askep tbc new
DESCRIPTION
asuhan keperawatanTRANSCRIPT
BAB I
TUBERCULOSIS PARU
A. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
B. Etiologi
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997 )
Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 4 /(m
Dengan tebal 0,3 0,5 (m. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
C. Patofis
TB. Primer
Kuman dibatukkan / bersin (droplet nudei inidinborne)
Terisap organ sehat
Menempel di jalan nafas / paru-paru
Menetap / berkembang biak
Sitoplasma makroflag
Membentuk sarang TB Pneumonia kecil
(sarang primer / efek primer)
Radang saluran pernafasan
(limfangitis regional)
Komplek primer
Sembuh
Sembuh dengan bekas
Komplikasi
TB Sekunder
Kuman dormat (TB Primer)
Infeksi endogen
TB DWS (TB. Post Primer)
Sarang pneumenia kecil
Tuberkel
Reorpsi
Meluas
Meluas
Sembuh
Perkapuran Jaringan Keju
SembuhKavitas
MeluasMemadat/bekas Bersih
Sarang pneumonia baru Tuberkuloma
D. Klasifikasi
Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society, 1974)
- Kategori0=- Tidak pernah terpapar / terinfeksi
Riwayat kontak negatif
Tes tuberkulin
- KategoriI=- Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi
Riwayat / kontak negatif
Tes tuberkulin negatif
- KategoriII=- Terinfeksi TB tapi tidak sakit
Tes tuberkulin positif
Radiologis dan sputum negatif
- KategoriIII=- Terinfeksi dan sputum sakit
Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000 adalah Kategori 1 :
Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRZE/6HE
Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA Positif, penderita TB Paru BTA Negatif Roentgen Positif yang sakit berat dan Penderita TB ekstra Paru Berat.
Kategori II :
paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh (relaps), pendrita gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai ( after default)
Kategori III :
paduan obat 2HRZ/4H3R3
Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen positif sakit ringan, penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa uiteral, TB Kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu diberikan bila pada akhir tahab intensif dari suatu pengobatan dengan kategori 1 atua 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama satu bulan.
E. Gejala Klinis
Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . ( Mansjoer , 1999)
Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman dkk, 93 )
-Demam:subfebril menyerupai influensa
-Batuk:- batuk kering (non produktif) ( batuk produktif (sputum)
- hemaptoe
- Sesak Nafas:pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah bagian paru-paru
-Nyeri dada
-Malaise :anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malamF. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah:- Leokosit sedikit meninggi
- LED meningkat
2. Sputum:BTA
Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman pada satu sediaan dengna kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
3. Test Tuberkulin:Mantoux Tes (PPD)
4. Roentgen:Foto PA
G. Medikamentosa
Jenis obat yang dipakai
- Obat Primer
- Obat Sekunder
1. Isoniazid (H)
1. Ekonamid
2. Rifampisin (R)
2. Protionamid
3. Pirazinamid (Z)
3. Sikloserin
4. Streptomisin
4. Kanamisin
5. Etambutol (E)
5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6. Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan obat kategori 1 :
TahapLama(H) / day R dayZ dayF dayJumlah
Hari X
Nelan Obat
Intensif2 bulan113360
Lanjutan4 bulan21--54
Paduan Obat kategori 2 :
TahapLama(H)
@300
mgR
@450
mgZ
@500
mg E
@ 250
mgE
@500
mgStrep.
InjeksiJumlah
Hari X
Nelan Obat
Intensif2 bulan
1 bulan1
11
13
33
3-
-0,5 %60
30
Lanjutan5 bulan2132-66
Paduan Obat kategori 3 :
TahapLamaH @ 300 mgR@450mgP@500mgHari X Nelan Obat
Intensif2 bulan11360
Lanjutan
3 x week4 bulan2
1154
OAT sisipan (HRZE)
TahapLamaH
@300mg R
@450mgZ
@500mg
E day
@250mgNelan X
Hari
Intensif
(dosis harian)1 bulan113330
H. Kegagalan Pengobatan
Sebab-sebab kegagalan pengobataan :
a.Obat:-Paduan obat tidak adekuat
-Dosis obat tidak cukup
Minum obat tidak teratur / tdk. Sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
Jangka waktupengobatan kurang dari semestinya
Terjadi resistensi obat.
b. Drop out:-Kekurangan biaya pengobatan
-Merasa sudah sembuh
-Malas berobat
c.Penyakit:-Lesi Paru yang sakit terlalu luas / sakit berat
-Ada penyakit lainyang menyertai contoh : Demam, Alkoholisme dll
-Ada gangguan imunologis
I. Penanggulangan Khusus Pasien
a. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur
- menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberian.
-Pemeriksaan uji kepekaan / test resistensi kuman terhadap obat
b. Terhadap penderita yang riwayat pengobatan tidak teratur
- Teruskan pengobatan lama ( 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap bulan.
-Nilai ulang test resistensi kuman terhadap obat
-Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif.
c. Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat sesuai rencana tetapi dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik atau secara biakan )
1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
2. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi
3. Roentgen paru sebagai evaluasi.
4. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme / steroid jangka lama)
5. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi
6. Evaluasi ulang setiap bulannya : pengobatan, radiologis, bakteriologis.
J. Asuhan Keperawatan TB Paru
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian (Doegoes, 1999)
1. Aktivitas /Istirahat
Kelemahan umum dan kelelahan.
Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
Mimpi buruk.
Takikardia, takipnea/dispnea.
Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2. Integritas Ego :
Perasaan tak berdaya/putus asa.
Faktor stress : baru/lama.
Perasaan butuh pertolongan
Denial.
Cemas, iritable.
3. Makanan/Cairan :
Kehilangan napsu makan.
Ketidaksanggupan mencerna.
Kehilangan BB.
Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4. Nyaman/nyeri :
Nyeri dada saat batuk.
Memegang area yang sakit.
Perilaku distraksi.
5. Pernapasan :
Batuk (produktif/non produktif)
Napas pendek.
Riwayat tuberkulosis
Peningkatan jumlah pernapasan.
Gerakan pernapasan asimetri.
Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
Suara napas : Ronkhi
Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6. Kemanan/Keselamatan :
Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
Demam pada kondisi akut.
7. Interaksi Sosial :
Perasaan terisolasi/ditolak.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Menu makanan yang disajikan habis
Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.
Daftar Pustaka
Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
1. Pengkajian
Data Yang dikaji
A. Aktifitas/istirahat
Kelelahan
Nafas pendek karena kerja
Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat
Mimpi buruk
Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja
Kelelahan otot, nyeri , dan sesak
B. Integritas Ego
Adanya / factor stress yang lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
Menyangkal
Ansetas, ketakutan, mudah terangsang
C. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik
Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan
D. Kenyamanan
Nyeri dada
Berhati-hati pada daerah yang sakit
Gelisah
E. Pernafasan
Nafas Pendek
Batuk
Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangn pernafasan tak simetris
Perkusi pekak dan penuruna fremitus
Defiasi trakeal
Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah
F. Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun
Test HIV Positif
Demam atau sakit panas akut
G. Interaksi Sosial
Perasaan Isolasi atau penolakan
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
Pemeriksaan Diagnostik
1. Kultur Sputum
2. Zeihl-Neelsen
3. Tes Kulit
4. Foto Thorak
5. Histologi
6. Biopsi jarum pada jaringan paru
7. Elektrosit
8. GDA
9. Pemeriksaan fungsi Paru
II. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) B.d
Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerja silia
Kerusakan jaringan
Penurunan ketahanan
Malnutrisi
Terpapar lngkungan
Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan patogen
Kriteria hasil:- Pasien menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
mengidentifkasi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
Menunjukkan teknik , perubahan pola hidup untuk peningkatan lingkungan yang aman
Intervensi:
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2. Identifikasi orang lain yang beresiko
3. Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara
5. Awasi suhu sesuai indikasi
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9. Dorong memilih makanan seimbang
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Laporkan ke departemen kesehatan lokal
2. Bersihan jalan nafas tak efektif B.d
adanya secret
Kelemahan , upaya batuk buruk
Edema tracheal
Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi:
1. Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta penggunaan otot asesoris
2. Catat kemampuan unttuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif
3. Beri posisi semi/fowler
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea
5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari
6. Kolaboras pemberian oksigen dan obat obatan sesuai dengan indikasi
3. Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas B.d
Penurunan permukaan efektif paru , atelektasis
Kerusakan membran alveolar kapiler
Sekret kental , tebal
Edema bronchial
Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan
Intervensi :
1. Kaji Dipsnea,Takhipnea, menurunnya bunyi nafas ,peningkatan upaya pernafasan , terbatasnya ekspansi dinding dada , dan kelemahan
2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit
3. Anjurkan bernafas bibr selama ekshalasi
4. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
5. Kolaborasi oksigen
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d
Kelemahan
Sering batuk / produksi sputum
Anorexia
Ketidakcukupan sumber keuangan
Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku / pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat
Intervensi:
1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit , BB, Integrtas mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare
2. Pastikan pola diet biasa pasien
3. Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodik
4.Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan hhubungan dengan obat
5. Dorong dan berikan periode stirahat sering.
6. Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
7. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohodrat.
8. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah.
9. Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
10. Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadual pengobatan 1-2 jam sebelum dan sesudah makan.
11. Awasi pemeriksaan laboratorium
12. Kolaborasi antipiretik
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan
Berhubungan dengan :
Keterbatasan kognitif
Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan pengobatan serta melakukan perubahan pola hidupdan berpartispasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1. Kaji kemampuan psen untuk belajar
2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
3. Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
4. Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.
5. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.
6. Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
7. Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum INH
8. Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap bulan selama minum etambutol
9. Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut / masalah. Jawab pertanyaan dengan benar.
10. Dorong untuk tidak merokok
11. Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi
DAFTAR PUSTAKA ( REFERENSI )
Doengoes Marilynn E ,Rencana Asuhan Keperawatan ,EGC, Jakarta , 2000.
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 , EGC, Jakarta ,1999.
Mansjoer dkk , Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 1999.
Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses Proses penyakit , alih bahasa Peter Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999.
Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta , 1998.