asma bronkhiale

24
Asma Bronkial Theofilio Leunufna 102012065 B2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi: Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta – 11510 [email protected] Latar Belakang Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. Asma merupakan penyakit familier, diturunkan secara poligenik dan multifaktorial. Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibilitas (HLA) dan tanda genetik pada molekul imunoglobulin G (IgG). Serangan asma dapat berupa sesak nafas ekspiratori yang paroksismal, berulang-ulang dengan mengi ( wheezing ) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan. 1 Gejala ini sering memburuk selama tidur. Serangan asma adalah suatu perburukan akut dari gejala tersebut dan pada kasus berat, serangan bisa mengancam jiwa sebab onset sering tiba- tiba dan tanpa peringatan. 2 1

Upload: theofilio-leunufna

Post on 12-Sep-2015

227 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.

TRANSCRIPT

Asma BronkialTheofilio Leunufna102012065B2Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi: Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta [email protected]

Latar BelakangAsma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. Asma merupakan penyakit familier, diturunkan secara poligenik dan multifaktorial. Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibilitas (HLA) dan tanda genetik pada molekul imunoglobulin G (IgG). Serangan asma dapat berupa sesak nafas ekspiratori yang paroksismal, berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.1Gejala ini sering memburuk selama tidur. Seranganasmaadalah suatu perburukan akut dari gejala tersebut dan pada kasus berat, serangan bisa mengancam jiwa sebab onset sering tiba-tiba dan tanpa peringatan.2SkenarioSeorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ibunya ke poliklinik RS karena sering batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk terutama terjadi pada malam hari dan tidak disertai demam. Anak telah sering dibawah berobat ke puskesmas namun tidak banyak mengalami perubahan. Seminggu terakhir, batuk pilek yang dialami anak semakin sering.Identifikasi IstilahTidak ada

Rumusan MasalahAnak laki-laki 6 tahun batuk sejak tiga bulan yang lalu, batuk terutama malam hari dan tidak disertai demam.Analisis Masalah

Rumusan Masalah

PembahasanAnamnesisAdalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (auto anamnesis) atau pada orang tua atau sumber lain (allo anamnesis). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.Anamnesis pada penyakit asma meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.3Keluhan utama ketika datang ke dokter: wheezing (ketika serangan) dan atau batuk kronik berulang (BKB). BKB dapat merupakan manifestasi awal dari perjalanan asma. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan asma bronkial: Dilihat apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Apakah sebelumnya memiliki kelainan pernapasan? Asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)? TB atau terpajan TB? Apakah ada wheezing? Apakah pernah masuk rumah sakit karena sesak napas? Obat apa yang sudah di konsumsi? Apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan obat? Adakah alergi obat/antigen lingkungan? Pernahkah pasien terpajan asbes, debu, atau toksin lain? Adakah riwayat masalah pernapasan dalam keluarga? Apakah pasien memelihara hewan, termasuk burung?

Pemeriksaan FisikSesak Napas (Dispnea)Merupakan keluhan subjektif yang timbul bila adaperasaan tidak nyaman gangguan/kesulitan lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas. Serangan sesak napas akut yang berat merupakan kedaruratan medis karena keadaan ini menunjukkan adanya tension pneumothorax, asma, atau gagal jantung kiri akut.3,41. Inspeksi Ada/tidaknya lesi pada dada seperti spider naevi, scar, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan venadan sebagainya. Menentukan jenis napas seperti torakal (tumor abdomen, peritonitis), abdominal (PPOK lanjut) dan kombinasi seperti torakoabdominal pada wanita sehat dan pria sehat abdominaltorakal. Perhatikan pasien apakah menggunakan otot-otot bantu pernapasan, kalau ada biasanya pada pasien RBC paru lanjut atau PPOK. Lihat apakah ada paru yang tertinggal? Kalau ada berarti ada gangguan di daerah paru yang tertinggal. Warna tubuh, lihat adakah perubahan warna kulit seperti sianosis. Bentuk toraks antara lain; pectus excavatum (dada dan tulang sternum cekung ke dalam), pectus carinatum (dada dan tulang sterum menonjol ke depan), barrel chest (diameter anteroposterior membesar) sedangkan posterior perhatikan apakah berbentuk kifosis atau skoliosis. Pola pernapasan pasien; normal (iramanya teratursilih berganti inspirasi atau ekspirasi) dan abnormal seperti takipnea (napas cepat dan dangkal), hiperventilasi (napas cepat dan dalam), bradipnea (napas lambat) dan sebagainya.2. Palpasi Palpasi statisDilakukan untuk pemeriksaan kelenjar getah bening(tempat predileksi tumbuh tumor), posisi mediastinum (menentukan trakea dan denyut apeks berada dalam posisi normal), dan palpasi dengan jari ke daerah dada depan (untuk mengetahui ada tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain). Pada pneumotorak ada pembengkakan dan krepitasi pada pada kulit tersebut saat di palpasi. Palpasi dinamis yaitu : Pemeriksaan ekspansi paru yang normal adalah kedua sisi dada harus sama-sama terangkat dan mengembang selama inspirasi maksimal. Pemeriksaan vokal fremitus, meletakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada lalu minta pasien menyebutkan 77 atau 99 dan rasakan getarannya. Dilaporkan sebagai normal, melemah (hidrotorak, atelektasis) dan mengeras (pneumonia, TBC aktif).3. PerkusiMelakukan pengetukan pada dada dengan jari dan mendengarkan bunyi ketukan yaitu: sonor (paru normal), hipersonor (pneumotorak, emfisema, bula yang besar), redup (pneumonia, efusi pleura sedang), pekak (tumor paru, efusi pleura masif) dan timpani (lambung). Pengetukan bergantian secara zig-zag (kanan-kiri).4. AuskultasiBunyi pernapasan terdengar pada hampir seluruh lapangan paru. Bunyi pernapasan terdiri dari fase inspirasi diikuti dengan fase ekspirasi. Ada 4 macam bunyi pernapasan abnormal, yaitu: a. Bunyi pernapasan trakeal, adalah bunyi yang sangat kasar, keras dan dengan nada tinggi yang terdengar pada bagian trakea ekstratoraks.b. Bunyi pernapasan bronkial, adalah bunyi yang keras, dengan tinggi nada tinggi, seperti udara mengalir melalui pipa. Komponen ekspirasinya lebih keras dan lebih lama ketimbang komponen inspirasi.c. Bunyi pernapasan bronkovesikuler, adalah campuran bunyi bronkial dan bunyi vesikuler. Komponen inspirasi dan ekspirasinya sama panjang.d. Bunyi pernapasan vesikuler, adalah bunyi lemah dengan tinggi nada rendah yang terdengar diatas kebanyakan lapangan paru. Komponen inspirasinya jauh lebih panjang ketimbang komponen ekspirasi, yang jauh lebih lemah dan seringkali tidak terdengar.4,5

Tabel 1. Perbandingan Pemeriksaan Fisik Penyakit Paru.PenyakitTanda VitalInspeksiPalpasiPerkusiAuskultasi

AsmaTakipnea; TakikardiaDispnea, Pemakaian Otot Tambahan, Mungkin Sianosis, HiperinflasiSeringkali Normal, Fremitus MelemahSeringkali Normal, Hipersonor, Diafragma Letak RendahEkspirasi Memanjang, Wheezing, Bunyi Paru Melemah

EmfisemaStabilKenaikan Diameter Ap, Penggunaan Otot-Otot Tambahan, Pasien KurusFremitus Taktil MelemahSonor Meningkat, Gerakan Diafragma BerkurangBunyi Paru Melemah, Fremitus Vocal Melemah

Bronkitis KronisTakikardiaMungkin Sianosis, Pasien Pendek GemukSeringkali NormalSeringkali NormalRonki Awal

Emboli ParuTakikardia, TakipneaSeringkali NormalBiasanya NormalBiasanya NormalBiasanya Normal

Pemeriksaan PenunjangEosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada asma. Eosinofilia darah lebih dari 250-400 sel/mm3 adalah biasa. Sputum penderita asma sangat kental, elastis dan keputih-putihan. Cat biru metilen-eosin biasanya menampakkan banyak eosinofil dan granula dari sel yang terganggu. Beberapa penyakit pada anak selain asma mungkin menyebabkan eosinofilia dalam sputum. Biakan sputum biasanya tidak membantu pada anak asma karena superinfeksi bakteri jarang dan biakan seringkali terkontaminasi dengan organisme orofaring. Dalam sputum akan didapat kristal Charcot-Leyden dan spiral Cursch-mann. Protein serum dan kadar imunoglobulin biasanya normal pada asma, kecuali bahwa kadar IgE mungkin bertambah. Uji tuberculin penting dan bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberculosis, tetapi juga karena kalau ada tuberculosis dan tidak diobati, asmanya-pun mungkin sukar dikontrol.Uji alergi kulit dan URAS (uji alergosorben) atau penentuan IgE spesifik secara in vitro lainnya, berguna dalam mengenali alergen lingkungan yang secara potensial penting.Uji tantangan inhalasi bronkus jarang sekali dilakukan untuk menjajaki arti klinik keterlibatan alergen dengan uji kulit, karena tantangan alergenik dapat menimbulkan respon asma fase lambat, prosedur ini memakan waktu dan hanya satu alergen yang dapat diuji pada suatu saat. Bila diagnosis asma tidak pasti, uji hiper-responsivitas terhadap pengaruh bronkokonstriktif metakolin atau histamin dapat membantu anak yang cukup tua untuk bekerja sama pada uji fungsi paru. Uji provokatif metakolin tidak boleh dilakukan bila garis dasar fungsi paru abnormal; respon terhadap terapi bronkodilator lebih tepat.Respon penderita asma terhadap uji olahraga sangat khas. Lari selama 1-2 menit sering menyebabkan bronkodilatasi pada penderita dengan asma; tetapi bila bernapas dalam udara yang kering dan relatif dingin, olahraga berat yang lama menyebabkan bronkokonstriksi yang sebenarnya pada semua subjek asmatis. Peragaan respons abnormal terhadap olahraga ini secara diagnostik membantu dan menolong dalam meyakinkan penderita dan orangtua mengenai pentingnya pengobatan pencegahan. Lari pada treadmill 3-4 mil/jam dengan kemiringan 15% serta bernapas melalui mulut selama sekurang-kurangnya 6 menit akan menimbulkan penyumbatan jalan napas pada kebanyakan penderita dengan asma, terutama jika olahraga menyebabkan kenaikan frekuensi nadi sampai sekurang-kurangnya 180 denyut/menit. Pengukuran fungsi paru sebelum olahraga, segera sesudah olahraga, juga 5 dan 10 menit kemudian biasanya menampakkan penurunan angka aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate = PEFR) atau volume ekspirasi paksa (forced expiratory volume = FEV) dalam 1 detik (FEV1) sekurang-kurangnya 15% tanpa premedikasi. Jika olahraga tidak menyebabkan penyumbatan jalan napas, uji diulangi pada hari lainnya ketika kelembaban udara relatif rendah, biasanya mendatangkan respons positif pada penderita asma. Uji olahraga harus ditangguhkan jika terjadi penyumbatan jalan napas yang berarti. Bila mungkin bronkodilator dan kromolin harus dihentikan selama sekurang-kurangnya 8 jam sebelum pengujian; teofilin lepas lambat (slow release) jangan diberikan 12-24 jam sebelum pengujian.Setiap anak yang diduga menderita asma tidak memerlukan roentgenogram dada, tetapi pemeriksaan ini seringkali tepat untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya ataupun komplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia. Corakan paru sering bertambah pada asma. Hiperinflasi terjadi selama serangan akut dan dapat menjadi kronis apabila penyumbatan jalan napas menetap. Atelektasis dapat terjadi sebanyak 6% anak selama eksaserbasi akut dan sepertinya terutama melibatkan lobus media kanan, dimana atelektasis dapat menetap selama berbulan-bulan. Roentgenogram ulangan selama masa eksaserbasi biasanya tidak diindikasikan bila tidak ada demam; bila tidak ada kecurigaan pneumotoraks, atau takipnea yang lebih dari 60 denyut/menit, takikardia yang lebih dari 160/menit, ronki atau mengi setempat, atau suara pernapasan yang berkurang.Uji fungsi paru bermanfaat dalam mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada mereka yang diketahui menderita asma, uji demikian berguna dalam menilai tingkatan penyumbatan jalan napas dan gangguan pertukaran gas, pada pengukuran respons jalan napas terhadap alergen dan bahan kimia yang dihirup, atau olahraga (uji provokasi bronkus), dalam menilai respons terhadap agen teraupetik, dan dalam mengevaluasi perjalanan penyakit jangka lama. Penilaian fungsi paru pada asma adalah paling bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah pemberian aerosol bronkodilator, suatu prosedur yang menunjukkan tingkat reversibilitas penyumbatan jalan napas pada saat pengujian. Kenaikan PEFR atau FEV1, sekurang-kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma. Kegagalan dalam merespons tidak berarti mengesampingkan asma dan dapat disebabkan oleh status asmatikus atau karena fungsi paru yang mendekati maksimum.1,6Diagnosis KerjaAsma bronkial

Asma bronkial adalah penyakit saluran nafas yang ditandai oleh serangan mendadak dyspnea, batuk, serta mengi (bunyi patologis). Serangan asma ini dapat berlangsung singkat dan ringan atau berat dan berlangsung selama berhari-hari. Penyakit ini dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu asma alegik dan non alergik.Asma alergik adalah suatu penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, dan eczema. Pasien yang berusia muda umumnya cenderung memiliki komponen alergi yang kuat yang biasanya didasari dengan adanya riwayat atopik pada keluarga. Diferensiasi sel-T pada pasien penyakit ini memacu produksi berlebihan dari sel tipe TH2 serta IgE dan respon imun yang didominasi eosinofil. Sedangkan asma non alergik tidak memperlihatkan riwayat alergi. Pasien yang berusia tua umunya cenderung menderita penyakit ini atau memiliki etiologi campuran. Biasanya adanya infeksi saluran nafas yang mencetus aktifnya peran IgE. Asma alergik merupakan suatu penyakit yang paling sering ditemukan, biasanya dicetus oleh debu serbuk sari dan makanan. Sedangkan asma non alergik biasanya ini biasanya suatu penyakit berkelanjutan atau sekunder karena pernah diderita saat masih berusia muda dan mengalami relaps atau lebih dipengaruhi oleh genetik.7

Diagnosis BandingCroupPenyakit yang sering disebut dengan nama lain laringobronchial akut. Penyakit ini merupakan suatu infeksi yang mengenai laring dan trakea. Biasanya akan timbul edema subglotis dengan obstruksi saluran nafas atas dan sekret kental. Anak-anak sangat rentan terhadap obstruksi jalan nafas karena diameter di area subglotis itu sempit. Penyakit ini seringkali disebabkan oleh virus parainfluenza tipe 1, 2, 3, virus RSV, dan virus influenza tipe a dan b. Pada gejala awal biasanya ditandai dengan flu yang berlangsung selama 1-2 hari, rhinorea atau kongesti hidung, menangis dengan suara serak, dan pada auskultasi stridor (+).8Bronkitis AkutPenyakit ini merupakan suatu penyakit radang pada bronkus yang biasanya mengenai trakea dan laring, sehingga sering disebut sebagia laringotracheobronchitis . Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas atau sebagai bagian dari penyakit sistemik seperti morbili, pertussis, difteri, dan tifus abdominal. Penyakit ini biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. Infeksi bakteri sekunder dengan Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan H. influenza dapat terjadi. Khasnya, pasien datang dengan batuk kering, tidak produktif dan timbulnya relatif bertahap, mulai 3-4 hari sesudah munculnya rhinitis. Ketidakenakan substernal bawah atau nyeri dengan dada terasa panas dan pemeriksaan dengan auskultasi sering terdengan ronki yang positif. Biasanya pada penyakit ini tidak ada terapi yang spesifik, pasien dalam beberapa minggu akan sembuh sendiri.9BronkiolitisPenyakit yang merupakan reaksi inflamasi bronkus kecil dan bronkiolus, dimana sering terjadi pada anak-anak sebagai akibat dari infeksi virus namun tidak jarang juga bisa terjadi pada orang dewasa. Penyakit ini tidak hanya disebabkan oleh infeksi melainkan juga dapat disebabkan oleh inhalasi gas toksik, karbon, asam klorida, gas klorin, ammonia, dan sulfur klorida. Sedangkan bila infeksi sering kali disebabkan oleh adenovirus, rhinovirus, virus parainfluenza dan Mycoplasma pneumonia.EtiologiBiasanya penyebab dari penyakit ini adalah adanya penyempitan pada daerah bronkial sehingga penyumbatan aliran udara saat seseorang melakukan ekpirasi oleh faktor-faktor pencetus tertentu antara lain. Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan. Iritan seperti asap, bau-bauan, polutan. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus. Perubahan cuaca yang ekstrim. Kegiatan jasmani yang berlebihan. Lingkungan kerja. Obat-obatan, misalnya OAINS. Emosi.PatofisiologiManisfestasi penyumbatan jalan napas pada asma disebabkan oleh bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan non spesifik, akan adanya jalan napas yang hiper-reaktif, mencetuskan respon bronkokonstriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi allergen yang dihirup (tungau debu, tepung sari, sari kedelai, protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (agen anti-radang nonsteroid, antagonis reseptor , metabisulfit), udara dingin dan olahraga.Patologi asma berat adalah bronkokonstriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag) dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomonis adalah Kristal Charcot-Leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa bronkial), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas).Mediator yang baru disintesis dan disimpan dilepaskan dari sel mast mukosa lokal pasca-rangsangan nonspesifik atau pengikatan alergen terhadap imunoglobulin E (IgE) terkait-sel mast spesifik. Mediator seperti histamin, leukotrien C4, D4, dan E4 serta faktor pengaktif trombosit mencetuskan bronkokonstriksi, edema mukosa dan respon imun. Respon imun awal menimbulkan bronkokonstriksi, dapat diobati dengan agonis reseptor-2, dan dapat dicegah dengan penstabil-sel mast (kromolin atau nedokromil). Respon hiper-responsif jalan napas berkelanjutan dengan infiltrasi eosinofil dan neutrofil, dapat diobati dan dicegah dengan steroid, dan dapat dicegah dengan kromolin atau nedokromil.Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan napas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Walaupun penyumbatan jalan napas difus, penyumbatan ini tidak seragam semua di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperinflasi menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernapasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmoner, yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan napas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan napas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko pneumotoraks. Kenaikan tekanan intratoraks dapat mengganggu aliran balik vena dan mengurangi curah jantung, yang kemungkinan tampak sebagai pulsus paradoksus.Ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi, hipoventilasi alveolar, dan bertambahanya kerja pernapasan menyebabkan perubahan pada gas-gas darah (lihat Gb. 1). Hiperventilasi beberapa daerah paru pada mulanya mengkompensasi tekanan karbondioksida yang lebih tinggi dalam darah yang memperfusi daerah yang terventilasi jelek. Namun, hiperventilasi ini tidak dapat mengkompensasi hipoksemia saat bernapas dengan udara kamar karena ketidakmampuan penderita menaikkan tekanan oksigen dan saturasi oksihemoglobin parsial. Progresivitas penyumbatan jalan napas lebih lanjut menyebabkan hipoventilasi alveolar yang lebih banyak, hiperkapnea dapat terjadi mendadak. Hipoksia mengganggu perubahan asam laktat menjadi karbon dioksida dan air, menimbulkan asidosis metabolik. Hiperkapnea menaikkan asam karbonat, yang berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat, menimbulkan asidosis respiratorik.Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, tetapi kor pulmonal akibat dari hipertensi pulmonal yang bertahan bukan merupakan komplikasi asma yang lazim. Hipoksia dan vasokontriksi dapat mencederai sel alveolar tipe II, mengurangi produksi surfaktan, yang normalnya menstabilkan alveoli. Dengan demikian proses ini dapat memperburuk kecenderungan ke arah atelektasis.6Mediator Kimia

Bronkokonstriksi, Edema Mukosa, Sekresi Berlebihan

Penyumbatan jalan napas

HiperinflasiVentilasi tidak seragam

Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusiKelenturan berkurangAtelektasis

Hipoventilasi alveolerKerja pernapasan bertambahAsidosisSurfakatan berkurang

Vasokontriksi pulmonal

PCO2

PO2

Gambar 1. Patofisiologi asma.6Gejala KlinisPada penyakit ini sering kali timbul dyspnea, ortopnea, batuk yang tersering pada malam hari disertai sputum kental dan lengket, mengi, sesak dada, penurunan bising nafas, hiperonans, hipoksia, takikardi, sulit saat bernafas, kelainan kulit, retraksi interkostal, dan biasanya disertai dehidrasi. Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan ataupun dengan pengobatan. Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. Gejala-gejala tersebut tidak selalu terlihat bersama-sama. Ada penderita yang hanya batuk tanpa rasa sesak, atau sesak dan mengi saja. Beratnya derajat serangan asma dibagi dalam serangan derajat ringan, sedang dan berat berdasarkan persentase APE. Nilai dugaan sesuai kriteria yaitu serangan derajat ringan bila APE > 60% nilai dugaan. Serangan asma ringan antara lain; Sesak nafas waktu berjalan, bisa berbaring Berbicara dalam kalimat penuh Frekuensi nafas meningkat Pemakaian alat bantu nafas biasanya ada Mengi lemah sampai sedang Nadi < 100x/menit Pulsus paradoksus tidak ada APE sesudah terapi awal > 0% P O2 normal P CO2 95%

EpidemiologiPrevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki berbanding anak perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi adapula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota yang lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.10PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.11Tujuan penatalaksanaan asma: Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asmaPenatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.Non-medikamentosa Penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pengendali emosi Pemakaian oksigen

Medika MentosaTarget pengobatan pada penyakit ini biasanya meliputi beberapa hal, antara lain menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluran nafas dengan memberikan bronkodilator inhalasi kerja cepat dan mengurangi inflamasi saluran pernafasan serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid. Kemudian untuk terapi pengobatannya, kita dapat memberikan bronkodilator berupa salbutamol, metaproterenol, epinefrin. Antikolinergik; ipratropium bromide (atrovent) serta teofilin atau derivat lainnya dan aminofilin. Selain obat-obat yang digunakan khusus untuk pasien-pasien rawat inap berupa nebulasi 2 agonis (metaproterenol 0,3 ml larutan 5%, albuterol 0,5 ml larutan 5%) serta inhalasi kromolin 4 x 2 semprotan/hari.

Tabel 2. Obat-obat yang dipakai untuk Asma pada Anak.1Nama ObatNama DagangDosis

Obat simpatomimetik:Terbutaline

Orciprenalin (metaproterenol)

Salbutamol (albuterol)

AdrenalinBricasma

Alupent

VentolinOral : 0,075 mg/kg BB tiap 6 jam.Subkutan : 0,005 mg/kb BBAerosol : 1-2 semprotan (250-500 gr) tiap 4-6 jam.Larutan respirator : 0,02-0,03 ml/kg BB tiap 4-6 jam.Oral : 0,3 mg/kg BB tiap 6 jam.Larutan respirator (2%) : 0,01-0,02 ml/kg BB tiap 4-6 jam.Oral : 0,15 mg/kg BB tiap 6 jam.Aerosol: 2 semprotan (200 gr) tiap 4-6 jam.Larutan respirator : 0,02-0,03 ml/kg BB tiap 4-6 jam.Subkutan: larutan 1:1000, 0,01 ml/kg BB/kali, max 0,5 ml.

Methylxantine:Aminophyline

Theophyllin standardIV: 5 mg/kg BB tiap 6 jam atau 5 jam mg/kg BB permulaan dan 0,9 mg/kg BB per jam dalam infus.Oral : 5-6 mg/kg BB tiap 6 jam max 200 mg.

Steroid:Beclomethasone

BudesonidAldecin

PulmicortAerosol : 2-4 semprotan (100-200 gr) 3-4 kali sehari.Puyer kering (rotacaps) 100-200 mg 3-4 kali sehari.Aerosol : 2-4 semprotan (100-200 gr) 3-4 kali sehari.

KomplikasiKomplikasi yang paling sering ditimbulkan oleh penyakit ini adalah;12 Kelelahan dan dehidrasi, merupakan kurangnya cairan dalam tubuh yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran. lnfeksi jalan napas, merupakan suatu gejala yang ditandai dengan adanya penyumbatan pada saluran nafas oleh bakteri, virus, dan sebagainya. Cor pulmonale merupakan hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Gagal napas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Pneumotoraks (jarang), merupakan penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru untuk mengempis, dan yang terakhir adalah PPOK, yang merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas dan biasanya disebabkan infeksi saluran nafas serta bronkospasme.PrognosisPrognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang sudah menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. 20% asma episodik sudah tidak timbul pada masa akil-baliq, 60% tetap sebagai asma episodik sering dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik sering, hampir 60% tetap sebagai asma kronik/persisten dan sisanya menjadi asma episodik jarang. Secara keseluruhan dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.1EdukasiPasien biasanya diminta untuk menghindari faktor alergen dan polusi udara. Kemudian memakan makanan cukup kalori, cairan, dan elektrolit, serta istirahat yang cukup.KesimpulanPenyakit asma bronkial merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya gejala khas berupa sesak nafas, ruam pada kulit, serta sputum kental pada batuk. Penyakit ini sangat mudah terjadi pada semua usia, terlebih lagi karena adanya kontak langsung dengan faktor pencetus yang mempermudah timbulnya suatu reaksi inflamasi.

Daftar Pustaka1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Jakarta: Infomedika; 2007. h. 1203-1228.2. Saranani R. Asma bronkial.. Edisi Februari 2014. Diunduh dari www.academia.edu/5106624/asma_bronkial. 04 Juli 2014.3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 83-8.4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004. h. 266-77.5. Kowalaks JP, Welsh W. Buku pegangan uji diagnostik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009. h. 651-745.6. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2013. h. 776-7.7. Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. BS Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2006. h. 435-7.8. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatri. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2010. h. 117-9.9. Somantri I. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika; 2007. h. 142-4.10. Sudoyo, AW dkk. Buku ajar llmu penyakit dalam. Jakarta: Penerbit: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h. 245-50.11. Isselbacher, dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume ke-4. Jakarta: EGC; 2000. h. 1577-82.12. Diagnosis dan penatalaksanaan pada asma bronkial. Edisi Maret 2012. Diunduh dari http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaktsanaan-pada-penyakit-asma-bronkial.html. 05 Juli 2014.

1