asma bronkial

Upload: margaret-santi

Post on 21-Jul-2015

415 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS MEI 2012

ASMA BRONKIAL

SANTI C 111 08 194

PEMBIMBING : dr. Mega Citra Diatri

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

PENDAHULUANI. DEFINISI Menurut United States National Tuberculosis Association 1967, asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan dari saluran napas. Penyempitan saluran napas ini bersifat dinamis, dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat, dan kelainan dasarnya merupakan gangguan imunologi1. Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas2. II. EPIDEMIOLOGI Secara geografis prevalensi asma bronkial lebih rendah pada bangsa Eskimo, Indian di Amerika Utara dan Papua New Guinea1. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 1.5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%1,2.

1

III.

ETIOLOGI Menurut The Lung Association of Canada, ada 2 faktor yang menjadi

pencetus asma 2: 1. Faktor yang menyebabkan bronkokonstriksi Bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut yang belum berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala yang ditimbulkan cenderung tiba-tiba, berlangsung dalam waktu

pendek dan relatif mudah di atasi dalam waktu singkat. Namun saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu apabila sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti : Perubahan cuaca dan suhu udara Polusi udara Asap rokok Infeksi saluran pernapasan Gangguan emosi Olahraga yang berlebihan 2. Faktor yang menyebabkan inflamasi pada saluran pernapasan Faktor ini merupakan penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Gejala yang ditimbulkan berlangsung lebih lama (kronis) dan lebih sulit di atasi dibanding yang diakibatkan oleh pemicu. Umumnya penyebab asma adalah alergen yang bisa dalam bentuk : Ingestan : alergen yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut (dimakan/diminum). Ingestan yang utama adalah makanan dan obat-obatan

2

Inhalan : alergen yang dihirup masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut seperti serbuk bunga, tungau, serpih/kotoran binatang, jamur, dan lain-lain. Kontak dengan kulit contohnya bedak, lotion, beberapa metal dalam bentuk perhiasan, juga karena bersentuhan dengan

barang-barang berbahan lateks. IV. KLASIFIKASI Klasifikasi asma berdasarkan level terkontrolnya menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2011 yakni 3: Tabel 1. Level Kontrol Asma. No 1 2 3 4 5 Karakteristik Gejala siang Hambatan aktivitas Gejala malam/ bangun waktu malam Perlu reliever / bantuan inhalasi Fungsi paru PEF atau FEV1)** Terkontrol Tidak ada atau 2x / minggu Tidak ada Tidak ada Tidak ada atau 2x / minggu) Normal Terkontrol parsial > 2x / minggu Ada Ada > 2x / minggu < 80% prediksi atau hasil terbaik (bila ada) Tidak Terkontrol 3 atau lebih keadaan terkontrol parsial*

*secara definisinya, bila terjadi eksaserbasi maka disebut sebagai asma tidak terkontrol. **tanpa pemberian bronkodilator, pemeriksaan fungsi paru tidak dapat digunakan pada anak usia 5 tahun.

3

Selain itu, asma dapat dibedakan berdasarkan derajat beratnya serangan asma menurut GINA 20113: Tabel 2. Derajat serangan asma. Parameter Aktifitas Ringan Dapat berjalan Dapat berbaring Beberapa kalimat Mungkin terganggu Meningkat Sedang Dapat berbicara Lebih suka duduk Kalimat terbatas Biasanya terganggu Meningkat Biasanya Berat Saat istirahat Duduk membungkuk ke depan Kata demi kata Biasanya Terganggu terganggu Sering > 30x/menit Biasanya Gerakan paradoksikal torako-abdominal Biasanya Tidak ada keras >120 Bradikardi Tidak ada (kelemahan otot pernapasan) Respiratory arrest imminent

Bicara Kesadaran

Frekuensi napas Retraksi otot- Umumnya tidak ada otot pernapasan Lemah Mengi sampai sedang < 100 Frekuensi nadi Tidak ada Pulsus 80% bronkodilator inisial

Keras

100-120

Mungkin ada Sering ada 10-25 mmHg > 25 mmHg 60-80% 95%

91-95%

> 45 mmHg; bisa terjadi gagal napas < 90%

4

V.

PATOFISIOLOGI Patofisiologi asma sangat kompleks dan memiliki beberapa komponen

berikut 4: Inflamasi saluran napas Obstruksi aliran udara yang intermiten Bronchial hyperresponsiveness

Airway inflammation (inflamasi saluran napas) Mekanisme inflamasi pada asma dapat terjadi secara akut, subakut, atau kronik, dan adanya edema saluran napas dan sekresi mukus mengakibatkan obstruksi aliran udara. Sel-sel yang terlibat dalam inflamasi saluran napas yaitu sel mast, eosinofil, sel epitel, makrofag, dan limfosit T teraktifasi. Sel limfosit T memiliki peran penting dalam regulasi inflamasi saluran napas melalui pelepasan sitokin. Sel-sel lainnya, seperti fibroblas, sel endotel, dan sel epitel, berperan dalam kronisitas penyakit. Timbulnya hipereaktivitas bronkus pada asma merupakan suatu respon terhadap berbagai stimulus eksogen dan endogen. Mekanisme yang terlibat termasuk stimulasi langsung otot polos saluran napas dan stimulasi tidak langsung oleh mediator-mediator sel mast atau nonmyelinated sensory neuron. Derajat hipereaktivitas saluran napas tersebut mempunyai korelasi positif dengan berat ringan gejala klinis dan obat yang diperlukan untuk pengobatan. Inflamasi saluran napas kronik berhubungan dengan meningkatnya hiperresponsif bronkus, yang berakibat bronkospasme dan gejala tipikal seperti wheezing, dispneu, dan batuk setelah paparan alergen, iritasi dari lingkungan, infeksi virus, udara dingin, atau aktivitas. Intermittent airflow obstruction Obstruksi aliran udara dapat terjadi karena banyak hal, termasuk bronkokonstriksi akut, edema saluran napas, pembentukan mucous plug kronik, dan airway remodelling. Bronkokonstriksi akut merupakan konsekuensi dari pelepasan IgE-dependent setelah paparan aeroalergen dan merupakan respon asma cepat. Edema saluran napas muncul 6-24 jam kemudian dan disebut sebagai respon asma lambat. Pembentukan mucous plug kronik mengandung eksudat5

serum protein dan sel debris yang hilang dalam beberapa minggu. Airway remodelling berhubungan dengan perubahan struktural akibat inflamasi yang berlangsung lama dan dapat berpengaruh pada reversibilitas obstruksi saluran napas. Obstruksi aliran udara menyebabkan peningkatan resistensi terhadap aliran udara dan penurunan expiratory flow rates. Perubahan ini bisa mengakibatkan penurunan kemampuan ekspirasi dan dapat menjadi hiperinflasi. Bronchial hyperresponsiveness Hiperinflasi adalah kompensasi dari obstruksi aliran udara, namun kompensasi ini terbatas saat volume tidal mencapai volume of the pulmonary dead space; hasilnya adalah alveolar hypoventilation. Perubahan pada resistensi aliran udara, distribusi udara yang tidak seimbang, dan alterasi sirkulasi akibat peningkatan tekanan intra-alveolus karena hiperinflasi, semuanya dapat menjadi ventilation-perfusion mismatch. Vasokonstriksi karena hipoksia alveolus juga berperan dalam mismatch ini. Vasokonstriksi juga dianggap sebagai respon adaptif terhadap ventilation-perfusion mismatch. Tabel 3. Peristiwa patologik yang dihubungkan dengan kerja mediator1. Keadaan Patologik 1. Bronkospasme 2. Sembab/edema mukosa 3. Infiltrasi eosinofil 4. Infiltrasi neutrofil 5. Sekresi mukus 6. Deskuamasi 7. Penebalan membran basalis Mediator yang Bertanggung Jawab Histamin, SRS-A, Prostaglandin, tromboksan A-2, Asetilkolin, Bradikinin Histamin, SRS-A, Prostaglandin E, Bradikinin Histamin, eosinofil Chemotatik Factor of Anaphylaxis, HETEs, LTB4 NCF-A, LTB4, HETEs, HHT Histamin, Asetilkolin, Alfa-adrenergik Agonis, Prostaglandin, HETEs, SRSA, Prostaglandin F O Nasen, Hidrogen Peroksida, OHO Nasen, Enzim proteolitik6

VI.

MANIFESTASI KLINIS Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase

inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal. Mengi (wheezing) terdengar terutama waktu ekspirasi1. Suara mengi ini sering kali dapat didengar dengan jelas tanpa menggunakan alat. Keadaan ini tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar-masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, mengi (wheezing) akan terdengar lemah atau tidak terdengar sama sekali. Sedang batuk hampir selalu ada, bahkan sering kali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak akan memberikan keluhan sesak napas yang lebih berat, apalagi penderita mengalami dehidrasi1. Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Tanda lain yang menyertai sesak napas berat ialah pergerakan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan, otot bantu pernapasan ikut aktif dan penderita tampak gelisah. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), selain karena sesak napas mungkin pula karena rasa takut. Pada fase permulaan sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130 kali/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah. Bila tanda-tanda hipoksemia tetap ada (PaO2 95%

91-95%

> 45 mmHg; bisa terjadi gagal napas < 90%

26

DISKUSIKeluhan utama pasien adalah sesak napas yang merupakan salah satu tanda asma bronchial. Sesak napas dalam hal ini disebakan oleh obstruksi saluran napas. Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mucus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologi saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak dan tidak bisa diekspirasikan.

Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancer. Untuk

mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Pada asma, batuk hampir selalu menyertai bahkan seringkali diikuti dengan adanya sekret, baik yang mukoid atau pun purulen. Begitupula yang terjadi pada pasien ini, didapati batuk dengan lendir berwarna putih. Keluhan dialami secara tiba-tiba dan tercetus dikarenakan udara dingin. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pencetus atau pemicu terjadinya serangan adalah udara dingin sehingga serangan hanya akan kembali muncul pada saat udara dingin dan mungkin didukung dengan ketahan tubuh yang menurun. Selain asma bronchial, sesak nafas juga bisa didapatkan pada gagal jantung kongestif, penyakit ginjal kronik, pneumonia dan PPOK. Pada pasien ini, tidak ada riwayat hipertensi, edema pada ekstremitas ataupun didapatkan ronkhi basah halus pada basal paru sehingga dapat menyingkirkan kemungkinan gagal jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisis, pasien tidak ada demam dan riwayat demam sebelumnya serta tidak didapatkan ronkhi basah halus pada auskultasi sehingga kemungkinan pneumonia dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan laboratorium tidak didapati peningkatan ureum dan kreatinin serta tidak ada

27

penyakit yang mendasari seperti hipertensi lama, DM atau batu saluran kemih sehingga dapat disingkirkan kemungkinan penyakit ginjal kronik. Batuk yang baru dialami selama 2 hari dan tidak adanya riwayat batuk lama, juga dapat menyingkirkan kemungkinan bronchitis karena pada bronkitis ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun atau sedikitnya 2 tahun. Pada emboli paru selain terdapat keluhan sesak napas, juga didapati batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis emboli paru ditemukan adanya ortopnea, takikardia, gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi sedangkan pada pasien ini tidak ada. Terapi awal pada penderita ini adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (Sa O2 92%) dengan memberikan oksigen. Pemberian oksigen 2-4 liter/menit, diusahakan mencapai Sa O2 92%, sehingga bila pasien telah mempunyai Sa O2 92% sebenarnya tidak lagi membutuhkan inhalasi oksigen. Salbutamol (Ventolin) merupakan bronkodilator yang tergolong 2 agonis. Pemberian salbutamol pro nebul bertujuan untuk mempercepat pelebaran saluran nafas untuk mengurangi serangan sesaknya. Penggunaan dimaksudkan agar obat yang diberikan langsung masuk ke sasarannya yakni traktus respiratorius. Pasien hanya menghirup. Salbutamol juga dapat diberikan secara oral yang memiliki mula kerja yang lama, tetapi efek samping yang lebih besar dibanding melalui inhalasi atau nebul. Pasien ini, pemeriksaan anjuran berupa peak flow rate. Peak flow rate adalah alat ukur kecil, dapat digenggam, digunakan untuk memonitor kemampuan untuk menggerakkan udara, dengan menghitung aliran udara dalam saluran napas dan sekarang digunakan untuk mengetahui adanya obtruksi jalan napas. Nilai peak flow rate akan menurun karena pasien tidak dapat menghembuskan udara dengan sempurna.

28