akta yang akan

dibuatnya.

Untuk menjaga keotentikan dari akta Notaris, maka Notaris harus

berhati-hati dalam hal menghadirkan dan mendudukan orang sebagai

saksi dalam hal memberikan kesaksian suatu perbuatan Hukum/peristiwa

Hukum yang dinyatakan dalam akta Notaris.

Page 8: Aspek Yuridis Para Saksi

8

Di dalam lalulintas bisnis yang dilakoni masyarakat khususnya

menyangkut dalam hal perbuatan Hukum sebagai pondasi untuk menjaga

kepastian usahanya, masalah saksi sering luput dari perhatian para pihak

dalam melakukan perbuatan Hukum yang bersifat kontraktual, padahal

peran dan kedudukan saksi didalam suatu perbuatan Hukum yang

dilakukan para pihak sebagai penentu, baik sebagai persyaratan dalam

pembuatan akta motaris itu sendiri maupun jikalau terjadi pengingkaran

yang dilakukan oleh salah satu pihak maka peran saksi sangat

menentukan dalam memberikan kesaksian di pengadilan dalam rangka

untuk meneguhkan atas perbuatan Hukum yang telah dilakukan oleh para

pihak. Oleh karena begitu penting peran dan kedudukan saksi dalam

menjamin kepastian perbuatan Hukum yang dilakukan para pihak,

semestinya sebelum melakukan perbuatan hukumnya, para pihak terlebih

dahulu mencari siapa-siapa yang bisa membantu dalam memberikan

kesaksian di dalam perbuatan hukumnya. Akan tetapi kenyataannya,

mencari orang yang diminta untuk memberi kesaksian tidaklah gampang,

seperti beberapa persyaratan yang diwajibkan dalam pasal 40 UU No. 30

Tahun 2004.

Apabila para saksi yang dikenalkan oleh penghadap tidak sesuai

dengan persyaratan yang ditentukan dalam UU No. 30 Tahun 2004,

untuk menghindari akibat Hukum yang ditimbulkan karena adanya cacat

dalam akta, maka Notaris berhak untuk menolaknya. Mengingat

permasalahan ini, maka Notaris sebagai pejabat umum yang dipercaya

oleh masyarakat mempunyai kewajiban untuk melayani masyarakat

secara profesional dan proposional, maka apabila para pihak yang

menghadap tidak memperkenalkan para saksi, demi untuk memperlancar

dan menjamin adanya kepastian Hukum atas perbuatan Hukum yang

dilakukan oleh masyarakat, atas kewenangan yang dimilikinya seorang

Notaris mendudukan pegawainya sebagai saksi. Mengingat akan

kebutuhan yang mendesak demi lancarnya proses pembuatan suatu akta

Page 9: Aspek Yuridis Para Saksi

9

oleh para pihak, mendudukkan pegawai notaris sebagai saksi telah lazim

terjadi dalam prakteknya di lapangan.

Menurut penjelasan pasal 38 ayat 1 huruf b, yang dimaksud

kedudukan hukum adalah dasar Hukum bertindak. Jadi yang dimaksud

kedudukan bertindak penghadap sebagai saksi adalah dasar Hukum

seseorang bertindak sebagai saksi, berkaitan dengan kedudukan Hukum

pegawai notaris sebagai saksi dalam perbuatan Hukum para pihak.

Dalam hal ini pegawai Notaris yang didudukkan sebagai saksi oleh

Notaris tentunya telah dipertimbangkan kecakapan dan kewenangannya

dalam bertindak sebagai saksi, oleh karena itu menjamin adanya

kepastian hukum.

Dari uraian tersebut diatas maka kedudukan saksi dalam hal

pembuatan suatu akta Notaris adalah sangat penting karena apabila

syarat-syarat dari para saksi tidak terpenuhi seperti apa yang dinyatakan

oleh UUJN tersebut, maka konsekwensinya akta tersebut bisa

terdegradasi menjadi akta dibawah tangan dan akan menimbulkan

kerugian bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini juga membawa

konsekuensi pada Notaris itu sendiri untuk dimintai pertanggung

jawabanya dan tuntutan ganti rugi bagi para pihak

III. Kesimpulan

(-) Penunjukan pegawai Notaris sebagai saksi oleh Notaris dalam

pembuatan suatu akta dilakukan berdasarkan kewenangannya untuk

menjamin adanya kepastian hukum.

(-) Kedudukan pegawai Notaris sebagai saksi baik pada saat terjadi

penandatanganan akta di Notaris maupun pada saat dihadirkan sebagai

saksi dalam pengadilan berkaitan dengan kesaksian yang telah

dinyatakan di dalam akta notaris.