askep lp kel 1 (1)

81
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Apendisitis adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira – kira 10cm (4inci), melekat pada sekum tepet di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektik, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Smeltzer, 2002). Setiap bagian dari saluran gastrointestinal bawah rentan terhadap inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi akibat bakteri, virus atau jamur. Salah satu inflamasi yang terjadi adalah apendiksitis. Apendiksitis adalah suatu peradangan pada apendiks yang berlokasi dekat katup ileocecal. (Long, Barbara.C., Alih bahasa YIAPKB, 1996: 228). Apendiksitis merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat dan kausa laparatomi tersering pada anak juga dewasa dan bersifat jarang mereda spontan, tidak dapat diramalkan, cenderung progresif dan mengalami perforasi. Apendiksitis perforasi terjadi bila terjadi kerapuhan dinding apendiks yang telah menjadi gangren 1

Upload: anne-afriliani

Post on 08-Aug-2015

531 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Apendisitis adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira – kira 10cm

(4inci), melekat pada sekum tepet di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi

makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena

pengosongannya tidak efektik, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi

tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Smeltzer, 2002).

Setiap bagian dari saluran gastrointestinal bawah rentan terhadap inflamasi

akut yang disebabkan oleh infeksi akibat bakteri, virus atau jamur. Salah satu

inflamasi yang terjadi adalah apendiksitis. Apendiksitis adalah suatu peradangan

pada apendiks yang berlokasi dekat katup ileocecal. (Long, Barbara.C., Alih bahasa

YIAPKB, 1996: 228). Apendiksitis merupakan penyebab paling umum untuk bedah

abdomen darurat dan kausa laparatomi tersering pada anak juga dewasa dan bersifat

jarang mereda spontan, tidak dapat diramalkan, cenderung progresif dan mengalami

perforasi.

Apendiksitis perforasi terjadi bila terjadi kerapuhan dinding apendiks yang

telah menjadi gangren (Mansjoer, Arif., 2001:307) dan dapat menyebabkan

terjadinya peritonitis umum atau pembentukan abses. Menurut Syaifoelah (1999)

apendiksitis perforasi rata-rata terjadi pada usia yang sangat muda sekali atau terlalu

tua dengan angka morbiditas pada kasus 17-60 % dan angka mortalitas 1-15 %.

Oleh karena itu tim penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien

dengan gangguan system pencernaan yang disusun dalam makalah yang berjudul

“Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Post.

Laparotomy Eksplorasi + Appendictomy A.I Peritonitis Difusi E.C Appendicitis

Perforasi Di Ruang Kemuning IV Rumah Sakit Hasan Sadikin ”. Tim penulis

mengambil Tn. M di Ruang Kemuning IV Rumah Sakit Hasan Sadikin sebagai

1

responden karena berdasarkan hasil pengkajian Tn. M mengalami gangguan sistem

pencernaan.

1.2 TUJUAN PENULISAN

a. Tujuan Umum

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk melaksanakan asuhan

keperawatan secara komperhensif kepada klien dengan Gangguan Sistem

Pencernaan: Post Operasi Laparatomi Eksplorasi + Apendiktomi a.i Peritonitis

Lokal e.c Apendiksitis Perforasi melalui pendekatan proses keperawatan dan

mendokumentasikannya dengan pendekatan ilmiah.

b. Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian yang meliputi pengumpulan data dan menetapkan

masalah keperawatan

2. Menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas

3. Menyusun perencanaan berdasarkan diagnosa yang timbul dan

menetapkan tujuan

4. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan

5. Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang telah diberikan

1.3 METODE PENULISAN

Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan metode analitik

deskriptif, dengan bentuk studi kasus, dimana disusun berupa laporan penerapan

asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Adapun teknik yang

digunakan dalam pengumpulan data adalah :

1. Wawancara

Merupakan pengumpulan data dengan menanyakan secara langsung dan

terarah kepada klien, keluarga dan tim kesehatan.

2. Observasi

2

Merupakan pengumpulan data dengan melihat secara langsung melalui

pengamatan perilaku dan keadaan klien.

3. Partisipasi aktif

Merupakan data dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan

data dari masalah kesehatan klien, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi

dan auskultasi.

4. Studi Dokumenter

Merupakan pengumpulan data dengan melihat status, catatan

keperawatan serta catatan kesehatan lainnya untuk dijadikan salah satu

dasar dalam melakukan asuhan keperawatan.

5. Studi kepustakaan

Merupakan metoda pengumpulan data dengan cara mengumpulkan

materi yang berhubungan dengan apendiksitis perforasi melalui

membaca dan menganalisa beberapa literatur seperti yang tercantum

dalam daftar pustaka.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penyusunan karya tulis ini penulis membaginya kedalam 4 bab yaitu

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metoda

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Berisi konsep dasar teori apendiksitis perforasi meliputi

pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, patofisiologi,

penatalakasanaan medis, dampak terhadap sistem tubuh dan

3

komplikasi,. Konsep asuhan keperawatan post laparatomi +

apendiktomi a.i peritonitis lokal e.c apendiksitis perforasi meliputi

pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB III : TINJAUAN KASUS

Berisi proses keperawatan pada klien Tn.B dengan dengan

gangguan sistem pencernaan: post operasi laparatomi eksplorasi +

apendiktomi a.i peritonitis diffuse e.c apendiksitis perforasi mulai

dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan

catatan perkembangan.

BAB IV : PEMBAHASAN

Berisi kesenjangan antara teori dengan kasus Tn.M gangguan sistem

pencernaan: post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i

peritonitis diffuse e.c apendiksitis perforasi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan rekomendasi dari seluruh kegiatan asuhan keperawatan.

4

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR

2.1.1 Definisi Penyakit

a. Laparatomi Eksplorasi

Menurut Donna D. Ignatavicus (1995:1615) dan Dr.Med.Ahmad

Ramali (2000:194), laparatomi eksplorasi adalah pembedahan untuk

membuka rongga perut dengan memeriksa abnormalitas rongga perut.

b. Apendiktomi

Menurut Donna D. Ignatavicus (1995: 1615) dan Smeltzer and Bare

(Alih bahasa Agung Waluyo, 2001: 1097), apendiktomi adalah tindakan

membuang apendiks yang terinflamasi.

c. Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi pertonium - lapisan membran serosa

rongga abdomen dan meliputi visera. (Smeltzer and Bare. Alih bahasa

Agung Waluyo. 1996:1097)

Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-ogan abdomen (misalnya apendiksitis,

salpingitis), ruptura saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. (Sylvia

Anderson Price.Alih bahasa Peter Anugrah. 1995: 401)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah

inflamasi pertonium - lapisan membran serosa rongga abdomen dan

meliputi visera yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-

ogan abdomen (misalnya apendiksitis, salpingitis), ruptura saluran cerna

atau dari luka tembus abdomen.

5

2.1.2 Etiologi

Menurut Syamsu hidayat dan Wim De Jong (2004: 640), penyebab

apendiksitis adalah

a. Infeksi bakteria

b. Sumbatan lumen apendiks

c. Hiperplasia jaringan limfe

d. Fekalit

e. Tumor apendiks

f. Cacing askaris

g. Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.hystolitica

h. Diet rendah serat

Sedangkan etiologi peritonitis menurut Smeltzer and Bare (Alih bahasa

Agung Waluyo, 2001: 1103) dan Sudarth and Smith (1995: 441) adalah

a. Penyebab Primer

1) Bakteria patogen (streptococci, pneumococci, gonococi)

2) Pasien dengan sirosis atau nephrosis

b. Penyebab Sekunder

1) Pada pasien infeksi gastrointestinal seperti apendiksitis perforasi, hernia

incarcerata,typhoid perforasi, ileus obstruktif dll.

2) Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut R. Syamsu hidayat dan Wim De Jong (2004:644) manifestasi

klinis pada klien dengan peritonitis akibat apendiksitis perforasi adalah:

a. Demam tinggi

b. Nyeri yang makin hebat yang meliputi seluruh perut

c. Perut menjadi tegang dan kembung

d. Nyeri tekan

e. Defans muskuler

6

f. Peristaltik menurun sampai hilang

g. Malaise

h. Leukositosis

2.1.4 Patofisiologi

Apendiksitis biasanya disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan

ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai

nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri

akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum sehingga menimbulkan nyeri di daerah kuadran bawah. Keadaan

ini disebut dengan apendiksitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks

yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendiksitis

gangrenosa. Bila inding telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendiksitis

perforasi.

Infeksi yang terjadi dapat masuk ke peritoneal lewat sistem vaskular.

Sehingga peritonium mengalami infeksi. Adanya proliferasi bakterial, terjadi

edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan

dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein,

sel darah putih, debris seluler dan darah.

7

PATHWAY

Obstuksi lumen ( fekalit, tumor, dan lain- lain)

Mukus yang diproduksi mukosa akan mengalami bendungan

Peningkatan tekanan intra lumen/ dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Edema dan ulserasi mukosa Apendiksitis akut fokal

Terputusnya aliran darah Nyeri epigastrium

Obstruksi vena, edema bertambah

dan bakteri menembus dinding

Peradangan peritonium Apendiksitis Supuratif akut

Aliran arteri terganggu Nyeri di daerah kanan bawah

Infark dinding apendiks

Ganggren Apendiksitis ganggrenosa

8

Dinding apendiks rapuh

Infiltrat perforasi

Infiltrat apendikularis apendiksitis perforasi

2.1.5 Penatalaksanaan Medis

a) Pembedahan

1) Post Pembedahan

Perlu dilakukan observasi tanda- tanda vital untuk mengetahui

terjadinya perdarahan di dalam syok, hipertermi atau gangguan

pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga

aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi

semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi

gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih

besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan

sampai fungsi usus kembali normal.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah

operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan untuk tindakan lain

sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi semi fowler medium,

pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian

penenang, pemberian antibiotik spektrum luas dilanjutkan dengan

antibiotik sesuai kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan

penanganan syok septik secara intensif bila ada.

9

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba masa di kuadran kanan

bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina.

Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin,

gentamisin, metronidazol atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses

akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu

kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan

drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina

dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

a. Pengumpulan Data

1) Data Demografi

a) Identitas Klien

Kaji usia dan jenis kelamin klien. Usia perlu dikaji karena

apendiksitis perforasi paling sering terjadi pada usia muda sekali

atau terlalu tua. Perforasi timbul 93 % pada anak- anak dibawah

usia 2 tahun dan antara 40-75 % kasus terjadi diatas usia 60 tahun.

(FKUI, 1999: 181). Sedangkan jenis kelamin perlu dikaji karena

apendiksitis terjadi 1,3-1,6 kali lebih sering terjadi pada laki-laki

dibanding wanita. (FKUI, 1999: 177).

b) Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, pekerjaan,

agama, alamat dan hubungan dengan klien.

2) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

10

(1) Alasan Masuk RS

Klien umumnya datang dengan keluhan nyeri, spasme

dinding otot perut kuadran kanan bawah dengan tanda

peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam

dan malaise. (FKUI, 2001:309)

Umumnya nyeri yang dirasakan bertambah bila bergerak,

terutama bila batuk dan ekstensi ekstrimitas bagian bawah dan

berkurang bila berbaring dan mengangkat kaki mendekati perut

untuk menahan tekanan pada otot abdomen. Nyeri dirasakan

hebat pada area epigastrium atau periumbilikal dan menyebar

ke abdomen kuadran bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan

terus menerus daripada hilang timbul. Nyeri dirasakan berat.

(2) Keluhan Saat Dikaji

Klien dengan post operasi laparatomi + apendiktomi

umumnya mengeluh nyeri, keluhan nyeri akan bertambah bila

klien bergerak dan menurun jika diistirahatkan dengan kaki

ditekuk, nyeri bersifat tajam yang dirasakan terus menerus/

hilang timbul, nyeri dirasakan pada area operasi dan cenderung

dirasakan dari sedang sampai berat.

b) Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji kebiasaan menahan BAB, kebiasaan makan makanan

pedas, rendah serat dan makanan biji-bijian. Kaji adanya penyakit

Diabetes Melitus dan TB paru yang dapat menghambat proses

penyembuhan luka, riwayat pembedahan perut, riwayat penyakit

kanker dan jantung, riwayat menderita cacingan dan riwayat alergi

obat dan protein. Riwayat merokok yang dapat mempengaruhi

proses penyembuhan luka.

c) Riwayat kesehatan keluarga

11

Kaji adanya anggota keluarga / lingkungan yang mempunyai

penyakit menular infeksi seperti TB dan hepatitis. Kaji adanya

riwayat penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus di

keluarga.

2.2.2. Pemeriksaan Fisik

a) Sistem Pernafasan

Pada klien dengan post operasi kaji adanya penumpukan sekret

dan pernafasan yang cepat dan dangkal, suara nafas ronchi dan

rales dan peningkatan respirasi akibat nyeri.

b) Sistem Kardiovaskular

Klien luka post operasi kaji peningkatan nadi dan tekanan darah,

konjungtiva pucat, penurunan Hb, adanya hipotensi orthostatik,

kaji CRT, akral klien untuk mengetahui fungsi perfusi jaringan dan

homan sign.

c) Sistem Pencernaan

Pada klien dengan post operasi ditemukan mulut kering dan

distensi abdomen. Terdapat mual, muntah dan anoreksia, distensi

abdomen dan nyeri. Terdapat luka operasi dan drain sehingga perlu

dikaji keadaannya, adanya tanda- tanda infeksi seperti kemerahan,

bengkak, panas, nyeri dan fungsio laesa. Terjadi penurunan

peristaltik akibat efek anestesi selama 24 jam dan berangsur-

angsur peristaltik normal kembali. Kaji adanya konstipasi (teraba

masa akibat pengerasan feses di kuadran kanan bawah) dan setelah

efek anestesi hilang mungkin masih terdapat mual dan tidak nafsu

makan.

d) Sistem Muskuloskeletal

12

Pada saat post operasi mungkin ditemukan kelemahan,

keterbatasan moblisasi dan ketakutan untuk bergerak. Kaji keadaan

tempat pemasangan infus apakah ada bengkak, kemerahan dan

panas.

e) Sistem Persyarafan

Setelah operasi kaji adanya rasa pusing dan kepala terasa berat

akibat efek anestesi. Kaji tingkat kesadaran dan fungsi cerebral.

Kaji tingkat kesadaran adanya lethargy, kegelisahan dan iritabilitas

dan kaji kohensi dan orinetasi klien. Kaji kemampuan motorik

yang dusadari dan kemampuan mengontrol prilaku dan adanya

nyeri dan nilai refleks pupil,kornea dan refleks fisiologis.

f) Sistem Perkemihan

Pada klien post operasi mungkin ditemukan adanya pemasangan

kateter sesuai indikasi dan penurunan jumlah urine output akibat

adanya kekurangan volume cairan. Kaji adanya kateterisasi dan

keadaan kebersihan kateter dan kulit sekitar kateter seperti adanya

kemerahan, nyeri atau perasaan ketidaknyamanan.

g) Sistem Integumen

Setelah operasi terdapat luka operasi laparatomi eksplorasi dan

drain. Suhu tubuh akan meningkat bila terjadi infeksi. Kaji adanya

kulit kepala dan rambut kotor, kulit kotor dan teraba lengket, kaji

adanya penurunan turgor kulit akibat adanya kekurangan volume

cairan.

2) Data Penunjang

Data penunjang yang diperlukan pada klien dengan apendiksitis

perforasi menurut Doengoes (2001: 509) dan FKUI (2001: 308), yaitu

:

(a) Pemeriksaan Laboratorium

- Leukosit : Diatas 12.000 mm3

13

- Neutrofil : meningkat sampai 75 %

- Urinalisis: normal, tetapi mungkin ditemukan eritrosit/ leukosit

(b) Radiologi

Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergerakan material

dari apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.

(c) USG

USG dilakukan bila terjadi infiltrat apendikularis

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa yang muncul pada klien dengan gangguan sistem

pencernaan :post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i peritonitis e.c

apendiksitis menurut Doengoes (Alih bahasa I Made Kariasa, 2001), Carpenito

(Alih bahasa Ester Monica, Setiawan, 1999) dan Engram (Alih bahasa Surhayati

Samba, 1998), antara lain:

a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi

bedah

b. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh

demam, proses penyembuhan), penurunan intake oral dan kehilangan

cairan abnormal

c. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

d. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,

yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin

untuk penyembuhan luaa dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri,

mual, muntah dan pembatasan diet.

e. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan

hospitalisasi

f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik

sekunder terhadap pembedahan

14

2.2.4 Perencanaan

a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi

bedah

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

- Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar

- Bebas tanda infeksi, eritema

- Bebas dari demam

Intervensi Rasional

1. Awasi tanda-tanda vital

terutama suhu. Perhatikan

demam, berkeringat, perubahan

mental, meningkatnya nyeri

abdomen

2. Ganti verband sesuai aturan

dengan teknk aseptik

3. Pantau terhadap tanda dan

gejala infeksi

1. Untuk mengidentifikasi kemajuan

atau penyimpangan dari hasil yang

diharapkan, suhu tubuh yang

meningkat adalah salah satu tanda

dari terjadinya infeksi jika suhu tubuh

meningkat akan mempengaruhi tanda

vital lainnya. Dugaan infeksi/

terjadinya sepsis, abses dan

peritonitis

2. Verband yang lembab merupakan

media kultur untuk pertumbuhan

bakteri. Dengan mengikuti teknik

aseptik akan mengurangi risiko

kontaminasi bakteri.

3. Respon jaringan terhadap infiltrasi

patogen dengan peningkatan darah

dan aliran limfe (dimanifestasikan

15

4. Ajarkan pada klien tentang

faktor-faktor yang dapat

memperlambat penyembuhan

luka:

a. Jaringan luka dehidrasi

b. Infeksi luka

c. Nutrisi dan hidrasi tidak

adekuat

d. Gangguan suplai darah

e. Peningkatan stres atau

aktivita berlebihan

dengan edema, kemerahan, dan

pengingkatan drainase) dan

penurunan epitelisasi (ditandai

dengan pemisahan luka).

4.

a. Penelitian melaporkanbahwa

migrasi epitel dihambat di bawah

krusta kering; gerakan tiga kali

lebih cepat di atas jaringan basah.

b. Eksudat pada luka terinfeksi

merusak epitelisasi dan penutupan

luka

c. Untuk memperbaiki harus

meningkatkan masukan protein dan

karbohidrat dan hidrasi yang

adekuat untuk transpor vaskular

dari oksigen dan zat sampah

d. Suplai darah pada jaringan cedera

harus adekuat untuk mentranspor

leukosit dan membuang zat

sampah

e. Peningkatan stress dan aktivitas

mengakibatkan peningkatan kadar

kalon, suatu penghambat miotik

yang menekan regenerasi

epidermal

16

5. Berikan antibiotik sesuai

indikasi

6. Berikan paling sedikit 2 liter

cairan setiap hari ketika

melaksanakan terapi antibiotic

5. Mungkin diberikan secara profilaktik

atau menurunkan jumlah organisme

(pada infeksi yang ada sebelumnya)

untuk menurunkan penyebaran dan

pertumbuhannya pada rongga

abdomen.

6. Cairan membnatu menyebarkan obat

ke jaringan tubuh

b. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh

demam, proses penyembuhan), penurunan intake oral dan kehilangan

cairan abnormal

Tujuan : Volume cairan adekuat

Kriteria hasil :

- Mempertahankan kesimbangan cairan

- Membran mukosa lembab

- Turgor kulit baik

- Tanda-tanda vital stabil

- Haluaran urine adekuat

Intervensi Rasional

1. Awasi TD dan nadi

2. Lihat membran mukosa; kaji

turgor kulit dan pengisian

kapiler

3. Awasi masukan dan haluaran;

1. Tanda yang membnatu

mengidentifikasi fluktuasi volume

intravaskular

2. Indikator keadekuatan sirkulasi

perifer dan hidrasi seluler

3. Penurunan haluaran urine pekat

17

catat warna urine / konsentrasi,

berat jenis

4. Auskultasi bising usus

5. Berikan sejumlah kecil

minuman jernih bila

permasukan oral di mulai, dan

dilanjutkan dengan diet sesuai

toleransi

Mandiri

6. Berikan perawatanmulut sering

dengan perhatian khusus pada

perlindungan bibir

Kolaborasi

7. Pertahankan penghisapan

gaster/ usus

8. Berikan cairan IV dan elektrolit

dengan peningkatan berat jenis

diduga dehidrasi/ kebutuhan

peningkatan cairan

4. Indikator kembalinya peristaltik,

kesiapan untuk masukan peroral

5. Menurunkan iritasi gaster/ muntah

untuk menimbulkan kehilangan

cairan

6. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan

mulut kering dan pecah-pecah

7. Selang NG biasanya dimasukan pada

praoperasi dan dipertahankan pada

fase segera pasca operasi untuk

dekompresi usus, meningkatkan

istirahat usus, mencegah muntah.

8. Peritonium bereaksi terhadap iritasi/

infeksi dengan menghasilkan

sejumlah besar cairan yang dapat

menurunkan volume sirkulasi,

mengakibatkan hipovolemia.

Dehidrasi dan dapat terjadi

ketidakseimbangan.

18

c. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya rasa tidak nyaman

Kriteria hasil :

- Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol

- Postur tubuh rileks

- Klien mampu istirahat/ tidur dengan tepat

Intervensi Rasional

1. Kaji nyeri, catat lokasi,

karakteristik (skala 0-10). Selidiki

dan laporkan perubahan nyeri

dengan cepat.

2. Pertahankan istirahat dengan

semifowler

3. Dorong ambulasi dini

4. Berikan aktivitas liburan

1. Berguna dalam pengawasan

keefektifan obat, kemajuan

pnyembuhan. Perubahan pada

karakteristik nyeri menunjukan

terjadinya abses/ peritonitis,

memerlukan upaya evaluasi

medik dan intervensi.

2. Gravitasi melokalisasi eksudat

inflamasi dalam abdimen bawah

atau pelvis, menghilangkan

tegangan abdomen yang

bertambah dengan posisi

terlentang.

3. Meningkatkan normalisasi fungsi

organ , contoh merangsang

peristaltik dan kelancaran flatus,

menurunkan ketidaknyamanan

abdomen.

4. Fokus perhatian kembali,

meningkatkan relaksasi, dan dapat

meningkatkan kemampuan

koping.

19

Kolaborasi:

5. Pertahankan puasa/ penghisapan

NG awal

Kolaborasi

6. Berikan analgesik sesuai indikasi

7. Berikan kantong es pada abdomen

5. Menurunkan ketidaknyamanan

pada peristaltik usus dini dan

iritasi gaster/ muntah

6. Menghilangkan nyeri,

mempermudah kerja sama dengan

intervensi terapi lain. Contoh:

ambulasi, batuk.

7. Menghilangkan dan mengurangi

nyeri melalui penghilangan ujung

syaraf. Catatan: Jangan lakukan

kompres panas karena dapat

menyebabkan kongesti jarinngan.

d. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,

yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin

untuk penyembuhan luaa dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri,

mual, muntah dan pembatasan diet.

Tujuan : Nutrisi adekuat

Kriteria hasil :

- BB klien tetap atau meningkat

- Porsi makan klien habis

- Klien memahami pentingnya nutrisi terhadap penyembuhan luka

Intervensi Rasional

1. Jelaskan pentingnya masukan

nutrisi harian yang optimal

1. Penyembuhan luka memerlukan

masukan cukup protein,

karbohidrat, vitamin dan mineral

untuk pembentukan firoblas dan

jaringan granulasi serta produksi

20

2. Anjurkan klien untuk makan

porsi sedikit tapi sering

3. Anjurkan klien untuk makan

makanan yang hangat

4. Lakukan oral hygene

5. Berikan antiemetik sesuai

indikasi

6. Pertahankan cairan IV

kolagen

2. Dengan makanan sedikit demi

sedikit diharapkan kebutuhan

nutrisi terpenuhi

3. Makanan yang hangat dapat

mengurangi rasa mual sehingga

menambah selera makan klien

4. Mulut bersih dapat membuat klien

nyaman dan meningkatkan nafsu

makan

5. Anti emetik dapat menetralkan

atau menurunkan pembentukan

asam untuk mencegah erosi

mukosa dan kemungkinan ulserasi

6. Memperbaiki keseimbangan

cairan dan elektrolit

e. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan

hospitalisasi

Tujuan : Istirahat tidur klien terpenuhi

Kriteria hasil :

- Klien tidak mengeluh susah tidur

- Klien dapat tidur 7-8 jam sehari

- Klien tampak segar

Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan pada klien

tentang pentingnya istirahat tidur

1. Transfer informasi sehingga klien

mengetahui pentingnya pemenuhan

kebutuhan istirahat tidur agar tubuh

21

2. Ciptakan lingkungan yang

nyaman dengan cara :

- Tanyakan pada klien

kebiasaan sebelum tidur

- Lingkungan yang tenang

- Merapihkan tempat tidur

- Mengatur posisi tidur klien

sesuai kenyamanan

3. Anjurkan klien untuk minum susu

hangat sebelum tidur

4. Anjurkan klien untuk membatasi

makanan/ minuman yang

mengandung kafein

5. Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian obat hipnotik

menjadi relaks dan segar, daya

tahan tubuh tetap stabil dan

mengembalikan stamina/ tenaga.

2. Dengan lingkungan yang nyaman

dan tenang akan mendukung untuk

memenuhi kebutuhan tidur klien.

3. Didalam susu mengandung zat

lactoferin yang dapat merangsang

kantuk.

4. Kafein dapat memperlambat pasien

untuk tidur tahap REM,

mengakibatkan pasien tidak merasa

segar.

5. Obat hipnotik dapat menurunkan

perangsangan RAS sehingga

membantu klien untuk memenuhi

kebutuhan istirahat tidur.

f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik

sekunder terhadap pembedahan

Tujuan : ADL terpenuhi

Kriteria hasil :

- Klien dapat mengidentifikasi area kebutuhan

22

- Klien mengungkapkan ADLnya terpenuhi

Intervensi Rasional

1. Tentukan tingkat bantuan yang

diperlukan. Berikan bantuan

dengan ADL sesuai keperluan.

Membiarkan klien melakukan

sebanyak mungkin untuk dirinya.

2. Berikan waktu yang cukup bagi

klien untuk melaksankan aktivitas

3. Instruksikan klien adaptasi

yangdiperlukan untuk

melaksankan AKS. Dimulai

dengan tugas yang mudah

dilakukan dan berlanjut sampai

tugas yangsulit. Berikan pujian

untuk keberhasilan tersebut

4. Menaruh bel di tempat yang

mudah dijangkau

1. Untuk mendorong kemandirian

2. Membebani klien dengan aktivitas

menyebabkan frustasi

3. Untuk mendorong kemandirian.

Pujian memotivasi untuk terus

belajar

4. Untuk membebani rasa aman

23

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN SISTEM

PENCERNAAN : PERITONITIS e.c APPENDIKCITIS PERFORASI POST

LAPAROTOMY EKSPLORASI + APPENDICTOMY

DI RUANG KEMUNING IV DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

A. PENGKAJIAN

1. Pengumpulan Data

a. Identitas Klien

Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 51 Tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Islam

Suku Bangsa : Sunda

Status Marital : Kawin

Golongan Darah : -

Alamat : Komplek Tanjung Sari Sumedang

Tanggal Masuk RS : 30 Desember 2012

Tanggal Pengkajian : 3 Januari 2013

No Medrec : 00001296291

Diagnosa Medis : Post. Op LE + appendictomy a.i peritonitis e.c

appendiksitis perforasi POD III

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. A

Umur : 48 Tahun

24

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SD

Alamat : Komplek Tanjung Sari Sumedang

Hubungan dengan klien : Istri

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

a. Keluhan utama masuk rumah sakit

Sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh nyeri

yang hilang timbul pada bagian perut kanan bawah dan terasa menyebar.

Kemudian 8 jam sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh nyeri perut

kanan bawah yang dirasa terus menerus. Keluhan disertai panas badan

dan mual. Tidak ada keluhan BAB, klien dirujuk ke RSHS setelah klien

berobat ke RS Cililin dengan diagnosa appendiksitis dan dipindahkan ke

RS Cibabat. Diketahui klien mendapat diagnosa Peritonitis e.c

Appeendiksitis lalu klien dirujuk ke RSHS. Di RSHS klien dilakukan

tindakan operasi. Klien mengatakan menjalani operasi laparatomy

eksplorasi pada tanggal 31 Desember 2012 pada pukul 09.30 WIB.

b. Keluhan utama saat pengkajian

Saat dikaji tanggal 3 januari 2013, klien dalam keadaan post op hari

ketiga dan mengeluh nyeri pada bagian luka post op. Nyeri dirasakan saat

klien banyak bergerak dan berkurang saat klien istirahat. Nyeri dirasakan

tidak menyebar dengan skala nyeri 2 (0-5). Nyeri dirasakan hilang

timbul.

2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Menurut pengakuan klien dan keluarga untuk mengatasi rasa sakit

yang dialami, klien mengkonsumsi jamu atau obat – obat herbal baik

buatan sendiri atau membeli dari apotek. Klien mengatakan tidak

25

mempunyai penyakit keturunan atau pun menular. Klien suka sekali

menkonsumsi makan makanan pedas dan mie instan jika malas memasak

dan klien mengatakan suka makan terburu-buru sehingga makanan tidak

terkunyah dengan halus. Klien mempunyai riwayat merokok secara rutin

setiap hari namun tidak sampai 1 bungkus.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

- Riwayat Penyakit Menular

Tidak ada riwayat penyakit TBC, Hepatitis, dan HIV pada keluarganya

- Riwayat Penyakit Keturunan

Tidak ada riwayat penyakit Asma, dan Diabetes Mellitus pada keluarganya

d. Pola Aktivitas Sehari-hari

Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Setelah Sakit

1. Nutrisi

Makan :

Jenis

Frekuensi

Jumlah

Keluhan

Minum :

Jenis

Frekuensi

Jumlah

Keluhan

2. Eliminasi

Makanan pedas, mie instan,

jarang makan buah

2-3 kali sehari

1 porsi

Tidak ada

Kopi, Jarang minum air putih

3-4 kali sehari

1 Gelas

Tidak Ada

Susu (entrasol nutrient)

3 kali sehari

± 450 cc / 24 jam

Terpasang NGT

Susu, Air putih

3 kali sehari

± 300 cc/ 24 jam

Tidak Ada

26

BAB :

Frekuensi

Warna

Konsistensi

Keluhan

BAK :

Jumlah

Frekuensi

Warna

Keluhan

3. Personal Hygiene

Mandi

Frekuensi

Cara Pemenuhan

Cuci Rambut

Frekuensi

Cara Pemenuhan

Gunting Kuku

Frekuensi

Cara Pemenuhan

Gosok Gigi

Frekuensi

1 kali sehari

Kuning kecoklatan

Lunak

Tidak ada

Banyak

4-5x sehari

Kuning jernih

Tidak ada

2 kali sehari

Mandiri

2 hari sekali

Mandiri

1 Minggu sekali

Mandiri

Selama dirawat pasien

belum BAB

400 cc/8 jam

3-4x sehari

Kuning pekat

Terpasang folley kateter

Diseka pada pagi hari

saja

Dibantu keluarga atau

perawat

Belum keramas selama

dirawat di rumah sakit

Belum pernah

menggunting kuku

selama dirawat di rumah

sakit

27

Cara Pemenuhan

4. Istirahat/Tidur

Jumlah Jam Tidur

Pola

Keluhan

5. Latihan/Olah Raga

Jenis

Frekwensi

2 kali sehari

Mandiri

6,5 jam ( 22.00-04.30)

pola teratur

Tidak pernah

Tidak ada

Tidak pernah

Belum pernah gosok gigi

selama dirawat di rumah

sakit

Polanya tidak teratur

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

e. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Klien dapat duduk namun aktifitas kadang dibantu

keluarga dan perawat

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda Vital

Suhu : 37 ° C

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Respirasi : 18 kali / menit

Nadi : 70 kali / menit

Berat Badan : Sebelum Sakit : 60 kg

Setelah Sakit : 54 kg

Tinggi Badan : 157 cm

IMT : 22 (Normal)

BB Ideal : 51,3 Kg

28

a. Sistem Pernafasan

Bentuk hidung simetris, tidak ada perrnapasan cuping hidung, tidak ada

sianosis, terpasang selang NGT, tidak ada lesi pada hidung, tidak ada nyeri

pada sinus, dada simetris, pengembangan ekspansi paru masimal, vokal

fermitus seimbang di kedua paru, bunyi paru resonan, tidak terdengar suara

paru tambahan, irama paru regular, RR 18 x / menit.

b. Sistem Perkemihan

Tidak ada edema periorbital, kulit tidak ikterik, sklera bening, kulit tidak

bersisik, turgor kulit baik, tidak terdengar bunyi bruit pada aorta abdominalis,

palpasi ginjal dan hati tidak dilakukan karena terpasang drain, kandung kemih

terisi penuh. terpasang kateter, urine keluar 400 cc/ 8jam berwarna kuning

pekat

c. Sistem Kardiovaskuler

Konjungtiva anemis, tidak ada peningkatan JVP, kuku tidak sianosis, tidak

terjadi kardiomegali, bunyi jantung bunyi S1 dan S2 reguler. Homan sign (-)

CRT < 3 detik, akral teraba hangat TD = 120/80 mmHg, nadi 70 x/ menit

d. Sistem Pencernaan

BB pasien 54 kg, Tinggi badan 157 cm, IMT 22 tergolong dalam kategori

normal. Bentuk bibir simetris, warna bibir merah muda, bibir lembab, lidah

bersih, tidak ada stomatitis, tonsil merah muda, jumlah gigi 32, refleks

menelan baik, abdomen datar, lingkar perut 79 cm terdapat balutan pada

bagian umbilikal klien dan terpasang drain di kuadran kanan bawah, terdapat

luka post operasi laparatomi ekplorasi sepanjang 13 cm kearah vertikal, luka

operasi terlihat kering dibalut kasa steril kering, bising usus 14 x/ menit.

Palpasi dan perkusi tidak dikaji karena terpasang drain dan ada luka operasi.

29

e. Sistem Muskuloskeletal

Tingkat aktivitas klien terbatas, aktivitas dibantu sebagian oleh keluarga dan

perawat. Postur tubuh klien tidak ada kelainan. Kepala simetris, bentuk

proporsional, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan, pembengkakan (-).

Fleksi leher bebas, klien sulit bergerak untuk miring kiri-kanan dan duduk

karena merasa nyeri oleh luka. TB = 160 cm

Tangan kanan dan kiri klien tampak simetris, pada tangan kanan terpasang

infus RL 20 gtt/menit, pada tempat pemasangan infus tidak ada bengkak

ataupun kemerahan, kekuatan otot tangan 4/4 otot kaki 4/4 , tonus otot lemah,

ROM kedua ekstremitas atas dapat digerakan dengan bebas, deformitas (-)

f. Sistem Integumen

Kulit klien tampak kotor dan teraba lengket, rambut dan kulit kepala tampak

kotor dan lengket, suhu 37°C, kuku klien tampak kotor, pada abdomen

terdapat luka post operasi LE dengan panjang 13 cm dengan arah vertikal,

luka tampak lembab, tidak terdapat kemerahan dan bengkak pada luka,

terdapat drain di abdomen kuadran kanan bawah dengan tertutup verband,

tidak ada edema pada ekstrimitas.

g. Sistem Endokrin

Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada tremor pada ekstremitas atas maupun

bawah. Penampilan klien sesuai dengan jenis kelaminnya.

6. Data psikologis

a. Status emosi : Saat dikaji klien tidak tampak tenang dan emosi stabil

b. Kecemasan : Klien tidak tampak tegang maupun gelisah. Klien

mengatakan cemas akan dirinya karena sejak dulu

klien tidak suka makan makanan yang sehat

c. Pola Koping : Bila klien mengalami masalah klien selalu

30

menceritakannya pada istri dan anak – anak

d. Gaya Komunikasi : Klien dapat menjawab pertanyaan dan

menyampaikan

informasi secara verbal dan jelas. Klien ramah dan

terbuka

e. Konsep Diri

1. Body image : klien menerima keadaannya walaupun terdapat

perubahan pada penampilan

2. Harga diri : klien tidak merasa rendah diri dengan keadaannya

saat ini. klien merasa berharga karena keluarganya

mau menemaninya di RS

3. Ideal diri : klien berharap ingin cepat pulang

4. Peran : klien seorang ayah dan kakek dan tidak merasa

perannya terganggu karena sakitnya

5. Identitas diri : klien seorang laki –laki yang

6. Data Spiritual

a. Keyakinan terhadap sakit dan penyembuhan

Tidak bisa dikaji karena klien dalam keadaan afasia

b. Pelaksanaan ritual keagamaan

Klien rutin beribadah ke masjid setiap subuh dan rajin

melaksanakan solat saat sehat. Saat sakit tidak melakukan solat

karena kondisinya bedrest dan tingkat kesadaran menurun.

7. Data Penunjang

Pemeriksaan Radiologi tanggal 30 Desember 2012

Kesan :

koleksi cairan disekitar abdomen kanan bawah, hepetorenal dan posterior

vesika urinaria.

Appendiks tidak terdeteksi, letak retrocecal perlu dipertimbangkan

31

USG kedua ginjal dan vesika urianria saat ini tidak tampak kelainan

Pemeriksaan Hematologi tanggal 31 Desember 2012

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Eritrosit

Trombosit

Indeks Eritrosit

MCV

MCH

MCHC

Kimia Klinik

Natrium

Kalium

Klorida

Kalsium

Magnesium

9,4

30

13.600

3,51

354.000

86,0

26,6

31,1

141

4,8

109

4,53

1,88

L : 13,5 – 17,5

L : 40 – 52

4400 – 11300

L : 4,5 – 6,5

150.000 – 450.000

80 – 100

26 – 34

32 – 36

135 – 145

3,6 – 5,5

98 – 108

4,7 – 5H,2

1,70 – 2,55

8. Program dan Rencana Pengobatan

Tanggal 3 Januari 2013

a. Dilakukan puasa sampai dengan POD II

b. Infus RL 20gtt/menit

c. Ceftriaxon 1x2 gr IV pukul 09.00

d. Metronidazol 3x500 mg IV pukul 09.00,

16.00, 00.00

32

e. Ranitidin 2x1 mg IV pukul 09.00, 20.00

f. Keforolac 2x1 mg drip pukul 09.00, 20.00

Tanggal 4 Januari 21013

a. Dilakukan puasa sampai dengan POD III

b. Infus RL 20gtt/menit

c. Ceftriaxon 1x2 gr IV pukul 09.00

d. Metronidazol 3x500 mg IV pukul 09.00, 16.00, 00.00

e. Ranitidin 2x1 mg IV pukul 09.00, 20.00

f. Keforolac 2x1 mg drip pukul 09.00, 20.00

2. Analisa Data

No DataKemungkinan Penyebab Dan

DampakMasalah

1 DS:

- Klien mengatakan

nyeri pada luka post

op.

- Klien mengatakan

nyeri bertambah jika

klien bergerak dan

berkurang jika

diistirahatkan.

DO:

- Terdapat luka post

op dengan panjang

13 cm

- Luka tampak lembab

- Skala nyeri 2 (0-5)

Luka post operasi

Inkontuinitas jaringan

Proses inflamasi

Merangasang pengeluaran serotonin,

prostaglandin, histamine dan

bradikinin

Serabut syaraf Delta A dan Delta C

Dorsal horn dan dorsal root

Substansia gelatinosa

Gangguan rasa

nyaman nyeri

33

- N: 70 X/ menit

- TD : 120/ 80 mmHg

- RR : 18 X/ menit

Tractus spinothalamicus

Thalamus

Cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan

2 DS:-

DO:

- Terdapat luka post

op sepanjang 13 cm

- Luka tampak lembab

- Luka tidak tampak

kemerahan, bengkak,

panas

- Terdapat drain di

abdomen kuadran

kanan bawah

- Terpasang infus RL

20 gtt/ menit

- Terpasang kateter

- Terpasang drain

pada kuadran kanan

bawah

- Suhu 37 o C

- Leukosit 13600 mm3

- Eritrosit 3.51

Luka Post

operasi

Terpasang

drain, kateter

dan infus

Luka masih basah

P’ort de entry kuman

Media yang baik bagi kuman

untuk berkembang biak

Risiko infeksi

Risiko infeksi

34

3 DS :

- Klien mengatakan

suka mual dan

ingin muntah

setelah obat

masuk melalui

infusan

- Klien mengatakan

masih puasa dan

ingin segera

makan

DO :

- Klien tampak

lemah

- Terpasang infus

RL dan NaCl

0,9% 20 gtt/ menit

- Mata tidak cekung

- Turgor kembali

dengan cepat (< 3

detik)

- Klien sedang

dilakukan test

feeding 1 sendok/

jam

Hb : 9,4 gr/dl

Prosedur pembedahan e/c peritonitis

difuse hari ke-3

Manipulasi dan kondisi usus yang

kurang baik

Belum siapnya organ cerna bagian

dalam menyebabkan pembatasan

nutrisi

Eksresi sisa metabolisme menurun

Sisa metabolisme meningkat

Peningkatan ureum

Mengiritasi mukosa lambung

Refleks vasovagal meningkat

Asam lambung meningkat

Mual

Risiko

gangguan

kebutuhan

nutrisi : kurang

dari kebutuhan

35

Kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan

4 DS:

- Klien mengatakan

sejak masuk RS baru

di waslap 1x, gosok

gigi hanya 1x sehari.

- Klien mengatakan

badan terasa pegal-

pegal.

DO:

- Kulit terlihat kotor

- Kekuatan otot

4 4

4 4

- Hb : 9,4 gr/dL

Penurunan

hemoglobin

Menurunkan

suplai O2

kejaringan

Nyeri Pemasangn

drain,

kateter dan

infus

Pergerakan terbatas

Klien imobilisasi

Menurunnya proses metabolisme di

otot

Perubahan ATP menjadi ADP

Perubahan ATP menjadi ADP

Energi berkurang

Kelemahan

Gangguan pemenuhan ADL

Gangguan

pemenuhan

ADL

5 DS : -DO:- Sering bertanya

Apendisitis

Kurang

pengetahuan

36

tentang penyakitnya

- Klien binggung

dengan alat alat yang

dipasang

Perubahan status kesehatan

Kurang informasi

Kurang pengetahuan

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa

keperawatan

Tanggal

Ditemukan

Nama

Dan Paraf

Tanggal

Dipecahkan

Nama

Dan Paraf

1 Resiko infeksi

berhubungan dengan

luka yang lembab,

pemasangan drain,

infus, dan kateter

3 Januari

2013

Kelompok

1

4 Januari

2013

Kelompok

1

2 Gangguan rasa nyaman

: nyeri berhubungan

dengan inkontinuitas

jaringan akibat post

operasi

3 Januari

2013

Kelompok

1

4 Januari

2013

Kelompok

1

3 Resiko gangguan

pemenuhan kebutuan

nutrisi : kurang dari

kebutuhan

berhubungan dengan

mual dan tidak nafsu

makan

3 Januari

2013

Kelompok

1

4 Januari

2013

Kelompok

1

37

4 Gangguan pemenuhan

ADL berhubungan

dengan kelemahan

3 Januari

2013

Kelompok

1

4 Januari

2013

Kelompok

1

5 Kurang pengetahuan

berhubungan dengan

kurang informasi

3 Januari

2013

Kelompok

1

4 Januari

2013

Kelompok

1

38

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa

Keperawatan

Intervensi

Tujuan Tindakan Rasional

1. 1 Infeksi tidak terjadi selama

perawatan selama 2 hari

keadaan luka menampakan

kemajuan penyembuhan

dengan kriteria :

- Luka bersih

- Tidak ada tanda-tanda

infeksi

- Balutan bersih

1. Lakukan perawatan luka

dengan teknik aseptik dan

antiseptik dengan mengganti

balutan setiap hari

2. Bersihkan drain, sekitar luka

drain dan balutan infus

3. Jaga lingkungan agar tetap

bersih dan ganti linen jika

kotor

4. Observasi TTV terutama

suhu setiap 24 jam

5. Lanjutkan pemberian

antibiotik :

a. Metrodinazole 3 x 500

mg pukul 08.00, 16.00,

20.00

1. Balutan luka yang kotor

menjadi media untuk

pertumbuhan mikroorganisme

2. Luka dapat menjadi jalan

masuk bagi mikroorganisme

3. Mengurangi resiko kerusakan

kulit dan masuknya

mikroorganisme

4. Suhu yang meningkat indikasi

terjadinya proses infeksi

5. Metronidazole adalah

antibiotik anti protozoa dan

anti bakteri. Obat ini melawan

infeksi yang disebabkan oleh

bakteri dan amoeba di dalam

tubuh. Ceftriaxone adalah

kelompok obat yang disebut

cephalosporin antibiotics.

Ceftriaxone bekerja dengan

39

b. Ceftriaxone 1 x 2 gr

pukul 08.00

6. Berikan penkes pentingnya

nutrisi terutama protein dan

vitamin C untuk

penyembuhan luka

cara mematikan bakteri dalam

tubuh.

6. Protein diperlukan untuk

pembentukan kolagen.

Vitamin C menambah daya

tahan tubuh dan

mempertahankan dinding

kapiler

2. 2 Resiko rasa nyaman

terpenuhi selama perawatan

2 hari nyeri berkurang

bahkan hilang dengan

kriteria :

7. Skala nyeri menjadi 1-0

8. Wajah tenang

9. RR = 15-20x/menit

10. Nadi = 60-100x/menit

1. Beri posisi nyaman : semi

fowler

2. Ajarkan teknik relaksasi nafas

dalam dan distraksi

3. Observasi skala nyeri tiap hari

4. Lanjutkan pemberian obat

analgetik : Ceftriaxon 1x2 gr

1. Relaksasi otot abdomen dapat

mengurangi peregangan luka

sehingga mengurangi stimulus

nyeri

2. Dapat mengalihkan persepsi

dari nyeri serta menurunkan

ketegangan

3. Mengetahui kemajuan

intervensi

4. Meningkatkan ambang nyeri di

otak dan membangkitkan rasa

40

pukul 09.00 melalui IV nyeri sehingga tidak sampai ke

susunan syaraf

3. 3 Nutrisi adekuat dan

terpenuhi setelah dilakukan

perawatan selama 2 hari

intake nutrisi klien

meningkat dengan kriteria :

- Porsi makan klien habis

- Klien mengatakan nafsu

makannya meningkat

1. Beri makan sesuai progam diit

cair 1500 ml per hari

2. Melepas selang NGT bila

diinstruksikan oleh dokter

3. Lanjutkan pemberian

Ranitidin 2x 1 mg pukul 08.00

– 20.00

4.. Anjurkan klien untuk makan

sedikit tapi sering

1. Memenuhi kebutuhan nutrisi

sesuai kemampuan mencerna

klien

2. Dapat mengurangi rasa mual

klien

3. Menurunkan pembentukan

asam untuk mencegah erosi

mukosa lambung

4. Fungsi usus akan bekerja

secara bertahap

4. 4 ADL klien terpenuhi setelah

dilakukan perawatan selama

2 hari klien dapat

beraktivitas mandiri dengan

kriteria :

- Klien dapat melakukan

aktivitas sesuai

kemampuan

1. Bantu klien dan fasilitasi

kebutuhan personal hygiene

2. Ajarkan klien untuk bergerak

di atas tempat tidur

3. Ajarkan keluarga untuk

membantu ADL klien

4. Beri

penghargaan/reinforcment

positif tiap klien mau ikut

1. Meningkatkan kenyamanan

harga diri klien

2. Agar otot klien tidak kaku

3. Agar ikut berpartisipasi dalam

mememnuhi ADL

4. Meningkatkan harga diri klien

41

beraktivitas

6. 5 Tujuan:

Klien dapat memahami dan

kooperatif dalam pemberian

tindakan pengobatan dengan

kriteria:

- Klien tidak bertanya-tanya

- Ikut serta dalam program

pengobatan

1. Kaji tingkat pemahaman klien

dan keluarga tentang

penyakitnya

2. Diskusikan perawatan insisi

termasuk ganti balutan

3. Identifikasi gejala yang

menentukan evaluasi medik

contoh meringankan nyeri:

edema/eritema luka, adanya

drainase demam

4. Tekankan pentingnya terapi

antibiotik sesuai kebutuhan

1. Mengidentifikasi sejauhmana

tingkat pengetahuan keluarga

atau klien tentang penyakit

yang dideritanya

2. Pemahaman meningkatkan

kerjasama dengan program

terapi meningkatkan

penyembuhan dan mengurangi

komplikasi

3. Upaya intervensi menurunkan

risiko komplikasi serius

4. Penggunaan pencegahan

terhadap infeksi

42

5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tanggal dan JamNo.

DiagnosaTindakan Keperawatan Paraf

3-1-2013

07.45

08.00

1

2

1

1,3

1. Menjaga lingkungan sekitar klien agar tetap bersih dengan

mengganti linen

Hasil : Linen bersih dan rapi

2. Memposisikan klien dengan posisi semi fowler senyaman

mungkin

Hasil : Posisi klien semi fowler, klien mengatakan posisinya lebih

nyaman

3. Mengobservasi TTV klien.

Hasil: TD: 120/80mmHg T: 370 C

N: 72 x/menit RR: 20 x/menit

4. Melanjutkan pemberian obat:

Cetriaxon 1 gr IV

Kelompok

1

43

08.15

09.00

10.15

11.00

12.00

3

5

5

2

4

3

Metronidazol 500 gram IV

Rantidin 1 ampul IV

Hasil : Obat masuk sesuai progam, tidak ada toksilitis atau alergi

5. Memberikan makanan sesuai program diet RS: cair dan

memotivasi klien untuk makan makanan sesuai diet RS: cair

Hasil : klien mengatakan ingin makan nasi, diit cair masuk 300 ml

6. Mengkaji tingkat pemahaman klien dan keluarga tentang

penyakitnya

Hasil : Klien mengatakan tidak tahu apa penyebab penyakitnya

7. Mendiskusikan perawatan insisi termasuk ganti balutan

Hasil: Verban tampak kering

8. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Hasil: Klien melakukan nafas dalam dan dapat mengulang sendiri.

9. Mengajarkan ROM kepada klien.

Hasil: Klien dapat mengikuti semua gerakan ROM sederhana

10. Memberikan makanan sesuai program diet RS: cair dan

44

15.00

15.05

16.00

17.00

20.00

20.10

1

1

1

4

3

3

memotivasi klien untuk makan makanan sesuai diet RS: cair

Hasil : diit cair masuk sebanyak 300 ml

11. Memberi posisi nyaman klien: semi fowler.

Hasil: Klien duduk semi fowler dan mengatakan lebih nyaman.

12. Mengobservasi TTV klien.

Hasil: TD: 120/80mmHg T: 36.5O C

N: 70x/menit RR: 18x/menit

13. Melanjutkan pemberian antibiotik Metrodinazol 500mg

Hasil: Klien tidak alergi.

14. Mengajarkan ROM kepada klien.

Hasil: Klien dapat mengikuti semua gerakan ROM, klien masih

berbaring di tempat tidur dan mulai duduk sendiri

15. Melanjutkan pemberian obat Ranitidin 2x1mg

Hasil: Ranitidin masuk sesuai program.

16. Menganjurkan klien untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering.

Hasil: Klien mengikuti instruksi dan menghabiskan 1 gelas susu.

45

4-1-2013

08.00

09.00

12.00

12.30

13.30

1

1

4

3

1

17. Mengobservasi TTV klien.

Hasil: TD: 120/70mmHg T: 36.2O C

N: 74x/menit RR: 18x/menit

18. Melanjutkan pemberian antibiotik Metrodinazol 500 mg dan

Ceftriaxon 2 g.

Hasil: Obat masuk sesuai program.

19. Mengganti balutan pada luka post op dan mengganti balutan infus

dan menginstruksikan untuk melakukan teknik nafas dalam

apabila terasa nyeri

Hasil: Luka tampak kering, balutan kering, balutan infus bersih

dan tidak basah, klien tidak mengeluh nyeri

20. Mengajarkan ROM kepada klien.

Hasil: Klien dapat mengikuti semua gerakan dan sudah dapat

duduk sendiri.

21. Memberi makan sesuai program.

Hasil: Klien menghabiskan 2 gelas susu.

Kelompok

1

46

14.00

14.45

16.00

17.00

18.00

20.00

20.45

2

4

1

3

3

3

22. Mengobservasi skala nyeri klien.

Hasil: Klien mengatakan nyerinya berkurang bahkan kadang-

kadang tidak terasa ketika beraktivitas, skala nyeri 1 (0-5).

23. Memfasilitasi klien dan membantu untuk membersihkan diri.

Hasil: Kulit klien bersih dan mampu melakukan aktivitas secara

mandiri.

24. Melanjutkan pemberian antibiotik Metrodinazol 500mg

Hasil: Klien tidak alergi dan toksilitis.

25. Melepas selang NGT

Hasil : NGT sudah tidak terpasang

26. Mulai memberikan makan peroral dengan bubur cair

Hasil : Klien menghahbiskan 3 sendok makan

27. Melanjutkan pemberian obat Ranitidin 2x1mg

Hasil: Ranitidin masuk sesuai program.

28. Memonitoring intake dan Output

47

Hasil : I = 300 cc O = 150 cc B= + 300

6. EVALUASI

Tanggal dan JamNo.

DiagnosaCatatan Perkembangan Paraf

4 Januari 2013 1 S : -

O: Luka klien bersih dan kering, balutan bersih.

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5

I :

Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik

dengan mengganti balutan setiap hari

Bersihkan drain, sekitar luka drain dan balutan infus

Jaga lingkungan agar tetap bersih dan ganti linen jika kotor

Observasi TTV terutama suhu setiap 24 jam

Lanjutkan pemberian antibiotik sesuai program :

a. Metrodinazole 3 x 500 mg pukul 08.00, 16.00, 20.00

E : Klien pulang

48

2

3

4

5

S : Klien mengatakan tidak ada rasa nyeri lagi.

O: Klien tampak tenang dan rileks, skala nyeri 1 (0-5)

A: Masalah teratasi.

P : Klien pulang. Hentikan intervensi

S : Klien mengatakan tidak mual lagi dan nafsu makan meningkat.

O: Makanan klien habis.

A: Masalah teratasi.

P : Klien pulang. Hentikan intervensi.

S : Klien mengatakan badan tidak pegal lagi.

O: Klien terlihat dapat berjalan dan BAB sendiri.

A: Masalah teratasi.

P : Klien pulang. Hentikan intervensi.

49

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Asuhan Keperawatan dilakukan pada klien Tn. M dengan gangguan sistem

pencernaan: Post Operasi Laparatomi Eksplorasi + Apendiktomi a.i Peritonitis

Lokal e.c Apendiksitis Perforasi selama 2 hari (3-4 Januari 2013). Pada proses

pelaksanaannya didukung oleh teori yang penulis dapatkan dari berbagai

sumber dan diterapkan menggunakan proses keperawatan yang terdiri dari

pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Setelah dilakukan proses asuhan keperawatan penulis mengambil

kesimpulan yaitu :

1. Pengkajian

Hasil pengkajian yaitu perawat menemukan adanya ketidaksesuaian

dengan teori yaitu appendiksitis biasa terjadi pada usia tua sedangkan Tn.

M berumur 51 tahun yang termasuk kategori dewasa akhir. Namun,

appendiksitis lebih sering terjadi 1,3-1,6 kali lebih sering terjadi pada laki-

laki disbanding wanita.

50

2. Diagnosa Keperawatan

Penulis menemukan empat diagnosa keperawatan, tiga diagnosa sesuai dengan

teori yaitu : resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur

invasive/insisi bedah, nyeri berhubungan dengan insisi bedah, dan gangguan

pemenuhan ADL berhubungan dengan keterbatan mobilitas fisik akibat

pembedahan. Diagnosa keperawatan secara teori yang penulis tidak angkat

yaitu: resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan post op, gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan

medikasi dan hospitalisasi, resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi.

3. Perencanaan

Tahap perencanaan pada Tn.M terdapat beberapa perbedaan dengan

teori dikarenakan adanya perencanaan yang diintegrasikan dalam diagnosa

lain dan perencanaan disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada

diruangan.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan keperawatan tidak semua yang direncanakan

dapat dilaksanakan, seperti kolaborasi pemantauan hemoglobin dan

leukosit pada diagnosa risiko infeksi.

51

Keberhasilan pelaksanaan ditunjang oleh kerjasama yang baik antara

klien, keluarga, perawat dan tim kesehatan, sarana dan prasarana yang

menunjang dan adanya bimbingan dari pembimbing. Adapun hambatan

yang ditemui oleh penulis selama melaksankan asuhan keperawatan adalah

adanya kekurangan sarana dan prasarana dan ketidakjelasan dokumentasi

perawat pada dinas pagi dan sore hari.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif

dilakukan segera setelah tindakan dan evaluasi sumatif dilakukan sesuai

dengan tujuan pendek dari perencanaan. Dari empat diagnosa

keperawatan, empat diagnosa teratasi .

4.2 SARAN

Menanggapi kesulitan-kesulitan yang penulis hadapi pada saat pelaksanaan

asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan: Post

Operasi Laparatomi Eksplorasi + Apendiktomi a.i Peritonitis Lokal e.c

Apendiksitis Perforasi, maka penulis menyarankan beberapa hal dibawah ini:

52

Bagi Perawat Ruangan

Untuk tercapainya asuhan keperawatan yang profesional diharapkan

perawat dapat melaksanakan pengkajian secara holistik (bio-psiko-sosio-

spiritual) mengingat operasi adalah suatu stressor yang cukup berat secara

fisik dan psikis.

Perawat hendaknya menyusun perencanaan secara jelas, terukur dan

rasional dengan disesuaikan sarana prasarana dan kemampuan perawat.

Pada pelaksanaan, walaupun penggantian linen tidak adapat dilakukan

setiap hari, hendaknya perawat pelaksana tetap melakukan upaya untuk

menghindari adanya infeksi nosokomial dari lingkungan, dengan cara

merapikan dan membersihkannya. Adapun keterbatasan alat ganti balutan

yang tidak semua pasien mendapatkan set balutan tersendiri, perawat dapat

meminimalkan dengan cara merendam pada cairan desinfektan.

Evaluasi hendaknya dilakukan secara fokus sesuai dengan tujuan

jangka pendek dengan mengacu pada kriteria evaluasi sehingga dapat

diketahui tercapai atau tidaknya tujuan yang telah ditetapkan.

Perawat hendaknya mendokumentasikan asuhan keperawatan secara

jelas dan komunikatif sehingga dapat dibaca dan dilakukan oleh perawat

lain yang akan melaksanakan perencanaan yang telah disusun.

53

Institusi Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan hendaknya lebih

meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan dengan cara menyediakan

sarana dan prasarana yang memadai. Adanya keterbatasan dalam sarana

dan prasarana dikarenakan perbedaan kelas ruangan (kelas 3) sebaiknya

diikuti oleh adanya kebijakan yang dapat memodifikasi keterbatasan

tersebut, seperti manajemen cara penyediaan obat dan alat medis yang

harus dimiliki oleh klien, adanya kebijakan pengaturan jumlah pengunjung

dan penunggu untuk mengurangi transmisi infeksi nosokomial, pengaturan

penyediaan linen sesuai dengan BOR ruangan dan penyediaan cairan

desinfektan yang memadai untuk mengurangi risiko infeksi karena adanya

keterbatasan set balutan.

54

DAFTAR PUSTAKA

Engram.  B.  1998.  Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.  Vol I.  Alih

bahasa Suharyati Samba dkk.  Jakarta : EGC

Long Barbara, 1996.  Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan .  Pajajaran, Bandung.

Marylin E.  Doengoes.1993.  Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.  Jakarta : EGC

Pearce. Evelyn.  C, 1993.  Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.  PT. 

Gramedia Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,

EGC, Jakarta

55