askep kolelitiasis

58
 TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN KOLESISTITIS DAN KOLELITIASIS TUGAS oleh Kelompok 3 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 201

Upload: zumrotul-mina

Post on 08-Oct-2015

462 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

askep kolelitiasis

TRANSCRIPT

TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN KOLESISTITIS DAN KOLELITIASISTUGASoleh

Kelompok 3PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER2014TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN KOLESISTITIS DAN KOLELITIASIS TUGASdiajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik III Adosen pengampu Ns. Wantiyah, M.Kep.

oleh

Kelompok 3Siti Zumrotul Mina122310101005

Riana Vera Andantika122310101006

Desi Rahmawati122310101021

Ria Novitasari122310101022

Dina Amalia122310101037

Ary Januar Pranata Putra122310101039

Alfun Hidayatulloh122310101047

Sandi Budi Darmawan122310101050

Aprilita Restuningtyas122310101055

Akhmad Miftahul Huda122310101061

Fakhrun Nisa Fiddaroini122310101064

Raditya Putra Yuwana122310101067

Cholil Albarizi122310101068

Ambar Larasati122310101076

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER2014ii

PRAKATAPuji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Tugas Asuhan Keperawatan Kolesistitis Dan Kolelitiasis. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KK III A.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ns. Wantiyah, M.Kep. selaku dosen mata kuliah KK III A;

2. Rekan kerja kelompok satu pada mata kuliah KK III A;

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Kami juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah imi dapat berguna dan bermanfaat dengan baik khususnya dalam pembelajaran KK III A.

Jember, April 2014 Penulisiii

DAFTAR ISIHalaman

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii KATA PENGANTAR .............................................................................. iii DAFTAR ISI .............................................................................................. ivKASUS I KOLESISTITIS ........................................................................ 11.Pengertian Kolesistitis Dan Jenis Kolesistitis Pasien ......................1

2.Etiologi Atau Faktor Resiko Kolesistitis ..........................................3

3.Tanda Dan Gejala Kolesistitis ...........................................................5

4.Mekanisme Terjadinya Kolesistitis .................................................6

5.Pemeriksaan Yang Diperlukan & Hasil Pemeriksaan Kolesistitis8

6.Penatalaksanaan Medis Kolesistitis ..................................................9

7.Asuhan Keperawatan Kolesistitis .....................................................12

7.1 Pengkajian.....................................................................................12

7.2 Analisa data...................................................................................16

7.3 Diagnosa ........................................................................................18

7.4 Intervensi.......................................................................................18

7.5 Implementasi.................................................................................21

7.6 Evaluasi .........................................................................................24

7.7 Discharge Planning.......................................................................25

KASUS II KOLELITIASIS ...................................................................... 27

1.Definisi Kolelitiasis..............................................................................27

2.Etiologi Kolelitiasis .............................................................................27

3.Patofisiologi Kolelitiasis......................................................................28

4.Tanda Dan Gejala Kolelitiasis ...........................................................30

5.Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis .................................................31

6.Komplikasi Kolelitiasis ....................................................................... `31

iv

7.Penatalaksanaan Kolelitiasis..............................................................32

8.Asuhan Keperawatan Kolelitiasis......................................................35

9.1 Pengkajian....................................................................................35

9.2 Analisa Data .................................................................................39

9.3 Diagnosa .......................................................................................43

9.4 Intervensi......................................................................................44

9.5 Implementasi................................................................................49

9.6 Evaluasi ........................................................................................51

v

KOLESISTITIS KOLELITIASIS Tugas KK 3A (14 April 2014)Kasus 1:Seorang pasien perempuan usia 45 tahun dibawa ke UGD karena mengalami nyeri hebat pada perut sebelah kanan atas. Nyeri kadang dirasakan pada daerah baru. Pasien juga merasakan demam sejak 1 hari yang lalu. Berdasarkan berbagai pemeriksaan yang dilakukan pasien didiagnosa kolesistitis.

Jawaban:1. Pengertian Kolisistitis Dan Jenis Kolesistitis PasienKolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis. Kolesistitis akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa. Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

Kolesistitis yang dialami oleh pasien tersebut adalah kolesistitis akut. Kolesistitis merujuk pada inflamasi akut dari kandung mepedu. Ini biasanya mengiritasi lapisan kandung mepedu. Ini dapat menjadi padat dalam duktus sistik yang menyebabkan obstruksi dan inflamasi dinding kandung empedu, mencetus infeksi. Kandung empedu terlatak di bawah lobus kanan hepar. Fungsi utamanya adalah mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu yang diproduksi poleh hepar. Empedu diperlukan untuk mengemulsikan lemak-lemak. Kandung empedu berkontraksi dan melepaskan empedu ke dalam duodenum bila makanan berlemak masuk ke usus. Penyakit kandung empedu adalah akut atau kronis. Bentuk di karakteristikkan dengan nyeri hebat dari awitan tiba-tiba.

Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) merupakan suatu keadaan terbentuknya batu empedu yang ada dalam kantong empedu dari unsure-unsur

padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu ini memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu ini tidak lazim ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada individu berusia 40 tahun (Smeltzer, 2002). Kolelitiasis adalah batu yang terdapat di saluran empedu utama atau di duktus koledokus (koledokolitiasis), di saluran sistikus (sistikokolitiasis) jarang sekali di temukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di saluran empedu intrahepatal atau hepatolitiasis. (Hadi Sujono, 2002 hlm 778).

Kolesistisis akut merupakan inflamasi akut pada kandung empedu, faktor presipitasi yang paling sering memicu keadaan ini adalah obstruksi batu empedu. Sepuluh persen kasus kolesistisis akut tanpa obstruksi batu empedu biasanya ditemukan pada pasien-pasien yang sakit berat seperti misalnya keadaan pascabedah, trauma beray, luka bakar berat, kegagalan organ multisistem, sepsis, hiperalimentasi yang lama atau keadaan postpartum. Gejalanya meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium, demam yang ringan, anoreksia, takikardia, daforesis dan nause serta vomitus. Gejala ikterus menunjukkan obstruksi duktus koledokus.

Dikerjakan Oleh: Raditya Putra Yuwana 122310101067Referensi:

Hadi, Sujono. 1995. Gastroenterologi, ed. 6. Alumni : Bandung

Mitchel, Richard N. 2008. Buku saku dasar keperawatan patologis Robbins & Cotran Ed.7. Jakarta: EGC

Smeltzer, S& Brunner Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

2. Etiologi Atau Faktor Resiko KolesistitisPenyebab terjadinya kolesistitis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Bagaimana stasis di duktus sistitis dapat menyebabkan kolesistitis dalam belum jelas. Banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Selain factor-faktor di atas kolesistitis dapat terjadi juga pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parentesal pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu disaluran emepedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tipoid dan IOM (Prof. dr. H.M. Sjaifaoellah Noer).

Kolesistitis menurut (Hadi. Sujono, 1995) dapat terjadi akibat:

a. Adanya obstruksi pada duktus sebagian akibat adanya batu empedu yang biasa di temukan pada 96% penderita dengan kolesistitis.

b.

Enzim pankreas mungkin juga dapat menyebabkan timbulnya kholeosistitis akut, sebagai akibat reguritasi yang di sebabkan adanya obstruksi fungsional pada duktus kholeodukhus dan duktus pankreatikus.

c. Inflamasi oleh bakteri mungkin saja merupakan bagian integral dari kholeosistitis akut.

Menurut (Ignatavicius, 2006) kasus kolelitiasis terjadi lebih banyak pada wanita dibandingkan pria karena wanita memiliki beberapa faktor resiko, diantaranya kehamilan, obesitas, pemakaian KB dan genetik. Tampaknya ada beberapa hal yang menyebabkan keluarga menjadi faktor terhadap perkembangan kolelitiasis, tapi ini mungkin terkait dengan kebiasaan makan keluarga (asupan kolesterol berlebihan dalam makanan) dan gaya hidup menetap di beberapa keluarga. Batu empedu terlihat lebih sering pada orang obesitas, mungkin sebagai akibat gangguan metabolisme lemak. Kehamilan cenderung memperburuk pembentukan batu empedu. Kehamilan dan obat-obatan seperti pil estrogen dan pil KB yang mengubah kadar hormon dan menunda kontraksi otot kandung empedu, menyebabkan tingkat penurunan mengosongkan empedu.

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu.Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan. Kolesistitis akut tanpabatu merupakan penyakit yang serius dan cenderung timbul setelah terjadinya:

1. cedera;

2. pembedahan;

3. luka bakar;

4. sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh) biasanya disebabkan oleh bakteri E. Coli, salmonella typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzimenzim pankreas;

5. penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat infus dalam jangka waktu yang lama);

Sebelum pasien merasakan nyeri yang luar biasa secara tiba-tiba di perut bagian atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu. Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

Dikerjakan Oleh: Alfun Hidayatulloh 122310101047Referensi:Artikel on-line Kolisistis Akut. Diakses melalui http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=607 [14 April 2014. Pukul 08:50WIB]

Brunner & Suddart.2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC Hadi, Sujono. 1995. Gastroenterologi, ed. 6. Alumni : Bandung Ignatavicius, Donna D. & Workman M.L. 2006. Medical-Surgical Nursing,Critical Thinking for Collaborative Care. St. Louis: Elsevier Saunders. Noer, Sjaifoellah. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. HKUI: Jakarta

3. Tanda & Gejala KolesistitisMenurut Price (2005) sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus koledokus. Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis.

a. Gejala Akut

1) Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas, nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.

2) Nyeri 30-60 menit pasca krandial kuadran kanan atas.

3) Rasa sakit menjalar ke pundak / scapula kanan

4) Penderita dapat berkeringat banyak dan gelisah.

5) Nausea dan muntah sering terjadi

6) Leukostesis

7) Ikterus, dapat di jumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa ke dalam duodenum akan di serap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa bewarna kuning. Keadaan ini sering di sertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

8) Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine bewarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat.

b. Gejala kronis

Gejala kolelitiasis kronis mirip dengan gejala kolelitiasis akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama. Menurut Reeves ( 2001) tanda dan gejala yang biasanya terjadi adalah:

1) Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas

2) Pucat biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu

3) Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan

4) Demam

5) Urine yang berwarna gelap seperti warna teh

6) Dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan berlemak

7) Nausea dan muntah

8) Berkeringat banyak dan gelisah

9) Koledokolitiasis (tidak menimbulkan gejala pada fase tenang)

10) Terjadi otolisis serta edema.

Dikerjakan Oleh: Sandi Budi Darmawan 122310101050Referensi:Noer, Sjaifoellah. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. HKUI: Jakarta

Pearce, Evelyn C. 2005. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Smeltzer, Suzanne c, dkk. 2001. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC

4. Mekanisme Terjadinya KolesistitisKandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat.

Kolesitisis dapat dikelonpokkan menjadi dua bagian dari segi mekanisme terjadinya. Salah satunya adalah kolesitisis kalkulus (inflamasi kandung empedu akibat obstruksi oleh batu empedu). Adanya stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Pengendapan unsur tersebut dapat membentuk

batu empedu yang menyumbat saluran keluar empedu. Akibatnya getah empedu akan tertahan dalam kandung empedu akan menimbulkan reaksi kimia, terjadi otolisis serta edema, dan pembuluh darah dalam empedu akan terkompresi sehingga suplai vascular terganggu. Sehingga terjadilah perubahan metabolis yang terganggu berakibat pada iskemia dan nekrosis mukosa kandung empedu yang dapat menyebabkan infeksi kandung empedu yang menimbulkan nyeri pada koliesistisis akut. Jika hal tersebut tidak ditangani maka sebagai konsekusnsinya dapat terjadi gangren yang dapat disertai perforasi kantong empedu (pecah), atau bisa terbentuk fistula (saluran) antara kandung empedu dan usus, serta kemungkinan septikemia sebagai akibat dari peradangan lanjutan pada kolesistisis kronik. (Brunner & Suddarth. 2001)Sedangkan pada kolesitisis akalkulus (inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya obtruksi batu empedu), dapat timbul diduga setelah tindakan bedah mayor, trauma berat atau luka bakar. Fakor lainnya yang berkaitan dengan kolesitesis ini mencakup obstruksi diktus sistikus akibat torsi, infeksi primer bacterial pada kandung empedu. Kolesitsesis skalkulis ini diperkirakan terjadi akibat perubahan cairan dan elektrolit serta aliran daerah regional dan sirkulasi visceral misalnya pada kasus akibat infeksi primer bacterial pada kandung empedu, bakteri dapat mengeluarkan endotoksin yang mampu menghapuskan respon kontraktil ke CCK, menyebabkan kandung empedu menjadi stasis sehingga getah empedu terkonsentrasi tetap stagnan di lumen kadung empedu. (Brunner & Suddarth.

2001).

Dikerjakan Oleh: Desi Rahmawati 122310101021Referensi:Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 vol 2. Jakarta EGC Bloom A, Alan dkk. 2014. Cholecystisis. http://emedicine.medscape.com/article/171886overview#a0104 . [Diakses pada 14 April 2014 pukul 08.18WIB]

5. Pemeriksaan Yang Diperlukan & Hasil Pemeriksaan Kolesitisisa. Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut.

Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang

(radioopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.

b. Kolesistografi oral : tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.

c. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.

d. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99nTc6

Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.

e. CT Scan abdomen: kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG serta dapat membedakan sakit kuning obstruktif dengan non-obstruktif.

f.Kolangiografi transhepatik perkutaneous: Pembedahan gambaran dengan fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila ikterik ada).

Dikerjakan Oleh: Cholil Albarizi 122310101068Referensi:http://www.scribd.com/doc/80911328/kolesistitis6. Penatalaksanaan Medis KolesitisisPenatalaksanaan pasien dengan kolesistitis tergantung pada derajat keparahan serta ada tidaknya komplikasi yang menyertai. Kasus yang tanpa disertai komplikasi seringkali dapat berobat jalan saja namun pada kasus yang disertai komplikasi harus dengan terapi pembedahan. Pada pasien yang tidak stabil, drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik dapat sangat membantu. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi. Terapi definitif diantaranya : kolesistektomi disertai penempatan alat drainase, dan bila terdapat batu maka ERCP juga merupakan pilihan yang baik. Pasien kolesistitis yang rawat inap dan akan dioperasi sebaiknya tidak mendapat asupan makanan per oral, kecuali bila kolesistitisnya tanpa komplikasi pasien masih diijinkan makan dalam bentuk cair serta rendah lemak per oral hingga tiba saatnya operasi

a. Terapi awal dan pemberian Antibiotik

Untuk kolesistitis akut, terapi awal meliputi pengistirahatan usus (bowel rest), hidrasi intravena, koreksi elektrolit, analgesia, dan antibiotik intravena. Untuk kasus yang ringan, terapi antibiotik menggunakan satu jenis antibiotik berspektrum luas sudah cukup memadai. Beberapa pilihan untuk jenis terapi awal ini :

1) Sanford guide merekomendasikan piperacillin/tazobactam (Zosyn, 3,375 gram IV/6 jam atau 4,5 gram IV/8 jam), ampicilin/sulbactam (Unasyn, 3 gram IV/6 jam), atau meropenem (Merrem, 1 gram IV/8 jam). Pada kasus berat yang mengancam jiwa, Sanford guide merekomendasikan Imipenem/cilastatin ( primaxin, 500 mg IV/6 jam).

2) Regimen alternatif meliputi sefalosporin generasi ketiga plus metronidazole (Flagyl, 1 gram IV bolus diikuti 500 mg IV/6 jam).

3) Bakteri yang biasa ditemukan pada kolesititis adalah : Eschericia coli, Bacteroides fragilis, Klebsiella, Enterococcus, dan Pseudomonas.

4) Bila terdapat emesis dapat diberikan antiemesis dan suction nasogastrik.

5) Oleh karena sering terjadi progesi yang cepat dari kolesistitis akalkulus menjadi gangren dan perforasi, deteksi dan intervensi dini sangat dibutuhkan.

6) Obat-obatan suportif dapat diberikan seperti pengatur kestabilan hemodinamik, antibiotik untuk mengtasi bakteri gram negatif usus dan bakteri anaerobik, terutama bila curiga adanya infeksi saluran empedu.

7) Stimulasi kontraksi kandung empedu harian dengan menggunakan kolesistokinin intavena, menunjukkan keefektifannya dalam mencegah gumpalan di kandung empedu pada pasien yang menerima nutrisi parenteral total (TPN).

b. Terapi konservatif untuk kolesistitis tanpa komplikasi

Pasien dapat dirawat jalan pada kasus kolesititis tanpa komplikasi dengan memberikan terapi antibiotik, analgesik dan kontrol untuk follow up. Kriteria pasien yang dapat di rawat jalan adalah :

1) Tidak demam (afebris) dengan tanda vital yang stabil.

2) Tidak ada bukti adanya obstruksi berdasarkan hasil lab.

3)Tidak ada masalah medis lain, usia lanjut, kehamilan serta masalah immunocompromised.

4) Analgesia yang adekuat.

5)Pasien memiliki sarana dan akses transportasi yang mudah ke sarana kesehatan.

6) Bersedia untuk kontrol/follow up. Beberapa obat-obatan yang dapat diberikan :

1) Antibiotik profilaksis: levoflaxacin (Levaquin, 500 mg per oral 1x/hari)

dan metronidazole (500 mg per oral 2x/hari).

2) Antiemetik: prometazin (phenergan) oral/rectal, prochlorperazine

(compazine).

3) Analgesik: oxycodone/acetaminophen (percocet) oral. c. Kolesistektomi

Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis. Kolesistektomi dini yang dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah sakit, memberikan keuntungan dari sisi medis maupun sosioekonomi. Pada pasien yang hamil, kolesistektomi laparoskopi dinyatakan aman untuk semua umur kehamilan namun paling aman pada trimester kedua.

Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi antara lain :

1) Berisiko tinggi terhadap anastesi umum.

2) Obesitas berat.

3) Ada tanda perforasi kandung empedu seperti : abses, peritonitis dan fistula.

4) Batu empedu raksasa atau diduga keganasan.

5) Penyakit hati stadium akhir yang disertai hipertensi portal dan koagulopati berat.

6) SAGES guideline juga menambahkan kontraindikasi yakni : syok septik akibat kolangitis, pankreatitis akut, peralatan dan tenaga ahli yang tidak memadai, serta baru saja mendapat prosedur bedah abdominal lainnya.

d. Drainase perkutaneus

Untuk pasien yang kontraindikasi/berisiko tinggi terhadap prosedur bedah, maka terapi Drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik (yang dipandu USG) merupakan pilihan terapi definitif dikombinasikan dengan pemberian antibiotik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien kolesistitis akalkulus akut dapat diterapi dengan drainase perkutaneus saja, akan tetapi SAGES guideline menganjurkan bahwa terapi ini hanya bersifat sementara sampai pasien dapat menerima kolesistektomi.

e. Terapi Endoskopik

Endoskopi memiliki kelebihan yakni sebagai alat bantu untuk mendiagnosis juga dapat sebagai terapi. Beberapa prosedur endoskopik untuk kolesistitis :

1) Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Terapi ini dapat memvisualisasikan anatomi sekaligus dapat menyingkirkan batu empedu pada duktus biliaris komunis.

2) Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy. Penelitian menunjukkan bahwa terapi ini aman sebagai terapi awal, interim maupun definitif untuk pasien dengan kolesistitis akut berat yang berisiko tinggi terhadap prosedur kolesistektomi.

3) Endoscopic gallbladder drainage. Mutignani dkk, menyimpulkan dalam penelitiannya terhadap 35 orang pasien kolesistitis akut bahwa terapi ini efektif untuk kolesistitis akut namun sifatnya hanya sementara saja.

Dikerjakan Oleh: Ary Januar Pranata Putra 122310101039Referensi:Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.

Price A. Sylvia, Lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, Edisi I. Jakarta : EGC.

7. Asuhan Keperawatan Kolesitisis1. Pengkajiana. Identitas Klien

Kolesistitis pada umumnya terjadi pada wanita dengan usia lebih dari 40 tahun yang mengalami obesitas dan multipara.

b. Keluhan Utama

Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan. Nyeri timbul tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit, pada umumnya timbul pada1-2 jam setelah makan, biasanya pada malam hari dan hampir tak pernah pada pagi hari. Mual, muntah, kembung, berrsendawa.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien yang mengalami kolesistisis mengalami nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan. Selain itu pasien juga mengalami mual, muntah, kembung dan bersendawa.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien dengan penyakit kolesistitis memiliki riwayat diabetes mellitus, hiperkolesterol, obesitas, penyakit inflamasi usus.

e. Pemeriksaan Fisik

1) B1: Peningkatan frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan ditandai nafas pendek dan tertekan.

2) B2: Takikardi, demam, resiko perdarahan karena kekurangan vitamin

K.

3) B3: Nyeri pada perut kanan atas menyebar ke punggung atau bahu kanan, gelisah.

4) B4: Urine gelap pekat.

5) B5: Distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, feses warna seperti tanah liat.

6) B6: Kelemahan, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus). f. Pemeriksaan Fisik

1)Kaji keadaan umum pasien: meliputi kesan secara umum pada keadaan sakit termasuk ekspresi wajah (meringis, grimace, lemas) dan posisi pasien. Kesadaran yang meliputi penilaian secara kualitatif (komposmentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, koma) dapat juga menggunakan GCS. Lihat juga keadaan status gizi secara umum (kurus, ideal, kelebihan berat badan)

2)Kaji kondisi fisik pasien: pemeriksaan tanda-tanda vital, adanya kelemahan hingga sangat lemah, takikardi, diaforesis, wajah pucat dan kulit berwarna kuning, perubahan warna urin dan feses.

3)Kaji adanya nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan, mual dan muntah, gelisah dan kelelahan. Palpasi

pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing untuk memeriksa ada atau tidaknya pembesaran pada organ tersebut.

4)Integumen: periksa ada tidaknya oedem, sianosis,icterus, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan atas.

5)Kaji perubahan gizi-metabolik: penurunan berat badan, anoreksia, intoleransi lemak, mual dan muntah, dispepsia, menggigil, demam, takikardi, takipnea, terabanya kandung empedu.

6)Ekstremitas: Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.

g. Pemeriksaan penunjang

1) Darah lengkap:

a) Leukositosis sedang (akut), bilirubin dan amilase serum:

meningkat.

b)Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat alkaline fosfat dan 5-nukletiase; Di tandai obstruksi bilier.

c)Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbsi vitamin K.

2) Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau ductus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal).

3) Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanualas duktus koledukus melalui deudenum.

4) Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi anatara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik ada ).

5) Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu. Catatan: kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat lewat mulut. CT Scan: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan antara ikterik obstruksi/non obstruksi.

6) Scan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier.

7) Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.

8) Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menunjukkan penyebaran nyeri.

h. Pola fungsi kesehatan

1)Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: pola hidup sehat pasien yang menderita kolesistitis harus ditingkatkan dalam meningkatkan status kesehatannya, perawatan, dan tatalaksana hidup sehat. Keluarga juga perlu untuk terus melakukan perawatan selain tim kesehatan guna meningkatkan kesehatannya.

2) Pola nutrisi dan metabolisme: pola nutisi pasien dengan kolesistitis

terganggu, hal ini dikarenakan pasien mengalami mual, muntah dan kembung sehingga pasien mengalami resiko perubahan nutrisi.

3)Pola eliminasi: pola eliminasi pada pasien dengan kolesistitis mengalami gangguan yang ditandai dengan urine yang berwarna pekat dan gelap serta feses yang berwarna seperti tanah liat.

4)Pola aktivitas: Pasien dengan kolesistitis mengalami perubahan pola aktivitasnya. Hal ini dikarenakan pasien mengalmi nyeri perut kanan atas serta adanya perubahan nutria yang menyebabkan kelemahan. Perubahan pola nutrisi juga dapat mempengaruhi aktivitasnya.

5)Pola istirahat dan tidur: Pola istirahat pada pasien kolesistitis juga mengalami gangguan karena nyeri yang dirasakan.

6)Pola kognitif dan persepsi sensori: Pola ini mengenai pengetahuan pasien dan keluarga terhadap penyakit yang diderita klien

7)Pola konsep diri: Bagaimana persepsi keluarga dan pasien terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.

8)Pola hubungan-peran: Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam perawatan dan memberi dukungan serta dampingan pada pasien dengan kolesistitis.

9)Pola seksual-seksualitas: Apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada pasien kolesistitits mengalami gangguan dalam reproduksi karena nyeri yang dirasakan.

10) Pola mekanisme koping: Keluarga perlu memberikan dukungan dan semangat sembuh bagi pasien kolesistitis.

11) Pola nilai dan kepercayaan: Keluarga selalu optimis dan berdoa agar penyakit pada pasien kolesistitis dapat sembuh dengan cepat.

2. Analisa DataNo.ProblemEtiologySymptom

1.Gangguan rasa nyaman:

nyeri.Duktus dan inflamasi.DO: Pasien terlihat

meringis menahan rasa nyeri di perut kanan atas.

DS: Pasien mengatakan nyeri di perutnya.

2.Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh.Mual, muntah,

dyspepsia, nyeri, pembatasan masukan.DO: Pasien terlihat

merasa lemah karena sering mual dan muntah.

DS: Pasien mengatakan sering muntah-muntah dan merasa mual serta badannya merasa

lemah.

3.Resiko tinggi

kekurangan volume cairan.Mual, muntah.DO: Pasien terlihat

merasa lemas dan sering muntaj-muntah. DS: Pasien mengatakan sering muntah-muntah dan merasa mual.

4.Kurang pengetahuan

tentang penyakit.Kurang terpapar

informasi.DO: Pasien terlihat

kebingungan dengan keadaanya kini.

DS: Pasien mengatakan tidak mengetahui apa-apa mengenai penyakitnya kini.

3. Asuha KeperawatanNoDiagnosakeperawatanTujuanKriteria hasilIntervensi

1.Gangguan rasa

nyaman: nyeri berhubungan proses inflamasi kandung

empedu. Obstruksi/spase duktus, iskemia jarinagn/nekrosi si.Setelah dilakukan

perawatan selama 2 x

24 jam, klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang. Klien dapat mnegkompensasi

nyeri dnegan baik1. Skala nyeri 0-4

2. Grimace (-)

3. Gerkan melokalisir nyeri (-)

4. Gerakan bertahan pada daerah nyeri (-)

5. Klien tenang1. Pantau tingkat dan intensitas nyeri.

2. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam).

3. Beri kompres hangat (hati-hati dengan klien yang mengalami pendarahan).

4. Beri posisi yang nyaman.

5. Kondidikan lingkungan yang tenang di sekitar klien.

6. Catat respons terhadap obat dan laporkan bila nyeri tidak hilang.

7. Kolaborasi pemberian analgesic sesuai program terapi.

2.Perubahan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dyspepsia, nyeri, pembatasan masukan.Klien memenuhi

kebutuhan nutrisi harian sesuai dengan tingkat aktivitas dan kebutuhan metabolic.1. Klien dapat menjelaskan

tentang pentingnya nutrisi bagi klien

2. Bebas dari tanda malnutrisi.

3. Mempertahankan berat badan stabil.

4. Nilai laboratorium normal

(Hb, albumin).1. Berikaan perawatan oral secara teratur.

2. Catat berat badan saat masuk dan bandingkan dengan saat berikutnya.

3. Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak.

4. Pemeriksaan laboratorium/Hb-Ht-elektrolit- Albumin.

5. Jelaskan tentang pengontrolan dan pemberian konsumsi karbohidrat, lemat (makanan rendah lemak dapat mencegah serangan pada klien dengan kolelitiasis dan kolesistitis). Protein, vitamin, mineral dan cairan yang adekuat.

6. Anjurkan mengurangi makanan berlemak dan menghasilkan gas.

7. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai bagi klien.

8. Anjurkan klien istirahat sebelum makan.

9. Tawarkan makan sedikit namun sering.

10. Batasi asupan cairan saat makan.

11. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

12. Kolaborasi cairan IV

3Resiko tinggi

kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehialangan cairan melalui gaster, muntah distensi dan hipermotilitas gaster dan gangguan pembekuan darah, peningkatanKeseimbangan cairan

pasien adekuat.1. Dilakukan oleh tanda vital

stabil.

2. Membrane mukosa lembab

3. Turgor kulit baik.

4. Pengisian kapiler baik.

5. Eliminasi urin normal.

6. Tidak ada muntah.1. Monitor pemasukan dan pengeluaran

cairan.

2. Awasi berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kejang ringan, kelemahan.

3. Anjurkan cukup minum.

4. Kaji pendarahan yang tidak biasa contohnya pendarahan pada gusi, mimisan, petekia, melena.

5. Kaji ulang pemeriksaan laboratorium.

6. Beri cairan IV, elektrolit, dan vit K.

metabolism.

Kurang

pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpapar informasi.Pengetahuan pasien

tentang konsep dasar penyakit meningkat.Pasien mampu mengetahui

konsep penyakit.

Pasien mampu menerapkan pola yang telah dijelaskan.1. Beri penjelasan pada pasien tentang

kolesistitis.

2. Kaji ulang prognosis, diskusikan perawatan dan pengobatan.

3. Kaji uang program obat dan efek samping.

4. Anjurkan pasien menghindari makanan, minuman

5. ImplementasiNo.DiagnosaImplementasi

1.Gangguan rasa nyaman: nyeri

berhubungan proses inflamasi kandung empedu. Obstruksi/spasme duktus, iskemia1. Telah dipantau tingkat dan intensitas nyeri.

2. Telah diajarkan teknik relaksasi (nafas dalam).

3. Telah diberikan kompres hangat (hati-hati dengan klien yang mengalami pendarahan).

4. Telah diberikan posisi yang nyaman.

5. Telah dikondidikan lingkungan yang tenang di sekitar klien.

6. Telah dicatat respons terhadap obat dan laporkan bila nyeri tidak hilang.

7. Telah dikolaborasikan pemberian analgesic sesuai program terapi.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dyspepsia, nyeri, pembatasan masukan.1. Telah diberikaan perawatan oral secara teratur.

2. Telah dicatat berat badan saat masuk dan bandingkan dengan saat berikutnya.

3. Telah dikaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak.

4. Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium/Hb-Ht-elektrolit-Albumin.

5.

Telah dijelaskan tentang pengontrolan dan pemberian konsumsi karbohidrat, lemat (makanan rendah lemak dapat mencegah serangan pada klien dengan kolelitiasis dan kolesistitis). Protein, vitamin, mineral dan cairan yang adekuat.

6. Menganjurkan mengurangi makanan berlemak dan menghasilkan gas.

7. Telah dikonsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai bagi klien.

8. Telah dianjurkan klien istirahat sebelum makan.

9. Telah dianjurkan makan sedikit namun sering.

10. Telah dibatasi asupan cairan saat makan.

11. Telah disajikan makanan dalam keadaan hangat.

2.Resiko tinggi kekurangan volume cairan

berhubungan dengan kehialangan cairan melalui gaster, muntah distensi dan hipermotilitas gaster dan gangguan pembekuan darah, peningkatan metabolism.1. Telah memonitor pemasukan dan pengeluaran cairan.

2. Mengawasi berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kejang ringan, kelemahan.

3. Telah dianjurkan cukup minum.

4. Telah dikaji pendarahan yang tidak biasa contohnya pendarahan pada gusi, mimisan, petekia, melena.

5. Telah dikaji ulang pemeriksaan laboratorium.

3.Kurang pengetahuan tentang penyakit

berhubungan dengan kurang terpapar informasi.1. Telah diberikan penjelasan pada pasien tentang kolesistitis.

2. Telah dikaji ulang prognosis, diskusikan perawatan dan pengobatan.

3. Telah dikaji uang program obat dan efek samping.

4. Telah dianjurkan pasien menghindari makanan, minuman

6. EvaluasiNo.DiagnosaEvaluasi

1.Gangguan rasa nyaman: nyeriS: Pasien mengatakan sudh tidak merasa

nyeri lagi di bagian perut kanan atas.

O: Pasien sudah tidak menunjukkan ekspresi nyeri lagi.

A: Masalah teratasi.

P: Intervensi dihentikan.

berhubungan dengan duktus dan inflamasi.

2.Perubahan nutrisi kurang dariS: Pasien mengatakan sudah tidak

merasa mual dan muntah-muntah lagi.

O: Pasien terlihat sudah tidak muntah lagi dan menunjukkan ekspresi mual.

A: Masalah teratasi.

P: Intervensi dihentikan.

kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dyspepsia, nyeri, pembatasan masukan.

3.Resiko tinggi kekuranganS: Pasien mengatakan sudah tidak mual

dan muntah lagi.

O: Pasien terlihat lebih segar dan tidak menunjukkan ekspresi mual dan muntah lagi.

A:Masalah teratasi.

P: Intervensi dihentikan.

volume cairan berhubungan dengan mual, muntah.

4.Kurang pengetahuan tentangS: Pasien mengatakan sudah mengetahui

mengenai penyakitnya dan bagaimana cara mengatasinya.

O: Pasien sudah tidak Nampak kebingungan lagi dengan keadaanya.

A:Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan.

penyakit berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

7. Discharge Planning1. Perawat memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang potensi terjadinya komplikasi berupa kolangitis.

2. Berikan instruksi ke klien atau anggota keluarga, termasuk perawatan lanjutan, infeksi, rawat jalan dan jadwal perawatan berikutnya.3. Ajarkan klien tentang manajemen nyeri, terapi diet, pembatasan aktivitas dan perawatan kesehatan tindak lanjut.

4. Ingatkan pasien untuk meminum obat-obatan harian yang diperlukan untuk proses penyembuhan meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, tindakan pencegahan, interaksi obat dengan dan potensial efek samping.

5. Beri tahu klien untuk melakukan diet rendah lemak dan menghindari makanan berlemak tinggi seperti susu, gorengan, alpukat, mentega dan cokelat. Anjurkan minum cairan yang adekuat sedikitnya 2-3 L/hari.

6. Ajarkan klien cara perawatan diri di rumah dan semua hal yang diperlukan untuk perawatan di rumah (Black, 1997).

Dikerjakan Oleh:Ria Novitasari 122310101022Riana Vera Andantika 122310101006Aprilita Restuningtyas 122310101055Referensi:Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.

Jakarta: EGC

Marry, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Akarta: EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 2 Vol 2. Jakarta: EGC.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kasus 2Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun periksa ke poli interna RS Sehat karena sering mengalami nyeri pada perut sebelah kanan atas. Nyeri berlangsung agak lama sekitar 30 menit. Berdasarkan berbagai pemeriksaan yang dilakukan pasien didiagnosa kolelitiasis.

Jawaban:1. Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Tanda Dan Gejala, PemeriksaanPenunjang, Penatalaksanaan Kolelitiasis, Dan Komplikasia. Definisi

Kolelitiasis atau koledokolelitiasi merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.

Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) dari unsure unsure padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran bentuk dan komposisi yang bervariasi.(brunner & suddarth : 2001)

b. Etiologi

Penyebab pasti dari kolelitiasis atau koledokolelitiasis atau batu empedu belum di ketahui. Suatu teori mengatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan superaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami superaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium

Dikerjakan Oleh:Ambar Larasati NIM 122310101076ReferensiBrunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 vol 2. Jakarta

EGC

Mansjoer Arif, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Jakarta : Media

Aescuapius.

c. Patofisiologi Kolelitiasis

Ada dua tipe utama batu empedu yaitu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol

a. Batu pigmen

Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak. Sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Mekanisme batu pigmen Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

b. Batu kolesterol

Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).

Mekanisme batu pigmen

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati

Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Mal absorpsi garam empedu - Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang: iritan pada kandung empedu - Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol

Peradangan dalam eningkatan sekresi kolesterol kandung empedu

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu Penyakit kandung empedu Pengendapan kolesterol

Batu empedu

d. Manifestasi Klinik

Gejalanya bersifat akut dan kronis, gangguan epigastrium: rasa penuh, distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan berlemak atau yang digoreng. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas, teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan , rasa nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding adomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.

2. Ikterus, biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.

3. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.

4. Terjadi defisiensi vitamin A, D, E, K. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus

menyumbat saluran tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

e. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : lekositosis, blirubinemia ringan, peningkatan alkali posfatase.

2. USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.

3. CT Scan Abdomen

4. MRI

5. Sinar X abdomen

6. Koleskintografi/pencitraan radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama, membuat pasien terpajar sinar radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.

7. Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG

meragukan.

Dikerjakan Oleh: Fakhrun Nisa F. NIM 122310101064ReferensiKee,L.J. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta: EGC Mansjoer,Arif M. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius

Price A. Sylvia, Lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC

f. Komplikasi

1. Kolesistitis akut

2. Ikterus obstruksi karena batu saluran empedu

3. Kolangitis

4. Ilius obstruksi karena batu

5. Degenerassi keganasan

g. Penatalaksanaan

Menurut Brunner ( 2001) penatalaksanaan untuk kolelitiasis sebagai berikut:

A. Non Bedah, yaitu :

1. Terapi Konservatif

a. Pendukung diit : Cairan rendah lemak

b. Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan

c. Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala penyakit

d. Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih e. Istirahat

2. Farmakoterapi

Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol. Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Terapi perlu dijalankan lama, yaitu tiga bulan sampai dua tahun dan baru dihentikan minimal tiga bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu satu tahun, dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.

3. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet

Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya yaitu buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak, sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari.

4. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock wafes) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau doktus koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu yang akan dipecah. Setelah batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak spontan dikandung empedu atau doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu yang diberikan peroral.

5. Litotripsi Intrakorporeal.

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan

kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.

B. Pembedahan

1. Cholesistektomy

Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif .

Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy yaitu :

a. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi

b. Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis

c. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan dilakukan pada post operasi.

Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy yaitu:

a. Posisi semi Fowler

b. Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya c. Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri

2. Kolesistektomi

Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis akut dan kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.

3. Minikolesistektomi

Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4cm. Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan

endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah endoskop serat optic dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberapa luka tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk memasukkan instrumen bedah lainnya ke dalam bidang operasi.

4. Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Keteter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan bersama- sama kolesistektomi.

Dikerjakan Oleh: Akhmad Miftahul Huda NIM 122310101061ReferensiBrunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 2 edisi 8.Jakarta: EGCPrice A. Sylvia, Lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC

2. Pengkajian, Analisa Data, Diagnosa (Utama Dan Sesuai Kasus), Intervensi, Implementasi, Dan Evaluasi.A. Pengkajian

1. Data umum a) Nama

b) Usia. Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda

c) Jenis kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan pria, ini dikarenakan oleh hormon Estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh kandung empedu, penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (Estrogen) dapat meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan penurunan aktifitas pengosongan kandung empedu.

d) Alamat

e) Pekerjaan

f) Keluhan utama. Keluhan utama yang biasanya muncul adalah nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas, nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.

2. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST, yaitu :

1. P (Provokatif atau Paliatif), hal-hal apa yang menyebabkan gejala dan apa saja yang dapat mengurangi atau memperberatnya. Biasanya klien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri bertambah bila klien bergerak atau batuk dan nyeri berkurang bila klien tidak banyak bergerak atau beristirahat dan setelah diberi obat.

2. Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar, den sejauh mana klien merasakan keluhan utamanya. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dengan skala 5 (0-10) dan biasanya membuat klien kesulitan untuk beraktivitas.

3. R (Regional/area radiasi), yaitu dimana terasa gejala, apakah menyebar? Nyeri dirasakan di area luka post operasi, dapat menjalar ke seluruh daerah abdomen.

4. S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai mengganggu aktivitas atau tidak. Biasanya aktivitas klien terganggu karena kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri luka post operasi.

5. T (Timing), yaitu kapan mulai munculnya serangan nyeri dan berapa lama nyeri itu hilang selama periode akut. Nyeri dapat hilang timbul maupun menetap sepanjang hari.

b) Riwayat kesehatan dahulu

Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan terjadi. Biasanya klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kelelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga

3. Pengkajian Pola Gordon a. Pola fungsi kesehatan

Pola fungsi kesehatan dapat dikaji dengan pola gordon dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis, dengan cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus.

b. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Kaji persepsi keluarga serta klien terhadap kesehatan dan upaya- upaya keluarga untuk mempertahankan kesehatan termasuk juga penyakit aklie saat ini dan upaya yang diharapkan.

c. Pola nutrisi metabolic

Kaji pola nutrisi klien, jenis, frekuensi, dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam sehari. Klien mengalami gangguan nafsu makan, mual, muntah dan diare. Muntah berwarna hitam dan fekal serta membran mukosa pecah-pecah, turgor kulit buruk.

d. Pola eliminasi

Kaji kebiasaan BAB dan BAK klien apakah teratur atau tidak, frekuensinya, dan bagaimana sifatnya. Observasi kemampuan BAB dan BAK klien. Gejala yang dialami klien berupa distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus dan ditandai dengan perubahan warna urine dan feces.

e. Pola istirhat dan tidur

Kaji pola tidur klien, berapa lama dalam sehari, adakah gangguan tidur yang biasanya disebabkan oleh nyeri dan demam serta kelelahan.

f. Pola Sirkulasi

Klien biasanya akan mengalami takikardia dan pucat. g. Pola Pernapasan

Klien biasanya akan mengalami peningkatan frekuensi pernafasan, ditandai dengan napas pendek dan dangkal

h. Pola peran hubungan

Kaji peran klien dalam keluarganya, apakah klien dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

i. Pola aktivitas dan latihan

Kaji tingkat perkembangan atau tumbuh kembang sesuai dengan usia, aktivitas klien sehari-hari di rumah, dan observasi tingkat kemampuan klien dlam beraktivitas.

j. Pola keyakinan

Kaji pola keyakinan klien dan orang tua klien, tanyakan apa agama klien.

4. Pemeriksaan Fisik a) Keadaan Umum

Biasanya keadaan umum klien baik. b) Aktivitas/istirahat

Biasanya ditandai dengan kelemahan, dan gelisah.

c) Sirkulasi

Ditandai dengan takikardi, berkeringat d) Eliminasi

Ditandai dengan perubahan warna urin dan feses, distensi abdomen, teraba masa pada kuadran kanan atas. Urin gelap, pekat.

e) Makanan/cairan

Anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia.

f) Nyeri/keamanan

Nyeri abdomen atas, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan, nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 3 menit nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, tanda murphy positif.

g) Pernapasan

Peningkatan frekuensi pernapasan, pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal

h) Keamanan

Demam menggigil, ikterik dengan kuit berkeringat dan gatal

(pruritus), kecendrungan pendarahan (kekurangan Vit. K)

DataEtiologiDiagnosa

DO:

a. Pasien tampak meringis kesakitan.

b. TTV: TD : 140/80 mmHg, N: 95x/ menit, RR : 20Nyeri akutNyeri akut

x/menit, S: 37,1o C

c. Pemeriksaan abdomen :

I : tidak ada lesi tidak ada asites

A: peristaltic usus 12x

/ menit

P: terdapat nyeri tekan pada perut kanan atas

P: Tympani

DS:

a. Pasien mengatakan sering mengalami nyeri pada perut sebelah kanan atas.

b. Pasien mengatakan nyeri berlangsung agak lama sekitar 30 menit.Menggesek mukosa

saluran empedu

Kristal atau batu bergerak atau bergeser

Terbentuk inti yang lambat laun akan berubah menjadi batu

Perubahan cairan empedu dan produksi empedu

Penumpukan komponen empedu

DO:

a. Turgor kulit tidak baik

b. Mata ikterik c. Berkeringat d. Takikardi

e. Mukosa mulut kering

DS:Kekurangan volume

cairan

Kulit dan mata ikterik, warna urin gelap

Masuk kedalam peredaran darahKekurangan

volume cairan

a. Keluarga pasien

mengatakan pasien sering mual dan muntah

b. Pasien mengatakan badannya terasa lemas

c. Pasien mengatakan sering merasa haus.Cairan empedu refluks

Menyumbat aliran darah

Terbentuk inti yang lambat laun menjadi batu

Penumpukan komponen empedu

DO:

a. BB sebelum 63 kg b. BB sekarang 60 kg

c. Makan habis porsi

RS DS:

a. pasien mengatakan mual sehabis makan

b. pasien mengatakan nafsu makan menurunPerubahan nutrisi:

kurang dari kebutuhan tubuh

Mual muntah

Defisiensi bilirubin dalam saluran pencernaan

Masuk kedalam peredaran darahPerubahan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Cairan empedu refluks

Menyumbat aliran empedu

Terbentuk inti yang lambat laun menjadi batu

Penumpukan komponen empedu

DO:

a. Pasien terlihat kebingungan

b. Pasien terlihat cemas

DS:

a. Pasien mengatakan tidak mengetahui tentang

penyakitnya

b. Keluarga pasien mengatakan tidak mengerti bagaimana cara merawat keluarganya yang

sakitKurang pengetahuan

kurang pengetahuan

Menggesek mukosa saluran empedu

Kristal atau batu bergerak atau bergeser

Terbentuk inti yang lambat laun akanKurang

pengetahuan

berubah menjadi batu

Perubahan cairan empedu dan produksi empedu

Penumpukan komponen empedu

B. Diagnosa

1. Nyeri akut b/d proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosis

2. Kekurangan volume cairan b/d dispensi dan hipermortilitas gaster, gangguan proses pembekuan darah

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan pencernaan lemak intake yang tidak adekuat.

4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi

C. INTERVENSI

DiagnosaTujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Nyeri akut b/d proses

inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosisTujuan: Nyeri teratasi

setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam.

Krieria hasilPasien akan:

-Melaporkan nyeri hilang/

terkontrol

-Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas hiburan1. Observasi dan catat

lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang, timbul atau kolik ).

2. Catat repons terhadap obat dan laporkan bila nyeri tidak hilang.

3. Tingkatkan tirah baring, berikan pasien posisi yang nyaman.

4. Gunakan sprei yang halus/katun; minyak kelapa; minyak mandi(alpha keri).

5. Berikan teknik relaksasi1.Memberikan informasi

tentang kemajuan/perbaikan penyakit, komplikasi dan keefektifitan intervensi.

2.Nyeri berat yang tidak hilang dapat menunjukkan adanya komplikasi.

3.Posisi yang nyaman fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen.

4.Menurunkan iritasi kulit dan sensasi gatal.

5. Meningkatkan istirahat dan memusatkan kembali perhatian, dapat menurunkan nyeri.

6. Kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian obat anti nyeri.6. Membantu dalam

mengatasi nyeri yang hebat.

Kekurangan volume cairan

b/d dispensi dan hipermortilitas gaster, gangguan proses pembekuan darahTujuan:Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam Keseimbangan cairan adekuat

Kriteria hasil:Dibuktikan oleh tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapier baik, eliminasi urin normal1. Monitor pemasukan dan

pengeluaran cairan

2. Awasi belanjutnya mual/muntah, kram abdomen,kejang ringan, kelemahan

3.

Kaji pendarahan yang tidak biasa contohnya pendarahan pada gusi,mimisan, petekia, melena.

4. Kaji ulang pemeriksaan laboraturium1. Memberikan informasi

tentang status cairan / volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian cairan.

2. Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan defisit natrium, kalium dan klorida.

3. Protrombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat,

5. Beri cairan IV, elektrolit,

dan vit. Kmeningkatkan resiko

hemarogi.

4. Membantu dalam proses evaluasi volume cairan

5. Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.

Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh b/d gangguan pencernaan lemak intake yang tidak adekuatTujuan :Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam

Pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien adekuat.

Kriteria hasil:Pasien akan :

- Melaporkan mual/muntah hilang.1. Kaji distensi abdomen

2. Timbang dan pantau BBtiap hari

3. Diskusikan dengan klien makanan kesukaan dan jadwal makan yang disukai

4. Berikan suasana yang menyenangkan pada saat makan, hilangkan ransangan yang berbau.

5. Jaga kebersihan oral1. Adanya ketidaknyamanan

karena gangguan percernaan,nyeri gaster.

2. Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi.

3. Melibatkan klien dalam perencanaan, klien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.

4. Untuk meningkatkan

nafsu makan/ menurunkan

- Menunjukkan kemajuan

mencapai BB individu yang tepat.

- Makanan habis sesuai porsi yang diberikan.sebelum makan

6. Konsul dengan ahli diet/ tim pendukung nutrisi sesua indikasi

7. Berikan diet sesuai toleransi biasanya rendah lemak, tinggi serat.mual.

5. Oral yang bersih meningkatkan nafsu makan.

6. Berguna untuk merencanakan kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat.

7. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan ransangan pada kandung empedu.

Kurang pengetahuan b/d

kurang informasiTujuan :Setelah diberi penjelasan 2-

3 kali selama 10 menit pasien dapat mengerti dan memahami penyakit yang1. Jelaskan mengenai

penyebab dan konsep penyakit yang dialami

2. Berikan

penjelasan/alasan tes dan1. Penjelasan mengenai

penyakit dapat menurunkan kecemasan klien atas penyakitnya

2. Untuk memberi informasi

dialaminya

Kriteria Hasil:- pasien mengatakan sudah tahu terkait penyakitnya

- pasien dan keluarga melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatanpersiapannya

3. Kaji ulang program obat dan kemungkinan efek.

4. Anjurkan pasien untuk makan/minum makanan dan minuman yang tinggi lemakterkait penyakit sehingga

dapat menurunkan cemas dan rangsang simpatis

3. Batu empedu merupakan penyakit yang dapat berulang sehingga perlu terapi jangka panjang.

4. Mencegah atau membatasi terulangnya serangan batu empedu

D. IMPLEMENTASI

NoDiagnosaRencana Tindakan

1Nyeri akut b/d proses

inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosis1. Telah diobservasi dan dicatat

lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang, timbul atau kolik ). Dengan hasil nyeri dirasakan diperut atas sebelah kanan dengan skala nyeri

8 dan nyeri berlangsung sekitar

30 menit.

2. Telah dicatat repon terhadap obat dan pasien melaporkan bila nyeri tidak hilang.

3. Telah ditingkatkan tirah baring, dan pasien telah diberikan posisi yang nyaman.

4. Telah digunakan sprei yang halus/katun; minyak kelapa; minyak mandi(alpha keri).

5. Telah diberikan teknik relaksasi dengan respon klien mengatakan nyeri membaik.

6. Telah dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti nyeri dengan hasil klien memberikan respon membaik.

2Kekurangan volume cairan1. Telah dilakukan monitor

b/d dispensi dan

hipermortilitas gaster, gangguan proses pembekuan darahpemasukan dan pengeluaran

cairan

2. Telah diawasi belanjutnya mual/muntah, kram abdomen,kejang ringan, kelemahan

3. Telah dikaji pendarahan yang tidak biasa contohnya pendarahan pada gusi,mimisan, petekia, melena.

4. Telah dikaji ulang pemeriksaan laboraturium

5. Telah diberikan cairan IV, elektrolit, dan vit. K sesuai kebutuhan

3Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh b/d gangguan pencernaan lemak intake yang tidak adekuat1. Telah dikaji adanya distensi

abdomen

2. Telah ditimbang dan dipantau BB

tiap hari

3. Telah didiskusikan dengan klien makanan kesukaan dan jadwal makan yang disukai

4. Telah diberikan suasana yang menyenangkan pada saat makan, hilangkan ransangan yang berbau.

5. Telah dijaga kebersihan oral

sebelum makan

6. Telah dikonsultasikan dengan ahli diet/ tim pendukung nutrisi sesuai indikasi

7. Telah diberikan diet sesuai toleransi biasanya rendah lemak, tinggi serat.

4Kurang pengetahuan b/d

kurang informasi1. Telah dijelaskan mengenai

penyebab dan konsep penyakit yang dialami

2. Telah diberikan penjelasan/alasan tes dan persiapannya

3. Telah dikaji ulang program obat dan kemungkinan efek samping

4. Telah dianjurkan pasien untuk makan/minum makanan dan minuman yang tinggi lemak

E. EvaluasiNoDiagnosaEvaluasi

1Nyeri akut b/d proses

inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosisS: Pasien mengatakan, Sus, perut

saya masih terasa nyeri.

O: Pasien terlihat meringis menahan nyeri.

A: Masalah teratasi sebagian. P: Lanjutkan intervensi

2Kekurangan volume cairan

b/d dispensi dan hipermortilitas gaster, gangguan proses pembekuan darahS: Keluarga Pasien Mengatakan

Bahwa Sus, suami Saya Sudah

Tidak Lemas Lagi

O: Pasien Tidak Memperlihatkan

Tanda-Tanda Sianosis

A: Masalah Teratasi Sebagian

P: Lanjutkan Intervensi

3Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh b/d gangguan pencernaan lemak intake yang tidak adekuatS: Istri pasien mengatakan bahwa

sus, suami saya sudah bisa makan dengan teratur namun masih dalam porsi yang sedikit

O: BB pasien bertambah dan pasien mengabiskan makanan yang diberikan

A: Masalah teratasi sebagian. P: Lanjutkan Intervensi.

4Kurang pengetahuan b/d

kurang informasiS: pasien mengatakaniya sus, saya

faham dengan penyakit saya sekarang. Saya tidak akan mengulangi penyebab sakit saya O: pasien tampak tidak cemas

A: Masalah teratasi sepenuhnya

P: Intervensi dihentikan

Dikerjakan Oleh:Dina Amalia Nim 122310101037Siti Zumrotul Mina Nim 122310101005ReferensiBrunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Mendikal Bedah volume 2 edisi 8.

Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi

2005 -2006. Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika