askep lansia fraktur humeri

51
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR HUMERUS PADA LANSIA Mata Kuliah : Keperawatan Gerontik Disusun Oleh : Kelompok 1 Rafida Wahyu Tri U (P17420713016 ) Zulinda Risma D (P17420713024) POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Upload: li-n-da

Post on 07-Jul-2016

180 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

ask

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Lansia Fraktur Humeri

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR HUMERUS PADA LANSIA

Mata Kuliah : Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh : Kelompok 1

Rafida Wahyu Tri U (P17420713016 )

Zulinda Risma D (P17420713024)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIV KEPERAWATAN MAGELANG

2016

Page 2: Askep Lansia Fraktur Humeri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Pembangunan kesehatan

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang optimal. Selama ini epidemiologi banyak

berkecimpung menangani masalah kesehatan yang berhubungan

dengan penyakit menular. Namun kemudian, epidemiologi dituntut

untuk memberikan perhatian kepada penyakit tidak menular (PTM).

Salah satu ciri kependudukan abad ke-21 adalah meningkatnya

populasi penduduk lanjut usia (lansia) dengan sangat cepat. Pada

tahun 2005 penduduk lansia (usia 60 tahun ke atas) di seluruh dunia

sekitar 458 juta jiwa. Jumlah ini diperkirakanakan meningkat hampir 2

kali lipat pada tahun 2025 yaitu menjadi sekitar 828 juta jiwa atau

9,7% dari total penduduk dunia. Pada tahun 2007, International

Osteoporosis Foundation (IOF) memperkirakan sekitar 150 juta

penduduk berusia di atas 50 tahun di seluruh dunia terdeteksi

menderita osteoporosis dan berisiko mengalami fraktur yang dapat

melumpuhkan dan menurunkan kualitas hidup. Hanya sepertiga yang

dapat sembuh dan beraktivitas dengan optimal. Gangguan

keseimbangan merupakan penyebab utama yang sering mengakibatkan

seorang lansia mudah jatuh. Berdasarkan hasil survei Ruben, dkk

(1999) di masyarakat Amerika Serikat, sekitar 30% lansia umur lebih

dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya. Separuh dari angka tersebut

mengalami jatuh berulang. Sebesar 5% dari penderita jatuh ini

mengalami fraktur dan memerlukan perawatan di rumah sakit.

Penelitian Juita Sinambela (2004) di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan mencatat, pada tahun 2002 kejadian fraktur pada lansia

Page 3: Askep Lansia Fraktur Humeri

berumur lebih dari 50 tahun sebesar 30% dari seluruh kasus fraktur

yang ada (49 kasus).

Penurunan fungsi organ menyebabkan lansia rawan terhadap

gangguan keseahatan. Patah tulang (fraktur) merupakan salah satu dari

sindrom geriatrik. Seiring dengan bertambahnya usia, terdapat

peningkatan hilangnya massa tulang secara linear. Tingkat hilangnya

massa tulang ini sekitar 0,5 - 1% per tahun dari berat tulang pada

wanita pasca menopause dan pria lebih dari 80 tahun. Sistem

muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Masalah

yang berhubungan dngan struktur ini sangat sering terjadi dan

mengenai semua kelompok usia. Gangguan muskuloskeletal pada usia

lanjut merupakan salah satu dari sedemikian banyak kasus geriatri

yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari. Pada usia lanjut dijumpai

proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium tubuh, serta

perlambatan remodelling dari tulang. Massa tulang akan mencapai

puncak pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia 30 tahun).

Fraktur panggul merupakan fraktur yang paling sering terjadi

pada lansia, namun selain fraktur panggul lansia juga sering

mengalami fraktur humerus. Umumnya karena jatuh pada bahu dan

bisa disertai dengan dislokasi bahu. Ini adalah cedera yang umum pada

lanjut usia bahkan setelah jatuh. Fraktur Midshaft humerus sebagian

besar terjadi setelah jatuh pada siku atau kecelakaan di jalan, karena

saraf radialis berjalan sangat dekat ke bagian tulang humerus sehingga

dapat terluka karena trauma primer, atau karena terjebak antara ujung

tulang retak, atau bahkan selama pengobatan. Oleh karena itu,

perawatan harus dilakukan di setiap langkah untuk memastikan

integritas dari saraf.

Page 4: Askep Lansia Fraktur Humeri

B. Tujuan Penulisan

1. TujuanUmum.

Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk mengetahui dan

memahami patah tulang pada lansia.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep patah

tulang pada lansia.

b. Mahasiswa mampu mengetahui proses penyembuhan tulang

pada lansia.

c. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan patah tulang

humerus pada lansia.

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud fraktur humeri?

2. Apa etiologi (penyabab) dari fraktur?

3. Apa anatomi dsn fisiologi tulang humerus?

4. Bagaimana perjalanan (patofisiologi) fraktur?

5. Bagaimana proses penyembuhan tulang khusunya pada lansia?

6. Apa komplikasi pada fraktur ?

7. Bagaimana pengelolaan/asuhan keperawatan fraktur yang terjadi

pada lansia?

Page 5: Askep Lansia Fraktur Humeri

BAB II

ISI

A. Definisi

Fraktur adalah  terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, et al, 2000).

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. (L

J Carpenito,2010). Patah tulang merupakan terputusnya kontinuitas

tulang dan tulang rawan (Kapita selekta kedokteran,2012). Patah Tulang

Humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang

humerus.

B. ETIOLOGI

Menurut Long (2006:356) penyebab fraktur antara lain :

1. Trauma Langsung

Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda

paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang

mengakibatkan fraktur

2. Trauma Tak Langsung

Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh

dari tempat kejadian kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi

dari ketiganya, dan penarikan.

C. Anatomi dan fisiologi tulang humerus

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung

atas), korpus, dan ujung bawah.

Page 6: Askep Lansia Fraktur Humeri

1. Kaput

Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala,

yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan

merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat

bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar

ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu

Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan

lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat

celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari

otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah

terjadi fraktur.

2. Korpus

Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin

pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut

tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah

celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang,  batang, dari

sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf

radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis

atau radialis.

3. Ujung Bawah

Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi

dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di

sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang  tempat persendian

dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi

dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus

terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce,

Evelyn C, 2007)

D. Fungsi Tulang :

1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.

2. Tempat melekatnya otot.

3. Melindungi organ .

Page 7: Askep Lansia Fraktur Humeri

4. Tempat pembuatan sel darah.

5. Tempat penyimpanan garam mineral (Ignatavicius, Donna D,2008)

E. Klasifikasi patah tulang/fraktur

1. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar.

a. Closed frakture (fraktur tertutup): Fraktur yang tidak

menyebabkan luka terbuka pada kulit.

b. (fraktur terbuka) :Adanya hubungan antara fragmen tulang yang

patah dengan dunia luar.

2. Berdasarkan jenisnya

a. Fraktur komplit :Garis fraktur mengenai seluruh korteks tulang.

b. Fraktur tidak komplit : Garis fraktur tidak mengenai seluruh

korteks.

3. Berdasarkan garis fraktur

a. Fraktur transversa : Garis fraktur memotong secara transversal.

Sumbu longitudinal.

b. Fraktur obliq :Garis fraktur memotong secara miring sumbu

longitudinal.

c. Fraktur spiral: Garis fraktur berbentuk spiral.

d. Fraktur butterfly : Bagian tengah dari fragmen tulang tajam dan

melebar ke samping.

e. Fraktur impacted (kompresi) : Kerusakan tulang disebabkan oleh

gaya tekanan searah sumbu tulang.

f. Fraktur avulsi : Lepasnya fragmen tulang akibat tarikan yang kuat

dari ligamen.

4. Berdasarkan jumlah garis patah.

a. Fraktur kominutif :Fragmen fraktur lebih dari dua.

b. Fraktur segmental : Pada satu korpus tulang terdapat beberapa

fragmen fraktur yang besar.

c. Fraktur multiple: Terdapat 2 atau lebih fraktur pada tulang yang

berbeda.

Page 8: Askep Lansia Fraktur Humeri

F. Macam-macam Fraktur Humerus

Macam-macam patah tulang humerus adalah sebagai berikut.

1. Fraktur humerus proksimal umumnya karena jatuh pada bahu dan

bisa disertai dengan dislokasi bahu. Ini adalah cedera yang umum

pada lanjut usia bahkan setelah jatuh. Karena sifat cancellous tulang

humerus di bagian ini (seperti spons), tulang bagian ini dapat ada

dapat runtuh dan terdeformasi bersama dengan fraktur, hal ini

menyebabkan perlunya reformasi tulang pada saat pengobatan.

2. Fraktur Midshaft humerus sebagian besar terjadi setelah jatuh pada

siku atau kecelakaan di jalan. Saraf radialis berjalan sangat dekat ke

bagian tulang humerus sehingga dapat terluka karena trauma primer,

atau karena terjebak antara ujung tulang retak, atau bahkan selama

pengobatan. Oleh karena itu, perawatan harus dilakukan di setiap

langkah untuk memastikan integritas dari saraf.

G. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 2006). Tapi apabila

tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap

tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan

rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall,

2006). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta

saraf dalam korteks, dan jaringan lunak yang membungkus tulang

rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan

ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini

menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn

vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.

Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang

nantinya  (Black, J.M, et al, 2008)

H. Manifestasi Klinis

1. Deformitas.

Page 9: Askep Lansia Fraktur Humeri

2. Bengkak

3. Spasme otot karena kontraksi involunter di sekitar fraktur.

4. Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan fraktur yang

meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian

fraktur.

5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,

di mana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.

6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan

tulang, nyeri atau spasme otot.

7. Pergerakan abnormal (menurunnya rentang gerak).

8. Krepitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakkan.

I. Dampak Masalah

Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang

mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap

penyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan

menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada

keluarganya.

1. Terhadap Klien

a. Bio

Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya

yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan

untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi

melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi

b. Psiko

Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri

dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam

keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi

rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta

tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.

c. Sosio

Page 10: Askep Lansia Fraktur Humeri

Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam

masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak

akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam

melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.

d. Spiritual

Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai

dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah

yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.

2. Terhadap Keluarga

Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota

keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan

keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan

sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga,

untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan

penjelasan terhadap keluarga. Selain itu, keluarga harus bisa

menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini

tentunya menjadi beban bagi keluarga.

Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit,

sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya

keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien.

J. Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.

Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah

dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.

Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium

penyembuhan tulang, yaitu:

1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar

daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi

tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan

Page 11: Askep Lansia Fraktur Humeri

fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan

berhenti sama sekali. 

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler      

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi

fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone

marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami

proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan

disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.

Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan

kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam

setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.  

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik

dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi

oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan

mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan

tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur

menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang

pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi

aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

memungkinkan  osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat

untuk membawa beban yang normal. 

5. Stadium Lima-Remodelling

Page 12: Askep Lansia Fraktur Humeri

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.

Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk

ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-

menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang

tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,

rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip

dengan normalnya.(Black, J.M, et al, 2008)  

K. Pemulihan fraktur humerus didasarkan pada beberapa faktor,

1. Jumlah dan dislokasi fragmen tulang

2. Tingkat keparahan fraktur humerus dan cedera jaringan lunak

3. Usia penderita

4. Lokasi dan konfigurasi fraktur

5. Pergeseran awal fraktur

6. Vaskularisasi pada kedua fragmen.

7. Reduksi serta imobilisasi

8. Waktu imobilisasi

9. Waktu tunda antara cedera dan pengobatan 

10. Latihan rehabilitasi Fraktur humerus

Sebuah pemulihan fraktur humerus lengkap memerlukan waktu

sekitar 3-4 bulan, yang mencakup beberapa bulan untuk penyembuhan

fraktur humerus diikuti dengan penggunaan brace pelindung fraktur

humerus selama beberapa bulan untuk mendukung latihan dan

rehabilitasi fraktur humerus.

L. Komplikasi fraktur

1. Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,

dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan

Page 13: Askep Lansia Fraktur Humeri

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang

terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah

dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan

yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena

tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c. Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang

sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena

sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran

darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang

ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,

tachypnea, demam.

d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi

bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti

pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union

Page 14: Askep Lansia Fraktur Humeri

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi

sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.

b. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih

pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.

Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c. Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).

Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang

baik. (Black, J.M, et al, 2008)

3. Penatalaksanaan Fraktur

Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :

a. Recognisi/pengenalan.

Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur

harus jelas.

b. Reduksi/manipulasi.

Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin

dapat kembali seperti letak asalnya.

c. Retensi/memperhatikan reduksi

Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen

d. Traksi

Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian

tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk

menyokong tulang.

e. Gips

Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam

bentuk tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.

Page 15: Askep Lansia Fraktur Humeri

f. Operation/pembedahan

Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan

pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi

terbuka. Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan

direposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan

menggunakan orthopedi yang sesuai

Page 16: Askep Lansia Fraktur Humeri

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR HUMERI

PADA LANSIA

1. PENGKAJIAN

1. Anamnesis. Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan

dalam proses keperawatan

a. Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, asuransi, nomor registrasi, tanggal dan jam

masuk rumah sakit (MRS) dan diagnose medis. Pada

umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur humerus

adalah nyeri. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap

mengenai nyeri klien, perawat dapat menggunakan

metode PQRST.

Provoking Incedent : Hal yang menjadi faktor presipitas

nyeri adalah trauma pada lengan atas.

Quality Of Plain: Klien yang merasakan nyeri yang

seperti apa.

Region,  Radiation, Relief: Nyeri terjadi dilengan atas.

Nyeri dapat reda dengan apa? dengan imobilitas atau

istirahat? Nyeri dapat menjalar atau menyebar tidak?

Severity (Scale) of Plain: secara subjektif, klien

merasakan nyeri dengan skala berapa (1-10)

Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

1. Riwayat penyakit sekarang.

Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab

fraktur yang nantinya membantu dalam membuat rencana

tindakan terhadap klien.

2. Riwayat penyakit dahulu.

Pada pengkajian ini, perawat dapat menemukan kemungkinan

penyebab fraktur dan mendapat petunjuk berapa lama tulang

tersebut akan menyambung. Penyakit- penyakit tertentu,

Page 17: Askep Lansia Fraktur Humeri

seperti kanker tulang dan penyakit yang menyebabkan faktor

patologis sehingga tulang sulit menyambung.

3. Riwayat penyakit keluarga.

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,

seperti, osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan,

dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

4. Riwayat psikososial spiritual.

Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,

peran klien dalam keluarga dan masyarakat , serta respon

atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam

keluarga maupun dalam masyarakat.

2. Pengkajian fokus pola fungsional gordon

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus

fraktur, klien biasanya merasa takut  akan mengalami

kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus

menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya. Selain itu, juga dilaksanakan

pengkajian yang  meliputi kebiasaan hidup klien, seperti

penggunaan obat steroid yang dapat menganggu metabolisme

kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat menganggu

keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olahgara

atau tidak.

b. Pola hubungan dan peran. Klien akan kehilangan peran

sementara dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus

menjalani rawat inap.

c. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada

klien fraktur adalah timbulnya ketakutan akan kecacatan

Page 18: Askep Lansia Fraktur Humeri

akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.

d. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus

mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya,

seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya

untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi

terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan

penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi

komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium

dan protein. kurangnya paparan sinar matahari merupakan

faktor predisposisi masalah musculoskeletal terutama pada

lansia. Selain itu, obesitas juga menghambat degenerasi dan

mobilitas klien.

e. Pola eliminasi. Klien fraktur humerus tidak mengalami

gangguan pola eliminasi, tetapi perlu juga dikaji frekuensi,

kosistensi, warna, dan bau feses pada pola eliminasi alvi.

Pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi, kepekatan, warna,

bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola tersebut juga dikaji

adanya kesulitan atau tidak.

f. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya

berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan

pada indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami

gangguan. Selain itu, juga timbul nyeri akibat fraktur.

g. Pola penanggulangan stres. Pada klien fraktur timbul rasa

cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul

kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping

yang ditembuh klien dapat tidak efektif.

h. Pola tata nilai dan keyakinan. klien fraktur tidak dapat

melaksanakan ibadah dengan baik, terutama frekuensi dan

Page 19: Askep Lansia Fraktur Humeri

konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan oleh

nyeri dan keterbatasan gerak klien.

i. Pola aktivitas. Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas.

semua bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dan klien

memerlukan banyak bantuanorang lain. hal lain yang perlu

dikaji adalah bentuk aktivitas klien, terutama pekerjaan klien

karena beberapa pekerjaan berisiko terjadinya fraktur.

j. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur merasakan nyeri

dan geraknya terbatas sehingga dapat menganggu pola dan

kebutuhan tidur klien. selain itu, dilakukan pengkajian

lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan

tidur, dan penggunaan obat tidur.

3. Pemeriksaan fisik

Ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan umum

(status general) untuk mendapatkan gambaran umum dan

pemeriksaan setempat (local).

a. Keadaan umum : keadaan baik dan buruknya klien. tanda –

tanda yang perlu dicatat adalah sebagai berikut :

i. Kesadaran klien : Apatis, spoor, koma, gelisa, compos

mentis yang bergantung pada keadaan klien.

ii. Kesakitan, Keadaan penyakit : akut, kronis, ringan,

sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

iii. Tanda- tanda vital tidak normal karena ada ganguan

local, baik fungsi maupun bentuk.

b. B1 (Breating).

Pada pemeriksaan sistem pernapasan , didapatkan bahwa

klien fraktur humerus tidak mengalami kelainan pernapasan.

Page 20: Askep Lansia Fraktur Humeri

Pada palpasi toraks, didapatkan taktilfremitus seimbang

kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas

tambahan kecuali jika memang klien mempunyai penyakit

paru.

c. B2 ( Blood)

Palpasi nadi.

d. B3 ( Brain)

i. Tingkat kesadaran

a) Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik,

simetris, tidak ada penonjolan, ada atau tidak nya sakit

kepala.

b) Leher : ada atau tidaknya gangguan menelan, ada

tidaknya benjolan pada leher

c)      Wajah: Wajah  terlihat menahan sakit dan tidak ada

perubahan fungsi dan bentuk, Wajah simetris, tidak ada

lesi dan   edema.

d) Mata: ada tidaknya gangguan pengelihatan,pemakaian

alat bantu pengelihatan, s konjungtiva anemis/tidak,

sklera ikterik/tidak, pupil isokor/anisokor.

e) Telinga: Ada tidaknya gangguan pendengaran, ada

tidaknya alat bantu mendengar

f) Hidung: tidak ada tidaknya pernapasan cuping hidung,

polip

g) Mulut dan Faring: ada tidaknya pembesaran tonsil, gusi

perdarahan/tidak, mukosa mulut pucat/tidak, gigi

lengkap atau ompong, ada tidaknya gigi palsu.

ii. Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi

penampilan dan tingkah laku klien. Ada tidaknya

perubahan tingkah laku

Page 21: Askep Lansia Fraktur Humeri

e. B4 (Bladder). Kaji keadaan urine yang meliputi warna,

jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.

Ada tidaknya nyeri berkemih

f. B5 (Bowel) Inspeksi abdomen : Bentuk datar/cembung,

simetris,ada tidaknya hernia. Palpasi : Turgor kulit?,.

Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.

Auskultasi : Peristaltik usus nomal  20 kali/menit.

g. B6 (Bone). Adanya fraktur pada humerus akan menganggu

secara lokal, baik fungsi motorik, sensorik, maupun

peredaran darah.

i. Look. Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu

disekitar daerah trauma, bengkak, edema, dan nyeri

tekan. Perhatikan adanya  pembengkakan yang tidak

biasa (abnormal). Perhatikan adanya sindrom

kompartemen pada lengan bagian distal fraktur humerus.

Apabila terjadi fraktur terbuka, ada tanda-tanda trauma

jaringan lunak sampai kerusakan intergritas kulit. Fraktur

oblik, spiral, dan bergeser mengakibatkan pemendekan

batang humerus. kaji adanya tanda-tanda cedera dan

kemungkinan keterlibatan berkas neurovascular (saraf

dan pembuluh darah) lengan, seperti bengkak/edema.

Lumpuh pergelangan tangan merupakan petunjuk adanya

cedera saraf radialis. Pengkajian neurovascular awal

sangat penting untuk membedakan antara trauma akibat

cedera dan komplikasi akibat penanganan. Klien tidak

mampu menggerakan lengan dan kekuatan otot lengan

menurun dalam melakukan pergerakan. Pada keadaan

tertentu, klien fraktur humerus sering mengalami

sindrom kompartemen pada fase awal setelah patah

tulang. Perawat perlu mengkaji apakah ada

pembengkakan pada lengan atas menganggu sirkulasi

Page 22: Askep Lansia Fraktur Humeri

darah kebagian bawahnya. Otot, lemak, saraf, dan

pembuluh darah terjebak dalam sindrom kompartemen

sehingga memerlukan perhatian perawat secara serius

agar organ di bawah lengan atas tidak menjadi nekrosis.

Tanda khas sindrom kompartemen pada fraktur humerus

adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal, seperti

jari-jari tangan, lengan bawah pada sisi fraktur bengkak,

adanya keluhan nyeri pada lengan, dan timbul bula yang

banyak menyelimuti bagian bawah fraktur humerus.

ii. Feel. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi

pada daerah lengan atas.

iii. Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan

dilanjutkan dengan menggerakkan ekstermitas, kemudian

perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri pada

pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan

agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan

sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran

derajat, dari tiap arah pergerakan dimulai dari titik 0

(posisi netral), atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan

ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas)

atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif

dan pasif. Hasil pemeriksaan yang didapat adalah adanya

gangguan/ keterbatasan gerak lengan dan bahu.Pada

waktu akan palpasi, posisi klien diperbaiki mulai dari

posisi netral (posisi anatomi). pada dasarnya, hal ini

merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua

arah baik pemeriksa maupun klien.

Page 23: Askep Lansia Fraktur Humeri

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen

tulang, kompresi saraf, cedera neuromuscular, trauma jaringan,

dan reflex spasme otot sekunder.

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan

diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat

pergerakan fragmen tulang.

3. Risiko cedera

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan

menjalani operasi, status ekonomi, dan perubahan fungsi

peran.

C. Rencana Keperawatan

1. Dx: Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen

tulang, kompresi saraf, cedera neuromuscular, trauma jaringan,

dan reflex spasme otot sekunder.

Tujuan: nyeri berkurang (misal : dari skala 7 ke skala 4) nyeri

hilang, atau teratasi

Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri

berkurang atau dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang

meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah.

Skala nyeri dari.. ke ...

Intervensi:

a. Kaji nyeri dengan skala 0-10.

Rasional: nyeri merupakan respon subjektif yang dapat

dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien

melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.

b. Atur posisi imobilisasi pada lengan atas.

Rasional: imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi

pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama

penyebab nyeri pada lengan atas.

c. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus.

Page 24: Askep Lansia Fraktur Humeri

Rasional: nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan,

suhu, distensi kandung kemih, dan berbaring lama.

d. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda

nyeri nonfarmakologi dan noninvasife.

Rasional: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan

nonfarmakologi lainnya efektif dalam mengurangi nyeri.

e. Ajarkan relaksasi: tenik untuk menurunkan ketegangan

otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri.

Tingkatkan relaksasi masase.

Rasional:teknik ini akan melancarkan peredaran darah

sehingga O2 padajaringan terpenuhi dan nyeri berkurang.

f. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan

berikan posisi yang nyaman, misalnya waktu tidur,

belakang tubuh klien dipasang bantal kecil.

Rasional: istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga

semua akan meningkatkan kenyamanan.

g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic.

Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri

akan berkurang.

2. Dx: Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan

diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat

pergerakan fragmen tulang.

Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai

dengan kemampuannya dan bertahap.

Kriteria hasil: klien dapat ikut seta dalam program latihan,

tidak mengalami kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah,

dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi:

a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan

kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Page 25: Askep Lansia Fraktur Humeri

Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas.

b. Atur posisi imobilisasi pada lengan atas.

Rasional :imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi

pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama

penyebab nyeri pada lengan atas.

c. Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada

ekstermitas yang tidak sakit.

Rasional: gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan

kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan

pernapasan.

d. Bantu klien melakukan ROM dan perawatan diri sesuai

toleransi.

Rasional: untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai

kemampuan.

e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih fisik

klien.

Rasional: kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat

ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim fisisoterapi.

3. Dx: Risiko cedera

Tujuan: cedera tidak terjadi

Kriteria hasil: klien mau berpartisipasi dalam mencegah

cedera

Intervensi:

a. Pertahankan imobilisasi pada lengan atas

Rasional : meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan

antara fragmen tulanng dan jaringan lunak sekitarnya

b. Bila klien menggunakan gips, pantau adanya penekanan

setempat dan sirkulasi perifer

Page 26: Askep Lansia Fraktur Humeri

Rasional : Mendeteksi adanya sindrom kompartemen dan

menilai secara dini adanya gangguan sirkulasi pada bagian

distal lengan atas

c. Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau

gulungan selimut agar posisi tetap netral

Rasional : mencegah perubahan posisi dengan tetap

mempertahankan kenyamanan dan keamanan

d. Evaluasi bebat terhadap resolusi edema

Rasional : bila fase edema telah lewat kemungkinan bebat

menjadi longgar dapat terjadi

e. Evaluasi tanda/gejalah perluasan cedera jaringan

(peradangan local/sistemik, seperti peningkatan nyeri,

edema, dan demam)

Rasional : menilai perkembangan masalah klien

4. Dx: Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan

menjalani operasi, status ekonomi, dan perubahan fungsi

peran.

Tujuan: Ansietas hilang atau berkurang.

Kriteria hasil : klien mengenal perasaannya, dapat

mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhi,

dan menyatakan ansietasnya berkurang.

Intervensi:

a. Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas. Dampingi klien

dan lakukan tindakan bila klien menunjukan perilaku

merusak

Rasional : reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa

agitasi, marah dan gelisa.

b. Hindari konfrontasi.

Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,

menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat

penyembuhan.

Page 27: Askep Lansia Fraktur Humeri

c. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang tidak

perlu.

d. Tingkatkan control sensasi klien.

Rasional : control sensasi klien (dalam mengurangi

ketakutan) denga cara memberikan informasi tentang

keadaan klien, menekankann penghargaan terhadap

sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif,

membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan,

serta memberikan umpan balik yang positif.

e. Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi

dan aktivitas yang diharapkan.

Rasional : orientasi terhadap prosedur operasi dapat

mengurangi ansietas.

f. Beri kesempatan klen mengungkapkan ansietasnya

Rasional : dapat menghilangkann ketegangan terhadap

kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

g. Berikan privasi kepada klien dengan orang terdekat.

Rasional : memberi waktu untuk mengekspresikan

perasaan, menghilangkan ansietas, dan perillaku adaptasi.

Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien

untuk melakukan aktivitas pengalihan perhatian akan

mengurangi perasaan terisolasi. 

D. Evaluasi

Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah nyeri teratasi,

terpenuhinya pergerakan/mobilitas fisik, terhindar dari cedera, infeksi

pascaoperasi, dan ansietas berkurang.

Page 28: Askep Lansia Fraktur Humeri

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan

tendon. Masalah yang berhubungan dngan struktur ini sangat sering

terjadi dan mengenai semua kelompok usia. Seiring bertambahnya

usia, seseorang menjadi lebih beresiko terhadap terjadinya

penurunan dari massa tulang atau tulang menjadi rapuh sehingga

mudah patah saat orang tersebut terjatuh. Pada usia lanjut dijumpai

proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium tubuh,

serta perlambatan remodelling dari tulang. Massa tulang akan

mencapai puncak pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia

30 tahun). Proses degenerasi juga terjadi pada persendian dapat

dijumpai pada hampir semua manusia usia lanjut. Faktor- faktor

seperti predisposisi genetik, riwayat trauma pada persendian,

obesitas, nutrisi, dan overuse dapat berinteraksi secara kompleks

dalam proses degenerasi sendi.

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.

Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang

patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan

tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

Pembentukan Hematoma, Proliferasi Seluler, Pembentukan Kallus,

Konsolidasi Remodelling. Pemulihan fraktur juga didasarkan pada

beberapa faktor, yaitu : Jumlah dan dislokasi fragmen tulang,

tingkat keparahan fraktur humerus dan cedera jaringan lunak, usia

penderita, Lokasi dan konfigurasi fraktur, pergeseran awal fraktur,

vaskularisasi pada kedua fragmen, reduksi serta imobilisasi,waktu

imobilisasi, waktu tunda antara cedera dan pengobatan, latihan

rehabilitasi Fraktur humerus. Sebuah pemulihan fraktur humerus

lengkap memerlukan waktu sekitar 3-4 bulan, yang mencakup

Page 29: Askep Lansia Fraktur Humeri

beberapa bulan untuk penyembuhan fraktur humerus diikuti

dengan penggunaan brace pelindung fraktur humerus selama

beberapa bulan untuk mendukung latihan dan rehabilitasi fraktur

humerus.

Asuhan keperawatan pada lansia tidak begitu berbeda jauh

dengan asuhan keperawatan fraktur pada dewasa atau anak-anak

umunya, hanya kepada lansia perawat harus benar-benar

memperhatikan dan memerlukan ketelitian karena sebagaimana

kita pahami bahwa pada lansia telah mengalami penurunan, baik

secara fisiologis ataupun psikologis. Disinilah peran dan kolaborasi

keluarga sangat diperlukan.

Page 30: Askep Lansia Fraktur Humeri

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham ,2006. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley,

Widya Medika, Jakarta.

Carpenito (2010), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,

EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Dudley (2012), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Dunphy & Botsford (2007), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia

Medica, Jakarta.

Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 –

NANDA International

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis

Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC

(Edisi 9). Jakarta: ECG

Page 31: Askep Lansia Fraktur Humeri

LAMPIRAN GAMBAR

Page 32: Askep Lansia Fraktur Humeri

B. Lmpiran Pertanyaan

1. Pertanyaan

a. (Karisma) apa perbedaan patah tulang pada anak dan lansia ?

Jawab : Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan

dibanding dengan lansia, proses penyembuhannya dapat

berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat

baik, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi,

biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan

tulang lansia. Salah satu faktor penyembuhan tulang adalah

usia, dimana penyembuhan fraktur pada lansia lebih lama

karena Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada

usia 30-35 tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan

berku¬rang¬nya aktivitas osteoblas dan osteoklas. Dengan

bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang.

b. (Onny) apakah suplemen dan vitamin tetap dibutuhkan pada

lansia, apakah masih berpengaruh?

Jawab : Seiring dengan menurunnya fungsi sel-sel tubuh saat

memasuki usia lanjut, suplementasi vitamin dan mineral tetap

dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi kesehatan.

Penelitian mengindikasikan, vitamin dan kalsium mungkin

akan sangat membantu, khususnya bagi mereka yang sudah

memasuki usia senja. Pada lansia bukan berarti tidak butuh

kalsium justru lebih banyak daripada dewasa . kebutuhan

kalsium pada lansia lebih tinggi untuk menyeimbangkan laju

penguraian tulang yang memang terjadi di usia senja

c. (kartika) apabila lansia menolak akan perawatan, bagaimana

yang harus dilakukan oleh perawat?

Jawab : Teknik-teknik komunikasi dengan lansia harus

diperhatikan. Pendekatan pada lansia pun juga harus

dilakukan, seperti : Pendekatan fisik, Pendekatan psikologis,

Page 33: Askep Lansia Fraktur Humeri

Pendekatan sosial, dan Pendekatan spiritual. Selain itu,

disinilah perlunya kolaborasi dengan keluarga, kaji orang

yang paling dipercayai oleh klien, maka sedikit demi sedikit

klien akan mengikuti. Sebelumnya kita jelaskan terlebih

dahulu kepada keluarga apa yang akan kita lakukan beserta

tujuannya, sehingga anggota keluarga/orang yang paling

dipercaya klien akan menyampaikan dengan klien sehingga

klien perlahan mau mengkuti.