askep bblr kelompok
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dalam beberapa dasawarsa ini perhatian terhadap janin yang mengalami
gangguan pertumbuhan dalam kandungan sangat meningkat. Hal ini disebabkan
masih tingginya angka kematian perinatal neonatal karena masih banyak bayi yang
dilahirkan dengan berat badan lahir rendah. (Mochtar, 1998 ).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth
weight baby ( bayi dengan berat lahir rendah = BBLR ), karena disadari tidak semua
bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gr pada waktu lahir bukan bayi
premature.
Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar dari
bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Kalaupun bayi menjadi dewasa ia
akan mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun mental.
Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian
yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi
neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan
hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf
dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah, dan gangguan lainnya.
Banyak masalah yang terdapat dalam keperawatan anak ini, salah satunya
yang kita bahas dalam bab ini yaitu asuhan keperawatan pada bayi baru lahir
dengan resiko tinggi. Pada bab ini, kami memfokuskan kepada masalah BBLR (Berat
Badan Lahir Rendah), SGN (Sindrom Gawat Nafas), dan Hiperbilirubinemia. Solusi
dalam hal ini adalah peningkatan kesehtan bayi baru lahir dan keluarga.Namun
dalam menjalankannya seseorang harus mengetahui bayak hal seperti penyesuaian
terhadap kehidupan , pengkajian klinis dan yang pasti asuhan keperawatan pada
bayi baru lahir (pengkajian, perencanaan , intervensi, implementasi, dan
evaluasi) .Dalam hal ini penulis dapat membantu pembaca untruyk mendapatkan
informasi tersebut, sehingga pembaca dapat mengetahui tentang asuhan apa saja
yang akan diberikan kepada bayi baru lahir yang beresiko tinggi.
1
1.2. TUJUAN PENYUSUNAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
a. Tujuan umum :
b. Tujuan khusus :
Untuk membantu mahasiswa dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan
yang tepat bagi bayi dengan BBLR serta komplikasinya yaitu
hiperbilirubinemia, Bayi sepsis dan tetanus neonatrum.
Untuk membantu mahasiswa dalam mengetahui tanda dan gejala dari bayi
dengan BBLR beserta komplikasinya.
Untuk membantu mahasiswa agar dapat mengetahui test diagnostik yang
menandakan bayi BBLR.
Mahasiswa mampu melakukan pencegahan atau penanganan lebih lanjut
untuk beberapa penyebab BBLR, yaitu dengan nutrisi yang adekuat serta
penatalaksanaannya.
1.3. MANFAAT PENYUSUNAN
Dengan adanya penyusunan makalah tentang “asuhan keperawatan pada
bayi dengan BBLR beserta komplikasinya”, maka diharapkan untuk dapat
membantu mahasiswa untuk memperdalam asuhan keperawatan yang tepat dan
lebih lanjut untuk klien (bayi) dengan kelainan tersebut.
1.4. SISTEMATIKA PENYUSUNAN
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai makalah ini,
penyusun menggunakan sistematika penyusunan makalah sebagai berikut :
2
Bab I : merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penyususnan,
manfaat penyusunan, sistematika penyusunan dan metode pengumpulan data.
Bab II : merupakan tinjauan kasus yang meliputi pengertian, patofisiology, patoflow,
manifestasi klinis, test diagnostik, penatalaksanaan medis, serta asuhan
keperawatan pada bayi berat badan lehir rendah beserta komplikasinya yaitu
hiperbilirubinemia, bayi sepsis dan tetanus neonatorum.
Bab III : merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
Dan juga diserta daftar pustaka yang dapat menjadi referensi.
1.5. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam penyusunan makalah ini penysusun melakukan pengkajian pustaka dalam
mengumpulkan teori-teori, bekonsultasi dengan dosen pembimbing dan melalui
searching internet untuk sumber lain sebagai pelengkap dan pendukung dari isi
makalah ini.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
Bayi Berat Badan Lahir Randah atau PrematuritasDan Asuhan Keperawatannya
3
A. PERKEMBANGAN FETUS
Pada akhir minggu ketujuh dan kedelapan organisme yang berkembang disebut fetus.
Mulai dari saat konsepsi dua hal terjadi secara serentak terhadap zigot. Pertama,
memperbanyak diri sehingga dihasilkan peningkatan jumlah sel-sel dalam uterus. Kedua,
bentuk dari sel-sel berubah sehingga bagian-bagian yang berbda dari fetus akan
mengalami diferensiasi untuk berbagai tujuan.
Teori yang umum telah dirumuskan mengenai bagaimana terjadinya perjalanan
pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu dari teori ini adalah bahwa arah
perkembangan dikendalikan oleh prinsip sefalokaudal. Sebagai buktinya adalah kepala
dari fetus lebih panjang dan berkembang lebih baik daripada tungkai dan dalam
perkembangan fetus, tunas lengan timbul sebelum tunas tungkai. Prinsip sefakudal ini
menunjukkan bahwa kecenderungan perkembangan aadalah dari kepala turun ke kaki.
Pada umur 12 minggu : otot-otot sudah terbentuk dan janin mampu bergerak.
Susunan saraf berkembang dan kemungkinan terjadi sejumlah aktivitas-
aktivitas refleks. Gambaran wajah terbentuk; ditemukan kelopak mata dalam
keadaan melekat; mungkin dapat dilakukan indentifikasi sex external dan
terbentuk tunas-tunas gigi. Panjang janin sekitas 11,5 cm dan berat badannya
sekitar 20 gram.
Minggu ke-13 sampai ke-16 : panjang janin sekitar 19cm dan beratnya sekitar
100 gram. Klasifikasi dari skelet telah terjadi dan peningkatan gerakkan-
gerakkan pernafasan dapat dibantu dengan sonogram. Dapat dilihat bahwa
adanya rambut kepala dan janin yang aktif.
Minggu ke-17 sampai ke-20 : panjang janin sekitar 22cm dan berat badanya
meningkat sampai 300 gram. Ada alis mata dan lanugo.
Minggu ke-24 : kemajuan berlanjut dan tahapan ini diterima sebagai tingkat
kemampuan hidup yang lebih rendah. Semua gambaran diidentifikasi dengan
4
jelas. Denyut jantung lebih keras, otot-otot lebih kuat dan ia akan menumpuk
sedikit lemak di bawah kulitnya.
Minggu ke-24 sampai ke-42 : selama periode ini janin mencapai sebagian
besar dari berat badannya. Rambut kepalanya tumbuh lebih panjang dan
sebagian besar dari lanugo yang menyerupai kapas lepas dari tubuhnya.
Panjangny abertambah dari 37cm menjadi 51cm dan beratnya meningkat dari
1000 gram menjadi 3200 gram.
B. BAYI BARU LAHIR
o Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu
jam pertama kelahiran.
o Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4
minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
o Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan
umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai
4000 gram.
o Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara
2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan
congenital (cacat bawaan) yang berat.
- Ciri-ciri Bayi Baru Lahir normal :
5
1. Berat badan 2500 - 4000 gram
2. Panjang badan 48 - 52 cm
3. Lingkar dada 30 - 38 cm
4. Lingkar kepala 33 - 35 cm
5. Frekuensi jantung 120 - 160 kali/menit
6. Pernafasan ± - 60 40 kali/menit
7. Kulit kemerah - merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9. Kuku agak panjang dan lemas
10. Genitalia;Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
Laki – laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
11. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12. Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
13. Reflek graps atau menggenggan sudah baik
14. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan
C. PENGERTIAN BBLR/PREMATURITAS
6
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir.
Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah ( WHO, 1961 ).badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1. Prematuritas murni.Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK).2. Dismaturitas.Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB- KMK). Diklasifikasikan sebagai berikut :
Pre-term : < 37 minggu lengkap (< 259 hari) Term : mulai 37 minggu s.d < 42 minggu lengkap (259 s.d 293 hari) Post-term : 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih).
D. KLASIFIKASI BBLR
Klasifikasi BBLR Primaturitas murni.Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan masa gestasi.
BBLR dibedakan menjadi : BBLR : berat badan lahir 1800-2500 gram BBLSR : berat badan lahir < 1500 gram BBLER : berat badan lahir ekstra rendah < 1000 gr
Dismaturitas.Dismatur adalah bayi yang BB lahirnya dibandingkan dengan BB yang seharusnya pada masa gestasinya (IKA,UI 2002)
E. ETIOLOGI
Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang
berhubungan, yaitu :
7
1. Faktor ibu
Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau
diaatas 35 tahun
pekerjaan yang terlalu berat
Penyakit menahun ibu
o hipertensi jantung, gangguan pembuluh darah, perokok
Bila ibu hamil terkena sindrom ACA (anticardiolipilin; merupakan
meyakit autoimun), darahnya akan mudah mengental dan
menyebabkan pembuluh darahnya tersumbat. Kalau pembuluh darah
menuju placenta tersumbat, bisa dipastikan janin akan kekurangan
suplai darah dan oksigen. Akibat lain, pembuluh darah kapiler
mengalami penyempitan yang pada gilirannya menyebabkan hipertensi
pada ibu hamil. Akibat kelainan ini, bayi bisa lahir prematur atau si ibu
pengalami keguguran berulang.
2. Faktor kehamilan
Hamil dengan hidramnion(kelebihan cairan ketuban), hamil ganda
(bayi kembar), perdarahan antepartum(sebelum kelahiran).
Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
3. Faktor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
4. Faktor yang masih belum diketahui
8
F. PATOFISIOLOGI
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.
9
G. MANISFESTASI KLINIS
Prematuritas murni dismaturitas BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm,
LD < 30 cm
Masa gestasi < 37 minggu
Kepala lebih besar dari pada badan, kulit
tipis transparan, mengkilap dan licin
Lanugo (bulu-bulu halus) banyak
terdapat terutama pada daerah dahi,
pelipis, telinga dan lengan, lemak
subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura
lebar
Genetalia belum sempurna, pada wanita
labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, pada laki-laki testis belum
turun.
Tulang rawan telinga belum sempurna,
rajah tangan belum sempurna
Pembuluh darah kulit banyak terlihat,
peristaltik usus dapat terlihat
Rambut tipis, halus, teranyam, puting
susu belum terbentuk dengan baik
Bayi kecil, posisi masih posisi fetal,
pergerakan kurang dan lemah
Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan
belum teratur dan sering mengalami
apnea, otot masih hipotonik
Reflek tonus leher lemah, reflek
menghisap, menelan dan batuk belum
sempurna
Kulit berselubung lanugo
tipis/tak ada,
Kulit pucat bernoda mekonium,
kering, keriput, tipis
Jaringan lemak di bawah kulit
tipis, bayi tampak gesit, aktif dan
kuat
Tali pusat berwarna kuning
kehijauan
10
H. PERUBAHAN PADA BBLR
Ciri-ciri dari bayi prematur
ciri-ciri bervariasi dan paling nyata pada bayi dengan umur gestasi yang terpendek
Panjang
pengukuran panjang bayi dari vertex (mahkota kepala) sampai tumit dianggap cara yang
paling dapat diandalkan untuk menaksir umur gestasi pada bayi pre –term yang sehat. Hal
ini diukur atas dasar bahwa setelah 28minggu bayi berukuran 1¼x28=28+7=35cm.
tampaknya panjang bayi secara relatif konstan dan sedikit dipengaruhi oleh faktor seperti
sex, kelahiran multiganda dll
Berat
Terdapat variasi yang luas dalam berat-lahir rata-rata pada berbagai negara dan berbagai
daerah dalam suatu negara. Berat-lahir dipengaruhi oleh faktor seperti kelainan kongenital,
kehamilan multi ganda, fakktor biologis, dll. Berat-lahir rata-rata bayi yang dicatat oleh
Butler dan Alberman (1969), baik laki-laki dan perempuan yang lahir di England, Scotland
dan Wales selama satu minggu, adalah 28minggu (1130g), 32minggu (1890g), 36minggu
(2790g) dan 40minggu (3415g)
Selama beberapa hari kehidupan pertama terdapat penurunan dalam berat badan.
Kehilangan berat badan ini pada umumnya tidak diperoleh kembali hingga bulan ketiga dari
kehidupan. Sekali berat badan lahir telah dicapai kembali secara relatif terdapat
peningkatan berat badan yang cepat dimana hal ini akan lebih besar daripada bayi aterm.
Proporsi Umum
Bayi pre-term mempunyai kepala yang besar dibandingkan dengan proporsi ukuran
badannya. Lingkaran kepal rata- rata pada berbagai umur gestasi telah ditemukan sebagai
berikut (Crosse, 1971): 28minggu (25cm), 32minggu (29cm), 36minggu (32cm), dan
40minggu (35cm).
Toraks secara relatif kecil, sementara abdomen secara relatif besar dan anggota
gerak kecil dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya
11
Aktivitas
Lebih rendah umur gestasi bayi, maka semakin kurang aktif anak tersebut. Asalkan kondisi
umum bayi, bahkan bayi yang terkecil pun akan memperlihatkan adanya saat aktivitas otot,
terutama jika tidak dibatasi oleh pakaian.
Pengendalian suhu
Bayi preterm cenderung untuk memiliki suhu tubuh yang subnormal.Hal ini disebabkan
oleh produksi panas yang buruk dan peningkatan kehilangan panas. Kegagalan untuk
menghasilkan panas yang adekuat menyebabkan tidak adanya jaringan adiposa coklat
(yang mempunyai aktivitas metabolik yang tinggi), pernapasan yang lemah dengan
pembakaran oksigen yang buruk, aktivitas otot yang buruk, dan masukan makanan yang
rendah. Kehilangan panas akan meningkat karena adanya permukaan tubuh yang secara
relatif lebih besar dan tidak adanya lemak subkutan. Tidak adanya pengaturan panas pada
bayi sebagian disebabkan oleh keadaan imatur dari pusat pengatur panas dan sebagian
akibat kegagalan untuk memberikan respon terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini
sebagian besar disebabkan oleh mekanisme keringat yang cacad demikian juga tidak
adanya lemak subkutan.
Pada minggu pertama dari kehidupan bayi preterm memperlihatkan fluktuasi yang
nyata dalam suhu tubuh dan hal ini berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan.
Sistem pernapasan
Lebih pendek masa gestasi maka semakin kuranng perkembangan paru- paru. Pada bayi
dengan berat 900g alveoli cenderung kecil dengan adanya sedikit pembuluh darah yang
mengelilingi stroma seluler. Semakin matur bayi dan lebih besar berat badannya, maka
akan semakin besar alveoli, pada hakekatnya dindingnya dibentuk oleh kapiler.
Otot pernapasan bayi ini lemah dan pusat pernapasan kurang berkembang. Terdapat juga
kekurangan lipoprotein paru- paru, yaitu suatu surfaktan yang dapat mengurangi tegangan
permukaan pada paru-paru. Surfaktan diduga bertindak dengan cara menstabilkan alveoli
yang kecil, sehingga mencegah terjadinya kolaps pada saat terjadi ekspirasi.
Ritme dan dalamnya pernapasan cenderung tidak teratur, seringkali ditemukan
apnea, dalam keadaan ini timbul sianosis. Ketika mencatat kecepatan pernapasan maka hal
ini harus dihitung selama 1 menit untuk perhitungan yang tepat.
12
Pada bayi preterm yang terkecil refleks batuk tidak ada. Hal ini dapat mengarah
pada timbulnya inhalasi cairan yang dimuntahkan dengan timbulnya konsekuensi yang
serius.
Saluran hidung sangat sempit dan cidera terhadap mukosa nasal mudah terjadi. Hal
ini penting untuk diingat ketika memasukkan tabung naso-gastrik atau tabung endotrakeal
melalui hidung.
Kecepatan pernapasan bervariasi pada semua neonatus dan bayi preterm.pada bayi
neonatus dalam keadaan istirahat, maka kecepatan pernapasan dapat 60 sampai 80 per
menit, berangsur- angsur menurun mencapai kecepatan yang mendekati biasa yaitu 34
sampai 36 per menit.
Sistem sirkulasi
Jantung secara relatif saat lahir, pada beberapa bayi preterm kerjanya lambat dan lemah.
Terjadi ekstra sistole dan bising yang dapat didengar pada atau segera setelah lahir. Hal ini
hilang ketika apertura jantung fetus menutup secara berangsur- angsur. Sirkulasi perifer
seringkali buruk dan dinding pembuluh darah juga lemah. Kasus ini terutama pada
pembuluh darah imtrakranial. Hal ini merupakan sebab dari timbulnya kecenderungan
perdarahan intracranial yang terlihat pada bayi preterm. Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan dengan bayi aterm, tingginya menurun dengan menurunnya berat badan.
Tekanan sistolik dari bayi aterm sekitar 80mmHg dan pada bayi preterm 45 sampai 60
mmHg. Tekanan diastolic secara proporsional rendah, bervariasi dari 30 sampai 45 mmHg.
Nadi bervariasi antar 100 dan 160/menit. Cenderung ditemukan aritmia dan untuk
memperolehsuara yang tepat maka dianjurkan untuk mendengar pada debaran ape
dengan menggunakan stetoskop.
Sistem pencernaan
Semakin rendah umur gestasi, maka semakin lemah reflex menghisap dan menelan, bayi
yang paling kecil tidak mampu untuk minum secara efektif.regurgitasi merupakan hal yang
paling sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh karena mekanisme penutupan spingter
jantung yang kurang berkembang dan spingter pylorus yang secara relative kuat.
Pencernaan tergantung pada perkembangan dari alat pencernaan. Lambung dari
seorang bayi denagn berat 900g memperlihatkan adanya sedikit lipatan mukosa, glandula
13
sekretoris, demikian juga otot, kurang berke4mbang. Perototan usus yang lemah
mengarahv pada timbulnya distensi dan retensi bahan yang dicerna.
Hepar secara relative besar tetapi kurang berkembang, terutama pada bayi yang
kecil. Hal ini merupakan predisposisi untuk terjadinya ikterus, akibat adanya
ketidakmampuan untuk melakukan konjugasi bilirubin, yaitu keadaan tidak larut dan
ekskresinya ke dalam empedu tidak mungkin.
Pencernaan. Pencernaan protein tampaknya berkembang dengan baik bahkan pada
bayi preterm yang terkecil. Protein, baik dari tipe manusia atau hewani, tampaknya dapat
ditoleransi dan diabsorpsi.
Lemak. Absorpsi lemak tampaknya merupakan masalah kendatipun sudah terdapat
enzim pemecah lemak. Hal ini berkaitan dengan kurangnya ASI.
Karbohidrat. Dalam bentuk glucose, karbohidrat mudah diserap.
Sistem urinarius
Pada saat lahir, fungsi ginjal perlu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Fungsi
ginjal kurang efisien dengan adanya angka filtrasi glomerulus yang menurun, klirens urea
dan bahan terlarut yang rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan
untuk mengkonsentrasi urine dan urine menjadi sedikit. Gangguan keseimbangan air dan
elektrolit mudah terjadi. Hal ini disebabkan adanya tubulus yang kurang berkembang.
Sistem persarafan
Perkembangan susunan saraf sebagian besar tergantung pada derajat maturitas. Pusat
pengendali fungsi vital, misalnya pernapasan, suhu tubuh dan pusat refleks, kurang
berkembang. Refleks, seperti refleks Moro dan refleks leher tonik ditemukan pada bayi
premature yang normal, tetapi refleks tendon bervariasi. Karena perkembangan susunan
saraf buruk, maka bayi terkecil pada khususnya, lebih lemah, lebih sulit untuk dibangunkan
dan mempunyai tangisan yang lemah.
Sistem genital
Genital kecil, pada wanita labia minora tidak ditutupi oleh labia majora hingga aterm. Pada
laki- laki, testis terdapat dalam abdomen, kanalis inguinalis atau skrotum.
14
Mata
Maturitas fundus terjadi pada gestasi sekitar 34 minggu. Terdapat adanya dua stadium
perkembangan yang dapat dikenali, yaitu imatur dan transisional (peralihan), yang terjadi
antara 24 dan 33 sampai 34 minggu. Selama stadium ini bayi dapat menjadi buta
Gambaran umum
Kulit biasanya tipis, merah, dan berkerut. Ditemukan sedikit lemak subkutan. Kuku lembut
dan lanugo mencolok tetapi terdapat sedikit atau tidak ditemukan vernix caseosa. Rambut
pendek dan jarang dan alis mata seringkali tidak ada.
I. KOMPLIKASI
IRDS (Idiopatik Respiratorius Disease Sindrome)
Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi. ( Ngatisyah.2005 hal 23 )
Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/i atau kurang dari 30x/i dan mungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala tambahan gangguan nafas sebagai berikut:
o Patofisiologi IRDS
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan
15
eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
a) rintihan waktu inspirasib) napas cuping hidungc) kecepatan respirasi leih dari 70/ menitd) tarikan waktu inspirasi pada sternum ( tulang dada )Nampak gambaran sinar- X dada yang khas bronkogrm udara dan pemeriksaan gas darah menunjukkan :a) kadar oksigen arteri menurunb) konsentrasi CO2 meningkatc) asidosis metabolic
Pengobatan dengan oksigen yang dilembabkan, antibiotika, bikarbonas intravena dan makanan intravena. Mungkin diperlukan tekanan jalan positif berkelanjutan menggunakan pipa endotrakea. Akhirnya dibutuhkan pernapasan buatan bila timbul gagal napas dengan pernapasan tekanan positif berkelanjutan.
PneumotoraksPneumotoraks adalah penimbunan udara di dalam rongga dada di sekeliling paru-paru yang menyebabkan paru-paru kolaps.
Pada bayi yang paru-parunya kaku, terutama jika pernafasannya dibantu oleh ventilator, udara bisa merembes dari alveoli ke dalam jaringan ikat di paru-paru dan kemudian ke dalam jaringan lunak diantara paru-paru dan jantung (keadaan ini disebut pneumonediastinum). Pneumomediastinum biasanya tidak mempengaruhi fungsi pernafasan dan tidak perlu dilakukan pengobatan khsusus. Tetapi pneumomediastinum bisa berkembang menjadi pneumotoraks.
Pneumotoraks terjadi jika udara merembes ke dalam rongga dada di sekeliling paru-paru (rongga pleura), dimana bisa terjadi penekanan terhadap paru-paru. Kolaps sebagain pada paru-paru bisa tidak menimbulkan gejala dan tidak memerlukan pengobatan. Tetapi jika paru-paru yang kolaps sangat tertekan, bisa berakibat fatal, terutama pada bayi yang menderita penyakit paru yang berat. Udara yang terperangkap bisa menyebabkan kesulitan bernafas dan mengganggu peredaran darah di rongga dada. Pada keadaan ini,, udara di sekeliling paru-paru harus segera dikeluarkan dengan bantuan sebuah jarum atau selang.
16
Fibroplasiasis retrolental
Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat pertumbuhan jaringan serat atau fibrosa di belakang lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal ini dapat dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40% ( kecuali bayi yang membutuhkan lebih dari 40 % ). Sebagian besar incubator mempunyai control untuk mencegah konsentrasi oksigen naik melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan pemantau oksigan perkutan yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan oksigen arteri bayi.
HyperbilirubinemiaHiperbilirubinemia adalah keadaan meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. ( Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, p 197 )
J. TEST DIAGNOSTIK
1. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-24.000/mm3,
hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ).
2. Hematokrit (Ht) : 43% – 61% (peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan
polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal /perinatal).
3. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau
hemolisis berlebihan).
4. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl
pada 3-5 hari.
5. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-rata 40-
50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
6. Pemantauan elektrolit ( Na, K, CI) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.
7. Pemeriksaan Analisa gas darah.
17
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta menemukan
gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultra sonografi.
2. Memeriksa kadar gula darah (true glukose) dengan dextrostix atau laboratorium kalau
hipoglikemia perlu diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium.
6. Sebaiknya setiap jam dihitung frekwensi pernafasan dan bila frekwensi lebih dari 60x/
menit dibuat foto thorax.
L. PENATALAKSANAAN MEDIS
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen,
mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya
rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat
di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat
dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan
untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak
ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air
panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
2. Nutrisi
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan
belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB
18
sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah
lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih
lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang
lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling
dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju
lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan
sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.
3. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempurna.
Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga
tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan
bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
19
M. PERAWATAN BAYI DALAM INKUBATOR
Pada dasarnya inkubator merupakan suatu kotak, dirancang untuk mempertahankan suatu suhu internal yang konstan dengan menggunakan suatu termostat. Terdapat banyak tipe yang diperoleh dan kesemuanya mempunyai fungsi yang sama.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui jendela atau lengan baju. Pada satu atau kedua sisi inkubator. Seelum memasukkan anak ke inkubator, maka inkubator terlebih dahulu diahngatkan sampai sekitar 29,4 derajat celcius untuk bayi dengan berat 1,7kg dan 32,2 derajat celcius untuk bayi yang lebih keci.
Tangki diisi dengan air steril dan popok ditempatkan oada kasur busa. Bayi dirawat dalam keadaan tidak memakai baju.
Hal ini mempunyai keuntungan sbb : Memungkinkan adanya pernapasan yang tidak terhalang. Memungkinkan anak untuk bergerak tanpa dibatasi. Memungkinkan observasi yang lebih mudah untuk pernapasan. Mengindari penanganan anak yang berlebihan ketika mengenakan pakaian.
Kelembaban : suatu kelembaban 70 sampai 80 persen mencegah terjadinya dehidrasi.
Inkubator Merupakan cara memberikan perawatan pada bayi dengan dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suatu lingkungan yang cukup dengan suhu yang normal. Dalam pelaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka.
Inkubator tertutup:1. Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka dalam keadaan tertentu seperti apnea, dan apabila membuka incubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.2. Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.3. Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi.4. Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.5. Pengaturan oksigen selalu diobservasi.6. Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 derajat celcius.Inkubator terbuka:1. Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada bayi.2. Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan.3. Membungkus dengan selimut hangat.
20
4. Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara.5. Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala.
6. Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan ketentuan di bawah ini.
N. PRINSIP PEMBERIAN NUTRISI
Pembrian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Kondisi ini antara lain menyebabkan kerusakan otak pada bayi pre-term. Petunjuk makanan ini tergantung pada masa gentasi dan berat badan bayi.
Bayi pre-term di bawah 32 minggu dengan berat di bawah 1500 gram. Pada minggu pertama bayi diberi makan setiap jam sejak berumur 2 jam. Suatu tabung nasigastrik dimasukkan dan isi lambung diaspirasi setiap 4jam tepat sebelum makan. Minggu kedua bayi diberi makan setiap 2 jam dan hal ini dilanjutkan hingga bayi mencapai 36 minggu.
Bayi pre-term dari gestasi 32 sampai 34 minggu dengan berat badan 1500 gram sampai 2200 gram. Sejak berumur 2 jam bayi diberi makan setiap 2 jam, menggunakan tabung nasogastrik.
Bayi pre-term gestasi 34 minggu sampai 37 minggu. Pemberian makan dapat ditunda hingga bayi berumur 12 jam . makanan pertama terdiri dari dextrose, jumlahnya tergantung dari berat badan bayi. Jika bayi cukup sehat, maka makanan dapat diberikan melalui dot dapat berupa ASI atau susu ostermilk formula lengkap dan hal ini diulangi hingga 4jam.
Pada kehidupan minggu pertama, kebutuhan metabolik dari bayi prematur rendah karena semntara terjadi penyesuaian terhadap kehidupan pascanatal lainnya, simpanan glikogen digunakan sebagai sumber utama dari energi. Walaupun demikian selama minggu kedua terdapat peningkatan cepat dalam kebutuhan akan makanan, masing-masing bayi secara individu berbeda dalam kebutuhan kalori maksimal sehingga dianjurkan jumlah kalori sebesar 90 sampai 165 kkal/kg/hari. Tipe susu mempengaruhi ebutuhan kalori karena kemampuan yang buruk dari bayi pre-term untuk mengabsorbsi lemak kemungkinan faktor paling penting dalam mempengaruhi kebutuhan kalori total.
Pemberian makanan hampir selalu merupakan masalah yang sulit bagi bayi prematur yang memerlukan masukkan protein yang tinggi, lebih dari 5 gram /kg bb, dan diperlukan suatu masukkan karbohidrat (seperti gula tebu atau laktose) jiaka akan mendapatkan pertambahan berbat badan secara adekuat setelah terjadi kehilangan awal selama minggu pertama kehidupan.
ASI, asi merupakan pilihan pertama jika bayi mampu untuk menghisap. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika tidak cukup kuat atau cocok untuk menghisap dari mamae.
Susu botol, dapat digunakan botol susu kecil/biasa. Dot tidak boleh terlalu keras.
21
Makanan kateter, alasan pemberian makanan tipe ini terutama adalah adanya ketidakmampuan dari bayi yang lemah dan tidak mampu untuk refleks menelan dengan baik.
O. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Aktivitas/ istirahatBayi sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama tidur sehari rata-rata 20 jam.
2. PernafasanTakipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran cesaria atau persentasi bokong. Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang mengganggu pernafasan, mengorok, pernafasan cuping hidung.
3. Makanan/ cairanBerat badan rata-rata 2500 – 4000 gram ; kurang dari 2500 gr menunjukkan kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus. Beri minum dengan tetes ASI/ sonde karena refleks menelan BBLR belum sempurna,kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120 – 150m1/kg BB/ hari.
4. Berat badanKurang dari 2500 gram
5. SuhuBBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan.
6. IntegumenPada BBLR mempunyai adanya tanda-tanda kulit tampak mengkilat dan kering.
22
P. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria Rencana Tindakan
1.
2.
Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan
Pola nafas yang efektif
Kriteria : Kebutuhan
oksigen menurun Nafas spontan,
adekuat Tidak sesak. Tidak ada
retraksi
Pertukaran gas adekuat
Kriteria : Tidak sianosis. Analisa gas
darah normal Saturasi oksigen
normal.
Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan
Lakukan isap lendir kalau perlu Berikan oksigen dengan
metode yang sesuai Observasi warna kulit Ukur saturasi oksigen Observasi tanda-tanda
perburukan pernafasan Lapor dokter apabila terdapat
tanda-tanda perburukan pernafasan
Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria Rencana Tindakan
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan
Hidrasi baik
Kriteria: Turgor kulit
elastik Tidak ada
edema Produksi urin 1-
2 cc/kgbb/jam Elektrolit darah
Observasi turgor kulit. Catat intake dan output Kolaborasi dalam pemberian
cairan intra vena dan elektrolit Kolaborasi dalam pemeriksaan
elektrolit darah
23
4.
5
cairan dan elektrolit
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat
Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan
dalam batas normal
Nutrisi adekuat
Kriteria : Berat badan
naik 10-30 gram / hari
Tidak ada edema
Protein dan albumin darah dalam batas normal
Suhu bayi stabil Suhu 36,5 0C -
37,2 0C Akral hangat
Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
Observasi dan catat toleransi minum
Timbang berat badan setiap hari
Catat intake dan output Kolaborasi dalam pemberian
total parenteral nutrition kalau perlu
Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai
Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber dingin/panas
Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu
Ganti popok bila basah
24
TINJAUAN PUSTAKA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BBLR DENGAN KOMPLIKASI
HIPERBILIRUBIN
A. Pengertian
Ikterus da hiperbilirubunemia sering ditemukan pada masa neonatus dan
terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Istilah ikterus
biasanya lebih banyak dipakai untuk menggambarkan keadaan yang fisiologik
atau ringan, sedangkan hiperbilirubinemia menggambarkan proses yang lebih
berat dan penanganan yang berat. (Anik Maryuni, 2009)
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Hiperbilirubin adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga
menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R.Marlon).
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan
cairan tubuh. Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane
mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith G.).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
(Suzanne C. Smeltzer, 2002).
25
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis. (Markum, 1991:314).
Mekanisme Pembentukan Bilirubin Normal
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada
neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta
beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin
bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak,
karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui
membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut
kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi
mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan
masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan
dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke
retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan
pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin
yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai
sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan
terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-
hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik
tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit
neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum
matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan
26
mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari
ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup
bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini
peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus
fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi
hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak
yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
B. Etiologi
a. Produksi bilirubin yang berlebihan.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu. c.
Gangguan konjugasi bilirubin di hepar. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat merusak sel hati .
d. Gangguan sekresi .
Klasifikasi
• Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah.
Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi
hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
• Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka
terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan
akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus
hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
• Ikterus posthepetik
27
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi
tidak didapatkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
• Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
• Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi
dan berat badan tidak bertambah.
C. Manifestasi Klinis
• Kulit berwarna kuning.
• bayi tampak lemah
• Reflek hisap kurang
• Urine pekat
• bayi rewel
• Pembesaran lien dan hati
• Gangguan neurologik
• Feses seperti dempul
• Kadar bilirubin total >12,5 mg/dl (prematur) dan >10mg/dl.
• Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan infeksi.
28
D. Patofisiologi
1. Akibat Peningkatan Produksi Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel
hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi
terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum,
1991).
2. Gangguan Transportasi
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
berkurang. sehingga bilirubun tidak dapat ditransfortasi dengan baik akibat
hipoalbuminemia. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang, atau pada
keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan
asidosis atau dengan anoksia/hipoksia.
3. Gangguan Konjugasi
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil
tranferase). Gangguan konjugasi pada bayi biasanya juga diakibatkan karena masih
belum sempurnanya fungsi hepar.
29
4. Gangguan Sekresi
Terjadinya sumbatan pada saluran empedu bayi, sehingga bilirubin tidak
dapat dikeluarkan dari tubuh.
E. Pemeriksaan Diagnostik
• Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir.
Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
• Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
• Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
• Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
• Peritoneoskopi
• Laparatomi
F. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
• Pengawasan antenatal yang baik
• Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan
dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
• Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
30
• Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
• Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
• Pemberian makanan yang dini.
• Pencegahan infeksi.
G. Komplikasi
• Retardasi mental - Kerusakan neurologis
• Gangguan pendengaran dan penglihatan
• Kematian.
H. Penatalaksanaan
• Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Tentukan jenis ikterus: fisiologis atau patologis.
Penatalaksanaan pada biirubin indirek:
10-12 mg% adalah fototerapi
12-15 mg% adalah fototerapi
Bila protein rendah diberiakn albumin atau plasma kalori cukup.
Bila kadar bilirubin lebih dari 20mg% (bayi cukup bulan) atau kadar bilirubin
18 mg% (bayi premature) dilakukan transfusi tukar.
31
• Tindakan khusus
Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak
efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada
ibu dan bayi.
Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfuse tukar.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan
dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan
kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang
menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi
timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
• Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi
berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi
dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
32
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN
a. Pengkajian
Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek
hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi
bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera
mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine
dan feses.
Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan
darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran
pencernaan, ibu menderita DM.
o Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
o Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, perpisahan dengan anak.
o Hasil Laboratorium :
- Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.
B. Diagnosa keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
2) Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar
bilirubin.
3) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C. Intervensi
Dx I : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
33
diharapkan integritas kulit kembali baik / normal.
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
o Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
o Tidak ada luka / lesi pada kulit
o Perfusi jaringan baik
Intervensi :
o Hindari kerutan pada tempat tidur
o Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
o Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
o Monitor kulit akan adanya kemerahan.
o Oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang tertekan
o Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
DX II: Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar
bilirubin.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama proses keperawatan
diharapkan tidak ada resiko cidera.
NOC : risk control
Kriteria hasil :
o Klien terbebas dari cidera
o Klien mampu menjelaskan metode untuk mencegah injuri/ cidera
o Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri.
o Kaji status neurologis
o Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tujuan dari metode pengamanan
o Jaga keamanan lingkungan keamanan pasien
o Libatkan keluiarga untuk mencegah bahaya jatuh
o Observasi tingkat kesadaran dan TTV
o Dampingi pasien
34
Dx III : Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeerawatan selama proses keperawatan
diharapkan keluarga dan pasien tidak cemas.
Kriteria Hasil :
o Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya.
o Nilai keluarga dalam mengatur masalah-masalah.
o Melibatkan anggota keluarga untuk membuat keputusan.
Intervensi :
o Tenangkan klien.
o Jelaskan seluruh prosedur pada keluarga
o Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
o Sediakan aktivitas untuk mengurangi kecemasan.
o Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit.
o Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan.
o Dukung keterlibatan keluarga dengan cara tepat.
35
ASUHAN KEPERAWATANPADA BAYI SEPSIS
A. PengertianSepsis pada periode neonatal adalah suatu sindrom klinik yang ditandai dengan penyakit sistemik simtomatik dan bakteri dalam darah.
B. Etiologi dan EpidemiologiOrganisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia Coli dan streptokok grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 – 70 %), Stapylococcus aureus, enterokok, Klebsiella-Enterobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria monositogenes dan organisme yang anaerob.Faktor-faktor dari ibu dan organisme diperoleh dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir (penyakit yang mempunyai awitan dini), bayi mungkin terinfeksi dalam lingkungannya atau dari sejumlah sumber dari rumah sakit (penyakit yang mempunyai awitan lambat)
C. Tanda dan gejalaGejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan :- Suhu tubuh yang abnormal (hiper- atau hipotermi),- Ikterus,- Kesulitan pernafasan,- Hepatomegali,- distensi abdomen,- Anoreksia,- Muntah-muntah, dan- Letargi.- Jaundice (sakit kuning)- kejang
D. DiagnosisDiagnosis sepsis tergantung pada isolasi agen etiologik dari darah, cairan spinal, air kemih atau cairan tubuh lain dengan cara melakukan biakan dari bahan-bahan tersebut.
E. PengobatanBila dipikirkan diagnosis sepsis setelah pengambilan bahan untuk pembiakan selesai dilakukan, pembiakan dengan antibiotika harus segera dimulai. Pengobatan awal hendaknya tersendiri dari ampisilin dan gentamisin atau kanamisin secara intravena atau intramuskular.
36
Pengobatan suportif, termasuk penatalaksanaan keseimbangan cairan dan elektrolit, bantuan pernapasan, transfusi darah lengkap segar, transfusi leukosit, transfusi tukar, pengobatan terhadap DIC, dan tindakan-tindakan lain yang merupakan bantuang yang penting bagi pengobatan antibiotik.
F. PrognosisAngka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10 – 40 %. Angka tersebut berbeda-beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen atiologik, derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.
G. PencegahanPeningkatan penggunaan fasilitas perawatan prenatal, perwujudan program melahirkan bagi ibu yang mempunyai kehamilan resiko tinggi, pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas perawatan intensif bayi neonatal dan pengambangan alat pengangkutan yang modern, mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan faktor ibu dan bayi yang merupakan predisposisi infeksi pada bayi neonatus. Pemberian antibiotik profilaktik dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi neonatus.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN BAYIDENGAN SEPSIS
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien2. Riwayat Penyakit
a) Keluhan utamaKlien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau menghisap, lemah.
b) Riwayat penyakit sekarangPada permulaannya tidak jelas, lalu ikterik pada hari kedua , tapi kejadian ikterik ini berlangsung lebih dari 3 mg, disertai dengan letargi, hilangnya reflek rooting, kekakuan pada leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.
c) Riwayat penyakit dahulu.Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan hepar karena obstruksi.
d) Riwayat penyakit keluargaOrang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
37
3. Riwayat Tumbuh Kembanga) Riwayat prenatal
Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi.
b) Riwayat neonatalSecara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.
4. Riwayat Imunisasi
5. Pemeriksaan Fisika) Inspeksi
Kulit kekuningan Sulit bernafas Letargi Kejang Mata berputar
b) Palpasi tonos otot meningkat leher kaku
c) Auskultasi
d) Perkusi
6. Studi DiagnosisPemeriksaan biliribin direct dan indirect, golongan darah ibu dan bayi, Ht, jumlah retikulosit, fungsi hati dan tes thyroid sesuai indikasi.
7. Prioritas masalah1) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin yang ditandai dengan : Kulit bayi kekuningan Bilirubin total : 4,6 Bilirubin direct : 0,3
38
Bilirubin indirect : 4,3
TujuanBayi akan terhindar dari kerusakan kulit
Intervensi Catat kondisi selama diberikan sinar setiap 6 jam dan laporkan bila perlu. Monitor baik langsung atau tidak langsung tingkat bilirubin Jaga kulit bayi agar tetap bersih dan kering
Rasional Untuk mengetahui kondisi bayi, sehingga dapat melakukan intervensi lebih
dini. Untuk menilai kondisi kekuningan pada kulit Menurunkan iritasi dan resiko kerusakan kulit.
2) Resiko tinggi injuri (internal) berhubungan dengan kerusakan hepar sekunder fisioterapi di tandai dengan: Kulit bayi terlihat kekuningan
Tujuan:Injuri tidak terjadi
Intervensi: monitor kadar bilirubin sebelum melakukan perawatan dengan sinar,
laporkan bila ada peningkatan inspeksi kulit, urine tiap 4 jam untuk melihat warna kekuningan, laporkan
apa yang terjadi
Rasional: mengetahui kadar bilirubin serta membantu keefektifan pemberian terapi mengetahui seberapa besar kadar bilirubin
3) Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang perjalanan penyakit dan therapi yang diberikan pada bayi.
Data Subyektif: • Klien/keluarga selalu menanyakan tindakan yang akan diberikan. Data Obyektif : • Orang tua tampak cemas • Ibu tampak takut saat melihat keadaan bayinya.
Tujuan:Orang tua menegerti tentang perawatan, keluarga dapat ber- partisipasi meng- identifikasi gejala-gejala untuk men- yampaikan pada tim kesehatan
Intervensi Kaji pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi ikterus
39
Berikan penjelasan tentang: Penyebab ikterus, proses terapi, dan perawatanya. Berikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan . Diskusikan tentang keadaan bayi dan program-program yang akan dilakukan
selama di rumah sakit Ciptakan hubungan yang akrab dengan keluarga selama melakukan
perawatan
Rasional Memberikan bahan masukan bagi perawat sebelum me- lakukan pendidikan
kesehat- an kepada keluarga Dengan mengerti penyebab ikterus, program terapi yang diberikan keluarga
dapat menerima segala tindakan yang diberikan kepada bayinya. Informasi yang jelas sangat penting dalam membantu mengurangi
kecemasan keluarga Komunikasi secara terbuka dalam memecahkan satu per-masalahan dapat
mengurangi kecemasan keluarga. Hubungan yang akrab dapat meningkatkan partisipasi keluarga dalam
merawat bayi ikterus
40
TINJAUAN PUSTAKA
Asuhan Keperawatan Pada bayi Tetanus Neonatorum
A. PENGERTIAN
Tetanus berasal dari kata tetanos (Yunani) yang berarti peregangan.
Tetanus Neonatorum :
Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari
pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih
timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan
menetek, disusul dengan kejang–kejang (WHO, 1989).
Kejang yang sering di jumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran atau
asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi
sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih Ngastijah,
1997).
B. ETIOLOGI
Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman gram
positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut terdapat ditanah, saluran
pencernaan manusia dan hewan. Kuman clostridium tetani membuat spora yang tahan
lama dan menghasilkan 2 toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin.
C. PATOFISIOLOGI
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini
terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen
jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai
dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan
41
fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang
toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung
presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan
pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.
Efek Toxin pada :
1. Ganglion pra sumsum tulang belakang :
Memblok sinaps jalur antagonist, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls
sehingga tonus ototnya meningkat dan otot menjadi kaku. Terjadi penekanan pada
hiperpolarisasi membran dari neurons yang merupakan mekanisme yang umum
terjadi bila jalur penghambat terangsang. Depolarisasi yang berkaitan dengan jalur
rangsangan tidak terganggu. Toksin menyebabkan hambatan pengeluaran
inhibitory transmitter dan menekan pengaruh bahan ini pada membran neuron
motorik.
2. Otak :
Toxin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan gejala
kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Hambatan antidromik akibat
rangsangan kortikal menurun.
3. Saraf otonom :
Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang
berlebihan, hiperthermia, hypotensi, hypertensi, arytmia cardiac block atau
takhikardia. Sekalipun otot yang terkena adalah otot bergaris terutama otot
penampang dan penggerak tubuh yang besar-besar, pada tetanus berat otot polos
juga ikut terkena, sehingga timbul manifestasi klinik seperti disebutkan diatas.
42
D. MANIFESTASI
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang
primitive pun mampu mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan” (Jaffari, Pandit dan
Ismail 1966).
1. Trismus (lock-jaw, clench teeth)
Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuan otot
mengunyah (masseter) sehingga penderita sukar membuka mulut. Untuk menilai
kemajuan dan kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur tiap hari.
Trismus pada neonati tidak sejelas pada anak, karena kekakuan pada leher lebih
kuat dan akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut agak menganga. Keadaan
ini menyebabkan mulut “mecucu” seperti mulut ikan tetapi terdapat kekakuan
mulut sehingga bayi tak dapat menetek.
2. Risus Sardonicus (Sardonic grin)
Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic dahi mengkerut mata agak tertutup
sudut mulut keluar dan kebawah manggambarkan wajah penuh ejekan sambil
menahan kesakitan atau emosi yang dalam.
3. Opisthotonus
Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung, otot leher, trunk
muscle dan sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh
melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secara klinik
dapat dikenali dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada lengkungan busur
tersebut. Pada era sebelum diazepam, sering terjadi komplikasi compression
fracture pada tulang vertebra.
4. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot didnding
perut, otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita merasakan
keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu diwaspadai
timbulnya perdarahan paru (pada neonatus) atau bronchopneumonia.
43
5. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula hanya
terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara
kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang
makin pendek sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi Gangguan pernafasan akibat kejang yang
terus-menerus atau oleh karena spasme otot larynx yang bila berat menimbulkan
anoxia dan kematian. Pengaruh toksin pada saraf otonom akan menyebabkan
gangguan sirkulasi (akibat gangguan irama jantung misalnya block, bradycardi,
tachycardia, atau kelainan pembuluh darah/hipertensi), dapat pula menyebabkan
suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) atau berkeringat banyak hiperhidrosis).
Kekakuan otot sphincter dan otot polos lain seringkali menimbulkan retentio alvi
atau retention urinae.
Patah tulang panjang (tulang paha) dan fraktur kompresi tulang belakang.
44
E. DIAGNOSIS, DIAGNOSA BANDING DAN KOMPLIKASI
1. Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium :
- Liquor Cerebri normal,
- hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
- Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium,
- analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
Pemeriksaan radiologi :
- Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.
2. Diagnosa Banding
Meningitis
Meningoenchepalitis
Enchepalitis
Tetani karena hipocalsemia atau hipomagnesemia
Trismus karena process lokal
3. Komplikasi
Bronkhopneumonia
Asfiksia
Sepsis Neonatorum
45
F. FAKTOR RESIKO DAN PENCEGAHAN
1. Faktor resiko
Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari,
terutama pada saat luka puntung tali pusat belum kering, sehingga spora C.Tetani
dapat mencemari dan berbiak menjadi kuman vegetatif.
Menurut Foster, (1983) serta Sub Dinas PPM Propinsi Jawa Timur, (1989) terdapat 5
faktor resiko pokok tetanus neonatorum yaitu :
a) Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Merupakan faktor yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat
pencemaran spora di lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian
dan peternakan diubah penggunaannya.
b) Faktor Cara Pemotongan Tali Pusat, Penggunaan sembilu, pisau cukur atau
silet untuk memotong tali pusat tergantung pada pengertian masyarakat akan
sterilitas. Setelah dipotong, tali pusat dapat disimpul erat-erat atau diikat
dengan benang. Penolong persalinan biasanya lebih memusatkan perhatian
pada ”kelahiran” plasenta dan perdarahan ibu.
c) Faktor Cara Perawatan Tali Pusat, Tata cara perawatan perinatal sangat
berkaitan erat dengan hasil interaksi antara tingkat pengetahuan, budaya,
ekonomi masyarakat dan adanya pelayanan kesehatan di lingkungan
sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daun-daun,
ramuan, serbuk abu dan kopi untuk pengobatan luika puntung tali pusat.
Kebiasaan ini tidak dapat dihilangkan hanya dengan pendidikan dukun bayi
saja.
d) Faktor Kebersihan Pelayanan Persalinan, Merupakan interaksi antara kondisi
setempat dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang baik di daerah
tersebut yang menentukan subyek penolong persalinan dan kebersihan
persalinan. Untuk daerah terpencil yang belum terjangkau oleh pelayanan
persalinan yang higienis maupun daerah perkotaan yang biaya persalinannya
tak terjangkau oleh masarakat, peranan dukun bayi (terlatih atau tidak)
maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan dukun bayi dapat
46
menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada kejadian
tetanus neonatorum.
Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%)
dan lebih banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis
(70%) sehingga resiko tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.
e) Faktor Kekebalan Ibu Hamil, Merupakan faktor yang sangat penting. Antibodi
antitetanus dalam darah ibu hamil yang dapat disalurkan pada bayinya dapat
mencegah manifestasi klinik infeksi dengan kuman C. tetani (Suri, dkk,1964).
Suntikan tetanus toksoid 1 kalipun dapat mengurangi kematian tetanus
neonatorum dari 70-78 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000
kelahiran hidup (Newell, 1966, Black, 1980, Rahman, 1982).
2. Pencegahan
Tindakan pencegahan bahkan eliminasi terutama bersandar pada tindakan
menurunkan atau menghilangkan factor-faktor resiko. Meskipun banyak faktor
resiko yang telah dikenali dan diketahui cara kerjanya, namun tidak semua dapat
dihilangkan, misalnya lingkungan fisik dan biologik. Menekan kejadian tetanus
neonatorum dengan mengubah lingkungan fisik dan biologik tidaklah mudah karena
manusia memerlukan daerah pertanian dan peternakan untuk produksi pangan
mereka.
Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan mengupayakan
kebersihan lingkungan yang maksimal agar tidak terjadi pencemaran spora pada
proses persalinan, pemotongan dan perawatan tali pusat. Mengingat sebagian
besar persalinan masih ditolong oleh dukun, maka praktek 3 bersih, yaitu bersih
tangan, alat pemotong tali pusat dan alas tempat tidur ibu (Dep. Kesehatan, 1992),
serta perawatan tali pusat yang benar sangat penting dalam kurikulum pendidikan
dukun bayi. Bilamana attack rate tak dapat diturunkan dan penurunan faktor risiko
persalinan serta perawatan tali pusat memerlukan waktu yang lama, maka
imunisasi ibu hamil merupakan salah satu jalan pintas yang memungkinkan untuk
ditempuh.
47
Pemberian tokoid tetanus kepada ibu hamil 3 kali berturut-turut pada trimester
ketiga dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum.
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril dan perawatan tali pusat
selanjutnya.
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik,
menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam
perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk
memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering
kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5%
dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah
dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde,
melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
2. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit,
kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam
dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih
sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-
lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5
mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15
mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral
dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat
atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun
boleh diberikan secara intravena.
3. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus
diberikan 20.000 U sekaligus.
4. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila
pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal
48
tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien
meningitis bakterialis.
5. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
6. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TETANUS NEONATORUM
1. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Keperawatan : antenatal, intranatal, postnatal.
49
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah, sulit menelan, kejang
Kepala : Poisi menengadah, kaku kuduk, dahi mengkerut, mata agak
tertutup, sudut mulut keluar dan kebawah.
Mulut : Kekakuan mulut, mengatupnya rahang, seperti mulut ikan.
Dada : Simetris, kekakuan otot penyangga rongga dada, otot
punggung.
Abdomen : Dinding perut seperti papan.
Kulit : Turgor kurang, pucat, kebiruan.
Ekstremitas : Flexi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni
sehingga bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.
4. Pemeriksaan Persistem
Respirasi : Frekuensi nafas, penggunaan otot aksesori, bunyi nafas,
batuk-pikel.
Kardiovaskuler : Frekuensi, kualitas dan irama denyut jantung,
pengisian kapiler, sirkulasi, berkeringat, hiperpirexia.
Neurologi : Tingkat kesadaran, reflek pupil, kejang karena
rangsangan.
Gastrointestinal : Bising usus, pola defekasi, distensi
Perkemihan : Produksi urine
Muskuloskeletal : Tonus otot, pergerakan, kekakuan.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d kelelahan otot-otot respirasi
2. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d refleks menghisap pada
bayi tidak adekuat.
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d kelelahan otot-otot respirasi
Intervensi :
o Kaji frekuensi dan pola nafas
50
o Perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan
warna kulit.
o Lakukan pemantauan jantung dan pernafasam secara kontinue.
o Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
o Beri rangsang taktil segera setelah apnea.
o Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
o Beri O2 sesuai indikasi.
o Beri obat-obatan sesuai indikasi.
b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d refleks menghisap pada
bayi tidak adekuat.
Intervensi :
o Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan, menghisap,
menelan dan batuk.
o Auskultasi bising usus.
o Kaji tanda-tanda hipoglikemia.
o Beri suplemen elektrolit sesuai medikasi.
o Beri nutrisi parenteral.
o Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
o Lakukan pemberian minum sesuai toleransi.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN BBLR/PREMATURITAS
51
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500gr. BUR dapat dibagi 2 golongan yaitu prematuritas murni dan dismaturitas. Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah sering mengalami masalah sukar bernafas, sukar dalam pemberian minum ,ikterus berat dan infeksi.Bayi juga rentan mengalami hipotermi jika tidak dalam incubator. Bayi ini memerlukan perawatan khusus.Bila fasilitas tempat bayi dilahirkan tidak memadai untuk perawatan bayi, maka bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas khusus untuk bayi yang lahir dengan berat badan rendah. Selama perjalanan ke tempat rujukan pastikan bahwa bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain lembut,kering,selimuti dan pakai topi untuk menghindari kehilangan panas. Prognosis BBLR akan baik bila ditangani dengan cepat dan perawatan yang intensif.
KESIMPULAN HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh. Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh.
SARAN
Diharapkan perawat dapat memberikan asuahan keperawatan secara baik
pada pada klien, dengan tidak hanya mengandalkan makalah ini saja tapi dapat
mencari yang lebih kompleks, yaitu dengan mempelajari sumber lain yang berkaitan
dengan penyakit hiperbilirubinemia.
1. KESIMPULAN TETANUS NEONATORUM
Tetanus berasal dari kata tetanos (Yunani) yang berarti peregangan.
Tetanus Neonatorum adalah Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
52
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara
normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai
dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejang–kejang
Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman
gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping.
2. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Olehkarena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
-
- DAFTAR PUSTAKA
- Maryani, Anik. 2009. Asuhan Kegawadaruratan dan Penyakit Pada Neonatus.
Jakarta: KDT.
53
- http://2.bp.blogspot.com/_8mqlNYnbrnk/TMnz1bQ9/Vs/SY_M79C7ErM/s1600/
Capture3.JPG
- http://www.pendidikan-kesehatan.co.cc/2011/04/askep-tetanus-neonatorum-
tn.html
- Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.- Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan,
Diagnosis dan evaluasi, EGC, Jakarta.- Dongoes, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
54