askep klien napza

23
BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Pengertian Penyalahgunaan Zat Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaan yang terus menerus sampai terjadi masalah. Syndrome putus obat adalah suatu kondisi dimana individu yang menggunakan Napza menurunkan atau menghentikan penggunaan Napza yang biasa digunakannya, akan menimbulkan gejala kebutuhan biologic terhadap napza. Jadi penyalah gunaan penggunaan zat NAPZA adalah suatu kondisi penyimpangan individu yang menggunakan NAPZA secara terus menerus sampai mngakibatkan suatu masalah pada pengguna. B. Jenis-Jenis NAPZA NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu: 1. Narkotika Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan 1

Upload: anindita-ajahh

Post on 03-Jul-2015

1.126 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Klien NAPZA

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian Penyalahgunaan Zat

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah

terjadi masalah.

Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh

penggunaan yang terus menerus sampai terjadi masalah.

Syndrome putus obat adalah suatu kondisi dimana individu yang menggunakan Napza

menurunkan atau menghentikan penggunaan Napza yang biasa digunakannya, akan

menimbulkan gejala kebutuhan biologic terhadap napza.

Jadi penyalah gunaan penggunaan zat NAPZA adalah suatu kondisi penyimpangan individu yang

menggunakan NAPZA secara terus menerus sampai mngakibatkan suatu masalah pada

pengguna.

B. Jenis-Jenis NAPZA

NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:

1. Narkotika

Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat

menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan

perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus

menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin,

dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya yang

berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat

menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:

1) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik tanpa perlu

adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung

dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh

digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh narkotika

alami yaitu seperti ganja dan daun koka.

1

Page 2: Askep Klien NAPZA

2) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat sintesis

untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya

yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.

Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:

a. Depresan= membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.

b. Stimulant= membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan

lebih segar.

c. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah perasaan

serta pikiran.

3) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan

lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.

2. Psikotropika

Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau obat,

baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat

yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang membuat pusat

syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan

stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering

disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah

halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu.

Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan

yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan

psikologis bila digunakan dalam waktu lama.

3. Zat Adiktif Lainnya

Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun

campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak

langsung yang mempunyai

sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan- bahan berbahaya ini adalah

zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh

dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang

termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman

keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras

golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman

keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat

2

Page 3: Askep Klien NAPZA

dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai

0,5% dan hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10%

(Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.

C. Beberapa Faktor Pendukung Terjadinya Gangguan Penggunaan NAPZA

1. Faktor biologis

Genetik (tendensi keturunan)

Metabolik : etil alkohol bila di metabolisme lebih lama lebih efisien untuk mengurangi

individu menjadi ketergantungan.

Infeksi pada organ otak: intelegensi menjadi rendah (retardasi mental, misalnya

ensefhalitis, meningitis)

Penyakit kronis : kanker, asma bronchial, penyakit menahun lainnya.

2. Faktor Psikologis

Tipe kepribadian (dependen , asnsieta, depresi,antisocial)

Harga diri yang rendah : depresi terutama karna kondisi sosial ekonomi , pada

penyalahgunaan alcohol,sedative hipnotik yang mencapai tingkat ketergantungan

diikuti rasa bersalah.

Disfungsi keluarga : kondisi keluarga yang tidak stabil , role model ( keteladanaan)

yang negative,tidsak terbina saling percaya antara anggota keluarga, keluarga tidak

mampu memberikan pendidikan yang sehat pada anggota, orang tua dengan

gangguan penggunaan zat adiktif, perceraian.

Individu yang mempunyai perasaan tidak aman

Cara pemecahan masalah individu yang menyimpang

Individu yang mengalami krisis identitas dan kecenderungan untuk mempraktikkan

homoseksual, krisis identitas.

Rasa bermusuhan dengan keluarga atau dengan orang tua.

3. Faktor sosial Cultural

Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan zat seperti tembakau, nikotin,

ganja, dan alkohol.

Norma kebudayaan pada suku bangsa tertentu, menggunakan halusinogen atau

alkohol untuk upacara adat dan keagamaan.

Lingkungan tempat tinggal, sekolah, teman sebaya banyak mengedarkan dan

menggunakan zat adiktif.

Persepsi dan penerimaan masyarakat terhadap penggunaan zat adiktif

3

Page 4: Askep Klien NAPZA

Remaja yang lari dari rumah

Penyimpangan seksual pada usia dini

Perilaku tindak kriminal pada usia dini, misalnya mencuri, merampok dalam komunitas.

Kehidupan beragama yang kurang

D. Stessor Pencetus Gangguan Penggunaan Zat Adiktif

Stressor dalam kehidupan merupakan kondisi pencetus terjadinya gangguan

penggunaan zat adiktif bagi seseorang atau remaja, menggunakan zat merupakan cara untuk

mengatasi stress yang di alami dalam kehidupannya.

Beberapa stressor pencetus adalah:

1. Pernyataan dan tuntutan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan.

2. Reaksi sebagai cara untuk mencari kesenangan, individu berupaya untuk menghindari rasa

sakit dan mencari kesenangan, rilek agarlebih menikmati hubungan interpersonal.

3. Kehilangan orang atau sesuatu yang berarti seperti pacar, orang tua, saudara,drop out dari

sekolah atau pekerjaan.

4. Diasingka oleh lingkungan, rumah, sekolah, kelompok teman sebya, sehingga tidak

mempunyai teman.

5. Kompleksitas danketegangan dari kehidupan modern.

6. Tersedianya zat adiktif dilingkungan dimana seseorang berada kususnya pada individu yang

mengalami pengalaman kecanduan zat adiktif.

7. Pengaruh dan tekanan teman sebaya (diajak,dibujuk, diancam).

8. Kemudahan mendapatkan zat adiktif dan harganya terjangkau.

9. Pengaruh film dn iklan tentang zat adiktif seperti alcohol dan nikotin.

10. Pesan dari masyarakat bahwa penggunaan zat adiktif dapat menyelesaikan masalah.

E. Dampak Penyalahgunaan NAPZA

Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang

sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta

masyarakat, bangsa, dan negara.

Bagi diri sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi

otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang dapat

menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan,

gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah

ekonomi dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para

pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba

4

Page 5: Askep Klien NAPZA

yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin, 2) Downer

yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang yang memakai jenis narkoba itu

jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti

rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonjol sifat

racunnya dibandingkan dengan kegunaan media.

Bagi keluarga. Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan suasana

nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena

memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres

keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian

narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni di

rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.

Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat

tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan

perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang

sekolah dan meningkatkan perkelahian.

Bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan

terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap

perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan

narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya

negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif, kejahatan meningkat serta

sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.

F. Penanggulangan Masalah NAPZA

Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai

pemulihan (rehabilitasi).

1) Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:

a) Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA

b) Deteksi dini perubahan perilaku

c) Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan Tidak pada narkoba”

2) Pengobatan

Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah

upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:

a) Detoksifikasi tanpa subsitusi

Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang

mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat

5

Page 6: Askep Klien NAPZA

tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti

sendiri.

b) Detoksifikasi dengan substitusi

Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein,

ufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol

dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah

dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama

pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala

simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau

sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

3) Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui

pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita

sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.

Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan

kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi

(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program

pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat

melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).

Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung

ada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang

tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan

selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama

2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi,

dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan

parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja

Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak

terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruangdetoksifikasi.

Jenis Program Rehabilitasi

a. Rehabilitasi psikososial

6

Page 7: Askep Klien NAPZA

Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat

(reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan

keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat

rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi

dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.

b. Rehabilitasi kejiwaan

Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua berperilaku

maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial

dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun

personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah menjalani terapi

detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan

NAPZA kembali atau craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan

depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan

ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih

dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat

adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi

kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara

kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi)

memang tidak cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6 bulan

(program rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat

bagi masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah

psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama

keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan bahwa

konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek

kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.

c. Rehabilitas Komunitas

Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat.

Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai koselor, setelah

mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di

sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam

kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi

atau nagih (craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam

proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak

membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya,

7

Page 8: Askep Klien NAPZA

penghargaan bagi yang berperilaku positif an hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur

oleh mereka sendiri.

d. Rehabilitasi keagamaan.

Masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan

klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing.

Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat

menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan

risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan

rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah

risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko

kekambuhan mencapai 71,6%.

G. Manifestasi Klinis

Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma putus

zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan.

Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

Alkohol Ganja Opioida Ectasy Halusinogen

Intoksikasi

Bicara cadel, gerakan tidak terkoordinir, nistagmus, kesadaran menurun, apatis, somnolens, sopor, koma, vertigo, dilatasi pupil, jalan sempoyongan.

Konjungtiva merah, nafsu makan bertambah, mulut kering, denyut jantung cepat, gerakan tidak terkoordinir, euporia, cemas, waham, daya nilai terganggu, relaksasi mengantuk, dipersonalisasi, gangguan proses kognitif, hipotensi orthostatik.

Pupil menyempit, bicara cadel, euporia, apatis, gerakan lambat, mengantuk, gangguan mengingat, gangguan perhatian, miosis,konstipasi, tingkat kesadaran menurun, hipotensi, orthostatic,

perilaku diulang, panic, paranoid (selalu curiga), denyut jantung cepat, pupil melebar, tekanan darah naik, banyak keringat, mulut kering, menggigil, mual muntah, agresi bingung, tegang, euporia, cemas, marah-marah, BB menurun, kejang, diskinesia,distonia,tahan tidak tidur.

pusing,gangguan persepsi,dipersonalisasi, derealisasi, halusinasi, ilusi, sinestesi, depresi, kecemasan, takut gila, mengantuk, merasa menjadi pusat perhatian, muntah mual, ataksia, daya nilai terganggu.

Gelisah, Berkeringat, Denyut jantung cepat, tremor di tangan, mual,

Kejang perut, Rasa tak enak, mual muntah, nyeri otot sendi dan tulang, lakrimasi,

Lelah, mimpi buruk, insomnia, nafsu makan bertambah, gerakan lambat, agitatif murung, tindakan bunuh diri, iritabilitas, depresi berat,

8

Page 9: Askep Klien NAPZA

Putus Zatmuntah, kejang otot, cemas, agresig, halusinasi, ilusi, tinnitus, delirium, insomnia, sakit kepala, lemah.

rhinorhoes, pupil melebar, berkeringat, diarhoea, menguap, demam, insomnia, gelisah.

cemas.

H. Rentang Respons Gangguan Penggunaan NAPZA

Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan

sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja.

Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman

yang baru atau sering dikatakan

Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya

pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan

rekreasi bersama teman- temannya.

Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya

sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah

yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah,

stres, dan frustasi.

Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara

rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam

peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan

psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu

kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu

menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan

9

Page 10: Askep Klien NAPZA

kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu

kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan

yang biasa diinginkannya.

I. Psikodinamik

Beberapa macam NAPZA secara alamiah ada di dalam tubuh individu. Zat ini berguna

bagi tubuh untuk kehidupan hidup sehari-hari, seperti melakukan aktivitas fisik, meditasi, kadar

Napza ini selalu dalam keadaan seimbang di dalam tubuh individu. Apabila individu

mengkonsumsi Napza seperti: Tembakau, alcohol, obat0obatan yang legal, obat terlarang

dengan penggunaan jarang, maka akan terjadi peningkatan kadar Napza tersebut di dalam

tubuh. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan kimia tubuhsehingga

menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lazim disebut: klien dalam keadaan

“intoksikasi”. Kondisi yang lebih lanjut bila individu menggunakan Napza sering kali, tidak mampu

dikontrol lagi, mengakibatkan ketergantungan fisik: sindroma putus zat dan toleransi.

J. Asuhan Keperawatan pada Klien NAPZA

1. PENGKAJIAN

a). Fisik

Data fisik yang mungkin ditemukan pada klien dengan penggunaan NAPZA pada

saat pengkajian adalah sebagai berikut: Nyeri, gangguan pola tidur, menurunnya selera

makan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar normal, kemunduran dalam

kebersihan diri, potensi komplikasi, jantung, hati, dan sebagainya, infeksius paru-paru.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu untuk teratur dalam

pola hidupnya.

b) Emosional

Perasaan gelisah (takut kalau diketahui), tidak percaya diri, curiga dan tidak

berdaya. Sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu untuk mengontrol dan

mengendalikan dirinya sendiri.

c). Sosial

Lingkungan sosial yang biasa akrab dengan klien biasanya adalah teman

pengguna zat, anggota keluarga lain pengguna zat lingkungan sekolah atau kampus

yang digunakan oleh para pengedar.

10

Page 11: Askep Klien NAPZA

d). Intelektual

Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adiktif, perasaan ragu untuk berhenti,

aktivitas sekolah atau kuliah menurun sampai berhenti, pekerjaan terhenti. Sasaran

yang ingin dicapai adalah klien mampu untuk berkonsentrasi dan meningkatkan daya

fikir ke hal-hal yang positif.

e). Spiritual

Kegiatan keagamaan tidak ada, nilai-nilai kebaikan ditinggalkan Karena

perubahan perilaku (tidak jujur, mencuri, mengancam dan lain-lain). Sasaran yang ingin

dicapai adalah mampu meningkatkan ibadah, pelaksanaan nilai-nilai kebaikan.

f). Keluarga

Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat, penghamburan dan

pengurasan ecara ekonomi oleh klien, komunikasi dan pola asuhan tidak efektif,

didukung moril terhadap klien tidak terpenuhi. Sasaran yang henak dicapai adalah

keluarga mampu merawat klien yang pada akhirnya mencapai tujuan utama yaitu

mengantisipasi terjadinya kekambuhan.

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Menurut NANDA (The American Nursing Diagnosis Assosiation) , diagnosis keperawatan

adalah sebagai berikut :

1) Koping individu tidak efektif sehubungan dengan tidak mampu mengatasi

keinginan menggunakan zat.

2) Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kurangnya motivasi untuk sembuh.

3) Gangguan pemusatan perhatian sehubungan dengan dampak penggunan zat

adiktif.

3. Prinsip Penatalaksanaan Keperawatan

a). Prinsip Biopsikososiospiritual (Stuart Sundeen)

Biologis

11

Page 12: Askep Klien NAPZA

Tindakan biologis dikenal dengan detoksifikasi yang bertujuan untuk:

1). Memberikan asuhan yang aman dalam “withdrawl” (proses penghentian) bagi

kilen pengguna NAPZA.

2). Memberikan asuhan yang humanistic dan memelihara martabat klien.

3). Memberikan terapi yang sesuai.

Setelah detoksifikasi tercapai, mempertahankan kondisi bebas dari zat adiktif,

dimana terapi farmakologis harus ditunjang oleh terapi yang lain.

Psikologis:

Bersama klien mengevaluasi pengalaman yang lalu dan mengidentifikasi aspek

positifnya untuk dipakai mengatasi kegagalan.

Sosial:

Konseling keluarga:

Keluarga sering frustasi menghadapi klien dan tidak mengerti sifat dan proses

adiksi sehingga seringkali melakukan hal yang tidak terapetik terhadap klien.

Keluarga sering melindungi klien dari dampak adiksi, meminta anggota keluarga

lain untuk memaafkan klien. Menyalahkan diri sendiri, menghindari konfrontasi

yang semuanya menyebabkan klien meneruskan pemakaian zat adiktif. Masalah

yang dihadapi klien menimbulkan dampak bagi keluarga seperti rasa tidak aman,

malu, rasa bersalah, masalah keuangan, takut, dan merasa diisolasi. Oleh karena

itu perawat perlu mendorong keluarga untuk mengikuti pendidikan kesehatan

tentang proses penggunaan dan ketergantungan, gejala putus zat, gejala relapse,

tindakan keperawatan, lingkungan terapetik, dan semua hal yang terkait dengan

pencegahan relapse di rumah.

Terapi kelompok

Terdiri dari 7-10 orang yang difasilitasi oleh therapist, kegiatan yang dilakukan

adalah tiap anggota bebas mencyampaikan riwayat sampai terjadinya adiksi,

upaya yang dilakukan untuk berhenti memakai zat, kesulitan yang dihadapi dalam

melakukan program perawatan, therapist dan anggota kelompok memberikan

umpan balik dengan jujur dan dapat menambah pengalaman masing-masing.

12

Page 13: Askep Klien NAPZA

Self Help group

Self Help group adalah kelompok yang anggotanya terdiri dari klien yang

berkeinginan bebas dari zat adiktif,dukungan antar anggota akan memberi

kekuatan dan motivasi untuk bebas dari zat adiktif.

b). Prinsip community Theurapetik (Ana Keliat)

Pada tempat ini klien dilatih untuk merubah perilaku kearah yang positif,

sehingga mampu menyesuaikan dengan kehidupan di masyarakat. Hal ini dapat

dilakukan bila klien diberi kesempatan mengungkapkan masalah pribadi dan

lingkungan. Community teurapetik (Ana Keliat)

Pada tempat ini klien dilatih untuk merubah perilaku kea rah yang positif,

dilakukanbila klien diberi kesempatan mengungkapkan masalah pribadi dan

lingkungan. Community terapetik melakukan intervensi untuk mengatasinya.

Beberapa metoda yang dilakukan:

Slogan yang berisi norma atau nilai kea rah positif.

Pertemuan pagi (morning Meeting) yang diikuti oleh seluruh staf dank lien

untuk membahas masalah individu, interaksi antar klien dan kelompok.

“Talking to”: Metoda yang digunakan untuk saling memperingatkan dengan

cara yang ramah sampai yang keras.

Learning experience yaitu pemberian tugas yang bersifat membangun untuk

merubah perilaku negative

Pertemuan kelompok

Pertemuan umum ( general meeting )

4. PERENCANAAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan tindakan keperawatan pada pasien

dengan gangguan penggunaan zat adiktif adalah :

Agar tidak terjadi ancaman terhadap kehidupan

Tidak memburuknya keadaan kesadaran pasien

Aman dari kecelakaan terutama pada kondisi intosikasi atau setelah masa

detoksifikasi

Termotivasi untuk mengikuti program terapy jangka panjang.

13

Page 14: Askep Klien NAPZA

Mengenal hal-hal positif pada dirinya

Menggunakan koping yang sehat dalam mengatasi masalah

Keluarga bekerja sam dalam program terapi pasien

Mempunyai pengetahuan untuk merawat pasien setelah di rumah

5. PELAKSANAAN

Usaha pencegahan supaya tidak terjadinya gangguan penggunaan zat dan tindakan

keperawatan pada kondisi intoksikasi, sindroma putus zat dan setelah detoksifikasi.

DIAGNOSA I:

Koping individu tidak efektif sehubungan dengan tidak mampu mengatasi keinginan

menggunakan zat.

Tujuan: Klien mampu untuk mengatasi keinginan menggunakan zat adiktif.

Tindakan Keperawatan :

Identifikasi situasi yang menyebabkan timbulnya sugesti.

Identifikasi perilaku ketika sugesti datang

Diskusikan cara mengalihkan pikiran dari sugesti ingin menggunakan zat dengan

menciptakansugesti yang lebih positif.

Latihan menggunakan kata-kata “ingin hidup sehat”, “masa depan penting”, “masih

ada harapan”.

Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya.

DIAGNOSA II

Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kurangnya motivasi untuk sembuh.

Tujuan: Klien mampu meningkatkan aktivitas terutama mengisi waktu luang.

Tindakan Keperawatan:

Identifikasi potensi/ hobi/ aktivitas yang menyenangkan.

Diskusikan manfaat aktifitas

Bantu merencanakan aktivitas (susun jadwal)

Motivasi untuk melakukan aktivitas secara teratur.

Motivasi untuk mengatasi bosan dengan selingan istirahat saat beraktivitas.

Kompensasikan dengan membaca

14

Page 15: Askep Klien NAPZA

DIAGNOSA III

Gangguan pemusatan perhatian sehubungan dengan dampak penggunan zat adiktif

Tujuan: Klien mampu memusatkan perhatiannya

Tindakan keperawatan:

Mengkaji dan mengevaluasi dengan melakukan psikotes tingkat intelegensi pasien.

Mengkaji sosial ekonomi dan tingkat pendidikan pasien.

Memberikan kegiatan secara bertahap sesuai kebutuhan pasien.

Memberikan reinforcement prestasi yang dicapai pasien.

Mengikutsertakan dan membuat jadwal pada jam-jam tertentu.

6. EVALUASI

Pasien dapat mencapai kebutuhan fisik dan harga diri secara alamiah

Tingkah laku pasien dapat direfleksikan melalui tingkat pengertian tentang adanya

hubungan antara stress dengan kebutuhan untuk menggunakan zat.

Sumber koping pasien adekuat

Pasien mengenal kecemasan dan sadar akan kesadarannya

Pasien menggunakan sumber koping yang adaptif

Pasien mempunyai alternative untuk mengatasi stress atau cemas

Pasien mampu secara periodic tetap tidak menggunakan zat adiktif

Pasien berpartisifasi dalam program perawatan yang diberikan.

15

Page 16: Askep Klien NAPZA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF

Tg

l

Diagnosa Perencanaan

TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI RASIONAL

1 2 3 4 5 6

Koping

individu

tidak

efektif

Pasien

mampu

mengatasi

keinginan

menggunakan

zat adiktif

Setelah…..melakuk

an pasien mampu

mengatasi

keinginan

menggunakan zat

adiktif

SP 1 (tgl….)

Identifikasi situasi

yang menyebabkan

timbulnya sugesti

Identifikasi perilaku

ketika sugesti datang

Diskusikan cara

mengalihkan pikiran

dari sugesti yang lebih

positif

Latihan menggunakan

kata-kata “ ingin hidup

sehat “ , “masa depan

penting”, “ masih ada

harapan “

Bantu pasien untuk

mengekspresikan

perasaannya.

Mengetahui situasi yang

menyebabkan timbulnya

sugesti

Mengetahui perilaku

pasien ketika sugesti

datang

Membantu pasien untuk

mengalihkan pikirannya

dari sugestinya ke yang

lebih positif

Membantu pasien untuk

membangkitkan semangat

pasien

Mengetahui perasaan

pasien saat ini.

16