asessmen berpikir kritis

26
Asessmen Berpikir Kritis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berpikir merupakan ciptaan dalam bentuk akal yang diciptakan oleh tuhan yang maha kuasa. Berpikir merupakan kata kerja dalam kamus Bahasa Indonesia, berawal dari kata pikir yang berarti apa yang ada dalam hati, akal budi, ingatan, angan- angan, kata dalam hati, pendapat, pertimbangan. Sedangkan, menurut kata kerjanya berpikir itu adalah menggunakan akal budi untuk menemukan jalan keluar, mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu. Salah satu macam berpikir yag tidak semua orang bisa melakukannya adalah berpikir kritis, sebab berpikir kritis hanya diperuntukan untuk orang yang mempunyai daya nalar yang tinggi dan mempunyai rasionalitas logika yang tinggi pula. Orang – orang yang berpikir kritis berbeda dengan orang – orang yang berpikir protes walaupun ada kesamaan arti yaitu sama-sama bentuk penolakan dari sesuatu atau seseorang. Pikiran yang digunakan dalam penalaran dan diungkapkan lewat bahasa juga memiliki materi dan bentuk. Contohnya, kalau kita mengatakan bundar, materinya adalah isi dan arti kata itu sendiri, sedangkan bentuknya adalah positif. Akan tetapi, jika kita mengatakan tidak bundar, bentuknya adalah negati. Berpikir secara kritis berarti berpikir secara luas dan terbuka dengan mempertimbangkan kemungkinan – kemungkinan hingga mendapatkan suatu fakta dan informasi yang dapat

Upload: naufal

Post on 11-Jan-2016

248 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Asessmen Berpikir Kritis

TRANSCRIPT

Page 1: Asessmen Berpikir Kritis

Asessmen Berpikir Kritis

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Berpikir merupakan ciptaan dalam bentuk akal yang diciptakan oleh tuhan yang maha

kuasa. Berpikir merupakan kata kerja dalam kamus Bahasa Indonesia, berawal dari kata pikir

yang berarti apa yang ada dalam hati, akal budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati,

pendapat, pertimbangan. Sedangkan,  menurut kata kerjanya berpikir itu adalah 

menggunakan akal budi untuk menemukan jalan keluar, mempertimbangkan atau

memutuskan sesuatu.

Salah satu macam berpikir yag tidak semua orang bisa melakukannya adalah berpikir

kritis, sebab berpikir kritis hanya diperuntukan untuk orang yang mempunyai daya nalar yang

tinggi dan mempunyai rasionalitas logika yang tinggi pula. Orang – orang yang berpikir kritis

berbeda dengan orang – orang yang berpikir protes walaupun ada kesamaan arti yaitu sama-

sama bentuk penolakan dari sesuatu atau seseorang.

Pikiran yang digunakan dalam penalaran dan diungkapkan lewat bahasa juga memiliki

materi dan bentuk. Contohnya, kalau kita mengatakan bundar, materinya adalah isi dan arti

kata itu sendiri, sedangkan bentuknya adalah positif. Akan tetapi, jika kita mengatakan tidak

bundar, bentuknya adalah negati.

Berpikir secara kritis berarti berpikir secara luas dan terbuka dengan mempertimbangkan

kemungkinan – kemungkinan hingga mendapatkan suatu fakta dan informasi yang dapat

diterima atau ditolak. Seseorang yang berpikir kritis akan mampu menyelesaikan masalah

dengan sistemasi pemikiran yang abstrak lalu menyusunnya dalam metode penyelesaian yang

efektif.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana hakikat berpikir?

2.      Bagaimana hakikat berpikir kritis?

3.      Bagaimana hakikat berpikir kritis menurut Norris-Ennis?

4.      Apa saja indikator penilaian kemampuan berpikir kritis menurut Robert H. Ennis?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui hakikat berpikir.

2.      Untuk mengetahui hakikat berpikir kritis

Page 2: Asessmen Berpikir Kritis

3.      Untuk memahami hakikat berpikir kritis menurut Norris-Ennis

4.      Untuk mengetahui indikator penilaian kemampuan berpikir kritis menurut Robert H. Ennis

BAB II

ASESMEN PENALARAN KERANGKA KERJA NORRIS-ENNIS

A.     Kemampuan Berpikir Kritis

1.       Hakikat Berpikir

Istilah asesmen (assessment) dalam Stiggin (1994) sebagai penilaian proses, kemajuan,

dan hasil belajar siswa (outcomes). Sementara itu asesmen diartikan oleh Kumano (2001)

sebagai ”The process of collecting data which is shows the develompment of learning”.

Dengan demikian dapat disimpukan bahwa asesmen merupakan istilah yang tepat untuk

penilaian proses belajar siswa. Namun, meskipun proses belajar siswa merupakan hal yang

penting yang dinilai dalam asesmen, faktor hasil belajar juga tidak dapat dikesampingkan.

Asesmen juga merupakan kegiatan pengumpulan bukti yang dilakukan secara sengaja,

sistematis, dan berkelanjutan serta digunakan  untuk menilai kompetensi siswa. Penalaran

adalah proses kemampuan berpikir seseorang untuk mendapatkan suatu pengetahuan baru

dengan cara melogikakan konsep-konsep yang diketahuinya berdasarkan bukti-bukti yang

ada dan mengkontradiksikannya dengan pengetahuan yang sebelumnya. Penalaran juga

merupakan semua hubungan antara pengalaman dan pengetahuan yang digunakan seseorang

untuk menjelaskan apa yang dilihat, dipikirkan dan disimpulkan. Penalaran berasal dari

kemampuan berpikir seseorang.

Jadi asesmen penalaran adalah  kegiatan pengumpulan bukti yang dilakukan secara

sengaja untuk membuat hubungan antara pengalaman dan pengetahuan agar dapat

menjelaskan apa yang dilihat, dipikirkan dan disimpulkan.

Norris dan Ennis (dalam Stiggin, 1989:1994) mengungkapkan satu set tahap-tahap yang

termasuk proses berpikir kritis:

1.      Mengklarifikasi isu dengan mengajukan pertanyaan kritis

2.      Mengumpulkan informasi tentang isu

3.      Mulai bernalar melalui berbagai sisi atau sudut pandang yang berbeda-beda

4.      Mengumpulkan informasi dan melakukan analisis lebih lanjut, jika diperlukan

5.      Membuat dan mengkomunikasikan keputusan

Disamping mengembangkan berpikir kritis yang berkaitan dengan domain kognitif, Norris

dan Ennis juga mengembangkan disposisi yang merupakan “jiwa kritis”. Berikut akan

diuraikan tentang kemampuan dan disposisi kritis dari Norris dan Ennis.

Page 3: Asessmen Berpikir Kritis

Norris dan Ennis (dalam Stiggins, 1994) menyatakan berpikir kritis merupakan berpikir

masuk akal dan reflektif yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang

dilakukan atau diyakini. Masuk akal berarti berpikir didasarkan atas fakta-fakta untuk

menghasilkan keputusan yang terbaik, reflektif artinya mencari dengan sadar dan tegas

kemungkinan solusi yang terbaik. Dengan demikian berpikir kritis, menurut Norris dan Ennis

adalah berpikir yang terarah pada tujuan. Tujuan dari berpikir kritis adalah mengevaluasi

tindakan atau keyakinan yang terbaik. Norris dan Ennis memfokuskan kerangkanya pada

proses berpikir yang melibatkan pengumpulan informasi dan penerapan kriteria untuk

mempertimbangkan serangkaian tindakan atau pandangan yang berbeda. Ini bersesuaian

dengan tingkat berpikir evaluasi pada taksonomi Bloom.

Jiwa kritis menurut Norris dan Ennis meliputi: kebutuhan untuk berpikir logis, berusaha

keras untuk memiliki pengetahuan luas dari sumber-sumber yang kredibel, berwawasan atau

berpandangan luas, dan memperoleh kesenangan pribadi dalam hubungannya dengan cara

pemecahan masalah-masalah yang komplek. Namun, Norris dan Ennis berpendapat bahwa

alat-alat intelektual dapat menjadi tidak berguna, jika tidak ada tanggung jawab untuk

menggunakannya.

Kerangka kerja Norris dan Ennis mengungkapkan bahwa penalaran kompleks

memerlukan penggunaan terintegrasi dari sejumlah proses berpikir. Karena kompleksitasnya,

kerangka kerja Norris dan Ennis ini tidak cocok dengan asesmen respon terbatas. Di lain

pihak, kita dapat menggunakan asesmen essay untuk memperoleh informasi tentang

penalaran dan pemahaman yang komplek. Di samping itu kita dapat menggunakan asesmen

essay sebagai alat untuk menguraikan proses penalaran siswa.

Asesmen kinerja sangat baik digunakan untuk menilai penalaran. Kita dapat

menggunakan suatu isu kepada siswa baik individu maupun kelompok dan kemudian menilai

keterampilan berpikir kritisnya. Di samping dengan asesmen kinerja, kita juga dapat

menyelidiki penalaran siswa melalui komunikasi personal dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan strategis. Atau kita dapat mengikutsertakan siswa untuk merancang kriteria

penskoran essay, kriteria penskoran asesmen kinerja, atau suatu daftar tentang tahap-tahap

penting dalam proses berpikir Norris dan Ennis. Dengan cara seperti itu guru setidaknya

dapat menilai respon siswa dan bagaimana penalaran masing-masing siswa. Karena mereka

menginternalisasi visi dan merefleksikan pekerjaannya sendiri, mereka akan menjadi pemikir

yang kritis.

Sebagaimana pandangan Norris dan Ennis, kerangka kerja konseptual yang ditawarkan

oleh Marzano (1992) mencakup komponen kognitif dan afektif. Dimensi kognitif (dari

Page 4: Asessmen Berpikir Kritis

susunan Marzano yang relatif komplek) menguraikan tentang proses penalaran yang disajikan

dalam tabel 2 dengan label, definisi dan contoh. Dimensi afektif menyatakan bahwa siswa

harus mengembangkan dan mempertahankan sikap dan persepsi positif mengenai

pembelajaran dan pemahaman tanggung jawab personal untuk berpikir yang bijak.  Bila

dimensi afektif ini tidak dimiliki, maka sepertinya keterampilan yang mereka miliki jadi sia-

sia.

Keunggulan kerangka kerja ini adalah bahwa setiap jenis berpikir yang dispesifikasikan

diterjemahkan secara natural kedalam pertanyaan yang tampaknya dapat diterapkan pada

semua area materi.  Lebih jauh, setiap pertanyaan tampaknya unik dan relevan dengan dunia

nyata. Sebagai bahan pertimbangan kita dapat menggunakan contoh pertanyaan yang ada

pada tabel sebagai model, kemudian memilih area konten dan menempatkan serangkaian

pertanyaan yang mungkin digunakan untuk memeriksa pemahaman siswa pada area tersebut.

Berpikir secara umum diartikan sebagai suatu proses kognitif yang tidak dapat di lihat

secara fisik, merupakan suatu tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan

(Presseisen, 1985 dalam Costa ed., 1985: 43)

Nickerson, Perkins, dan Smith (1985: 48), menyatakan bahwa di satu sisi berpikir itu

sangat penting untuk memperoleh pengetahuan dan di sisi lain pengetahuan itu sangat penting

untuk proses berpikir. Sementara, Costa (1985 dalam Costa ed. 1985: 62) menyatakan bahwa

berpikir adalah menerima stimulus eksternal melalui indera dan diproses secara internal.

Berpikir juga bisa dikatakan suatu hal yang alamiah (fitrah atau natural) bagi setiap manusia

dikarenakan adanya unsur-unsur ciptaan yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Dalam

proses berpikir dilibatkan berbagai unsur, yakni otak yang sehat, panca indra, informasi

sebelumnya, dan adanya fakta. Dari keempat unsur di atas dapat dirangkai sebuah definisi

berpikir, yaitu pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak

yang disertai adanya informasi-informasi terdahulu yang akan digunakan untuk menafsirkan

fakta tersebut (Hatta, 2007:1).

Menurut Piaget (Dahar, 1996: 152), setiap individu mengalami tingkat-tingkat

perkembangan intelektual sebagai berikut:

a)      Tingkat sensori-motor (0-2tahun), selama periode ini anak mengatur alamnya dengan indera-

inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor);

b)      Tingkat pra operasional (2-7tahun), periode ini disebut pra operasional karena pada tahap ini

anak belum mampu  melaksanakan operasi-operasi mental seperti operasi matematis yang

reversibel. Selain itu, anak pada tingkat pra operasional bersifat egosentris;

Page 5: Asessmen Berpikir Kritis

c)      Tingkat operasional konkret (7-11 tahun), pada tingkat ini anak memiliki operasi-

operasi  logis  yang  dapat  diterapkan  pada  masalah-masalah  konkret  dan  anak

belum  dapat  berurusan  dengan  materi  abstrak,  seperti  hipotesis  dan proposisiverbal;

d)     Tingkat operasional formal (11 tahun ke atas), pada periode ini anak

telah mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Flavell (1936 dalam Dahar, 1996:  155)

mengemukakan beberapa karakteristik berpikir operasional formal, yaitu berpikir hipotesis-

deduktif, berpikir proposisional dan berpikir kombinatorial.

Berkaitan dengan proses berpikir, Swartz dan Perkins (1992 dalam Hassoubah, 2008:

21), mengemukakan bahwa manusia cenderung mengalami empat kecenderungan berpikir

yang tidak efektif atau salah. Keempat kecenderungan berpikir yang salah tersebut adalah:

a)      Tergesa-gesa, yaitu terlalu cepat membuat keputusan tanpa mempertimbangkan ide atau

alternatif lain;

b)      Acak-acakan, yaitu kecenderungan untuk tidak teratur dalam berpikir, melompat

dari satu gagasan ke gagasan lainnya tanpa menganalisis secara mendalam salah

satu dari gagasan tersebut

c)      Tidak fokus, yaitu samar-samar dalam pemikiran serta tidak  jelas dalam memberikan

pendapat

d)     Sempit, yaitu kecenderungan berpikir tidak mendalam, sehingga mengabaikan informasi

penting lain yang mungkin ada.

Sebenarnya setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali seseorang

itu tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan tingkat kemampuan berpikir tersebut,

fakta-fakta yang sampai sekarang tidak diketahuinya, lambat laun akan terungkap. Semakin

dalam seseorang berpikir, maka semakin bertambah kemampuan berpikirnya dan hal ini

mungkin sekali berlaku  bagi setiap orang. Karena itu, perlu disadari bahwa setiap orang

mempunyai kebutuhan untuk  berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin 

(Yahya, 2003: 4).

2.       Berpikir Kritis

Menurut  Presseisen (1985 dalam Costa  ed., 1985: 44),  keterampilan berpikir dapat

dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu: keterampilan berpikir dasar dan keterampilan

berpikir kompleks atau keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking).

Proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung

sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju yang kompleks

(Novak, 1979 dalam Liliasari, 2001:13).

Page 6: Asessmen Berpikir Kritis

Aktivitas berpikir yang terdapat dalam proses berpikir rasional yaitu menghapal,

membayangkan, mengelompokkan, menggeneralisasikan, membandingkan, mengevaluasi,

menganalisis, mensintesis, mendeduksi dan menyimpulkan. Dalam hal  ini dasar proses

berpikir adalah menemukan hubungan, menghubungkan sebab-akibat, mentransformasi,

mengelompokkan dan memberikan kualifikasi (Liliasari, 2001: 13).

Sedangkan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi dapat dikategorikan ke

dalam empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis,

dan berpikir kreatif (Presseisen, 1985 dalam Costa ed., 1985: 45).

Salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher  order  thinking) adalah berpikir

kritis. Berpikir kritis menggunakan dasar proses berpikir untuk menganalisis argumen dan

memunculkan pengetahuan terhadap setiap makna dan interpretasi, mengembangkan pola

penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi dan bias, serta memberikan model

penyampaian yang dapat dipercaya, ringkas, dan meyakinkan (Presseisen, 1985 dalam

Costa ed., 1985: 45).

Banyak definisi berpikir kritis yang dikemukakan oleh para ahli. Seperti yang

dikemukakan oleh Dewey (1909 dalam Fisher 2009: 2), bahwa berpikir kritis didefinisikan

sebagai pertimbangan yang aktif, terus-menerus, dan teliti mengenai suatu keyakinan atau

asumsi. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa keyakinan atau asumsi

berdasarkan bukti pendukung dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang ditimbulkannya

(Fisher, 2009: 3).  Selain itu, berpikir kritis merupakan suatu proses untuk mencari

makna, bukan sekedar perolehan pengetahuan (Barell, 1985 dalam Costa ed.,  1985: 35).

Sementara, Swart  dan  Perkins  (1990  dalam  Hassoubah,  2008:  86),  menyatakan  bahwa

berpikir kritis bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan

diterima atau dilakukan dengan  alasan yang logis. Definisi lainnya dikemukakan oleh Glaser

(1941 dalam Fisher, 2009: 3), mendefinisikan berpikir kritis sebagai:

a)      suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada

pada jangkauan  pengalaman seseorang

b)      pengetahuan tentang metode-metode penilaian dan penalaran yang logis; dan

c)      keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Menurut Beyer (Potts, 1994: 1),

meskipun terdapat beragam definisi  mengenai berpikir kritis, namun hampir semua

menekankan pada kemampuan dan kecenderungan untuk mengumpulkan, mengevaluasi, dan

menggunakan informasi secara efektif. Salah satu kontributor terkenal bagi pengembangan

budaya berpikir kritis adalah Robert  H.  Ennis.  Ennis (1985  dalam Costa ed., 1985: 54)

menyatakan bahwa berpikir kritis  adalah  berpikir reflektif  yang masuk  akal  yang berfokus

Page 7: Asessmen Berpikir Kritis

untuk memutuskan apa yang harus diyakini atau dilakukan. Menurut Ennis (1995: 365),

terdapat enam unsur dasar  dalam berpiki  kritis  yang  disingkat menjadi FRISCO, yaitu:

a)        F  (Focus),  yaitu memfokuskan pertanyaan atau isu  yang  tersedia  untuk membuat sebuah

keputusan tentang apa yang diyakini.

b)        R (Reason), yaitu mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau melawan utusan-

putusan yang dibuat berdasarkan situasi dan fakta yang relevan

c)        I (Inference), yaitu membuat kesimpulan yang beralasan atau menyungguhkan. Bagian

penting dari langkah penyimpulan ini adalah mengidentifikasi asumsi dan mencari

pemecahan, pertimbangan dari interpretasi akan situasi dan bukti.

d)       S  (Situation),  yaitu  memahami  situasi  dan  selalu  menjaga  situasi  dalam berpikir akan

membantu memperjelas pertanyaan da mengetahui arti istilah-istilah kunci, bagian-

bagian yang relevan sebagai pendukung.

e)         C (Clarity), yaitu menjelaskan arti atau istilah-istilah yang digunakan.

f)         O  (Overview),  yaitu  meninjau  kembali  dan  meneliti  secara  menyeluruh keputusan yang

diambil.

B.     Indikator Berpikir Kritis

Ennis (1985 dalam Costa ed., 1985: 54-57) mengungkapkan kemampuan berpikir kritis

yang dikelompokkan ke dalam lima indikator kemampuan, yaitu:

a)      memberikan  penjelasan  sederhana;

b)      membangun  keterampilan dasar;

c)      menyimpulkan;

d)     memberikan penjelasan lebih lanjut; dan

e)      mengatur strategi dan taktik. Penjelasa mengenai kelima indikator kemampuan berpikir kritis

tersebut selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Kemampuan Berpikir Kritis menurut Robert H. Ennis

IndikatorBerpikir Kritis

Sub-indikatorBerpikir Kritis

Penjelasan

Elementary

clarification

(memberikan

penjelasan

sederhana)

1.      Memfokuskan

pertanyaan.

a.       Mengidentifikasi dan merumuskan

Pertanyaan.

b.      Mengidentifikasi dan merumuskan kriteria-

kriteria untuk

mempertimbangkan jawaban yang mungkin.

Page 8: Asessmen Berpikir Kritis

c.       Memelihara situasi dalam pikiran.

2.      Menganalisis argumen. a.    Mengidentifikasi kesimpulan.

b.    Mengidentifikasi alasan (sebab)

yang dinyatakan (eksplisit).

c.    Mengidentifikasi alasan (sebab)

yang tidak dinyatakan (implisit).

d.   Mencari persamaan dan perbedaan.

e.    Mengidentifikasi dan menangani

ketidakrelevanan.

f.     Mencari struktur dari suatu argumen

g.    Membuat ringkasan.

3.      Bertanya dan menjawab

pertanyaan tentang

suatu penjelasan

atau tantangan.

a.    Mengapa demikian?

b.    Apa inti utamanya?

c.    Apa yang Anda maksudkan?

d.   Mana yang merupakan contoh?

e.    Mana yang yang bukan contoh?

f.     Bagaimana menerapkannya dalam

kasus tersebut?

g.    Perbedaan apa yang menyebabkannya?

h.    Apa faktanya?

i.      Inikah yang Anda katakan?

j.      Akankah Anda menyatakan lebih dari itu?

Basic support

(membangun

keterampilan

dasar)

4.      Mempertimbangkan

kredibilitas suatu sumber.

a.     Ahli.

b.     Kelemahan dari permasalahan yang

bersangkutan.

c.     Kesepakatan antar sumber.

d.     Reputasi.

e.     Menggunakan prosedur yang telah

diakui.

f.      Mengetahui resiko berdasarkanreputasi.

g. Kemampuan memberikan alasa n.

h.     Kebiasaan hati-hati.

5.      Mengobservasi dan

mempertimbangkan

a.     Sedikit mengambil kesimpulan

Page 9: Asessmen Berpikir Kritis

hasil observasi. yang berbelit-belit.

b.     Interval waktu singkat antara

observasi dan pembuatan laporan.

c.     Laporan yang dibuat oleh observer,

lebih baik dari yang dibuat orang

lain.

d.  Merekam gambaran secara umum,

Inference

(membuat

inferensi)

6.      Membuat deduksi dan

mempertimbangkan

hasil deduksi.

a.     Kelompok yang logis.

b.     Kondisi yang logis.

c.     Interpretasi pernyataan.

7.      Membuat induksi dan

mempertimbangkan

hasil induksi.

a.     Membuat generalisasi: kekhususan

data, pengambilan contoh, tabel

dan grafik.

b.     Membuat penjelasan dari suatu

kesimpulan dan hipotesis.

c.     Menyelidiki, yaitu merancang

eksperimen termasuk merencanakan dalam

mengendalikan variabel, mencari

bukti di luar bukti yang telah ada,

mencari penjelasan lain   yang

mungkin.

d.     Memberikan kriteria yang layak

dalam membuat asumsi.

jika laporan disertai rekaman,

umumnya lebih baik.

e.     Bukti-bukti yang menguatkan.

f.      Kemungkinan dari kuat tidaknya

bukti-bukti tersebut.

g.     Kondisi akses yang baik.

h.     Penggunaan teknologi yang

kompeten.

i.      Kepuasan observer atas kredibilitas

kriteria.

8.      Membuat keputusan dan a.     Latar belakang fakta.

Page 10: Asessmen Berpikir Kritis

mempertimbangkan

hasilnya. b.     Konsekuensi.

c.     Penerapan yang utama terhadap

prinsip-prinsip yang dapat

diterima.

d.     Mempertimbangkan berbagai

alternatif.

e.     Menyesuaikan, menimbang dan

memutuskan.

Advance

clarification

(memberikan

penjelasan lebih

lanjut)

9.      Mendefinisikan

istilah dan

mempertimbangkan

definisi.

a.     Bentuk: sinonim, klasifikasi,

rentang, ungkapan yang setara,

operasional, contoh dan non

contoh.

b.     Strategi definisi (tindakan,

mengidentifikasi persamaan)

c.     Isi.

10.  Mengidentifikasi asumsi. a.     Penalaran secara implisit.

b.     Diperlukan asumsi: merekonstruksi

argumen.

Strategy and

tactics

(mengatur

strategi dan

taktik)

11.  Memutuskan suatu

tindakan.

a.     Mendefinisikan masalah.

b.     Menyeleksi kriteria untuk membuat

solusi.

c.     Merumuskan alternatif solusi.

d.     Memutuskan hal-hal yang akan

dilakukan secara tentatif.

e.     Melakukan tinjauan ulang.

f.      Memonitor implementasi.

12.  Berinteraksi dengan

orang lain.

a.     Bereaksi terhadap label yang

keliru.

b.     Strategi logis.

c.     Strategi retoris.

d.     Menyampaikan secara lisan atau

tertulis.

Sumber: Ennis (1985 dalam Costa ed., 985: 54-57)

Page 11: Asessmen Berpikir Kritis

Menurut  Priyadi  (2005:  1),  berpikir  kritis  adalah  proses  mental  untuk menganalisis

atau mengevaluasi informasi. Informasi yang dianalisis dapat berupa suatu argumen.

Berkaitan dengan sub-indikator kemampuan berpikir kritis menganalisis argumen, Bruneu

(1987 dalam Hassoubah, 2008: 30) menjelaskan bahwa terdapat pola pikir yang salah

yang seringkali dilakukan seseorang dalam menganalisis argumen, diantaranya:

a)      Argumentasi   yang   diberikan   tidak berhubungan  dengan  kesimpulan;

b)      Berbeda  argumen  dari  orang  lain  hanya berdasarkan bukti tertentu saja;

c)      Loyalitas buta,  yaitu seseorang yang kukuh dengan argumentasinya tanpa peduli dengan

banyaknya bukti yang berlawanan;

d)     Menyetujui atau menerima argumen begitu saja tanpa bukti atau tanpa perlu bersusah payah

membuktikan kebenaran argumen tersebut.

Berkaitan dengan sub-indikator   berpikir   kritis   mempertimbangkan kredibilitas suatu

sumber,  untuk dapat menilai  kredibilitas  secara  kritis  dapat dilakukan dengan cara menilai:

a)      Keahlian  yang relevan  (seperti  pengalaman atau kualifikasi formal) yang dimiliki sumber;

b)      Reputasi   sumber   yang menyataka bahwa sumber tersebut dapat dipercaya;

c)      Kelogisan  pendapat sumber;

d)     Sumber  utama  atau  sumber  sekunder  yang  mendasari  pendapat sumber; dan

e)      Bukti yang menguatkan dari sumber lain (Fisher, 2009:103).

Salah satu indikator kemampuan berpikir kritis adalah inference (membuat inferensi/

kesimpulan). Penarikan kesimpulan dapat dilakukan dengan melakukan penalaran secara

deduktif maupun induktif. Menurut Suriasumantri (2001: 49), penalaran deduktif adalah

kegiatan berpikir dari pernyataan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat

khusus Ausubel  (Dahar,  1996:  119), berpendapat bahwa pengembangan konsep

berlangsung paling baik apabila unsur- unsur yang paling umum diperkenalkan lebih dulu,

baru kemudian diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan khusus dari konsep tersebut.

Sedangkan penalaran induktif merupakan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan

yang bersifat umum dari  berbagai  kasus  yang  bersifat  khusus,  dari  contoh-contoh menuju

kesimpulan umum (Suriasumantri, 2001: 48). Seseorang dapat berpikir induktif dengan

mencari ciri-ciri  atau  sifat-sifat  dari  berbagai  fenomena,  kemudian menarik kesimpulan

pada  semua  jenis  fenomena  tadi  (Purwanto,  1997:102).

Menurut Mulyana (2005: 11), kebaikan  dari  pola  penalaran  induktif dalam

pembelajaran adalah siswa mempunyai kesempatan aktif di dalam menemukan sebuah

kesimpulan sehingga siswa  terlibat  dalam  mengobservasi,  berpikir  dan bereksperimen

Page 12: Asessmen Berpikir Kritis

Sedangkan kelemahan dari pola  penalaran   induktif   dalam pembelajaran adalah proses

penarikan kesimpulan yang banyak memakan waktu.

Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi merupakan salah satu sub

indikator kemampuan berpikir kritis. Menurut Fisher (2009: 67)

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan seseorang dalam menjelaskan definisi istilah

atau gagasan, diantaranya:

(a)    memberikan   ungkapan   yang   bersinonim (parafrase)

(b)   mengemukakan contoh-contoh  yang jelas; 

(c)    memberikan noncontoh atau hal- hal yang kontras dari istilah tersebut; dan

(d)   menjelaskan sejarah sebuah istilah atau ungkapan.

Sub-indikator  kemampuan  berpikir  kritis  ke-10  adalah  mengidentifikasi asumsi.

Asumsi adalah keyakinan yang secara jelas diterima atau dianggap benar oleh seseorang

tetapi  biasanya  tidak  dinyatakan  (Fisher,  2009:  46).  Menurut Johnson (2007: 196) suatu

asumsi  baru  bisa  diterima  apabila  jelas,  logis,  dan

didasarkan pada pengalaman yang luas.

Salah  satu  tujuan  dari  berpikir  kritis  adalah  untuk  membuat  keputusan mengenai

sesuatu. Fisher (2009:  153),  mengemukakan  beberapa  kelemahan umum ketika seseorang

memutuskan  suatu  keputusan,  diantaranya: 

a)      kurangcukup waktu berpikir mengenai keputusan yang diambil; 

b)      tidak berpikir tentang alternatif-alternatif lain; 

c)      tidak mempertimbangkan akibat-akibat dari beragam keputusan;  

d)     terlalu  tergesa-gesa  dalam  mengambil  keputusan; 

e)      terlalu melibatkan emosi; dan 

f)       menerima apa yang direkomendasikan orang lain tanpa mempertimbangkannya.

Selain itu, pengambilan keputusan membutuhkan ketelitian yang logis, konsisten, tolok

ukur lain dan kemampuan untuk melihat adanya kekeliruan dalam logika suatu pernyataan

(Subiyanto, 1988: 50).

Menurut Hassoubah (2008: 88), latar belakang  kepribadian dan budaya seseorang dapat

mempengaruhi  usaha  seseorang  untuk  berpikir  secara  kritis terhadap suatu masalah.

Selain itu,berpikir kritis juga dipengaruhi oleh kondisi emosi Proses berpiki kritis dapat

dihambat oleh beberapa faktor. Halpern (1989dalam Hassoubah, 2008: 27) mengungkapkan

bahwa terdapat kecenderungan bias psikologis  yang dapat menghambat proses  berpikir kritis

, diantaranya:

Page 13: Asessmen Berpikir Kritis

a)      Bias konfirmasi, yaitu kecenderungan untuk mencari informasi hanya yang sesuai dengan ide

yang  dimiliki;  

b)      Bias  kebiasaan, yaitu  kecenderungan   untuk mengambil suatu keputusa berdasarkan

kebiasaan;

c)      Reaksi psikologis, yaitu keadaan emosi ketika memilih alternatif terbaik tidak berdasarkan

kriteria rasional dan

d)     Resiprositas/ pertukaran,  yaitu pengambilan keputusan dengan dasar perasaan subjektif,

bukan secara objektif.

Seorang  yang  berpikir  kritis  bisa  menanyakan  pertanyaan yang tepat, mengumpulkan

informasi yang  relevan,  efisien  dan  kreatif  dalam  memilah informasi, menemukan alasan

logis dari  suatu  informasi,  dan  memperoleh kesimpulan yang dapat dipercaya

dipertanggungjawabkan sehingga memungkinkan seseorang untuk menjadi lebih baik dan

sukses dalam kehidupan (Schafersman, 1991: 1). Selain itu, Chiras (1992: 464) menjelaskan

bahwa siswa perlu dibekali dengan kemampuan berpikir kritis karena membekali

siswa dengan kemampuan berpikir kritis, berarti memberikan siswa keterampilan  yang dapat

digunakan  untuk  menganalisis  dan  memecahkan sejumlah  besar  masalah  yang akan

mereka hadapi dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Mengacu pada betapa penting peran berpikir kritis bagi kehidupan, maka didalam

pendidikan guru hendaknya   dapat   mengembangkan   kemampuan berpikir kritis siswa.

Menurut Beyer (1985 dalam Costa ed., 1985: 145), ada dua langkah yang harus dilakukan

guru dalam  meningkatkan  kemampuan  berpikir kritis siswa, yaitu :

a)      Guru terlebih dahulu menentukan tujuan yang jelas, kegiatan dan pengetahuan yang

menunjang berpikir kritis;

b)      Guru juga harus merencanakan pembelajaran yang sistematis dan melibatkan keterampilan-

keterampilan untuk melatih berpikir kritis selama pembelajaran. Selain itu, guru dapat

memilih strategi yang tepat dalam pembelajaran untuk melatih kemampuan berpikir kritis

siswa, diantaranya menciptakan interaksi antar siswa dan memberikan pertanyaan terbuka

pada siswa  (Potts,  1994:  1).

Hal  ini senada dengan pendapat Rustaman et al. (2003: 125), yang menyatakan bahwa

dengan menggunakan pertanyaan yang efektif berarti mendorong siswa untuk berpikir dan

bernalar, sehingga belajar berpusat pada diri siswa. Begitu pula dengan pendapat Nasution

(2000: 161) bahwa bertanya merupakan  stimulus yang mendorong anak untuk berpikir dan

belajar, dengan bertanya,   siswa   akan   memperoleh pengetahuan. Selain itu, menurut Costa

(1985 dalam Costa ed., 1985: 125) dalam tulisannya yang berjudul  Teacher  Behaviors  tha

Page 14: Asessmen Berpikir Kritis

Enable Student Thinking pertanyaan merupakan alat intelektual yang dapat mempertahankan

ketertarikan dan antusiasme siswa dalam belajar.

Berdasarkan  penelitian  Wright  dan  Bar,  Sartorelli,  Swartz  dan  Parks (Hassoubah,

2008: 96-108), terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kritis, diantaranya:

a)              membaca dengan kritis;

b)              meningkatkan daya analisis;

c)              mengembangkan kemampuan observasi /mengamati;

d)             meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi

e)              metakognisi; mengamati model dalam berpikir kritis; dan

f)               melibatkan diri dalam diskusi yang “kaya”.

Melalui diskusi, siswa mendapat pengalaman dan latihan mengungkapkan pendapat

secara lisan dan berkomunikasi dengan orang lain dalam menghadapai suatu masalah. Diskusi

memungkinkan pengembangan penalaran, pemikiran kritis dan kreatif serta kemampuan

memberikan pertimbangan dan penilaian (Munandar, 1999: 84).

Langholz  dan  Smaldino  (Gelven  &  Stewart,  2001)  menyatakan  bahwa berpikir

kritis tidak dapat dikembangkan dalam waktu yang singkat tetapi harus dilakukan secara

berkelanjutan. Hal   ini   senada   dengan   yang   diungkapkan Nickerson, Perkins dan Smith

(1985: 45), bahwa keterampilan berpikir merupakan keterampilan dasar yang perlu

dikembangkan atau dilatih.  Begitu  pula dengan pendapat Beyer (1985 dalam Costa ed.

1985: 149) bahwa melatih berpikir kritis perlu dilakukan secara berulang-ulang sambil

memberikan saran dan perbaikan pada hasil berpikir kritis siswa.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penilaian Norris dan Ennis merupakan penilaian yang mengarah pada kemampuan

berpikir kritis yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang dilakukan atau

diyakini. Disamping mengembangkan berpikir kritis yang berkaitan dengan domain kognitif,

Norris dan Ennis juga mengembangkan disposisi yang merupakan “jiwa kritis”.

Berpikir adalah menerima stimulus eksternal melalui indera dan diproses secara

internal. Berpikir juga bisa dikatakan suatu hal yang alamiah (fitrah atau natural) bagi setiap

manusia dikarenakan adanya unsur-unsur ciptaan yang telah diciptakan oleh Allah SWT.

Dalam proses berpikir dilibatkan berbagai unsur, yakni otak yang sehat, panca indra,

Page 15: Asessmen Berpikir Kritis

informasi sebelumnya, dan adanya fakta. Dari keempat unsur di atas dapat dirangkai sebuah

definisi berpikir, yaitu pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke

dalam otak yang disertai adanya informasi-informasi terdahulu yang akan digunakan untuk

menafsirkan fakta tersebut.

Salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher  order  thinking) adalah berpikir

kritis. Berpikir kritis menggunakan dasar proses berpikir untuk menganalisis argumen dan

memunculkan pengetahuan terhadap setiap makna dan interpretasi, mengembangkan pola

penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi dan bias, serta memberikan model

penyampaian yang dapat dipercaya, ringkas, dan meyakinkan (Presseisen, 1985 dalam

Costa ed., 1985: 45). Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa keyakinan atau

asumsi berdasarkan bukti pendukung dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang

ditimbulkannya (Fisher, 2009: 3).  Selain itu, berpikir kritis merupakan suatu proses untuk

mencari makna, bukan sekedar perolehan pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Arthur L. Costa. 1988. Developing Mind. Association for Supervision and Curriculum Development : USA

Brady, L. 1992. Curriculum development. 4-th ed. New York:  Prentice Hall. 

Bryce, T.G.K., McCall, J., MacGregor, J., Robertson, I.J., dan Weston, R.A.J. 1990. Techniques for assessing process skills in practical science: Teacher’s guide.  Oxford: Heinemann Educational Books. 

Kumano, Y. (2001) The National Curriculum Standards Reform and Its Implementation. Makalah diseminarkan di JICA Meeting tanggal 15 September 2001. Yogyakarta:  FMIPA UNY. 

Puckett, M. B & Black, J. K. (1994). Authentic Assessment of The Young Child. New York: Macmillan College Publishing Company. 

blog.elearning.unesa.ac.id/penalaran-berpikir-kritis-roberth-h.ennis.html (diakses tanggal 12-05-2012).

repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0706557_chapter1.pdf (diakses tanggal 12-05-2012).

uinsuska.academia.edu/Upaya_Meningkatkan_Kemampuan_Berpikir_Kritis.html (diakses tanggal 12-05-

2012).