ashabul furudz

33
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Islam telah mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian warisan dengan berdasar kepada Alqur’an dan Hadis (hadits), maka umatnya dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli waris, pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang cara menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta warisan. Berdasar kepada nas (nash) Alqur’an, maka pembagian tersebut telah ditentukan bagiannya, yaitu setengah, sepertiga, seperempat, seperenam, seperdelapan, dan dua pertiga kepada. Dalam kondisi tertentu, seorang atau beberapa orang ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya atas harta waris berkurang. 1

Upload: andro-ghozaly

Post on 28-Jan-2016

252 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Pembagian harta waris

TRANSCRIPT

Page 1: Ashabul Furudz

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Islam telah mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian

warisan dengan berdasar kepada Alqur’an dan Hadis (hadits), maka umatnya

dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu

mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur

penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli waris,

pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang cara

menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta warisan.

Berdasar kepada nas (nash) Alqur’an, maka pembagian tersebut telah

ditentukan bagiannya, yaitu setengah, sepertiga, seperempat, seperenam,

seperdelapan, dan dua pertiga kepada. Dalam kondisi tertentu, seorang atau

beberapa orang ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya

atas harta waris berkurang.

Agar lebih memahami ilmu faraidh, dalam makalah ini penulis selanjutnya

menjelaskan pengertian ashabul furudh, macam-macam ashabul furudh, dasar

hukum ashabul furudh, bagian masing-masing ashabul furudh, terkait contoh

permasalahan yaitu mencari asal masalah, menghitung bagian ashabul furudh.

1

Page 2: Ashabul Furudz

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN ASHABUL FURUDH

Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang

berbeda yaitu al-qath  “ketetapan yang pasti”, at-taqdir  “ketentuan” dan al-

bayan “penjelasan”. Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian

dari warisan yang telah ditentukan.[  Definisi lainnya menyebutkan

bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris

tertentu. Di dalam Al-Qur’an, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli

waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya merujuk pada 6 macam

pembagian, yaitu separuh, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga dan

seperenam.

Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para

ahli waris yang menurut syara’ sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka

mengenai tirkah  atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah

yang ditentukan oleh Syar’i.

Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil furudh ada tiga belas, empat

dari laki-laki yaitu suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu. Sembilan dari

perempuan yaitu nenek atau ibunya ibu dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan,

cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan  sekandung, saudara

perempuan seibu, saudara perempuan sebapak dan isteri.

2

Page 3: Ashabul Furudz

B.     Macam-Macam Ashabul Furudh

Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1.     Ashabul Furudh Sababiyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan

disebabkan karena hubungan pernikahan. Ashabul Furudh Sababiyah ini terdiri

dari :

Suami;

Isteri.

2.     Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan

disebabkan karena nasab atau keturunan. Ashabul Furudh Nasabiyyah ini

terdiri dari :

Ayah;

Ibu;

Anak perempuan;

Cucu perempuan dari anak laki-laki;

Saudara perempuan sekandung;

Saudara perempuan seayah;

Saudara laki-laki seibu;

Saudara perempuan seibu;

Kakek;

Nenek atau ibunya ibu dan ibunya ayah.

3

Page 4: Ashabul Furudz

C. Dalil Dasar Hukum Waris

Hukum waris dalam Islam berdasarkan pada nash (teks) dalam Al-Quran

sebagai berikut:

 - QS An-Nisa' 4:11-12

" ف�و�ق� اء� س� ن �ن� ك ن� ف�إ �ن �يي نث� األ ح�ظ� �ل� مث �ر لذ�ك ل �م� و�الدك

� أ في �ه� الل �م� �وصيك ي

د( و�اح �ل� ك ل �ه �و�ي ب� و�أل �ص�ف� الن �ه�ا ف�ل و�احد�ة� �ت� �ان ك ن� و�إ ك� �ر� ت م�ا �ا �ث �ل ث �ه�ن� ف�ل �ن �ي �ت �ن اث

�و�اه� ب� أ �ه� و�و�رث �د9 و�ل �ه� ل �ن� �ك ي �م� ل ن� ف�إ �د9 و�ل �ه� ل �ان� ك ن� إ ك� �ر� ت مم�ا الس>د�س� �ه�م�ا من

و� � أ ه�ا ب �وصي ي �ة( و�صي �ع�د ب من� الس>د�س� �م�ه ف�أل خ�و�ة9 إ �ه� ل �ان� ك ن� ف�إ >ل�ث� الث �م�ه ف�أل

ن� إ �ه الل من� ف�ريض�ة� �ف�ع�ا ن �م� �ك ل ب� ق�ر�� أ >ه�م� ي

� أ ون� �د�ر� ت ال �م� �اؤ�ك �ن ب� و�أ �م� �اؤ�ك آب �ن( د�ي

ح�كيم�ا يم�ا ع�ل �ان� ك �ه�  الل

�م� �ك ف�ل �د9 و�ل �ه�ن� ل �ان� ك ن� ف�إ �د9 و�ل �ه�ن� ل �ن� �ك ي �م� ل ن� إ �م� و�اج�ك ز�� أ ك� �ر� ت م�ا ص�ف� ن �م� �ك �و�ل

�م� �ت ك �ر� ت مم�ا �ع� ب الر> �ه�ن� و�ل �ن( و�د�ي� أ ه�ا ب �وصين� ي �ة( و�صي �ع�د ب من� �ن� ك �ر� مم�ات �ع� ب �الر> �

�ع�د ب من� �م� �ت ك �ر� مم�ات >م�ن� الث �ه�ن� ف�ل �د9 و�ل �م� �ك ل �ان� ك ن� ف�إ �د9 و�ل �م� �ك ل �ن� �ك ي �م� ل ن� �إ �

و� � أ �خ9 أ �ه� و�ل �ة9 أ ام�ر� و

� أ �ة� ل �ال� ك ث� �ور� ي ج�ل9 ر� �ان� ك ن� و�إ �ن( و�د�ي� أ ه�ا ب �وص�ون� ت �ة( �و�صي

في �اء� ك ر� ش� ف�ه�م� ك� ذ�Rل من� �ر� �ث ك� أ �وا �ان ك ن� ف�إ �ه�م�االس>د�س� من و�احد( �ل� ك ف�ل �خ�ت9 �أ

�ه� و�الل �ه الل من� �ة� و�صي Tم�ض�ار �ر� غ�ي �ن( د�ي و�� أ ه�ا ب Rوص�ى� ي �ة( و�صي �ع�د ب من� >ل�ث �الث � �

م� ي ل� ح م� ي ل� ح�  

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-

anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang

anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi

mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang

4

Page 5: Ashabul Furudz

saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi

masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal

itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia

diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang

meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat

atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,

kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)

manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Ayat 11).

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh

isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu

mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang

ditinggalkannya sdsudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah

dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu

tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka

para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah

dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.

Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan

ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki

(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-

masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara

seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,

sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya

5

Page 6: Ashabul Furudz

dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang

demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Penyantun. (Ayat 12) 

- QS An-Nisa' 4:176

م� خ أ�� أ� ح� ح� م� ح� ح� أ� ح� ح� خي ح� ح� ح� ح� م� أ� خ� � �خ ��ل �ل اح� ح!ل خ� � ي ل# خ� أ! ي ل$ خ% أ& أ� �' ح � � خ) أ( ح� ح* و أ$ خ% ح$ خ, ح&

�ه�م�ا ف�ل �ن �ي �ت �ن اث �ا �ت �ان ك ن� ف�إ �د9 و�ل �ه�ا ل �ن� �ك ي �م� ل ن� إ �ه�ا �رث ي و�ه�و� ك� �ر� ت م�ا ص�ف� ن �ه�ا ف�ل

ك� �ر� ت مم�ا �ان �ث >ل الث

Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah

memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia,

dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi

saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan

saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia

tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi

keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.

D.    Bagian Masing-masing Ashabul Furudh

1.  Ahli waris yang mendapatkan setengah sebagai berikut :

Suami: ketika tidak ada anak keturuan yang mewarisi, artinya tidak adanya

anak laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dari anak laki-laki.

Seorang anak perempuan : jika ia sendirian atau anak tunggal dan tidak

ada anak laki-laki.

6

Page 7: Ashabul Furudz

Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki : jika dia sendirian dan tidak

ada ahli waris ashabah, dan tidak ada anak laki-laki, anak perempuan,

sebab anak laki-laki bisa menghalanginya untuk mendapatkan setengah.

Seorang saudara sekandung : jika ia sendirian dan tidak ada ahli waris

ashabah, tidak ada penghalang, dan tidak adanya anak perempuan atau

anak perempuan dari anak laki-laki.

Seorang saudara perempuan seayah : jika dia sendirian dan tidak ada ahli

waris ashabah, tidak adanya anak laki-laki atau perempuan, dan saudara

perempuan sekandung.

2.  Ahli waris yang mendapatkan seperempat 

Suami: dengan adanya anak/ cucu yang mewarisi.

Seorang istri: jika tanpa adanya seorang anak/cucu (keturuan).

3.  Ahli waris yang mendapatkan bagian seperdelapan  ialah seorang istri : jika

mempunyai seseorang anak/ cucu (keturuan).

4.  Ahli waris yang mendapatkan bagian sepertiga 

Ibu : ketika tidak ada ahli waris anak/ cucu dan saudara perempuan.

Sejumlah saudara laki-laki/ saudara perempuan seibu ketika tidak adanya

anak atau ayah laki-laki.

5.  Ahli waris yang mendapatkan bagian duapertiga

Dua anak perempuan atau lebih dan tidak adanya anak laki-laki.

Dua cucu perempuan dari anak laki-laki, jika tidak bersama cucu laki-laki.

Dua orang saudara sekandung atau lebih: jika tidak ada saudara laki-laki

sekandung.

7

Page 8: Ashabul Furudz

Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih dan tidak bersama

saudara laki-laki seayah.

6.  Ahli waris yang mendapatkan seperenam

Bapak: jika ada anak/ cucu laki-laki dan seterunya ke bawah.

Nenek (seibu atau seyah) :  baik satu orang atau berapa orang dibagi di

antara mereka, jika tidak ada ibu.

Kakek, jika bersama anak/ cucu laki-laki.

Ibu : jika ada anak/ cucu.

Cucu perempuan jika ada satu anak perempuan (pelengkap 2/3).

Saudara perempuan seayah jika ada satu saudara perempuan sekandung.

Saudara perempuan/ laki-laki seibu jika sendirian.

E.     Mencari Asal Masalah

Setelah mengetahui  bagian masing-masing ashabul furudh langkah

berikutnya adalah menentukan asal masalah (KPK, yaitu kelipatan terkecil 

dari bilangan fardlu/ bagian masing-masing ahli waris yang ada), yaitu mencari

angka kelipatan persekutuan terkecil  yang dapat dibagi oleh masing-masing

angka penyebut dari  bagian ahli waris. 

Misalnya, bagian ahli waris , , , angka asal masalahnya adalah 12, karena

dapat dibagi 2, 3 dan 4. Begitu juga bila bagian yang mereka terima  dan , maka

angka asal masalahnya adalah 24.

Ada beberapa istilah yang membantu dalam mencari asal masalah.

Seperti:

1.        Tamasul atau mumatsalah, Seperti 2 saudara perempuan sekandung   dan

saudara seibu . Angka asal masalahnya adalah 3.

8

Page 9: Ashabul Furudz

2.        Tadakhul atau mudakhalah, Seperti ahli waris istri  dan anak perempuan .

Asal masalahnya adalah 8.

3.        Tawaquf atau muwafaqah, Misalnya, ahli waris istri  dan ibu  dan anak

perempuan . Antara angka 8 dan 6 adalah angka muwafaqah Angka asal

masalahnya adalah mengalikan angka penyebut yang satu dengn hasil bagi

angka penyebut yang lain. 8 x (6:2) = 24 atau 6 x (8:2) = 24.

4.        Tabayun atau mubayanah, Seperti ahli waris suami  dan ibu . Maka angka

asal masalahnya adalah 2 x 3 = 6.

2.  DZAWIL ASHABAH

Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud.

Sebagai penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian

banyak (seluruh harta warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang

tidak menerima bagian sama sekali, karena habis diambil ahli waris ashab al-

furud.

Di dalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang terdekatlah yang

lebih dahulumenerimanya. Konsekuensi cara pembagian ini, maka ahli waris

ashabah yang peringkat kekerabatanya berada dibawahnya tidak mendapatkan

bagian.Dasar pembagian ini adalah perintah Rasulullah SAW:

متفقعليهىلالحقواالفرائضبأهلهافمابقيفألو ﴿رجلذكر ﴾

‘’berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, kemudian

sisanya untuk ahli waris laki-lakiyang utama’’ (Muttafaq ‘alaih).

9

Page 10: Ashabul Furudz

Didalam kitab ar-Rahbiyyah, ashobah adalah setiap orang yang

mendapatkan semua harta waris, yang terdiri dari kerabat daan orang yang

memerdekakan budak, atau yang mendapatkan sisa setelah pembagian bagian

tetap. Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:

1.    Ashobah binafsihi

Ialah orang yang menjadi asabah karena dirinya sendiri.Jumlah mereka

adalah: Anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi dibawahnya,

bapak dan kakek serta generasi diatasnya, saudara kandung, saudara sebapak,

anak laki-laki saudara kandung, anak laki-laki saudara sebapak dan generasi

dibawahnya, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman kandung,

anak laki-laki paman sebapak.

2.    Ashobah bighairihi

Ialah orang (perempuan) yang menjadi asabah karena dibawa oleh orang

(laki-laki) lain yang sederajat dan seusbah. Mereka adalah:

Satu anak perempuan atau lebih, yang ada bersama anak laki-laki.

Satu cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, yang ada bersama

cucu laki-laki dari anak laki-laki.

Satu orang perempuan kandung atau lebih yang ada bersama saudara

kandung.

Satu orang saudara perempuan sebapak atau lebih yang ada bersama

saudara laki-laki sebapak.

3.    Ashobah ma’a ghairi

10

Page 11: Ashabul Furudz

Ialah saudara perempuan kandung atau sebapak yang menjadi asabah

karena didampingi oleh keturunan perempuan.mereka adalah:

Seorang saudara perempuan kandung atau lebih, yang ada bersama anak

perempuanatau cucu perempuan dari anak laki-laki.

Seorang saudara perempuan sebapak atau lebih, yang ada bersama anak

perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.

3. DZAWIL ARHAM (KERABAT NON AHLI WARIS)

Dawil Arham ( األرحام (ذوو dalam istilah ahli fiqih adalah kalangan

kerabat yang bukan Ahli Waris Ashabul Furudh atau Ahli Waris Asabah ; baik

laki-laki atau perempuan. Seperti, cucu laki-laki dari anak perempuan (waladul

binti); cicit laki-laki dari anak perempuannya anak laki-laki (waladu bintil ibni),

kakek dari ibu, anak saudara lelaki seibu (waladul akhi lil-ummi) dan anak

saudara perempuan secara mutlak (waladul akhawat), anak perempuannya saudara

lelaki (bintul akhi), paman seibu (al-amm li umm). Detailnya ada 11 golongan

Dzawil Arham yaitu:

Cucu dari anak perempuan (waladul banat) dan cicit dari anak perempuan

(walad banat al-ibni) dan ke bawah.

Anak saudara perempuan (walad al-akhowat) baik kandung atau seibu.

Anak perempuan saudara laki-laki (banatul ikhwah) baik kandung atau

sebapak.

Anak perempuan dari paman (banatul a'mam) kandung atau sebapak.

11

Page 12: Ashabul Furudz

Anak saudara lelaki seibu (awlad al-ikhwah min al-umm) baik laki-laki

atau perempuan.

Paman saudara ayah dari ibu (al-amm min al-umm) baik pamannya mayit

atau paman bapaknya mayit atau paman kakeknya mayit.

Bibi saudara ayah (al-ammat) baik kandung atau sebapak atau seibu. Sama

saja bibinya mayit, bibi bapaknya mayit, bibi kakek mayit ke atas.

Paman (akhwal) dan bibi (kholat) yakni saudara lelaki dan saudara

perempuan ibu baik kandung atau sebapak atau seibu. Begitu juga paman

dan bibi bapaknya mayit, paman dan bibi ibunya mayit, bibi kakeknya

mayit ke atas sebelum bapak dan ibu.

Bapaknya ibu (abul umm) dan bapaknya abul umm, dan kakeknya abul

umm ke atas.

Setiap nenek yang berkaitan dengan bapak di antara dua ibu seperti ibunya

bapaknya ibu (umm abil umm), atau berkaitan dengan bapak yang lebih

tinggi dari kakek seperti ibunya bapak bapak bapak mayit.

Orang yang berkaitan dengan mereka di atas seperti bibinya bibi (ammatul

ammah, kholatul kholah), bibi seibu (ammatul amm li umm) dan

saudaranya dan pamannya seayah (ammuhu li abihi), bapak bapaknya ibu

(abu abil umm) dan pamannya (ammuhu, kholuhu). 

4. AL-MAHJUB PENGHALANG AHLI WARIS

Sebagian ahli waris terhalang haknya untuk mendapat warisan karena

keberadaan ahli waris yang lain yang lebih tinggi kedudukannya. Mereka adalah

sbb:

A. Ahli Waris Laki-Laki

12

Page 13: Ashabul Furudz

Cucu dari anak laki tidak mendapat warisan apabila ada anak laki-laki. 

Kakek tidak mendapat warisan apabila ada Bapak; kakek yang lebih dekat.

Saudara sekandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki;

cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa

pendapat).

Saudara laki-laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-

laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa

pendapat); saudara laki-laki kandung; saudara perempuan kandung jika

menjadi ashabah dengan anak perempuan.

Saudara laki-laki seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki atau

perempuan; cucu laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek.

Anak saudara laki-laki kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak

laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki

kandung; saudara laki seayah, dan saudara perempuan kandung atau

seayah jika menjadi ashabah.

Anak saudara laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang

dalam poin 6, ditambah anak saudara sekandung.

Paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam

poin 7, ditambah anak saudara seayah.

Paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin

8, ditambah paman kandung.

Anak paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang

dalam poin 9, ditambah paman seayah.

13

Page 14: Ashabul Furudz

Anak paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang

dalam poin 9, ditambah anak paman kandung.

Pemilik yang membebaskan budak tidak mendapat warisan apabila ada

Semua ashabah nasabiyah.

B. Ahli Waris Perempuan 

Cucu perempuan dari anak laki-laki tidak mendapat warisan apabila ada

Anak laki-laki; dua anak perempuan.

Nenek tidak mendapat warisan apabila ada ibu.

Saudara perempuan kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak

laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek.

Saudara perempuan seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-

laki; cucu laki-laki dan anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung;

saudara perempuan kandung jika menjadi ashabah dengan anak

perempuan; dua saudara perempuan kandung, apabila saudara perempuan

seayah tidak memiliki saudara laki.

Saudara perempuan seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-

laki atau perempuan; cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;

bapak; kakek.

Mu’tiqah (perempuan pembebas budak) tidak mendapat warisan apabila

ada semua ashabah nasabiyah.

14

Page 15: Ashabul Furudz

5. MASALAH WARIS

  Ada sejumlah permasalahan dalam hukum waris yang terjadi dalam

sejumlah kasus yang diperinci dalam uraian di bawah ini:

Masalah Umariyatain (Umar Dua - العمريتين)

Ada dua kasus yang disebut dengan umaroyatain atau gharawain di mana

ibu mendapat 1/3 dari sisa jadi bukan 1/3 dari keseluruhan harta. Contoh kasus

adalah sbb:

KASUS PERTAMA:

Seorang perempuan wafat dan ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu

suami, ibu dan bapak. Dalam kasus ini, maka suami mendapat 1/2 (setengah

harta), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa yakni 1/3 dari sisa yang setengah

setelah diambil suami. Sedang bapak mendapat asabah (sisa).

KASUS KEDUA:

Seorang laki-laki wafat sedang ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang

yaitu istri, ibu dan bapak. Maka dalam kasus ini istri mendapat bagian 1/4

(seperempat), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa setelah diambil istri. Sedang

bapak mendapat bagian seluruh sisanya (asabah).

PERBEDAAN ULAMA DALAM MASALAH UMARIYATAIN

Ada dua perbedaan besar tentang berapa bagian ibu dalam masalah

Umariyatain ini sbb:

Pendapat Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khattab bahwa ibu mendapat

bagian 1/3 (sepertiga) dari sisa. Pendapat ini didukung oleh jumhur

(mayoritas) ulama.

15

Page 16: Ashabul Furudz

Pendapat Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas bahwa ibu mendapat

bagian 1/3 dari seluruh harta warisan.

ASAL ISTILAH: 

Asal dari istilah umariyatain atau gharawain. Disebut umariyatain karena

yang memutuskan perkara ini pertama kali adalah Umar bin Khatab saat menjadi

Khalifah Kedua. Disebut gharawain dari bentuk tunggal gharra' karena sangat

populer seperti bintang (al-kawkab al-aghar' - األغر .(الكوكب

MASALAH KALALAH 

Kalalah adalah jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai

anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan

itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya (QS An-Nisa' 4:176).

MASALAH AUL DAN RAD

  Dalam masalah waris adalah masalah yang disebut dengan aul dan radd.

Uraiannya lihat rincian di bawah:

MASALAH AUL

Aul artinya bertambah, maksudnya bertambahnya asal masalah (kpk)

dikarenakan jumlah bagian Ahlul furudh melebihi jumlah asal masalah.  Pokok

masalah yang ada di dalam ilmu faraid ada tujuh. Tiga di antaranya dapat di-aul-

kan, sedangkan yang empat tidak dapat.

Ketiga pokok masalah yang dapat di-aul-kan adalah enam (6), dua belas

(12), dan dua puluh empat (24). Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat

di-'aul-kan ada empat, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), dan delapan (8).

MASALAH RADD

16

Page 17: Ashabul Furudz

Rad adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya

jumlah bagian ashhabul furudh. Ar-radd merupakan kebalikan dari al-'aul. Dengan

kata lain, Apabila ada kelebihan harta warisan padahal semua ahli waris sudah

mendapat bagian, maka kelebihan itu dikembalikan (radd) pada ahli waris yang

ada; masing-masing menurut kadar bagiannya kecuali suami atau istri yang tidak

mendapatkan bagian dari radd ini. Kelebihan harta hanya dikembalikan pada ahli

waris lain selain suami atau istri.

Sebagai misal, dalam suatu keadaan (dalam pembagian hak waris) para

ashhabul furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta

warisan itu masih tersisa --sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai

'ashabah-- maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para

ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing.

A. Syarat Terjadinya Radd :

Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga

syarat yaitu (a) adanya ashhabul furudh; (b) tidak adanya 'ashabah; (c) ada sisa

harta waris.

B. Penerima Bagian Pasti yang Bisa Mendapatkan Radd 

Penerima bagian pasti yang dapat menerima Radd ada 8 yaitu: anak

perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung

perempuan, saudara perempuan seayah, bu kandung, nenek sahih (ibu dari bapak),

saudara perempuan seibu, saudara laki-laki seibu.

C. Keadaan Terjadinya Masalah Radd ada 4 (Empat) 

17

Page 18: Ashabul Furudz

a. adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau istri

Cara pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris. Contoh, (i)

seseorang wafat dan hanya meninggalkan tiga anak perempuan. (ii) seseorang

wafat dan hanya meninggalkan sepuluh saudara kandung perempuan.

b. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri

Cara pembagiannya dihitung dan nilai bagiannya bukan dari jumlah ahli waris

(per kepala). Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan seorang ibu dan dua

orang saudara laki-laki seibu.

c. adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri

Menjadikan pokok masalahnya dari penerima bagian pasti yang tidak dapat

ditambah (di-radd-kan) dan barulah sisanya dibagikan kepada yang lain sesuai

dengan jumlah per kepala. Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan suami

dan dua anak perempuan.

d. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri

Menjadikannya dalam dua masalah. Pada persoalan pertama kita tidak

menyertakan suami atau istri, dan pada persoalan kedua kita menyertakan

suami atau istri. Contoh, Seseorang wafat dan meninggalkan istri, nenek, dan

dua orang saudara perempuan seibu.

Contoh riil masalah Radd dan Solusinya :

(a) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah anak perempuan dan ibu. Harta

warisan senilai Rp. 40 juta. 

Cara Penyelesaian:

Bagian anak perempuan 1/2 (setengah) sedangkan ibu 1/6 (seperenam).

Asal masalah adalah 6 (enam).

18

Page 19: Ashabul Furudz

- Anak Perempuan = 1/2 x 6 = 3

- Ibu = 1/6 x 6 = 1

- Jumlah = 4

Asal masalah adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. Maka solusi dengan radd, asal

masalahnya dikembalikan kepada 4. Caranya sebagai berikut:

- Anak perempuan = 3/4 x 40 Juta = Rp. 30.000 (tigapuluh juta)

- Ibu = 1/4 x 40 Juta = Rp. 10.000 (sepuluh juta)

(b) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah istri, 2 orang saudara seibu dan

ibu. Harta warisan senilai Rp. 40 juta. Bagian istri 1/4, 2 orang saudara seibu

1/3 dan ibu 1/6. Asal masalahnya adalah 12.

- Istri = 1/4 x 12 = 3 

- 2 saudara = 1/3 x 12 = 4

- Ibu = 1/6 x 12 = 2

- Jumlah = 9

Karena ada istri sedangkan istri tidak mendapakatkan bagian radd, maka

sebelum sisa warisan dibagikan, hak untuk istri diberikan lebih dahulu dengan

menggunakan asal masalah sebagai pembagi. Caranya sebagai berikut:

Bagian untuk istri = 3/12 x Rp. 40 Juta = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta).

Sisa warisan setelah diberikan pada istri adalah Rp. 30.000.000 (tiga puluh

juta) dibagi untuk 2 orang saudara laki-laki seibu dan ibu. Cara membaginya

adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli waris yaitu 4+2=6. Maka bagian

masing-masing adalah :

- 2 Saudara = 4/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000 (dua puluh juta)

- Ibu = 2/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta)

19

Page 20: Ashabul Furudz

- Jumlah = Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta)

Maka perolehan masing-masing ahli waris adalah :Istri = Rp. 10.000.000

- 2 sdr = Rp. 20.000.00

- Ibu = Rp. 10.000.000

- Jumlah = Rp. 40.000.000 (empat puluh juta)

- Semua ashabul furudh dapat memperoleh bagian radd kecuali suami/istri. 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

antara lain sebagai berikut :

1. Ashabul Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris yang

sudah ditentukan bagian-bagiannya menurut ketentuan syara’.  Ashabul

Furudh terbagi menjadi 2 macam, yaitu Ashabul Furudh Sababiyah  dan

Ashabul Furudh Nasabiyyah .

2. Bagian ahli waris masing-masing ialah  (suami, seorang anak perempuan,

seorang cucu perempuan, seorang saudara perempuan sekandung, dan

seorang saudara perempuan seayah),  (ibu dan saudara laki-laki/

perempuan seibu 2 orang atau lebih),  (2 anak perempuan/ lebih, 2 cucu

perempuan/ lebih, 2 saudara perempuan sekandung/ lebih, 2 saudara

perempuan seayah/ lebih), (ibu, ayah, nenek, kakek, cucu perempuan,

20

Page 21: Ashabul Furudz

saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan/ laki-laki

seibu),  (suami dan istri),  (istri), dengan syaratnya masing-masing.

3. Cara mencari asal masalah (KPK) yaitu mencari angka kelipatan

persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing angka

penyebut dari  bagian ahli waris. Dan cara menghitung bagian ashabul

furudh ialah dengan cara mencari asal masalah (KPK) terlebih dahulu,

kemudian kita kalikan dengan bagian ahli waris masing-masing dan

langkah terakhirnya ialah mengalikan dengan harta warisan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2014. Ashabul Furudz. http://ahmadzarkasyi-blog.blogspot. co.id/2014 07/ashabul-furudh.html. Diakses tanggal 9 Desember 2015.

Anonim. 2012. Warisan dalam Islam. http://www.alkhoirot.net/2012/09/.htmldalam-islam.html. Diakses tanggal 9 Desember 2015

Rofiq, Ahmad. 1998. Fiqh Mawaris. PT Raja Grafindo Persada . Jakarta.

Syarifuddin, Amir. 2008. Hukum Waris Islam. Kencana. Jakarta.

21