askep kegawatdaruratan napza

69
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang penyalahgunaan NAPZA di Indonesi semakin memperihatinkan, dimana Indonesia bukan hanya sebagai market terbesar bagi para pengedar obat- obatan terlarang tetapi sekaligus sebagai salah satu tempat yang memproduksi. Salah satu dampak dari penyalahgunaan NAPZA tersebut adalah timbulnya berbagai masalah kesehatan yang berujung pada kematian.Sebagai salah satu ujung tombak dalam pelayanan kesehatan, perawat memiliki peran yang sangat besar untuk meminimalkan timbulnya kematian yang berhubungan dengan kegawatdaruratan akibat penyalahgunaan NAPZA. Kegawatdaruratan NAPZA merupakan keadaan dimana individu mengalami ancaman kehidupan sebagai dampak dari penggunaan NAPZA baik disengaja maupun tidak. Dalam perkembangan selanjutnya, penanganan kegawatdaruratan di IGD RSKO Jakarta tidak hanya yang memiliki hubungan langsung dengan penyalahgunaan NAPZA, akan tetapi juga mencakup berbagai masalah kesehatan lainnya yang timbul sebagai dampak jangka panjang dari penyalahgunaan NAPZA. 1

Upload: edhuu

Post on 19-Jun-2015

3.851 views

Category:

Documents


63 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Kegawatdaruratan Napza

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

penyalahgunaan NAPZA di Indonesi semakin memperihatinkan,

dimana Indonesia bukan hanya sebagai market terbesar bagi para pengedar

obat-obatan terlarang tetapi sekaligus sebagai salah satu tempat yang

memproduksi. Salah satu dampak dari penyalahgunaan NAPZA tersebut

adalah timbulnya berbagai masalah kesehatan yang berujung pada

kematian.Sebagai salah satu ujung tombak dalam pelayanan kesehatan,

perawat memiliki peran yang sangat besar untuk meminimalkan timbulnya

kematian yang berhubungan dengan kegawatdaruratan akibat

penyalahgunaan NAPZA.

Kegawatdaruratan NAPZA merupakan keadaan dimana individu

mengalami ancaman kehidupan sebagai dampak dari penggunaan NAPZA

baik disengaja maupun tidak. Dalam perkembangan selanjutnya,

penanganan kegawatdaruratan di IGD RSKO Jakarta tidak hanya yang

memiliki hubungan langsung dengan penyalahgunaan NAPZA, akan tetapi

juga mencakup berbagai masalah kesehatan lainnya yang timbul sebagai

dampak jangka panjang dari penyalahgunaan NAPZA.

Data yang diperoleh dari Institusi Gawat Darurat RSKO menunjukkan

bahwa jumlah kasus kegawatdaruratan NAPZA pada Tahun 2005 sebanyak

319 kunjungan, sedangkan pada tahun 2006 sebanyak 561 kunjungan. Dari

data tersebut dapat diketahui adanya peningkatan jumlah kunjungan

kegawatdaruratan di RSKO Jakarta sebanyak 242 kunjungan atau sebanyak

57% di tahun berikutnya. Berdasarkan hal tersebut di atas diperlukan

pengetahuan dan keterampilan bagi perawat dalam memberikan pelayanan

kegawatdaruratan bagi klien sehingga masalah klien dapat teratasi secara

cepat dan tepat dengan prinsip “do no further harm”.

1

Page 2: Askep Kegawatdaruratan Napza

B. Masalah

Dari uraian yang terdapat pada latar belakang maka rumusan

masalah yang didapat adalah bagaimana cara Asuhan Keperawan pada

klien dengan Kegawatdaruratan NAPZA.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan sumber informasi tentang Masalah dan

Penangannan Pasien dengan Kegawat Daruratan NAPZA kepada

pembaca dan masyarakat pada umumnya.

2. Tujuan Khusus

Diharapkan setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui

tentang :

a. Definisi dari Kegawatdaruratan NAPZA

b. Asuhan Keperawatan dari Kegawatdaruratan NAPZA

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis melakukan beberapa studi

literature dan dengan melakukan searching di internet.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari empat BAB, BAB I, II, III, dan BAB IV.Dimana

BAB I merupakan PENDAHULUAN yang terdiri dari Latar Belakang, Masalah,

Tujuan Umum maupun Khusus, Metode penulisan, dan Sistematika

Penulisan.

Kemudian BAB II merupakan PEMBAHASAN yang dimulai dari Konsep

NAPZA, kegawatdaruratan NAPZA, Jenis-jenis dan terapi kegawatdaruratan

NAPZA.

Berikutnya adalah BAB III merupakan Asuhan Keperawatan dari

2

Page 3: Askep Kegawatdaruratan Napza

kegawatdaruratan NAPZA.

Dan yang terakhir adalah BAB IV PENUTUP yang berisi Kesimpulan

dan Saran

BAB II

PEMBAHASAN

1. KONSEP NAPZA

a. Pengertian NAPZA

Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan

adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh

manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,

sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi

sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan

(dependensi) terhadap NAPZA.

b. Rentang Respon Gangguan Penggunaan NAPZA

Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari

kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku

yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.

Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa

ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya,

klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan

taraf coba-coba.

Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan

teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara

ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-

temannya.

Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan

kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan

cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi.

3

Page 4: Askep Kegawatdaruratan Napza

Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai

masalah, stres, dan frustasi.

Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah

mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi

penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan

sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi

ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai

dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana

individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis

tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai,

sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang

digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang

mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang

biasa diinginkannya.

c. Jenis-jenis NAPZA

NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:

1. Narkotika

Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis

yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau

mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang

menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus.

Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain,

morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun

1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat

menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya

rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).

Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:

4

Page 5: Askep Kegawatdaruratan Napza

a) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai

sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan

proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan

sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh

digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu

berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.

b) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses

yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian

sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti

amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan

sebagainya. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai

berikut:

a. Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan

diri.

b. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam

beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar.

c. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang

mengubah perasaan serta pikiran.

c) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara

isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein,

dan lain-lain.

2. Psikotropika

Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002,

psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah:

stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena

merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah

amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine

5

Page 6: Askep Kegawatdaruratan Napza

sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan

stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan

pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika

seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang

dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran,

ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu

lama.

3. Zat Adiktif Lainnya

Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk

tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan

lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai

sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-

bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam

narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak

fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun

yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman

beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1%

sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar

ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman

keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti

brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas

sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua

akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10%

(Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan

solvent/inhalasia.

d. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA

Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa

faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu

faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor Internal

6

Page 7: Askep Kegawatdaruratan Napza

a. Faktor Kepribadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih

cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu

biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah

Perkembangan emosi yang terhambat, denganditandai oleh

ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah

cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.

Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat

berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah

dengan cara melarikan diri.

b. Inteligensia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang

untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada

pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.

c. Usia

Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan

narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan,

dan identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua,

narkoba digunakan sebagai obat penenang.

d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu

Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.

Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau

ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya.

Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.

e. Pemecahan Masalah

Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk

menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba

dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada

permasalahan yang ada.

2. Faktor Eksternal

7

Page 8: Askep Kegawatdaruratan Napza

a. Keluarga

Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi

penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil

penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian

Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang

berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan

narkoba, yaitu:

1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua)

mengalami ketergantungan narkoba.

2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari

pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah

dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).

3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya

penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang

berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan

anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.

4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran

orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar

harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun,

adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu

sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan

menyatakan ketidaksetujuannya.

5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang

menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar

tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan

dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga,

sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

8

Page 9: Askep Kegawatdaruratan Napza

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok,

yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk

mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer

group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-

obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki

dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam

menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan

timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.

Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan

NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini

menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman sekelompoknya,

sehingga remaja menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan

dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (1990) yang

memperlihatkan bahwa teman kelompok yang menyebabkan

remaja memakai NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai

ketagihan.

c. Faktor Kesempatan

Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat

disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia

yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional,

menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa

media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual

barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah

Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin

memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan

akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena

disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan.

Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari

satu factor tertentu.

e. Tanda dan Gejala NAPZA

9

Page 10: Askep Kegawatdaruratan Napza

Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga

sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat

penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala

intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

f. Dampak Penyalahgunaan NAPZA

Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai

dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak

sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan negara. Bagi diri

sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya

fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan),

overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya

pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental

sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi

dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada

para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1)

Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti

sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin, 2) Downer yang merupakan golongan

narkoba yang dapat membuat orang yang memakai jenis narkoba itu jadi

tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur

(hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang

beracun karena lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan

kegunaan medis.

Bagi keluarga. Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga

dapatmengakibatkan suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu.

Dimana orang tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu,

merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres

keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang

meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus

berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan

maupun lembaga pemasyarakatan.

10

Page 11: Askep Kegawatdaruratan Napza

Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak disiplin dan

motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan

NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang

menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan

meningkatnya perkelahian.

Bagi masyarakat, bangsa, dan negara.Penyalahgunaan NAPZA

mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan

korbannya sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat

sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak

memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya

negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif,

kejahatan meningkat serta sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk

mengatasi masalah tersebut.

g. Penanggulangan NAPZA

Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan,

pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi).

1) Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:

a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang

NAPZA

b. Deteksi dini perubahan perilaku

c. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan

tidak pada narkoba”

2) Pengobatan

Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.

Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala

putus zat, dengan dua cara yaitu:

a. Detoksifikasi tanpa subsitusi

Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat

yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk

11

Page 12: Askep Kegawatdaruratan Napza

menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja

sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.

b. Detoksifikasi dengan substitusi

Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat

misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna

sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,

misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara

penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.

Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang

menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang

rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala

yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

3) Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan

terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar

pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat

mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya

pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan

spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga

kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani

program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu)

minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan

(pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan

dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari,

2003).

Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama

karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas,

dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut

Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1

minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan

12

Page 13: Askep Kegawatdaruratan Napza

terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit

rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6

bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter

sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja

bisa sampai 2 tahun..

Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang

rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang

detoksifikasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini

(bagan 1).

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani

detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan

NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu

terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna

NAPZA dapat:

1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA

lagi

2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA

3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya

4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan

baik

5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja

6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam

pergaulan dengan lingkungannya.

Jenis program rehabilitasi:

a. Rehabilitasi psikososial

Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali

ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu

dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan

berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi.

13

Page 14: Askep Kegawatdaruratan Napza

Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program

rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.

b. Rehabilitasi kejiwaan

Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang

semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan

kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga

mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun

personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah

menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi

belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau

craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan

dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan

yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan

psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat

dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang

diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan

tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini

yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun

secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu

(program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup; oleh karena itu,

perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6 bulan (program

rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk

psikoterapi yang tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi.

Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi

keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama

keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003)

menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar

keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang

mengalami penyalahgunaan NAPZA.

c. Rehabilitasi komunitas

14

Page 15: Askep Kegawatdaruratan Napza

Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal

dalam satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan

memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan

dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di

sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya

secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat

mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving)

dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif

dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku

sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung

jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku

positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh

mereka sendiri.

d. Rehabilitasi keagamaan

Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu

detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi

menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-

masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau

keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada

diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin

terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan

rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila

kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila

tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan

mencapai 71,6%.

2. KEGAWATDARURATAN NAPZA

a. Pengertian

Kegawatdaruratan merupakan suatu keadaaan dimana seseorang

mengalami ancaman kehidupan dan apabila tidak dilakukan

15

Page 16: Askep Kegawatdaruratan Napza

pertolongan/tindakan dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan cacat atau

meninggal.

Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam

kehidupan seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan

(intoksikasi/over dosis) sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila tidak

dilakukan penanganan dengan segera.

Pada dasarnya didalam melakukan penanganan kasus kegawatdaruratan

NAPZA tidak jauh beda dengan kasus-kasus kegawatdaruratan yang laian,

dimana dalam melakukan penanganan adalah dengan tahapan triage atau

pemilihan berdasarkan prisnsp ABC.

b. Prinsip-prinsip Penanganan kegawatdaruratan NAPZA

Mengingat kasus intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka upaya

penatalaksanaan kasus intoksikasi ditujukan pada hal sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan Kegawatan

Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka

walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus

intoksikasi harus diperlakukan seperti pada keadaan kegawatan yang

mengancam nyawa.Penilaian terhadap tanda vital seperti tanda jalan

napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus dilakukan

secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat

dimulai.Berikut ini adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya

dilakukan.

A = Airway Support

Factor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan di

jalan napas klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya.

Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien

tidak sadar karena pada kondisi tidak sadar itulah lidah klien akan

kehilangan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal

ini mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan napas.Sebelum

diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka.

16

Page 17: Askep Kegawatdaruratan Napza

Tekhnik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari),

yaitu memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang

klien.Kemudian tanpa menggerakkan pergelangan tangan, silangkan

kedua jari tersebut denagn geraakan saling mendorong sehingga rahang

atas dan rahang bawah terbuka.periksa adanya benda yang menyumbat

atau berpotensi menyumbat.Jika terdapat sumbatan, bersihkan dengan

teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan menggunakan jari telunjuk yang

terbungkus kassa (jika ada).

Adad ua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas,

yaitu head tilt / chin lift dan jaw trust.

Head tilt atau chin lift

Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien pengguna NAPZA tanpa

cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk

melakukan teknik ini adalah :

1. Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling

dekat denga dahi korban).

2. Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi

kearah belakang.

3. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian

tulang dari dagu korban.

4. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan

sampai mulut klien tertutup.

5. Pertahankan posisi ini.

Jaw trust

Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun teknik ini

menguras tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai untuk klien

pengguna NAPZA denag cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk

melakukan teknik ini adalah :

1. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua

sisi kepala korban. Letakkan tangan dikedua sisikepalakorban.

17

Page 18: Askep Kegawatdaruratan Napza

2. Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban

anak-anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut

rahang.

3. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah

korban keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.

4. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik

bibir bagian bawah denagn kedua ibu jari.

B = Breathing Support

Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara

otomatis.Untuk menilai secara normal dapat dilihat dari pengembangn

dada dan berapa kali seseorang bernafas dalam satu menit.Frekuensi/

jumlah pernafasan normal adalah 12-20x / menit pada klien deawasa.

Pernafasan dikatakan tidak normal jika terdapat keadaan terdapat

tanda-tanda sesak nafas seperti peningkata frekuensi napas dalam satu

menit, adanya napas cupinghidung (cuping hidung ikut bergerak saat

bernafas), adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela

iga, otot leher, otot perut), warna kebiruan pada sekitar bibir dan

ujung-ujung jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada suara napas,

tidak dirasakan hembusannapas dan klien dalam keadaan tidak sadar

dan tidak bernapas.

Breathing support atau ksiganisasidarurat adalah penilain status

pernapasan klien untuk mengetahuiapakah klienmasih dapatbernapas

secara spontan atau tidak. Prinsip dari melakukan tindakan ini adalah

dengan cara melihat, mendengar dan merasakan (Look, Listen and Feel

= LLF). Lihat, ada tidaknya pergerakan dada sesuai dengan

pernapasan.Dengar, ada tidaknya suara napas (sesuai irama) dari mulut

dan hidung klien.Rasakan, dengan pipi penolong ada tidaknya

hembusan napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung korban.Lakukan

LLF dengan waktu tidak lebih dari 10 detik.

18

Page 19: Askep Kegawatdaruratan Napza

Jikaterlihat pergerakan dada, terdengar suara napas dan terasa

hembusan napas klien, maka berarti klientidak menglami henti

napas.masalah yang ada hanyalah penurunan kesadaran.dalam kondisi

ini, tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah mempertahankan

jalan napas tetap terbuka agan ogsigenisasi klien tetap terjaga dan

memberikan posisi mantap.

Jika korban tidakbernapas, berikan 2 kali bantuan per-napasan denag

volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Lamanya

memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah

1detik.Demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan

melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka. Hindari

pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat karena

akan menyebabkan kembung (distensi abdomen) dan dapat

menimbulan komplikasi padaparu-paru.

Bantuan pernapasan dari mulut ke mulut bertujuan memberikan

ventilasi oksigen kepada klien.Untuk memberikan bantuan tersebut,

buka jalan napas klien, tutup cuping hidung klien dan mulut penolong

mencakup seluruh mulut klien.Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu

1 detik.lalu penolong bernapas biasa dan berikan pernapasan 1 kali

lagi.Perhatikan adakah pengenbangan dada klien. Jika tidak terjadi

pengembangan dada, maka cara penolong tidaak tepat dalam membuka

jalan napas. Cara yang samaa dilakukan jika alat pelindung terdiri dari

2 tipe, yaitu pelindung wajah dan sungkup wajah.Pelindung wajah

berbentuk lembaran yang terbuat dari plastic bening atau silicon yang

dapat mengurangi kontak antara klien dengan penolong.Sedangkan

jika memakai sungkup wajah, maka biasanya terdapat lubang khusus

untuk memasukkan oksigen.Ketika oksigen telah tersedia, maka

berikan aliran oksigen sebanyak 10-12 liter/menit.

C = Circulation Support

19

Page 20: Askep Kegawatdaruratan Napza

Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi

dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung.

Selain itu untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan

mempertahankan sistem jantung paru agar dapat berfungsi optimal

dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support). Jika tindakan ini

dilakukan dengan cara yang salah maka akan menimbulkan penyulit-

penyulit seperti patah tulang iga, atau tulang dada, perdarahan rongga

dada dan injuri organ abdomen.

Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa

klien dalam keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak

teraba. Cara melakukan pemeriksaan arteri karotis adalah dengan cara

meletakkan dua jari diatas laring (jakun). Lalu geser jari penolong ke

arah samping dan hentikan disela-sela antara laring dan otot leher.

Setelah itu barulah penolong merasakan denyut nadi. Perabaan

dilakukan tidak boleh lebih dari 10 detik.

Melakukan resusitasi yang benar adalah dengan cara meletakkan kedua

tangan ditulang dada bagian sepertiga bawah dengan jari mengarah ke

kiri dengan posisi lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap dalam

eksteni (kepala tengkorak). Untuk memberikan kompresi dada yang

efektif. Lakukan kompresi dengan kecepatan 100x/menit dengan

kedalaman kompresi 4-5 cm. Kompresi dada harus dilakukan selam

nadi tidak teraba dan hindari penghentian kompresi yang terlalu sering.

Rasio kompresi ventilasi yang direkomendasian adalah 30:20. Rasio

ini dibuat untuk menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi

kejadian hiperventilasi, dan mengurangi pemberhentian kompresi

untuk melakukan ventilasi.

2. Penilaian Klinik

Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu

hasil pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu

mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa seperti koma,

kejang, henti jantung, henti nafas, dan syok.

20

Page 21: Askep Kegawatdaruratan Napza

3. Anamnesis

Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan

pada tingkat kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis

adalah mendapatkan informasi yang penting seperti :

a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan,

termasuk obat yang ering dipakai, baik kepada klien (jika

memungkinkan), anggota keluarga, teman, atau petugas kesehatan

yang biasa mendampingi (jika ada) tentang obat yang biasa

digunakan.

b. Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik.

c. Pemeriksaan fisik

Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat

intosikasi, yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut

jatung, ukuran pupil, keringat, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang

diperlukan berdasarkan skala prioritas dan pada keadaan yang

memerlukan observasi maka pemeriksaan fisik harus dilakukan

berulang.

Contoh Format Proses Keperawatan Emergenci

Rumah Sakit Ketergantungan Obat

Jl. Lpangan Tembak No.75 Cibubur, Jakarta Timur

Telp.(021)877 11968-69

Fax. 750 4022

PROSES KEPERAWATAN EMERGENSI

No RM :............................. Agama :..........................

Nama :............................. Pendidikan :.........................

Umur :............................. Pekerjaan :.........................

Jenis Kelamin :.............................

Status Perkawinan:.......................

Pengkajian Keperawatan

21

Page 22: Askep Kegawatdaruratan Napza

I. Anamnesa

1. Keluhan Utama :........................

2. Riwayat Pemakaian :........................

Jenis

Zat

Cara

Pakai

Frekwensi

Pemakaian

Lama

pemakaian

Terakhir

Pakai

3. Riwayat penyakit yang pernah diderita/sedang :

4. Lain-lain:

II. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda vital Diagnosa KeperawatanTindakan keperawatan

TD: mmHg

N : x/menit

S : o C

P : x/menit

1. Airway (Sumbatan)

Lidah

Darah

Sputum

Benda asing

Aktual

Resiko bersihan jalan nafas

tidak efektif

Membersihkan jalan

nafas

Memberikan posisi yang

nyaman

Mengajarkan cara batuk

efektif

Melakukan pengisapan

lendir

Memasang orofaringeal

tube atau gudel

2. Breathing (pernafasan)

pola nafas

Aktual

Resiko pola nafas tidak

efektif

Mengatur posisi tempat

tidur

Menakaji frekuensi

22

Page 23: Askep Kegawatdaruratan Napza

Dipsneu

Thacipneu

Bradipneu

Orthopneu

Apneu

Bunyi nafas :

Wheezing

Stridor

Irama pernafasan :

Teratur

Tidak teratur

Pengembangan paru :

Menurun

Retraksi dada

Pengunaan otot bantu nafas :

Bahu diangkat

Cuping hidung

Pernafasan dada

Pernafasan perut

Pengisian kapiler :

<3 detik

>3 detik

Ekstremitas :

Akral dingin

Pucat

Sianosis

3. Sirkulasi

Hipotensi

Hipertensi

Nyeri dada

Pusing

Ekral dingin

Kesemutan

Pucat

Edema

Tremor

Aktual

Resiko gagal petukaran

gas

Resiko gagal sirkulasi

irama, kedalaman suara

nafas

Mengajarkan cara nafas

yang benar

Mengobservasi

perubahan warna kulit

dan mukosa mulut

Memonitor tanda-tanda

vital

Melakukan palpasi nadi

perifer, catat frekwensi

irama

Menghitung balance

cairan

Mengatur posisi tidur

sesuai kondisi pasien

23

Page 24: Askep Kegawatdaruratan Napza

Pengisian kapiler:

o <3 detik

o >3 detik

4. Disibility (tingkatan

kesadaran)

kompos mentis (tdk sadar)

apatis

somnolen

stupor / spoor

coma

GCS (Glascow Coma Scale) :

3-8

9-12

13-15

Peningkatan TIK:

Sakit kepala

Muntah

Bingung

Hipertensi

Pusing

Hipotensi

Pupil :

Normal

Sokor

Miosis

Anisokor

Midriasis

Aktual

resiko gagal gangguan

perfusi jaringan serebral

Mengkaji kondisi pupil

Mengkaji tanda-tanda vital

Mengkaji dan catat

perubahan tingkat

kesadaran

Memonitor tanda-tanda

peningkatan TIK

Mengatur posisi supine

dengan kaki TT daerah

kepala ditinggikan 15-30

derajat

Mengobservasi perubahan

prilaku pasien

5. Intoksikasi

Zat kimia

Obat-obatan

Makanan

Gigitan binatang

Resiko penyebaran toxin ke

seluruh tubuh

Mengkaji jenis dan sifat

racun/toxin

Memonitor tanda-tanda

vital dan tingkat kesadaran

Mengatur posisi pasien

Menenangkan pasien dan

keluarga

6. Nyeri Nyeri Mencatat durasi, intensitas,

24

Page 25: Askep Kegawatdaruratan Napza

Skala :

1-4 ringan

5-7 sedang

8-10 berat

Intensitas :

Sering

Kadang-kadang

Jarang

Lokasi :

Local

Menyebar

dan penyebaran nyeri

Mencatat perubahan yang

terjadi pada kulit pasien

Mengkaji penyebab nyeri

Mengalihkan perhatian

pasien

Mengajarkan teknik

relaksasi untuk

mengurangi nyeri

7. Integument

Needle tracks

Luka baker

Luka robek

Jamur

Lecet

Luka dekubitus

Luka gangren

Aktual

Resiko ganguan integritas

kulit

Mengkaji kondisi luka

Mengobservasi perubahan

yang terjadi pada kulit

pasien

Melakukan perawatan kulit

secara aseptic

Mengatur posisi daerah

yang mengalami luka,

hindari kerusakan lebih

lanjut

8. Cairan dan Eliminasi

Turgor kulit :

Baik

Menurun

Edema :

Ekstremitas

Seluruh tubuh

Asites

Palpebra

Mukosa mulut :

Kering

Lembab

BAB :

Frekwensi .........

Aktual

Resiko gangguan

keseimbangan volume

cairan

Mengkaji kemampuan

pasien untuk memasukkan

peroral

Memberikan minuman

bertahap bila kondisi

pasien memungkinkan

Memonitor tanda-tanda

vital

Menghitung jumlah intake

dan output

Mengobservasi tanda-

tanda dehidrasi

Mengobservasi tanda-

tanda kelebihan cairan

25

Page 26: Askep Kegawatdaruratan Napza

Warna ..............

BAK :

Frekwensi .........

Warna ..............

Konsistensi .......

Muntah :

Frekwensi ..........

Muntah .............

Perdarahan :

Jumlah ...............

Warna ................

Memonitor tetesan infuse

9. Muskulo skeletal

Kerusakan jaringan/luka

Perubahan bentuk

ekstremitas

o Fraktur

o Dislokasi

o Luksasio

Perubahan sensorik

Perubahan motorik

Resiko cidera Mengkaji adanya twitching

pada kaki/tangan/wajah

Memasang pengaman

tempat tidur

Mengistirahatkan pasien

selama fase akut

Mencegah terjadinya

kerusakan jaringan dan

terjadinya infeksi

10. Psikososial

Kecemasan/ketakutan :

Sedang

Berat

Panik

Koping mekanisme :

Merusak diri

Menarik diri/isolasi sosial

Perilaku kekerasan

Konsep diri :

Gangguan citra tubuh

Harga diri rendah

Seksualitas :

trauma seksual

Aktual

Resiko gangguan psikologis

: cemas/takut

menciptakan lingkungan

yang baik

menggunakan komunikasi

teraupetik

memberikan kesempatan

untuk mengungkapkan

perasaan

mengkaji penyebab

kecemasan atau takut

pasien

memberikan kesempatan

pada pasien utuk

bertanya/mengung- kapkan

perasaannya

memonitor kecemasan

pasien

menawarkan solusi terbaik

26

Page 27: Askep Kegawatdaruratan Napza

penyelesaian masalah

pasien

memfiksasi pasien jika

perlu

Kolaborasi

oksigen

antidotum

EKG

IVFD

Debridemen

Nebulizer

Tranfuse darah

Irigasi mata

Kateter

NGT

Explorasi

DC shock

Obat

Mengumbah lambung

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

Evaluasi :

Diagnosa Medis :

Dibuat di :

Hari :

Tanggal :

Oleh :

Tanda tangan :

d. Dekontaminasi

Umumnya zat atau bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap kulit,

sehingga sering dekontaminasi permukaan sangat diperlukan. Sedang

27

Page 28: Askep Kegawatdaruratan Napza

dekontaminasi saluran cerna ditujukan agar bahan yang tertelan akan

sedikit diabsorpsi. Biasanya dapat diberikan arang aktif, pencahar, obat

perangsang muntah dan kumbah lambung.

e. Pemberian Antidotum

Mengingat tidak semua intoksikasi ada penawarnya, sehingga prinsip

utama adalah mengatasi sesuai dengan besarnya masalah.

f. Terapi Modalitas dan Rehabilitasi

Terapi Modalitas dan Rehabilitasi harus dilihat secara holistik dan cost

efectifity disesuaikan dengan kondisi di masing-masing pelayanan

kesehatan.

C. Jenis-jenis Kegawatdaruratan NAPZA

Berikut ini adalah jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA :

Yang dimaksud dengan intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan

prilaku abnormal akibat penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas

toleransi tubuh.

1. Intoksikasi/Over Dosis

a. Intoksokasi Opioida

Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala

penurunan kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi

pupil karena anoksia akibat overdosis), pernapasan kurang dari

12x/menit sampai henti napas, ada riwayat pemakaian opioida

(needle track sign), bicara cadel, dan gangguan atensi atau daya

ingat. Perilaku mal adaptif atau perubahan psikologis yang bermakna

secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis, disforia,

agitasi atau retardasi psikomotor atau gangguan fungsi sosial dan

fungsi pekerjaan selama atau segera setelah pemakaian opioid.

Penatalaksanaan kegawatdaruratan intoksikasi opioida adalah:

a. Bebaskan jalan napas

28

Page 29: Askep Kegawatdaruratan Napza

b. Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan

c. Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid

jika diperlukan

d. Pemberian antidotum Nalokson

· Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV

· Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg IV

· Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 – 2 mg

Narcan hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan

fungsi pernapasan membaik

· Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan

belum menunjukkan adanya perbaikan kesadaran

· Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam

mencegah terjadinya penurunan kesadaran kembali

· Observasi secara invensif tanda-tanda vital,pernapasan, dan

besarnya ukuran pupil klien dalam 24 jam

· Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG

· Puasakan klien untuk menghindari aspirasi

· Lakukan pemeriksaan rnntgen thoraks serta laboraturium, yaitu

darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis

b. Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin)

Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan gawat

darurat atau intervensi farmakologi.Intoksikasi benzodiazepin yang

fatal sering terjadi pada anak-anak atau individu dengan gangguan

pernapasan atau bersama obat depresi susunan syaraf pusat lainnya

seperti opioida.Gejala intoksikasi benzodiazepin yang progresif

adalah hiporefleksia, nistagmus dan kurang siap siaga, ataksia,

berdiri tidak stabil. Selanjutnya gejala berlanjut dengan

pemburukan ataksia, letih, lemah, konfusi, somnolent, koma,

pupilmiosis, hip[otermi, depresi sampai dengan henti

pernapasan.bila diketahui segera dan mendapat terapi

kardiorespirasi maka dampak intoksikasi jarang bersifat fatal.

29

Page 30: Askep Kegawatdaruratan Napza

Namun pada perawatan yang tidak memadai maka fungsi respirasi

dapat memburuk karena asapirasi isi lambung yang merupakan

faktor resiko yang sangat serius.

Penatalaksanaan adalah dengan memberikan tindakan kolaboratif

berupa pemberian terapi kombinasi yang ditujukan untuk :

1) Mengurangi efek obat didalam tubuh

Untuk mengurangi efek sedatif hipnotik dengan memberikan

Flumazenil 0,2 mg secara IV, kemudian setelah 30 detik

diikuti dengan 0,3 mg dosis tunggal. Obat tersebut lalu dapat

diberikan lagi sebanyak 0,5 mg setelah 60 detik sampai total

kumulatif 3 mg. Tindakan suppurtive adalah dengan

mempertahankan jalan napas, dan memperbaiki gangguan

asam basa.

2) Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut

Mengurangi absorbsi merangsang muntah jika baru terjadi

pemakaian. Jika pemakaian sudah lebih dari 6 jam maka

berikan antidot berupa karbon aktif yang berfungsi untuk

menetralkan efek obat.

3) Mencegah komplikasi jangka panjang

Observasi tanda-tanda vital dan depresi pernapasan, aspirasi

dan edema paru.Bila sudah terjadi aspirasi maka dapat

diberikan antibiotik.Bila klien ada usaha untuk bunuh diri

maka klien tersebut harus ditempatkan ditempat khusus dengan

pengawasan ketat setelah keadaan darurat diatasi.

c. Intoksikasi Anfetamin

Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan

dengan adanya dua atau lebih gejala-gejala seperti takikardi atau

bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan tekanan

darah, banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah,

penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotot, kelelahan

otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmiajantung,

30

Page 31: Askep Kegawatdaruratan Napza

kebingungan, kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma.

Penatalaksanaan adalah dengan memberikannya terapi symtomatik

dan pemberian terapi suportife lain, misal: anti psikotik, anti

hipertensi, dll.

d. Intoksikasi alkohol

Intoksikasi alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala-

gejala (satu atau lebih) bicara cadel, inkoordinasi, jalan

sempoyongan nistagmus, tidak dapat memusatkan perhatian, daya

ingat menurun dan stupor atau koma.

Penatalaksanaan untuk klien yang mengalami koma adalah dengan

menidurkan klien terlentang dan posisi ”face down” untuk

mencegah aspirasi, melakukan observasi tanda vital dengan ketat

tiap 15 menit,memberikan tindakan kolaboratif dengan pemberian

Thiamine 100 mg secara IV untuk profilaksis terjadinya Wernicke

Encephalopaty kemudian memberikan 50 ml Dextrose 5% secara

IV serta dengan memberikan 0,4 – 2 mg Naloksone bila klien

memiliki riwayat atau kemungkinan pemakaian opioida.

Dalam penatalaksanaan intoksikasi alkohol , perawat harus selalu

waspada atas perilaku klien, diantaranya adalah antipasi jika klien

agresif,. Untuk itu diperlukan sikap toleran dari perawat sehingga

tidak membuat klien merasa ketakutan dan terancam.Untuk itu

harus diciptakan suasana yang tenang dan bila perlu tawarkan klien

untuk makan.Untuk mengatasi klien yang agresif, dapat diberikan

sedatif dengan dosis rendah dan jika perlu dapat diberikan

Halloperidol injeksi secara IM.

e. Intoksikasi Kokain

Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau

perubahan psikologis misalnya euforia atau efek mendatar,

perubahan dalam stabilitas, hypervigilance / kewaspadaan yang

meningkat, interpersonal sensitivity, ansietas, kemarahan, tingkah

31

Page 32: Askep Kegawatdaruratan Napza

laku yang stereotip, menurunnya fungsi sosial dan fungsi pekerjaan

yang berkembang selama atau setelah penggunaan kokain.

Tanda dan gejala ( dua atau lebih) yang muncul diantaranya adalah

takikardia atau bradikardia, dilatasi pupi, peningkatan atau

penurunan tekanan darah, berkeringat atau rasa dingin, mual atau

muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor,

kelemahan otot, depresi, nyeri dada atau arimia jantung, bingung

(confusion), kejangdyskinesia, dystonia, hingga dapat

menimbulkan koma.

Penatalaksanaan setelah pemberian bantuan hidup dasar adalah

dengan melakukan tindakan kolaborati berupa pemberian terapi-

terapi simtomatik, misalnya pemberian Benzodiazepin bila timbul

gejala agitasi, pemberian obat-obat anti psikotik jika timbul gejala

psikotik , dan pemberian terapi-terapi lainnya sesuai dengan gejala

yang ditemukan.

2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/ Sindrome Putus Zat)

Ketergantungan atau yang disebut dengan withdrawl adalah suatu kondisi

cukup berat yang ditandai dengan adanya ketergantungan fisik yaitu

toleransi dan sindrome putus zat.

Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa

menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau

menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan

gejala pemutusan zat.

Terapi yang dapat diberikan pada keadaan sindrom putus zat yaitu :

Terapi putus zat opioida, terapi ini sering dikenal dengan istilah

detoksifikasi.

32

Page 33: Askep Kegawatdaruratan Napza

Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan

maupun rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-

beda ada yang 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional dan

ada yang 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi

cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment). Detoksifikasi

hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari

penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.

Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :

Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal

atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja. Untuk nyeri

diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik non-

narkotik,asam mefenamat dan sebagainya. Untuk rhinore beri

dekongestan,misalnya fenilpropanolamin, Untuk mual beri

metopropamid, Untuk kolik beri spasmolitik, Untuk gelisah beri

antiansietas, Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan

benzodiazepine.

Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal), Dapat diberi

morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit

demi sedikit.

Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai

Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi

dalam 3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai

dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg

atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.

Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam

anestesi (Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya

untuk kasus single drug opiat saja, dilakukan di RS dengan fasilitas

rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan

dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih

kurang 1 tahun.

33

Page 34: Askep Kegawatdaruratan Napza

Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara

bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test

toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10

mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi.

Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari

sampai gejala putus zat hilang.

Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu

dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan

bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.

Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA

- Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan

Injeksi Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5

mg/hari.

- Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg

IM.

- Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri

Diazepam seperti pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau

alkohol

Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi

yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan

opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir.

Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah, sulit

tidur, diare, tidak mau minum, muntah, dehidrasi, hidung

tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi

yang memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam

setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari

34

Page 35: Askep Kegawatdaruratan Napza

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN NAPZA

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dalam proses keperawatan. Data yang

valid dan tepat akan menentukan langkah-langkah berikutnya. Kesalahan

dalam pengumpulan data akan berdampak pada penentuan rencana

keperawatan yang salah. Untuk memperoleh data yang lengkap diperlikan

keahlian wawancara dan pemeriksaan fisik khusus karena umumnya klien

cenderung manipulatif.

1. Anamesa/wawancara

Pada saat melakukan anamnesa, yang perlu dilakukan adalah mengkaji keluhan

utama saat ini, riwayat pemakaian zat, jenis zat, cara pakai zat dan dosis setiap

kali pakai, frekuensi pemakaian zat (jam/hari/minggu/bulan/dan kapan terakhir

pemakaian zat tersebut digunakan. Hal ini penting untuk menentukan anti

dotum dan menentukan waktu timbul dan berakhirnya withdrawal atau

ketagihan dari masing-masing zat.

Informasi dapat dikumpulkan dari anggota keeluarga, teman, atau petugas

tentang obat yang digunakan. Tanyakan dan simpan sisa obat muntahan (jika

ada) untuk pemeriksaan toksikologi. Tanyakan juga riwayat alergi obat,

riwayat shock anafilaktik dan riwayat penyakit yang pernah sedang diderita.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Kaji jalan napas

Periksa adanya sumbatan seperti lidah, sekret, benda asing, dan darah.

Bebaskan dengan teknik chin lift atau jaw trust. Bila diperlukan

pasang orofaringeal atau nosofaringeal.

b) Kaji pernapasan

Periksa adanya bunyi napas, irama pengembangan paru dan pola

napas. Atasi bila kurang baik, karena pada beberapa kasus seperi pada

35

Page 36: Askep Kegawatdaruratan Napza

opioida, sedatif hipnotik, dan multi drug abuse seringkali ditemukan

depresi pernapasan sampai dengan henti napas.

c) Kaji sirkulasi

Periksa sirkulasi dengan memeriksa kulit, akral dan nadi. Atasi segera

jika kulit pucat dan andi cepat atau kecil, karena ada kemungkinan

terjadi syok.

d) Kaji tingkat kesadaran

Periksa status neurologis dengan GCS (Glasgow Coma Scale).Respon

yang dinilai adalah respon membuka mata, respon motorik dan respon

verbal. Untuk lebih jelas, perhatikan table di bawah ini,

Daerah yangdiperiksa

Respon Nilai

Mata Membuka mata denga spontanMembuka mata denga instruksiMembuak mata dengan rangsanganTidak ada respon

4321

Verbal Orientasi orang, tempat dan waktuBerbicara tapi tidak sepenuhnya dapat dimengertiBersuara tapi tidak dapat dimengertiBersuara tetapi tidak dikenal kata-katanyaTidak ada respon

54321

Motorik Mengikuti perintah dengan mudahMengenal lokasi nyeri tetapi tidak dapat mengikuti perintahMenari dari rangsangan dengan tangan difleksikanFleksi abnormalEkstensi abnormal ( deserebrasi)Tidak ada respon

65

4321

e) Kaji intoksikasi

Intoksikasi perlu dikaji untuk mengetahui adanya obat atau zat

makanan, kimia, gas karena sering ditemui kasus di IGD seringkali

klien datang dengan masalah depresi berat yang mencoba bunuh diri

dengan bahan-bahan tersebut.

36

Page 37: Askep Kegawatdaruratan Napza

f) Kaji nyeri

Kaji skala nyeri, intensitas dan lokasi dimana hal tersebut sering

timbul pada klien dengan pemakaian zat jenis heroin, morfin, atau

opiat

g) Kaji integumen

Kaji adanya neadle track atau bekas suntikan, lihat kondisi baru atau

atau sudah lama serta letak bekas suntikan tersebut.

h) Turgor kulit

Kaji adanya dehidrasi, mukosa mulut, muntah, dan adanya

pendarahan. Atasi bila ada gangguan keseimbangan volume cairan.

i) Kaji muskoloskeletal

Kaji adanya perubahan sensorik-motorik, adanya kerusakan jaringan

serta perubahan bentuk ektremitas.

j) Kaji psikososial

Kaji adanya kecemasan, perilaku kekerasan yang dapat mencederai

diri dan orang lain.

B. Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada kegawatdaruratan

NAPZA diantaranya:

a. Bersihan jalan napas tidak efektik behubungan dengan adanya sumbatan

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi susunan syaraf pusat.

c. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

dan output tidak seimbang.

d. Resiko injuri berhubungan dengan kejang, agitasi

e. Perilku kekerasan.

37

Page 38: Askep Kegawatdaruratan Napza

C. Tindakan Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif

Tujuan keperawatan : jalan napas efektif

Intervensi :

1. Membersihkan jalan napas

2. Mengobservasi TTV

3. Memberikan posisi yang nyaman : fowler/semi fowler/supine ekstensi

4. Mengajarkan cara batuk efektif

5. Melakukan penghisapan lender

6. Memasang orofaringeal tube atau gudel

7. Kolaborasi :

Pemberian obat Bronchodilator

Pemberian O2

Inhalasi

Pemeriksaan laboratorium : AGD

b. Pola napas tidak efektif

Tujuan keperawatan : pola napas kembali efektif

Intervensi :

1. Observasi TTV

2. Obsevasi irama, kedalaman pernapasan serta penggunaan otot bantu

pernapasan

3. Atur posisi tidur klien dengan posisi nyaman (ekstensi kepala/semi

fowler/fowler.

4. Terapkan teknik kewaspadaan universal dalam melakukan tindakan asuhan

keperawatan

5. Kolaborasi :

Pemberian cairan,

Pemberian oksigen,

Pemberian anti dotum sesuai dengan masalah klien

Pemeriksaaan : Analisa Gas darah (AGD) urinalisis, thorax foto

38

Page 39: Askep Kegawatdaruratan Napza

Melakukan suction sesuai kebutuhan

Melakukan fisioterpi dada, jika perlu nebulizar.

c. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan keperawatan : kekurangan cairan dapat teratasi

Intervensi :

1. Observasi TTV

2. Catat adanya peningkatan suhu tubuh dan durasi demam

3. Bantu klien untuk memakai pakaian yang mudah menyerap keringat serta

pertahankan agar pakaian tetap kering

4. Observasi turgor kulit, membran kulit dan perasaan haus yang berlebihan

5. Catat input dan output klien

6. Anjurkan klien minum 2500-3000 cc/hari atau sesuai kebutuhan.

7. Berikan makanan yang mudah dicerna/lunak

8. Hindari pemberian makanan yang pedas, berlemak tinggi, kacang, kubis,

dan susu

9. Kolaborasi :

Pemberian makan parenteral

Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin, Ht, Elektrolit

Pemberian obat anti emetik, anti diare dan anti piretik.

d. Resiko injuri

Tujuan keperawatan : injuri tidak terjadi

Intervensi :

1. Observasi TTV

2. monitor tingkat kesadaran dan perilaku

3. beriakn restain halus pada pergelangan (fixasi)

4. tempatkan klien pada lokasi yang muadah dilihat

5. jauhkan klien terhadap hal-hal yang membahayakan

6. kolaborasi : pemberian terapi sedatif

39

Page 40: Askep Kegawatdaruratan Napza

e. perilaku kekerasan

Tujuan : perilaku kekerasan tidak terjadi

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percya

2. Terapkan komunikasi terupetik

3. Ajarkan telnik relaksasai

4. Tempatkan klien pada ruangan yag terang, amandan nyaman

5. Jauhkan benda-benda taja yang dapat digunakan untuk menyakiti diri

sendiri dan orang lain

6. Berikan desempatan pada kien untuk melampiasakna kemarahannya secara

verbal

7. Identifikasi penyebab klien marah

8. Tawarkan pada klien untuk melakukan aktifiatas yang dapat mengurangi

tindakan agresif

9. Jelaskan pada klien kemungkiann konsekuensi yang akan diterima atas

perilaku klien

10. Pasang fiksasi dan isolasikan klien

11. Observasi klien secara intensif

12. Kolaborasi :

pemberian teraoi Chlopromazine (torzine), dizepam (valium),

halloperidol (haldol) atau klordiazikpoksida (librium)

konsulkan ke psikiater

D. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :

a. Bersihan jalan napas efektif

b. Pola napas adekuat

c. Volume cairan terpenuhi

d. Injuri tidak terjadi

e. Perilaku kekerasan tidak terjadi

40

Page 41: Askep Kegawatdaruratan Napza

Adapun Diagnosa Keperawatan dari jenis Kegawatdaruratan Napza yang dapat muncul adalah :

1. Ancaman kehidupan

a. Gangguan keseimbangan cairan: mual, muntah berhubungan dengan pemutusan zat opioda

b. Resiko terhadap amuk berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik

c. Resiko cidera diri berhubungan dengan intoksikasi aklkohol, sedatif, hipnotik

d. Panik berhubungan dengan putus zat alcohol

2. Intoksikasi

a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja

b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik, alcohol, opioda

3. Withdrawl

a. Perubahan proses piker: waham berhubungan dengan putus zat alcohol, sedatif, hipnotik

b. Nyeri berhubungan dengan putus zat opioda, MDMA: extasy

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan putus zat opioda

4. Pasca detoksikasi

a. Gangguan pemusatan perhatian berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif

b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak mampu mengenal kualitas yang positif dari diri sendiri.

c. Resiko melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan tehadap zat adiktif

41

Page 42: Askep Kegawatdaruratan Napza

sehingga diagnosa yang mungkin timbul :

1. Resiko tinggi menciderai diri sendiri berhubungan dengan intoksikasi

2. Intoksikasi berhubungan dengan menarik diri

3. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan konsep diri

4. Harga diri rendah berhubungan dengan koping mal adaptif

Rencana Tindakan Keperawatan :

1. Kondisi overdosis

Tujuan : Klien tidak mengalami ancaman kehidupan

Rencana tindakan:

- Observasi tanda – tanda vital, kesadaran pada 15 menit pada 3 jam pertama, 30menit pada 3 jam kedua tiap 1 jam pada 24 jam berikutnya

- Bekerja sama dengan dokter untuk pemberian obat

- Observasi keseimbangan cairan

- Menjaga keselamatan diri klien

- Menemani klien

- Fiksasi bila perlu

2. Kondisi intoksikasi

Tujuan: intoksikasi pada klien dapat diatasi, kecemasan berkurang/hilang

Rencana tindakan:

a. Membentuk hubungan saling percaya

b. Mengkaji tingkat kecemasan klien

c. Bicaralah dengan bahasa yang sederhana, singkat mudah dimengerti

d. Dengarkan klien berbicara

42

Page 43: Askep Kegawatdaruratan Napza

e. Sering gunakan komunikasi terapeutik

f. Hindari sikap yang menimbulkan rasa curiga, tepatilah janji, memberi

jawaban nyata, tidak berbisik di depan klien, bersikap tegas, hangat dan

bersahabat

3. Kondisi withdrawl

a. Observasi tanda- tanda kejang

b. Berikan kompres hangat bila terdapat kejang pada perut

c. Memberikan perawatan pada klien waham, halusinasi: terutama untuk

menuunkan perasaa yang disebabkan masalah ini: takut, curiga, cemas,

gembira berlebihan, benarkan persepsi yang salah

d. Bekerja sama dengan dokter dalam memberikan obat anti nyeri

4. Kondisi detoksikasi

a. Melatih konsentrasi: mengadakan kelompok diskusi pagi

b. Memberikan konselin untuk merubah moral dan spiritual klien selama ini

yang menyimpang, ditujukan agar klien menjadi manusia yang bertanggung

jawab, sehat mental, rasa bersyukur, dan optimis

c. Mempersiapkan klien untuk kembali ke masyarakat, dengan bekerja sama

dengan pekerja social, psikolog.

43

Page 44: Askep Kegawatdaruratan Napza

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam

kehidupan seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan

(intoksikasi/over dosis) sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila tidak

dilakukan penanganan dengan segera.

Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada kegawatdaruratan NAPZA

diantaranya:

a. Bersihan jalan napas tidak efektik behubungan dengan adanya sumbatan

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi susunan syaraf

pusat.

c. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

dan output tidak seimbang.

d. Resiko injuri berhubungan dengan kejang, agitasi

e. Perilku kekerasan.

B. Saran

1. Bagi Perawat

Untuk memberikan Asuhan keperawatan yang optimal bagi klien

kegawatdaruratan NAPZA.

2. Bagi Klien

Untuk tidak melakukan kesalahan yang kedua kali dalam penyalahgunaan

NAPZA.

44

Page 45: Askep Kegawatdaruratan Napza

DAFTAR PUSTAKA

Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B, 1992, Mental Health and Psichiatric Nursing, Philadelpia, J.B.,Lippincott Company, Chapter 8

Shults. Y.M. 1968,Manual of Psichiatric Nursing Care Plans, Boston, Little.Brown and Company, Chapter 20,21,22.

Stuart, G.W.,dan Sundeen, S.J., 1991, Pocket Guide to Psichyatric Nursing, (2nd,ed), St. Louis Mosby Year Book, Chapter 17.

Stuart, Gail W.,1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Alih bahasa Yani, Achir, Edisi 3, Jakarta, EGC

Hawari, Dadang.,2003, Penyelahgunaan dan ketergantungan NAZA,FKUI, Jakarta, gaya baru

http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/07/asuhan-keperawatan-klien-

dengan-sindrom.html. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010

http://blog.ilmukeperawatan.com/napza.html. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010

http://nursenapza.blogspot.com/2009/11/over-dosis.html. Diakses pada tanggal 31

Mei 2010

45