aspek psikoterapi pada pasien skizofrenia

Upload: fransiska-carmelia-subeno

Post on 20-Jul-2015

429 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS SKIZOFRENIA PARANOID (F 20.0)IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. H Umur : 50 tahun Jenis kelamin : perempuan Status : menikah Agama : Islam Suku bangsa : Bugis Makassar Warga negara : Indonesia Alamat : Jln. Swadaya, Gowa Pekerjaan : IRT Pendidikan terakhir : SD kelas 2 LAPORAN PSIKIATRIK 1. RIWAYAT PENYAKIT a. b. Keluhan utama dan alasan MRSJ/terapi: mengamuk Riwayat gangguan sekarang: 1) Keluhan dan gejala: dialami sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan mengamuk ini dirasakan memberat dan mulai mengganggu orang di sekitarnya sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan hampir tiap hari. Jika sedang mengamuk, pasien memukul keluarganya tanpa alasan, melempari kendaraan yang lewat dengan batu, melempar dan merusak barang, dll. Perilaku aneh lainnya, yaitu pasien sering menyediakan nasi untuk neneknya (sudah meninggal), bahkan kadang-kadang menemaninya bercerita. Selain itu, pasien selalu merasa bahwa dirinya sedang dijelek-jelekkan jika ada orang berbicara, pasien merasa mendengar orang-orang mengatai anaknya pelacur, dsb. Nafsu makan dan pola tidur pasien terganggu sejak 2 bulan terakhir ini. 2) Hendaya/disfungsi: hendaya sosial (+), hendaya pekerjaan (+), hendaya penggunaan waktu senggang (+) 3) Faktor stressor psikososial: tidak jelas 4) Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis sebelumnya: riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-), riwayat kejang (-), NAPZA (-)1

Alloanamnesis diperoleh dari: Nama : Hasminah Alamat : Jln. Swadaya, Gowa Pendidikan terakhir : SMA Hubungan dengan pasien : Anak kandung pasien Masuk RSKD Dadi untuk pertama kali, tanggal 9 Juni 2011

c. d.

Riwayat gangguan sebelumnya: pasien baru pertama kali dirawat di RSKD Dadi Riwayat kehidupan pribadi: Riwayat prenatal-natal: lahir normal, cukup bulan, dibantu oleh dukun Riwayat masa kanak-kanak awal (1-3 tahun): perkembangan baik, hubungan dengan orangtua dan saudara baik, pertumbuhan normal Riwayat masa kanak-kanak pertengahan: pasien pernah bersekolah sampai SD kelas 2, cukup mudah berteman. Riwayat masa kanak-kanak akhir: pasien adalah orang yang sabar, mempunyai banyak teman, dikenal sebagai orang yang pendiam, dan suka memendam masalahnya. Riwayat masa dewasa: o o o Riwayat pekerjaan: pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga Riwayat pendidikan: hanya sampai SD kelas 2 karena kurang biaya Riwayat perkawinan: pasien menikah umur 25 tahun dengan laki-laki yang dijodohkan oleh orang tuanya. Pasien adalah isteri kedua dari suaminya tersebut. Saat ini pasien memiliki 5 orang anak (,,,,) o Pasien rajin shalat namun tidak pandai mengaji

e.

Riwayat kehidupan keluarga 1) Pasien tinggal bersama suami dan 2 orang anaknya. Tiga orang anak pasien yang lain telah menikah dan tidak tinggal lagi bersama kedua orangtua. 2) Hubungan dengan anak-anak baik, namun pasien sering bertengkar dengan suaminya. Objek pertengkaran macam-macam, sering dipukul sejak 10 tahun yang lalu tetapi tidak lagi sejak 2 tahun terakhir Situasi sekarang: masih tinggal bersama suami dan 2 orang anaknya (,) Persepsi pasien dengan diri dan kehidupannya: pasien merasa dirinya tidak sakit dan tidak semestinya berada di RSKD Dadi.

f. g.

AUTOANAMNESIS (9 Juni 2011) DM : Sore Ibu, saya Siska, dokter muda di sini. Siapa namata? (sambil mengulurkan tangan) P : Janganmaki tanya-tanyaka dulu, Ibu (sambil membaca buku yang ada di tangannya) DM : Ibu, di mana ki tinggal? (tetap mengulurkan tangan) P : Janganki! Janganki sentuhka! Nanti marahki nenek. Eee di Sungguminasa2

DM : Dekat mana? P : Dekat terminal, dekat pasar DM : Sama sapaki tinggal? P : Sama saudara. Ada di situ tentara di situ DM : Sama saudara? Kita tinggal sama saudara saja? P : Saudaraku. Eee ada suamiku tapi tinggalki di atas, di kampung. Di kampungnya itu sana e (sambil menunjuk), yang duduk di sana. Tadi pa baru datang di sini, dari rumahku di atas. Anakku juga, kemenakanku juga. DM : Ooo banyak dih satu rumah? P : Eee tidak satu rumahka, tapi tetanggaka DM : Yang satu rumah siapa pale? P : bapaknya tonji. Sama anak-anak. Bapaknya Risna DM : Kita istrinya to? P : Iye, istrinya. Jadi istrinya bu, eee DM : Trus apa kita bikin di rumah? P : Eee, anuji Bu Eee k dulu sudahka sakit, iniji catatan yang kubaca (sambil menunjukkan buku yang dipegang) DM : Kapanki sakit? P : Anu Bu, sakit iniji Eee, baruji, tapi sembuhma ini DM : sakit apaki? P : Sakit anu, sakit Panaska tapi ini berhentimi. DM : Berapa lama ki sakit? P : Tapi itu na bilang orang, kenapa itu mamana Risna na mengaji terus. Tiap malam. Iniji kubaca Ibu (sambil menunjukkan buku yang dipegang). Na bilang orang kenapa itu mamana Risna na mengaji terus DM : Ooo jadi kalo kita baca ini kita sembuh? P : Eee, iye baik mi Bukarena itu kubilang eee DM : Siapa kasih tauki itu Ibu? P : Eee, tidak taumi. Tuhan kapang Ibu karena eee DM : Bagaimana caranya Tuhan kasih tauki? P : Eee, tidak taumi. Karena waktuku ji sakit. Eee, nda taumiya3

DM : Orang bilang kita suka lempar-lempar? P : Eh, kulempar k dok, nah dibilang orang kulempar karena itu mamanya Risna, ee mama tirinya na suka bilangika. Cerita tidak baik k. DM : Ada mama tirinya Risna?? P : Iye ada ka dulu menikah DM : Kita istri ke berapanya k? P : Istri ke-2, tapi eebanyak anakku DM : Istri pertama di mana sekarang? P : Di Pataung DM : Oo jadi istri pertama suka jelek-jelekkan ki? P : Iye DM : Jadi di mana istri pertamanya sekarang? P : Iya, tadi ada di jalanan DM : Katanya Bu, kita juga suka lempari motor? P : Ooo Kulempari itu motor karena itu motor ceritaika, na bilang pelacur, sundala k e, makanya marah k. Kubilang janganko e maka ada itu pengganti, ada itu cucunya itu. DM : Oomotor yang bicara yang bilangiki? Atau orang yang bawa motor yang bilangiki? P : Eh, orangnya bicara Ee, motornya juga bicara DM : Ooo, motornya bicara? Bagaimana bisa motornya bicara? P : Iye, motornya bicara Orangnya juga. Eh nda taumi, k orang kasih begituki DM : Ooo, trus apa lagi? P : Ituji Dok. Saya tidak banyak ceritaku. Tidak pernah k pergi-pergi anakku karena dibilangika orang-orang, eh pelacur, anak sundala, piaraan k DM : Siapa yang bilangiki begitu? P : Ini keluarganya di situ DM : Banyak orang yang bilangiki k? P : Banyak, ada laki-laki, ada perempuan DM : Setiap hari kita dengar itu? Sampai sekarang? P : eee Iya sampe sekarang DM : Kita cuma dengar suaranya saja? Atau ada orangnya kita liat? P : Ee, kudengar suaranya saja4

DM : kalau sekarang yang kita bicara dengan saya, ada suara juga kita dengar? P : Ee ada Dok. Ada suara lain dia ejek k. Na bilang begini begini begini DM : Berapa lamamaki dengar suara-suara begitu? P : Lamami Ibu, ada mi dua tahun DM : Dua tahun itu terus-terus kita dengar? P : EeeTidakji... eee, nanti pi ada 2 bulan ini baru kudengar terus DM : Apa dia bilang Ibu? P : Itumi tadi ee yang saya bilang tidak boleh k cerita begitu terus-terus, nanti dimaraika DM : Dimarahi sama siapa Ibu? P : Ee, Tuhan. Tuhan maraika. Nah Tuhan juga yang kasihka ini huruf-huruf (sambil menunjuk simbol-simbol yang ditulis tangan di bukunya) DM : Bagaimana caranya Tuhan kasihki ini huruf-huruf? P : Eee dibayangkanji Itumi Iniji kubaca, na na bilang orang stresska. Padahal nda stress ja. Ka ini ji kubaca. Na dilarangka duduk. DM : Siapa larangki duduk Ibu? P : Ndaji Bisaja duduk kalo di situ (sambil menunjuk kursi di luar). Eeenenekku larangka duduk di sinieeenanti dipukul k nenekkutakutka DM : Mana nenek ta? P : Ada di sini, di Hasmiah. DM : Di mana itu? P : Di hatiku Bu. DM : Bu, ada apa dengan bukuta itu? Kenapa nda bisa dipegang? P : Eee, nda bisaki. Karena kalo dipegang, dimaraika Tuhan. Bukan saya lagi, kita yang dimarahi, yang pegangka DM : Kenapa? P : Karena Quran itu nda panjang mata. DM : Quran itu kah? Bukuji itu Bu P : Iye memang buku, tapi sudah kutulis dengan Quran (kembali membaca bukunya, seperti mengaji) DM : Kita tau ini di mana? P : Di rumah sakit ini Dok5

DM : Kenapa ki masuk di sini? P : Ndataumi Dok. Na bilangika orang janganmi masuk sini k bukanka orang sakit DM : Jadi kita bukan orang sakit? P : Tidakji, k sodaraku kutemani di sini DM : Tapi kenapaki di dalam baru saudara ta di luar? P : Bukan ka sakit Dulu pernah ka sakit tapi tidak ke dokter ka Baca ja ini, sembuhma. DM : Ooo, jadi kalau sakit baca ini bisa sembuh? P : Iye DM : Kita sekolah sampai SD? P : Iye DM : jadi tauki berhitung? P : Apa? DM : 1+1? P:2 DM : 3+1? P:4 DM : 10-7? P : Eee 7 eee 3 DM : Kita sudah berumah tangga? P : Eee, iya sudah DM : Apa itu rumah tangga, Bu? P : Rumah tangga? Eee, tinggalka sama suamiku DM : Kalau panjang tangan artinya apa? P : Na bantu ka orang, na bantu ka dokter DM : Kita tau apa artinya kepala batu? P : Ndaji DM : Apa artinya? P : Itu kepala batu kalo nda mau ka dengar-dengar DM : Kalo misalnya banyak uangta, trus ada orang kelaparan, bagaimana mi Bu? P : Nda ji ka nda pernah banyak uangku DM : Misalnya to Bu?6

P : Kukasihki na DM : Iya pae Bu makasih na, istirahat maki 2. STATUS MENTAL a. Deskripsi umum 1) Penampilan: tampak seorang wanita memakai jilbab warna hitam, kemeja lengan panjang pink, dan celana panjang hitam. Perawakan agak kurus, tampak tidak sesuai umur, kurang rapi 2) Kesadaran: berubah 3) Perilaku dan aktivitas psikomotor: gelisah, pasien selalu membaca buku yang ada di tangannya 4) Pembicaraan: spontan, lancar, intonasi biasa 5) Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif b. Keadaan afektif (mood), perasaan, dan empati 1) Mood: sulit dinilai 2) Ekspresi afektif: hostile c. Fungsi intelektual (kognitif) 1) Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan: sesuai dengan tingkat pendidikan 2) Daya konsentrasi: cukup baik 3) Orientasi (waktu, tempat, dan orang): baik 4) Daya ingat: cukup baik 5) Pikiran abstrak: terganggu 6) Bakat kreatif: tidak ada 7) Kemampuan menolong diri sendiri: kurang d. Gangguan persepsi 1) Terdapat halusinasi auditorik, yaitu: Pasien mendengar suara banyak orang, laki-laki dan perempuan, yang selalu mengejeknya pelacur Suara-suara neneknya yang selalu melarang pasien, misalnya: melarang pasien untuk duduk/tidur di UGD Meranti 3) Keserasian: tidak serasi 4) Empati: tidak dapat diraba-rasakan

7

Suara ini didengar pasien sejak 2 tahun yang lalu, dan 2 bulan terakhir ini suara tersebut terus-menerus dan sepanjang hari didengar oleh pasien 2) Ilusi: tidak ada 3) Depersonalisasi: tidak ada 4) Derealisasi: tidak ada e. Proses berpikir 1) Arus pikiran a) Produktivitas: cukup b) Kontinuitas: kadang irelevan, asosiasi longgar c) Hendaya berbahasa: tidak ada 2) Isi pikiran a) Preokupasi: tidak ada b) Gangguan isi pikiran: Waham kejaran (+), pasien tidak mau duduk/tidur di tempatnya (UGD Meranti) karena takut dipukul oleh neneknya. Ideas of reference (+), pasien merasa pengendara motor yang melintas di depannya selalu mengejek dan membicarakan dirinya f. g. Pengendalian impuls: terganggu Daya nilai: 1) Norma sosial: terganggu 2) Uji daya nilai: terganggu 3) Penilaian realitas: terganggu h. i. 3. Tilikan: derajat 1 pasien merasa dirinya tidak sakit Taraf dapat dipercaya: dapat dipercaya

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT Pemeriksaan fisis: a. b. Status internus: TD = 130/80 mmHg, N = 72/menit, P = 20/menit, S = 36,6oC Hal-hal bermakna lainnya: GCS E4M6V5, pupil isokor (diameter: 2,5 mm), refleks cahaya +/+, fungsi motorik dan sensorik dalam batas normal, refleks patologis tidak ada.

8

4.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Tampak seorang wanita, 51 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan mengamuk yang dialami sejak 2 tahun yang lalu, memberat dan mulai mengganggu orang di sekitarnya sejak 2 bulan yang lalu, dirasakan hampir tiap hari. Jika sedang mengamuk, pasien memukul keluarganya tanpa alasan, melempari kendaraan yang lewat dengan batu, melempar dan merusak barang, dll. Pasien sering menyediakan nasi untuk neneknya yang sudah meninggal, kadang-kadang menemaninya bercerita. Pasien selalu merasa bahwa dirinya sedang dijelek-jelekkan jika ada orang berbicara, pasien merasa mendengar orang-orang mengatai anaknya pelacur, dsb. Nafsu makan dan pola tidur pasien terganggu sejak 2 bulan terakhir ini. Dari pemeriksaan status mental didapatkan penampilan kurang rapi, kesadaran berubah, perilaku psikomotor yang gelisah (pasien selalu membaca buku yang ada di tangannya), pembicaraan spontan dan lancar, dan kooperatif terhadap pemeriksa. Mood sulit dinilai, ekspresi afektif hostile, tidak terdapat keserasian, dan empati tidak dapat dirabarasakan. Taraf kecerdasan sesuai dengan tingkat pendidikan pasien. Daya konsentrasi, orientasi, dan daya ingat cukup baik. Pikiran abstrak terganggu, tidak memiliki bakat kreatif, dan kurangnya kemampuan untuk menolong diri sendiri. Terdapat halusinasi auditorik, yaitu pasien mendengar suara banyak orang, laki-laki dan perempuan yang mengejeknya pelacur, suara-suara neneknya yang selalu melarang pasien. Terdapat waham kejaran, pasien tidak mau duduk/tidur di tempatnya karena takut dipukul neneknya. Terdapat pula ideas of reference, pasien merasa bahwa pengendara motor yang melintas di depannya selalu mengejek dan membicarakan dirinya. Pengendalian impuls terganggu, daya nilai terganggu, tilikan derajat 1 (pasien merasa dirinya tidak sakit), dan pasien dapat dipercaya.

5.

EVALUASI MULTIAKSIAL a. Aksis I : berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis, dan penilaian status mental didapatkan gejala klinis yang bermakna berupa perilaku mengamuk. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) kepada pasien, orang sekitar, dan terdapat hendaya berat dalam hubungan sosial, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang sehingga pasien dapat disimpulkan mengalami gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi dan waham, sehingga dapat didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik. Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut, tidak ditemukan hal-hal yang bermakna yang9

dapat menimbulkan gangguan fungsi otak, orientasi pasien baik, sehingga penyebab organik dapat disingkirkan, dan pasien ini dapat didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik non-organik. Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental, ditemukan arus pikir yang kadang irelevan dan ada asosiasi longgar, gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik, dan gangguan isi pikir berupa waham kejar dan ideas of reference, serta perlangsungan gejala yang lebih dari 1 bulan, sehingga berdasarkan PPDGJ III dapat didiagnosis sebagai skizofrenia (F20). Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan halusinasi auditorik terus-menerus, waham kejaran berupa ketidakinginan pasien untuk duduk/tidur di UGD Meranti karena takut dipukul neneknya, sehingga berdasarkan PPDGJ III dapat didiagnosis sebagai skizofrenia paranoid (F20.0). b. c. d. e. Aksis II : ciri kepribadian tidak khas Aksis III : tidak ada diagnosa Aksis IV : stressor psikososial tidak jelas Aksis V : GAF Scale pasien saat ini adalah 50-41, gejala berat (serious), disabilitas berat 6. DAFTAR PROBLEM a. Organobiologik: tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin sehingga memerlukan farmakoterapi b. Psikologik: ditemukan hendaya berat dalam menilai realitas berupa halusinasi auditorik dan waham, sehingga diperlukan psikoterapi c. Sosiologik: ditemukan hendaya berat dalam bidang sosial, pekerjaan, dan waktu senggang sehingga diperlukan sosioterapi 7. PROGNOSIS : ad bonam Faktor Pendukung Terjadi pada usia tua Dukungan dari keluarga yang tinggal bersama Gejala positif yang menonjol Tidak ada riwayat keluarga menderita Faktor Penghambat Stressor psikososial tidak jelas Onset perlahan-lahan (perjalanan penyakit 2 tahun)

gangguan yang sama

10

8.

RENCANA TERAPI a. b. Psikofarmaka: Haloperidol 1,5 mg 31 Psikoterapi: memberikan penjelasan dan pengertian sebaik-baiknya tentang penyakit pasien dan cara untuk menghilangkan gejalanya sampai menyembuhkan penyakit pasien secara tuntas c. Sosioterapi: memberikan penjelasan kepada keluarga pasien dan orang di sekitarnya tentang penyakit pasien sehingga tercipta dukungan sosial dalam lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu proses penyembuhan pasien

9.

FOLLOW UP Memantau keadaan umum dan perkembangan penyakit pasien serta efektivitas terapi dan efek samping obat yang diberikan.

10. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan PPDGJ III, pengertian dari skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pedoman diagnostik skizofrenia berdasarkan PPDGJ III: 1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a) ** thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau ** thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan ** thought of broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. b) ** delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau ** delusion of influence : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar; atau11

** delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar (tentang dirinya secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus); ** delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. c) Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk lain dari dunia lain). 2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas: e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terusmenerus. f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme. g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus

12

jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika. 3. Adanya gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal) 4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial. Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis skizofrenia paranoid ditegakkan atas: 1. 2. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Sebagai tambahan: a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau delusion of passivity, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol Pasien ini didiagnosis dengan Skizofrenia (F20) karena memenuhi kriteria umum skizofrenia, yaitu adanya arus pikiran yang kadang irelevan dan asosiasi longgar, serta adanya halusinasi dan waham. Diagnosis Skizofrenia Paranoid (F20.0) ditegakkan karena adanya gejala tambahan berupa waham kejaran. Untuk menangani gejala skizofrenia pada pasien ini, digunakan obat antipsikotik golongan tipikal potensi tinggi, yaitu haloperidol. Obat psikotik golongan tipikal cepat menurunkan gejala positif pada skizofrenia, seperti halusinasi dan waham. Dosis haloperidol adalah 5-15 mg/hari. Karena pasien ini baru pertama kali masuk, maka pemberian dimulai dari dosis 31,5 mg. Dosis dapat ditingkatkan jika gejala-gejala skizofrenia pada pasien tak kunjung hilang.13

ASPEK PSIKOTERAPI PADA PASIEN SKIZOFRENIAA. PENDAHULUAN Gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai skizofrenia, untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai "demence precoce" atau gangguan mental dini oleh Benedict Muler (1809-1873), seorang dokter berkebangsaan Belgia pada tahun 1860. Konsep yang lebih jelas dan sistematis diberikan oleh Emil Kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri Jerman pada tahun 1893. Kraepelin menyebutnya dengan istilah "dementia praecox". Istilah dementia praecox berasal dari bahasa Latin "dementis" dan "precocius", mengacu pada situasi dimana seseorang mengalami kehilangan atau kerusakan kemampuan-kemampuan mentalnya sejak dini. Menurut Kraepelin, "dementia praecox" merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh. Dementia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi disintegrasi kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraepelin tentang "dementia precox" ini meliputi pola-pola tingkah laku, seperti delusi, halusinasi, dan tingkah laku yang aneh.1 Eugen Bleuler (1857-1939), seorang psikiater Swiss, memperkenalkan istilah skizofrenia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani schizos, artinya terbelah, terpecah, dan phren, artinya pikiran. Secara harafiah, skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang

terbelah/terpecah. Bleuler lebih menekankan pola perilaku, yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi. Dengan demikian tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi terhadap kenyataan yang sebenarnya.1 Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Berdasarkan PPDGJ III, pengertian dari skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 23-35 tahun. Etiologi skizofrenia belum pasti. Berdasarkan penelitian biologik, genetik, dan fenomenologik, dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan atau penyakit.2,314

Terapi utama skizofrenia adalah farmakoterapi. Namun, seperlima sampai sepertiga pasien dengan skizofrenia tidak berespon secara adekuat pada pengobatan. Psikoterapi juga memegang peranan yang penting dalam hal menolong pasien untuk mengontrol penyakitnya. Efek emosional yang terjadi pada pasien skizofrenia sangat besar, oleh karena itu penanganan dari segi psikoterapi sangat dibutuhkan.4

B. MANIFESTASI KLINIS Skizofrenia merupakan penyakit yang kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejalagejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain.3 Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Penampilan dan kebiasaankebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan intelegensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat mengalami anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteriorasi yaitu perburukan yang terjadi berangsur-angsur.3 Kepribadian prepsikotik; dapat ditemui pada beberapa pasien skizofrenia yang ditandai dengan penarikan diri dan terlalu kaku secara sosial, sangat pemalu, dan sering mengalami kesulitan di sekolah meskipun I.Q-nya normal. Suatu pola yang sering ditemui yaitu keterlibatan dalam aktivitas antisosial ringan dalam satu atau dua tahun sebelum episode psikotik. Beberapa pasien, sebelum didiagnosis skizofrenia, mempunyai gangguan kepribadian skizoid, ambang, anti-sosial, atau skizotipal.3

C. DIAGNOSIS Pedoman diagnostik skizofrenia berdasarkan PPDGJ III:2 1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

15

a) ** thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau ** thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan ** thought of broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. b) ** delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau ** delusion of influence : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar; atau ** delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar (tentang dirinya secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus); ** delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. c) Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk lain dari dunia lain). 2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

16

e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbenruk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terusmenerus. f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme. g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika. 3. Adanya gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal) 4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

D. PENATALAKSANAAN 1. Terapi biologik (farmakoterapi) Obat-obat anti psikosis yang dapat digunakan, antara lain:5 Tabel 2. Jenis-jenis obat antipsikosis yang digunakan di Indonesia Jenis antipsikosis Golongan Phenothiazine Antipsikosis tipikal (rantai Aliphatic) Nama Obat Sediaan Dosis

Chlorpromazine Tablet 25 mg, Oral: 150-600 100 mg Ampul mg/2 cc mg/hari 50 Injeksi: 50-

100 mg (IM)17

tiap 4-6 jam Phenothiazine (rantai Piperazine) Trifluoperazine Tablet 1 mg, 5 Dosis: 10-15 mg Fluphenazine mg/hari 10-15 Perphenazine Tablet 4 mg Oral: mg/hari 12-24

Tablet 2,5 mg, Oral: 5 mg Vial 25 mg/cc mg/hari

Injeksi: 25 mg (IM) tiap 2-4 minggu

Phenothiazine (rantai Piperidine) Butyrophenone

Thioridazine

Tablet 50 mg, Oral: 150-300 100 mg mg/hari

Haloperidol

Tablet 0,5 mg, Oral: 1,5 mg, 5 mg Ampul mg/hari

5-15

5 Injeksi: 5-10

mg/cc dan 50 mg (IM) tiap mg/cc (Haldol 4-6 jam atau Decanoas) 50 mg (IM) tiap minggu (Haldol Decanoas) Diphenyl-butylpiperidine Benzamide Antipsikosis atipikal Dibenzodiazepine Clozapine Pimozide (Orap) Supiride Ampul mg/2 cc Tablet 200 mg Tablet 4 mg Oral: mg/hari 100 Injeksi: ampul/hari Oral: 300-600 mg/hari Tablet 25 mg, Oral: 25-10018

2-4

2-4

3-6

100 mg Olanzapine

mg/hari 10-20

Tablet 5 mg, Oral: 10 mg mg/hari

Quetiapine

Tablet 25 mg, Oral: 50-400 100 mg, 200 mg/hari mg

Zotepine

Tablet 25 mg, Oral: 75-100 50 mg mg/hari 2-6

Benzisoxazole

Risperidone

Tablet 1 mg, 2 Oral: mg, 3 mg mg/hari

Vial 25 mg/cc Injeksi: 20-50 dan 50 mg/cc mg (IM) tiap 2 minggu Aripiprazole Tablet 10 mg, Oral: 15 mg mg/hari 10-15

2.

Terapi kejang listrik Dapat juga bermanfaat untuk mengontrol dengan cepat beberapa psikosis akut. Beberapa pasien skizofrenia yang tidak berespon dengan obat-obatan dapat membaik dengan terapi kejang listrik.3

3.

Metode psikososial (psikoterapi) Beberapa tujuan psikoterapi, antara lain:6 Membantu pasien untuk mengerti akan penyakit yang dideritanya Mencari jalan keluar yang baik untuk mengatasi masalah Membantu keluarga dan lingkungan untuk menerima keadaan penderita skizofrenia Mengontrol stress Meningkatkan kewaspadaan Mencegah penyakit-penyakit komorbid, seperti depresi atau anxietas Integrasi kembali dengan lingkungan Meningkatkan dan/atau mengembangkan kemampuan sosial

19

Mengembangkan dan memfasilitasi hubungan dan komunikasi yang sehat dengan anggota keluarga dan orang lain. Macam-macam psikoterapi, antara lain:4,6,7

a) Terapi keluarga (family therapy) Banyak pasien yang menderita skizofrenia dan sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit kembali pulang ke keluarga mereka. Beberapa intervensi keluarga yang dapat dilakukan, antara lain:7 Edukasi tentang skizofrenia, terutama kerentanan biologis yang

mempredisposisi seseorang terhadap penyakit tersebut, berbagai masalah kognitif yang melekat dengan skizofrenia, gejala-gejalanya, dan tanda-tanda akan terjadinya kekambuhan. Keluarga dengan EE tinggi (EE mencakup hostilitas, terlalu mengkritik, dan terlalu melindungi dalam keluarga), umumnya tidak terinformasi dengan baik mengenai skizofrenia dan memberikan beberapa pengetahuan dasar dimaksudkan untuk membantu mengurangi kecenderungan para anggota keluarga untuk terlalu mengkritik anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Para terapis mendorong seluruh anggota keluarga untuk menurunkan ekspektasi mereka terhadap anggota keluarga mereka yang menderita skizofrenia sebagai cara untuk mengurangi kritisisme mereka. Para terapis menjelaskan kepada keluarga dan juga pasien bahwa skizofrenia utamanya adalah penyakit biokimiawi dan bahwa pengobatan yang tepat serta jenis terapi yang mereka jalani dapat mengurangi stress pada pasien dan mencegah kondisinya yang memburuk. Informasi tentang dan pemantauan berbagai efek pengobatan antipsikotik. Terapis menekankan kepada keluarga dan pasien mengenai pentingnya pasien meminum obat-obat antipsikotik yang diresepkan, lebih banyak memberi informasi tentang berbagai efek samping obat-obat tersebut, dan mengambil inisiatif serta tanggung jawab untuk melakukan konsultasi medis daripada hanya menghentikan konsumsi obat. Menghindari saling menyalahkan terutama, mendorong keluarga untuk tidak menyalahkan diri sendiri maupun pasien atas penyakit tersebut dan atas semua kesulitan yang dialami seluruh keluarga dalam menghadapi penyakit tersebut.20

Memperbaiki komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah dalam keluarga. Terapis memfokuskan untuk mengajari keluarga berbagai cara mengekspresikan perasaan positif dan negatif secara konstruktif, empatik, dan tidak menuntut, bukan dengan cara saling menuding, mengkritik, atau terlalu melindungi. Mereka juga memfokuskan untuk mencairkan berbagai

ketegangan konflik pribadi dengan mengajari seluruh anggota keluarga untuk bekerja sama menyelesaikan berbagai masalah sehari-hari. Mendorong pasien dan keluarganya untuk memperluas kontak sosial mereka, terutama jaringan dukungan mereka. Menanamkan sebentuk harapan bahwa segala sesuatu dapat menjadi lebih baik, termasuk harapan bahwa pasien bisa untuk tidak kembali dirawat di rumah sakit. b) Terapi kognitif dan perilaku (Cognitive Behaviour Therapy) Sebelumnya diasumsikan bahwa tidak ada gunanya mencoba mengubah berbagai distorsi kognitif, termasuk delusi, pada para pasien skizofrenik. Meskipun demikian, suatu literatur klinis dan eksperimental yang sedang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa berbagai keyakinan maladaptif pada beberapa pasien kenyataannya dapat diubah dengan berbagai intervensi kognitif-perilaku. Kegunaan terapi kognitif dan perilaku telah menunjukkan sesuatu yang efektif untuk mengobati berbagai penyakit kejiwaan, seperti gangguan cemas dan depresi. Terapi ini dapat juga berguna untuk seseorang yang menderita skizofrenia. Pada pasien skizofrenia, terapi kognitif dan perilaku membantu pasien mengatasi gejala-gejala yang tidak mampu disembuhkan dengan obat-obatan. Terapi ini juga berguna untuk menguatkan pasien akan pikiran-pikiran yang normal, dengan cara latihan mental. Bukti-bukti menunjukkan bahwa dengan meningkatkan kemampuan pasien untuk belajar, mengingat, dan memusatkan perhatian pada sesuatu, dapat membuat mereka mampu mengatasi gejala-gejala positif dan mampu hidup mandiri.4,6,7 c) Terapi personal (personal therapy) Terapi personal adalah suatu pendekatan kognitif behavioral berspektrum luas terhadap multiplitas masalah yang dialami para pasien skizofrenia yang telah keluar dari rumah sakit. Terapi individualistik ini dilakukan secara satu per satu maupun21

dalam kelompok kecil (lokakarya). Mengajari pasien untuk mengenali afek yang tidak sesuai dapat menurunkan jumlah kekambuhan. Para pasien juga diajari untuk memerhatikan tanda-tanda kekambuhan meskipun kecil, seperti penarikan diri dari kehidupan sosial. Terapi tersebut juga mencakup terapi perilaku rasional emotif untuk membantu pasien mencegah berbagai frustasi dan tantangan yang tidak terhindarkan dalam kehidupan menjadi suatu bencana dan dengan demikian membantu mereka menurunkan kadar stress.7

E. PROGNOSIS Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, angka remisi untuk pasien skizofrenia berkisar antara 10-60%. Dari semua pasien skizofrenia, 20-30% pasien dapat menjalani kehidupan seperti pada orang normal, 20-30% pasien akan menjalani hidupnya dengan gejala-gejala moderat, dan 40-60% pasien akan terganggu dalam menjalani kehidupannya.8 Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis pasien skizofrenia Prognosis Baik Usia Faktor pencetus Onset Riwayat premorbid (sosial, seksual, dan pekerjaan) Disertai dengan gejala Gejala tambahan gangguan mood/afektif (terutama depresi) Status perkawinan Sudah menikah Riwayat keluarga yang Riwayat keluarga mengalami gangguan mood/afektif Dukungan Gejala Utama Banyak Gejala positif lebih menonjol Disertai dengan perilaku autis dan menarik diri Belum menikah, atau sudah bercerai Riwayat keluarga yang mengalami skizofrenia Kurang Gejala negatif lebih menonjol,22

Prognosis Jelek Terjadi pada usia muda Tidak ada atau tidak jelas Perlahan-lahan

Terjadi pada usia tua Jelas Akut

Baik

Kurang baik

terdapat tanda dan gejala neurologik, memiliki riwayat trauma perinatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering kambuh, dan atau memiliki riwayat penganiayaan/pemerkosaan.

F. KESIMPULAN Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Istilah skizofrenia berasal dari bahasa Yunani schizos, artinya terbelah, terpecah, dan phren, artinya pikiran. Secara harafiah, skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang terbelah/terpecah. Berdasarkan PPDGJ III, pengertian dari skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 23-35 tahun. Etiologi skizofrenia belum pasti. Terapi utama skizofrenia adalah farmakoterapi. Namun, beberapa pasien dengan skizofrenia tidak berespon secara adekuat pada pengobatan. Psikoterapi juga memegang peranan yang penting dalam hal menolong pasien untuk mengontrol penyakitnya. Efek emosional yang terjadi pada pasien skizofrenia sangat besar, oleh karena itu penanganan dari segi psikoterapi sangat dibutuhkan. Macam-macam psikoterapi, antara lain: terapi keluarga (edukasi kepada keluarga untuk menurunkan ekspektasi dan sifat kritisme kepada pasien yang menderita skizofrenia, edukasi tentang terapi dan efek sampingnya, tidak saling menyalahkan, memperbaiki komunikasi dalam keluarga, memberi harapan yang baik kepada pasien), terapi kognitif-behavioural, dan terapi personal.

23

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sutatminingsih R. Schizophrenia [online]. 2002 [cited 2011 June 12]. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3639/1/psiko-raras2.pdf

2.

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2003. h. 46-7.

3.

Amir N. Skizofrenia. Elvira SD, Hadisukanto G, editor. Dalam: Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h.

4.

Simon H. Schizophrenia-psychotherapy [online]. 2009 [cited 2011 June 12]. Available from: http://www.umm.edu/patiented/articles/what_psychological_therapies_schizophrenia_00004 7_9.htm\

5.

Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik edisi ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2007. h. 14-5.

6.

Lane C. Psychotherapy for schizophrenia [online]. 2010 [cited 2011 June 12]. Available from: http://www.schizophrenic.com/content/schizophrenia/treatment/psychotherapyschizophrenia

7.

Davison GC, Neale JM, Kring AM. Psikologi abnormal edisi ke-9. Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada; 2006. h. 485-7.

8.

Sadock BJ, Sadock VA. Schizophrenia. Sadock BJ, Sadock VA, editors. In: Kaplan & sadock's synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry, 10th edition. New York: Lippincott William & Wilkins; 2007. p. 25-6

24