askep menjelang ajal

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjelang Ajal adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik secara individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai berjalan mencapai kemandiriannya dengan mobilitas. Seorang lansia dengan perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan dirinya. Kematian suatu bagian kehidupan yang takdapat dihindari dan bagian yang paling sulit untuk diterima. Setiap orang meninggal dengan unit dan oleh karenanya harus dirawat secara unit; karena itu perawat harus mengembangkan dan mempertahankan hubungan kebutuhan-perseptif positif dengan pasien dan keluarga yang akan memungkinkan pasien meninggal dalam keadaan nyaman dan dengan terhormat. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam 1

Upload: yuni

Post on 15-Nov-2015

205 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

asuhan keperawatan pada pasien menjelang ajal

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangMenjelang Ajal adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik secara individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai berjalan mencapai kemandiriannya dengan mobilitas. Seorang lansia dengan perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan dirinya. Kematian suatu bagian kehidupan yang takdapat dihindari dan bagian yang paling sulit untuk diterima. Setiap orang meninggal dengan unit dan oleh karenanya harus dirawat secara unit; karena itu perawat harus mengembangkan dan mempertahankan hubungan kebutuhan-perseptif positif dengan pasien dan keluarga yang akan memungkinkan pasien meninggal dalam keadaan nyaman dan dengan terhormat.Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang komprehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya, sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Banyak masalah legal melingkupi peristiwa kematian, meliputi definisi dasar dari titik yang aktual dimana seseorang dipertimbangkan meninggal. Hukum mengidentifikasi kematian terjadi ketika ada penurunan fungsi otak yang hebat, selain fungsi organ yang lainnya. Ketika klien tidak mengizinkan pemberi pelayanan kesehatan untuk mencoba menyalamatkan hidup mereka, fokus perawat harus menjadi tujuan perawatan versus penyembuhan. Pada situasi lain yang melibatkan kematian, perawat memiliki tugas legal yang khusus. Misalnya, perawat memiliki kewajiban hukum untuk menjaga orang yang meninggal secara bermartabat. Penanganan yang salah untuk orang yang meninggal dapat membahayakan emosional bagi orang yang selamat.Asuhan keperawatan klien dengan menjelang ajal untuk meraih kembali martabatnya dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan mengintervensi dalam cara meningkatkan kualitas hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perhatian. Peningkatan Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distres psikobiologis. Perawat memberi berbagai tindakan penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena nyeri mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Higiene personal adalah bagian rutin dari mempertahankan kenyamanan klien dengan penyakit terminal. Klien mungkin pada akhirnya bergantung pada perawat atau keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya.1.2 Rumusan Masalah1.Apa konsep teori pasien kebutuhan menjelang ajal?2.Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien kebutuhan menjelang ajal?1.3 Tujuan1. Mengetahui konsep teori pasien kebutuhan menjelang ajal2.Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien menjelang ajal1.4 ManfaatDapat melaksanakan asuhan keperawatan yang bersifat kuratif paliatif, memperpanjang hidup, mempersiapkan dalam menghadapi kematian dengan tenang dan bantuan untuk menerima kehilangan/berduka cita sesuai dengan kebutuhan fisik, psiko-sosial, spiritual dan kultural bagi pasien/klien dengan sakit terminal beserta keluarganya.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 konsep teori menjelang ajalA. Pengertian Menjelang Ajal 1. Menjelang ajalMenjelang ajal ( dying ) secara etimologi berasal dari kata dien yang berarti mendekati kematian. Dengan kata lain ,dying adalah proses ketika individu semakin mendekati akhir hayatnya atau disebut proses kematian. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh sakit yang parah / terminal, atau oleh kondisi lain yang berujung pada kematian individu. Saat menjelang ajal, perawat harus mengetahui bahwa dalam menjelang ajal pasien meninggal damai dan bermatabat.

B. Tahap-tahap Menjelang Ajal.Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :1. Menolak (Denial)Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak. Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya. Reaksi pertama setelah mendengar, bahwa penyakitnya diduga tidak dapat disembuhkan lagi adalah, "Tidak, ini tidak mungkin terjadi dengan saya." Penyangkalan ini merupakan mekanisme pertahanan yang biasa ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya. Hampir tak ada orang yang percaya, bahwa kematiannya sudah dekat, dan mekanisme ini ternyata memang menolong mereka untuk dapat mengatasi shock khususnya kalau peyangkalan ini periodik. Normalnya, pasien itu akan memasuki masa-masa pergumulan antara menyangkal dan menerima kenyataan, sampai ia dapat benar-benar menerima kenyataan, bahwa kematian memang harus ia hadapi.2. Marah (Anger)Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal. Jarang sekali ada pasien yang melakukan penyangkalan terus menerus. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan kemarahan. "Mengapa ini terjadi dengan diriku?", "Mengapa bukan mereka yang sudah tua, yang memang hidupnya sudah tidak berguna lagi?" Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Bahkan kadang-kadang ditujukan pada orang-orang yang dikasihinya, dokter, pendeta, maupun Tuhan. Seringkali anggota keluarga menjadi bingung dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Umumnya mereka tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien tidak masuk akal, meskipun normal, sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya. 3. Menawar (Bargaining)Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. Pada fase ini pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu."4. Kemurungan (Depresi)Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal. Penderita merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan. Sebagai orang percaya memang mungkin dia mengerti adanya tempat dan keadaan yang jauh lebih baik yang telah Tuhan sediakan di surga. Namun, meskipun demikian perasaan putus asa masih akan dialami.5. Menerima atau Pasrah (Acceptance)Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat, sehingga mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien-pasien seperti ini biasanya membosankan dan mereka seringkali dilupakan oleh teman-teman dan keluarganya, padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan keluarga pada saat- saat terakhir justru menjadi sangat besar.

C. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian.Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu :1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu, terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.

D. Tanda-tanda Klinis Menjelang Ajal.Kehilangan Tonus Otot, ditandai :1. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.2. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.3. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi dan sebagainya.4. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.5. Gerakan tubuh yang terbatas.

E. Ciri-ciri Menjelang Ajal1. Pasien kurang rensponsif.2. Fungsi tubuh melambat.3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja.4. Rahang cenderung jatuh.5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal.6. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah.7. Kulit pucat.8. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.9. Suhu tubuh rendah/ badan terasa dingin10. Kelemahan otot11. Gelisah12. Suka Bicara13. Merasa sedih14. Tidak menerima keadaan

F. Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap Kematian.Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type :1. Closed Awareness atau Tidak Mengerti.Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang dan sebagainya.2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.3. Open Awareness atau Sadar akan keadaan dan Terbuka.Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

G. Bantuan yang dapat Diberikan.1. Bantuan Emosional:a. Pada Fase Denial.Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.b. Pada Fase Marah atau anger.Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.c.Pada Fase Menawar.Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.d. Pada Fase Depresi.Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.e.Pada Fase Penerimaan.Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis :a.Kebersihan Diri.Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.b. Mengontrol Rasa Sakit.Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.c.Membebaskan Jalan Nafas.Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.d.Bergerak.Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.e. Nutrisi.Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena atau Invus.f. Eliminasi.Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.g. Perubahan Sensori.Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial.Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi.c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya.4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual.a. Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian.b. Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual.c. Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.

2.2 Asuhan Keperawatan pada pasien menjelang ajalA. PengkajianPada pasien menjelang ajal, pengkajian terhadap pasien tidak pasti karena pasien sudah dalam kondisi lemah. Tetapi secara umum bisa dilakukan secara garis besar sebagai berikut:1. pemeriksaan Head To ToePerubahan fisik saat kematian mendekat:a) Pasien kurang rensponsif.b) Fungsi tubuh melambat.c) Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja.d) Rahang cenderung jatuh.e) Pernafasan tidak teratur dan dangkal.f) Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah.g) Kulit pucat.h) Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.i) Suhu tubuh rendah/ badan terasa dinginj) Kelemahan otot

2. Faktor-Faktor yang perlu dikaji :a. Faktor FisikPada kondisi menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.b. Faktor PsikologisPerawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal.c. Faktor SosialPerawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama menjelang ajal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.d. Faktor SpiritualPerawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya. Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien TerminalNilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitif terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.

B. Diagnosa1. Ketakutan2. Keputusasaan

C. Intervensi dan Implementasi1. Ketakutan Intervensi umum1.kaji faktor penyebab2.kurangi atau hilangkan faktor penyebab3.dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya4.beri masukan tentang perasaan yang diungkapkan klien5.dorong klien untuk menggumakan mekanisme koping yang efektif6.dorong klien untuk menceritakan masalahnya kepada orang lain7.dorong klien untuk menghadapi ketakutannya8.hadirkan suasana yang tidak mengancam secara emosional9.identifikasi aktivitas yang dapat menyalurkan energy emosionalnya guna mengurangi ketakutan klien Rasional1. perasaan aman akan meningkat ketika individu bercermin dari individu lain yang telah berhasil mengatasi situasi menakutkan yang serupa2. individu pendukung dan mekanisme koping merupakan sarana yang penting untuk mengurangi kecemasan3. meminimalkan stimulus lingkungan dapat membantu mengurangi ketakutan4. dialog yang jujur dan terbuka dapat membantu upaya pemecahan masalah yang konstruktif dan dapat memberikan harapan5. aktivitas fisik membantu mengarahkan dan meredakan ketegangan.2. Keputusasaan berhubungan dengan penyakit terminalIntervensi umum:1. bantu klien mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaanya2. dengarkan klien dengan saksama dan perlakukan ia sebagai seorang individu3. tunjukkan sikap empati agar klien bersedia mengutarakan keraguan, ketakutan dan kekhawatirannya4. dorong klien untuk menceritakan bagaimana harapan menjadi ketidakpastian dalam hidupnya dan saar-saat ketika harapan telah mengecewakannya5. bantu klien mengidentifikasi hal-hal yang menyenangkan dan hal-hal yang mereka anggap sebagai humor6. bantu klien mengidentifikasi sumber-sumber harapan 7. bantu klien dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan8. hargai klien sebagai pengambil keputusan yang kompeten; hargai keinginan dan keputusan yang di ambil klien9. dorong klien menggunakan teknik relaksasi sebelum menghadapi peristiwa stress yang telah diperkirakan sebelumnya10. ajarkan klien untuk menjadi manusia yang terbaik hari ini dan menghargai setiap waktu yang ada11. libatkan keluaga dan orang-orang terdekat kilen dalam rencana perawatan12. hargai dan dukung harapan klien terhadap tuhan dan bantu ia mengekspresikan keyakinan spiritualnya. Rasional1. harapan terkait dengan bantuan yang diberikan orang lain.2. Harapan terbukti berkaitan langsung dengan kualitas hubungan seseorang dengan orang lain.3. Harapan dianggap mampu mempengaruhi kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual individu.4. Mempertahankan peran dan tanggung jawab keluarga penting untuk menumbuhkan harapan dan koping.5. Hiburan, humor, dan mengingat kembali kenangan-kenangan lama dapat meningkatkan harapan pada individu yang menderita penyakit terminal6. Harapan yang diberikan oleh anggota keluarga dapat menularkan pada klien.7. Individu yang pernah mengalami keputusasaan tidak dapat membayangkan sesuatu apapun yang dapat dilakukan atau berharga untuk dilakukan, tidak pula membayangkan hal di luar peristiwa yang tengah terjadi.8. Individu dapat berkoping dengan bagian hidupnya yang ia pandang sebagai keputusasaan jika ia mampu menyadari bahwa ada banyak factor dalam hidupnya yang penuh dengan harapan hidup. D. Evaluasi1. Pasien mengekspresikan pikiran dan perasaan kepada perawat2. Pasien mencapai kembali rasa harga diri 3. Pasien berkeinginan untuk berinteraksi dengan orang lain4. pasien merasa nyaman 5. pasien tidak merasa sedih6. pasien siap menerima ajalnya

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanMenjelang ajal adalah proses ketika individu semakin mendekati akhir hayatnya atau disebut proses kematian. Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami atau menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.Tahap-tahap Menjelang Ajal, yaitu :Menolak (Denial), Marah (Anger), Menawar (Bargaining), Kemurungan (Depresi), dan Menerima atau Pasrah (Acceptance). Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian: Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, Kematian yang belum pasti, dan Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu.Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian, ditandai :Relaksasi otot muka , Kesulitan dalam berbicara, Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, dan Gerakan tubuh yang terbatas. Ciri-ciri menjelang ajal adalah Pasien kurang rensponsif, Fungsi tubuh melambat, Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja, Rahang cenderung jatuh, Pernafasan tidak teratur dan dangkal, Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah, Kulit pucat, Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya, Suhu tubuh rendah/ badan terasa dingin, Kelemahan otot, Gelisah, Suka Bicara, Merasa sedih, Tidak menerima keadaan.Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap Kematian: Closed Awareness atau Tidak Mengerti, Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi, dan Open Awareness atau Sadar akan keadaan dan Terbuka. Bantuan yang dapat Diberikan adalah Bantuan Emosional, Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis, dan Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual. Asuhan keperawatan menjelang ajal yaitu: Pengkajian (pemeriksaan head to toe dan faktor-faktor fisik, Psikologis, sosial dan spiritual), Diagnosa, perencanaan dan implementasi, dan evaluasi.

3.2 SaranSebagai perawat kita harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien, salah satunya saat pasien menjelang ajal. Kita sebagai perawat harus selalu mengingatkan pasien kepada Tuhan sebagai Maha Pencipta dan meningal secara damai dan bermartabat.

Daftar PustakaA.Aziz Alimul H, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta :EGCErik. 2009. Konsep Pasien Terminal. in www.erik-acver-qincai.blogspot.com. Hidayat, Azis Alimul. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba MedikaJuall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10.Jakarta:EGCKozier, 1991, Fundamentals of Nursing; Concepts, Process and Practice. Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran, EGC JakartaMansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3, cet.1 Jilid 2. Jakarta: Media AesculapiusMubarak, Wahid Iqbal dan Chayatin, Nurul. 2007. Buku Ajar KDM Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGCPotter & Perry, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses dan Praktik, Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.Rahmi, Nur. 2013. http://nurrahmiar.blogspot.com/2013/04/askep-kehilangan.html. Smith, Jane. 2010. http://cuitycuitytea.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-terminal.htmlSuseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.Tucker, Susan Martin dkk.1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta: EGCWahyuningsih dan Subekti. 2005. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGCWiley dan Blacwell. (2009). Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd

1