askep ca kolorektal
TRANSCRIPT
Tugas Keperawatan Medikal Bedah II
“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ca Kolorektal”
Oleh:
Nila Trisna MulyaNo. Bp: 04 121 011
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas
Padang
1
2007
2
BAB I. LANDASAN TEORI
I.1. Definisi
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada jaringan
epithelial dari colon / rectum.
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polyp
adenoma.
I.2. Etiologi
Penyebab dari Ca Colorektal tidak diketahui secara pasti, namun terdapat factor-
factor predisposisi yang terdiri dari:
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Riwayat keluarga
3. Riwayat kanker di bagian tubuh yang lain
4. Polip Benigna, Polip Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus
5. Kolitis ulseratif lebih dari 20 tahun
6. Sedentary Life style, merokok, Obesitas.
7. Kebiasaan makan tinggi kolesterol/lemak dan protein (konsumsi daging)
serta rendah serat / Karbohidrat Refined yang mengakibatkan perubahan
pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil
pemecahan protein dan lemak yang bersifat karsinogenik.
I.3. Patofisiologi
I.3.1 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bisa dijumpai tanpa
keluhan sampai adanya keluhan berat dan tergantung pada lokasi / besarnya
tumor. Pada karsinoma kolon kanan, klien datang dengan keluhan ada masa di
3
abdomen kanan, obstruksi akan timbul bila tumor sudah besar. Tumor kolon kiri
lebih cepat terjadi obstipasi dan tanda-tanda obstruksi.
Pada penderita Ca Colorektal umumnya Asymptomatis atau relative
bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang muncul dapat
berkaitan dengan saluran cerna. Tanda dan gejala sangat ditentukan oleh lokasi
kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Rasa
tidak enak di perut atau Nyeri abdomen merupakan keluhan paling sering
disampaikan penderita. Namun keluhan ini berhubungan dengan kanker kolon
bukan dengan kanker rectum.
Perdarahan Peranal sebagai keluhan pertama penderita dengan gejala
berupa perdarahan segar bercampur atau tanpa disertai tinja. Perubahan pola
defekasi dapat berupa; diare/ konstipasi, bentuk tinja seperti pensil, serta perut
masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar. Adapun gejala lain yaitu:
Anemia idiopatik, Nausea, malaisea, Haemoroid, Anoreksia, dan Perubahan Berat
badan (BB menurun) akibat iritasi dan respon refluks
I.3.2 Komplikasi
1. Obstruksi usus parsial atau lengkap diikuti penyempitan lumen akibat lesi.
2. Haemorrhagi/ perdarahan
3. Pembentukan Abses akibat Perforasi dinding usus oleh tumor diikuti
kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus.
4. Shock akibat peritonitis dan sepsis
5. Mestatase ke organ lain yang berdekatan. Terjadi fistel pada kantong kemih,
vagina / usus.
I.4. Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan perlu dilakukan dan mencakup pendidikan
mengenai diet agar individu meningkatkan asupan buah, sayur, makanan kasar
4
dan padi-padian untuk meningkatkan masa makanan menurunkan lemak dan
menyediakan antioksidant.
Pemeriksaan Diagnostik dan laboratorium:
Pendekatan diagnosis pada penderita kanker kolorektal tergantung pada
gejala klinik yang muncul. Sebagian kecil penderita yang datang dalam kondisi
gawat yang segera memerlukan tindakan pembedahan sehingga diagnosis dapat
segera dibuat, atau kadang-kadang diagnosis dapat dibuat melalui pemeriksaan
colok dubur.
Pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba adanya masa. Pemeriksaan
darah samar pada tinja dapat mengindikasikan adanya kanker. Identifikasi dini
polip dengan pemeriksaan colok dubur, prokto-sigmoidoskopi/ kolonoskopi serta
pengangkatan secara bedah seluruh polip yang dapat mencegah pembentukan
kanker. Pemeriksaan darah untuk antigen-antigen spesifik berhubungan dengan
Ca kolorektal terutama antigen karsinoembrionik (CEA).
Adapun tes laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut:
1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik,
ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat
penyebab adalah indikasi umum untuk tes diagnostic selanjutnya
untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
2. Test Guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam
feses, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan
remitten.
3. CEA (carcino Embrioniogenic Antigen) adalah ditemukannya
glikoprotein dimembran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker
kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh Radioimmunoassay dari
serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi.
5
4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phospatase dan kadar bilirubin
dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Tes laboratorium
lainnya hanya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
5. Barium Enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada
tidaknya dan lokasi tumor.
6. X-ray dada untuk mendeteksi metastase tumor ke paru-paru.
7. CT (computed tomography)- Scan, Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji
apakah sudah ada metastase.
8. Endoskopi (sigmoidoscopy atau Colonoskophy) adalah test
diagnostic utamadigunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor.
Sekalian dilakukan biopsy jaringan.Pemeriksaan endoskopi dari
kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy
lesi pada klien dengan perdarahan rectum.
Pengamatan saluran cerna dilakukan dengan pemeriksaan barium enema
atau kolonoskopi serat lentur. Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan
cara membuat diagnosis kanker kolorektal yang akurat. Dengan pemeriksaan
kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan ada tidaknya suatu kanker.
Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak, karena sinkronos
polip jinak.
Kolonoskopi Versus Barium Enema
Kemampuan kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium
enema kontras ganda. Kemampuannya mendeteksi polip berukuran > 7 mm.
Kemampuan kombinasi pemeriksaan barium enema dan sigmoidoskopi pada
kasus perdarahan saluran cerna bawah lebih baik daripada pemeriksaan
kolonoskopi terutama untuk mendiagnosis kelainan jinak seperti divertikel, tetapi
kolonoskopi tetap lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma.
6
CT Scan
Klien kanker kolorektal tanpa komplikasi tidak memerlukan pemeriksaan
CT Scan rutin. Pemeriksaan CT Scan pada kanker rectum lanjut sangat akurat
untuk menilai adanya invasi ke jaringan sekitarnya. Kemampuannya sangat
terbatas untuk mendeteksi lesi primer kecil. USG efektif untuk menampilkan
lapisan dinding rectum dan kemampuan untuk mengamati kelenjar limfe serta
untuk menilai metastase di hati.
Endosonografi
Stadium kanker kolorektal mencerminkan derajat penyebaran penyakit.
Pada dasarnya stadium penyakit terbagi atas tiga komponen yaitu: invasi lokal,
penyebaran ke kelenjar getah bening dan metastasis ke lain organ. Metastase pada
kelenjar getah bening dapat juga dilihat dengan EUS. Namun EUS sulit untuk
membedakan sebab pembesaran kelenjar apakah disebabkan peradangan atau
suatu proses metastasis. EUS pada metastasis kelenjar getah bening tampak lebih
hipoechoik di daerah jaringan parirektal.
I.4.1. Penatalaksanaan Medik
Keberhasilan pengobatan kanker kolorektal ditentukan oleh stadium saat
diagnosis dibuat. Terdapat berbagai macam stadium penyakit kanker kolorektal.
Penentuan stadium sebelum tindakan operasi, khususnya pada kanker rectum,
berguna untuk menentukan strategi pengobatan seperti pemberian khemoterapi
ajuvan, pemilihan jenis operasi yang akan dilakukan. Pemerikasaan Ro foto dada
harus dikerjakan untuk memastikan ada tidaknya proses metastasis di paru. Test
fungsi hati tidaklah terlalu diperlukan, Pemeriksaan CEA kadang-kadang
diperlukan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
7
Dalam penatalaksanaan medik diberikan terapi adjuvant, mencakup
kemoterapi, terapi radiasi, dan ataupun imunoterapi. Terapi radiasi diberikan pada
periode praoperatif, intra operatif dan pascaoperatif. Untuk tumor yang tidak di
operasi atau di reseksi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala
Penatalaksanaan Medik berdasarkan stadium:
Pada stadium 0, Berupa polip di mukosa colon disebut juga dengan precursor Ca.
Penatalaksanaannya dengan pemotongan polip (colonoskopi)
Pada stadium 1, Tumor tumbuh di mukosa usus. Penatalaksanaanny dengan
pembedahan.
Pada stadium 2, Tumor menyebar hingga lapisan muskularis mukosa (lap Usus).
Penatalaksanaanya: pembedahan.
Pada Stadium 3, Tumor menyebar ke kelenjar getah bening.
Penatalaksanaannya: pembedahan, kemoterapi, Radiasi terapi.
Pada Stadium 4, Tumor bermetastase. Penatalaksanaannya: kemoterapi.
I.4.2. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan Klien dengan bedah usus:
A. Pra-Operatif
1. Pastikan tanda-tanda valid untuk prosedur. Ini berguna bagi
pasien dan anggota keluarga untuk memahami prosedur dan
kemungkinan risiko dan keunggulan, sebaiknya altenatif untuk
persiapan prosedur. Penandatanganan Format persetujuan
khususnya untuk prosedur sebagai dokumentasi bahwa klien
dan keluarga setuju.
2. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur,
klarifikasi dan interpretasikan sesuai kebutuhan. Beri instruksi
apa yang diharapkan selama periode post operatif, meliputi
penanganan nyeri, pemasangan selang NGT/IVFD, latihan
pernafasan, reintroduksi intake oral makanan dan cairan. Klien
8
yang dipersiapkan dengan baik selama praoperatif biasanya
tidak cemas dan mampu lebih baik mendukung perawatan
pasca operatif. Persiapan adekuat juga mengurangi kebutuhan
narkotik untuk analgesic dan meningkatkan pemulihan klien.
3. Pemasangan NGT. Meskipun sering dilakukan pemasangan di
kamar bedah hanya untuk pembedahan, NGT dapat dipasang
preoperative untuk membuang sekresi dan mengosongkan isi
lambung.
4. Prosedur persiapan usus. Antibiotok oral dan parenteral
sebaiknya kathartik dan enema/ ditelan dapat diberikan
preoperative untuk membersihkan usus dan mengurangi risiko
kontaminasi peritoneal oleh isi usus selama pembedahan.
Tujuan Perawatan pre-operatif:
1. Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan toleransi Aktivitas
3. Memberikan tindakan nutrisional
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Menurunkan Ansietas
6. Mencegah Infeksi
7. Pendidikan Klien Pra-operatif
B. Pasca-Operatif
1. Perawatan rutin untuk klien bedah. Monitor TTV dan intake
dan output, meliputi drainase lambung dan lainnya dari drain
luka. Kaji perdarahan dari insisi abdomen dan perineal,
kolostomi, atau anus. Evaluasi komplikasi luka yang lainya dan
pertahankan integritas psikologi.
2. Monitor bising usus dan derajat distensi abdomen. Manipulasi
pembedahan dari usus manghentikan peristaltic, menyebabkan
9
ileus. Adanya bising usus dan pasase flatus indikasi
kembalinya peristaltic.
3. Sediakan obat mengurangi nyeri dan pemeriksaan rasa nyaman
seperti perubahan posisi
4. Kaji status pernafasan, sangga abdomen dengan selimut atau
bantal untuk membantu batuk
5. Kaji posisi dan Patensi NGT, persambungan suction. Bila
selang terlipat, irigasi dengan salin steril secara hati-hati.
6. Kaji warna, jumlah, dan bau drainase dan kolostomi (bila ada)
catat berbagai perubahan atau adanya bekuan atau perdarahan
berwarna merah terang.
7. Hindari pemasangan temperature rectal, suppositoria atau
prosedur rectal lain sebab dapat merusak garis jahitan anal,
menyebabkan perdarahan, infeksi atau gangguan
penyembuhan.
8. Pertahankan cairan intravena ketika masih dilakukan suction
naso gastric
9. Pemberian antacid, antagonis histamine 2 reseptor dan terapi
antibiotic dianjurkan. Tergantung pada prosedur yang
dilakukan. Terapi antibiotic untuk mencegah infeksi akibat
kontaminasi rongga abdomen dengan isi usus.
10. Anjurkan ambulasi untuk merangsang peristaltic
11. Mulai pengajaran dan perencanaan pulang. Konsultasikan
dengan ahli gizi untuk instruksi diet dan menu, beri penguatan
pengajaran.
Tujuan Perawatan pasca-operatif:
1. Perawatan luka
2. Pendidikan klien dan pertimbangan perawatan di rumah
3. Citra tubuh positif
4. Pemantauan dan penatalaksanaan Komplikasi
10
BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN
DIVERSI FEKAL :
PERAWATAN PASCA OPERASI ILEOSTOMI DAN KOLOSTOMI
Ileostomi adalah lubang pada ileum untuk tujuan pengobatan ulseratif
regional dan ulseratif dan pengalihan isi usus pada kanker kolon, polip dan
trauma. Biasanya permanent.
Kolostomi adalah pengalihan isi kolon, yang dapat permanent atau
sementara . Kolostomi asenden, transversum dan sigmoid dapat dilakukan.
Kolostomi transversum biasanya sementara. Kolostomi sigmoid paling umum
untuk stoma permanent, biasanya dilakukan pada kanker.
Prioritas keperawatan:
1. Membantu klien dalam penilaian psikososial
2. Mendukung perawatan diri mandiri
3. Mencegah komplikasi
4. Memberikan informasi tentang prosedur/ prognosis, kebutuhan pengobatan,
potensial komplikasi, dan sumber komunity
II.1. Pengkajian
Data tergantung kepada masalah dasar, lamanya, dan beratnya
(misalnya Obstruksi, perforasi, inflamasi, kerusakan congenital)
II.1.1 Riwayat Kesehatan Dahulu
Memiliki riwayat penyakit kolitis ulseratif atau poliposis familial.
Memilki kebiasaan makan karbohidrat murni dan rendah serat. Polip Benigna,
Polip Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus. Riwayat kanker di
bagian tubuh yang lain.
11
II.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Data tergantung kepada masalah dasar, lamanya, dan beratnya
(misalnya Obstruksi, perforasi, inflamasi, kerusakan congenital)
1. Kaji keadekuatan penanganan nyeri (lokasi, intensitas, dan karakteristik
nyeri). Tanyakan Skala nyeri dalam rentang 0-10.
2. Kaji efektifitas penanganan nyeri ½ jam setelah pemberian obat
3. Kaji luka dan tanda-tanda peradangan atau bengkak
4. Kaji distensi abdomen, tenderness dan bising usus
5. Kaji Aktivitas klien meliputi: kelemahan atau keletihan, perubahan pola
istirahat, adanya factor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya, ansietas,
keringat malam dan nyeri. Pekerjaan/profesi dengan pemajanan karsinogen
lingkungan, dan tingkat stress tinggi.
6. Kaji sirkulasi atau perubahan pada Tekanan darah
7. Kaji pola eliminasi klien misalnya: perubahan pola defekasi (darah pada
feses, nyeri pada defekasi), Perubahan urinarius (nyeri, hematuria, poliuria),
lihat tanda perubahan bising usus dan distensi abdomen.
8. Kaji Status nutrisi (kebiasaan diet buruk: rendah stinggi lemak, aditif, bahan
pengawet, adanya anoreksia, mual/muntah dan perubahan pada berat Badan
9. Kaji pola Pernafasan
10. Kaji tingkat keamanan Klien
11. Kaji seksualitas dan interaksi social.
II.1.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga dengan Ca kolorektal, atau riwayat keluarga dengan
penyakit kolitis ulseratif, poliposis familial, Polip Benigna, Polip Kolorektal,
Polip Adematosa atau adenoma Villus.
12
II.2. Perumusan Diagnosa
1. Risiko tinggi terhadap Kerusakan Integritas Kulit
Faktor Risiko meliputi: Tidak ada sfingter stoma, Karakteristik/aliran
feses dan flatus dari stoma, Reaksi produk/kimia: pemakaian/
pengangkatan adesif tidak tepat.( jika tanda dan gejala ada diagnosa
menjadi aktual)
2. Gangguan Citra Tubuh. dihubungkan dengan:
Biofisikal: adanya stoma; kehilangan kontrol usus eliminasi.
Psikososial: Gangguan struktur tubuh
Proses penyakit dan berhubungan dengan program pengobatan (misalnya:
kanker)
DS: menyatakan perubahan citra diri, takut penolakan/ reaksi orang
lain, perasaan negatif tentang tubuh.
DO: perubahn aktual pada struktur dan atau fungsi
Tidak menyentuh atau melihat stoma, menolak untuk
berpartisipasi dalam perawatan
3. Nyeri Akut. dihubungkan dengan:
• Faktor Fisik (kerusakan kulit dan jaringan),
• Faktor Biologis (aktifitas proses penyakit, misalnya: Kanker)
• Faktor Psikologis (misalnya: Takut, Ansietas)
DS: menyatakan nyeri
DO:
kerusakan kulit dan jaringan, aktifitas proses penyakit, misalnya:
Kanker, Takut, Ansietas.
13
4. Kerusakan Integritas Kulit/ jaringan: actual
Dihubungkan dengan:
• Invasi struktur tubuh (reseksi perineal)
• Tertahannya Sekresi/ drainase)
• Gangguan sirkulasi, edema dan malnutrisi
DS: menyatakan adanya edema
DO:
reseksi perineal, Tertahannya Sekresi/ drainase,Gangguan sirkulasi,
edema dan malnutrisi
5. Risiko tinggi terhadap kekurangan Volume cairan
Factor Risiko meliputi:
• Kehilangan yang berlebihan melalui jalan normal misalnya:
muntah praoperasi dan diare Kehilangan melalui jalan abnormal
misalnya: selang NG/Usus, selang drainase luka perineal
• Keluaran Ileostomi dengan Volume tinggi
• Pembatasan masukan secara medik
• gangguan absorbsi cairan misalnya kehilangan funsi kolon
DS: jika ada keluhan tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa
aktual
DO: Jika ada tanda dan gejal diagnosa menjadi aktual.
6. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Faktor Risiko meliputi:
• Anoreksia Lama/ gangguan masukan saat pra operasi
• Status Hipermetabolik
• Adanya diare
• Pembatasan bulk dan makanan mengandung sisa
DS: jika ada tanda-tanda dan gejala diare, anoreksia
14
DO: jika ada tanda dan gejala menjadi aktual
7. Gangguan Pola Tidur
Dihubungkan dengan:
• Factor eksternal: perawatan ostomi, flatus berlebihan/fese ostomi
• Faktor internal: stress psikologik, takut kebocoran kantung stoma
DS: pernyataan kurang tidur, dan merasa kurang segar atau tidak
segar setelah bangun tidur
DO: adanya perubahan perilaku seperti; mudah marah,
gelisah/letargik.
8. Risiko tinggi terhadap Konstipasi /diare
Faktor Risiko meliputi:
• Penempatan ostomi pada kolon sigmoid atau desenden
• Ketidakadekuatan masukan diet/ cairan
(jika ada tanda dan gejala serta keluhan maka diagnosa menjadi
aktual)
9. Risiko tinggi terhadap Disfungsi Seksual
Faktor Risiko meliputi:
• Perubahan fungsi tubuh
• Kerentanan/ masalah psikologi
• Gangguan pola respon seksual.
(jika ada tanda dan gejala serta keluhan maka diagnosa menjadi
aktual)
II.3 Intervensi
1. Risiko tinggi terhadap Kerusakan Integritas Kulit
15
Kritesia hasil yang diharapkan: Klien akan:
• Mempertahankan integritas kulit
• Mengidentifikasi factor Risiko individu.
• Menunjukan perilaku/ teknik peningkatan penyembuhan / mencegah
kerusakan kulit.
Intervensi:Mandiri
1. Lihat stoma/ area kulit periostomal pada tiap penggantian kantong.
Bersihkan dengan air dan keringkan. Catat iritasi, kemerahan (warna
gelap, kebiru-biruan), kemerahan.
2. Ukur stoma secara periodic, misalnya: tiap perubahan kantong selama
6 minggu pertama, kemudian 1 kali sebulan selama 6 bulan
3. Yakinkan bahwa lubang pada bagian belakang kantung berperekat
sedikitnya lebih besar 1/8 ukuran stoma dengan perekat adekuat
menempel pada kantung.
4. Berikan pelindung kulit yang efektif misalnya: Wafer stomahesive,
karaya gum, Reliaseal (Davol) atau produk semacamnya.
5. Kosongkan , irigasi, dan bersih
6. Sokong kulit sekitar bila mengangkat kantong dengan perlahan.
Lakukan pengangkatan kantong sesuai indikasi, kemudian cuci dengan
baik.
7. Selidiki keluhan rasa terbakar / gatal / melepuh disekitar stoma
8. evaluasi produk perekat dan kecocokan kantung secara terus-
menerus.hkan kantong ostomi dengan rutin, gunakan alat yang tepat.
Intervensi Kolaborasi:
1. Konsul dengan ahli terapi/enterostomal
16
Rasional: Mambantu pemilihan produk yang tepat untuk kebutuhan
penyembuhan klien, termasuk tipe ostomi, status fisik / mental dan
sumber financial
2. Berikan sprei aerosol kortikosteroid dan bedak nistatin sesuai indikasi.
Rasional: Membantu penyembuhan bila terjadi iritasi periostomal/
infeksi jamur. Catatan: Produk ini mempunyai efek samping yang
besar dan harus digunakan dengan jumlah sedikit saja.
2. Gangguan Citra Tubuh
Kriteria hasil:
1. menyatakan penerimaan diri sesuai situasi
2. Perubahan kedalam konsep diri tanpa harga diri rendah
3. menunjukkan penerimaan dengan melihat/ menyentuh stoma dan
berpartisipasi dalam perawatan diri
4. Menyatakan perasaan tentang stoma/ penyakit: mulai menerima situasi
secara konstruktif.
Intervensi Mandiri:
1. Pastikan apakah konseling dilakukan bila mungkin dan/ atau ostomi
perlu didiskusikan
2. Dorong klien untuk menyatakan perasaan tentang ostomi. Akui
kenormalan perasaan marah, depresi dan kehilangn.
3. Kaji ulang alas an untuk pembedahan dan harapan masa yang akan
dating
4. Catat perilaku menarik diri . peningkatan ketergantungan , manipulasi
atau tidak terlibat pada perawatan
5. berikan kesempatan pada klien untuk memandang dan menyentuh
stoma, gunakan kesempatan untuk memberikan tanda positiftentang
17
penyembuhan. Penampialan normal dan sebagainya. Ingatkan klien
bahwa penerimaan memerlukan waktu, baik secara fisik dan emosi
6. Berikan Kesempatan pada klien untuk menerima ostomi melalui
partisipasi pada perawatan diri.
7. Rencanakan / jadwalkan aktivitas perawatan dengan klien.
8. Pertahankan Pendekatan positif selama aktifitas perawatan. Hindari
ekspresi menghina atau reaksi berubah mendadak. Jangan perlihatkan
rasa marah secara pribadi
9. Diskusikan Kemungkinan kontak dengan pengunjung ostomi dan buat
perjanjian untuk kunjungan bila diperlukan
3. Nyeri Akut
Kriteria Hasil:
1. Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol
2. Menunjukkan nyeri hilang, mampu tidur/ istirahat dengan tepat
3. Menunjukkan penggunaan, keterampilan relaksasi dan kenyamanan
umum sesuai indikasi situasi individu.
Intervensi Mandiri:
1. Kaji nyeri , catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)
2. Dorong klien menyatakan masalah. Mendengarkan dengan aktif pada
masalah ini dan memberikan dukungan dengan penerimaan ,
mengingat klien dan memberikan informasi yang tepat
3. Berikan tindakan kenyamanan misalnya perawatan mulut, pijatan
punggung, ubah posisi. Yakinkan klien bahwa perubahan posisi tidak
akan mencedrai stoma.
4. Dorong penggunaan tekhink relaksasi misanya membimbing
imajinasi, visualisasi. Berikan aktifitas senggang.
5. Bantu melakukan latihan rentang gerak dan dorong ambulasi dini .
Hindari posisi duduk lama.
18
6. Selidiki dan laporkan adanya kekakuan otot abdominal , kehati-hatian
yang tidak disengaja dan nyeri tekan.
Intervensi Kolaborasi:
1. Berikan obat sesuai indikasi misalnya Narkotik, analgesic, Analgesi
dikontrol klien (ADP) untuk menurunkan nyeri, meningkatkan
kenyamanan , khususnya setelah perbaikan AP.
2. Berikan Rendam duduk untuk menurunkan ketidaknyamanan local,
menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan luka perineal.
3. Lakukan / pantau efek unit TENS sebab perangsangan kutaneus dapat
digunakan untuk menghambat transmisi rangsangan nyeri.
4. Kerusakan Integritas kulit/jaringan: aktual
Kriteia Hasil:
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi
Intervensi Mandiri:
1. Observasi luka, catat karakteristik drainase sebab perdarahan pasca
operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi
dapat terjadi kapan saja. Tergantung pada tipe penutupan luka.
Penyembuhan sempurna memerlukan waktu 6-8 bulan.
2. Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik Aseptik sebab
sejumlah besar drainase serosa harus diganti sesering mungkin untuk
menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi.
3. Dorong posisi miringdengan kepala tinggi. Hindari duduk lama.
Tujuannya untuk meningkatkan drainase dari luka perineal/ drain
menurunkan risiko pengumpulan. Duduk lama meningkatkan tekanan
perineal, menurunkan sirkulasi ke luka dan dapat memperlambat
penyembuhan.
Intervensi Kolaborasi:
19
1. Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam fisiologis, larutan
hydrogen peroksida/larutan Antibiotik. Cairan ini diperlukan untuk
mengobati inflamasi / infeksi praoperasi atau kontaminasi intraoperasi
2. Berikan Rendam duduk untuk meningkatkan kebersihan dan
mempermudah penyembuhan khususnya setelah tampon diangkat
(biasanya 3-5 hari)
5. Risiko tinggi terhadap Kekurangan Volume cairan
Kriteria Hasil:
Mempertahankan hidrasi adekuat dengan bukti membrane mukosa lembab,
turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital stabil dan
secara individual mengeluarkan urin dengan tepat
Intervensi Mandiri:
1. awasi masukan dan keluaran dengan cermat, ukur feses cair. Timbang
berat badan setiap hari
2. Awasi tanda-tanda vital, catat hipotensi postural, takikardi. Evaluasi
turgor kulit, pengisisan kapiler, dan membrane mukosa.
3. Batasi masukan es batu selama periode intubasi gaster
Intervensi Kolaborasi:
1. Awasi hasil laboratorium misalnya (Ht dan elektrolit)
2. Berikan cairan IV dan elektrolit sesuai indikasi.
6. Risiko tinggi terhadap perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Kriteria Hasil:
1. Mempertahankan Berat Badan / menunjukkan peningkatan berat badan
bertahap sesuai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bvebas
tanda malnutrisi.
2. Merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi/ membatasi
gangguan GI
20
Intervensi Mandiri
1. Lakukan pengkajian Nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus
3. Mulai dengan makan cairan berlahan.
4. Identifikasi bau yang ditimbulakan oleh makanan dan sementara batasi
diet. Secara bertahap kenalkan kembali satu makanan pada saat makan
5. Anjurkan klien meningkatkan penggunaan yogurt dan mentega susu
agar dapat membantu menurunkan pembanetukan bau.
6. Berikan latihan kewaspadaan ileostomi pada buah prem, strawberry,
anggur, pisang, keluarga kol, kacang-kacangan, kurma, hindari produk
berserat. Contohnya kacang-kacangan sebab produk ini meningkatkan
feses ileum. Pencernaan selulosa memerlukan bakteri kolon yang tidak
ada lagi karena direseksi.
7. Diskusikan meknaisme menelan udara sebagai factor pembentukan
flatus dan beberapa cara agar klien mengontrol latihan.
Intervensi Kolaborasi:
1. Konsul dengan ahli diet
2. Tingkatkan diet dari cairan sampai makanan rendah residu bila
masukan oral dimulai
3. Berikan makanan enteral/ parenteral bila diindikasikan.
7. Gangguan Pola Tidur
Kriteria Hasil:
1. Tidur/ sititahat diantara gangguan
2. Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat.
Intervensi:Mandiri:
21
1. Jelaskan perlunya pengawasan fungsi usus dalam periode pasca
operasi awal
2. berikan system kantong adekuat. Kosongkan kantung sebelum tidur
3. Batasi masukan yang mengandung kafein
4. Dukung kebiasaan ritual sebelum tidur
Intervensi Kolaborasi:
1. Tentukan pesnyebab terlalu banyak flatus atau feses
2. Berikan anlgesik, sedative saat tidur sesuai indikasi.
8. Risiko tinggi terhadap konstipasi/diare
Kriteia Hasil:
Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan
ketapatan jumlah dan konsistensi
Intervensi Mandiri:
1. Pastikan kebiasaan defekasi klien dan gaya hidup sebelumnya
2. Selidiki perlambatan awitan/ tidak adanya keluaran.
3. Auskultasi Bising usus
4. Informasikan klien bahwa pada awalnya keluaran akan cair.
5. Tinaju ulang pola diet dan jumlah/ tipe masukan cairan
6. tinjau ulang fisiologi kolon dan diskusikan penatalaksanaan ostomi
sigmoid bila tepat.
7. Demonstrasikan penggunaan alat irigasi untuk menginjeksikan salin
normal per protocol sampai pengurangan didapatkan
8. Instruksikan klien dalam penggunaan kantung ujung tertutup atau
lempengan, balutan bila irigasi berhasil dan keluaran kolostomi
sigmoid menjadi dapat lebih diatasi dengan pengeluaran setiap 24 jam.
Intervensi Kolaborasi: Berikan unit TENS bila diindikasikan.
9. Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual
22
Kriteria Hasil:
1. Mengungkapkan pemahaman hubungan kondisi fisik pada masalah
seksual
2. Mengidentifikasikan kepuasan/ penerimaan praktik seksual dan
menggali pilihan metoda
3. Melakuakn kembali hubungan seksual dengan tepat
Intervensi Mandiri:
1. Tentukan hubungan seksual klien sebelum sakit, dan atau setelah
pembedahan dan apakah mereka mengantisipasi masalah berkaitan
dengan adanya ostomi
2. Tinjau ulang klien dengan fungsi seksual dalam hubungannya dengan
situasi masing-masing.
3. Tegaskan informasi yang diberikan dokter. Anjurkan bertanya. berikan
informasi tambahan sesuai kebutuhan.
4. Diskusikan penatalaksanaan kembali aktivitas seksual pada saat
pulang, mulai dengan perlahan dan bertahap. Libatkan metoda
pengganti stimulasi bila tepat.
5. Anjurkan dialog diantara pasangan
6. Anjurkan menggunakan penutup kantung. Pakaian tidur.
7. Tekankan kesadaran tentang factor yang dapat mengalihkan
pandangan (misalnya: bau tak sedap dan kebocoran kantung)
8. Anjurkan penggunaan rasa humor
9. Berikan informasi tentang keluarga berencana dengan tepat dan
tekankan bahwa impotent bukan berarti steril.
Intervensi Kolaborasi:
1. Atur pertemuan dengan pengunjung ostomi bila tepat
2. Rujuk pada konseling/ terapi seks bila ada.
23
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Geissler Doenges moorhouse, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC.
Harahap Ikhsanudiddin Ahmad, 2004. Perawatan Pasien dengan kolostomi pada
penderita kanker Kolorektal. http// www.library.usu.ac.id
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC
Heriady Yusuf, dr SpB, SpBOnk. Artikel Kanker Usus Besar dan Rektum.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2004. Gaya hidup penyebab kolorektal.
http//www.keluargasehat.com
Waspodo Agus, dr. SpPD.KGEH. 2006. Artikel Kanker Kolorektal. e-mail
[email protected]. Jakarta Barat: Dharmais cancer hospital
24